farmakologi obat

37
FARMAKOLOGI OBAT-OBATAN HIPNOTIK-SEDATIF Obat-obatan hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate yang memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan onset serta mempertahankan tidur. Secara klinis obat-obatan sedatif-hipnotik digunakan sebagai obat-obatan yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana nyeri akut dan kronik, tindakan anestesia, penatalaksanaan kejang, serta insomnia. Obat- obatan sedatif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni: 1. Benzodiazepin 2. Barbiturat 3. Golongan obat nonbarbiturat – nonbenzodiazepin 1. Benzodiazepin Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yaitu anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medula spinalis, dan amnesia retrograde. Benzodiazepine banyak digunakan dalam praktik klinik. Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak

Upload: syahfiq-ismail

Post on 03-Jan-2016

143 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

Page 1: FARMAKOLOGI OBAT

FARMAKOLOGI OBAT-OBATAN HIPNOTIK-SEDATIF

Obat-obatan hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu

mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas

moderate yang memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah substansi

yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan onset serta

mempertahankan tidur.

Secara klinis obat-obatan sedatif-hipnotik digunakan sebagai obat-obatan

yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana nyeri akut dan

kronik, tindakan anestesia, penatalaksanaan kejang, serta insomnia. Obat-obatan

sedatif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni:

1. Benzodiazepin

2. Barbiturat

3. Golongan obat nonbarbiturat – nonbenzodiazepin

1. Benzodiazepin

Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi sekaligus,

yaitu anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medula spinalis, dan

amnesia retrograde. Benzodiazepine banyak digunakan dalam praktik klinik.

Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat,

potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya

toleransi obat dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepin

telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan

menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitorng anestesi. Dalam masa

perioperative, midazolam telah menggantikan penggunaan diazepam. Selain itu,

benzodiazepine memiliki antagonis khusus yaitu flumazenil.

A. Struktur Kimia Benzodiazepin

Benzodiazepine disusun sebuah ring benzene bergabung menjadi sebuah

diazepine ring yang berisi tujuh molekul.

Page 2: FARMAKOLOGI OBAT

Gambar 3. Struktur Kimia Benzodiazepin

B. Mekanisme Kerja

Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-

aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak.

Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA melainkan meningkatkan

kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter penghambat sehingga kanal

klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan mendorong

post sinaptik membran sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek

anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alkohol, antikonvulsi dan relaksasi

otot skeletal.

Efek sedatif timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang

merupakan 60% dari resptor GABA di otak (korteks serebral, korteks serebelum,

thalamus). Sementara efek ansiolotik timbul dari aktifasi GABA sub unit aplha-2

(Hipokampus dan amigdala).

Perbedaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan

perbedaan potensi (affinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan

menembus sawar darah otak dan redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik

(penyerapan, distribusi, metabolisme dan ekskresi). Hampir semua benzodiazepine

larut lemak dan terikat kuat dengan protein plasma. Sehingga keadaan hipoalbumin

pada cirrhosis hepatis dan chronic renal disease akan meningkatkan efek obat ini.

Benzodiazepin menurunkan degradasi adenosin dengan menghambat

tranportasi nuklesida. Adonosin penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan

kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan meningkatkan

Page 3: FARMAKOLOGI OBAT

oksigenasi melalui vasodilatasi arteri korener) dan semua fungsi fisiologi proteksi

jantung

C. Efek Samping

Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada penggunaan

lama benzodiazepine. Sedasi akan menggangu aktivitas setidaknuya selama 2

minggu. Penggunaan yang lama benzodiazepine tidak akan mengganggu tekanan

darah, denyut jantung, ritme jantung dan ventilasi. Namun penggunaannya sebaiknya

hati-hati pada pasien dengan penyakit paru kronis.

Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi kebutuhan akan obat anestesi

inhalasi ataupun injeksi. Walaupun penggunaan midazolam akan meningkatkan efek

depresi napas opioid dan mengurangi efek analgesiknya. Selain itu, efek antagonis

benzodiazepine, flumazenil, juga meningkatkan efek analgesik opioid.

D. Contoh Preparat Benzodiazepin

a. Midazolam

Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin

imidazole yang stabil dalam larutan dan metabolisme yang cepat. Obat ini telah

menggantikan diazepam selama operasi dan memiliki potensi 2-3 kali lebih kuat.

Selain itu affinitas terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat dibanding diazepam.

Efek amnesia pada obat ini lebih kuat diabanding efek sedasi sehingga pasien dapat

terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama

beberapa jam.

Larutan midazolam dibuat asam dengan pH < 4 agar cincin tidak terbuka dan

tetap larut dalam air. Ketika masuk ke dalam tubuh, akan terjadi perubahan pH

sehingga cincin akan menutup dan obat akan menjadi larut dalam lemak. Larutan

midazolam dapat dicampur dengan ringer laktat atau garam asam dari obat lain.

1) Farmakokinetik

Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat melalui sawar

darah otak. Namun waktu equilibriumnya lebih lambat dibanding propofol dan

thiopental. Hanya 50% dari obat yang diserap yang akan masuk ke sirkulasi sistemik

karena metabolisme porta hepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam yang

masuk plasma akan berikatan dengan protein. Waktu durasi yang pendek

Page 4: FARMAKOLOGI OBAT

dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi mempercepat distribusi dari otak ke

jaringan yang tidak aktif begitu juga dengan klirens hepar yang cepat.

Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam, lebih pendek daripada waktu

paruh diazepam. Waktu paruh ini dapat meningkat pada pasien tua dan gangguan

fungsi hati. Pada pasien dengan obesitas, klirens midazolam akan lebih lambat

karena obat banyak berikatan dengan sel lemak. Akibat eliminasi yang cepat dari

midazolam, maka efek pada CNS akan lebih pendek dibanding diazepam.

2) Efek pada Sistem Organ

Midazolam menurunkan kebutuhan metabolik oksigen otak dan aliran darah

ke otak seperti barbiturat dan propofol. Namun terdapat batasan besarnya penurunan

kebutuhan metabolik oksigen otak dengan penambahan dosis midazolam. Midazolam

juga memiliki efek yang kuat sebagai antikonvulsan untuk menangani status

epilepticus.

a) Pernapasan

Penurunan pernapasan dengan midazolam sebesar 0,15 mg/kg IV setara

dengan diazepam 0,3 mg/kg IV. Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis

memiliki resiko lebih besar terjadinya depresi pernapasan walaupun pada orang

normal depresi pernapasan tidak terjadi sama sekali. Pemberian dosis besar (>0,15

mg/kg) dalam waktu cepat akan menyebabkan apneu sementara terutama bila

diberikan bersamaan dengan opioid. Benzodiazepine juga menekan refleks menelan

dan penuruna aktivitas saluran napas bagian atas.

b) Sistem kardiovaskuler

Midazolam 0,2 mg/kg IV sebagai induksi anestesi akan menurunkan tekanan

darah dan meningkatkan denyut jantung lebih besar daripada diazepam 0,5 mg/kg IV

dan setara dengan thiopental 3-4 mg/kg IV. Penurunan tekanan darah disebabkan

oleh penurunan resistensi perifer dan bukan karena gangguan cardiac output. Efek

midazolam pada tekanan darah secara langsung berhubungan dengan konsentrasi

plasma benzodiazepine.

Page 5: FARMAKOLOGI OBAT

3) Penggunaan Klinik

Midazolam sering digunakan sebagai premedikasi pada pasien pediatrik

sebagai sedasi dan induksi anestesia. Midazolam juga memiliki efek antikonvulsan

sehingga dapat digunakan untuk mengatasi kejang grand mal.

a) Sedasi intravena

Midazolam dosis 1-2,5 mg IV (onset 30-60 detik, waktu puncak 3-5 menit,

durasi 15-80 menit) efektif sebagai sedasi selama regional anestesi. Dibanding

dengan diazepam, midazolam memiliki onset yang lebih cepat, amnesia yang lebih

baik dan sedasi post operasi yang lebih rendah namun waktu pulih sempurna tetap

sama. Efek samping yang ditakutkan dari midazolam adalah adanya depresi napas

apalagi bila diberikan bersama obat penekan CNS lainnya.

b) Induksi anestesi

Induksi anestesi dapat diberikan midazolam 0,1-0,2 mg/kg IV selama 30-60

detik. Walaupun thiopental memberikan waktu induksi lebih cepat 50-100%

dibanding midazolam. Dosis yang digunakan akan semakin kecil apabila sebelumnya

diberikan obat penekan CNS lain seperti golongan opioid. Pasien tua juga

membutuhkan lebih sedikit dosis dibanding pasien muda.

b. Diazepam

Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut lemak dan memiliki

durasi kerja yang lebih panjang dibanding midazolam. Diazepam dilarutkan dengan

pelarut organik (propilen glikol, sodium benzoate) karena tidak larut dalam air.

Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9.Injeksi secara IV atau IM akan menyebabkan

nyeri.

1. Farmakokinetik

Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai puncaknya

dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang tinggi

menyebabkan Vd diazepam besar dan cepat mencapai otak dan jaringan terutama

lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam sirkulasi fetus.

Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya kelarutan

lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi memiliki ikatan dengan

Page 6: FARMAKOLOGI OBAT

protein plasma yang kuat. Sehingga pada pasien dengan konsentrasi protein plasma

yang rendah, seperti pada cirrhosis hepatis, akan meningkatkan efek samping dari

diazepam.

2. Waktu Paruh

Waktu paruh diazepam orang sehat antara 21-37 jam dan akan semakin

panjang pada pasien tua, obese dan gangguan fungsi hepar serta digunakan bersama

obat penghambat enzim sitokrom P-450. Dibandingkan lorazepam, diazepam

memiliki waktu paruh yang lebih panjang namun durasi kerjanya lebih pendek

karena ikatan dengan reseptor GABAA lebih cepat terpisah.

Waktu paruh desmethyldiazepam adalah 48-96 jam. Pada penggunaan lama

diazepam dapat terjadi akumulasi metabolit di dalam jaringan dan dibutuhkan waktu

lebih dari seminggu untuk mengeliminasi metabolit dari plasma.

3. Efek pada Sistem Organ

Diazepam hampir tidak menimbulkan efek depresi napas. Namun, pada

penggunaan bersama dengan obat penekan CNS lain atau pada pasien dengan

penyakit paru obstruktif akan meningkatkan resiko terjadinya depresi napas.

Diazepam pada dosis 0,5-1 mg/kg IV yang diberikan sebagai induksi anestesi

tidak menyebabkan masalah pada tekanan darah, cardiac output dan resistensi

perifer. Begitu juga dengan pemberian anestesi volatile N2O setelah induksi dengan

diazepam tidak menyebabkan perubahan pada kerja jantung. Namun pemberian

diazepam 0,125-0,5 mg/kg IV yang diikuti dengan injeksi fentanyl 50 µg/kg IV akan

menyebabkan penurunan resistensi vaskuler dan penurunan tekanan darah sistemik.

Pada otot skeletal, diazepam menurunkan tonus otot. Efek ini didapat dengan

menurunkan impuls dari saraf gamma di spinal. Keracunan diazepam didapatkan bila

konsentrasi plasmanya > 1000ng/ml.

4. Penggunaan Klinis

Penggunaan diazepam sebagai sedasi pada anestesi telah digantikan oleh

midazolam. Sehingga diazepam lebih banyak digunakan untuk mengatasi kejang.

Efek anti kejang didapatkan dengan menghambat neuritransmitter GABA. Dibanding

barbiturat yang mencegah kejang dengan depresi non selektif CNS, diazepam secara

selektif menghambat aktivitas di sistem limbik, terutama di hippokampus.

Page 7: FARMAKOLOGI OBAT

c. Oxazepam

Oxazepam merupakan metabolit aktif dari diazepam. Durasi kerjanya lebih

pendek dibanding diazepam karena di sirkulasi akan dikonjugasi dengan asam

glukoronat menjadi metabolit inaktif. Waktu paruhnya 5-15 jam dan tidak

dipengaruhi oleh fungsi hepar atau pemberian simetidin. Absorbsi oral oxazepam

sangat lambat sehingga tidak bermanfaat pada pengobatan insomnia dengan kesulitan

tidur. Namun bermanfaat pada insomnia memiliki periopde tidur yang pendek atau

sering terbangun di malam hari.

d. Alprazolam

Alprazolam memiliki efek mengurangi kecemasan pada pasien dengan

kecemasan atau serangan panik. Alprazolam merupakan alternatif untuk premedikasi

pengganti midazolam

2. Barbiturat

Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai

hipnotik dan sedatif. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang

spesifik, barbiturat telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman,

pengecualian fenobarbital, yang memiliki anti konvulsi yang masih banyak

digunakan.

Secara kimia, barbiturat merupakan derivat asam barbiturat. Asam barbiturat

(2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum

dengan asam malonat.

Susunan Saraf Pusat efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat

depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, koma sampai dengan kematian.

Efek antianseitas barbiturat berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek

hipnotik barbiturat dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik.

Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Efek

anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital

untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh berbiturat

yang mengandung substitusi 5-fenil misalnya fenobarbital.

A. Pengaruh Barbiturat

Page 8: FARMAKOLOGI OBAT

1. Pengaruh Pada Sistem Saraf Pusat

Barbiturat berkerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak

sama kuatnya. Dosis nonanastesi terutama menekan respon pasca sinap.

Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek

yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator.

Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan

inhibisi transmisi sinaptik. Kapasitas berbiturat membantu kerja GABA sebagian

menyerupai kerja benzodiazepine, namun pada dosis yang lebih tinggi dapat bersifat

sebagai agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturat dapat

menimbulkan depresi SSP yang berat.

2. Pengaruh pada Susunan Saraf Perifer

Barbiturat secara selektif menekan transmisi ganglion otonom dan mereduksi

eksitasi nikotinik oleh esterkolin. Efek ini terlihat dengan turunya tekanan darah

setelah pemberian oksibarbital IV dan pada intoksikasi berat.

3. Pengaruh pada Pernapasan

Barbiturat menyebabkan depresi nafas yang sebanding dengan besarnya

dosis. Pemberian barbiturat dosis sedatif hampir tidak berpengaruh terhadap

pernafasan, sedangkan dosis hipnotik menyebabkan pengurangan frekuensi nafas.

Pernafasan dapat terganggu karena : (1) pengaruh langsung barbiturat terhadap pusat

nafas; (2) hiperefleksi N.vagus, yang bisa menyebabkan batuk, bersin, cegukan, dan

laringospasme pada anastesi IV. Pada intoksikasi barbiturat, kepekaan sel pengatur

nafas pada medulla oblongata terhadap CO2 berkurang sehingga ventilasi paru

berkurang. Keadaan ini menyebabkan pengeluaran CO2 dan pemasukan O2

berkurang, sehingga terjadilah hipoksia.

4. Pengaruh pada Sistem Kardiovaskular

Barbiturat dosis hipnotik tidak memberikan efek yang nyata pada system

kardiovaskular. Frekuensi nadi dan tensi sedikit menurun akibat sedasi yang

ditimbulkan oleh berbiturat. Pemberian barbiturat dosis terapi secara IV dengan cepat

dapat menyebabkan tekanan darah turun secara mendadak. Efek kardiovaskular pada

intoksikasi barbiturat sebagian besar disebabkan oleh hipoksia sekunder akibat

Page 9: FARMAKOLOGI OBAT

depresi nafas. Selain itu pada dosis tinggi dapat menyebabkan depresi pusat

vasomotor diikuti vasodilatasi perifer sehingga terjadi hipotensi.

5. Pengaruh pada Saluran Cerna

Oksibarbiturat cenderung menurunkan tonus otot usus dan kontraksinya.

Pusat kerjanya sebagian diperifer dan sebagian dipusat bergantung pada dosis. Dosis

hipnotik tidak memperpanjang waktu pengosongan lambung dan gejala muntah,

diare dapat dihilangkan oleh dosis sedasi barbiturat.

6. Pengaruh pada Hati

Barbiturat menaikan kadar enzim, protein dan lemak pada

retikuloendoplasmik hati. Induksi enzim ini menaikan kecepatan metabolisme

beberapa obat dan zat endogen termasuk hormone stroid, garam empedu, vitamin K

dan D.

7. Pengaruh pada Ginjal

Barbiturat tidak berefek buruk pada ginjal yang sehat. Oliguri dan anuria

dapat terjadi pada keracunan akut barbiturat terutama akibat hipotensi yang nyata.

B. Farmakokinetik

Barbiturat secara oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus

halus kedalam darah. Secara IV barbiturat digunakan untuk mengatasi status epilepsi

dan menginduksi serta mempertahankan anastesi umum. Barbiturat didistribusi

secara luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan

kelarutan dalam lemak; tiopental yang terbesar.

Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya tiopental dan

metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot.

Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan cepat.

Barbiturat yang kurang lipofilik, misalnya aprobarbital dan fenobarbital,

dimetabolisme hampir sempurna didalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada

kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat.

Fenobarbital diekskresi ke dalam urine dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah

tertentu (20-30 %) pada manusia.

Page 10: FARMAKOLOGI OBAT

Faktor yang mempengaruhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat

dipengaruhi oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat

dari penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan obat

yang dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat golongan barbiturat.

C. Indikasi

Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatif telah menurun secara nyata

karena efek terhadap SSP kurang spesifik yang telah banyak digantikan oleh

golongan benzodiazepine. Penggunaan pada anastesi masih banyak obat golongan

barbiturat yang digunakan, umumnya tiopental dan fenobarbital.

1. Tiopental

Di gunakan untuk induksi pada anestesi umum.

Operasi yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka).

Sedasi pada analgesik regional

Mengatasi kejang-kejang pada eklamsia, epilepsi, dan tetanus

2. Fenobarbital

Untuk menghilangkan ansietas

Sebagai antikonvulsi (pada epilepsi)

Untuk sedatif dan hipnotik

D. Kontra Indikasi

Barbiturat tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturat, penyakit

hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturat juga tidak boleh diberikan

pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di

malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.

E. Efek Samping

1) Hangover, Gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah efek hipnotik

berakhir. Dapat terjadi beberapa hari setelah pemberian obat dihentikan.

Efek residu mungkin berupa vertigo, mual, atau diare. Kadang kadang

timbul kelainan emosional dan fobia dapat bertambah berat.

2) Eksitasi paradoksal, Pada beberapa individu, pemakaian ulang barbiturat

(terutama fenoberbital dan N-desmetil barbiturat) lebih menimbulkan

Page 11: FARMAKOLOGI OBAT

eksitasi dari pada depresi. idiosinkrasi ini relative umum terjadi diantara

penderita usia lanjut dan lemah.

3) Rasa nyeri, Barbiturat sesekali menimbulkan mialgia, neuralgia, artalgia,

terutama pada penderita psikoneurotik yang menderita insomnia. Bila

diberikan dalam keadaan nyeri, dapat menyebabkan gelisah, eksitasi, dan

bahkan delirium.

4) Alergi, Reaksi alergi terutama terjadi pada individu alergik. Segala bentuk

hipersensitivitas dapat timbul, terutama dermatosis. Jarang terjadi

dermatosis eksfoliativa yang berakhir fatal pada penggunaan fenobarbital,

kadang-kadang disertai demam, delirium dan kerusakan degeneratif hati.

F. Interaksi Obat

Reaksi obat, Kombinasi barbiturat dengan depresan SSP lain misal etanol

akan meningkatkan efek depresinya; Antihistamin, isoniasid, metilfenidat, dan

penghambat MAO juga dapat menaikkan efek depresi barbiturat.

Interaksi obat yang paling sering melibatkan hipnotik-sedatif adalah interaksi

dengan obat depresan susunan saraf pusat lain, yang menyebabkan efek aditif. Efek

aditif yang jelas dapat diramalkan dengan penggunaan minuman beralkohol,

analgesik narkotik, antikonvulsi, fenotiazin dan obat-obat anti depresan golongan

trisiklik.

3. Nonbarbiturat – Nonbenzodiazepin

A. Propofol

Propofol adalah zat subsitusi isopropylphenol (2,6 diisopropylphenol) yang

digunakan secara intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta

mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol, dan 1,2% purified egg

phosphatide. Obat ini secara struktur kimia berbeda dari obat sedative-hipnotik yang

digunakan secara intravena lainnya. Penggunaan propofol 1,5 – 2,5 mg/kgBB (atau

setara dengan thiopental 4-5 mg/kgBB atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan

penyuntikan cepat (< 15 detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30

detik. Propofol lebih cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan

obat anestesia lain yang disuntikan secara cepat. Selain sepat mengembalikan

kesadaran, propofol memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada

Page 12: FARMAKOLOGI OBAT

tempat suntikan lebih sering apabila obat disuntikan pada pembuluh darah vena yang

kecil. Rasa nyeri ini dapat dikurangi dengan peimilihan tempat masuk obat di daerah

vena yang lebih besar dan penggunaan lidokain 1%.

Propofol adalah larutan yang tidak larut dalam air sehingga membutuhkan

pelarut untuk larut dalam lemak sehingga terjadi emulsifikasi. Saat ini digunakan

larut kacang kedele sebagai pelarut lemak dan egg lechitin sebagai zat pengemulsi

yang dikomposisikan dengan rantai panjang trigliserida. Komposisi seperti ini

mendukung perkembangan bakteri dan meningkatkan kandungan trigliserida plasma

ketika diberikan melalui cairan infus yang lama. Diprivan® menggunakan disodium

edenate (0,005%) dan sodium hydroxide dan meningkatkan pH 7-8,5. Kandungan

generik propofol sodium metabisulfite (0,25mg/mnl) mengubah menjadi pH 4,5-6,4.

Propofol tidak seperti thiopental, etomide, dan ketamin, tidak memiliki komponen

chiral.

Campuran propofol dan obat lain tidak dianjurkan walau penggunaan lidokain

sering ditambahkan untuk mengurangi nyeri pada tempat suntikan. Pencampuran

lidokain dan propofol dapat menimbulkan gabungan pada droplet minyak dan bentuk

yang lain sehingga meningkatkan risiko embolisasi pulmonal.

Emulsi propofol yang rendah lemak (Ampofol®) mengandung 5% minyak

kedelai dan 0,6% egg lechitin dan tidak memerlukan bahan pengawet atau zat yang

meretardasi pertumbuhan mikroba.

Suatu alternatif dalam memecahkan masalah formulasi emulsi propofol dan

masalah efek samping obat (nyeri pada tempat suntikan, risiko infeksi,

hipertrigliseridemia, emboli paru) adalah dengan menggunakan bentuk prodrug

dengan melepaskan suatu gugus sehingga meningkatkan kelarutan pada air

(phosphate monoester, hemisuccinates). Propofol dibebaskan setelah dihidrolisa oleh

alkaline phosphatase di permukaan sel endotel. Dibandingkan dengan propofol,

bentuk prodrug ini didistribusi lebih besar dan lebih poten.

Bentuk propofol yang tidak larut lemak menggunakan cyclodextrins sebagai

zat pelarut. Cyclodextrins adalah molekul cincin gula sehingga larut dalam air.

Setelah disuntikan, cyclodextrins dipisahkan dengan propofol di dalam darah.

Page 13: FARMAKOLOGI OBAT

1. Mekanisme Kerja

Propofol relatif bersifat selektif dalam mengatur reseptor gamma

aminobutyric acid (GABA) dan tampaknya tidak mengatur ligand-gate ion channel

lainnya. Propofol dianggap memiliki efek sedatif hipnotik melalui interaksinya

dengan reseptor GABA. GABA adalah salah satu neurotransmiter penghambat di

SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar klorida transmembran meningkat

dan menimbulkan hiperpolarisasi di membran sel post sinaps dan menghambat

fungsi neuron post sinaps. Interaksi propofol (termasuk barbiturat dan etomidate)

dengan reseptor komponen spesifik reseptor GABA menurunkan neurotansmitter

penghambat. Ikatan GABA meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi

melaui chloride channel sehingga terjadi hiperpolarisasi dari membran sel.

2. Farmakokinetik

Propofol didegradasi di hati melalui metabolisme oksidatif hepatik oleh

cytochrome P-450. Namun, metabolisme tidak hanya dipengaruhi hepatik tetapi juga

ekstrahepatik. Metabolisme hepatik lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan

inaktivasi obat dan terlarut air sementara metabolisme asam glukoronat

diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-hydroxypropofol oleh sitokrom

P450. Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide menjadi tidak aktif

dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek hipnotik. Kurang dari 0,3%

dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol adalah 0,5 – 1,5 jam

tapi yang lebih penting sensitive half time dari propofol yang digunakan melalui

infus selama 8 jam adalah kurang dari 40 menit. Maksud dari sensitive half time

adalah pengaruh minimal dari durasi infus karena metabolisme propofol yang cepat

ketika infus dihentikan sehingga obat kembali dari tempat simpanan jaringan ke

sirkulasi. Propofol mirip seperti aldentanil dan thiofentanil, yang memiliki efek

singkat di otak setelah pemberian melalui intravena.

Total body clearance dari propofol sebanding dengan aliran darah ke hati dan

bersihan ekstahepatik (pulmonary uptake dan eliminasi awal. Pulmonary uptake dari

propofol dipengaruhi avaibilitas propofol. Di paru propofol diubah ke dalam bentuk

2,6-diisoprpyl- 1,4 quiniol dan kebanyakan kembali lagi ke dalam sirkulasi.

Glukoronidasi adalah jalur metabolisme utama dari propofol dan UDP-glukoronidase

sehingga ginjal juga memegang peranan penting dalam mengekresikan propofol.

Page 14: FARMAKOLOGI OBAT

Meskipun metabolisme propofol cepat tidak ada bukti yang menunjukan

adanya gangguan eliminasi pada pasien sirosis hepatis.Konsentrasi propofol di

plasma sama antara pasien yang meminum alkohol dan yang tidak. Eliminasi

ekstrahepatik propofol terjadi secara ekstrahepatik selama fase anhepatik dari

orhtopik transplantasi hati. Disfungsi ginjal tidak mempengaruhi clearance propofol

dan selama pengamatan lebih dari 34 tahun metabolisme propofol dimetabolisme di

urin hanya 24 jam pertama. Pasien yang berusia lebih dari 60 tahun menunjukan

penurunan bersihan plasma propofol dibandingkan pasien dewasa. Kecepatan

bersihaan propofol mengkonfirmasi bahwa obat ini dapat digunakan secara terus

menerus intravena tanpa efek kumulatif. Propofol mampu melewati sirkulasi plasenta

namun secara cepat dibersihkan dari sikulasi fetus.

3. Penggunaan Klinis

Propofol menjadi pilihan obat induksi terutama karena cepat dan efek

mengembalikan kesadaran yang komplit. Infus intravena propofol dengan atau tanpa

obat anestesia lain menjadi metode yang sering digunakan sebagai sedasi atau

sebagai bagian penyeimbang atau anestesi total iv. Penggunaan propofol melalui

infus secara terus menerus. Sering digunakan di ruang ICU.

4. Efek Pada Organ

Sistem Saraf Pusat

Propofol menurunkan Cerebral Metabolism Rate terhadap oksigen (CRMO2),

aliran darah, serta tekanan intra kranial (TIK). Penggunaan propofol sebagai sedasi

pada pasien dengan lesi yang mendesak ruang intra kranial tidak akan meningkatkan

TIK. Dosis besaar propofol mungkin menyebabkan penurunan tekanan darah yang

diikuti penurunan tekanan aliran darah ke otak. Autoregulasi cerebral sebagai respon

gangguan tekanan darah dan aliran darah ke otak yang mengubah PaCO2 tidak

dipengaruhi oleh propofol. Akan tetapi, aliran darah ke otak dipengaruhi oleh PaCO2

pada pasien yang mendapat propofol dan midazolam. Propofol menyebabkan

perubahan gambaran electroencephalograpic (EEG) yang mirip pada pasien yang

mendapat thiopental. Cortical somatosensory evoked potentials yang digunakan

sebagai alat monitoring fungsi sum-sum tulang belakang menunjukan tidak terdapat

perbedaan hasil (penurunan amplitudo) antara pasien yang mendapat propofol saja

dan yang mendapat propofol, N2O, atau zat volatil lainnya. Propofol tidak mengubah

Page 15: FARMAKOLOGI OBAT

gambaran EEG pasien kraniotomi. Mirip seperti midazolam, propofol menyebabkan

gangguan ingatan yang mana thipental memiliki efek yang lebih sedikit serta

fentanyl yang tidak memiliki efek gangguan ingatan.

Sistem Kardivaskular

Propofol lebih menurunkan tekanan darah sistemik daripada thiopental.

Penurunan tekanan darah ini juga dipengaruhi perubahan volume kardiak dan

resistensi pembuluh darah. Relaksasi otot polos pembuluh darah disebabkan

hambatan aktivitaas simpatis vasokontriksi. Suatu efek negatif inotropik yang

disebabkan penurunan avaibilitas kalsium intrasel akibat penghambatan influks trans

sarcolemmal kalsium. Stimulasi langsung laringoskop dan intubasi trakea

membalikan efek propofol terhadap tekanan darah. Propofol juga menghambat

respon hipertensi selama pemasangan laringeal mask airway. Pengaruh propofol

terhadap desflurane mediated sympathetic nervous system activation masih belum

jelas. Suatu laporan menunjukan propofol sebanyak 2 mg/kgBB intravena

meningkatkan konsentrasi epinefrin diikuti peningkatan mendadak konsentrasi

desfluran > 1 MAC tetapi tidak menyebabkan peningkatan respon jantung. Berbeda

dengan laporan lainnya, bahwa propofol dan zat penginduksi lainnya (selain

etomidate) menyebabkan peningkatan aktifitas saraf simpatis, hipertensi, dan

peningkatan konsentrasi inhalasi desfluran. Efek ini mungkin berlebihan bagi pasien

hipovolemia, lansia, dan pasin dengan gangguan ventrikel kiri yang terkompensasi

yang disebabkan gangguan padar pembuluh darah arteri koroner (PJK). Hidrasi yang

cukup disarankan untuk meminimalisir gangguan tekanan darah.

Sebagai tambahan, N2O tidak mengubah respon tekanan darah pada pasien

yang diberikan propofol. Suatu penekan respon misalnya ephedrin dapat

dimanfaatkan pada pasien ini.

Bradikardi dan asisitol pernah dilaporkan pada pasien yang mendapat

propofol sehingga disarankan obat antikolinergik untuk mengatasi stimulasi ke

nervus vagus. Propofol sebenarnya juga meningkatkan respon saraf simpatis dalam

skala ringan dibandingkan saraf parasimpatis sehingga terjadi dominasi saraf

parasimpatis.

Terdapat bukti yang menyatakan propofol menyababkan perubahan fungsi

sinoatrial dan ventrikular node pada pasien normal dan pasien dengan Wolff

Page 16: FARMAKOLOGI OBAT

Parkinsonn White sehingga penggunaan propofol dapat diterima. Namun terdapat

suatu laporan yang menyatakan bahwa timbulnya gelombang delta pada pasien

dengan sindrom WPW pada EKG selama pemberian infus propofol. Tidak seperti

sevofluran, propofol tidak menimbulkan gelombang QT yang memanjang. Kontrol

barorefleks juga tertekan pada pasien yang mendapat propofol.

Bradycardia- Related Death

Ditemukan bradikardia dan asistol setelah pemberian propofol telah pada

pasien dewasa sehat sebagai propilaksis antikolinergik. Risiko bradycardia-related

death selama anestesia propofol sebesar 1,4 / 100.000. Bentuk bradikardi yang parah

dan fatal pada anak di ICU ditemukan pada pemberian sedasi propofol yang lama.

Anestesi propofol dibandingkan anestesi lain meningkatkan refleks okulokardiak

pada pembedahan strabismus anak selama pemberian antikolonergik.

Respon denyut jantung selama pemberian atrofin intravena berbeda tipis

pasien yang mendapat propofol dan pasien yang sadar. Penurunan respon atropin

terjadi karena propofol menekan aktifitas saraf simpatis. Pengobatan propofol yang

menginduksi bradikardia adalah dengan pemberian beta agonis contohnya

insoproterenol.

Paru

Terdapat risiko apnea sebesar 25-35% pada pasien yang mendapat propofol.

Pemberian agen opioid sebagai premedikasi meningkatkan risiko ini. Stimulasi nyeri

pada saat pembedahan juga meningkatkan risiko apnea. Infus propofol menurunkan

volume tidal dan frekuensi pernapasan. Respon pernapasan menurun terhadap

keadaan peningkatan karbon diokasida dan hipoksemia. Propofol menyebabkan

bronkokontriksi dan menurunkan risiko terjadinya wheezing pada pasien asma.

Konsetrasi sedasi propofol menyebabkan penurunan respon hiperkapnia akibat efek

terhadap kemoreseptor sentral.

Fungsi Hepar dan Ginjal

Propofol tidak menggangu fungsi hepar dan ginjal yang dinilai dari enzim

transamin hati dan konsentrasi kreatinin. Infus propofol yang lama menimbulkan

luka pada sel hepar akibat asidosis laktat, bradidisritmia, dan rhabdomyolisis. Infus

propifol yang lama menyebabkan urin yang berwarna kehijauan akibat adanya rantai

Page 17: FARMAKOLOGI OBAT

phenol. Namun perubahan warna urin ini tidak mengganggu fungsi ginjal. Namun

ekskresi asam urat meningkat pada pasien yang mendapat propofol yang ditandai

dengan urin yang kerug, terdapat kristal asam urat, pH dan suhu urin yang rendah.

Efek ini menendai gangguan ginjal akibat propofol.

Tekanan Intraokular

Pembedahaan laparoskopi dinilai berhubungan dengan peningkatak TIO dan

posisi pasien saat laparoskopi meingkatkan risiko hipertensi okular. Pada kasus ini

propofol menurunkan TIO segera setelah induksi dan selama tindakan intubasi

trakea. Penurunan TIO ini meningkat pada pasien yang juga mendapat isofluran.

Koagulasi

Propofol tidak mengganggu koagulasi dan fungsi trombosit. Namun ada

laporan yang menunjukan bahwa emulsi propofol yang bersifat hidrofobil

mempengaruhi koagulasi darah dan menghambat agregasi trombosiy melalui

pengaruh mediator inflamasi lipid termasuk tromboksan A2 dan platelet-activating

factor (PAF).

B. Ketamin

Ketamin adalah derivat phencyclidine yang menyebabkan “disosiative

anesthesia” yang ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem

limbik. Disosiative anesthesia ini menyerupai kedaan kataleptik dimana mata pasien

terbuka dan diikuti nistagmus yang lambat. Berbagai derajat hnipertonus dan

perpindahan otot yang tanpa tujuan sering terjadi pada p[roses pembedahan. Namun

pasin tetap dalam keadaan amnesia dan analgesia. Ketamin memiliki keuntungan

dimana tidak seperti propofol dan etomidate, ketamine larut di dalam air dan dapat

menyebabkan analgesik pada dosis subsnaestetik. Namun ketamin sering hanya

menyebabkan delirium. Ketamin sering disalahgunakan.

1. Struktur Kimia Ketamin

Ketamin larut di dalam air karena memiliki struktur phenecyclidine. Terdapat

karbon asimetris menimbulkan dua isomer ketamine (S(+)-ketamine dan R(-)-

ketamin). Kebanyakan ketamin yang beredar dalam bentuk S(+)-Ketamine.

Ketamine S(+) memiliki efek analgesia yang lebih, lebih cepat dimetablisme, dan

masa recovery lebih singkat, salivasi lebih sedikit, dan menimbulkan efek emergensi

Page 18: FARMAKOLOGI OBAT

lebih sedikit. Isomer ketamin menimbulkan rasa lelah dan gangguan kognitif

daripada ketamin. Baik isomer ketamin maupun ketamin menghambat ambilan

katekolamin ke ujung saraf bebas ganglion post-sinaps. Zat pengawetnya adalah

zethonium chloride.

2. Mekanisme Kerja Ketamin

Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D

Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada resetor lain termasuk reseptor

opioid, reseptor muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal kalsium tipe L dan

natrium sensitif voltase. Tidak seperti propofol dan etomidate, katamin memiliki efek

lemah pada reseptor GABA. Mediasi inflamasi juga dihasilkan lokal melalui

penekanan pada ujung saraf yang dapat mengaktifasi netrofil dan mempengaruhi

aliran darah. Ketamin mensupresi produksi netrofil sebagai mediator radang dan

peningkatan aliran darah. Hambatan langsung sekresi sitokin inilah yang

menimbulkan efek analgesia.

Reseptor NMDA (famili glutamate reseptor) adalah ligand gated ion channel

yang unik dimana pengaktifannya memerlukan neurotransmiter eksitatori, glutamat

dengan glisin sebagai coagonis obligatnya. Ketamin menghambat aktifasi reseptor

NMDA oleh glutamat, menurunkan pelepasan glutamat dari post sinaps, efek

potensiasi dari neurotransmiter penghambat, gama aminobutyric acid. Interaksi

dengan phencyclidine menyebabkan efek stereoselektif dimana isomer S(+) memiliki

afinitas terbesar.

Ketamin dilaporkan memiliki interaksi dengan reseptor opioid mu, delta, dan

kappa. Namun, studi lain menyatakan ketamin memiliki efek antagonis pada

reseptor mu namun memiliki efek agonis pada reseptor kappa. Ketamin juga

berinteraksi dengan reseptor sigma, walaupun reseptor ini masih belum jelas apakah

merupakan reseptor opioid dan ikatannya masih lemah.

Aksi antinosiseptif ketamindihubungkan efeknya terhadap penurunan jalur

penghambat nyeri monoaminergik. Anestesia ketamin sebagian berantagonis dengan

obat antikolinergik. Sebagai kenyataannya, ketamin memiliki efek dengan gejala

antikolinergik (delirium emergensi, bronkodilatasi, aksi simpatomimetik) sehingga

efek antagonis terhadap reseptor muskarinik lebih tampak nyata daripada efek

agonisnya.

Page 19: FARMAKOLOGI OBAT

3. Farmakokinetik

Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja

singkat, memiliki aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan lemak yang tinggi. pK

ketamin adalah 7,5 pada pH yang fisiologik. Konsentrasi puncak ketamin terjadi

pada 1 menit post injeksi ketamin secara intravena dan 5 menit setelah injeksi

intramuskular. Ketamin tidak terlalu berikatan kuat dengan protein plasma namun

secara cepat dilepaskan ke jaringan misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5 kali

dari pada konsetrasi di plasma. Kelarutan yang tinggi di dalam lemak (5-10 kali lebih

tinggi dari pada thiopental) memudahkan ketamin melewati sawar darah di otak.

Ketamin menginduksi peningkatan aliran darah ke otak yang memfasilitasi distribusi

obat ini ke otak ditambah sifatnya yang mempermudah melewati sawar darah otak.

Ketamin diredistribusi dari otak dan jaringan lain yang memiliki konsentrasi tinggi

ketamin ke jaringan lain yang memiliki konsetrasi ketamin yang lebih rendah.

Ketamin memiliki hepatic clearance yang tinggi (1 liter per menit), dan Vd yang

besar (3 liter/kgBB) sehingga waktu paruhnya sekitar 2-3 jam. Rasio ekstraksi yang

tinggi di hati disebabkan perubahan aliran darah ke hati.

4. Metabolisme

Ketamin dimetabolisme secara ekstensif oleh enzim microsomal hati. Bagian

terpenting dari metabolisme ini adalah demetilasi ketamin oleh sitokrom p-450

sehingga terbentuk norketamin. Pada hewan, norketamin lebih kuat 1/5 – 1/3

daripada ketamin. Metabolit aktif ini lah yang juga menambah efek panjang ketamin,

terutama pada dosis yang diulang atau administrasi lewat infus. Norketamin sering

terhidroxilasi kemudian berkonjugasi sehingga lebih larut dalam air dan metabolisme

dengan glukoronidase diekskresikan di ginjal. Penggunaan infus ketamin <4%

memungkinkan ketamin diekskresikan di urin sebagai bentuk yang tak diubah.

Ekskresi lewat feses ditemukan <5%. Penggunaan yang sering menstimulasi enzim

yang memetabolismenya sehingga sering terjadi toleransi terhadap efek analgesia

ketamin. Selain terjadi peningkatan toleransi ketamin terjadi pula efek

ketergantungan ketamin.

Page 20: FARMAKOLOGI OBAT

5. Penggunaan Secara Klinis

Ketamin adalah obat yang memiliki efek analgesia pada pemberian dengan

dosis subanestesia dan menimbulkan induksi pada pemberian intravena dan dosis

yang lebih besar. Ketamin juga memiliki efek menurunkan refleks batuk,

laringospasm yang disebabkan ketamine induced salivary secretions. Glycopyrrolatr

lebih disukai daripada atropin dan scopolamin karena dapat melewati sawar darah

otak dan meningkatkan insiden delirium emergensi.

a. Analgesia

Intensitas analgesia pada dosis subanestesia yakni 0,2 – 0,5 mg/kgBB secara

intravena. Konsentrasi plasma ketamin memiliki efek analgesia lebih rendah dari

pada pemakaian secara oral daripada intramuskular yang dinilai dari konsentrasi

norketamin akibat metabolisme awal di hati yang terjadi pada pemakaian secara oral.

Efek analgesia ini lebih nyata pada nyeri somatik dibandingkan nyeri viseral. Efek

ketamin ini disebabkan aktifitasnya pada talamus dan sistem limbik yang

bertanggung jawab terhadap interpretasi nyeri. Dosis yang lebih rendah dapat juga

digunakan sebagai tambahan analgesia opioid.

Sum-sum tulang belakang bertanggung jawab terhadap nyeri yang

disebabkan sentuhan dan perpindahan posisi saat proses operasi. Aktifasi reseptor

NMDA di sum-sum tulang belakang terjadi pada kornu dorasal. Reseptor NMDA

merupakan reseptor dari asam amino eksitatori yang penting terhadap proses nyeri

dan modulasi nyeri. Penghambatan reeptor NMDA oleh obat seperti obat ketamin,

dextromethorpan, magnesium berguna untuk tatalaksana nyeri termasuk penurunan

konsumsi analgesia. S(+) memiliki afinitas 4 kali dari pada isomer R(-), efek anagesi

2 kali lebih tinggi daripada recemik ketamin. Pada proses persalinan, ketamin

memiliki efek analgesi tanpa mendepresi janin. Perubahan neurobehavioral lebih

rendah pada bayi yang dilahirkan secara per vaginam dibandingkan bayi yang lahir

dengan anestesia epidural, namun lebih tinggi dari pada bayi yang dilahirkan dengan

anestesia thiopental-N2O. Dosis sedasi post operasi pada pasien jantung lansia adalah

2-4 mg/kgBB/jam. Penggunaan nya sebagai tatalaksana nyeri kronik tergolong

moderate-lemah sehingga tidak direkomendasikan.

Page 21: FARMAKOLOGI OBAT

b. Analgesia Neuraxis

Efek ekstradural analgesia masih dipertanyakan. Walaupun ketamin pernah

dilaporkan memiliki interaksi dengan reseptor opioid, namun afinitas terhadap

reseptor nya 10.000 kali lebih rendah dari pada morfin. Sehingga efek ekstradural

baik efek spinal maupun efek sistemik saling berinteraksi dengan anestesi lokal yang

mempengaruhi kanal ion sodium. Sehingga efek epidural ketamin lebih rendah

namun pada pemakaian yang dikombinasikan dengan obat opiod memiliki efek

sinergis.

c. Induksi Anestesia

Induksi ketamin didapatkan dari pemakaian ketamin 1-2 mg/kgBB secara

intravena dan 4-8 mg/kgBB pada pemakaian secara intramuskular. Suntikan ketamin

tidak menimbulkan nyeri dan iritasi pada vena. Dosis yang lebih besar meningkatkan

metabolisme katamin. Kesadaran hilang 30-60 detik setelah pemakaian secara

intravena dan 2-4 menit pemakaian secara intramuskular. Penurunan kesadaran

sebading atau berbeda sedikit terhadap penurunan refleks faring dan laring.

Pengembalian kesadaran terjadi 10-20 menit seletal dosis induksi ketamin, namun

orientasi kembali sepenuh nya setelah 60-90 menit. Amnesia terjadi pada menit ke

60- 90 setelah pemulihan kesadaran namun ketamin tidak menimbulkan amnesia

retrograde.

Karena aksi kerjanya cepat, ketamin pernah digunakan secara intramuskular

pada anak dan padaa pasien yang mengalami gangguan retardasi mental. Ketamin

digunakan sebagai obat pada pasien luka bakar, debridemen, skin-grafting.

Keuntungan penggunaan ketamin adalah mampu memberikan efek analgesia yang

baik serta mampu mempertahankan ventilasi spontan. Toleransi mungkin terjadi

pada pasien luka bakar yang mendapat ulangan dosis ketamin, anestesia interval

cepat.

Induksi anestesia pada pasien hipovolemik memberikan efek positif terhadap

stimulasi kardiovaskular. Namun, seperti semua obat anestesia, bisa saja

menyebabkan depresi myokardiak, terutama jika penyimpanan katekolamin endogen

berkurang dan respon saraf simpatis berubah.

Penggunaan ketamin pada pasien PJK meningkatkan kebutuhan oksigen otot

jantung yang berhubungan dengan efek simpatomimetik ketamin. Hilangnya refleks

Page 22: FARMAKOLOGI OBAT

kardioprotektif yang hilang sering dihubungkan dengan racemik ketamin terutama

pada pasien yang memiliki riwayat PJK. Penggunaan diazepam 0,5mg/kgBB

intravena dan ketamin 0,5 mg/kgBB diikuti infus ketamin 15-30 μg/kgBB/menit

sering digunakan pada pasien yang memiliki riwayat PJK. Kombinasi propofol dan

ketamin menimbukan efek hemodinamik yaang lebih stabil daripada kombinasi

propofol dan fentanil ketika menghindari efek emergensi yang disertai penggunaan

ketamin dengan dosis yang lebih.

Keuntungan ketamin pada resistensi saluran napas disebabkan bronkodilatasi

yang disebabkan obat sangat berguna pada induksi cepat pasien asma. Ketamin harus

diperhatikan penggunaannya atau dihindari pada pasien hipertensi pulmonal atau

sistemik dan pada pasien dengan peningkatan TIK. Nistagmus sering terjadi pada

pemakaian ketamin.

d. Meningkatkan Depresi Mental

Reseptor NMDA terhadap glutamat mengganggu fisiologi tubuh terhadap

mekanisme antidepresan. Sebagai NMDA antagonis, ketamin pada dosis rendah

meningkatkan depresi pasien pasca operasi pada pasien depresi mental.

e. Restless Leg Syndrome

Suatu studi yang menggambarkan peningkatan kondisi pada pasien dengan

restless leg syndrome. Hal ini mungkin karena ketamin menghambat neuroinflamasi

pada sum-sum tulang dan pada sistem saraf yang lebih tinggi.

C. Dextromethorphan

Dextromethorphan (d-isomer dari levophanol) adalah NMDA antagonis

dengan afinitas ringan yang sering digunakan sebagai penghambat respon batuk di

sentral. Obat ini memiliki efek yang seimbang dengan kodein sebagai antitusif tetapi

tidak memiliki efek analgesik Tidak seperti kodein, obat ini tidak menimbulkan efek

sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP memiliki efek euforia sehingga

sering disalahgunakan. Tanda dan genjala penggunaan berlebihan DMP adalah

hipertensi sistemik, takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaporesis, kaku otot,

kejang, koma, penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien yang

mendapat DMP dan asetamenofen.

Page 23: FARMAKOLOGI OBAT

TUGAS FARMAKOLOGI

FARMAKOLOGI OBAT-OBATAN HIPNOTIK-SEDATIF

DISUSUN OLEH:

FRAWIANSYAH

04071002041

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2010

Page 24: FARMAKOLOGI OBAT

DAFTAR PUSTAKA

Tjay TH, Rahardja K. Sedativa dan Hipnotika. In : Obat-obat Penting Edisi Ke-5.

Jakarta : Gramedia; 2002, 364-372

http://warnetkita.forumotion.net/health-centre-f2/insomnia-terapi-untuk-

mengatasinya-t49.htm

http://medicastore.com/apotik_online/obat_saraf_otot/obat_bius.htm

http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/04/hipnotik-sedatif-dan-psikotropik.html

http://medlinux.blogspot.com/2009/02/barbiturat.html

http://blogkita.info/efek-sedatif/