dislipidemia dengan pjk

Upload: fiza-kamal

Post on 09-Oct-2015

49 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hubungan dislipidemia dan penyakit jantung koroner

TRANSCRIPT

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    1/23

    1

    PENDAHULUAN

    Penyakit jantung koroner ialah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena

    penyempitan arteri koronaria akibat proses arteroskelorosis atau spasme atau kombinasi

    keduanya. PJK merupakan sosok penyakit yang sangat menakutkan dan masih menjadi masalah

    dan salah satu penyebab kematian utama, tidak hanya di Negara maju namun juga di Negara

    berkembang termasuk Indonesia. Banyak faktor yang berperan sebagai faktor risiko terjadinya

    PJK antara lain faktor tradisional yang dapat dimodifikasi seperti dislipidemia, hipertensi,

    diabetes mellitus, merokok dan obesitas dan faktor risiko yang tida dapat diubah seperti genetic,

    usia, jenis kelamin. Selain itu juga faktor risiko baru antara lain inflamasi, homosistein, Lp-a dan

    hiperkoagulasi.1

    PEMBAHASAN

    Dislipidemia

    Definisi

    Dislipidemia adalah kelaianan metabolism lipid yang ditandai dengan peningkatan atau

    penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar

    kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL.

    Dislipidemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar kolesterol LDL dan

    trigliserida dalam darah yang disertai dengan penurunan kadar kolesterol HDL.

    Dislipidemia dalam proses terjadinya arterosklerosis semuanya memiliki peran penting

    yang penting dan sangat berkaitan dengan satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin

    dibahas sendiri-sendiri. Ketinganya dikenal sebagai triad lipid, yaitu :1,2

    a. Kolesterol total

    Banyak penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kadar kolesterol total darah

    dengan risiko penyakit jantung koroner sangat kuat, konsisten, dan tidak bergantung

    faktor resiko lain. Penelitian genetic, eksperimentl, epidemiologis, dan klinis

    menunjukkan dengan jelas bahwa peningkatan kadar kolesterol total mempunyai peran

    penting pada pathogenesis PJK.

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    2/23

    2

    b. Kolesterol HDL dan kolesterol LDL

    Bukti epidemiologis dan klinis menunjang hubungan negative antara kolesterol HDL

    dengan penyakit jantung koroner. Intervensi obat atau diet dapat meniakkan kadar

    kolesterol HDL dan dapat mengurangi PJK.

    c. Trigliserida

    Kadar trigliserida diantara 250-500 mg/dl dianggap berhubungan dengan penyakit

    jantung koroner apabila disertai adanya penurunan kada kolesterol HDL.

    Klasifikasi dislipidemia dan kadar lipid normal

    Klasifikasi dislipidemia dapat berdasarkan atas primer yang tidak jelas penyebabnya dan

    sekunder yang mempunyai penyakit dasar seperti pada sindrom nefrotik, diabetes mellitus,

    hipotiroidisme. Selain itu dislipidemia dapat juga dibagi berdasarkan profil lipid yang menonjol,

    seperti hiperkolesterolemi, hipertrigliseridemi, isolated low HDL-cholestrol, dan dislipidemi

    campuran. Untuk yang terakhir ini yang paling banyak ditemukan. Dilihat dari pemilihan obat

    penurun lipid mungkin klasifikasi yang terakhir yang lebih tepat.

    National Cholestrol Education Program Adult Panel III (NCEP-ATP III) telah membuat satu

    batasan yang dapat dipakai secara umum tanpa melihat faktor risiko koroner seseorang.

    3

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    3/23

    3

    Table 1. klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida menurut

    NCEP-ATP III 2001

    Kolesterol total

    < 200

    200239

    240

    Optimal

    Borderline

    Tinggi

    Kolesterol LDL

    < 100

    100129

    130159

    160189

    190

    Optimal

    Mendekati optimal

    Borderline

    Tinggi

    Sangat tinggi

    Kolesterol HDL

    < 40

    60

    Rendah

    Tinggi

    Trigliserid

    < 150

    150199

    200499 500

    Optimal

    Borderline

    TinggiSangat tinggi

    Penyakit jantung koroner

    Definisi

    Penyakit jantung koroner (PJK) atau penyakit jantung iskemik adalah penyakit

    jantung yang timbul akibat penyempitan pada arteri koronaria. Penyempitan tersebut dapat

    disebabkan antara lain aterosklerosis, berbagai jenis arteritis, emboli koronaria, dan spasme.

    Oleh karena aterosklerosis merupakan penyebab terbanyak (99%) maka pembahasan tentang

    PJK pada umumnya terbatas penyebab tersebut.2

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    4/23

    4

    Arterosklerosis pada dasarnya merupakan suatu kelainan yang terdiri atas

    pembentukan fibrolipid dalam bentuk plak-plak yang menonjol atau penebalan yang disebut

    ateroma yang terdapat didalam tunika intima dan pada bagian dalam tunika media. Proses ini

    dapat terjadi pada seluruh arteri, tetapi yang paling sering adalah pada left anterior

    descendent arteri coronaria,proximalarteri renalisdan bifurcatio carotis.3

    Angina pectoris stabil (stable angina pectoris) : sindrom klinik yang ditandai dengan rasa

    tidak enak di dada, rahang, bahu, punggung ataupun lengan, yang bisasnya dicetuskan

    oleh kerja fisik atau stress emosional dan keluhan ini dapat berkurang bila istirahat atau

    dengan obat nitrogliserin.

    Angina Prinzmetal : nyeri dada disebabkan spasme arteri kornaria, sering timbul pada

    waktu istirahat, tidak berkaitan dengan kegiatan jasmani dan kadang-kadang siklik (pada

    waktu sama tiap harinya).

    Sindrom koroner akut (acute coronary syndrome) : sindrom klinik yang mempunyai dasar

    patofisiologi yang sama yaitu adanya erosi, fisur , ataupun robeknya plak atheroma

    sehingga menyebabkan thrombosis intravascular yang menimbulkan ketidakseimbangan

    pasokan dan kebutuhan oksigen miokard. Yang termasuk dalam sindrom koroner akut

    adalah :

    - Angina pectoris tidak stabil (unstable angina pectoris) : ditandai dengan nyeri dadayang mendadak dan lebih berat, yang serangannya lebih lama (lebih dari 20 menit)

    dan lebih sering. Angina yang baru timbul (kurang dari satu bulan), angina yang

    timbu dalam satu bulan setelah serangan infark juga digolongkan dalam angina tidak

    stabil.

    - Infark miokard akut (acute miocard infarct) : nyeri angina pada infark jantung akut

    umumnya lebih berat dan lebih lama (30 menit atau lebih). Walau demikian infark

    jantung dapat terjadi tanpa nyeri dada (20-25%). AMI dapat dibagi menjadi non ST

    elevation miocard infarct dan ST elevation miocard infarct.

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    5/23

    5

    Epidemiologi

    Di USA setiap tahunnya 550000 orang meninggal karena penyakit ini. Di Eropa diperhitungkan

    20-40000 orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. Hasil survey yang dilakukan Departement

    Kesehatan RI menyatakan prevalensi PJK di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat.

    Bahkah, sekaranf dapat dipastikan , kecenderungan penyebab kematian di Indonesia bergesar

    dari penyakit infeksi ke penyakit kardiovaskular dan degenerative.1

    Faktor risiko

    Faktor risiko penyakit jantung koroner pada dislipidemia

    Langkah pertama untuk pencegahan penyakit arteri koroner ialah menentukan seberapa

    banyak faktor risiko yang dimiliki seseorang untuk menentukan sasaran kadar kolesterol LDL

    yang akan dicapai. NCEP-ATP III telah menetapkan faktor risiko selain kolesterol LDL yang

    digunakan untuk menentukan sasaran akdar kolesterol LDL yang diinginkan pada orang dewasa

    > 20 tahun.

    NCEP-ATP III menggunakan Framingham risk score (FRS) untuk menghitung besarnya

    risiko penyakit jantung koroner pada pasien dengan 2 faktor risiko. Penjumlahan skor pada

    FRS akan menghasilkan angka presentase risiko PJK dalam 10 tahun.

    Ekuivalen risiko PJK mengandung risiko kejadian koroner mayor yang sebanding dengan

    kejadian PJK, yakni > 20% dalam 10 tahun, terdiri dari :3,4

    a. Bentuk klinis lain dari arterosklerosis : penyakit arteri perifer, aneurisma aorta

    abdominalis, penyakit arteri karotis yang simptomatis.

    b. Diabetes

    c. Faktor risiko multiple yang mempunyai risiko PJK dalam 10 tahun > 20%

    Table 2. faktor risiko yang menentukan sasaran kolesterol yang ingin dicapai.

    Faktor risiko positif

    Umur pria 45 tahun dan wanita 55 tahun

    Riwayat keluarga PAK dini yaitu ayah usia < 55 tahun dan ibu < 65 tahun

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    6/23

    6

    Kebiasaan merokok

    Hipertensi ( 140/90 mmHg atau sedang mendapat obat anthipertensi)

    Kolesterol HDL rendah (< 40 mg/dL)

    Faktor risiko negative

    Kolesterol HDL tinggi : mengurangi 1 faktor risiko dari perhitungan total.

    Peningkatan kadar trigliserida juga merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya PJK.

    Faktor yang mempengaruhi tingginya trigliserida.

    Table 3. Faktor risiko meningkatnya trigliserida.

    Obesitas, berat badan lebih

    Inaktivitas fisik

    Merokok

    Asupan alcohol berlebihan

    Diet tinggi karbohidrat (>60% energi)

    Penyakit DM tipe 2, gagal ginjal kronik, syndrome nefrotik

    Obat : kortikosteroid, estrogen, retinoid, penghambat adrenergic-beta dosis tinggi

    Kelaianan genetic (riwayat keluarga)

    Tiga kelompok risiko penyakit arteri koroner

    Bersarakan banyaknya faktor risiko di atas yang ditemukan pada seorang pasien, maka NCEP-

    ATP III membagi 3 kelompok risiko penyakit arteri koroner yaitu mereka yang berisiko tinggi,

    sedang dan rendah. Berbeda dengan NCEP-ATP II, mereka yang tergolong dalam risiko tinggi

    dimasukkan juga kelompok yang disamakan dengan penyakit arteri koroner yaitu diabetes

    mellitus, mereka dengan risiko multiple yang diperkirakan dalam 10 tahun mempunyai risiko

    PAK > 20%.3

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    7/23

    7

    Table 4. faktor risiko penyakit jantung koroner.

    Faktor risiko yang tidak dapat dirubah Usia

    Jenis kelamin

    Riwayat keluarga

    Etnis

    Faktor risiko yang dapat dirubah Merokok

    Hipertensi

    Dislipidemia

    Diabetes mellitus

    Obsetias dan sindrom metabolic

    Stress

    Diet lemak yang tinggo kalori

    Inaktifitas fisik

    Faktor risiko baru Inflamasi

    Fibrinogen

    Homosistein

    Stress oksidatif

    Table 5. tiga kategori risiko yang menentukan sasaran kolesterol LDL yang ingin dicapai.

    Kategori risiko Sasaran kolesterol LDL (mg/dL)

    Risiko tinggi

    a) Mempunyai riwayat PAK

    b) Mereka yang disamakan dengan PAK

    - Diabetes mellitus

    - Bentuk lain penyakit arterosklerotik

    yaitu stoke, penyakit arteri perifer,

    aneurisma aorta abdominalis

    - Faktor risiko multiple (> 2 risiko)

    yang diperkirakan dalam kurun

    waktu 10 tahun mempunyai risiko

    < 100

    < 130

    < 160

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    8/23

    8

    PAK > 20%

    Risiko multiple ( 2 faktor risiko)

    Risiko rendah (01 faktor risiko)

    Pathogenesis

    1. Pembentukan Aterosklerosis

    Ada beberapa hopotesis yang menerangkan tentang proses terbentuknya

    aterosklerosis, seperti monoclonal hypothesis, lipogenic hypothesis dan response to

    injure hypothesis. Namun yang banyak diperbincangkan adalah mengenai empat stage

    respon to injure hypothesissebagai berikut:3-5

    a. Stage A: Endothelial injure

    Endotelial yang intak dan licin berfungsi sebagai barrier yang menjamin aliran

    darah koroner lancar. Faktor resiko yang dimiliki pasien akan memudahkan

    masuknya lipoprotein densitas rendah yang teroksidasi maupun makrofag ke dalam

    dinding arteri. Interaksi antara endotelial injure dengan platelet, monosit dan jaringan

    ikat (collagen), menyebabkan terjadinya penempelan platelet (platelet adherence)

    dan agregasi trombosit (trombosit agregation).

    Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami kerusakan

    oleh adanya faktor risiko antara lain : faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat-zat

    vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel darah, asap rokok, diet aterogenik,

    peningkatan kadar gula darah, dan oksidasi dari kolesterol LDL.

    b.Stage B: Fatty Streak Formation

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    9/23

    9

    Gambar 1. Pembentukan formasi lapisan lemak dalam ruang subendotel

    c. Stage C: Fibrosis Plaque Formation

    Formasi plak fibrosis terdiri atas inti atau central cholesterol dan tutup jaringan ikat

    (cap fibrous). Formasi ini memberikan dua gambaran tipe yaitu:

    1) Stable fibrous plaquedan

    2) Unstable fibrous plaque

    Gambar 2. Formasi plak fibrous yang terdiri atas tutup dan inti

    d.Stage D: Unstable Plaque Formation

    Formasi ini akan membentuk plak yang mudah ruptur (vulnarable plaque), sehingga

    menyebabkan terbentuknya trombus dan oklusi pada arteri.

    Gambar 3.Timeline dari Aterosklerosis

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    10/23

    10

    2. Patofisiologi Terjadinya Infark Miokard5

    Bagan 1. Patofisiologi infark miokard

    Manifetasi klinis

    Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrosternal, dan perikordial.

    Nyeri seperti ditekan, ditindih benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan

    dipelintir. Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula, dan

    dapat juga ke lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat, atau

    tidak. Nyeri dicetuskan oleh latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Dapat

    disertai gejala mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, dan lemas.4

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    11/23

    11

    Diagnosis

    Langkah pertama dalam pengelolaan PJK ialah penetapan diagnosis pasti.

    Diagnosis yang tepat amat penting, karena bila diagnosis PJK telah dibuat di dalamnya

    terkandung pengertian bahwa penderitanya mempunyai kemungkinan akan dapat mengalami

    infark atau kematian mendadak. Diagnosis yang salah selalu mempunyai konsekuensi buruk

    terhadap kualitas hidup penderita. Pada orang-orang muda, pembatasan kegiatan jasmani

    yang tidak pada tempatnya mungkin akan dinasihatkan. Selain itu kesempatan mereka untuk

    mendapat pekerjaan mungkin akan berkurang. Bila hal ini terjadi pada orang-orang tua,

    maka mereka mungkin harus mengalami pensiun yang terlalu dini, harus berulang kali di

    rawat di rumah sakit atau harus makan obat-obatan yang potensial toksin untuk jangka

    waktu lama.

    Tabel 4 memperlihatkan cara-cara diagnostik PJK yang terpenting, baik yang saat

    ini ada atau yang di masa yang akan datang potensial akan mempunyai peranan besar.

    Dokter harus memilih pemeriksaan apa saja yang perlu dilakukan terhadap penderita untuk

    mencapai ketepatan diagnostik yang maksimal dengan resiko dan biaya yang seminimal

    mungkin.4-6

    Table 6. Cara-cara Diagnostik Penyakit Jantung Koroner

    No Diagnostik Penyakit Jantung Koroner

    1 Anamnesis: Nyeri dada iskemik, identifikasi faktor pencetus dan atau faktor

    resiko. Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut:

    a. Lokasi: substermal, retrostermal dan prekordial.

    b. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,

    seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.

    c. Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula,

    dan dapat juga ke lengan kanan.

    d.Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.

    e. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan

    f. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin.

    g. Hati-hati pada pasien diabetes mellitus, kerap pasien tidak mengeluh nyeri

    dada akibat neuropati diabetik.

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    12/23

    12

    Berikut perbedaan nyeri dada jantung dan non-jantung

    Pada UAPCrescendo angina, Angina Pektoris StabilDecrescendo

    Angina pada wanita dan pria:

    a. Wanita: Paling sering angina (terkadang pasien hanya bilang sesak padahal

    maksudnya nyeri dada)

    b.Pria: Paling sering langsung miocard infarkbanyak yang sudden death

    2 Pemeriksaan Fisik

    Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus

    dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari PJK. Hipertensi tak terkontrol,

    takikardi, anemis, tirotoksikosis, stenosis aorta berat (bising sistolik), dan

    kondisi lain, seperti penyakit paru. Dapat juga ditemukan retinopati

    hipertensi/diabetik.

    Keadaan disfungsi ventrikel kiri/tanda-tanda gagal jantung (hipotensi, murmurdan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau

    penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan

    juga penderita penyakit jantung koroner (PJK).

    3 Laboratorium: leukositosis/normal, anemia, gula darah tinggi/normal,

    dislipidemia, SGOT meningkat, jika cek enzim jantung maka meningkat

    Enzim Jantung Penanda Infark Miokardium (Gambar 8)

    Enzim Meningkat Puncak Normal

    CK-MB 6 jam 24 jam 36-48 jam

    GOT 6-8 jam 36-48 jam 48-96 jam

    LDH 24 jam 48-72 jam 7-10 hari

    Troponin T

    Troponin I

    3 jam

    3 jam

    12-24 jam

    12-24 jam

    7-10 hari

    7-14 hari

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    13/23

    13

    4 Foto Dada: Kardiomegali, aortosklerosis, edema paru

    5 Pemeriksaan Jantung Non-invasif

    a. EKG

    Akut Koroner Sindrom:

    - STEMIST elevasi > 2mm minimal pada 2 sandapan prekordial yang

    berdampingan atau > 1mm pada 2 sandapan ekstremitas, LBBB baru

    atau diduga baru; ada evolusi EKG

    - NSTEMI Normal, ST depresi > 0,05mV, T inverted simetris; ada

    evolusi EKG

    - UAPNormal atau transient

    Angina Pektoris Stabiliskemia, dapat kembali normal waktu nyeri hilang.

    ST depresi ST elevasi Q patologis

    T inverted simetris AMI

    OMI

    b.Uji Latihan Jasmani (Treadmill)

    c. Uji Latihan Jasmani Kombinasi Pencitraan:- Uji Latih Jasmani Ekokardiografi (Stress Eko)

    - Uji Latih Jasmani Scintigrafi Perfusi Miokard

    - Uji Latih Jasmani Farmakologik Kombinasi TeknikImaging

    d.Ekokardiografi Istirahat

    e. Monitoring EKG Ambulatoar

    f. Teknik Non-invasif Penentuan Klasifikasi Koroner dan Anatomi Koroner:

    - Computed Tomografi

    - Magnetic Resonance Arteriography

    6 Pemeriksaan Invasif Menentukan Anatomi Koroner

    - Arteriografi Koroner

    - Ultrasound Intra Vaskular (IVUS)

    Iskemia Injury Infark

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    14/23

    14

    Gambar 4. Peningkatan Enzim Jantung (Cardiac Marker) pada Infark Miokard

    Setiap pasien dengan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis yang teliti, penentuan

    faktor resiko, pemeriksaan jasmani dan EKG. Pada pasien dengan gejala angina pektoris

    ringan cukup dilakukan pemeriksaan non-invasif. Bila pasien dengan keluhan yang berat dankemungkinan diperlukan tindakan revaskularisasi, maka tindakan angiografi sudah

    merupakan indikasi.

    Pada keadaan yang meragukan apat dilakukan treadmill test. Treadmill test lebih

    sensitif dan spesifik dibandingkan dengan EKG istirahat dan merupakan test pilihan untuk

    mendeteksi pasien dengan kemungkinan angina pektoris dan pemeriksaannya yang mudah

    dan biayanya terjangkau. Pada pasien PJK, iskemia miokard direfleksikan dengan depresi

    segmen ST, yang sering terlihat pada lead dengan gelombang R tertinggi (biasanya V5).

    Pemeriksaan alternatif lain yang dapat dilakukan adalah ekokardiografi dan teknik

    non-invasif penentuan kalsifikasi koroner dan anatomi koroner, Computed Tomography,

    Magnetic Resonance Arteriography, dengan sensitifitas dan spesifitas yang lebih tinggi. Di

    samping itu tes ini juga cocok untuk pasien yang tidak dapat melakukan exercise, di mana

    dapat dilakukan uji latih dengan menggunakan obat dipyridamole atau dobutamine.6

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    15/23

    15

    Penatalaksanaan

    Tujuan pengobatan

    Memperbaiki prognosis dengan cara mencegah infark miokard dan kematian. Upaya

    yang dilakukan adalah bagaimana mengurangi terjadinya trombotik akut dan disfungsi ventrikel

    kiri. Tujuan ini dapat dicapai dengan modifikasi gaya hidup atau intervensi farmakologik yang

    akan (i) mengurang progresif plak, (ii) menstabilkan plak, dengan mengurangi inflamasi dan

    memperbaiki fungsi endotel dan akhirnya (iii) mencegah thrombosis bila terjadi disfungsi

    endotel atau pecahnya plak. Obat yang digunakan : obat antitrombotik : aspirin dosis rendah,

    antagonis reseptor ADP (thienopyridin) atau clopidogrel dan ticlopidine, obat penurun kolesterol

    (statin), ACE-inhibitors, beta-blocker, calcium channel blockers. Selain itu juga bertujuan untuk

    memperbaiki symptom dan iskemi dengan menggunakan obat nitrat kerja jangka pendek dan

    jangka panjang, beta blockers dan CCB.6

    Tatalaksana umum

    Kepada pasien yang menderita PJK maupun keluarga, perlu diterangkan tentang

    perjalanan penyakit, pilihan obat yang tersedia. Pasien perlu diyakinkan bahwa kebanyakan

    kasus angina dapat mengalami perbaikan dengan pengobatan dan modifikasi gaa hidup sehingga

    kualitas hidup lebih baik. Kelainan penyerta seperti hipertesi, diabetes, dislipidemia dan lain-lainperlu ditangani secara baik.

    Cara pengobatan PJK yaitu (i) terapi non farmakologis, (ii) terapi farmakologis dan (iii)

    revaskularisasi miokard. Perlu diingat bahwa tidak satu pun cra di atas sifatnya menyembuhkan.

    Dengan kata lain tetap diperlukan modifikasi gaya hidup dan mengatasi faktor penyebab agar

    progresi penyakit dapat dihambat.5

    Terapi non farmakologis untuk PJK5

    Tirah baring di ruang rawat intensif jantung (CVCU)

    Pasang infuse intravena dengan NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%

    Oksigenasi dimulai dengan 2 liter/menit 2-3 jam, dilanjutkan bila saturasi oksigen arteri

    rendah (

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    16/23

    16

    Diet : puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cair. Selanjutnya diet jantung

    Pasang monitor EKG secara kontinu

    Terapi non farmakologik untuk dislipidemia3

    Penatalaksanaan non-farmakologik dikenal juga dengan nama perubahan gaya hidup,

    meliputi terapi nutrisi medis, aktivitas medis, serta beberapa upaya lain seperti hentikan

    merokok, menurunkan berat badan bagi mereka yang gemuk, dan mengurangi asupan alcohol.

    Terapi nutrisi medis

    Selalu merupakan tahap awal penetalaksanaan seseorang dengan dislipidemia, oleh karena itu

    disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli gizi. Pada dasarnya adlah pembatasan jumlah kalori

    dan jumlah lemak. Pasien dengan kadar kolesterol LDL atau kolesterol total tinggi dianjurkan

    untuk mengurangi asupan lemak jenuh, dengan meningkatkan asupan lemak tidak jenuh rantai

    tunggai dan ganda (MUFA dan PUFA). Pada pasien dengan kadar trigliserida yang tinggi perlu

    dikurangi asupan karbohidrat, alcohol dan lemak.

    Table 7. Komposisi makanan untuk hiperkolesterolemia

    Makanan Asupan yang dianjurkan

    Total lemak- lemak jenuh

    - lemak PUFA

    - lemak MUFA

    20-25% dari kalori total< 7% dari kalori total

    Sampai 10% dari kalori total

    Sampai 10% dari kalori total

    Karbohidrat 60% dari kalori total (terutama karbohidrat

    kompleks)

    Serat 30 gr per hari

    Protein Sekitar 15% dari kalori total

    Kolesterol < 200 mg / hari

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    17/23

    17

    Aktivitas fisik

    Pada prinsipnya pasien dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas fisik sesuai dengan

    kondisi dan kemampuannya. Semua jenis aktivitas fisik bermanfaat, seperti jalan kaki, naik

    sepeda, berenang dan lain-lain. Penting sekali agar jenis olahraga disesuaikan dengan

    kemampuan dan kesenangan pasien, selain itu agar berlangsung terus menerus.

    Pengobatan farmakologik3,5,6

    Atasi nyeri

    a. Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi, nitrat dikontraindikasikan bila

    tekanan sistolik < 90 mmHg, bradikardi (100 kali/menit).

    Nitrat memiliki efek venodilator sehingga preload miokard dan volume akhir bilik kiri

    dapat menurun sehingga dengan demikian konsumsi oksigen miokard juga akan

    menurun. Nitrat melebarkan oembuluh darah normal dan yang mengalami

    arterosklerotik, menaikkan aliran darah kolateral, dan menghambat agregasi trombosit.

    Bila serangan angina tidak respons denga nitrat jangka pendek, maka harus diwaspadi

    adanya infrk miokard, efek samping obat adalah sakit kepala, flushing.

    b. Morfin 2-4 mg intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau petidin

    25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.

    Antitombotik

    a. Aspirin : Aspirin jelas terbukti masih merupakan obat utama untuk pencegahan

    thrombosis. Meta-analisis menunjukkan bahwa dosis 75-150 mg sama efektivitasnya

    dibandingkan dengan dosis yang lebih besar. Karena itu aspirin disarankan diberi pada

    semua pasien PJK kecuali bila itemui kontraindikasi. Selain itu aspirin juga disarankan

    diberi jangka lama namun perlu diperhatikan efek samping iritasi gastrointestinal dan

    perdarahan, dan alergi. Cardioaspirin memberikan efek samping yang lebih minimal

    dibandingkan aspirin lainnya.

    b. Thienopyridine clopidogrel dan ticlodipine : obat ini merupakan antagonis ADP dan

    menghambat agregasi trombosit. Clopidogrel lebih diindikasikan pada penderita dengan

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    18/23

    18

    resistensi atau intoleransi terhadap aspirin dan clopidogrel harus diberikan pada pasien

    PCI dengan pemasangan stent, lebih 1 bulan untuk bare metal stent, lenih 3 bulan untuk

    sirolimus eluting stent, dan lebih 6 bulan untuk paclitaxel-eluting stent.

    Trombolitik

    a. Menggunakan streptokinase 1,5 juta U dalam 1 jam atau activator plasminogen jaringan

    (t-PA) bolus 15 mg, dilanjutkan dengan 0,75 mg/kgBB (maksimal 50 mg) dalam jam

    pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 35 mg) dalam 60 menit jika elevasi segmen ST >

    0,1 mV pada dua taua lebih sadapan prekordial berdampingan, waktu mulai nyeri dada

    sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun. Blok cabang (BBB) dan anamnesis dicurigai

    infark miokard akut.

    Antikoagulan

    a. Heparin direkomendasikan untuk pasien yang menjalani revaskularisasi perkutan atau

    bedah, pasien dengan risiko tingginterjasi emboli sistemik seperti infark miokard anterior

    atau luas, fibrilasi atrial, riwayat emboli, atau diketahui ada thrombus ventrikel kiri yang

    tidak ada kontraindikasi heparin. Heparin diberikan dengan target aPTT 1,52 kali

    kontrol. Pada angina pectoris tidak stabil heparin 5000 unit bolus intravena, dilanjutkan

    dengan drip 1000 unit/jam sampai angina terkontrol dengan menyesuaikan aPTT 1,52

    kali kontrol.

    Pada infark miokard anterior transmural luas, antikoagulan diberikan sampai pulang

    rawat. Pada penderita dengan thrombus ventricular atau dengan diskines yang luas di

    daerah apeks ventrikel kiri, antikoagulan oral diberikan secara tupang tindih dengan

    heparin sejak beberapa hari sebelum heparin dihentikan. Antikoagulan oral diberikan

    sekurang-kurangnya 3 bulan dengan menyesuaikan nilar INR (23).

    Obat penurun kolesterol

    a. Pengobatan dengan statin digunakan untuk mengurangi risiko baik pada prevensi primer

    maupun prevensi sekunder. Berbagai studi telah membuktikan bahwa statin dapat

    menurunkan komplikasi sevesar 39% (heart Protection Study), ASCOTT-LLA

    atrovastatin untuk prevensi primer PJK pada pasca-hipertensi. Statin selain sebagai

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    19/23

    19

    penurun kolesterol, juga merupakanmekanisme lain (pleiotropic effect) yang dpat

    berperan sebagai anti inflamasi, anti trombotik dan lain-lain. Pemberian atrovastatin 40

    mg satu minggu sebelum PCI dapat mengurangi kerusakan miokard akibat tindakan.

    Target penurunan LDL adalah < 100 mg/dl dan pada pasien risiko tinggi, DM, penderita

    PJK dinjurkan menurunkan LDL < 70 mg/dl.

    ACE-inhibitor / ARB

    a. Peranan ACE-I sebagai kardioproteksi untuk prevensi sekunder pada psien dengan PJK

    telah dibuktikan dari berbagai studi. Bila terdapat intoleransi terhadapa ACE-I, dapat

    diganti dengan ARB.

    Beta blocker

    a. Beta blocker menghambat efek katekolamin pada sirkulasi dan reseptor -1 yang dapat

    menyebabkan penuruna konsumsi oksigen miokard. Pemberian penyekat dilakukan

    dengan target denyut jantung 50-60 per menit. Kontraindikasi terpenting pemberian

    penyekat adalah riwayat asma bronchial, serta disfugsi bilik kiri akut.

    Calcium channel blocker

    a. Mempunyai efek vasodilatasi. Antagonis kalium dapat mengurangi keluhan pada pasien

    yang telah mendapat nitrat atau beta blocker, selain itu berguna pada pasien yang

    memunyai kontraindikasi penggunaan beta blocker. Antagonis kalisum tidak disarankan

    bila terdapat penurunanan fungsi bilik kiri atau gangguan konduksi atrioventrikel.

    Rekomendasi pengobatan untuk memperbaiki prognosis pasien dengan angina stabil menurut

    ESC 2006:

    1. Pemberian aspirin 75 mg per hari pada semua pasien tanpa kontraindikasi yang spesifik,

    misalnya perdarhan lambung yang aktif, alergi aspirin, riwayat intoleransi aspirin.

    2. Pengobatan statin untuk semua pasien dengan penyakit jantung koroner.

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    20/23

    20

    3. Pemberian ACE inhibitor pada pasien dengan indikasi pemberian ACE inhibitor, seperti

    hipertensi, disfugnsi ventrikel kiri, riwayat miokard infark dengan disfungsi ventrikel

    kiri, atau diabetes.

    4. Pemberian beta blocker sevara oral pada pasien gagal jantung atau yang pernah infark

    miokard.

    Revaskularisasi miokard

    Ada dua cara revaskularisasi tng telah terbukti baik pada OFK stabil yang disebabkan

    arterosklerotik koroner yaitu tindakan coronary artery bypass surgery (CABG) dan tindakan

    intervensi percutaneous coronary intervention (PCI).

    Akhir-akhir ini kedua cara tersebut mnegalami kemjuan yang pedat yaitu diperkenalkan

    tindakan , off pump surgeru dengan invasif minimal dan drug euting stent (DES).

    Tujuan revaskularisasi adalah meningkatkan survival ataupun mencegah infark ataupun

    untuk menghilangkan gejala. Tindakan mana yang dipilih, tergantung pada risiko dan keluhan

    pasien.

    Indikasi untuk revaskularisasi

    Secara umum, pasien yang memiliki indikasi untuk dilakukan arteriography koroner dan

    tindakan kateterisasi menunjukkan penyempitan arteri koroner adalah kandidat yang potensial

    untuk dilakukan tindakan revaskularisasi miokard. Selain itu, tindakan revaskularisasi dilakukan

    pada pasien, jika :

    a. Pengobatan tidak berhasil mengontrol adanya risiko miokard.

    b. Hasil uji non-invasif meninjukkan adanya risiko miokard.

    c. Dijumpai risiko tinggi untuk kejadian dan kematian.

    d. Pasien lebih memilih tindakan intervensi disbanding dengan oengobatan biasa dansepenuhnya mengerti akan risiko dari pengobatan yang diberikan kepada mereka.

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    21/23

    21

    Tindakan pembedahan CABG

    Tindakan pembedahan lebih baik jika dilakukan disbanding dengan pengobatan, pada keadaan :

    a. Stenosis yang signifikan (50%) di daerah left main.

    b. Stenosis yang signifikan ( 70 %) di daerah proximal pada 3 arteri koroner utama.

    c. Stenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner utama termasuk stenosis yang

    cukup tinggi tingkatnya pada daerah proksimal dari left snterior descending arteri

    koroner.

    Komplikasi

    Komplikasi tertinggi akut infark adalah aritmia, aritmia yang sering memberikan

    komplikasi adalah ventrikel vibrilasi. Ventrikel vibrilasi 95% meninggal sebelum sampai rumah

    sakit. Komplikasi lain meliputi disfungsi ventrikel kiri/gagal jantung dan hipotensi/syok

    kardiogenik.2

    Prognosis

    Prognosis pada penyakit jantung koroner tergantung dari beberapa hal yaitu:3,4

    1.Wilayah yang terkena oklusi

    2.Sirkulasi kolateral

    3.Durasi atau waktu oklusi

    4.Oklusi total atau parsial

    5.Kebutuhan oksigen miokard

    Berikut prognosis pada penyakit jantung koroner:

    1.25% meninggal sebelum sampai ke rumah sakit

    2.Total mortalitas 15-30%

    3.Mortalitas pada usia < 50 tahun 10-20%

    4.Mortalitas usia > 50 tahun sekitar 20%

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    22/23

    22

    PENUTUP

    Kesimpulan

    Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan

    karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme atau kombinasi

    keduanya. Faktor resiko meliputi dislipidemia, diabetes, merokok, hipertensi, keturunan,

    hemosistein.

    Aterosklerosis merupakan penyebab terbanyak (99%) PJK. Arterosklerosis pada dasarnya

    merupakan suatu kelainan yang terdiri atas pembentukan fibrolipid dalam bentuk plak-plak yang

    menonjol atau penebalan yang disebut ateroma yang terdapat didalam tunika intima dan pada

    bagian dalam tunika media.

    Aterosklerosis yang terbentuk dalam lumen arteri dapat bersifat sebagai plak yang

    vulnarable maupun plak stabil. Oleh karena itu penyakit jantung koroner memberikan dua

    manifestasi klinis penting yaitu akut koroner sindrom dan angina pektoris stabil. Akut Koroner

    Sindrom dapat sebagai STEMI maupun NSTEMI/UAP.

    Penyakit jantung koroner memberikan gejala berupa angina. Angina merupakan nyeri

    dada iskemik yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard

    dengan penyediannya (UAP; crecendo angina, angina stabil; decrecendo angina). Akut Koroner

    Sindrom dapat didiagnosis, 2 dari 3 hal berikut yaitu nyeri dada angina, perubahan EKG dan

    peningkatan enzim jantung.

  • 5/19/2018 dislipidemia dengan PJK

    23/23

    23

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Alim, Ahmad. (2008). Pocket ECG How to Learn ECG from Zero. Pengantar DR. H.

    Budi Yuli Setianto., Sp.PD (K), Sp.JP (K), FIHA. Penerbit Intan Cendikia

    2. Alwi, Idrus. (2006). Tatalaksana Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Buku Ajar

    Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam

    3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

    4. World Health Organization. (2006). Deaths from coronary heart disease. Diakses 13

    Desember 2010 dariwww.who.int/cardiovascular_diseases/cvd_14_deathHD.pdf

    5. Santoso, M dan Setiawan, T. (2005). Penyakit Jantung Koroner. Departemen Ilmu

    Penyakit Dalam UKRIDA Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 147

    6. Tanuwidjojo S, Rifqi S. (2003). Atherosklerosis from theory to clinical practice, Naskah

    lengkap cardiology-update. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

    http://www.who.int/cardiovascular_diseases/cvd_14_deathHD.pdfhttp://www.who.int/cardiovascular_diseases/cvd_14_deathHD.pdf