farmakologi obat anastesi lokal

34
BAB I PENDAHULUAN Anestesi lokal adalah suatu ikatan kimia yang mampu menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong natrium pada dinding saraf perifer secara sementara apabila obat ini disuntikkan di daerah perjalanan serabut saraf dengan dosis tertentu tanpa menimbulkan kerusakan permanen pada serabut saraf tersebut. 1 Secara klinis, anestesi lokal digunakan untuk memblok sensasi nyeri dari impuls vasokonstriktor simpatis menuju – area spesifik dari tubuh. Sehingga obat anestesi lokal secara luas digunakan untuk mencegah atau mengobati nyeri akut, radang, kanker dan nyeri kronik serta untuk tujuan diagnosis dan prognosis. 2 Anestesi lokal yang pertama kali dipakai dalam praktek- praktek kesehatan adalah kokain, yang ditemukan oleh Niemann pada tahun 1860 dan pada tahun 1884 dipakai untuk anestesi opthalmic. Sejak 1905, banyak senyawa anestesi lokal telah disintesis. Tujuan dan usaha ini untuk mengurangi iritasi lokal dan kerusakan jaringan, meminimumkan toksisitas sistemik, mempunyai mula kerja yang cepat, dan lama kerja yang panjang. 2 1

Upload: dragondee

Post on 13-Aug-2015

553 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi lokal adalah suatu ikatan kimia yang mampu menghasilkan blokade

konduksi atau blokade lorong natrium pada dinding saraf perifer secara sementara apabila

obat ini disuntikkan di daerah perjalanan serabut saraf dengan dosis tertentu tanpa

menimbulkan kerusakan permanen pada serabut saraf tersebut.1 Secara klinis, anestesi lokal

digunakan untuk memblok sensasi nyeri dari impuls vasokonstriktor simpatis menuju – area

spesifik dari tubuh. Sehingga obat anestesi lokal secara luas digunakan untuk mencegah atau

mengobati nyeri akut, radang, kanker dan nyeri kronik serta untuk tujuan diagnosis dan

prognosis.2

Anestesi lokal yang pertama kali dipakai dalam praktek-praktek kesehatan adalah

kokain, yang ditemukan oleh Niemann pada tahun 1860 dan pada tahun 1884 dipakai untuk

anestesi opthalmic. Sejak 1905, banyak senyawa anestesi lokal telah disintesis. Tujuan dan

usaha ini untuk mengurangi iritasi lokal dan kerusakan jaringan, meminimumkan toksisitas

sistemik, mempunyai mula kerja yang cepat, dan lama kerja yang panjang.2

Tabel 1. Kronologis penemuan obat-obat anestesi lokal

1

Page 2: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

Saat ini penelitian untuk obat anestesi lokal telah berkembang pesat. Mulai jenis dan cara

pemberian sampai toksisitasnya. Oleh karena itu, tinjuan pustaka ini akan membahas

berbagai sisi farmakologi dari obat anestesi lokal.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 FARMAKOLOGI DASAR ANESTESI LOKAL

2.1.1 Struktur kimia

Hampir semua obat anestesi mengandung grup lipofilik yang dihubungkan dengan

bagian yang terionisasi oleh rantai ester atau amida. Obat anestesi lokal terbagi menjadi dua

kelompok. Rantai aminoester dan rantai aminoamide. Rantai aminoeseter lebih mudah

terhidrolisis daripada rantai aminoamide, sehingga obat anestesi golongan aminoester

memiliki durasi kerja yang lebih pendek.2

Gambar 1. Struktur dari dua prototype

anestesi lokal, aminoester procaine dan

aminoamide lidocaine

Baik aminoester maupun aminoamide

sama-sama memiliki grup lipophilic aromatik yang berhubungan dengan hydrophilic tertiary

amine base, oleh sebuah ikatan ester atau amida.3

Ada pun jenis-jenis obat anestesi lokal adalah:

1. Molekul anestesi lokal terdiri dari tiga komponen dasar blok: aromatik lipofilik

(cincin benzena), amina tersier hidrofilik, dan rantai intermediate yang

menghubungkan keduanya. Hubungan kimia yang berada diantara rantai intermediate

2

Page 3: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

dan cincin aromatik membedakan anestesi lokal menjadi ester dan amida. Amida

bersifat lebih stabil dan memiliki reaksi alergi yang lebih rendah dibandingkan ester.4

Jadi, Berdasarkan ikatan kimia, obat anestesi lokal dibagi menjadi:1,4

1.1 Derivat ester, terdiri dari: derivat asam benzoat, misalnya: kokain, dan derivat asam

para amino benzoat: misalnya prokain dan klorprokain. Derivat ester sebagian besar

dimetabolisme oleh pseudokolinesterase (plasma kolinesterase). Enzim ini dibentuk di

hati, dan ditemukan di seluruh sistem vaskular dan di cairan serebrospinal. Karena

distribusi yang luas dari enzim ini, degradasi plasma dari anestesi lokal ester biasanya

cepat. Cairan serebrospinal kekurangan enzim esterase, jadi terminasi dari tindakan

injeksi intratekal anestesi lokal ester bergantung pada absorbsinya ke dalam darah. P-

aminobenzoic acid, metabolit dari anestesi lokal ester, berhubungan dengan reaksi

alergi.4

1.2 Derivat amida, terdiri dari: lidokain, prilokain, mepivakain, bupivakain, dan

etidokain.1 Derivat amida dimetabolisme oleh enzim mikrosomal di hati; rantai amida

dipecah melalui dealkalisasi diikuti oleh hidrolisis.4

2. Berdasarkan potensi dan lama kerja atau durasi:1

2.1. Potensi rendah dan durasi singkat

2.1.1. Prokain: potensi 1 dan durasi 60-90 menit

2.1.2. Klorprokain: potensi 1 dan durasi 30-60 menit

2.2. Potensi dan durasi sedang

2.2.1. Mepivakain: potensi 2 dan durasi 120-240 menit

2.2.2. Prilokain: potensi 2 dan durasi 10-240 menit

2.2.3. Lidokain: potensi 2 dan durasi 90-200 menit

2.3. Potensi kuat dan durasi panjang

2.3.1. Tetrakain: potensi 8 dan durasi 180-600 menit

2.3.2. Bupivakain: potensi 8 dan durasi 180-600 menit

2.3.3. Etidokain: potensi 6 dan durasi 180-600 menit

3. Berdasarkan berat jenis (konsentrasi) dan penggunaannya:1

3.1. Isobarik, digunakan untuk: infiltrasi lokal, blok lapangan, blok saraf, blok

pleksus dan blok epidural.

3

Page 4: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

Konsentrasi obat: Prokain : 1-2%

Klorprokain : 1-3%

Lidokain : 1-2%

Mepivakain : 1-2%

Prilokain : 1-3%

Tetrakain : 0,25-0,5%

Bupivakain : 0,25-0,5%

Etidokain : 1-1,5%

3.2. Hipobarik, digunakan untuk anestesi regional intravena. Konsentrasi obat dibuat

separuh dari konsentrasi obat isobarik.

3.3. Hiperbarik, digunakan khusus untuk injeksi intratekal atau blok subarakhnoid.

Konsentrasi obat dibuat lebih tinggi, misalnya: lidokain 5% hiperbarik dan

bupivakain 0,5% hiperbarik yang telah dikemas khusus untuk blok subarakhnoid

oleh pembuatnya.

Obat-obat anestesi lokal adalah obat basa lemah dan biasanya dibuat dalam bentuk

garam untuk meningkatkan daya larut dan kestabilan dalam jaringan. Dalam tubuh, obat-obat

ini berada dalam keadaan kation dan dalam keadaan tak bermuatan. Pembagian kedua bentuk

tersebut dapat dihitung menggunakan Konstanta Disosiasi (pKa) dan persamaan Henderson-

Haselbach 5:

Log [kation/tak bermuatan] = pKa – Ph dalam tubuh

Obat anestesi lokal Obat anestesi lokal pKa Obat anestesi lokal pKa

Benzocaine

Mepivacaine

Lidocaine

Etidocaine

Prilocaine

3.5

7.7

7.8

7.9

7.9

Ropivacaine

Bupivacaine

Tetracaine

Cocaine

Dibucaine

8.1

8.1

8.4

8.6

8.8

Procaine

Chloroprocaine

Hexylcaine

Procainamide

Piperocaine

8.9

9.1

9.3

9.3

9.8

Tabel 2. Konstanta disosiasi masing-masing obat anestesi lokal

Sebagian besar anestesi lokal umumnya memiliki pKa yang berkisar antara 8,0-9,0

maka bagian terbesar dalam cairan tubuh pada pH fisiologis adalah bentuk kation.katzung

4

Page 5: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

Semakin tinggi konstanta disosiasi suatu obat, semakin sedikit obat tersebut berada dalam

keadaan tak bermuatan. Padahal justru bentuk tak bermuatan yang dengan cepat dapat

terdifusi dalam sel saraf. Maka, semakin tinggi konstanta disosiasi suatu obat, semakin

lambat onset kerja obat bersangkutan.

2.1.2 Farmakokinetik

Data farmakokinetik obat anestesi umum dapat dilihat pada tabel berikut:

Jenis Obat Half Life Distribusinya

(menit)

Eliminasi t1/2

(Jam)

Vdss

(Liter)Clearance(L/menit)

Bupivacaine 28 3.5 72 0.47

Lidocaine 10 1.6 91 0.95

Mepivacaine 7 1.9 84 0.78

Prilocaine 5 1.5 261 2.84

Ropivacaine 23 4.2 47 0.44

L=klirens; Vdss=volume distribusi

Tabel 3. Karakteristik Farmakokinetik Beberapa Obat Anestesi Lokal Golongan Amida

Farmakokinetik obat anestesi lokal rantai ester tidak terlalu dibahas mendalam karena

mereka secara cepat diurai dalam plasma (waktu paruh < 1menit). Anestesi lokal biasa

digunakan untuk kulit atau jaringan lunak di sekitar saraf.2

Penyerapan

Absorpsi sistemik dari injeksi anestesi lokal ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu dosis

lokasi pemberian, jumlah ikatan yang terjadi antara obat dengan protein plasma, jumlah aliran

darah sekitar tempat pemberian, penggunaan vasokonstriktor, dan karakteristik obat itu

sendiri.5

Pemberian anestesi lokal di area yang memiliki vaskularisasi tinggi, seperti di mukosa

trakea atau jaringan sekitar saraf interkostal, absorpsinya lebih cepat dibanding dengan

5

Page 6: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

daerah yang memiliki vaskularisasi lebih sedikit, seperti di tendon, dermis atau lemak

subkutan. Jadi, semakin tinggi vaskularisasi, semakin cepat absorpsinya.5,6

Vasokonstriktor, seperti epinephrine (5µg/mL atau 1: 200.000) membuat vasokonstriksi

pembuluh darah pada tempat suntikan sehingga dapat menurunkan absorpsi sistemik dengan

menurunkan jumlah aliran darah yang mengalir ke daerah pemberian.2,7 Kombinasi

vasokonstriktor biasa digunakan untuk obat anestesi durasi sedang atau pendek (procaine,

lidocaine dan mepivacaine).5 Dengan pemberian vasokonstriktor, jumlah aliran darah akan

menurun sampai 30%, sehingga obat anestesi lebih banyak diabsorpsi oleh sel saraf sekitar

ketimbang masuk ke aliran darah. Hal ini, secara otomatis menurunkan efek toksik

sistemiknya. Vasokonstriktor kurang efektif jika dikombinasikan dengan obat anestesi durasi

kerja lama (bupivacaine dan ropivacaine), hal ini dikarenakan obat anestesi durasi kerja lama,

banyak berikatan dengan jaringan ketimbang dalam bentuk bebas.6

Distribusi

Obat anestesi golongan amida lebih banyak didistribusikan jika pemberian dilakukan via

intravena. Fase awal yang terjadi adalah fase distribusi cepat, dimana terjadi pengambilan

obat di organ-organ yang memiliki daya perfusi tinggi (otak, hati, ginjal dan jantung).

Kemudian diikuti oleh fase distribusi lambat, dimana terjadi pengambilan oleh organ yang

memiliki daya perfusi sedang (otot dan saluran gastrointestinal).5

Metabolisme dan ekskresi

Obat-obat anestesi lokal, diubah menjadi lebih water-soluble di hati (tipe amida) atau

plasma (tipe ester). Dimana kemudian obat tersebut akan dibuang lewat urine. Karena bentuk

tak bermuatan dari obat dapat berdifusi langsung melewati membran lipid, maka hanya

sedikit obat anestesi dalam bentuk tak bermuatan yang terekskresi.5

Tipe ester, mengalami hidrolisa sangat cepat oleh butyrylcholinesterase

(pseudocholinesetrase) dalam plasma menjadi metabolit inaktif. Karena itu, procaine dan

chloroprocaine memiliki waktu paruh dalam plasma yang sangat pendek (<1menit).5

Tipe amida dihidrolisis di hati oleh mikrosomal sitokrom p-450 isoenzym. Lama

hidrolisis obat-obatan anestesi tipe amida berbeda-beda tergantung karakteristik molekulnya.

Jika diurutkan, dari yang tercepat maka urutannya seperti ini; prilocaine, lidocaine,

mepivacaine, bupivacaine, levobupivacaine. Karena dihidrolisis di hati, maka pemberian

semua obat tipe amida harus dibatasi pada penderita dengan penyakit hati. Sebagai gambaran, 6

Page 7: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

waktu paruh lidocaine akan meningkat dari 1,6 jam pada pasien dengan fungsi hati normal,

menjadi 6 jam pada pasien dengan gangguan fungsi hati lanjut. Penggunaan obat-obat lain

yang sama-sama dihidrolisis oleh sitokrom p-450, otomatis juga akan menurunkan kecepatan

metabolisme golongan amida.5

Penurunan kecepatan eliminasi juga harus diantisipasi pada pasien yang mengalami

penurunan aliran darah hepar. Sebagai contoh, eliminasi lidocaine pada pasien yang juga

dianestesi dengan volatile anestesi lebih lambat daripada yang dianestesi dengan intravena

anestesi.5

2.1.3 Farmakodinamik

Mekanisme aksi

Mekanisme primer dari anestesi lokal adalah memblok voltage gated channel sodium.

Membran eksitasi dari axon sel saraf memiliki karakteristik yang mirip dengan membrane

dari sel otot jantung, dimana potensial transmembran saat keadaan istirahat adalah -90 sampai

-60mV. Sedangkan, saat terjadi eksitasi, maka channel sodium akan terbuka, ion-ion sodium

akan memasuki sel tersebut via channel. Menyebabkan membran terdepolarisasi menjadi

+40mV. Di akhir depolarisasi, pintu sodium akan menutup dan pintu potassium akan terbuka,

menyebabkan ion-ion potassium keluar dari dalam sel. Sehingga potensial membran turun

sampai -95mV. Setelah itu, membran kembali dalam keadaan istirahat. Gradien

transmembran dijaga oleh pompa sodium. Mekanisme diatas sama dengan yang terjadi di otot

jantung, sehingga anestesi lokal memiliki efek yang sama terhadap serabut saraf maupun otot

jantung.5

Fungsi sodium channel bisa terganggu karena beberapa sebab. Racun biologis seperti

bactrachotoxin, aconitine, veratridine dan beberapa racun kalajengking yang dapat berikatan

dengan reseptor di dalam channel dan mencegah inaktivasi channel tersebut. Hal ini

menyebabkan influk sodium menjadi lebih lama dan depolarisasi terjadi berlebihan. Racun

organisme laut, seperti tetrodotoxin (TTX) dan saxitoxin bekerja dengan memblok channel

sodium dengan mengikat reseptor yang dekat dengan permukaan extraseluler. Efek TTX ini

sama dengan efek anestesi lokal, walaupun reseptornya berbeda. Saraf-saraf spinal dapat

digolongan menjadi dua, yang TTX-sensitif dan TTX-resisten. Beberapa penelitian

mengatakan bahwa TTX resistenlah yang bertanggung jawab untuk transmisi nyeri dan

sebagai target utama untuk anestesi lokal dalam membuat anestesi spinal. Anestesi lokal,

7

Page 8: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

berikatan dengan reseptor sodium channel yang dekat dengan bagian intraseluler. Saat ini,

channel sodium telah dapat ditiru dan struktur primer untuk transmisi nyeri telah dapat

ditemukan karakteristiknya, sehingga analisis mutasi bisa dilakukan untuk mengidentifikasi

bagian mana yang berikatan dengan anestesi lokal.2,5

Saat konsentrasi anestesi lokal meningkat di serabut saraf, maka nilai ambang untuk

terjadinya eksitasi juga meningkat, kecepatan penghantaran impuls melambat, frekuensi dan

amplitudo terjadinya potensial aksi berkurang. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya

channel sodium yang terikat dengan obat anestesi lokal.5

Blokade channel sodium oleh kebanyakan anestesi lokal menggunakan mekanisme

voltage and time dependent : channel dalam kondisi istirahat, dimana membran bermuatan

lebih negatif, memiliki afinitas jauh lebih rendah daripada channel yang berada dalam

keadaan teraktivasi ataupun yang terinaktivasi.5

Gambar 2. Diagram yang menunjukkan

mekanisme obat anestesi lokal dalam

memblok chnannel sodium.

Gambar di atas menunjukkan cara kerja dari channel tanpa pengaruh obat anestesi : R

(istirahat) A (aktivasi) i (inaktivasi). Fase pemulihan adalah dari I R. Obat anestesi

yang memblok channel sodium akan berikatan dengan reseprotnya dalam channel, seperti

digambarkan dengan panah vertikal, untuk membentuk ikatan kompleks obat-channel, R-D,

A-D, dan I-D. Afinitas ikatan obat dengan channel yang teraktivasi/terinaktivasi jauh lebih

tinggi daripada dengan channel yang berada dalam keadaan istirahat. Sehingga waktu pulih

dari keadaan I-D ke R-D lebih lama daripada dari I ke R. Sehingga, semakin banyak channel

yang teraktivasi, semakin banyaklah yang terblok. Sehingga efek anestesi lokal lebih cepat

terjadi pada axon yang sering mengalami depolarisasi.5

8

Page 9: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

Meskipun channel sodium telah diblok oleh anestesi lokal, aksi potensial tetap terjadi,

hanya saja frekuensinya yang diperpanjang sekitar 10-1000 kali lebih lambat daripada

channel tanpa anestesi. Sehingga menghasilkan periode refraksi yang lebih lama dan impuls

yang dihasilkan lebih sedikit.5

Peningkatan kalsium ekstrasel secara parsial menyebabkan efek antagonis terhadap

kerja anestesi lokal. Karena ion kalsium dapat menyebabkan peningkatan potensial

permukaan membran, sehingga membran cenderung berada dalam kondisi istirahat.

Sedangkan peningkatan potasium ekstrasel menyebabkan membran cenderung terdepolarisasi

dan berada dalam keadaan inaktivasi, sehingga mempercepat ikatan obat dengan

reseptornya.5

Struktur-Aktivitas Karakteristik Dari Obat Anestesi Lokal

Semakin kecil dan lipofilik suatu anestesi lokal, maka semakin cepat intreraksinya

dengan reseptor channel sodium. Lidocaine, Procaine dan Mepivacaine lebih water soluble

ketimbang Tetracaine, Bupivacaine dan Ropivacaine. Dimana Tetracaine, Bupivacaine dan

Ropivacaine, lebih ampuh dan memilki durasi kerja yang lebih lama. Obat anestesi lokal

yang long acting juga berikatan lebih erat dengan protein binding sitenya dan dapat dilepas

secara paksa dengan memberikan obat lain yang juga pengikat protein. Untuk bupivacaine,

S(+) isomer lebih potent daripada R(-) isomer.5

Aksi Lain Pada Saraf

Karena anestesi lokal memiliki kemampuan untuk memblok semua jenis serabut

saraf, maka kerja mereka tidak terbatas untuk menghilangkan sensasi nyeri saja. Walaupun

paralisis saraf motorik dapat diabaikan pada saat pembedahan, tapi untuk kasus melahirkan

(obstetrik) cukup merepotkan juga. Karena saat anestesi spinal, paralisis motorik dapat

mengakibatkan gangguan aktifitas nafas dan blokade sistem saraf otonom dapat

menyebabkan hipotensi. Blokade otonom bisa juga menyebabkan retensi urin karena fungsi

kandung kemih terganggu, sehingga dibutuhkan kateterisasi.5

Tipe Serat Fungsi Diameter(um)

Myelinasi Kecepatan Konduksi

Sensitivitas Terhadap

9

Page 10: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

(m/s) Obat Anestesi

Tipe A

Alpha Proprioceptif,

motorik

12-20 Banyak 70-120 +

Beta Sentuhan,

penekanan

5-12 Banyak 30-70 ++

Gamma Spindel otot 3-6 Banyak 15-30 ++

Delta Nyeri, suhu 2-5 Banyak 12-30 +++

Tipe B Preganglionik

autonomic

<3 Sedikit 3-15 ++++

Tipe C

Dorsal root Nyeri 0.4-1.2 - 0.5-2.3 ++++

Simpatik Postganglion 0.3-1.3 - 0.7-2.3 ++++

Tabel 4. Perbedaan sensitifitas serat-serat saraf berdasarkan ukuran dan myelinasinya

Saat lokal anestesi dimasukkan ke akar saraf, maka serat B dan C yang diameternya lebih

kecil akan terblok pertama kali, kemudian diikuti oleh saraf sensorik lain dan terakhir oleh

saraf motorik.5

1. Efek diameter serat saraf

Anestesi lokal akan memblok serat saraf yang memiliki ukuran lebih kecil dahulu, karena

jarak yang diperlukan serat tersebut untuk secara pasif menyebarkan impulsnya lebih pendek.

Selama onset anestesi lokal, saat sebagian serat saraf diblok, serat yang berdiameter kecil

akan lebih dahulu gagal untuk menghantarkan impuls. Untuk saraf yang mempunyai serabut

myelin, minimal dua atau tiga nodus of ranvier terblok oleh anestesi lokal untuk menahan

penyebaran impuls. Semakin besar dan tebal serat saraf, maka semakin jauh juga jarak antar

nodus of ranviernya, sehingga memiliki resistansi lebih tinggi untuk terblok.5

2. Efek dari frekuensi penghantaran

10

Page 11: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

Obat anestesi lokal lebih cepat berikatan dengan reseptor yang channelnya dalam keadaan

terdepolarisasi maka serat sensoris lebih dahulu terblok. Serat sensorik memiliki frekuensi

penghantaran impuls yang jauh lebih banyak dan durasi aksi potensialnya lebih panjang

daripada serat motorik. Serat tipe A delta dan C memiliki diameter lebih kecil dan frekuensi

penghantaran impuls (nyeri) yang tinggi. Sehingga serta tersebut akan terblok terlebih dahulu

dengan konsentrasi rendah anestesi lokal.5

3. Efek Posisi Serat Dalam Satu Ikat Saraf

Susunan anatomis terkadang membuat kedua poin diatas menjadi tak berlaku. Pada

cabang saraf yang besar, serat motorik biasanya berada lebih tepi daripada serat sensorik.

Sehingga saat anestesi lokal dimasukkan, otomatis serat yang lebih tepi yang akan terekspose

lebih dahulu. Sehingga serat motorik terblok lebih dahulu daripada serat sensorik. Untuk

ekstrimitas, serat sensorik bagian proximal terletak lebih tepi dibanding bagian distal dalam

satu ikat saraf. Sehingga jika dilakukan anestesi lokal, bagian proximal yang lebih dulu

terblok dibandingkan dengan daerah distal.5

Efek terhadap membran sel lain

Anestesi lokal memiliki efek lemah terhadap neuromuskular sehingga tidak berdampak

besar terhadap pengobatan. Berbeda dengan efek terhadap membran otot jantung yang

memiliki dampak klinis cukup besar. Beberapa obat anestesi lokal dengan konsentrasi kecil

dapat berfungsi sebagai antiaritmik. Sedangkan pada dosis tinggi dapat menyebabkan aritmia

letal.5

2.2 FARMAKOLOGI KLINIS OBAT ANESTESI LOKAL

Anestesi lokal adalah obat yang sangat efektif untuk menghasilkan analgesia pada

bagian tubuh tertentu. Penggunaan dapat dilakukan via topikal (untuk mukosa nasal dan tepi

luka), injeksi pada saraf periferal (infiltasi) saraf besar (blok) dan injeksi via epidural atau

subarachnoid sekeliling medula spinalis.5

Pemberian anestesi regional intravena (Bier blok) digunakan untuk prosedur

pembedahan singkat (<60 menit) meliputi ekstremitas atas dan bawah. Infiltrasi serat

simpatik juga dapat digunakan untuk mengevaluasi peran tonus simpatik pada pasien dengan

kelainan vasospastik.

11

Page 12: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

Gambar 3. Tempat injeksi anestesi lokal yang berada di sekitar medulla spinalis.

Pemilihan anestesi lokal yang digunakan untuk infiltrasi, blok saraf perifer dan pusat

neuroaxis biasanya didasarkan pada durasi aksinya. Procaine dan chloroprocaine masa

kerjanya pendek; lidocaine, mepivacaine dan prilocaine masa kerjanya sedang; tetracaine,

bupivacaine levobupivacaine dan ropivacaine masa kerjanya panjang.5

Potensi(Procaine = 1)

Durasi Kerja

Ester

12

Page 13: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

Cocaine 2 Sedang

Procaine (Novocaine) 1 Singkat

Tetracaine (Pantocaine) 16 Lama

Benzocaine

Amida

Lidocaine (Xylocaine) 4 Sedang

Mepivacaine (Carbacaine,

Isocaine)

2 Sedang

Bupivacaine (Marcaine)

Lepobupivacaine (Chirocaine)

16 Lama

Prilocaine (Citanest) 3 Sedang

Ropivacaine (Noropin) 16 Lama

Tabel 5. Perbandingan potensi dan durasi kerja dari obat anestesi lokal

Onset dari anestesi lokal dapat dipercepat dengan penambahan sodium bikarbonat (1-

2 ml) ke larutan anestesinya. Hal ini dapat membuat obat lebih lipofilik. Pemberian anestesi

lokal injeksi secara berulang dapat menurunkan keefektifitasannya (tachyphylaxis) karena

asidosis ekstraseluler. Lokal anestesi biasanya tersedia dalam bentuk campuran dengan garam

hidrokhlorid (pH 4-6). Setelah diinjeksikan, garam tersebut akan terbuffer oleh pH fisiologis

tubuh. Sehingga obat anestesi lokal dapat terlepas untuk selanjutnya penetrasi ke reseptor.

Jika dilakukan berulang-ulang di tempat yang sama, maka larutan anestesi lokal tersebut akan

terus-menerus dibuffer oleh pH fisiologis tubuh sampai pada suatu keadaan dimana pH tubuh

tak lagi dapat membuffer larutan yang masuk (asidosis ekstraseluler). Saat keadaan itu

terjadi, larutan anstesi lokal yang diinjeksikan berulang tak akan dapat penetrasi ke reseptor

sodium channel sehingga terjadilah tachyphylaxis. Tachyphylaxis biasa terjadi di area dimana

kapasitas buffer tubuh terbatas (cairan cerebrospinal).5

Kehamilan dapat meningkatkan kerentanan terhadap efek toksisitas anestesi lokal,

karena terjadi penurunan rata-rata dosis yang dibutuhkan untuk blokade neural dan untuk

mengeluarkan efek toksiknya. Henti jantung dapat terjadi dengan pemberian 0,75%

bupivacaine pada wanita hamil. Sehingga untuk kasus ini, dapat dilakukan penggantian

bupivacaine dengan obat lain yang memiliki efek kardiotoksik lebih sedikit (Ropivacaine dan

Levobupivacaine). Walaupun begitu, hal ini tetap menjadi kontroversi karena penelitian

hanya dilakukan pada hewan coba. Mekanisme detail mengenai peningkatan sensitifitas

13

Page 14: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

terhadap bupivacaine selama kehamilan kurang dapat dijelaskan. Mungkin karena

peningkatan estrogen, progesteron atau beberapa faktor yang belum teridentifikasi.2,5

Pemilihan anestesi lokal untuk pemberian via topikal, karena kemampuan penetrasi

obat yang cepat menembus kulit atau mukosa, dan kecenderungan minimal untuk berdifusi ke

sistemik. Anestesi lokal via topikal sering digunakan untuk mata, telinga, hidung,

tenggorokan atau untuk pembedahan kosmetik. Alasan Kokain, karena kemampuan

penetrasinya yang sangat bagus serta memiliki efek vasokonstriksi lokal, paling sering

digunakan untuk prosedur anestesi telinga, hidung dan tenggorokan. Walaupun begitu,

kokain terkadang menyebabkan iritasi, sehingga kurang bagus untuk prosedur anestesi mata.

Penelitian terakhir menyebutkan bahwa kombinasi kokain dengan epinephrine dapat

meningkatkan efek kardiotoksiknya. Sehingga praktisi medis sering mengkombinasikan

epinephrine dengan lidokain. Obat lain yang juga digunakan untuk anestesi lokal adalah

tetracaine, pramoxine, dibucaine, benzocaine dan dyclonine.5

Obat anestesi lokal juga memiliki efek menstabilkan membran, baik itu jika diberikan

via parenteral (lidokain intravena) maupun oral (mexiletine, tocainide). Sehingga obat

anestesi lokal biasa digunakan untuk pasien dengan neuropathic pain syndrome karena obat-

obat tersebut terbukti dapat mengendalikan impuls-impuls cepat yang tak terkendali. Obat

anestesi lokal juga biasa digunakan sebagai adjuvant dengan obat trisiklik antidepresan

(amitriptilin) atau antikonvulsan (carbamazapine) pada pasien dimana kombinasi pengobatan

antidepresan plus antikonvulsan kurang berhasil.5

2.3 TOKSISITAS

Dua bentuk utama dari toksisitas anestesi lokal adalah : (1) efek sistemik karena absorpsi

obat dari tempat pemberian dan (2) neurotoksik langsung dari efek lokal obat tersebut jika

diinjeksikan ke sekitar medula spinalis atau cabang saraf besar lainnya.5

2.3.1 Sistem Saraf Pusat

Pada konsentrasi rendah, semua obat anestesi lokal dapat menimbulkan rasa kantuk,

kepala terasa ringan, gangguan penglihatan dan pendengaran serta susah tidur. Gejala awal

keracunan obat anestesi lokal biasanya timbul rasa tebal di daerah sirkumoral, serta adanya

rasa metal di lidah. Pada konsentrasi lebih tinggi, nistagmus dan twitching otot terjadi, dikuti 14

Page 15: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

dengan kejang tonik klonik. Karena obat anestesi lokal menekan jalur korteks inhibisi,

sehingga jalur eksitasi mengeluarkan impuls secara berlebihan.5

Kejang yang terjadi karena kadar obat dalam darah yang berlebihan dapat dicegah dengan

memberikan dosis terkecil yang efektif untuk anestesi lokal yang dibutuhkan untuk

menimbulkan analgesia dan sebisa mungkin menghindari pemberian secara intravena atau

pemberian di area yang memiliki vaskularisasi tinggi. Jika dosis besar terpaksa diberikan

(untuk blok saraf perifer yang luas), premedikasi dengan benzodiazepin parenteral (diazepam

atau midazolam) untuk profilaksis terhadap efek toksik anestesi lokal dengan meningkatkan

ambang terjadinya kejang.5

Jika kejang tetap terjadi, maka sebisa mungkin dilakukan pencegahan terhadap hipoksemi

dan asidosisnya. Hipercapnia dan asidosis dapat menurunkan ambang kejang, sehingga

hiperventilasi direkomendasikan selama perawatan kejang. Sebagai tambahan, hiperventilasi

meningkatkan pH darah, dimana peningkatan pH dapat menurunkan potasium ekstrasel.

Penurunan potasium ekstrasel dapat menyebabkan hiperpolarisasi transmembran axon,

dimana akan menyebabkan channel dalam keadaan istirahat, sehngga afinitas terhadap obat

anestesi menurun dan efek toksiknya dapat ditekan.5

Kejang yang terjadi karena pemberian obat anestesi berlebihan juga dapat dirawat dengan

obat anestesi intravena lain (thiopenal 1-2mg/kgBB, propofol 0,5-1mg/Kg BB, midazolam

0,03-0,06 mg/Kg BB atau diazepam 0,1-0,2 mg/Kg BB). Manifestasi muskular dari kejang

dapat diblok dengan obat relaksan neuromuskular yang jangka pendek (suksinilkolin 0,5-

1mg/kg BB IV). Intubasi trakhea dan ventilasi mekanik dapat mencegah aspirasi isi lambung

ke dalam paru dan membantu terjadinya hiperventilasi.5

2.3.2 Sistem Kardiovaskuler

Efek obat anestesi lokal terhadap kardiovaskuler berasal sebagian dari efek langsung

terhadap sel otot jantung dan sebagian dari efek tak langsung melalui sistem saraf otonom.

Anestesi lokal memblok channel sodium dan menekan aktivitas abnormal dari pacemaker

jantung. Pada konsentrasi yang sangat tinggi, anaestesi lokal dapat juga memblok channel

kalsium. Dengan pengecualian kokain, semua obat lokal anestesi dapat menurunkan kekuatan

kontraksi otot jantung dan menyebabkan dilatasi arteriolar, sehingga menyebabkan sistemik

hipotensi. Kolaps kardiovaskuler sangat jarang, biasa karena pemberian bupivacaine dan

ropivacaine dalam dosis besar.5

15

Page 16: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa bupivacaine memiliki efek kordiotoksik lebih

tinggi dibanding obat anestesi lokal lain. Hal ini dikarenakan bupivakain memblokade

channel sodium pada membran otot jantung lebih lama dibanding pada serat saraf.5

2.3.3 Efek Hematologi

Peberian dalam dosis besar (>10g/Kg BB) prilocaine untuk anestesi regional dapat

menyebabkan akumulasi dari o-toluidine, zat yang dapat merubah hemoglobin menjadi

methemoglobin. Jika jumlah methemoglobin cukup banyak dalam darah (3-5 mg/dl), pasien

akan mengalami sianosis dan darahnya berwarna coklat. Walaupun kadar methemoglobin

yang agak tinggi dapat ditoleransi oleh individu yang sehat. Tapi pasien yang menderita

penyakit jantung atau paru akan mengalami dekompensasi. Perawatan untuk penderita

methemoglobinemia dengan memberikan obat pereduksi (metilen blue atau asam askorbat),

yang dapat secara cepat merubah methemoglobin menjadi hemoglobin kembali.5

2.3.4 Reaksi alergi

Obat anestesi lokal tipe ester dimetabolisme oleh derivat asam p-aminobenzoic. Hasil

metabolisme inilah yang dapat menyebabkan reaksi alergi pada sebagian kecil individu.

Sedangkan tipe amida tidak dimetabolisme oleh asam p-aminobenzoic, sehingga reaksi alergi

untuk tipe amida sangat jarang sekali.5

2.3.5 Efek Pada Respirasi

Pada dosis kecil akan merangsang pusat napas, sehingga frekuensi napas meningkat.

Selanjutnya pada dosis lebih besar, akan menimbulkan depresi pusat napas, sehingga terjadi

penurunan frekuensi napas dan volume tidal, sampai henti napas. Obat anestesi lokal juga

mempunyai efek seperti atropin, yaitu efek spasmolitik yang menyebabkan dilatasi bronkus.

Selain itu obat ini juga mempunyai efek antihistamin ringan pada saluran napas.1 Anestesi

lokal juga akan menyebabkan relaksasi otot polos bronkus. Henti napas bisa terjadi akibat

paralise saraf frenikus, paralise interkostal atau depresi langsung pusat pengaturan napas.7

2.4 ANESTESI LOKAL SPESIFIK

2.4.1 Golongan ester

Procaine

Procaine adalah obat anestesi lokal pertama yang digunakan untuk kepentingan klinis.

Procaine memiliki potensi terendah diantara semua obat anestesi lokal dengan onset lambat

16

Page 17: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

dan durasi aksi yang pendek. Toksisitas sistemiknya cukup rendah karena cepat dihidrolisis

di plasma. Hasil metabolisme procaine oleh asam p-aminobenzoic inilah yang biasa

menyebabkan reaksi alergi pada sebagian kecil individu yang menggunakan procaine

berulang kali. Procaine biasa digunakan untuk anestesi infiltrasi, mendiagnosis banding untuk

blok spinal pada beberapa kasus nyeri dan anestesi spinal untuk obstetrik.5

Chloroprocaine

Chlorprocaine memiliki onset yang cepat, durasi kerja pendek dan efek toksik

sistemik rendah. Obat ini dihidrolisis oleh esetrase plasama empat kali lebih cepat daripada

Procaine. Chlorprocaine biasa digunakan untuk analgesia dan anestesia epidural pada kasus-

kasus obstetrik karena onsetnya yang cepat dan toksisitas sistemiknya rendah pada ibu dan

janin. Untuk mendapat efek analgesi yang cukup, diperlukan injeksi berulang saat operasi

berlangsung. Terkadang, analgesi epidural chlorprocaine dikombinasikan dengan obat

anestesi lokal lain yang memiliki durasi kerja lebih lama seperti bupivacaine. Chlorprocaine

juga sering digunakan untuk pasien emergensi dimana waktu operasi kurang dari 30-60

menit. Walaupun begitu, potensi myotoksik dan neurotoksik dari chlorprocaine tetap perlu

diperhatikan.5

2.4.2 Golongan Amida

Lidocaine

Lidocaine, adalah obat anestesi golongan amida pertama yang dipergunakan untuk

kepentingan klinis. Lidocaine memiliki onset cepat, durasi aksi sedang dan dapat digunakan

untuk anestesi topikal. Lidocaine tersedia dalam bentuk solusi yang bisa dipergunakan untuk

infiltrasi, blok saraf perifer dan anestesi epidural. Hiperbarik lidocaine biasa dipergunakan

untuk anestesi spinal dengan durasi 30-60 menit. Lidocaine juga tersedia dalam bentuk salep,

jelly, viscous, dan aerosol untuk berbagai prosedur anestesi topikal. 5

Apabila larutan ini ditambah adrenalin, maka waktu yang diperlukan untuk hilang

sama sekali dari tempat suntikan 4 jam. Mempunyai afinitas tinggi pada jaringan lemak.1

Detoksikasi terjadi oleh hati secara deetilasi dan pemecahan ikatan amida.1,5 Daya

penetrasinya sangat baik, mulai kerjanya dua kali lebih cepat dari prokain dan lama kerjanya

2 kali dari prokain.1

Dalam penggunaan klinik:1

17

Page 18: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

Untuk infiltrasi lokal diberikan larutan 0,5%

Blok saraf yang kecil diberikan larutan 1%

Blok saraf yang lebih besar diberikan larutan 1.5%

Blok epidural diberikan larutan 1.5%-2%

Untuk blok subarakhnoid diberikan larutan hiperbarik 5%

Dosis untuk orang dewasa: 50 mg-750 mg (7-10 mg/kg BB)

Lidocaine juga terkadang diberikan via intravena sebagai antiepileptik, analgesik

untuk nyeri kronis dan suplemen bagi anestesi general. Pemberian intravena juga digunakan

untuk menyembuhkan disritmik ventrikel. Dengan dosis besar, terutama pada pasien yang

sebelumnya menderita gagal jantung, lidokain dapat menyebabkan hipotensi, sebagian besar

karena penekanan kontraktilitas otot jantung. Efek samping lidokain paling sering seperti

pada anestesi lokal lainnya terhadap saraf: parestesia, tremor, mual karena pengaruh sentral,

kepala terasa ringan, kelainan pendengaran, berbicara seperti menelan, dan konvulsi.

Konvulsi terjadi terutama pada orang tua atau pada pasien yang peka dan berhubungan

dengan dosis, biasanya berlangsung singkat, serta respon terhadap pemberian intravena.5

Prilokain

Prilokain sering disebut sebagai propitocain, xylonest, citanest dan distanest sebagai

nama dagang. Ditemukan oleh Lofgan dan Tegner dan uji farmakologinya dilakukan oleh

Wiedlling selanjutnya digunakan di klinik pertama kali oleh Gordh pada tahun 1959. Efek

iritasi lokal pada tempat suntikan lebih kecil dibandingkan dengan lidokain bahkan jauh lebih

kecil dari prokain. Toksisitasnya kira-kira 60% dari toksisitas lidokain dan potensinya sama

dengan lidokain.1 Prilokain mengalami metabolisme di hati dan ginjal oleh amidase, lebih

cepat dibanding dengan lidokain dengan toksisitas lebih rendah dari lidokain. Menimbulkan

methaemoglobinemia pada penggunaan dosis tinggi, lebih dari 600 mg, sehingga timbul

gejala sianosis yang bisa hilang sendiri selama 24 jam.1 Dibanding dengan lidokain, prilokain

lebih kuat, daya penetrasinya lebih baik, mulai kerjanya lebih lama dan lama kerjanya lebih

lama dan efektif pada konsentrasi 0.5%-5.0%.1

Ropivacaine

Ropivacaine tersedia dalam S-isomer murni. Onset, potensi dan durasi kerjanya mirip

dengan bupivacaine, hanya saja ropivacaine memiliki potensi yang lebih rendah dan durasi

18

Page 19: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

aksi yang lebih pendek untuk blokade serat motorik. Ropivacaine memiliki efek kardiotoksik

yang lebih rendah dibanding bupivacaine.

Bupivacaine

Bupivacaine adalah anestetik lokal pertama yang memiliki onset cepat, durasi aksi

lama, blokade konduksi yang dalam dan signifikan blokade terhadap serat sensorik dan

motorik. Obat ini digunakan untuk berbagai prosedur anestesi regional, mulai infiltrasi, blok

saraf perifer, epidural dan spinal anestesia. Durasi operasi dengan bupivacaine bervariasi

mulai 3 sampai 10 jam. Durasi kerja paling panjang terjadi saat dilakukan blok saraf perifer,

seperti pleksus brachialis.

Levobupivacaine

Karakteristik klinis levobupivacaine sama dengan bupivacaine. Hanya saja durasinya

lebih panjang dan toksisitasnya lebih rendah.5

EMLA (Eutectic Mixture of Lokal Anesthetic)

Campuran emulsi minyak dalam air (krim) antara lidokain dan prilokain masing-

masing 2.5% atau masing-masing 5%. EMLA dioleskan di kulit intak 1-2 jam sebelum

tindakan untuk mengurangi nyeri akibat kanulasi pada vena atau arteri atau untuk

miringotomi pada anak, mencabut bulu halus atau menghilangkan tato. Tidak dianjurkan

untuk mukosa atau kulit terluka.7

2. 5 PREPARAT YANG TERSEDIA

Articaine (Septocaine)

Parenteral: 4% dengan 1:100.000 epinephrine

Benzocaine (generic)

Topikal: 5, 6% krim; 15, 20% gel; 5, 20% ointment; 0.8% lotion; 20% cair; 20% spray

Bupivacaine (generic, Marcaine, Sensorcaine)

Parenteral: 0.25, 0.5, 0.75% untuk injeksi; 0.25, 0.5, 0.75% dengan 1:200,000 epinephrine

Butamben picrate (Butesin Picrate)

Topikal: 1% ointment

Chloroprocaine (generic, Nesacaine)

19

Page 20: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

Parenteral: 1, 2, 3% untuk injeksi

Cocaine (generic)

Topikal: 40, 100 mg/mL larutan encer dan pekat; 5, 25 g powder

Dibucaine (generic, Nupercainal)

Topikal: 0.5% krim; 1% ointment

Dyclonine (Dyclone)

Topikal: 0.5, 1% solution

Levobupivacaine (Chirocaine)

Parenteral: 2.5, 5, 7.5 mg/mL

Lidocaine (generik, Xylocaine)

Parenteral: 0.5, 1, 1.5, 2, 4% untuk injeksi; 0.5, 1, 1.5, 2% dengan 1:200,000 epinephrine; 1,

2% dengan 1:100,000 epinephrine, 2% dengan 1:50,000 epinephrine

Topical: 2.5, 5% ointments; 0.5, 4% krim; 0.5, 2.5% gel; 2, 2.5, 4% larutan; 23, 46 mg/2 cm2

Campuran Lidocaine and bupivacaine (Duocaine)

Parenteral: 10 mg/mL lidocaine plus 3.75 mg/mL bupivacaine untuk injeksi

Campuran Lidocaine and prilocaine eutectic (EMLA cream)

Topikal: lidocaine 2.5% plus prilocaine 2.5%

Mepivacaine (generik, Carbocaine)

Parenteral: 1, 1.5, 2, 3% untuk injeksi; 2% dengan 1:20,000 levonordefrin

Pramoxine (generic, Tronothane)

Topikal: 1% krim, lotion, spray, dan gel

Procaine (generic, Novocain)

Parenteral: 1, 2, 10% untuk injeksi

Proparacaine (generic, Alcain, others)

0.5% larutan untuk penggunaan ophthalmic

Ropivacaine (Naropin)

Parenteral: 0.2, 0.5, 0.75, 1.0 % larutan untuk injeksi

Tetracaine (generik, Pontocaine)

Parenteral: 1% untuk injeksi; 0.2, 0.3% dengan 6% dextrose untuk anestesi spinal

Topikal: 1% ointment; 0.5% solution (ophthalmic); 1, 2% cream; 2% untuk hidung dan

tenggorokan; 2% gel

20

Page 21: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

BAB III

KESIMPULAN

Obat anestesi lokal terbagi menjadi dua kelompok. Rantai aminoester dan rantai

aminoamide. Dalam tubuh, obat-obat ini berada dalam keadaan kation dan dalam keadaan tak

bermuatan. Pembagian kedua bentuk tersebut dapat dihitung menggunakan Konstanta

Disosiasi (pKa) dan persamaan Henderson-Haselbach. semakin tinggi konstanta disosiasi

suatu obat, semakin lambat onset kerja obat bersangkutan.

Absorpsi sistemik dari injeksi anestesi lokal ditentukan oleh dosis, lokasi pemberian,

jumlah ikatan yang terjadi antara obat dengan protein plasma, jumlah aliran darah sekitar

tempat pemberian, penggunaan vasokonstriktor, karakteristik obat itu sendiri. Fase awal

distribusi dari obat anestesi lokal adalah fase distribusi cepat yang kemudian diikuti oleh fase

distribusi lambat. Setelah itu, dimetabolisme di hati (tipe amida) atau plasma (tipe ester)

menjadi lebih water-soluble. Dimana kemudian obat tersebut akan dibuang lewat urine.

Mekanisme primer dari anestesi lokal adalah memblok voltage gated channel sodium.

Channel dalam kondisi istirahat, dimana membran bermuatan lebih negatif, memiliki afinitas

jauh lebih rendah daripada channel yang berada dalam keadaan teraktivasi ataupun yang

terinaktivasi. Karena itu, serta sensorik lebih gampang terblok daripada serat motorik, karena

seringnya mengalami depolarisasi. Semakin kecil dan lipofilik suatu anestesi lokal, maka

semakin cepat intreraksinya dengan reseptor channel sodium.

Pemberian anestesi lokal injeksi secara berulang dapat menurunkan keefektifitasannya

(tachyphylaxis) karena asidosis ekstraseluler. Selain itu, Kehamilan dapat meningkatkan

kerentanan terhadap efek toksisitas anestesi lokal, karena terjadi penurunan rata-rata dosis

yang dibutuhkan untuk blokade neural dan untuk mengeluarkan efek toksiknya.

Anestesi lokal via topikal sering digunakan untuk mata, telinga, hidung, tenggorokan atau

untuk pembedahan kosmetik karena kemampuan penetrasinya yang cepat menembus kulit

atau mukosa dan kecenderungan minimal untuk berdifusi ke sistemik.

Dua bentuk utama dari toksisitas anestesi lokal adalah : (1) efek sistemik karena absorpsi

obat dari tempat pemberian dan (2) neurotoksik langsung dari efek lokal obat tersebut jika

diinjeksikan ke sekitar medula spinalis atau cabang saraf besar lainnya.

21

Page 22: Farmakologi Obat Anastesi Lokal

DAFTAR PUSTAKA

1. Gede Mangku. Obat-obat Anestetik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi.

Jakarta: Indeks;2009

2. David E. Longnecker., David L Brown., Mark F. Newman., Warren M. Zapol.,(2008).

Pharmacology of Local Anesthetics. McGraw-Hill Companies, Inc.

3. Miller, Ronald D., (2005). Local Anesthetics. Miller’s Anesthesia 6th edition. Elsevier,

Inc.

4. Rathmell James et al. Pharmacology of Local Anesthethic. In: Natasha Andjelkovic,

editor. Regional Anesthesia The Requisites in Anesthesiology. Philadelphia: Elsevier

Mosby;2004

5. Bertram G Katzung. Lidokain. Dalam: Azwar Agoes, editor. Farmakologi Dasar dan

Klinik. Edisi keenam.Jakarta:EGC;1997

6. Barash, Paul G., Cullen, Bruce F., Stoelting, Robert K., (2001). Local Anesthetics.

Clinical Anesthesia 4th edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers.

7. Latief Said. Anestetik Lokal. Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua.

Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2002

22