2. proposal penelitian pjk

81
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan ilmu pengetahuan tentang kardiovaskuler berguna dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kardiovaskuler yang cenderung semakin bertambah. Menurut estimasi para ahli badan kesehatan sedunia PBB (WHO), setiap tahun sekitar 50% penduduk dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan World Health Statistic 2008, tercatat 17,1 juta orang meninggal di dunia akibat penyakit jantung koroner dan diperkirakan angka ini akan meningkat terus hingga 2030 menjadi 23,4 juta kematian di dunia. Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Federasi Jantung Sedunia (World Heart Federation) memprediksi penyakit jantung akan menjadi penyebab utama kematian di negara-negara Asia pada tahun 2010. Saat ini, sedikitnya 78% kematian global akibat penyakit jantung terjadi pada kalangan masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam keadaan ekonomi terpuruk maka upaya pencegahan merupakan hal terpenting untuk menurunkan penyakit kardiovaskuler pada 2010. Di negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020, angka kematian 1

Upload: riezky-franda-casanova-wiedjaya

Post on 20-Oct-2015

16 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pro

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Perkembangan ilmu pengetahuan tentang kardiovaskuler berguna dalam

memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kardiovaskuler yang cenderung

semakin bertambah. Menurut estimasi para ahli badan kesehatan sedunia PBB

(WHO), setiap tahun sekitar 50% penduduk dunia meninggal akibat penyakit jantung

dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan World Health Statistic 2008, tercatat 17,1

juta orang meninggal di dunia akibat penyakit jantung koroner dan diperkirakan

angka ini akan meningkat terus hingga 2030 menjadi 23,4 juta kematian di dunia.

Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Federasi Jantung Sedunia

(World Heart Federation) memprediksi penyakit jantung akan menjadi penyebab

utama kematian di negara-negara Asia pada tahun 2010. Saat ini, sedikitnya 78%

kematian global akibat penyakit jantung terjadi pada kalangan masyarakat miskin dan

menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam keadaan ekonomi terpuruk maka upaya

pencegahan merupakan hal terpenting untuk menurunkan penyakit kardiovaskuler

pada 2010. Di negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020, angka kematian

akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137 % pada laki-laki dan 120% pada

wanita, sedangkan di negara maju peningkatannya lebih rendah yaitu 48% pada laki-

laki dan 29% pada wanita. Di tahun 2020 diperkirakan penyakit kardiovaskuler

menjadi penyebab kematian 25 orang setiap tahunnya. Oleh karena itu, penyakit

jantung koroner menjadi penyebab kematian dan kecacatan nomor satu di dunia. 1-2

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan sosok penyakit yang sangat

menakutkan dan masih menjadi masalah, baik di negara maju maupun berkembang

Penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di Amerika. Di Amerika

pada tahun 1992 penyakit jantung koroner menyebabkan 921.000 kematian, atau

merupakan 45% penyebab kematian di negara tersebut. Setiap tahunnya, di Amerika

Serikat sekitar 478.000 orang meninggal karena penyakit jantung koroner, 1,5 juta

1

orang mengalami serangan jantung, 407.000 orang mengalami operasi peralihan,

300.000 orang menjalani angioplasti. Di Eropa diperhitungkan 20.000 – 40.000 orang

dari 1 juta penduduk menderita PJK. Penyakit jantung, stroke, dan aterosklerosis

merupakan penyakit yang mematikan. Di Inggris penyakit jantung koroner telah

menyebabkan lebih dari 180.000 kematian setiap tahun. Di Jepang pada tahun 2006

didapatkan dari 3.081 pasien yang turut dalam studi Jikei, tercatat 41 % yang

menderita jantung koroner. Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus

bertambah dan tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat, yang banyak dilakukan

seiring dengan berubahnya pola hidup.1-2

Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan

beragam. Tentu saja mulai dari infeksi klasik dan modern, penyakit degeneratif serta

penyakit psikososial yang menjadikan Indonesia saat ini yang menghadapi " threeple

burden diseases". Namun tetap saja penyebab angka kematian terbesar adalah akibat

penyakit jantung koroner "the silence killer". Tingginya angka kematian di Indonesia

akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26%. Berdasarkan hasil Survei

Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka

tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat

PJK adalah 16 %. kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4 %.

Angka kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di

negara kita. 1

Di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan laporan dari Rumah Sakit, kasus

tertinggi Penyakit Jantung Koroner adalah di Kota Semarang yaitu sebesar 4.784

kasus (26,00%) dibanding dengan jumlah keseluruhan kasus Penyakit Jantung

Koroner di kabupaten/kota lain di Jawa Tengah. Apabila dilihat berdasarkan jumlah

kasus keseluruhan PTM lain di Kabupaten Klaten adalah 3,82%. Sedangkan kasus

tertinggi kedua adalah Kabupaten Banyumas yaitu sebesar 2.004 kasus (10,89%) dan

apabila dibanding dengan jumlah keseluruhan PTM lain di Kabupaten Banyumas

adalah sebesar 9,87%. Kasus ini paling sedikit dijumpai di Kabupaten Tegal yaitu 2

2

kasus (0,01%). Sedangkan kabupaten Semarang dan Kabupaten Cilacap belum

melaporkan. Rata-rata kasus Jantung Koroner di Jawa Tengah adalah 52562 kasus. 1

Di Makassar, didasari data yang dikumpulkan Alkatiri di empat Rumah sakit

selama 5 tahun (1985-1989), ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5

sampai 6 dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6 %. Adapun data penyakit

jantung koroner di Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo tahun 2004 sebanyak 336

kasus, tahun 2005 sebanyak 311 kasus tahun 2006 sebanyak 332 kasus (data

morbiditas rekam medik rawat inap), sedangkan data morbiditas rawat jalan PJK

tahun 2004 sebanyak 136 kasus baru dengan jumlah kunjungan 7.328 orang, tahun

2005 sebanyak 250 kasus baru dengan jumlah kunjungan 5.402 orang, tahun 2006

sebanyak 216 kasus baru. Menurut hasil penelitian oleh Solo pada tahun 2008,

didapatkan penderita PJK lebih banyak pada laki-laki yaitu sebanyak 83,6 %

dibanding pada perempuan, 16,4 % terutama pada kelompok lanjut usia. 1-3

Menurut hasil penelitian tahun 2008 di CVCU RSWS oleh Solo, didapatkan

kebanyakan penderita PJK mempunyai riwayat penyakit hipertensi (56 %), riwayat

merokok (67,2 %) dan riwayat dislipidemia (54,3 %), dimana faktor risiko merokok

sangat berperan dalam patogenesis PJK. Menurut hasil penelitian Dall dan Peto pada

tahun 1976, mengatakan bahwa apabila berhenti merokok, penurunan resiko PJK

akan berkurang 50 % dalam waktu 5 tahun setelah berhenti merokok. 2-3

Tanpa terapi awal, sekitar 5-10 persen penderita berlanjut menjadi Infark

Miokard Akut atau meninggal dalam 30 hari pertama dan lebih dari 12 % dalam 6

bulan pertama. Bahkan dengan terapi optimal sekitar hampir 50 % penderita

mengalami iskemia berulang dan membutuhkan tindakan revaskularisasi. 2

Pada banyak penderita PJK, didapatkan adanya faktor-faktor risiko yang

belum mampu menjelaskan secara keseluruhan tentang PJK pada tingkat sosial yang

berbeda atau sifat-sifat khas dari individu. Dengan demikian, penting untuk

mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor risiko penyebab PJK

sehingga dapat dilakukan diagnosis dengan baik disertai pencegahan penyakit

tersebut ke depannya.1-2

3

Berdasarkan teori-teori dan kenyataan di atas, maka akan mendorong

diadakan penelitian “Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner pada Pasien Rawat

Inap di Cardiovascular Care Unit (CVCU) Cardiac Centre RSUP Dr.Wahidin

Sudirohusodo Makassar Periode Januari – Juli 2008”. Adapun alasan mengambil

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo sebagai tempat penelitian karena rumah sakit ini

merupakan RS tipe A dan menjadi pusat rujukan medis untuk Indonesia Bagian

Timur. Selain itu, lokasi rumah sakit ini yang mudah dijangkau untuk mengadakan

survei pada penderita Penyakit Kardiovaskuler khususnya karateristik penderita

Penyakit Jantung Koroner (PJK). 2

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka rumusan masalah

dari penelitian ini adalah bagaimana faktor risiko Penyakit Jantung Koroner pada

Pasien Rawat Inap di Cardiovascular Care Unit (CVCU) Cardiac Centre RSUP

Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari – Juli 2008.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor risiko Penyakit Jantung Koroner pada pasien

rawat inap di Cardiovascular Care Unit (CVCU) Cardiac Centre RSUP

Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari – Juli 2008.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui distribusi penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK)

menurut jenis kelamin.

2) Untuk mengetahui distribusi penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK)

menurut umur.

3) Untuk mengetahui distribusi penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK)

menurut riwayat merokok.

4

4) Untuk mengetahui distribusi penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK)

menurut riwayat hipertensi.

5) Untuk mengetahui distribusi penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK)

menurut riwayat DM.

6) Untuk mengetahui distribusi penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK)

menurut riwayat keluarga menderita PJK.

7) Untuk mengetahui distribusi penderita PJK menurut riwayat dislipidemia.

8) Untuk mengetahui distribusi penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK)

menurut status gizi (obesitas).

9) Untuk mengetahui distribusi penderita Penyakit jantung Koroner (PJK)

menurut jenis PJK.

10) Untuk mengetahui distribusi penderita Penyakit jantung Koroner (PJK)

menurut jumlah faktor risiko.

1.3 MANFAAT PENELITIAN

1. Masyarakat umum, untuk memberikan gambaran umum dan pemahaman

kepada masyarakat tentang faktor resiko koroner pada penderita Penyakit

Jantung Koroner, yang mungkin dapat menimbulkan kesadaran untuk

mencegah dengan menghindari faktor resiko yang bisa menyebabkan

Penyakit Jantung Koroner ini.

2. Cardiac Centre RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, sebagai pelaksana

pelayanan pada penderita penyakit jantung koroner, diharapkan agar hasil

penelitian ini dapat memberikan masukan yang berarti bagi diagnosa dini

dan penanganan pasien Penyakit Jantung Koroner.

3. Departemen kesehatan dan berbagai instansi terkait lainnya, diharapkan

agar hasil penelitian ini dapat memberi masukan dalam rangka untuk

mencegah komplikasi dan mengurangi kematian akibat Penyakit Jantung

Koroner.

5

4. Penelitian ini juga semoga dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan, acuan

ataupun perbandingan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.

5. Bagi peneliti sendiri pada khususnya, semoga proses serta hasil penelitian

ini dapat memberikan masukan dan pembelajaran yang sangat berharga

terutama untuk perkembangan keilmuan peneliti.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENYAKIT JANTUNG KORONER

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung

Jantung terdiri dari tiga lapisan yaitu epicardium, miokardium dan

endokardium. Jantung normal yang dibungkus oleh perikardium terletak pada

mediastinum medialis dan sebagian ditutup oleh paru. Bagian depan dibatasi oleh

sternum dan iga 3, 4, dan 5. Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri

garis median sternum. Jantung terletak di atas diagfragma miring ke depan kiri dan

apeks kordis berada paling depan dalam rongga dada. Apeks dapat diraba pada sela

iga 4 – 5 dekat garis medioklavikularis kiri. Batas kranial dibentuk oleh aorta

desendens, arteri pulmonal dan vena kava superior. Ukuran dan berat Jantung

tergantung pada usia, jenis kelamin, tinggi badan, lemak epikardium dan nutrisi

seseorang. Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh dimana

pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Untuk

fungsi tersebut, otot jantung mempunyai kemampuan untuk menimbulkan rangsangan

listrik.4

Vaskularisasi jantung

Jantung mendapat vaskularisasi dari arteri coronaria dextra dan sinistra, yang

berasal dari aorta ascendens tepat diatas valva aortae. Arteri coronaria dan

percabangan utama terdapat di permukaan jantung, terletak di dalam jaring ikat

subepicardial. Arteria coronaria dextra berasal dari sinus anterior aorta dan berjalan

ke depan di antara trunkus pulmonalis dan auricula dextra.4-5

7

Gambar 1. Anatomi Jantung

Arteri ini berjalan turun hampir ventrikel di dalam sulcus atrio-ventrikulare

dextra. Cabang–cabangnya yakni ramus coni arteriosis, mendarahi facies anterior

conus pulmonalis (infundibulum ventrikulare dexter) dan bagian atas dinding

anterrior ventrikulare dexter. Ramus ventriculare anteriores menperdarahi fasies

anterior ventrikulus dexter. Ramus marginalis dexterr adalah cabang yang terbesar

dan berjalan sepanjang pinggir bawah fasies kostalis untuk mencapai apex cordis.

ramus ventrikulare posterior menperdarahi facies diaphragmatica ventrikulus dexter,

ramus Interventrikulare posterior (desendens), berjalan menuju apeks pada sulkus

interventrikulare posterior. Memberikan cabang–cabang ke ventrikulus dexter dan

sinister termasuk dinding inferiornya. Memberikan percabangan untuk bagian

posterior septum ventrikulare tetapi tidak untuk bagian apeks yang menerima

pendarahan dari ramus inventrikulus anterior arteria coronaria sinister. Sebuah

cabang yang besar mendarahi nodus atrioventrikularis. Ramus atrialis, beberapa

cabang menperdarahi permukaan anterior dan lateral atrium dexter. Atria nodus

sinuatrialis menperdarahi nodus dan atrium dextrum dan sinistra.4-5

8

Arteria coronaria sinistra, lebih besar dibandingkan dengan arteria coronaria

dextra, memperdarahi sebagian besar jantung, termasuk sebagian besar atrium kiri,

ventrikel kiri dan septum ventrikular. Arteri ini berasal dari posterior kiri sinus aorta

ascendens dan berjalan ke depan di antara trunkus pulmonalis dan aurikula sinister.

Kemudian pembuluh ini berjalan di sulcus atrioventrikularis dan bercabang dua

menjadi ramus interventrikular anterior dan ramus circumflexus. Ramus

interventrikularis (descendens) anterior, berjalan ke bawah di dalam sulcus

interventrikularis anterior menuju apex cordis. Pada kebanyakan orang pembuluh ini

kemudian berjalan di sekitar apeks cordis untuk masuk ke sulkus interventrikular

posterior darn beranastomosis dengan cabang–cabang terminal arteria coronaria

dextra. Ramus circumflexus, pembuluh ini melingkari pinggir kiri jantung di dalam

sulkus atrioventrikular. Ramus marginalis merupakan cabang yang terbesar

menperdarahi batas kiri ventrikule sinistra dan turun sampai apeks kordis.4-5

2.1.2 Definisi

Penyakit jantung koroner adalah penyempitan atau penyumbatan arteri

koronaria, yaitu arteri yang menyalurkan darah ke otot jantung. Bila aliran darah ke

otot jantung lambat, maka jantung tidak mendapatkan oksigen dan zat nutrisi yang

cukup. Hal ini biasanya mengakibatkan nyeri dada yang disebut angina. Bila satu atau

lebih dari arteri koronaria mengalami sumbatan total, akibat yang terjadi adalah

kerusakan pada otot jantung.2

A B

Gambar 2: A) Mekanisme pembentukan plak akibat trombosis. B) Trombus koroner

akut. (sumber dari kepustakaan 9)

9

Arteri koronaria yeng mengalami penyempitan atau tersumbat sering

diakibatkan oleh penimbunan plak di dinding arteri. Plak terbentuk dari kelebihan

kolesterol serta zat-zat lain yang mengalir dalam pembuluh darah, seperti sel-sel

radang, protein dan kalsium. Biasanya banyak terdapat endapan plak adalah keras di

bagian luar dan plak yang lunak di bagian dalam.

Klasifikasi PJK sampai saat ini masih belum ada yang spesifik, hal ini

disebabkan karena manifestasi klinisnya yang berbeda dan bervariasi diantara satu

penderita dengan penderita yang lain. Saat timbulnya juga tidak menentu, gejala yang

ditimbulkan juga tidak sesuai dengan penemuan patologik. Dengan demikian

penderita PJK mungkin tampil dengan : 4

1) Angina Pektoris Stabil

2) Angina Pektoris Tidak Stabil (ATS)

3) Infark Miokard tanpa ST-elevasi (NSTEMI)

4) Infark Miokard dengan ST-elevasi (STEMI)

Selain bisa juga bermanifestasi sebagai payah jantung atau gangguan irama jantung.

(1) Angina stabil

Disebut juga angina klasik, terjadi jika arteri koronaria yang

arterosklerotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan alirannya sewaktu

kebutuhan oksigen meningkat. Peningkatan kerja jantung dapat menyertai

aktivitas misalnya berolah raga atau naik tangga.

Apabila plak ateroma yang berada di Arteri Koronaria stabil, maka

serangan angina pektoris selalu timbul pada kondisi yang sama yaitu pada

waktu terjadi peningkatan beban jantung. Dengan demikian diagnosis angina

pektoris stabil dapat ditegakkan pada anamnesis apabila didapati bahwa

serangan timbul setiap kali melakukan aktivitas fisik dan hilang dengan

istirahat atau dengan pemberian nitrat, lamanya serangan tidal lebik dari 5

menit, tidak disertai keluhan sistemik, gejala angina pektoris sudah dialami

lebih dari 1 bulan, dan beratnya tidak berubah dalam masa beberapa tahun

terakhir.4-5

10

(2) Angina Pektoris Tidak Stabil (ATS)

Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada

yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar

ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut biasanya timbul pada saat melakukan

aktivitas dan segera hilang bila aktivitas dihentikan. Merupakan kompleks

gejala tanpa kelainan morfologik permanen miokardium yang disebabkan oleh

insufisiensi relatif yang sementara di pembuluh darah koroner.4-5

Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang

atau ke daerah abdomen. Penyebab angina pektoris adalah suplai oksigen

yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium dibandingkan kebutuhan. Jika

beban kerja suatu jaringan meningkat maka kebutuhan oksigen juga

meningkat. Pada jantung yang sehat, arteria koronaria berdilatasi dan

mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Namun jika

arteria koronaria mengalami kekakuan atau menyempit akibat arterosklerosis

dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon peningkatan kebutuhan akan

oksigen, maka terjadi iskemi miokardium. Sel-sel miokardium mulai

menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka.

Cara ini tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat

menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri yang berkaitan dengan

angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka

suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi

oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat.

Dengan hilangnya penimbunan asam laktat, maka nyeri angina pektoris

berkurang. Dengan demikian, angina pektoris merupakan suatu keadaan yang

berlangsung singkat.2

Angina pektoris tidak stabil adalah kombinasi angina stabil dengan

angina prinzmetal. Dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri

koronaria. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja jantung.

Hal ini tampaknya terjadi akibat arterosklerosis koronaria, yang ditandai oleh

11

trombus yang tumbuh dan mudah mengalami spasme. Apabila keadaan plak

pada arteria koronaria menjadi tidak stabil, misalnya mengalami pendarahan,

ruptur atau terjadi fissura, sehingga terbentuk trombus di daerah plak yang

menghambat aliran darah koronaria dan terjadi serangan angina pektoris.

Serangan angina pektoris jenis ini datangnya tidak tentu waktu, dapat terjadi

pada waktu penderita sedang melakukan aktivitas fisik atau dalam keadaan

istirahat, dan gejalanya bervariasi tergantung bentuk ukuran dan keadaan

trombus.2

Beberapa kriteria dapat dipakai untuk mendiagnosis angina pektoris

tidak stabil, yaitu:

a. Angina pektoris kresendo yaitu angina yang terjadi peningkatan dalam

intensitas, frekuensi, dan lamanya episode angina pektoris yang dialami

selama ini.

b. Angina at rest / nocturnal.

c. ”new-onset exertional Angina” yaitu yang baru timbul dalam kurang 2

bulan.

d. Nyeri dada yang timbul 2 minggu sebelum kejadian infark miokard akut

(IMA).

(3) Infark Miokard tanpa ST-elevasi (NSTEMI)

Angina tidak stabil dikelompokkan bersama-sama NSTEMI dimana

NSTEMI ditemukan bukti kimiawi yang menunjukkan adanya nekrosis

miokard. 2,4-5

(4) Infark Miokard dengan ST-elevasi (STEMI / IMA)

Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran drah

ke otot jantung terganggu.

a. Infark Subendokard

Infark yang terjadi pada sepertiga sampai seperdua dari ketebalan

dinding ventrikel. Umumnya diakibatkan oleh hipoperfusi dari jantung

12

seperti pada stenosis aorta, syok hemoragik, dan dapat pula akibat trombus

pada arteri koronaria yang lisis sebelum terjadi nekrosis pada miokard.

b. Infark Transmural

Nekrosis miokard yang terjadi pada seluruh atau hampir seluruh

ketebalan dinding miokard (endokardium sampai epikardium). Umumnya

disebabkan oleh aterosklerosis arteri koronaria, perubahan plak secara

akut, dan trombosis. 2,4

Pada publikasi akhir-akhir ini lebih lazim dipergunakan sebutan

Infark Miokard Non Q wave daripada Infark Miokard Subendokard, atau

Transmural. Sebutan ini juga membedakan diri daripada infark miokard

dengan gelombang Q yang patologis.6

2.2 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi PJK di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut

estimasi WHO, sekitar 50 % dari 12 juta penduduk dunia meninggal akibat penyakit

kardiovaskuler. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) yang dilakukan secara

berkala oleh Departemen Kesehatan menunjukkan PJK memberi kontribusi 19,8%

dari seluruh penyebab kematian pada tahun 1993, meningkat menjadi 24,4 % pada

tahun 1998. Hasil SKRT pada tahun 2001, PJK menempati urutan pertama dalam

deretan penyebab utama kematian di Indonesia. 2,4-6,9

Penderita dengan Sindrom Koroner Akut (SKA) yang merupakan manifestasi

klinis akut dari PJK, mempunyai resiko mendapat komplikasi yang serius bahkan

kematian. SKA merupakan penyebab kematian yang utama di Indonesia menurut

Survei Kesehatan Rumah Tangga oleh Departemen Kesehatan. SKA juga

menyebabkan angka perawatan Rumah Sakit yang sangat besar di Pusat Jantung

Nasional dibandingkan penyakit jantung lainnya. 2,4,8-10

SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Bali didapatkan kematian akibat

penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya semakin

meningkat (25 %) dibandingkan SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari data yang

13

dikumpulkan Alkatiri di empat Rumah sakit selama 5 tahun (1985-1989), ternyata

penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar

antara 7,5 sampai 8,6 %. Adapun data penyakit jantung koroner di Rumah Sakit

Dr.Wahidin Sudirohusodo tahun 2004 sebanyak 336 kasus, tahun 2005 sebanyak 311

kasus tahun 2006 sebanyak 332 kasus (data morbiditas rekam medik rawat inap),

sedangkan data morbiditas rawat jalan PJK tahun 2004 sebanyak 136 kasus baru

dengan jumlah kunjungan 7328 orang , tahun 2005 sebanyak 250 kasus baru dengan

jumlah kunjungan 5402 orang, tahun 2006 sebanyak 216 kasus baru.8

2.3 ETIOLOGI

Penyebab PJK secara umum dibagi atas dua, yakni menurunnya asupan

oksigen yang dipengaruhi oleh aterosklerosis, tromboemboli, vasopasme, dan

meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Dengan perkataan lain, ketidak

seimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dengan masukannya. Dikenal 2

keadaan ketidakseimbangan masukan terhadap kebutuhan oksigen itu, yaitu

hipoksemia (iskemia) yang ditimbulkan oleh kelainan vaskuler (arteri koronaria) dan

hipoksia (anoksia) yang disebabkan kekurangan oksigen dalam darah. Perbedaannya

ialah pada iskemia terdapat kelainan vaskuler sehingga perfusi ke jaringan berkurang

dan eliminasi metabolit yang ditimbulkannya (misal asam laktat) menurun juga

sehingga gejalanya akan lebih cepat muncul.2,4-5,11

Ruptur dari plak aterosklerosis dianggap penyebab terpenting dari angina

pektoris tidak stabil (APTS) sehingga tiba-tiba terjadi oklusi (sumbatan) subtotal atau

total dari arteri koronaria yang sebelumnya mempunyai penyumbatan/penyempitan

minimal. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang

normal. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi, dan agregasi platelet dan

menyebabkan aktivasi timbulnya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah

100% akan menyebabkan infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus

tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi

angina tak stabil. 2,4-5,11

14

2.4 PATOFISIOLOGI

PJK dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koronaria, aktivasi kaskade

pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang

mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koronaria yang kaya lipid dengan

fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption

‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor dikeluarkan dan

bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X

menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak.

Adanya adhesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus

arteri koronaria. Ini disebut fase ‘trombosis akut’ . Proses inflamasi yang melibatkan

aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinases, dan sitokin, menyokong terjadinya

ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab

terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan

menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam

monosit sehingga menyebabkan ruptur plak. 2,4-5,11

Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan

petanda inflamasi pada kejadian koroner akut (IMA) dan mempunyai nilai

prognostik. Pada 15 % pasien IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun troponin-T

negatif. Haidari, dkk. meneliti hubungan antara serum CRP dengan penyakit jantung

koroner (PJK) secara angiografi terhadap 450 individu. Ternyata, secara bermakna

kadar CRP dengan PJK lebih tinggi daripada kontrol (2,14 mg/L dibanding 1,45

mg/L) dan hubungan tersebut menandakan adanya proses inflamasi pada PJK.5

Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi

berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis

maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi

endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa

spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/NADPH (nicotinamide

adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase

(eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada hiperkolesterolemia,

15

diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung. Diduga masih ada

beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah,

misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases. Grindling dkk. mengobservasi

bahwa angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang poten. Ia dapat

meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah melalui pengerahan makrofage

yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh darah

sebagai aterogenesis yang esensial.4-5

Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koronaria akibat

disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan

disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1, tromboksan

A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan

prostasiklin). Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi

sel otot polos dan migrasi, adhesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan

sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi

platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koronaria, menekan fibrilasi

ventrikel, dan luasnya infark .4-5,11

Sindrom Koroner Akut (SKA) yang diteliti secara angiografi 60-70%

menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan

terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang

menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik. 2,4-5,11

Adapun awal terjadinya PJK, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa

keadaan, yakni aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress

emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari). Keadaan-

keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga

tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung

meningkat, dan aliran koronaria juga meningkat. 2,4-5,11

16

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis PJK bervariasi tergantung pada derajat aliran darah dalam

arteri koronaria. Bila aliran koronaria masih mencukupi kebutuhan jaringan tak akan

timbul keluhan atau manifestasi klinis. Dalam keadaan normal, di mana arteri

koronaria tidak mengalami penyempitan atau spasme, peningkatan kebutuhan

jaringan otot miokard dipenuhi oleh peningkatan aliran darah sebab aliran darah

koronaria dapat ditingkatkan sampai 5 kali dibanding saat istirahat, yaitu dengan

meningkatkan frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup seperti pada saat melakukan

aktifitas fisik, bekerja atau olahraga. Mekanisme pengaturan aliran koronaria

mengusahakan agar pasok maupun kebutuhan jaringan tetap seimbang agar

oksigenasi jaringan terpenuhi, sehingga setiap jaringan mampu melakukan fungsi

secara optimal.2

Perlu diingat bahwa metabolism miokard hampir 100 persen memerlukan

oksigen dan hal tersebut telah berlin gsung dalam keadaan istirahat, sehingga

ekstraksi oksigen dari aliran darah koronaria akan habis dalam keadaan tersebut. 5-6

Angina tidak stabil atau NSTEMI tidak dapat dibedakan berdasarkan

karakteristik nyeri dada atau kelainan EKG saja. Satu-satunya cara untuk

membedakannya adalah dengan membuktikan adanya nekrosis miokard dengan

melakukan pemeriksaan biomarker atau enzim jantung. 11-2

Kebanyakan IMA terjadi di pagi hari (antara jam 6.00 sampai 12.00) ini

mungkin disebabkan oleh adanya peningkatan sekresi katekolamin dihubungkan

dengan bangun pagi atau adanya perubahan sirkadian koagulasi yang umumnya

terjadi di pagi hari (seperti peningkatan PAI-I dapat memicu agregasi trombosit yang

akhirnya terbentuk thrombus. Dengan pola seperti itu, maka kebanyakan kejadian

IMA tidak didahului oleh kegiatan fisik. Oklusi thrombus total umumnya terjadi pada

bagian proksimal arteri koronaria dan biasanya terjadi dalam 4 jam pertama pasca

IMA. 11-2

Dibandingkan dengan STEMI, penderita angina tidak stabil / NSTEMI

biasanya lebih tua, lebih banyak menyandang faktor risiko koroner atau penyakit

17

penyerta dan lebih besar kemungkinannya pernah mendapat serangan IMA

sebelumnya atau pernah menjalani prosedur revaskularisasi (intervensi koroner

perkutan atau bedah pintas koroner). 4-5

2.6 KRITERIA DIAGNOSIS

Diagnosis PJK ditegakkan apabila didapatkan 2 daripada 3 yang berikut:

1. Gejala klinis.

2. Pemeriksaan laboratorium enzim jantung yang meningkat 2 kali dari nilai

normal.

3. Pemeriksaan elektrokardiografi.

Pada Angina stabil, didapatkan dari anamnesis, nyeri dada yang khas tetapi

tidak didapatkan kelainan pada EKG dan tidak terjadi peningkatan enzim jantung. 6,11

1) Klinis PJK

Gejala klasik yang paling umum adalah nyeri dada substernal yang

berat, tumpul dengan sensasi seperti ditekan, dililit, diremas, dihimpit dan

sering menjalar ke lengan kiri. Kerapkali disertai perasaan mau meninggal.

Sifat nyeri ini seringkali menyebabkan penderita meletakkan telapak tangan di

atas sternum yang disebut sebagai ”Levine’s sign” 2,5

Sensasi nyeri dada ini sama dengan yang dirasakan pada penderita

Angina Pektoris Stabil hanya pelangsungannya lebih lama (biasanya lebih dari

20 menit) dan tidak berkurang dengan istirahat maupun dengan pemberian

nitrogliserin sublingual. Nyeri dada angina stabil dikatakan menjadi tidak

stabil apabila Angina pektoris kresendo yaitu angina yang terjadi peningkatan

dalam intensitas, frekuensi, dan lamanya episode angina pektoris yang dialami

selama ini, Angina at rest / nocturnal, ”new-onset exertional Angina” yaitu

yang baru timbul dalam kurang 2 bulan dan nyeri dada yang timbul 2 minggu

sebelum kejadian infark miokard akut (IMA). 2,5

Gejala lain yang sering menyertai IMA adalah diaphoresis, sesak

napas, rasa lelah, palpitasi, pusing, bingung, indigesti, mual dan muntah.2

18

2) Elektrokardiogram (EKG)

Pada penderita PJK, pemeriksaan EKG bisa membantu

memperlihatkan abnormalitas gerakan dinding jantung yang dihubungkan

dengan iskemia akut. Namun, apabila iskemia miokard hanya sedikit mungkin

tidak cukup untuk menunjukkan adanya abnormalitas gerakan dinding

jantung. Selain itu, abnormalitas gerakan dinding jantung bisa bersifat

sementara dan hanya bisa dideteksi pada waktu iskemia akut. Pada keadaan di

mana sudah ada PJK dan disfungsi ventrikel kiri sebelumnya maka

kesanggupan ekokardiografi untuk mendeteksi iskemia iskemia akut sangat

terbatas. 6,11

Gambaran EKG pada angina tidak stabil / NSTEMI umunya ditandai

dengan depresi segmen-ST, elevasi segmen-ST seentara dan inversi

gelombang T. Namun sekitar 20% penderita dengan NSTEMI yang dipastikan

dengan pemeriksaan enzim jantung tidak ditemukan adanya tanda-tanda

iskemia pada EKG. 6,11

Gambaran EKG yang defenitif untuk diagnosis IMA adalah adanya

elevasi segmen-ST 1mm atau lebih pada 2 sandapan atau lebih, kerapkali

disertai depresi segmen-ST resiprokal pada sandapan kontralateral. 2

3) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium enzim jantung seperti creatine kinase (CK),

CK-MB, troponin, CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan meningkat

kadarnya pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih

normal. Pemeriksaan lipid darah seperti kolesterol, HDL, LDL, trigliserida

dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk mencari faktor resiko

seperti hiperlipidemia dan/atau diabetes mellitus.2

19

2.7 PENATALAKSANAAN DAN PERAWATAN

Meski ada persamaan tetapi tetap harus dikenal adanya perbedaan

patofisiologi kejadian STEMI dan sindrom koroner akut (angina tidak stabil /

NSTEMI) oleh karena perbedaan terapi terhadap kedua bentuk PJK ini. Pada STEMI

selalu dipikirkan untuk melakukan proses revaskularisasi yang cepat. 2,6

Dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

1. Penatalaksanaan Umum

1) Penjelasan mengenai penyakitnya; pasien biasanya tertekan, khawatir

terutama untuk melakukan aktivitas.

2) Pasien harus menyesuaikan aktivitas fisik dan psikis dengan keadaan sekarang

dan memberi penjelasan perlunya aktivitas sehari-hari untuk meningkatkan

kemampuan jantung

3) Pengendalian faktor resiko dan menghindari / mengatasi faktor pencetus :

stres, emosi, hipertensi, DM, hiperlipidemia, obesitas, kurang aktivitas dan

menghentikan kebiasaan merokok.

4) Pencegahan sekunder

Karena umumnya sudah terjadi arteriosklerosis di pembuluh darah lain, yang

akan berlangsung terus, obat pencegahan diberikan untuk menghambat proses

yang ada. Yang sering dipakai adalah aspirin dengan dosis 375 mg, 160 mg,

80 mg.2

5) Penunjang yang dimaksud adalah untuk mengatasi iskemia akut, agar tak

terjadi iskemia yang lebih berat sampai infark miokardium. Misalnya diberi

Oksigen.

2. Penatalaksanaan Khusus

a. Non Medikamentosa

(1) Tirah baring di ruang rawat intensif kardiovaskular (CVCU)

(2) Berikan Oksigen 2-4 liter/menit

(3) Pasang akses vena (Dextrose 5% atau NaCl 0,9%)

20

(4) Puasakan selama 8 jam, lalu berikan makanan cair atau lunak dalam 24

jam pertama. Kemudian lanjutkan dengan 1300 kalori rendah garam dan

rendah lemak.1

b. Medikamentosa

Terapi medik penderita dengan ATS / NSTEMI didasarkan pada dua

tujuan pengobatan secara simultan yakni membatasi pembentukan trombus

dengan terapi anto trombotik dan enghilangkan nyeri dada dengan terapi

angina.1-2

(1) Terapi trombotik: asam salisilat asetil (ASA) adalah anti-platelet dan

banyak penelitian menunjukkan bahwa ASA sangat berguna pada

penderita ATS/NSTEMI, ini ditunjukkan dengan terjadinya penurunan

angka mortalitas maupun kejadian IMA sekitar 50 persen.

(2) Nitrat, merupakan vasodilator sistemik maupun sirkulasi koroner. Untuk

atasi angina berikan mulai dengan nitrat sublingual dan nitrat oral. Bila

sakit belum teratasi, segera mulai dengan nitrat intravena.

(3) Berbagai jenis penyekat beta untuk menghilangkan iskemia miokard

dengan mengurangi kebutuhan oksigen. Ada yang bekerja cepat seperti

pindolol dan propanolol. Ada yang bekerja lambat seperti sotalol dan

nadolol. Ada beta 1 selektif seperti asebutolol, metoprolol dan atenolol.

Segera berikan bila tidak ada kontraindikasi.

(4) Heparin bolus 5000 unit intravena, lalu lanjutkan dengan drips 1000

unit/jam sampai angina terkontrol dengan menyesuaikan APTT 1,5 – 2

kali nilai kontrol. Heparin dapat diganti dengan Low molecular weight

heparin (LMWH) subkutan 2 kali 0,4-0,6 mg.

(5) Aspirin dimulai dari fase akut. Aspirin 320 mg diikuti dengan dosis

rumatan 80-160 mg/hari.

(6) Clopidogrel 300 mg, diikuti 75 mg perhari

(7) Bila dengan pengobatan tersebut di atas angina masih belum juga teratasi,

coba tambahkan antagonis kalsium : verapamil, diltiazem, nifedipin

21

(8) Trombolitik. Terapi trombolisis hanya berguna pada penderita IMA.

Suatu penelitian metaanalisis terhadap penderita ATS yang menjalani

terapi trombolisis menunjukkan adanya peningkatan mortalitas dan

kejadian IMA non-fatal dibanding terapi medis biasa tanpa trombolisis.

Oleh karena itu terapi trombolisis merupakan indikasi kontra pada

penderita ATS / NSTEMI.

(9) Lain-lain :

a. obat penenang ringan, seperti Diazepam 5mg tiap 8 jam.

b. Statin. Peranan statin dalam menurunkan LDL dan meningkatkan

HDL baik berupa pencegahan primer maupun sekunder terhadap PJK

telah diketahui selama ini. Statin juga dapat menstabilkan plak

ateroma, memperbaiki fungsi endotel, mengurangi agregasi platelet

dan pembentukan trombus serta mengurangi inflamasi vaskular.

c. Obat pelunak tinja untuk membantu buang air besar.

d. Penyekat ACE (ACEI). Penggunaan ACEI telah banyak diteliti pada

enderita IMA tapi tidak pada ATS. Namun pada penelitian HOPE

pemberian ACEI (ramipril) pada penderita PJK atau DM dan adanya

faktor resiko koroner lainnya dengan fungsi ventrikel kiri normal

menunjukkan manfaat yang berarti.

c. Intervensi koroner perkutan / percutaneus coronary intervention (PCI)

Tujuan tindakan PCI pada penderita ATS / NSTEMI adalah untuk

menghilangkan gejala nyeri dada dan untuk memperbaiki prognosis seperti

mencegah kematian, infark miokard dan iskemia kambuhan.7

d. Bedah pintas koroner / Coronary artery bypass graft (CABG)

Keputusan untuk merujuk penderita ke ahli bedah jantung untuk

tindakan revaskularisasi CABG melibatkan berbagai faktor yakni: umur,

penyakit penyerta, beratnya PJK, tindakan reaskularisasi sebelumnya (PCI

atau CABG), kelayakan teknik dan lamanya revaskularisasi perkutan. Pilihan

CABG dianjurkan untuk penderita dengan DM, disfungsi ventrikel kiri, lesi

22

pada arteri ”left main”, ”three vessels disease” atau ”two vessels disease”

dengan lesi LAD proksimal, meskipun pada keadaan in masih bisa

dimungkinkan untuk melakukan tindakan PCI. 2,7

2.8 PERAWATAN

1. Rawat diruang rawat intensif (CVCU) sampai keadaan bebas angina lebih

dari 24 jam. Selanjutnya pindah ke ruang rawat biasa sampai

menyelesaikan pemeriksaan dan tindakan yang diperlukan.

2. Bila angina tidak dapat diatasi dalam 48 jam, prognosis kurang baik,

segera lakukan angiografi koroner. Kalau perlu pasang Pompa Balon Intra

Aorta (PBIA).

3. Revaskularisasi dilakukan sesuai indikasi.

4. Bila angina dapat dikontrol, hentikan heparin setelah 5 hari.

5. Mobilisasi penderita di ruangan lalu tentukan fungsi ventrikel kiri dengan

ekokardiografi.

6. Bila terdapat disfungsi ventrikel yang sedang sampai berat, prognosis

kurang baik, segera lakukan angiografi koroner dan selanjutnya

revaskularisasi sesuai indikasi.

7. Bila tidak ada disfungsi ventrikel kiri dalam 2x24 jam, lakukan ’treadmill

test’ (ULJB) pada penderita bebas angina dengan EKG tanpa kelainan

iskemia. Penderita dengan hasil tes beresiko tinggi, periksa angiografi

koroner dan selanjutnya revaskularisasi sesuai indikasi.

8. Bila hasil tes ULJB beresiko rendah, penderita dipulangkan dan dievaluasi

secara berkala. 1-2

2.9 KOMPLIKASI

Komplikasi atau penyulit yang mungkin timbul dari PJK:

1. Gagal Jantung

2. Syok Kardiogenik

23

3. Aritmia

4. Ruptur miokard

5. Kematian

2.10 FAKTOR RISIKO

Faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK) terdiri dari dua yaitu faktor yang

risiko tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah. Faktor risiko yang tidak

dapat diubah antara lain usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga menderita PJK usia

muda.1-2

2.10.1 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:

a. Jenis Kelamin

Dari sisi jenis kelamin, pria lebih sering terkena serangan jantung

dibanding perempuan. Tetapi setelah menopause, frekuensinya sama antara

pria dan wanita. Hal ini kemungkinan karena peranan hormon estrogen dan

feritin yang keluar dari tubuh wanita setiap bulan.1-6

b. Umur

Makin bertambah usia, makin mudah kena serangan jantung. Kalau pria

harus berhati-hati setelah usia 45 tahun, wanita setelah usia 55 tahun. Ada

jeda waktu 10 tahun wanita lebih terlindungi dari PJK. Hal ini kemungkinan

karena peranan hormon estrogen dan feritin yang keluar dari tubuh wanita

setiap bulan.1-6

c. Riwayat keluarga yang menderita PJK

Pada keluarga (orangtua, paman, bibi) yang jika pria di bawah usia 55

tahun dan perempuan di bawah usia 65 tahun, dikatakan tergolong usia muda

untuk sakit PJK. Oleh karena itu, anak-anaknya maupun keponakannya harus

waspada karena 3-5 kali lebih sering terkena serangan jantung dibanding

keluarga yang jantungnya sehat. Penyakit keturunan hiperkolesterolemia

familiar diduga sebagai salah satu penyebab.1-6

24

2.10.2 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:

Faktor risiko yang dapat diubah dengan cara berperilaku sehat sehari-hari,

antara lain merokok, hipertensi, kolesterol tinggi, kelebihan berat badan, DM, dan

aktivitas fisik yang kurang.1-6

Faktor risiko mayor:

- Merokok

- Diabetes Melitus

- Hipertensi

- Diet tinggi kalori

- Hiperlipidemia

- Lemak jenuh

- Obesitas

- Lemak total

- Garam dan kolesterol

Faktor risiko minor:

- Diet (kopi, alkohol)

- Kontrasepsi oral

- Hiperurikemia

- Corak kepribadiaan

- Tekanan psikososial

- Golongan darah A

- Sedentary life (gaya hidup kurang sehat)

- Iklim, dan sebagainya.

1. Merokok

Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko

utama PJK di samping hipetensi dan hiperkolesterolemia. Orang yang

merokok lebih 20 batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat efek

dua faktor utama resiko lainnya. Penelitian Framingham mendapatkan

kematian mendadak akibat PJK pada laki-laki perokok 10 kali lebih besar

daripada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4 kali lebih besar

daripada bukan perokok. Rokok dapat menyebabkan 25 % kematian PJK pada

laki-laki dan perempuan umur di bawah 65 tahun atau 80 % kematian PJK

pada laki-laki umur di bawah 45 tahun. Efek rokok adalah menyebabkan

beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan

menurunnya konsumsi oksigen akibat inhalasi CO atau dengan perkataan lain

dapat menyebabkan takikardi, vasokonstruksi pembuluh darah, merubah

25

permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10 % Hb menjadi

carboksi-Hb. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol

tetapi mekanismenya belum jelas. 13

Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadar HDL kolesterol makin

menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya

lebih besar dibandingkan laki-laki perokok. Merokok juga dapat

meningkatkan tipe IV hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet

yang abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi sehingga orang

yang perokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis daripada yg

bukan perokok. Apabila berhenti merokok penurunan resiko PJK akan

berkurang 50 % pada akhir tahun pertama setelah berhenti merokok dan

kembali seperti yang tidak merokok setelah berhenti merokok 10 tahun. Dall

& Peto 1976 mendapatkan resiko infark akan turun 50 % dalam waktu 5 tahun

setelah berhenti merokok. 13

Merokok diupayakan agar seseorang berhenti merokok untuk selama-

lamanya. Segera berhenti jika memungkinkan, tapi boleh juga sedikit demi

sedikit mengurangi jumlah rokok yang diisap sampai akhirnya berhenti total.

Disebabkan nikotin akan menyebabkan debaran yang lebih cepat dan gas CO

akan mengikat butir darah merah (hemoglobin) lebih kuat dibanding oksigen

sehingga oksigenisasi jantung relatif berkurang. 1-2,7

2. Hipertensi

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya

PJK. Penelitian di berbagai tempat di Indonesia (1978) mendapatkan

prevalensi hipertensi untuk Indonesia berkisar antara 6-15 %, sedangkan di

negara-negara maju seperti misalnya Amerika National Health Survey

menemukan frekuensi yang lebih tinggi yaitu mencapai 15-20 %. Lebih

kurang 60 % penderita hipertensi tidak terdeteksi, 20% dapat diketahui tetapi

tidak diobati atau tidak terkontrol dengan baik, sedangkan hanya 20 % dapat

26

diobati dengan baik. Adapun Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII

terdapat pada tabel 2.1.

KlasifikasiTekanan darah

Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Pre-Hipertensi 120 – 139 80 – 90

Hipertensi Stage I 140 – 159 90 – 99

Hipertensi Stage II ≥ 160 ≤ 100

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII. 15

Penyebab kematian akibat hipertensi di Amerika adalah kegagalan

jantung 45 %, miokard infark 35 %, cerebrovascular accident 15 % dan gagal

ginjal 5 %. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat

perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-

kasus yang tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertrofi dari tunika media

diikuti dengan hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima

dan akhirnya akan terjadi penyempitan pernbuluh darah. Tempat yang paling

berbahaya adalah bila mengenai miokardium, arteri dan arterial sistemik arteri

koroner dan serebral serta pembuluh darah ginjal. Komplikasi terhadap

jantung akibat hipertensi yang paling sering terjadi adalah kegagalan ventrikel

kiri, PJK seperti angina pektoris dan miokard infark.6

Dari beberapa penelitian didapatkan ± 50 % penderita miokard infark

menderita hipertensi dan 75 % kegagalan ventrikel kiri penyebabnya adalah

hipertensi. Perubahan hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena :

1. Meningkatnya tekanan darah

Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk

jantung, sehingga menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri (faktor miokard).

Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi.

2. Mempercepat timbulnya aterosklerosis

27

Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan

trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria,

memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal

ini menyebabkan angina pektoris, insufisiensi koroner dan miokard

infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi

dibandingkan orang normal. Tekanan darah sistolik diduga

mempunyai pengaruh yang lebih besar. Adapun Definisi dan

klasifikasi menurut WG-ABU terdapat pada tabel 2.2. 2,4-8

Klasifika

si

Peningkatan

TD

Penyakit

KV

Faktor

Risiko KV

Tanda Dini

Penyakit Target Organ

Normal Normal atau

langka Tidak ada

Tidak ada

atau sedikit Tidak ada Tidak ada

Tahap 1 Sesekali atau

intermiten Awal Beberapa Kadang-kadang Tidak ada

Tahap 2 Terus-menerus Progresif Banyak SeringTerdapat Tanda-

tanda awal

Tahap 3 Ditandai dan

berkelanjutan Advanced Banyak

Sering dengan

kemajuan

Jelas Terdapat

dengan atau tanpa

kejadian penyakit

kardiovaskular

Tabel 2.2. Definisi dan Klasifikasi Hipertensi menurut WG-ABU

Kejadiannya PJK pada hipertensi sering ditemukan dan secara

langsung berhubungan dengan tingginya tekanan darah sistolik. Penelitian

Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75 tahun

mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina

pektoris dan miokard infark, juga pada penelitian tersebut didapatkan

28

penderita hipertensi yang mengalami miokard infark mortalitasnya 3 kali lebih

besar daripada penderita yang normotensi dengan miokard infark.6

Tekanan darah yang normal merupakan penunjang kesehatan yang

utama dalam kehidupan dan ada hubungannya dengan faktor keturunan,

perilaku dan cara kehidupan, kebiasaan merokok dan alkoholisme, diet serta

pemasukan natrium & kalium yang seluruhnya adalah faktor-faktor yang

berkaitan dengan pola kehidupan seseorang. Kesegaran jasmani juga

berhubungan dengan tekanan darah sistolik, seperti yang didapatkan pada

penelitian Fraser dkk, orang-orang dengan kesegaran jasmani yang optimal

tekanan darahnya cenderung lebih rendah. Penelitian di Amerika Serikat

melaporkan pada dekade terakhir ini telah terjadi penurunan angka kematian

PJK sebanyak 25 %. Keadaan ini mungkin akibat hasil dari deteksi dini dan

pengobatan hipertensi pemakaian beta-bloker dan bedah koroner serta

perubahan kebiasaan merokok.6

Bagi mereka yang hipertensi, ada baiknya mengukur tekanan darah

setiap ke dokter atau satu sampai dua kali setahun jika tubuh dalam keadaan

sehat. Tetapi, jika mengidap hipertensi, harus diet rendah garam, menurunkan

berat badan bagi yang berlebihan, minum obat, dan kontrol ke dokter sesuai

dengan anjuran. 1-2,7

3. Diabetes Mellitus

DM terbukti merupakan faktor risiko yang kuat untuk semua manifestasi

klinik penyakit aterosklerotik. Mortalitas dan morbiditas PJK pada penderita

DM 2-3 kali lipat dibandingkan dengan yang non DM. Pada penderita DM

dewasa 75-80 % akan meninggal karena komplikasi ini.

Berdasarkan Standards of Medical Care in Diabetes 2010, beberapa

kriteria dan monitoring untuk diabetes tersebut yakni, A1C > 6,5 %, FPG >

126 mg/dL (7 mmol/L), puasa didefinisikan tidak adanya ambilan kalori

sedikitnya selama 8 jam, 2 jam glukosa plasma > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

selama OGTT dengan asupan glukosa sebanding dengan 75 glukosa

29

anhydrous yang dilarutkan. Pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia atau

krisis hiperglikemia dengan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1

mmol/L) atau dengan riwayat konsumsi obat DM secara teratur. Intoleransi

terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit

pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-laki yang menderita DM resiko

PJK 50 % lebih tinggi daripada orang normal, sedangkan pada perempuan

resikonya menjadi 2 kali lipat. Mekanismenya belum jelas, akan tetapi terjadi

peningkatan tipe IV hiperlipidemidan hipertrigliserid, pembentukan platelet

yang abnormal dan DM yang disertai obesitas dan hipertensi. Mungkin juga

banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.13

Diusahakan berolahraga 3-5 kali seminggu, dengan durasi 30-60 menit

setiap berolahraga. Untuk kelebihan berat badan, agar dikendalikan dengan

kisaran indeks massa tubuh 21-25 kilogram/meter persegi. 1-2,7

4. Dislipidemia

Penyakit jantung koroner adalah penyakit dengan etiologi yang multi

faktorial diantaranya adalah dislipidemia. Dislipidemia merupakan faktor

risiko yang pada suatu penelitian yang diadakan oleh Balitbang Kesehatan

tahun 2000 mempunyai persentasi tertinggi dibanding faktor risiko yang lain

seperti hipertensi, DM, merokok, dan kepribadian Tipe A, yaitu 70,4 %. 7,13-4

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh

peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi utama

dari lipid adalah kenaikan kadar kolesterol total, Low Density lipoprotein

(LDL), trigliserida dan penurunan High Density lipoprotein (HDL). Adult

Treatment Panel (ATP) III memberi batasan dislipidemia aterogenik adalah

peningkatan trigliserida, small dense LDL dan penurunan HDL. 8,12,14

Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) yang dikenal sebagai

kolesterol jahat dan kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) yang dikenal

sebagai kolesterol baik. LDL membawa kolesterol dari hati ke sel, dan HDL

berperan membawa kolesterol dari sel ke hati. Kadar kolesterol LDL yang

30

tinggi akan memicu penimbunan kolesterol di sel, yang menyebabkan

munculnya atherosclerosis (pengerasan dinding pembuluh darah arteri) dan

penimbunan plak di dinding pembuluh darah. Lipoprotein-a diperkirakan

berperan pada atherogenesis dengan mentranspor molekul LDL dan

mempengaruhi proliferasi sel otot polos vaskular, menghambat fibrinolisis,

dan mempengaruhi fungsi platelet. Hal ini dihubungkan dengan peningkatan

risiko penyakit akibat gangguan pembuluh darah seperti penyakit jantung

koroner. Sedangkan HDL dapat mengangkut kolesterol dari jaringan tepi,

termasuk plak atherosklerotik, untuk diedarkan kembali atau dibuang dalam

bentuk asam empedu, proses tersebut disebut reverse cholesterol transport.

Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan plak atherosklerosis tidak hanya

berkaitan dengan peningkatan kadar LDL, namun juga rendahnya HDL dan

hipertrigliseridemia. 12,14

Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan

trigliserid menurut NCEP-ATP III 2001 (mg/dl)14

Kolesterol total

< 200

200 – 239

> 240

Kolesterol LDL

< 100

100 – 129

130 – 159

160 – 189

> 190

Optimal

Diinginkan

Tinggi

Optimal

Mendekati optimal

Diinginkan

Tinggi

Sangat tinggi

Kolesterol HDL

< 40

> 60

Trigliserid

< 150

150 – 199

200 – 499

> 500

Rendah

Tinggi

Optimal

Diinginkan

Tinggi

Sangat tinggi

Tabel 2.3. Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL,

dan trigliserid menurut NCEP-ATP III 200114

31

Profil lemak yang normal adalah sebagai berikut, kadar kolesterol darah

dibawah 200 mg/dl, kadar kolesterol LDL dibawah 150 mg/dl, kadar

kolesterol HDL diatas 35 mg/dl, dan kadar trigliserida dibawah 200 mg/dl,

seperti yang ditunjukkan pada tabel 1. Hal yang juga tidak kalah pentingnya

adalah rasio kolesterol LDL dan kolesterol HDL yang kurang dari 3,5. Kadar

kolesterol HDL yang rendah seringkali dijumpai bersamaan dengan kadar

trigliserida yang tinggi Jika kadar kolesterol total kurang dari 200 mg/dl, maka

seseorang dikatakan beresiko rendah terhadap penyakit jantung. Sementara

total kolesterol antara 200-239 mg/dl, maka dia beresiko terserang penyakit

jantung, dan jika total kolesterol lebih dari 240 mg/dl, maka termasuk yang

beresiko tinggi terhadap penyakit jantung. 9,13-5

Kolesterol low density lipoprotein cholesterol (LDL) yang merupakan

kolesterol buruk harus diturunkan kadarnya dengan diet rendah kolesterol. Hal

ini misalnya, mengurangi kuning telur, jeroan, udang, dan goreng-gorengan.

Sebaliknya kolesterol baik atau high density lipoprotein cholesterol (HDL)

justru ditingkatkan kadarnya dengan cara berolahraga, berhenti merokok,

makan ikan laut, dan sebagainya. 1-2

5. Obesitas

Obesitas adalah status gizi dimana indeks massa tubuh ≥ 25 kg/m2.

Obesitas juga dapat diartikan sebagai kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 %

pada laki-laki dan > 21 % pada perempuan. Obesitas sering didapatkan

bersama-sama dengan hipertensi, DM dan hipertrigliserdemi. Obesitas juga

dapat meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL kolesterol. Resiko PJK

akan jelas meningkat bila berat badan mulai melebihi 20 % dari BB ideal.

Obesitas akan mengakibatkan terjadinya peningkatan volume darah sekitar 10

- 20 %, bahkan sebagian ahli menyatakan dapat mencapai 30 %. Hal ini tentu

merupakan beban tambahan bagi jantung, otot jantung akan mengalami

perubahan struktur berupa hipertropi atau hiperplasi yang keduanya dapat

mengakibatkan terjadinya gangguan pompa jantung atau lazim disebut sebagai

32

gagal jantung atau lemah jantung, dimana penderita akan merasakan lekas

capek, sesak napas bila melakukan aktifitas ringan, sedang, ataupun berat

(tergantung dari derajat lemah jantung). 13-4

Obesitas dapat mempercepat terjadinya penyakit jantung koroner

melalui berbagai cara, yaitu :

1. Obesitas mengakibatkan terjadinya perubahan lipid darah, yaitu

peninggian kadar kolesterol darah, kadar LDL-kolesterol meningkat

(kolesterol jahat, yaitu zat yang mempercepat penimbunan kolesterol pada

dinding pembuluh darah), penurunan kadar HDL-kolesterol (kolesterol

baik, yaitu zat yang mencegah terjadinya penimbunan kolesterol pada

dinding pembuluh darah).

2. Obesitas mengakibatkan terjadinya hipertensi, akibat penambahan volume

darah, peningkatan kadar renin, peningkatan kadar aldosteron dan insulin,

meningkatnya tahanan pembuluh darah sistemik, serta terdapatnya

penekanan mekanis oleh lemak pada dinding pembuluh darah tepi.

Obesitas juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan toleransi glukosa

ataupun kencing manis. Menurut Westlund dan Nicholay Sen, obesitas sedang

akan meningkatkan resiko penyakit jantung koroner 10 kali lipat, bahkan jika

berat badan lebih besar 45 % dari berat badan standar, maka resiko terjadinya

penyakit kencing manis akan meningkat menjadi 30 kali lipat. 13-4  

Menurut hasil penelitian Skandinavia, bahwa obesitas akan

mengakibatkan terjadinya peningkatan faktor-faktor pembekuan darah,

sebagaimana diketahui bahwa faktor pembekuan darah merupakan faktor

resiko untuk terjadinya serangan jantung dan stroke. Obesitas akan

meningkatkan resiko stroke 20 % dan resiko serangan jantung sebesar 8 kali

lipat dibanding mereka yang bukan obesitas. Jika berat badan naik 20 % maka

angka kematian meningkat 20 % pada pria dan 10 % pada wanita. 13-4

Sebaliknya menurut studi Framingham, penurunan berat badan akan

memperpanjang usia dan dengan penurunan berat badan sampai 10 % akan

33

menurunkan insiden penyakit jantung koroner 20 %. Obesitas pada masa

kanak-kanak biasanya akan mempunyai efek atau pengaruh yang lebih buruk

terhadap jantung dibanding jika obesitas didapat setelah usia dewasa. Hal ini

disebabkan oleh karena : efek samping obesitas ditentukan oleh berat dan

lamanya obesitas. Kerusakan atau kelainan otot jantung akibat obesitas sering

disebut sebagai penyakit otot jantung obesitas (obesity heart muscle disease)

atau kardiomiopati. 13-4   

34

BAB III

KERANGKA KONSEP

3. 1 DASAR PEMIKIRAN VARIABEL YANG DITELITIPenyakit jantung

koroner adalah penyempitan atau penyumbatan (aterosklerosis) pembuluh darah arteri

koroner yang disebabkan oleh penumpukan zat-zat lemak yang menumpuk dibawah

lapisan terdalam endothelium dari dinding pembuluh darah. Proses aterosklerosis ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko antara lain, umur, jenis kelamin, riwayat

hipertensi, riwayat merokok, riwayat diabetes, riwayat merokok, riwayat

dislipidemia, obesitas.1-2Pada penelitian ini faktor-faktor risiko yang akan diteliti

adalah faktor risiko atau variabel yang terdapat pada rekam medis pasien PJK dan

memiliki nilai validitas yang akurat. Yang terdiri dari umur, jenis kelamin, riwayat

hipertensi, riwayat merokok, riwayat keluarga menderita PJK, riwayat DM, kadar

kolesterol, obesitas dan jenis dari PJK. Adapun variabel yang tidak diteliti ialah

faktor resiko atau variabel yang tidak terdapat dalam rekam medis pasien PJK, seperti

aktifitas fisik, dan riwayat mengkonsumsi alkohol.Pada penelitian ini, secara umum

dibagi atas dua variabel yaitu : variabel dependen (penderita PJK) dan variabel

independent (faktor resiko koroner penderita PJK)Adapun variabel-variabel yang

diteliti adalah:Variabel jenis kelamin.

1. Variabel umur

2. Variabel riwayat merokok

3. Variabel riwayat hipertensi

4. Variabel riwayat diabetes mellitus

5. Variabel riwayat keluarga menderita PJK

6. Variabel Dislipidemia

7. Variabel Obesitas

8. Variabel jenis PJK yang diderita

9. Variabel jumlah faktor risiko PJK

35

2.2 KERANGKA KONSEP

Gambar 3. Grafik Kerangka Konsep

Keterangan:

Variabel independent

Variabel dependent

2.3 DEFINISI OPERASIONAL DAN KRITERIA OBJEKTIF

2.3.1 Jenis Kelamin :

a. Definisi : yaitu identitas seksual yang sesuai dalam rekam medik

pasien.

36

JENIS KELAMIN

RIWAYAT HIPERTENSI

UMUR

RIWAYAT MEROKOK

RIWAYAT KELUARGA PJK(+)

PENYAKIT JANTUNG KORONER

PENYAKIT JANTUNG KORONER

RIWAYAT DM

DISLIPIDEMIA

OBESITAS

JENIS PJK YANG DIDERITA

JUMLAH FAKTOR RISIKO

b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun

sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti.

c. Cara ukur : mencatat jenis kelamin yang tercantum pada rekam

medik ke dalam tabel.

d. Hasil ukur, yaitu :

1. Laki-laki

2. Perempuan

2.3.2 Umur

a. Definisi : adalah rentang usia pada saat subjek dilahirkan sampai

masuk ke rumah sakit atau pada saat penelitian, menurut tanggal,

bulan, dan tahun terakhir, yang tercatat dalam rekam medik pasien

b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun

sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti.

c. Cara ukur : mencatat umur yang tercantum pada rekam medik ke

dalam tabel.

d. Hasil ukur, yaitu :

1. 30 – 45 tahun

2. 46 – 55 tahun

3. 56 – 65 tahun

4. 66 – 75 tahun

5. > 75 tahun

2.3.3 Riwayat Merokok

a. Definisi : Adalah kegiatan menghisap rokok atau gulungan tembakau

yang berbentuk batang dengan ukuran tertentu secara teratur yang

dilakukan subjek sebelum maupun hingga saat pertama kalinya

dirawat di rumah sakit yang tercatat dalam anamnesa dokter pada

rekam medik pasien.

b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun

sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti.

37

c. Cara ukur : mencatat riwayat merokok sesuai yang tercantum pada

rekam medik ke dalam tabel.

d. Hasil ukur, yaitu :

1. Ada riwayat Merokok

2. Tidak ada riwayat Merokok

2.3.4 Riwayat Hipertensi

a. Definisi : Adalah peningkatan tekanan darah pasien > 140/90

mmHg menurut klasifikasi JNC VII atau dengan riwayat konsumsi

obat antihipertensi secara teratur, saat subjek sebelum maupun

hingga saat pertama kalinya dirawat di rumah sakit dan berdasarkan

diagnosis dari dokter yang tercatat dalam rekam medik pasien.14

b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun

sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti.

c. Cara ukur : mencatat riwayat hipertensi sesuai yang tercantum pada

rekam medik ke dalam tabel.

d. Hasil ukur, yaitu :

1. Ada riwayat Hipertensi

2. Tidak ada riwayat Hipertensi

2.3.5 Riwayat DM

a. Definisi : yakni Pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia atau

krisis hiperglikemia dengan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL

(11,1 mmol/L) , dan atau FPG > 126 mg/dL (7 mmol/L), 2 jam

glukosa plasma > 200 mg/dL (11,1 mmol/L), A1C > 6,5 %, atau

dengan riwayat konsumsi obat DM secara teratur, saat subjek

sebelum maupun hingga saat pertama kalinya dirawat di rumah

sakit dan berdasarkan diagnosis dari dokter yang tercatat dalam

rekam medik pasien.14

b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun

sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti.

38

c. Cara ukur : mencatat riwayat DM sesuai yang tercantum pada

rekam medik ke dalam tabel.

d. Hasil ukur, yaitu :

1. Ada riwayat DM

2. Tidak ada riwayat DM

2.3.6 Riwayat keluarga menderita PJK

a. Definisi : adalah penilaian adanya anggota keluarga (kakek, ayah,

ibu, saudara dll) yang pernah atau sedang menderita PJK dan

memiliki hubungan garis keturunan secara langsung, yang tercatat

dalam rekam medik pasien.

b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun

sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti.

c. Cara ukur : mencatat riwayat keluarga menderita PJK sesuai yang

tercantum pada rekam medik ke dalam tabel.

d. Hasil ukur, yaitu :

1. Ada Riwayat keluarga menderita PJK

2. Tidak ada Riwayat keluarga menderita PJK

3. Tidak ada keterangan dalam rekam medik

2.3.7 Riwayat Dislipidemia

a. Definisi : adalah Gangguan metabolisme lipid, termasuk di

dalamnya hiperkolesterolemia (kol. Total > 200 mg/dl atau LDL >

100 mg/dl), hipertrigliseridemi (Tg > 150 mg/dl), isolated low

HDL-chol (HDL < 40 mg/dl) atau campuran diantaranya, saat

subjek sebelum maupun hingga saat pertama kalinya dirawat di

rumah sakit berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pada

rekam medik pasien.14

b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun

sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti.

39

c. Cara ukur : mencatat sesuai yang tercantum pada rekam medik ke

dalam tabel.

d. Hasil ukur, yaitu :

1. Ada riwayat dislipidemia

2. Tidak ada riwayat dislipidemia

3. Tidak ada keterangan dalam rekam medik

2.3.8 Obesitas

a. Definisi : adalah status gizi dimana indeks massa tubuh ≥ 25

kg/m2), saat subjek dirawat di rumah sakit yang tercatat dalam

rekam medik pasien..14

b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun

sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti.

c. Cara ukur : mencatat sesuai yang tercantum pada rekam medik ke

dalam tabel.

d. Hasil ukur, yaitu :

1. Obesitas (status gizi dimana indeks massa tubuh ≥ 25 kg/m2)

2. Tidak obesitas (status gizi dimana indeks massa tubuh < 25

kg/m2)

3. Tidak ada keterangan dalam rekam medik

2.3.9 Jenis PJK yang diderita

a. Definisi : jenis PJK yang dimaksud ialah termasuk angina stabil,

angina tidak stabil, NSTEMI dan STEMI yang didiagnosis oleh

dokter ahli kardiologi.1,2

b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun

sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti.

c. Cara ukur : mencatat sesuai yang tercantum pada rekam medik ke

dalam tabel.

d. Hasil ukur, yaitu kriteria objektif

1. Angina tidak stabil (ATS)

40

2. NSTEMI

3. STEMI

2.3.10 Jumlah faktor risiko

a. Definisi : adalah banyaknya faktor risiko yang didapatkan pada

pasien yang terdiagnosis PJK.

b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun

sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti.

c. Cara ukur : mencatat sesuai yang tercantum pada rekam medik ke

dalam tabel.

d. Hasil ukur, yaitu :

1. Satu faktor risiko PJK

2. Dua faktor risiko PJK

3. Tiga faktor risiko PJK

4. Empat faktor risiko PJK

5. Lima faktor risiko PJK

6. Enam faktor risiko PJK

7. Tujuh faktor risiko PJK

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 JENIS PENELITIAN

41

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

deskriptif, di mana membuat gambaran atau deskripsi tentang faktor risiko koroner

pada penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) secara objekif berdasarkan data

sekunder yang didapatkan.17

4.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Tempat penelitian akan dilakukan di RS. Wahidin Sudirohusodo Makassar,

dimulai pada tanggal 14 Agustus 2008 sampai dengan 28 Agustus 2008.

4.3 POPULASI DAN SAMPEL

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah penderita Penyakit Jantung Koroner yang

menjalani rawat inap di Cardiovascular Care Unit (CVCU) Cardiac Centre RSUP

Wahidin Sudirohusodo, Makassar.

4.3.2 Sampel

4.3.2.1 Teknik Pengambilan Sampel

Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah penderita Penyakit Jantung

Koroner (PJK) yang menjalani rawat inap di Cardiovascular Care Unit (CVCU)

yang tercatat di rekam medik RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari

– Juli 2008.

Metode pengambilan sampel menggunakan total sampling, dimana

pengambilan sampel dilakukan pada seluruh penderita Penyakit Jantung Koroner

(PJK) yang menjalani rawat inap di Cardiovascular Care Unit (CVCU) yang tercatat

di rekam medik RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari – Juli 2008.

4.4 KRITERIA SELEKSI

4.4.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien yang berumur diatas 30 tahun.

2. Pasien yang memenuhi kriteria variabel yang akan diteliti.

42

4.4.2 Kriteria Ekslusi

1. Pasien yang pernah atau sedang menderita stroke.

4.5 JENIS DATA DAN INSTRUMENT PENELITIAN

4.5.1 Jenis data

Data sekunder yang diperoleh dari Rekam Medik pasien PJK yang menjalani

rawat inap di CVCU Cardiac Centre RS. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode

Januari – Juli 2008.

4.5.2 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian ini menggunakan daftar tilik yang telah disusun

berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti. Kemudian akan diisi sesuai data

sekunder yang diperoleh dari Rekam Medik.

4.6 PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA

4.6.1 Teknik pengolahan data

Data yang diperoleh dari daftar tilik, kemudian diolah secara komputerisasi

dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS 17.0 dan Excel.

4.6.2 Penyajian data

Data yang telah diolah dan dianalisis akan disajikan dalam bentuk tabel

disertai dengan penjelasan tabel dan disusun dan dikelompokkan sesuai dengan

tujuan penelitian.

4.7 ETIKA PENELITIAN

1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada instansi Rumah Sakit

sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.

2. Berusaha untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek penelitian, sehingga

tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.

3. Diharapkan penelitian ini dapat member manfaat kepada semua pihak

yang terkait khususnya bagi dunia kedokteran

43

BAB V

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.8 Identitas Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

44

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudrohusodo adalah rumah sakit

kelas A pendidikan dengan status Perjan Rumah sakit berdasarkan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No.125 Tahun 2000, dengan identitas sebagai

berikut:

1. Nama Rumah Sakit : RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

2. Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan Km.11, Tamalanrea Makassar (90245)

3. Telepon : Kantor (0411) 584675, (0411) 584677, Rumah Sakit (0411) 583333,

584888

4. Fax : (0411) 587676

5. Pemilikan : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

6. RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo memiliki luas gedung 33.372 m2

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo memiliki luas gedung 33.372 m2 dengan

batas-batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Menuju ke Daya, terdapat kantor dan asrama kodam VII dan

jalan poros Makassar Pare-pare.

- Sebelah Timur : Terdapat Kantor Dinas Departemen Kesehatan Propinsi

Sulawesi Selatan.

- Sebelah Selatan : Terdapat tanah milik dan bangunan Lembaga Penelitian

Unhas yang diantarai DAM buatan.

- Sebelah Barat : Terdapat perkuliahan dan perkantoran Unhas.

Merujuk pada peraturan tesebut Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo akan

mengembangkan unggulan Pelayanan, Pendidikan, dan Penelitian di bidang Kegawat

Daruratan, Urologi, Kanker, Jantung, Lipid, dan Endokrin beserta pelayanan

penunjangnya.

4.9 Sejarah

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo didirikan pada tahun 1947 dengan

meminjam dua bangsal RS Jiwa yang telah berdiri sejak tahun 1925 sebagai bangsal

bedah dan penyakit dalam yang merupakan cikal bakal berdirinya RS Dadi.

45

Kemudian pada tahun 1957, pemerintah daerah tingkat I Sulawesi Selatan mendirikan

RSU Dadi di Lokasi RSU Jiwa sebagai Rumah sakit propinsi yang terletak di Jl.

Bantaeng no.34 (kini Jl. Lanto Dg. Pasewang).

Sejak tahun tersebut, baik RS Jiwa maupun RSU Dadi masing-masing

membangun gedung-gedung tanpa adanya satu perencanaan. Melihat kondisi

tersebut, Gubernur Propinsi Sulawesi Selatan ketika itu Prof. Dr. H. Akhmad

Amiruddin dan Menteri Kesehatan RI, Dr. H. Soewarjono Swoerjaningrat akhirnya

bersepakat memindahkan RSU Dadi ke Lokasi yang lebih strategis sebagai Rumah

Sakit Rujukan dan Rumah Sakit Pendidikan.

Pada tahun 1983 mulai dilaksanakan pembelian tanah di Tamalanrea tidak

jauh dari lokasi kampus Universitas Hasanuddin. Pembangunan gedung pertama pada

tahun 1988 yaitu gedung administrasi. Atas bantuan rektor Unhas yang

menghibahkan tanah Unhas seluas 8 Ha maka pada tahun 1990 pembangunan

gedung-gedung mulai dilaksanakan dengan kapasitas 2100 tempat tidur. Rumah sakit

ini mulai dioperasikan pada tahun 1993 dengan status Rumah Sakit Umum Pusat

(RSUP) kelas A sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI no.283/Menkes/SK/III/

1992, disebut RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, karena notabene Dr. Wahidin

Sudirohusodo masih memiliki hubungan emosional dengan cucu Karaeng Galesong.

Pada tahun 1994, RSUP ini dijadikan RS swadana sesuai Keputusan Menteri

Kesehatan No.999/Menkes/SK/X/1995 tertanggal 16 oktober 1995, Keputusan Dirjen

Pelayanan Medis No.0001311864 tentang petunjuk Teknis Penyusulan Penetapan dan

Tata Cara Pengelolaan Keuangan sebagai unit Swadana.

Seiring dengan perkembangan dan kemajuan ini, pada bulan Januari 1998 lalu

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo mendapat pengakuan akreditasi Rumah Sakit

Pusat, dan mulai 1 April tahun 1999 statusnya berubah dari lembaga swadaya

menjadi pengguna PNPB. Sejak bulan Januari 2002 status RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo di ubah menjadi PERJAN (Perusahaan Jawatan).

4.10 Visi, Misi, dan Motto RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

46

Visi dari RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yaitu “Menjadi Rumah Sakit

rujukan tertinggi di Kawasan Timur Indonesia yang mandiri, prima serta unggul

dalam teknologi, manajemen, dan sumber daya manusia”.

Misi dari RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yaitu:

a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna yang prima, professional, dan

terjangkau.

b. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian yang berkualitas yang mendukung

pelayanan paripurna.

c. Menyelenggarakan pelayanan rujukan medis dan kesehatan tertinggi di Kawasan

Timur Indonesia.

Yang menjadi motto rumah sakit ini adalah: “Dengan budaya SIPAKATAU

kami melayani dengan hati” yang berarti bahwa dalam memberikan pelayanan setiap

karyawan harus saling menghargai dan memperlakukan orang lain sebagaimana

dirinya sendiri ingin dihargai dan diperlakukan oleh orang lain.

4.11 Susunan Organisasi

Susunan Direksi Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo terdiri dari:

- Direktur Utama : Dr. drg. Nurshanty Andi Sapada, M.Kes

- Direktur Medik dan Keperawatan : Dr. Khalid Saleh, Sp.PD.

- Direktur SDM dan Pendidikan : Dr. Suriah Tjegge, MHA

- Direktur Keuangan : Dra. Andi Kalsum, P.Apt, M.Kes.

- Direktur Umum dan Operasional :

4.12 Sumber Daya

a. Tenaga

Jumlah tenaga yang tersedia di Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

sekarang ini sebesar 1.579 orang terinci sebagai berikut :

47

Tabel 5.1 Jenis Tenaga RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Berdasarkan

Status Kepegawaian

N

oKategori Utama Depkes

Dikbu

dPPDS Honor

Jumla

h

I

Tenaga Medis

Dokter Umum

Dokter Gigi

Dokter Ahli

80

22

7

51

115

-

-

115

303

-

-

303

-

-

-

-

498

22

7

469

II

Tenaga para medis

Paramedis perawatan

Paramedis non perawatan

721

511

210

-

-

-

-

-

-

79

49

27

797

560

237

III Non Medis 109 - - 175 284

Jumlah 910 115 303 251 1597

Sumber : Data RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar

b. Potensi Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo saat ini:

Jenis Pelayanan yang dapat diberikan adalah kemampuan pelayanan sub

spesialistik yang meliputi:

1. Pelayanan sub spesialistik Bedah

2. Pelayanan sub spesialistik Penyakit Dalam

3. Pelayanan sub spesialistik Kesehatan Anak

4. Pelayanan sub spesialistik Telinga, Hidung, dan Tenggorokan

5. Pelayanan sub spesialistik Mata

6. Pelayanan sub spesialistik Neurologi

7. Pelayanan sub spesialistik Kulit Kelamin

8. Pelayanan sub spesialistik Anastesi

9. Pelayanan sub spesialistik Radiologi

48

10. Pelayanan sub spesialistik Kardiologi

11. Pelayanan sub spesialistik Pulmonologi

c. Sarana dan Prasarana

1. Sarana

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo memiliki luas tanah 8,4 ha dengan

luas gedung 28416.8 m2 yang terdiri dari: kantor, rawat jalan, rawat

darurat, rawat inap (Lontara 1-4; Pavilium Palem, Sawit dan Pinang),

Cardiac Centre, Perawatan Intensif, Hemodialisa, Endoskopi dan

Bedah Pusat (COT), Rehabilitasi Medik, Tindakan Khusus

(Lithotripsy, Prostatron, Hyperbarik Chamber), Laboratorium,

Farmasi, Utility, Wisma, kamar jenasah, selasar, taman, halaman, jalan

dan tempat parker, transportasi dan alat komunikasi (ambulance 3

buah, mobil jenasah 3 buah, mobil dinas 10 buah, motor 3 buah,

telepon 25 satuan sambungan dan faximile 2 buah).

Fasilitas Tempat Tidur (TT):

Kapasitas tempat tidur 559 TT + 20 TT (bayi)

1. VIP A1, A2, A3, B1 34 TT

2. Kelas I 54 TT

3. Kelas II 176 TT + 11 TT (isolasi)

4. Kelas III 264 TT

5. Perawatan Intensif 20 TT

2. Prasarana

Listrik (PLN kapasitas 1.500.000 watt, diesel 1.000 KPA), sumber air

bersih (artesis, PDAM, sumur), tabung (gas medis, outlet O2 70 buah,

NO2 14 buah), vakum ekstra 78 buah, air resusitasi 42 buah, vakum

unit 1 buah 2 x 7,5 HP, kompressor O2 14 buah, sentral NO2 6 buah,

buler 2 unit 2 x 10,5 KW, air conditioner (central cheller terdiri dari 3

unit dengan kapasitas masing-masing 10 Kva, pump terdiri dari 3 unit,

window/split terdiri dari 120 unit), reservoir (tower, tanah, hydrant),

49

pengelolahan limbah (waste water treatment, incinerator, cerobong

asap uap), sistem keamanan (satpam) 10 orang, sistem pemadam

kebakaran (pail alarm, genset hydrant).

4.13 Program Unit Pelayanan Kardiovaskuler

Program unit pelayanan kardiovaskuler terdiri 3 program utama, yaitu :

a. Program pelayanan :

Pelayanan rutin di rumah sakit ( Rawat inap dan rawat jalan).

Referal yang dikoordinir oleh rumah sakit

Kerja sama dengan instansi atau pemerintah setempat

Bakti sosial

b. Program pendidikan :

Pelatihan terhadap paramedis dalam bidang kardiologi

Pelatihan bagi dokter umum dalam bidang kardiologi

Pendidikan untuk ahli Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Bimbingan / stase di bagian kardiologi bagi PPDS Ilmu Penyakit Dalam

Mengadakan seminar / simposium dalam bidang kardiologi

c. Program penelitian :

Berusaha melakukan penelitian dalam bidang kardiologi baik dilakukan

sendiri maupun pihak luar.2

4.14 CVCU

a. Pelayanan 24 jam.

b. Dokter yang bertugas :

50

- Dokter residen kardiologi / dokter residen interna stase kardiologi

- Dokter ahli penyakit jantung dan pembuluh darah : 08.00-16.00 WITA

setiap hari jaga.

- Dokter ahli penyakit jantung dan pembuluh darah yang mendapat tugas

jaga, bertugas on call selama 24 jam.2

5.5.1 Indikasi masuk CVCU

- Infark miokard akut

- Angina pektoris tidak stabil

- Syok kardiogenik

- Edema paru akut

- Gagal jantung berat

- Aritmia gawat darurat

- Tamponade jantung

- Hipertensi berat dengan komplikasi jantung

- Memerlukan monitor hemodinamik

- Observasi nyeri dada hanya bila sangat curiga berasal dari jantung

Setelah perawatan CVCU, selanjutnya ada 3 kemungkinan penderita

keluar dari CVCU :

- Dipindahkan ke ruangan perawatan interna untuk perawatan selanjutnya

- Pulang paksa

- Meninggal

Setelah penderita keluar rumah sakit, selanjutnya dapat kontrol ke poli

jantung untuk pengelolaannya lebih lanjut atau ke dokter yang mengirim.

51