2. pembagian akhlak 3. dalil-dalil akhlak menurut...
TRANSCRIPT
M o d u l 2 : A k h l a k I s l a m | 103
KEGIATAN BELAJAR 1:
HAKIKAT AKHLAK ISLAM
Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Memahami dan menghayati makna akhlak dalam Islam, pembagianya serta
berbagai aspeknya, serta mengidentifikasi macam macam akhlak terpuji dan tercela.
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan
1. Memahami hakikat akhlak Islam dan posisi akhlak dalam Ajaran Islam.
2. Memahami pembagian akhlak dalam Islam beserta dalilnya.
3. Memahami pentingnya akhlak bagi umat Islam.
Pokok-Pokok Materi
1. Definisi Akhlak
2. Pembagian Akhlak
3. Dalil-dalil Akhlak menurut Islam
104 | P e n d a l a m a n M a t e r i A k i d a h A k h l a k
Uraian Materi
A. AKHLAK DALAM ISLAM
1. Definisi Akhlak
a. Definisi Akhlak Secara Umum
Perkataan akhlak secara etimologis, berasal dari bahasa Arab jama‘ dari bentuk
mufradnya khuluqun (خلق) yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah
laku,karakter atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan
perkataan‖Khalqun‖ (خلق) yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan
―Khaliq‖ ) (خالق) (yang berarti pencipta dan ―Makhluk‖ )مخلوق) yang berarti diciptakan.
Pola bentuk defenisi ―akhlak‖ diatas muncul sebagai mediator yang
menjembatani komunikasi antar Khaliq (pencipta) dengan makhluk (yang diciptakan)
secara timbal balik yang kemudian disebut sebagai hablum minallah. Dari produk
hablum minallah yang benar, biasanya lahirlah pola hubungan antar sesama manusia
yang disebut dengan hablum minannas (pola hubungan antar sesama makhluk).
Akhlak diartikan sebagai ilmu tentang kebiasaan. Arti ini mengikuti pendapat
dari para filusuf Yunani, namun definisi ini membatasi ruang lingkup ilmu akhlak yang
terbatas pada perbuatan manusia yang sesuai dengan kehendaknya yang menjadi
kebiasaan dan tradisi, padahal ilmu akhlak lebih luas daripada itu, di dalamnya juga
meliputi petunjuk yang benar untuk perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk serta
perintah untuk berpegang teguh pada tradisi dan kebiasaan yang benar. (mu‘ti et.al,
2001: 33)
Kedua, akhlak diartikan sebagai ilmu tentang manusia. Ini adalah pendapat
dari seorang penulis berkebangsaan Prancis. Berbeda dengan definisi pertama yang
membatasi ruang lingkup akhlak, maka definisi yang kedua ini justru lebih luas
cakupannya karena dalam definisi ini meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan
manusia dari berbagai macam ilmu dan pengetahuan mulai dari ilmu kedokteran, ilmu
jiwa, ilmu logika, sejarah dan segala macam ilmu yang berada di sekitar manusia (
Mu‘ti et.al, 2001:33-34)
Pendapat ketiga menjelaskan bahwa akhlak adalah ilmu tentang baik dan
buruk. Akhlak juga diartikan sebagai studi tentang wajib dan kewajiban. Pengertian ini
terlalu ringkas karena mengabaikan sisi yang terpenting dari aspek ilmu yaitu nilai-nilai
dari perbuatan manusia yang berubah nilai baik dan buruk. (Mu‘ti et.al, 2001:34)
M o d u l 2 : A k h l a k I s l a m | 105
Selanjutnya akhlak didefinisikan sebagai ilmu tentang keutamaan atau sifat-sifat
yang utama dan bagaimana cara agar manusia senantiasa menghiasi diri dengan
keutamaan tersebut, dan Ilmu yang membahas tentang keburukan-keburukan dan
bagaimana cara menjaga diri agar menjauhi dari perbuatan buruk tersebut. Ini adalah
pengertian menurut al-Bustani yang dalam definisinya itu membatasi pada bagaimana
manusia menghiasi diri dengan sifat-sifat utama serta menjauhkan diri dari sifat-sifat
buruk dan tercela serta menerangkan contoh-contoh metode untuk mencapai hal
tersebut. (Mu‘ti et.al, 2001:33-34)
Beberapa kalangan pengkaji etika maupun akhlak seperti Poeddjawiyatna
menklasifikasi beberapa ukuran baik dan buruk seperti teori hedonisme, utilitarisme,
vitalisme, sosialisme, religeosisme dan humanisme, dengan uraian sebagai berikut;
1) Hedonisme, yaitu sebuah aliran klasik dari Yunani yang menyatakan bahwa
ukuran tindakan kebaikan adalah done, yakni kenikmatan dan kepuasan rasa.
Tokoh utama pandangan ini adalah S. Freud.
2) Utilitarisme, yaitu aliran yang menyatakan bahwa yang baik adalah yang
berguna. Karena ini jika berbuatan itu dilakukan atas diri sendiri maka itu
disebut individual, dan jika terhadap kepentingan orang banyak disebut sosial.
3) Vatalisme, yaitu aliran yang berpandangan bahwa ukuran perbuatan baik itu
adalah kekuatan dan kekuasaan. Bahwa yang baik adalah mencermikan
kekuatan dalam hidup manusia.
4) Sosialisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa baik nya sesuatu ditentukan
oleh masyarakat. Jadi, masyarakatlah yang menentukan baik dan buruknya
tindakan seseorang bagi anggotanya.
5) Religiosisme, aliran yang mengatakan bahwa baik dan buruk itu adalah sesuai
dengan kehendak Tuhan. Lantas, manakah yang menjadi kehendak Tuhan itu?,
ini adalah tugas para theolog dalam memberikan gambaran.
6) Humanisme, yaitu aliran yang berpandangan bahwa baik dan buruknya sesuatu
itu adalah sesuai dengan kodrat manusia itu sendiri, atau kemanusiaannya.
Dari sejumlah aliran dalam mengukur baik buruknya sesuatu di atas, bagi Islam
tentu saja memiliki sikap tersendiri. Islam berpandangan bahwa baik dan buruk itu
adalah sesuai dengan kehendak Allah. Meski demikian, tidak mudah menjawabnya, jika
muncul pertanyaan yang manakah yang dikehendaki Tuhan?. Sebagai antaran awal,
106 | P e n d a l a m a n M a t e r i A k i d a h A k h l a k
guna menjawab pertanyaan ini, bahwa kehendak Tuhan tentu saja adalah apa-apa yang
difirmankan di dalam al-Qur‘an dan ajaran praktis para utusan-utusan-Nya, khususnya
terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Lebih dari itu, pemahaman
tentang kebaikan dan keburukan, atau yang dikehendaki oleh Allah dan yang tidak
dikehendaki-Nya dapat pula diperole melalui akal, jiwa dan hati yang jernih.
b. Definisi Akhlak Secara Istilah
Akhlak yang berasal dari kata khuluq secara hahasa menurut ibnu mundzir:
berarti Ad-diin wa at-tab‟u, wa sajiyah. Sementara Azhari mengatakan At-tabi‟atu dan
kholiqotu serta saliqotu mempunyai makna yang sama.
Sedang menurut istilah ada beberapa definisi tentang akhlak. Pertama, adalah
kemampuan yang menimbulkan pekerjaan-pekerjaan dengan mudah tanpa harus berfikir
dan terbebani (al-abd, Nd)
Definisi kedua akhlak adalah kumpulan dari makna-makna dan sifat-sifat yang
bersemayam di dalam jiwa yang darinya perbuatan seseorang menjadi baik atau buruk
(al-Kharaiti, 14).
Definisi yang ketiga akhlaq adalah perumpamaan dari kondisi jiwa yang bersih
yang memunculkan perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan pikiran.
Jika keadaan jiwa itu menimbulkan perbuatan yang baik baik secara akal maupun
syariat dengan mudah maka akhlak itu disebut dengan akhlak yang baik, dan jika yang
muncul adalah perbuatan yang jelek maka disebut dengan akhlak yang buruk.
Akhlak juga diartikan sebagai perilaku manusia sebagaimana mestinya sesuai
dengan teladan yang baik sehingga akal manusia condong untuk mengikutinya bukan
sebagai tujuan tetapi karena itu wajib.
Kemudian komentar dari Ibnu Athir dalam bukunya Annihayah menerangkan:
“Hakikat makna khuluq itu adalah gambaran batin manusia (yaitu jiwa dan sifat-
sifatnya), sedang khalqun merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna
kulit, tinggi rendah tubuhnya, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan sikap
dan perbuatan hamba)”.
Identik dengan pendapat Ibnu Athir ini, adalah Imam Al-Ghazali yang
menyatakan.bahwa:
“Bilamana orang mengatakan si A itu baik khalqunya dan khuluqnya, berarti si A
baik sifa-sifat lahirnya dan sifat-sifat batinnya.
M o d u l 2 : A k h l a k I s l a m | 107
Jadi, berdasarkan sudut pandang kebahasaan, defenisi akhlak dalam pengertian
sehari-hari disamakan dengan ―budi pekerti‖, kesusilaan, sopan santun, tata karma dan
karakter (versi bahasa Indonesia) sedang dalam Bahasa Inggrisnya disamakan dengan
istilah moral atau etic.
Begitupun dalam bahasa Yunani istilah ―akhlak‖ dipergunakan istilah ethos atau
ethikos atau etika (tanpa memakai huruf H) yang mengandung arti ―Etika adalah Bahasa
Indonesia untuk menakai akal budi dan daya pikirnya dalam memecahkan masalah
bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik‖. Dan etika itu adalah sebuah ilmu
bukan sebuah ajaran. Dalam sebuah kitab yang ditulis oleh Abd. Hamid Yunus
dinyatakan:
االذالق ه صفاث الاوسان الاداتةArtinya: “Akhlak ialah segala sifat manusia yang terdidik”
Memahami ungkapan tersebut bisa dimengerti sifat/potensi yang dibawa setiap
manusia sejak lahir: artinya, potensi tersebut sangat bergantung dari cara pembinaan,
latihan/pembiasaan dan pembentukannya. Apabila pengaruhnya posotif, outputnya
adalah akhlak mulia; sebaiknya apabila pembinaaannya negatif, yang terbentuk adalah
akhlak mazmumah (tercela). Lingkungan keluarga, masyarakat dan situasi negara sangat
mempengruhi akhlah seseorang sebagai individu dan warga negara, karena secara
potensial dan aktual Allah telah membentangkan jalan yang benar dan jalan yang salah.
Firman Allah surat Al-Syam: 8
Artinya: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kepasikan dan
ketakwaannya”.
Berikut ini dikemukakan defenisi ‗akhlak‖ menurut beberapa pakar sebagai
berikut:
1) Ibn Miskawaih
ة حال نويفس داؾة ما بل بفـاما من كري فكص ورو
Artinya: “Keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-
perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dulu)
2) Iman Al-Ghazali
ة اخلوق ؾحارت ؾن ئة ىف اميفس راخسة ؾنا ثصسر الفـال ثسول وس من كري حاجة ال فكص ورو
108 | P e n d a l a m a n M a t e r i A k i d a h A k h l a k
Artinya: “Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan
pertimbanganpikiran (lebih dulu).
3) Ahmad Amin
ؾصف تـضم اخلوق ابه ؿادت الرادت ـن بن الرادت اذا اؾخادث شئا فـائسهتا ه املسامت ابخلوق
Artinya: “Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah
kehendak yang dibiasakan( karakter). Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu,
kebiasaan itu dinamakan akhlak”.
Menurut Ahmad Amin, kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan
manusia setelah bimbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang- ulang
sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini
mempunyai kekuatan, dan gabungan dari dua kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang
lebih besar. Kekuatan yang besar inilah yang bernama akhlak.
Akhlak darmawan umpamanya, semula timbul dari keinginan berderma atau
tidak. Dari kebimbangan ini tentu pada akhirnya timbul, umpamanya, ketentuan
memberi derma. Ketentuan ini adalah kehendak, dan kehendak ini bila dibiasakan akan
menjadi akhlak, yaitu akhlak dermawan.
Betapapun semua definisi akhlak diatas berbeda kata-katanya, tetapi sebenarnya
tidak berjauhan maksudnya, bahkan artinya berdekatan satu dengan yang lain. Sehingga
Prof. K.H. Farid Ma‘ruf membuat kesimpulan tentang definisi akhlak ini sebagai
berikut:
“Kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena
kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu”.
Dalam pengertian yang hampir sama dengan kesimpulan di atas, Dr. M.
Abdullah Darroz, mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:
“Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan
kehendak yang berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang
benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pilihan yang jahat (dalam hal akhlak
yang jahat)”.
Selanjutnya menurut Abdullah Darroz, bahwa perbuatan-perbuatan manusia
dapat dianggap sebagai menifestasi dari akhlaknya, apabila memenuhi dua syarat, yaitu:
1) Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama
sehingga menjadi kebiasaan,
M o d u l 2 : A k h l a k I s l a m | 109
2) Perbuatan-perbuatan ini dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya,
bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar, seperti paksaan
dari orang lain yang menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-
harapan yang indah-indah, dan lain sebagainya.
Sesungguhnya akhlak mempunyai peran yang penting dalam perilaku manusia
dan apa yang dimunculkannya. Perilaku manusia sesuai dengan apa yang bersemayam
di dasar jiwanya dari nilai-nilai dan sifat-sifat. Oleh karena itu, perbuatan-perbuatan
manusia selalu berhubungan dengan jiwanya, artinya adalah bahwa baiknya perbuatan
seseorang itu dikarenakan karena baiknya akhlak orang tersebut.
Oleh karena itu metode yang paling tepat untuk memperbaiki perilaku manusia
adalah dengan memperbaiki jiwa-jiwa dan mensucikannya serta menanamkan akhlak
akhlak yang utama, bahkan agama Islam sudah menjelaskan bahwa perubahan keadaan
seseorang itu mengikuti perubahan jiwanya Allah berkata dalam Surat Ar Radu ayat 11
Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-
kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
Akhlak yang terpuji merupakan kebutuhan primer dari suatu masyarakat.
Sejarah telah menunjukkan bahwa bangsa yang kuat dan maju adalah bangsa yang
memiliki akhlak yang baik.
2. Dasar Ilmu Akhlak
Akhlak sebagaimana hal-hal lainnya memiliki dasar-dasar. Adapun dasar dari
akhlak di dalam aqidah Islamiyah adalah:
110 | P e n d a l a m a n M a t e r i A k i d a h A k h l a k
Pertama: Dasar I‟tiqadi
Dasar I‟tiqadi ini meliputi tiga hal:
a. Iman dan percaya kepada Allah (bahwa Allah itu ada dan nyata) yang
menciptakan mati dan hidup, manusia dan alam semesta, Dialah Allah yang
maha mengetahui segala sesuatu, yang telah lalu, saai ini dan yang akan datang.
b. Sesunggguhnya Allah sejak menciptakan manausia di dunia ini telah
mengenalkannya kepada Diri (jiwa) nya, dan mengenalkannya jalan yang baik
dan buruk, mengenalkan yang haq dan yang batil melalui risalah dan wahyu.
Allah juga memberikan kemampuan kepada manusia untuk memahami hakikat
tersebut, serta memberikan petunjuk kaarah hal tersebut di dalam alam ini yang
barang siapa mau merenungkan dan mencarinya maka akan dapat
menemukannya.
c. Adanya kehidupan setelah mati, kehidupan setelah mati ini ada yang penuh
kenikmatan namun sebaliknya ada juga yang penuh derita. Kenikmatan setelah
mati dapat diperoleh dengan mengikuti kebenaran. Sedangkan mereka yang
mengikuti kebatilan akan mendapatkan kehidupan setelah mati yang sangat
pedih.sehingga akhlak Islam mengarahkan manusia untuk mengikuti yang benar
guna meraih kebahagiaan di dunia dan setelah mati (Yaljin, 1392: 119-121).
Kedua, Dasar Ilmiah
Islam adalah agama yang moderat. Islam mengambil posisi ditengah diantara
dua kelompok yang bertolak belakang. Kelompok pertama meyakini dan mengarahkan
orientasi hidupnya hanya pada kehidupan dunia ini saja dan mengabaikan (bahkan
mengingkari) kehidupan setalah kehidupan di dunia ini. Kelompok kedua sebaliknya
berorientasi pada kehidupan setelah kematian mengambil jalan kehidupan ruhani dan
mengabaiakan kehidupan dunia. Sedangkan Islam mengambil posisi ditengah tengah
dengan menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat.
Ketiga, (Menjaga) Tabiat Manusia
Hal ini dikarenakan adanya hubungan yang erat antara perilaku (perbuatan)
manusia dengan tabiat (perangai) manusia, maka untuk dapat membentuk akhlak yang
baik para ulama menaruh perhatian pada aspek tabiat manusia.
M o d u l 2 : A k h l a k I s l a m | 111
Akhlak manusia secara umum dibagi menjadi tiga, akhlak manusia dengan
Tuhannya, akhlak manusia dengan dirinya, dan akhlak manusia kepada masyarakat
sekitarnya. Oleh karena itu tanggunng jawab akhlak adalah mengarahkan manusia pada
nilai nilai dan usaha usaha dalam perbuatannya baik positif atau negativ untuk
dipertanggung jawabkan dihadapan Allah, dirinya sendiri dan dalam masyarakat
sosialnya (yaljin, 1392: 327).
Maka nilai tanggung jawab akhlak ini didasarkan pada tiga dasar:
a. Iman kepada Allah, karena pilihan untuk berpegang pada akhlak yang utama
dan meninggalkan akhlak tercela tidak dapat terwujud kecuali dengan
keyakinan yang mantap yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan.
Begitu juga pertimbangan untuk melakukan atau tidak melakukan tidak akan
muncul kecuali dengan keyakinan yang bersih, dan keyakinan ini adalah Iman
kepada Allah.
b. Dasar Rasional (akal). Hal ini karena akal diciptakan bagi manusia agar dapat
membedakan perkara benar dan salah, baik dan buruk sehingga manusia siap
menerima perintah dan larangan juga manusia dapat akibat akibat dari
perbuatannya (AlMuhasibi, 1420: 252). Akal juga bisa memberikan isyarat dan
menunjukkan pada kebenaran (al-asfahany, 1408: 102). Akal juga menjadi
media untuk membuat pertimbanagan dalam menentukan pilihan.
c. Dasar intuisi (hati), hati bisa menjadi dasar pertimbangan perbuatan manusia,
seseorang yang mau merenungkan perbuatannya dengan bertanya pada hatinya
maka akan menemukan ketenangan dalam hatinya jika dia melakukan
perbuatan baik. Atau hatinya menjadi bingung dan takut perbuatannya diketahui
orang lain jika melakukan perbuatan buruk.
3. Objek Kajian Ilmu Akhlak
Sebelum sampai kepada pembahasan inti tentang objek akhlak, sebaiknya perlu
dipahami dahulu apa sebenarnya ilmu akhlak itu.
Ilmu akhlak ialah ilmu untuk menetapkan segala perbuatan manusia. Baik atau
buruknya, benar atau salahnya, sah atau batal, semua itu ditetapkan dengan
mempergunakan ilmu akhlak sebagai petunjuknya.
112 | P e n d a l a m a n M a t e r i A k i d a h A k h l a k
Ahmad Amin lebih mempertegas lagi dalam kitabnya Al-Akhlak dengan
menyatakan:
حي مـامةل امياس تـضم تـضا وشخ املاة امت دلى بن لصسا ما ىف بؾامهلم ؿمل وحض مـن اخلري وامش و
حي امسخل مـمل ما دلى وArtinya: “Ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, dan menerangkan apa
yang harus diperbuat oleh sebagian manusia terhadap sesamanya dan menjelaskan
tujuan yang hendak dicapai oleh manusia dan perbuatan mereka dan menunjukkan
yang lurus yang harus diperbuat”.
Jadi, menurut definisi tersebut ilmu akhlak itu mengandung unsur-unsur sebagai
berikut:
a. Menjelaskan pengertian baik dan buruk;
b. Menerangkan apa yang seharusnya dilakukan seseorang serta bagaimana cara
kita bersikap terhadap sesama;
c. Menjelaskan mana yang patut kita perbuat,dan
d. Menunjukkan mana jalan lurus yang harus dilalui.
Berdasarkan beberapa bahasan yang berkaitan dengan ilmu akhlak, maka dapat
dipahami bahwa objek (lapangan/sasaran) pembahasan ilmu akhlak itu ialah tindakan-
tindakan seseorang yang dapat diberikan nilai baik/buruknya, yaitu perkataan dan
perbuatan yang termasuk dalam kategori perbuatan akhlak. Dalam hubungan ini, Dr.
Ahmad Amin mengatakan bahwa ―etika itu menyelidiki segala perbuatan manusia
kemudian menetapkan hukum baik atau buruk‖. J.H. Muirhead meyebutkan bahwa
pokok pembahasan (subject matter) etika adalah penyelidikan tentang tingkah laku dan
sifat manusia. Muhammad Al-Ghazali mengatakan bahwa daerah pembahasan ilmu
akhlak meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (perseorangan)
maupun kelompok (masyarakat).
Untuk jelasnya, bahwa perbuatan-perbuatan manusia itu dapat dibagi dalam tiga
macam perbuatan. Dari yang tiga ini ada yang masuk perbuatan akhlak dan ada yang
tidak masuk perbuatan akhlak.
a. Perbuatan yang dikehendaki atau disadari, pada waktu dia berbuat dan
disengaja. Jelas, perbuatan ini adalah perbuatan akhlak, bisa baik atau buruk,
tergantung pada sifat perbuatannya.
M o d u l 2 : A k h l a k I s l a m | 113
b. Perbuatan yang tidak dilakukan tidak dikehendaki, sadar atau tidak sadar
diwaktu dia berbuat, tetapi perbuatan itu diluar kemampuannya dan dia tidak
bisa mencegahnya. Perbuatan demikian bukan perbuatan akhlak. Perbuatan ini
ada dua macam:
1) Reflex action, al-a‟maalu-mun‟akiyah
Umpamanya, seseorang keluar dari tempat gelap ketempat terang, matanya
berkedip-kedip. Perbuatan berkedip-kedip ini tidak ada hukumnya,
walupun dia berhadap-hadapan dengan seseorang yang seakan-akan
dikedipi. Atau seseorang karena digigit nyamuk, dia menamparkan pada
yang digigit nyamuk tersebut.
2) Automatic action, al-a‟maalul‟aliyah
Model ini seperti halnya degup jantung, denyut urat nadi dan sebagainya.
Perbuatan-perbuatan reflex actions dan automatic actions adalah perbuatan
di luar kemampuan seseorang, sehingga tidak termasuk perbuatan akhlak.
c. Perbuatan yang samar-samar, tengah-tengah, mutasyabihat.
Yang dimaksud samar-samar/tengah-tengah, mungkin suatu perbuatan dapat
dimasukkan perbuatan akhlak tapi bisa juga tidak. Pada lahirnya bukan perbuatan
akhlak, tapi mungkin perbuatan tersebut termasuk perbuatan akhlak, sehingga berlaku
hukum akhlak baginya, yaitu bahwa perbuatan itu baik atau buruk. Perbuatan-perbuatan
yang termasuk samar-samar, umpamanya lupa, khilaf, dipaksa, perbuatan diwaktu tidur
dan sebagainya. Terhadap perbuatan-perbuatan tersebut ada hadis-hadis rasul yang
menerangkan bahwa perbuatan-perbuatan lupa, khilaf, dipaksa, perbuatan diwaktu tidur
dan sebagainya, tidak termasuk perbuatan akhlak.
Selanjutnya, dalam menetapkan suatu perbuatan yang muncul dengan kehendak
dan disengaja hingga dapat dinilai baik apa buruk ada beberapa syarat yang perlu
diperhatikan: (1) situasi dalam keadaan bebas, sehingga tindakan dilakukan dengan
sengaja dan (2) pelaku tahu apa yang dilakukan, yakni mengenai nilai baik buruknya.
Oleh sebab itu, suatu perbuatan dapat dikatakan baik buruknya manakala memenuhi
syarat-syarat diatas. Kesengajaan merupakan dasar penilaian terhadap tindakan
seseorang. Sebagai contoh, seorang prajurit yang membunuh musuh dimedan perang
tidak dikatakan melakukan kejahatan, karena ia dipaksa oleh situasi perang. Seorang
114 | P e n d a l a m a n M a t e r i A k i d a h A k h l a k
anak kecil yang main api didalam rumah hingga berakibat rumah itu terbakar, tidak
dapat dikatakan bersalah, karena ia tidak tahu akibat perbuatannya itu. Dalam Islam
faktor kesengajaan merupakan penentu dalam penetapan nilai tingkah laku/tindakan
seseorang. Seorang muslim tidak berdosa karena melanggar syariat, jika ia tidak tahu
bahwa ia berbuat salah menurut hukum Islam.
Erat kaitannya dengan permasalahan di atas Rasulullah saw. telah memberikan
penjelasan bahwa kalaulah suatu tindakan itu dilakukan oleh seseorang yang didasari
karena kelalaian (di luar kontrol akal normal) atau karena dipaksa, betapapun ada
ukuran baik/buruknya, tidak dihukumi sebagai berdosa. Ini berarti diluar objek ilmu
akhlak. Dalam hubungannya dengan problem di atas Rasulullah saw. telah
mengeluarkan sabdanya yang diriwatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan Hakim dari Umar
bahwa Rasulullah saw. berdabda:
رفؽ اململ ؾن اجمليون امللووة ؿل ؾلهل حت بب وؾن اميامئ حت سدلغ وؾن امصب حت يخملArtinya: “Tidak berdosa seorang muslim karena tiga perkara: (1) orang gila
hingga sembuh dari gilanya, (2) orang yang tidur hingga terbangun dan (3) seorang
anak hingga ia dewasa”.
Berdasarkan hadis tersebut, perbuatan lupa atau khilaf tidak diberi hukum dan
tidak termasuk perbuatan akhlak. Perbuatan tersebut umpamanya perbuatan diwaktu
tidur dan yang dipaksa. Namun, menurut ayat Al-Qur‘an, kita diperintahkan berdoa
kepada Allah, untuk minta ampun, agar Allah tidak menghukum dan menyiksa kita
apabila kita berbuat lupa dah khilaf yang dianggap salah, sehingga mendapat hukuman
siksa. Jadi meskipun demikian lupa atau khilaf termasuk perbuatan akhlak. Dalam hal
ini para ahli etika menyimpulkan bahwa perbuatan lupa dan khilaf dan sebagainya ada
dua macam:
a. Apabila perbuatan itu sudah dapat diketahui akibatnya atau patut diketahui
akibat-akibatnya, atau bisa juga diikhtiarkan untuk terjadi atau tidak terjadinya.
Oleh karena itu, perbuatan mutasyabih demikian disebut perbuatan ikhtiari atau
ghair ta‟adzur, sehingga dimasukkan perbuatan akhlak. Umpamanya, kalau kita
tahu bahwa dikhawatirkan kalau tidur akan berbuat yang tidak diinginkan, maka
hendaknya sebelum tidur kita harus menjauhkan benda-benda yang
membahayakan, senjata harus diamankan, api dipadamkan, pintu-pintu dikunci
dan sebagainya.
M o d u l 2 : A k h l a k I s l a m | 115
b. Apabila perbuatan ini tidak kita ketahui sama sekali dan diluar kemampuan
manusia, walaupun sudah diikhtiarkan sebelumya, tapi toh terjadi juga,
perbuatan demikain disebut ta‟adzury (diluar kemampuan manusia). Perbuatan
demikian tidak termasuk perbuatan akhlak.
Sebagaimana Rasulullah saw. Telah mengisyaraktkan sebagai berikut:
وا ؿو ان هللا ثـال تاوز ل وؾن امت اخلعب وامس ان وما اس خكصArtinya:“Sesungguhnya Allah member maaf bagiku dari umatku yang khilaf,
lupa dan terpaksa”.
4. Sumber Akhlak Islam
Sebagaimana ajaran Islam yang bersumber dari al-qur‘an dan Hadits maka
akhlak Islam juga demikian bersumber pada dua sumber ajaran Islam tersebut yaitu: Al-
Qur‘an dan Sunnah.
Dalil yang menerangkan hal tersebut misalnya Q.S al-ahzab:31:
Artinya: ―dan barang siapa diantara kamu sekalian (isteri-isteri Nabi) tetap taat
kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscata Kami
memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezki yang
mulia”
Atau Sabda Nabi saw.:
امنا تـثت لمتم ماكرم الذالقArtinya: ―Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik”
(HR. Muslim)
مشى(بمكل املؤمي اميان احس نم ذولا )روا امت Artinya: Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling
baik akhlaknya, dan yang terbaik diantara kalian adalah yang paling baik
(perlakuannya) kepada wanita (istri)nya. (HR. Tirmidzi)
5. Tujuan Akhlak
Akhlak yang diberi penekanan cukup besar dalam agama Islam tentu memiliki
tujuan yang ingin dicapai. Diantara tujuan dari akhlak adalah:
116 | P e n d a l a m a n M a t e r i A k i d a h A k h l a k
a. Menjadikan manusia memiliki derajat tinggi dan sempurna.
b. Akhlak menjadikan manusia senantiasa menghiasi diri dengan akhlakul karimah
dalam berhubungan dengan sesamanya dan berhubungan dengan Allah.
c. Sesungguhnya dengan akhlak pula yang membedakan manusia dengan makhluk
lainnya.
d. Akhlak yang baik menjadikan manusia bahagia di dunia dan beruntung di
akhirat.
e. Dengan akhlak yang baik maka keberlangsungan umat manusia akan tetap
terjaga.
f. Akhlak yang baik menjadikan iman seorang mukmin menjadi sempurna. (Mu‘ti
et.al, 2001:37-38)
6. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Akhlak adalah mutiara hidup yang membedakan makhluk manusia dengan
makluk hewani. Manusia tanpa akhlak akan hilang derajat kemanusiaannya sebagai
makhluk Allah yang paling mulai, menjadi turun kemartabat hewani. Manusia yang
telah lari dari sifat insaniyahnya adalah sangat berbahaya dari binatang buas. Di dalam
surat Al-Tiin ayat 4-6, Allah mengajarkan bahwa: “sesungguhnya kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya; kemudian kami kembalikan
dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka); kecuali orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal saleh, amak bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya”.
Menurut Iman Al-Ghazali dalam bukunya Mukasyafatul Qulub, Allah telah
menciptakan makhluknya terdiri atas tiga kategori. Pertama, Allah menciptakan
malaikat dan diberikan kepadanya akal dan tidak diberikan kepadanya elemen nafsu
(syahwat). Kedua, Allah menjadikan binatang dan tidak dilengkapi dengan akal, tetapi
dilengkapi dengan syahwat saja. Ketiga, Allah menciptakan manusia (anak Adam)
lengkap dengan elemen akal dan syahwat (nafsu). Oleh karena itu, barang siapa yang
nafsunya dapat mengalahkan akalnya, maka hewan melata misalnya lebih baik dari
manusia. Sebaliknya bila manusia dengan akalnya dapat mengalahkan nafsunya,
derajatnya diatas malaikat. Sedangkan menurut Prof. John Oman, Morality without
religion lacks awide heaven to bearth in (moral tanpa agama kehilangan tempat yang
luas untuk bernafas).
M o d u l 2 : A k h l a k I s l a m | 117
Akhlak sangat urgen bagi manusia. Urgensi akhlak ini tidak saja dirasakan oleh
manusia dalam kehidupan perseorangan, tetapi juga dalam kehidupan berkeluarga dan
bermasyarakat, bahkan juga dirasakan dalam kehidupan berbangsa atau bernegara.
Akhlak adalah mustika hidup yang membedakan makhluk manusia dan makhluk
hewani. Manusia tanpa akhlak adalah manusia yang telah ―membinatang‖, sangat
berbahaya. Ia akan lebih jahat dan lebih buas dari pada binatang buas sendiri.
Jika akhlak telah lenyap dari diri masing-masing manusia, kehidupan ini akan
kacau balau, masyarakat menjadi berantakan. Orang tidak lagi peduli soal baik atau
buruk, halal atau haram. Dalam Al-Qur‘an ada peringatan menjadi hukum besi sejarah
(sunnatullah), yaitu firman Allah dalam surat Al-Araf Ayat: 182.
Artinya: “(dan orang-orang yang mendustakan ayat kami, akan kami lalaikan
mereka dengan kesenangan-kesenangan dari jurusan yang mereka tidak sadari dan
mengetahui)”.
Rasulullah saw. pun diutus diantara misinya membawa ummat manusia kepada
akhlakul karimah. Dalam sabdanya disebutkan:
امنا تـثت لمتم ماكرم الذالق
Artinya: “Saya diutus (kedunai) ialah untuk menyempurnakan akhlak yang
mulai”.
Syauqi Beik, penyair Arab yang ternkenal pernah memperingatkan bangsa Mesir
وان مهوا ذحت اذالكم ذحواا وامنا المم الحالق ما تلتArtinya: “Bangsa itu hanya bisa bertahan selama mereka memiliki akhlak. Bila
akhlak telah lenyap dari mereka, merekapun akan lenyap pula”.
Berdasarkan definisi ilmu akhlak, faedah mempelajari ilmu akhlak sebagai
berikut:
a. Dapat menyinari orang dalam memecahkan kesulitan-kesulitan rutin yang
dihadapi manusia dalam hidup sehari-hari yang berkaitan dengan perilaku.
b. Dapat menjelaskan kepada orang sebab atau illat memilih perbuatan yang baik
dan lebih bermanfaat.
c. Dapat membendung dan mencegah kita secara kontinyu untuk tidak
terperangkap kepada keinginan-keinginan nafsu, bahkan mengarahkannya
kepada hal yang positif dengan menguatkan unsur iradah.
118 | P e n d a l a m a n M a t e r i A k i d a h A k h l a k
d. Manusia atau orang banyak mengerti benar-benar akan sebab-sebab melakukan
atau tidak akan melakukan sesuatu perbuatan, dimana dia akan memilih
pekerjaan atau perbuatan yang nilai kebaikannya lebih besar.
e. Mengerti perbuatan baik akan menolong untuk menuju dan menghadapi
perbuatan itu dengan penuh minat dan kemauan.
f. Orang yang mengkaji ilmu akhlak akan tepat dalam memvonis perilaku orang
banyak dan tidak akan mengekor dan mengikuti sesuatu tanpa pertimbangan
yang matang lebih dulu.
Sebenarnya dengan memahami ilmu akhlak itu bukanlah menjadi jaminan
bahwa setiap yang mempelajarinya secara otomatis menjadi orang yang berakhlak
mulia, bersih dari berbagai sifat tercelah. Ilmu akhlak ibarat dokter yang hanya
memberikan penjelasan penyakit yang diderita pasien dan memberikan obat-obat yang
diperlukan untuk mengobatinya. Dokter menjelaskan apa dan bagaimana memelihara
kesehatan agar ia sembuh dari penyakitnya; memberikan saran-saran dan peringatan
bahaya-bahaya penyakit yang diderita pasiennya agar ia lebih berhati-hati menjaga
dirinya.
Jadi, tugas dokter bukan untuk menyembuhkan pasien, tetapi dia menjelaskan
dengan sesempurna mungkin mengenai penyakit dan gejala-gejala penyakit bila si
pasien tidak menghentikan merokok atau tidak meninggalkan minuman-minuman keras,
misalnya, jadi, kesembuhan suatu penyakit sangat tergantung kepada si pasien apakah
setelah ia mendapat keterangan dari dokter mau menurutinya atau tidak. Jika dituruti,
insya Allah dia ada harapan terhindar dari penyakit atau penyakit yang sedang diderita
itu akan berangsur-angsur hilang dan dia menjadi sehat. Dengan demikian, faedah ilmu
akhlak dapat dipahami bahwa sesungguhnya ilmu akhlak tidak memberi jaminan
seseorang menjadi baik dan sopan. Ilmu akhlak membuka mata hati seseorang untuk
mengetahui suatu perbuatan dapat dikatakan baik atau buruk. Selain itu juga
memberikan pengertian apa faedahnya jika berbuat baik dan apa pula bahayanya jika
berlaku jahat.
M o d u l 2 : A k h l a k I s l a m | 119
7. Pembagian Akhlak
Berdasarkan definisi dari akhlak yang telah dijelaskan pada pembahasan
sebelumnya, aspek penting dari akhlak adalah nilai dari perbuatan manusia baik atau
buruk.
Maka berdasarkan definisi di atas akhlak yang merupakan ilmu yang mengkaji
tentang perbuatan manusia dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu akhlak yang terpuji
yang seorang mukmin harus menghiasi dirinya dengannya, dan akhlak yang tercela
yang harus dijauhi dan dihindari oleh seorang mukmin.
Dualisme bentuk akhlak yaitu akhlak yang baik dan akhlak yang buruk
membawa konsekwensi yang berbeda bagi pelakunya. Masing-masing perbuatan akhlak
manusia akan mendapatkan balasannya baik atau buruk. Sebagaimana dijelaskan diatas
akhlak seseorang dibagi menjadi tiga, akhlak terhadap Allah, terhadap diri sendiri dan
masyarakat. Maka balasan dari akhlak juga dari tiga ini. Balasan dari Allah untuk
akhlak manusia berupa pahala untuk orang yang berakhlak baik dan hukuman bagi yang
berakhlak buruk, balasannya bisa di dunia atau kelak di akhirat. Bagi diri sendiri maka
balasan dari akhlak seseorang adalah situasi hatinya setelah melakukan sesuatu
perbuatan jika perbuatan dan akhalaknya baik hatinya merasa tenang dan nyaman, dan
sebaliknya keadaan dan perasaan hatinya buruk dan tidak baik jika perbuatan dan
akhlaknya jelek. Sedangkan balasan dari masyarakat adalah berupa sanksi sosial sesuai
dengan aturan yang berlaku didalam masyarakat.
Pembagian akhlak yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah menurut sudut
pandang Islam, baik dari segi sifat maupun dari segi objeknya. Dari segi sifatnya,
akhlak dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama, akhlak yang baik, atau disebut juga
akhlak mahmudah (terpuji) atau akhlak al-karimah; dan kedua, akhlak yang buruk atau
akhlak madzmumah.
a. Akhlak Mahmudah
Akhlak mahmudah adalah tingkah laku terpuji yang merupakan tanda keimanan
seseorang. Akhlak mahmudah atau akhlak terpuji ini dilahirkan dari sifat-sifat yang
terpuji pula.
Sifat terpuji yang dimaksud adalah, antara lain: cinta kepada Allah, cinta kepda
rasul, taat beribadah, senantiasa mengharap ridha Allah, tawadhu‘, taat dan patuh
kepada Rasulullah, bersyukur atas segala nikmat Allah, bersabar atas segala musibah
120 | P e n d a l a m a n M a t e r i A k i d a h A k h l a k
dan cobaan, ikhlas karena Allah, jujur, menepati janji, qana‘ah, khusyu dalam beribadah
kepada Allah, mampu mengendalikan diri, silaturrahim, menghargai orang lain,
menghormati orang lain, sopan santun, suka bermusyawarah, suka menolong kaum
yang lemah, rajin belajar dan bekerja, hidup bersih, menyayangi binatang, dan menjaga
kelestarian alam. Selain itu terdapat pula sikap untuk menilai orang lain yang disebut
dengan husnuzzan. Husnuzzan artinya berprasangka baik. Sedangkan huznuzhan kepada
Allah SWT mengandung arti selalu berprasangka baik kepada Allah SWT, karena Allah
SWT terhadap hambanya seperti yang hambanya sangkakan kepadanya, kalau seorang
hamba berprasangka buruk kepada Allah SWT maka buruklah prasangka Allah kepada
orang tersebut, jika baik prasangka hamban kepadanya maka baik pulalah prasangka
Allah kepada orang tersebut.
Apabila kita melihat isyarat ayat al-Quran, terdapat isyarat tentang adanya
hirarki atau tingkatan akhlak mahmudah, yaitu:
1) Tingkat Hasanah, artinya hirarki akhlak mahmudah dalam tingkata yang paling
rendah. Bentuk kongkritnya menjawab salam dengan redaksi yang sama dengan
yang diucapkan oleh pemberi salam. Misalnya, ketika seseorang mengucapkan
salam dengan redaksi ―Assalamu‟alaikum‖, dijawab dengan ucapan
―wa‟alikumussalam‖.
2) Tingkat Karimah, artinya hirarki akhlak mahmudah dalam tingkat yang lebih
tinggi dari tingkat hasanah. Bentuk kongkritnya menjawab salam dengan redaksi
yang lebih panjang dari yang diucapkan pemberi salam. Misalnya, ketika
seseorang mengucapkan salam dengan redaksi ―Assalamu‟alaikum‖, dijawab
dengan ucapan ―wa‟alikumussalam warohmatullah wabarokatuh.‖
3) Tingkat ‗Azhimah (ؾؼمية), artinya hirarki akhlak mahmudah dalam tingkat yang
paling tinggi. Bentuk kongkritnya yaitu membalas keburukan dengan kebaikan.
Hal ini memang tidak mudah. Rasulullah SAW adalah personifikasi orang yang
mampu mempraktekkan tingkatan ini. Makanya Rasul disebut orang yang
memiliki akhlak mulia dengan tingkat ini. Hal ini diisyaratkan dalam Q.S. al-
Qalam [68]: 4 berikut ini:
Artinya: ―dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung‖
M o d u l 2 : A k h l a k I s l a m | 121
Hirarki akhlak mahmudah tingkat hasanah dan karimah dalam al-Quran
diisyaratkan oleh Q.S. al-Nisa [4]: 86 berikut ini:
Artinya: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan,
Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau
balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa) Sesungguhnya Allah
memperhitungankan segala sesuatu”.
b. Akhlak Madzmumah
Akhlak madzmumah adalah tingkah laku yang tercela atau perbuatan jahat yang
merusak iman seseorang dan menjatuhkan martabat manusia.
Sifat yang termasuk akhlak mazmumah adalah segala sifat yang bertentangan
dengan akhlak mahmudah, antara lain: kufur, syirik, munafik, fasik, murtad, takabbur,
riya, dengki, bohong, menghasut, kikil, bakhil, boros, dendam, khianat, tamak, fitnah,
qati‘urrahim, ujub, mengadu domba, sombong, putus asa, kotor,mencemari lingkungan,
dan merusak alam.
Oleh karena itu, hendaknya seorang mukmin senantiasa menghiasi dirinya
dengan akhlak yang terpuji dalam setiap tarikan dan hembusan nafasnya yang demikian
ini sudah diajarkan oleh Allah melalui Al-quran untuk hidup dalam tuntunan Ilahi.
Quraish Shihab menjelaskan tentang hal ini dalam menafsirkan Al Quran surat Al Anfal
ayat 34 yang berbunyi: ―Hai orang-orang beriman berkenan lah Allah dan Rasul
apabila Dia menyeru kamu kepada apa yang menghidupkan kamu.
Menurut Quraish Shihab kata menghidupkan kamu dalam surat Al Anfal ayat 34
tersebut mengandung arti bahwa Allah menganugerahi manusia apa yang berpotensi
mencapai kesempurnaannya. Seperti pencerahan akalnya, keyakinan yang benar, budi
pekerti yang luhur. petunjuk menyangkut kegiatan positif serta perbaikan individu dan
masyarakat. (Shihab, 2018: 68-69)
Sebagaimana akhlak terpuji, akhlak tercela juga dapat dikatakan memiliki
tingkatan, walaupun tidak secara tegas diisyaratkan dalam teks al-Quran atau hadits.
Kata-kata hûban kabîra yang terdapat dalam Q.S. al-Nisa {4]: 2 yang ditafsirkan
dengan dzanban „azhî mâ (dosa besar) atau kata-kata lain yang semakna dengannya,
atau istilah min al-kabâir dalam hadits nabi menunjukkan adanya tingkatan dosa besar.
122 | P e n d a l a m a n M a t e r i A k i d a h A k h l a k
Beberapa contoh dosa besar yang dijelaskan dalam al-Quran dan hadits diantaranya:
syirik, menyakiti kedua orang tua, memakan harta riba, mengkonsumsi minuman keras
(khamr), membunuh jiwa bukan karena alasan yang benar, dan lain. Mafhum
mukhalafah dari adanya dosa besar adalah ada yang disebut dosa kecil, walaupun dalam
teks al-Quran tidak ada istilah dzanban shagîra. Seorang muslim dituntut menjauhi dosa
besar dan kecil. Ketika melakukan dosa besar segera bertaubat kepada Allah, dan
diusahakan sekua mungkin mengerjakan dosa kecil. Dalam sebuah keterangan
dijelaskan:
خلفار ت مؽ الس ار ول نحري صت مؽ الص ل صفArtinya: “Tidak ada (disebut) dosa kecil kalau dikerjakan terus menerus
(akhirnya menjadi besar juga), dan tidak ada dosa besar kalau diiringi istighfar/ tobat
(akhirnya akan terhapus juga)”.
RANGKUMAN
1. Menurut bahasa akhlak berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Objek pembahasan adalah semua perbuatan manusia, sedangkan objek
pembahasan ilmu akhlak ialah tindakan-tindakan yang dapat diberikan nilai
baik/buruk, yaitu perkataan dan perbuatan yang termasuk kedalam kategori
perbuatan akhlak. Ilmu akhlak bukanlah jaminan seseorang menjadi orang yang
berakhlak mulai bersih dari sifat tercela.
2. Faedah mempelajari ilmu akhlak sebagai berikut:
a. Dapat menyinari orang dalam memecahkan kesulitan-kesulitan rutin yang
dihadapi manusia dalam hidup sehari-hari yang berkaitan dengan perilaku.
b. Dapat menjelaskan kepada orang sebab atau illat memilih perbuatan yang baik
dan lebih bermanfaat.
c. Dapat membendung dan mencegah kita secara kontinyu untuk tidak
terperangkap kepada keinginan-keinginan nafsu, bahkan mengarahkannya
kepada hal yang positif dengan menguatkan unsure iradah.
d. Manusia atau orang banyak mengerti benar-benar akan sebab-sebab melakukan
atau tidak akan melakukan sesuatu perbuatan, dimana dia akan memilih
pekerjaan atau perbuatan yang nilai kebaikannya lebih besar.