bab ii tinjauan pustaka membuktikan, menurut para ahli ... · a. pengertian pembuktian membuktikan,...

33
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pembuktian A. Kerangka Teori a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu sengketa dan mengandung maksud untuk menyatakan kebenaran atas suatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran tersebut (Subekti, 2001: 1). Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan Undang-Undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan Undang-Undang dan boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan (M. Yahya Harahap, 2006:273). Hukum pembuktian merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tatacara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak, dan menilai suatu pembuktian (Hary Sasangka dan Lily Rosita, 2003:10). Tujuan dari pembuktian adalah untuk meyakinkan tentang kebenaran peristiwa yang mungkin masih diduga dan menjadi perkara di Pegadilan. Pembuktian mengandung arti bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus mempertanggungjawabkannya (Darwan Prinst, 1998:133).

Upload: others

Post on 05-Nov-2019

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pembuktian

A. Kerangka Teori

a. Pengertian Pembuktian

Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim

tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu

sengketa dan mengandung maksud untuk menyatakan kebenaran atas

suatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran

tersebut (Subekti, 2001: 1).

Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan

dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan Undang-Undang

membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.

Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti

yang dibenarkan Undang-Undang dan boleh dipergunakan hakim

membuktikan kesalahan yang didakwakan (M. Yahya Harahap,

2006:273).

Hukum pembuktian merupakan sebagian dari hukum acara

pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut

hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan

tatacara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk

menerima, menolak, dan menilai suatu pembuktian (Hary Sasangka dan

Lily Rosita, 2003:10).

Tujuan dari pembuktian adalah untuk meyakinkan tentang

kebenaran peristiwa yang mungkin masih diduga dan menjadi perkara

di Pegadilan. Pembuktian mengandung arti bahwa benar suatu peristiwa

pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya,

sehingga harus mempertanggungjawabkannya (Darwan Prinst,

1998:133).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

14

b. Prinsip Pembuktian

Prinsip-prinsip pembuktian dalam penjabarannya adalah:

1) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Prinsip ini terdapat pada Pasal 184 ayat (2) KUHAP yang

berbunyi: “Hal-hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu

dibuktikan” atau disebut dengan istilah notoire feiten. Secara garis

besar fakta notoir dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

1) Sesuatu atau peristiwa yang diketahui umum bahwa sesuatu

atau peristiwa tersebut memang sudah demikian halnya atau

semestinya demikian.

2) Sesuatu kenyataan atau pengalaman yang selamanya dan

selalu mengakibatkan demikian atau selalu merupakan

kesimpulan demikian. Misalnya, arak adalah termasuk

minuman keras yang dalam takaran tertentu bisa menyebabkan

seseorang mabuk (Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003:20).

2) Menjadi saksi adalah kewajiban

Kewajiban seseorang menjadi saksi diatur pada penjelasan

Pasal 159 ayat (2) KUHAP, “Orang yang menjadi saksi setelah

dipanggil ke suatu sidang pengadilan untuk memberikan keterangan

tetapi dengan menolak kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana

berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku, demikian pula

dengan ahli”

3) Satu saksi bukan saksi (unus testis nullus testis)

Prinsip ini terdapat dalam Pasal 185 ayat (2) KUHAP. Menurut

KUHAP, keterangan satu saksi tidak berlaku bagi pemeriksaan

cepat. Hal ini dapat disimpulkan dari penjelasan Pasal 184 KUHAP

yang berbunyi: “Dalam pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup

didukung satu alat bukti yang sah”. Sehingga dapat diartikan berarti

satu saksi, satu keterangan ahli, satu surat, satu petunjuk, atau

keterangan terdakwa disertai keyakinan hakim cukup sebagai alat

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

15

bukti untuk memidana terdakwa dalam perkara cepat (M. Yahya

Harahap, 2003:267).

4) Pengakuan terdakwa tidak menghapuskan kewajiban penuntut umum

membuktikan kesalahan terdakwa

Prinsip ini merupakan penegasan dari lawan prinsip

“pembuktian terbalik” yang tidak dikenal oleh hukum acara pidana

yang berlaku di Indonesia. Menurut Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang

berbunyi: “Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk

membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang

didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti

lain”.

5) Keterangan terdakwa hanya mengikat pada dirinya sendiri

Prinsip ini diatur dalam Pasal 189 ayat (3) KUHAP yang berarti apa

yang diterangkan terdakwa di sidang pengadilan hanya boleh

diterima dan diakui sebagai alat bukti yang berlaku dan mengikat

bagi diri terdakwa sendiri (Adnan Paslyadja, 1997:8-15). Menurut

paham ini, apa yang diterangkan seseorang dalam persidangan yang

berkedudukan sebagai terdakwa, hanya dapat dipergunakan sebagai

alat bukti terhadap dirinya sendiri. Jika dalam suatu perkara

terdakwa terdiri dari beberapa orang, masing-masing keterangan

setiap terdakwa hanya merupakan alat bukti yang mengikat kepada

dirinya sendiri. Keterangan terdakwa A tidak dapat dipergunakan

terhadap terdakwa B, demikian sebaliknya (M. Yahya Harahap,

2003:321).

c. Teori Sistem Pembuktian

1) Conviction in Time

Sistem pembuktian conviction in time menentukan salah

tidaknya seorang terdakwa, semata-mata ditentukan oleh Sistem

pembuktian ini hakim mengetahui terdakwa memiliki Sabu-Sabu yang

sangat besar, jika hakim telah merasa yakin bahwa terdakwa benar

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

16

melakukan apa yang didakwakan kepadanya maka hakim bisa

menjatuhkan pidana terhadapnya.

Kelemahan dari sistem pembuktian conviction-in time yaitu

jika alat-alat bukti yang diajukan di persidangan mendukung

kebenaran dakwaan terhadap terdakwa namun hakim tidak yakin akan

itu semua maka tetap saja terdakwa bisa bebas. Sebaliknya, jika alat-

alat bukti yang dihadirkan di persidangan tidak mendukung adanya

kebenaran dakwaan terhadap terdakwa namun hakim meyakini

terdakwa benar- benar melakukan apa yang didakwakan oleh Penuntut

Umum maka pidana dapat dijatuhkan oleh Hakim(Sri Ingeten Br

Perangin-Angin, 2008:28).

2) Conviction in Raisone

Sistem Conviction in Raisone, keyakinan hakim tetap

memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya

terdakwa, tetapi dalam sistem pembuktian, faktor keyakinan hakim

akan dibatasi. Memang pada akhirnya keputusan terbukti atau tidak

terbuktinya dakwaan yang didakwakan terhadap terdakwa ditentukan

oleh hakim, tetapi dalam memberikan putusannya hakim dituntut

untuk menguraikan alasan-alasan apa yang mendasari keyakinannya

atas kesalahan terdakwa. Penalaran tersebut (keyakinan hakim)

haruslah yang reasonable (Yahya Harahap, 1993:256).

Arti diterima disini hakim dituntut untuk menguraikan alasan-

alasan yang logis dan masuk akal.

3) Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif (Positief

Wettelijk Bewijstheorie)

Maksud dari pembuktian menurut Undang-Undang secara

positif adalah bahwa untuk membuktikan terdakwa bersalah atau tidak

bersalah haruslahsesuai dan tunduk terhadap Undang-Undang.Sistem

ini sangat berbeda dengan sistem pembuktian convictionin time dan

conviction in raisonee. Pada sistem ini tidak ada tempat bagi

keyakinan hakim. Seseorang dinyatakan bersalah jika proses

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

17

pembuktian dan alat-alat bukti yang diajukan di persidangan telah

menunjukkan bahwa terdakwa bersalah. Proses pembuktian serta alat

bukti yang diajukan diatur secara tegas dalam Undang-Undang.

Pembuktian dalam sistem ini didasarkan pada alat-alat bukti yang

sudah ditentukan secara limitatif dalam Undang-Undang, sistem ini

merupakan kebalikan dari sistem conviction in time karena dalam

sistem ini apabila perbuatan sudah terbukti dengan adanya alat-alat

bukti maka keyakinan hakim sudah tidak diperlukan lagi (Andy

Hamzah, 2001: 248).

4) Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Negatif (negatief

wettelijk bewcijstheorie)

Sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif ini

mengisyaratkan adanya keyakinan hakim untuk menentukan apakah

terdakwa bersalah atau tidak.Alat-alat bukti dalam sistem pembuktian

menurut Undang-Undang secara negatif, diatur secara tegas oleh

Undang-Undang, demikian juga dengan mekanisme pembuktian yang

ditempuh. Ketika alat-alat bukti telah mendukung benarnya dakwaan

yang didakwakan kepada terdakwa, maka haruslah timbul keyakinan

pada diri hakim akan kebenaran dari alat-alat bukti tersebut. Jika alat-

alat bukti telah mendukung kebenaran bahwa terdakwa bersalah

namun belum timbul keyakinan pada diri hakim, maka pidana tidak

dapat dijatuhkan. Untuk membuktikan salah atau tidaknya Terdakwa

menurut sistem pembuktian Undang-Undang secara negatif, terdapat

dua komponen (M.Yahya Harahap, 2007:279) :

a) Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat

bukti yang sah menurut Undang-Undang.

b) Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan

dengan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang.

d. Jenis Alat Bukti yang Sah Menurut KUHAP

Kekuatan alat bukti dalam suatu perkara sangat tergantung dari

adanya faktor kualitas penegak hukum, kode etik, dan hubungan sosial

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

18

dengan masyarakat. Pembuktian suatu tindak pidana, hakim akan dibantu

dengan alat bukti yang ada. Efektifitas alat bukti telah ditentukan oleh

peraturan perundang-undangan. Hakim dengan sungguh-sungguh harus

memeriksa alat-alat bukti yang telah diajukan oleh penuntut umum guna

mendapatkan kebenaran sesuai dengan keyakinannya. Alat-alat bukti yang

sah merupakan alat-alat bukti yang ada hubungannya dengan suatu tindak

pidana, guna menambah keyakinan bagi hakim atas kebenaran adanya

suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. Adapun alat-alat

bukti yang sah menurut Pasal 184 Ayat (1) KUHAP adalah berikut :

1) Keterangan Saksi

Pengertian mengenai siapa yang disebut saksi yang diatur

dalam Pasal 1 butir (26) KUHAP, adalah seorang yang dapat

memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan

dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri,

ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Sedangkan keterangan saksi

menurut Pasal 1 butir (27) KUHAP adalah salah satu alat bukti

dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai

sesuatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan

ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya

itu.

Perkembangan pengertian keterangan saksi mengalami

perluasan setelah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor

65/PUU-VIII/2010, definisi keterangan saksi sebagai alat bukti

adalah keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang

ia dengar sendiri, ia melihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan

menyebut alasan pengetahuannya itu, termasuk pula keterangan

dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak

pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia

alami sendiri. Dalam hal ini berkaitan dengan hak terdakwa untuk

menghadirkan dan mendengarkan keterangan saksi yang

meringankan bagi dirinya.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

19

Syarat sahnya keterangan saksi sebagai alat bukti dapat bernilai

sebagai kekuatan pembuktian, perlu diperhatikan apa saja yang

harus dipenuhi sebagai seorang saksi.

Seorang saksi dalam memberikan kesaksiannya, dapat

dikatakan sah apabila :

a) Harus mengucap janji atau sumpah

Umumnya alat bukti keterangan saksi merupakan alat

bukti yang paling utama dalam perkara pidana.Dalam pasal

tersebut tersangka berhak mengusulkan saksi.Hal ini dilakukan

dengan alasan karena tersangka berhak melakukan pembelaan

pada dakwaan yang dituduhkan kepadanya dengan mengajukan

seorang saksi, dan karena pada umumnya para saksi itu

memberatkan tersangka. Bilamana ada saksi A De Charge ini,

maka penyidik harus memeriksanya dicatat dalam berita acara

dengan memanggil dan memeriksa saksi tersebut. Saksi yang

dalam keterangannya dapat meringankan terdakwa.Serta saksi

yang dapat memberatkan terdakwa A Charge diatur dalam

Pasal 160 ayat (1). Mengucap sumpah atau janji, hal ini diatur

dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP dan sudah panjang lebar

diuraikan dalam ruang lingkup pemeriksaan saksi. Menurut

ketentuan Pasal 160 ayat (3) KUHAP, sebelum saksi memberi

keterangan wajib mengucapkan sumpah atau janji. Adapun

sumpah atau janjinya adalah dilakukan menurut cara agamanya

masing-masing dan lafal sumpah atau janji berisi bahwa saksi

akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan tiada

lain daripada yang sebenarnya.

Menurut ketentuan Pasal 160 ayat (3) KUHAP, pada

prinsipnya wajib diucapkan dalam saksi memberi keterangan,

akan tetapi Pasal 160 ayat (4) KUHAP memberi kemungkinan

untuk mengucapkan sumpah atau janji setelah saksi

memberikan keterangan. Menurut ketentuan tersebut saat

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

20

pengucapan sumpah atau janji, pada prinsipnya wajib

diucapkan sebelum saksi memberikan keterangan dan tapi

dalam hal yang dianggap perlu oleh pengadilan, sumpah atau

janji dapat diucapkan sesudah saksi memberikan keterangan.

Mengenai saksi yang menolak mengucapkan sumpah atau janji,

sudah diterangkan, yakni terhadap saksi yang menolak untuk

mengucapkan sumpah atau janji tanpa alasan yang sah : dapat

dikenakan sandera, penyanderaan dilakukan berdasar

penetapan hakm ketua sidang, dan penyanderaan dalam hal

seperti ini paling lama empat belas hari (M.Yahya Harahap,

2012:286).

b) Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti

Tidak semua keterangan saksi yang mempunyai nilai

sebagai alat bukti. Keterangan saksi yang mempunyai nilai ialah

keterangan yang sesuai dengan apa yang dijelaskan Pasal 1 butir 27

KUHAP, yaitu: yang saksi lihat sendiri, saksi dengar sendiri, saksi

alami sendiri, serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu

(M.Yahya Harahap, 2012:287).

Berkaitan dengan Testimonium de auditu atau keterangan

saksi yang diperoleh sebagai hasil dari pendengaran dari orang lain,

tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti. Keterangan saksi di

sidang pengadilan berupa keterangan ulangan dari apa yang

didengarnya dari orang lain, tidak dapat dianggap sebagai alat bukti

(Pasal 185 KUHAP). Berkaitan dengan kesaksian de auditu, tidak

diperkenankan sebagai alat bukti dan selaras pula dengan tujuan

hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran materiil, dan pula

untuk perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, keterangan

seorang saksi yang hanya mendengar dari orang lain, tidak

menjamin kebenarannya. Maka kesaksian de auditu atau hearsay

evidence patuh tidak dipakai di Indonesia pula. Namun demikian,

kesaksian de auditu perlu pula didengar oleh hakim, walaupun tidak

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

21

mempunyai nilai sebagai bukti kesaksian, tetapi dapat memperkuat

keyakinan hakim yang bersumber kepada dua alat bukti yang lain

(Andy Hamzah, 2009:262).

c) Keterangan Saksi Harus Diberikan di Sidang Pengadilan

Keterangan saksi jika dikemukakan diluar sidang pengadilan

(outside the court), bukanlah menjadi alat bukti dan tidak bisa

dijadikan sebagai keterangan untuk membuktikan kesalahan

terdakwa. Sekalipun misalnya hakim, penuntut umum, terdakwa

atau penasihat hukum ada yang mendengar keterangan seorang yang

berhubungan dengan peristiwa pidana yang sedang diperiksa, dan

keterangan itu mereka dengar di halaman kantor pengadilan atau

disampaikan seseorang kepada hakim di rumah tempat tinggalnya.

Keterangan yang demikian tidak dapat dinilai sebagai alat bukti

karena itu tidak dinyatakan di sidang pengadilan. (M.Yahya

Harahap,2012: 287).

Keterangan saksi dapat dinilai sebagai alat bukti, keterangan

itu harus yang dinyatakan di sidang pengadilan.Hal ini sesuai

dengan penegasan Pasal 185 Ayat (1) KUHAP. Kalau begitu,

keterangan saksi yang berisi penjelasan tentang apa yang

didengarnya sendiri, dilihatnya sendiri atau dialaminya sendiri

mengenai suatu peristiwa pidana, baru dapat bernilai sebagai alat

bukti apabila keterangan itu saksi nyatakan di sidang pengadilan.

d) Keterangan Seorang Saksi Saja Dianggap Tidak Cukup

Supaya keterangan saksi dianggap cukup membuktikan

kesalahan seorang terdakwa harus dipenuhi paling sedikit atau

sekurang-kurangnya dengan dua alat bukti. Kalau begitu

keterangan seorang saksi saja, baru bernilai sebagai satu alat bukti

yang harus ditambah dan dicukupi dengan alat bukti lain. Jadi,

bertitik tolak dari ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP,

keterangan seorang saksi saja belum dapat dianggap sebagai alat

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

22

bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa, atau

unus testis nullus testis. Ini berarti jika alat bukti yang

dikemukakan penuntut umum hanya terdiri dari seorang saksi saja

tanpa ditambah dengan dengan keterangan saksi yang lain atau alat

bukti yang lain, kesaksian tunggal yang seperti ini tidak dapat

dinilai sebagai alat bukti yang cukup untuk membuktikan

kesalahan terdakwa sehubungan dengan tindak pidana yang

didakwakan kepadanya. Walaupun seandainya keterangan saksi

tunggal itu sedemikian rupa jelasnya, tetapi terdakwa tetap

mungkir serta kesaksian tunggal itu tidak dicukupi dengan alat

bukti lain, kesakasian ini harus dinyatakan tidak mempunyai nilai

kekuatan pembuktian atas alasan unus testis nullus testis.

Lain hal nya jika terdakwa memberikan keterangan yang

mengakui kesalahan yang didakwakan kepadanya.Hal seperti ini

seorang saksi sudah cukup membuktikan kesalahan terdakwa,

karena disamping keterangan saksi tunggal itu, telah dicukupi

dengan alat bukti keterangan/pengakuan terdakwa.Apabila sudah

tercukupi pembuktian berarti telah terpenuhi ketentuan minimum

pembuktian dan the degree of evidence, yakni keterangan saksi

ditambah dengan alat bukti keterangan terdakwa. Memperhatikan

uraian diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa persyaratan yang

dikehendaki oleh Pasal 185 ayat (2) KUHAP adalah : untuk dapat

membuktikan kesalahan terdakwa paling sedikit harus didukung

oleh dua orang saksi, dan atau kalau saksi yang ada hanya terdiri

dari seorang saja maka kesaksian tunggal itu harus dicukupi atau

ditambah dengan salah satu atau alat bukti yang lain (M.Yahya

Harahap, 2012: 288).

e) Keterangan Beberapa Saksi yang Berdiri Sendiri

Sering terdapat kekeliruan pendapat sementara orang yang

beranggapan, dengan adanya beberapa saksi dianggap keterangan

saksi yang banyak itu telah cukup membuktikan kesalahan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

23

terdakwa. Pendapat yang demikian keliru, karena sekalipun saksi

yang dihadirkan dan didengar keterangannya di sidang pengadilan

secara “kuantitatif” telah melampaui batas minimum pembuktian

belum tentu keterangan mereka secara “kualitatif” memadai

sebagai alat bukti yang sah membuktikan kesalahan terdakwa.

Tidak ada gunanya menghadirkan saksi yang banyak, jika secara

kualitatif keterangan mereka saling “berdiri sendiri” tanpa adanya

saling hubungan antara saksi satu dengan saksi lain, yang dapat

mewujudkan suatu kebenaran akan adanya kejadian atau keadaan

tertentu. Berapa pun banyaknya saksi yang diperiksa dan didengar

keterangannya di sidang pegadilan, hanya pemborosan waktu jika

masing-masing keterangan mereka itu berdiri sendiri tanpa

hubungan antara yang satu dengan yang lain.

Hal seperti ini menegaskan “keterangan saksi satu saja,

sedang terdakwa memungkiri kejahatan yang dituduhkan

kepadanya dan keterangan saksi-saksi lainnya tidak memberi

petunjuk tehadap kejahatan yang dituduhkan, belum dapat

dianggap cukup membuktikan kesalahan “terdakwa”.Dalam

perkara ini ternyata ada beberapa orang saksi yang didengar

keterangannya di sidang pengadilan.Sekian banyak saksi tersebut,

hanya satu saksi yang dapat dinilai sebagai alat bukti, sedang saksi-

saksi selebihnya hanya bersifat keterangan yang berdiri sendiri

tanpa saling berhubungan.Sebagai alat bukti petunjuk saja pun

tidak mencukupi. Mahkamah Agung menilai keterangan saksi yang

banyak itu, sama sekali tidak dapat dinilai sebagai alat bukti.

Kemapuan dan keterampilan penyidik dibutuhkan untuk

mempersiapkan dan menyediakan saksi-saksi yang secara kualitatif

dapat memberikan keterangan yang saling berhubungan, bukan

hanya mengumpulkan saksi yang banyak, tapi hanya menyajikan

keterangan yang berdiri sendiri. Hal yang seperti inilah yang

diperingatkan oleh Pasal 185 ayat (4) yang menegaskan:

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

24

keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri tentang suatu

kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah

dengan syarat, apabila keterangan saksi itu “ada hubungannya”

satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat

membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu

(M.Yahya Harahap, 2012:289).

2) Keterangan Ahli

Keterangan seorang ahli disebut sebagai alat bukti pada

urutan kedua oleh Pasal 183 KUHAP ini berbeda dengan HIR

(Herzience Indonesich Reglement) dahulu yang tidak

mencantumkan keterangan ahli sebagai alat bukti. Ada beberapa

hal yang harus diperhatikan oleh keterangan ahli sebagai alat bukti

dalam persidangan adalah sebagai berikut:

a) Tata Cara Pemberian Keterangan Ahli Mulai ketentuan Pasal

133 KUHAP dihubungkan dengan penjelasan Pasal 186 jenis

dan tata cara pemberian keterangan ahli sebagai alat bukti yang

sah dapat melalui prosedur sebagai berikut :

(1) Diminta dan diberikan ahli pada saat pemeriksaan

penyidikan, jadi, pada saat penyidikan demi untuk

kepentingan peradilan, penyidik meminta keterangan ahli,

permintaan itu dilakukan penyidik secara tertulis dengan

menyebut secara tegas untuk hal apa pemeriksaan ahli itu

dilakukan. Misalnya, apakah untuk pemeriksaan luka atau

pemeriksaan mayat ataupun untuk pemeriksaan bedah

mayat dan sebagainya.

(2) Atas permintaan penyidik, ahli yang bersangkutan

membuat laporan, laporan itu bisa berupa surat keterangan

yang lazim disbut visum et repertum.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

25

(3) Laporan atau visum et repertum itu dibuat oleh ahli yang

bersangkutan mengingat sumpah di waktu ahli menerima

jabatan atau pekerjaan (Andy Hamzah, 2012:272).

b) Keterangan Ahli Yang Diminta dan Diberikan di Sidang

(1) Apabila dianggap perlu dan dikehendaki baik oleh ketua

sidang karena jabatan, maupun atas permintaan penuntut

umum, terdakwa atau penasihat hukum, dapat menerima

pemeriksaan keterangan ahli dalam pemeriksaan di sidang

pengadilan.

(2) Keterangan ahli menurut tata cara ini berbentuk

keterangan lisan dan secara langsung diberikan dalam

pemeriksaan di sidang pengadilan.

(3) Bentuk keterangan lisan secara langsung dicatat dalam

berita acara pemeriksaan sidang pengadilan oleh panitera.

(4) Ahli yang memberi keterangan lebih dulu mengucapkan

sumpah atau janji sebelum memberi keterangan. Jadi

dalam tata cara dan bentuk keterangan ahli di sidang

pengadilan, tidak dapat diberikan hanya berdasar sumpah

atau janji pada waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan,

tapi harus mengucapkan sumpah atau janji di sidang

pengadilan sebelum ia memberi keterangan. Dipenuhinya

tata cara dan bentuk keterangan yang demikian dalam

pemeriksaan di sidang pengadilan, bentuk keterangan ahli

tersebut menjadi alat bukti yang sah menurut Undang-

Undang, dan sekaligus keterangan ahli yang seperti ini

mempunyai nilai kekuatan pembuktian (Andy Hamzah,

2012:273).

3) Alat Bukti Surat

Selain Pasal 184 yang menyebut alat-alat bukti maka

hanya ada satu Pasal saja dalam KUHAP yang mengatur tentang

alat bukti surat yaitu Pasal 187 yang terdiri atas 4 ayat :

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

26

(1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat

oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di

hadapannya, yang memuat tentang keterangan tentang

kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau yang

dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan

tegas tentang keterangan itu.

(2) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal

yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung

jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu

hal atau sesuatu keadaan.

(3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat

berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau keadaan

yang diminta secara resmi daripadanya.

(4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya

dengan isi dari alat pembuktian yang lain (Andy Hamzah,

2012:275).

4) Alat Bukti Petunjuk

Menurut Pasal 188 Ayat (1) KUHAP, petunjuk adalah

perbuatan, kejadian, atau keadaan yang karena persesuaiannya,

baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak

pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak

pidana dan siapa pelakunya.Pasal selanjutnya yaitu Pasal 188

ayat (2) KUHAP. Disebutkan bahwa petunjuk sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 188 Ayat (1) KUHAP hanya dapat

diperoleh dari keterangan saksi, surat atau keterangan terdakwa.

Hanya dari ketiga alat bukti itu bukti petunjuk dapat

diolah.Melalui ketiga sumber inilah persesuaian perbuatan,

kejadian, atau keadaan dapat dicari dan diwujudkan (Andy

Hamzah, 2012:277).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

27

5) Keterangan Terdakwa

Menurut Pasal 189 KUHAP, keterangan terdakwa adalah

apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia

lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.Ada

beberapa asas penilaian terhadap keterangan Terdakwa yang

menentukan sah atau tidaknya keterangan terdakwa dijadikan

sebagai alat bukti,yaitu:

a) Tentang Perbuatan yang Dilakukan Terdakwa

Arti dari ketentuan ini adalah hakim jangan sampai keliru

memasukkan keterangan terdakwa yang berupa pernyataan

mengenai perbuatan yang dilakukan oleh orang lain.

Pernyataan perbuatan yang dapat dinilai sebagai alat bukti

ialah penjelasan tentang perbuatan yang dilakukan terdakwa

sendiri. Setiap pertanyaan yang bermaksud hendak

mengetahui apa saja yang diakukan terdakwa sehubungan

dengan tindak pidana yang sedang diperiksa, akan terarah di

sekitar perbuatan yang dilakukannya. Pertanyaan tidak akan

melenceng diluar tindakan atau perbuatan yang dilakukannya.

Tentu boleh saja menanyakan perbuatan yang dilakukan oleh

orang lain, asal ada kaitan langsung dengan perbuatan yang

dilakukan terdakwa sendiri (Andy Hamzah, 2012:278).

b) Tentang Apa yang Diketahui Sendiri Oleh Terdakwa

Undang-Undang membuat garis pembatasan antara yang

diketahui terdakwa sehubungan dengan peristiwa pidana

dengan pengetahuan yang bersifat pendapat sendiri.Ketentuan

ini mengenai yang diketahui sendiri oleh terdakwa, bukan

pengetahuan yang bersifat “pendapat maupun rekaan” yang

terdakwa peroleh dari hasil pemikiran. Arti yang terdakwa

ketahui sendiri tiada lain daripada pengetahuan sehubungan

dengan peristiwa pidana yang didakwakan kepadanya. Bukan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

28

pendapat atau rekaan terhadap peristiwa pidana tersebut, tetapi

semata- mata pengetahuan langsung yang timbul dari peristiwa

tindak pidana itu.Corak dan arah pertanyaan yang diajukan

kepada terdakwa harus berkisar dan bertitik tolak tentang

hubungan pengetahuannya dengan tindak pidana yang

diperiksa.Keterangan atau pernyataan yang berupa pendapat

atau rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran terakwa adalah

keterangan yang tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti

keterangan terdakwa (M. Yahya Harahap, 2012:320).

c) Tentang Apa Yang Dialami Sendiri Oleh Terdakwa

Mengenai hal ini pun pernyataan terdakwa tentang apa yang

dialami baru dianggap mempunyai nilai sebagai alat bukti jika

pernyataan pengalaman itu mengenai pengalamannya sendiri.

Apa yang terdakwa alami sendiri harus berupa pengalaman

yang langsung berhubungan dengan peristiwa pidana yang

bersangkutan, mengenai hal-hal yang dialami sendiri oleh

terdakwa pada saat terjadi peristiwa pidana. Hal lain diluar

pengalaman yang seperti ini, tidak dapat dinilai sebagai alat

bukti keterangan terdakwa.

d) Keterangan Terdakwa Hanya Merupakan Alat Bukti Terhadap

Dirinya Sendiri.

Menurut asas ini, apa yang diterangkan seseorang dalam

persidangan dalam kedudukannya sebagai terdakwa, hanya

dapat dipergunakan sebagai alat bukti terhadap dirinya sendiri.

Jika dalam suatu perkara terdakwa terdiri dari beberapa orang,

masing-masing keterangan setiap terdakwa hanya merupakan

alat bukti yang mengikat kepada dirinya sendiri. Keterangan

terdakwa A tidak dapat dipergunakan terhadap terdakwa B,

demikian sebaliknya (M. Yahya Harahap, 2012:321).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

29

e) Keterangan Terdakwa Saja Tidak Cukup Membuktikan

Kesalahannya.

Asas ini ditegaskan dalam Pasal 189 ayat (4)KUHAP yaitu

keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan

bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan

kepadanya melainkan harus disertai dengan alat bukti yang

lain. Pada hakikatnya asas ini hanya merupakan penegasan

kembali prinsip batas minimum pembuktian yang diatur dalam

Pasal 183 KUHAP.Sedikitpun tidak ada perbedaan penegasan

Pasal 189 ayat (4)KUHAP dengan prinsip batas minimum

pembuktian yang diatur Pasal 183 KUHAP.Pasal 183 KUHAP

telah menentukan asas pembuktian bahwa untuk menjatuhkan

hukuman pidana terhadap seorang terdakwa, kesalahannya

harus dapat dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat

bukti yang sah. Asas batas minimum pembuktian ini tidak

berbeda dengan apa yang ditentukan pada Pasal 189 ayat (4)

KUHAP, yang menegaskan bahwa keterangan terdakwa saja

tidak cukup membuktikan kesalahannya tapi harus disertai atau

didukung dengan alat bukti yang lain (M. Yahya Harahap,

2012:321).

f) Keterangan Terdakwa Diluar Sidang (The Confession Outside

The Court)

Salah satu asas penilaian yang menentukan sah atau

tidaknya keterangan terdakwa sebagai alat bukti, keterangan itu

harus terdakwa buktikan di sidang pengadilan. Asas ini

menjelaskan bahwa keterangan terdakwa yang dinyatakan

diluar sidang pengadilan sama sekali tidak mempunyai nilai

sebagai alat bukti yang sah.

Keterangan terdakwa yang diberikan diluar sidang dapat

dipergunakan untuk membantu menemukan alat bukti di sidang

pengadilan.Syarat keterangan diluar sidang harus didukung

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

30

oleh suatu alat bukti yang sah, dan keterangan yang dinyatakan

di luar sidang sepanjang hal yang didakwakan

kepadanya.Berdasarkan ketentuan ini, keterangan terdakwa

yang dinyatakan diluar sidang tidak dapat dinilai sebagai alat

bukti, oleh karena itu, tidak dapat dipergunakan sebagai alat

bukti.Keterangan terdakwa tidak dapat dipergunakan sebagai

alat bukti, tetapi dapat dipergunakan membantu menemukan

bukti di sidang pengadilan.Keterangan terdakwa dapat

digunakan menemukan bukti harus didukung oleh suatu alat

bukti yang ada hubungannya mengenai hal yang didakwakan

kepadanya.Keterangan diluar sidang tidak didukung oleh salah

satu alat bukti yang sah, keterangan itu tidak dapat

dipergunakan berfungsi sebagai alat pembantu menemukan

bukti di sidang (M. Yahya Harahap, 2012:323).

g) Kekuatan Pembuktian Keterangan Terdakwa

Sifat nilai kekuatan pembuktian adalah bebas dan hakim

tidak terikat pada nilai kekuatan yang terdapat pada alat bukti

keterangan terdakwa.Hakim bebas untuk menilai kebenaran

yang terkandung di dalamnya.Hakim dapat menerima atau

menyingkirkannya sebagai alat bukti dengan jalan

mengemukakan alasan-alasannya.Apabila terdapat penolakan,

hendaknya mengajukan alasan yang berargumentasi

proporsional dan akomodatif. Demikian juga sebaliknya,

seandainya hakim hendak menjadikan alat bukti keterangan

terdakwa sebagai salah satu landasan pembuktian kesalahan

terdakwa, harus dilengkapi dengan alasan yang argumentatif

dengan menghubungkannya dengan alat bukti yang lain (M.

Yahya Harahap, 2012:331).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

31

2. Asas Persidangan dan Pertimbangan Hakim

a. Asas Persidangan

Ada beberapa asas hukum yang berlaku dalam praktek atau

proses persidangan, antara lain:

1. Peradilan sederhana,cepat, dan biaya ringan.

2. Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum Pasal 153 ayat (3)

dan(4)KUHAP: untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua

sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum

kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya

anak-anak.

3. Praduga tak bersalah (presemuption of innocence): setiap orang

yangdisangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di

muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai

adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan

memperoleh kekuatan hukum tetap.

4. Asas Opurtunitas: asas hukum yang memberikan wewenang

kepada Penuntut Umum untuk menuntut atau tidak menuntut

dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah

mewujudkan delik demi kepentingan umum.

5. Peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan tetap.

6. Asas akusator dan inkisitor.

7. Tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan hukum.

8. Pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan.

9. Semua orang diperlakukan sama di depan hakim.

b. Pengertian Pertimbangan Hakim

Seorang hakim dalam menjatuhkan putusan akan

mempertimbangkan hal-hal yang bersifat yuridis dan non yuridis, yaitu:

1) Pertimbangan Yuridis

Pertimbangan hakim atau Ratio Decidendi adalah argument

atau alasan yang dipakai oleh hakim sebagai pertimbangan hukum

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

32

yang menjadi dasar sebelum memutus perkara. Dalam praktik

sebelum pertimbangan yuridis ini dibuktikan, maka hakim terlebih

dahulu akan menarik fakta-fakta dalam persidangan yang timbul

dan merupakan konklusi komulatif dari keterangan para saksi,

keterangan terdakwa, dan barang bukti. Lilik Mulyadi (2007:193)

mengemukakan bahwa: ”Hakikat pada pertimbangan yuridis hakim

merupakan pembuktian unsur-unsur dari suatu delik, apakah

perbuatan terdakwa tersebut memenuhi dan sesuai dengan delik

yang didakwakan oleh Penuntut Umum/dictum putusan hakim”.

2) Pertimbangan yang Bersifat Non Yuridis

Selain mempertimbangkan yang bersifat yuridis, hakim

dalam menjatuhkan putusan membuat pertimbangan yang bersifat

non yuridis.Pertimbangan non yuridis yang bertitik tolak pada

dampak yang merugikan dan merusak tatanan dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara. Pertimbangan yang bersifat non

yuridis yaitu:

a) Kondisi diri terdakwa, Terdakwa dapat mempertanggung

jawabkan perbuatannya dalam arti sudah dewasa dan sadar

(tidak gila).

b) Motif dan tujuan dilakukannya suatu tindak pidana, Setiap

perbuatan tindak pidana mengandung bahwa perbuatan tersebut

mempunyai motif dan tujuan untuk dengan sengaja melawan

hukum.

3. Kasasi

a. Pengertian Kasasi

Kasasi merupakan salah satu upaya yanakan ketentua hukum

biasa dan merupakan hak asasi yang diberikan peraturan perundang-

undangan dalam mencari keadilan. Kasasi berasal dari kata “cassation”

dengan kata kerja “casser” yang artinya membatalkan atau

memecahkan. Pemeriksaan perkara pidana oleh Mahkamah Agung

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

33

pada peradilan kasasi, mempergunakan ketentuan yang diatur dalam

KUHAP. Kasasi merupakan upaya hukum yang diberikan kepada

terdakwa dan jaksa penuntut umum bila berkeberatan terhadap putusan

pengadilan yang diberikan kepadanya (Rusli Muhammad, 2007:26).

Upaya hukum kasasi merupakan upaya hukum biasa yang

dapat diajukan oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak yang

berpekara, karena belum puas terhadap putusan Pengadilan Tinggi.

Berdasarkan Undang_undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang

Mahkamah Agung yang menggantikan Undang-undang nomor 14

Tahun 1985, mengartikan kasasi sebagai pembatalan putusan atau

penetapan pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir karena

tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Pasal 244 KUHAP dijelaskan bahwa “terhadap putusan perkara

pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain

daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat

mengajukan permohonan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah

Agung kecuali terhadap putusan bebas”.

Menurut Pasal 20 ayat (2)huruf aUndang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakimantelah menegaskan

Mahkamah Agung merupakan peradilan tingkat terakhir (kasasi) bagi

semua lingkungan peradilan, atau dengan kata lain, Mahkamah Agung

adalah peradilan kasasi bagi semua lingkungan peradilan yang berada

di bawah Mahkamah Agung (M. Yahya Harahap, 2012:535).

b. Tujuan Upaya Hukum Kasasi

Tujuan adanya upaya hukum kasasi ini adalah mengoreksi

adanya kesalahan terhadap putusan pengadilan tingkat banding yang

bertentangan dengan Undang-undang dan mengadili perkara dalam hal

penerapan hukumnya. Kewenangan mili perkara yang tidak meliputi

seluruh perkara disesuaikan dengan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

34

Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yaitu :

1) Memeriksa dan memutus tentang tidak berwenang atau

melampaui batas wewenang pengadilan tingkat banding dalam

memeriksa dan memutus suatu perkara.

2) Memeriksa dan mengadili kesalahan penerapan atas pelanggaran

hukum yang dilakukan pengadilan yang ada dibawah dengan

memeriksa dan memutus perkara.

3) Memeriksa dan mengadili kelalaian tentang syarat-syarat yang

wajib dipenuhi menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan

yang bersangkutan.

c. Alasan Pengajuan Kasasi

Alasan pengajuan kasasi ditentukan secara “limitatif” dalam

Pasal 253 ayat (1).Pemeriksaan kasasi dilakukan oleh Mahkamah

Agung berpedoman kepada alasan-alasan tersebut. Permohonan

kasasi harus mendasar pada keberatan-keberatan kasasi bertitik tolak

dari alasan yang disebutkan Pasal 253 ayat (1), yang harus diutarakan

dalam memori kasasi ialah keberatan atas putusan yang dijatuhkan

pengadilan kepadanya, karena isi putusan itu mengandung kekeliruan

atau kesalahan yang tidak dibenarkan oleh Pasal 253 ayat (1). Alasan

kasasi yang dapat dibenarkan Pasal 253 ayat (1) yaitu adalah :

a) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau

diterapkan tidak sebagaimana mestinya

b) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut

ketentuan undang-undangnar pengadilan telah melampaui batas

wewenangnya.

c) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

Selain ketiga alasan ini, keberatan kasasi ditolak karena tidak

dibenarkan undang-undang. Penentuan alasan kasasi yang limitatif

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

35

dengan sendirinya serta sekaligus “membatasi” wewenang Mahkamah

Agung memasuki pemeriksaan perkara dalam tingkat kasasi, terbatas

hanya meliputi kekeliruan pengadilan atas ketiga hal tersebut (M.

Yahya Harahap, 2012 :565).

Pemohon Kasasi tidak dapat menggunakan alasan-alasan lain

selain dari yang telah ditetapkan oleh undang-undang, atau dengan

kata lain, bahwa bila hendak mengajukan kasasi, pemohon kasasi

harus menggunakan alasan-alasan kasasi yang telah ditentukan

undang-undang ( Harun M. Husein, 1992 :74).

d. Tata Cara Pengajuan Kasasi

Seringkali dijumpai pengajuan kasasi ditolak atau putusan

kasasi terlambat diajukan dan melampui tenggang waktu yang

ditentukan Pasal 245 ayat (1), atau juga permohonan kasasi diajukan

tidak dibarengi dengan memori kasasi atau memori kasasi terlambat

diajukan ke panitera. Semua hal itu merugikan bagi pemohon kasasi

(Andi Hamzah dan Irdan Dahlan, 1987:207). Oleh karena itu perlu

diketahui dan difahami tata cara pengajuan kasasi, sesuai dengan

Pasal 248 ayat (1), sebagai berikut :

1) Permohonan diajukan kepada Panitera

Pasal 248 ayat (1) menegaskan, bahwa permohonan kasasi

disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang

memutus perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu 14 hari

sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu

diberitahukan kepada Terdakwa.Jika pemohon kasasi berada di

luar tahanan, maka sebaiknya datang sendiri (dengan pengacara)

untuk langsung mengajukan permohonan kasasi dan

menandatangani akta permohonan kasasi.Jika pemohon berada

dalam tahanan, pemohon dapat datang sendiri dengan diantar atau

didampingi petugas Rutan.Atau petugas panitera mendatangi

Rutan untuk menyuruh pemohon menandatangani akta kasasi.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

36

2) Pemohon yang Berhak Mengajukan Kasasi

Untuk mengetahui siapa yang berhak mengajukan permohonan

kasasi, Pasal 248 KUHAP memberi penegasan bahwa yang

berhak mengajukan kasasi adalah :Terdakwa dan penuntut umum,

mereka adalah yang berhak mengajukan kasasi, baik sendiri-

sendiri maupun bersama-sama. Terdakwa saja secara sendirian

dapat mengajukan kasasi, demikian juga penuntut umum.Hal ini

tidak mengurangi kemungkinan keduanya sama-sama mengajukan

kasasi, baik Terdakwa maupun penuntut umum sama-sama

mengajukan permohonan kasasi.

3) Tenggang waktu mengajukan permohonan kasasi

Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa pengajuan permohonan

kasasi bisa gugur, karena permohonan kasasi menjadi tidak sah

karena telah melampui batas waktu yang ditetapkan. Mengenai

tenggang waktu yang diberankan undang-undang untuk

mengajukan kasasi adalah : empat belas hari sejak tanggal putusan

pengadilan sesuai dengan Pasal 245 ayat(1) yang menegaskan

bahwa permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada

panitera pengadilan negeri yang telah memutus perkara dalam

tingkat pertama; dan permohonan diajukan dalam waktu 14 hari

sesudah putusan pengadilan yang hendak dikasasi diberitahukan

kepada Terdakwa. Terlambat dari batas waktu 14 hari

mengakibatkan hak untuk mengajukan permohonan kasasi

menjadi gugurPasal 246 ayat (2).

4) Gugurnya hak untuk mengajukan kasasi.

Apabila permohonan kasasi yang diajukan terlambat dari

tenggang waktu 14 hari, maka : Hak untuk mengajukan kasasi

gugur dan Terdakwa dianggap menerima putusan.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

37

4. Tinjauan tentang Tindak Pidana Narkotika

a. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana adalah pelanggaran norma-norma dalam tiga

bidang hukum lain, yaitu Hukum Perdata, Hukum Ketatanegaraan,

dan Hukum Tata Usaha Pemerintahan, yang oleh pembentuk Undang-

Undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Nama lain tindak

pidana adalah strafbaar feit atau sering juga disebut delic (Wirjono

Prodjodikoro, 2002:1).

Definisi lain tentang tindak pidana adalah suatu perbuatan

manusia yang memenuhi perumusan delik, melawan hukum dan

pembuat bersalah melakukan perbuatan itu (Komariah E. Sapardjaja,

2002:22).Tindak pidana juga dapat diartikan sebagai perbuatan

seseorang yang diancam pidana, perbuatannya bersifat melawan

hukum, terdapat suatu kesalahan dan bagi pelakunya dapat

dipertanggung jawabkan atas perbuatannya (Indriyanto Seno Adji,

2002:155), dan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana

barang siapa yang melakukan (Moeljatno, 1983:11).

Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika, telah

banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum dan telah banyak

mendapat putusan Hakim.Penegakan hukum seharusnya diharapkan

mampu menjadi faktor penangkal terhadap meningkatnya

perdagangan gelap serta peredaran narkotika, tapi dalam kenyataannya

justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin

meningkat pula peredaran serta perdagangan gelap narkotika

tersebut.Simons menyatakan bahwa strafbaar feit adalah kelakuan

yang diancam pidana yang bersifat melawan hukum, yang

berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang

mampu bertanggung jawab (Martiman Projohamidjojo, 1997:15).

Berdasarkan pengertian dan uraian-uraian tersebut di atas,

dapat diketahui bahwa tindak pidana merupakan suatu tindakan yang

dilarang atau dicela oleh masyarakat dan dilakukan oleh orang yang

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

38

bersalah yang dapat dikenakan sanksi pidana.Unsur kesalahan atau

pertanggung jawaban menjadi bagian pengertian tindak pidana.

b. Pengertian Narkotika

Pengertian Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan

obat/bahan berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain yang

diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik

Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika,

Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini, baik "narkoba"

ataupun "napza", mengacu pada kelompok senyawa yang umumnya

memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Narkoba sebenarnya

adalah senyawa-senyawa psikotropika yang biasa dipakai untuk

membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk

penyakit tertentu. Secara etimologis narkoba atau narkotika berasal

dari bahasa Inggris narcose atau narcosisyang berarti menidurkan

dan pembiusan.

Narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu narke atau narkom

yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa.Narkotika

berasal dari perkataan narcotic yang artinya sesuatu yang dapat

menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek stupor

(bengong), bahan-bahan pembius dan obat bius. Narkotika adalah zat

yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu bagi mereka yang

menggunakannya dengan cara memasukkan obat tersebut kedalam

tubuhnya, pengaruh tersebut berupa pembiasan, hilangnya rasa sakit

rangsangan, semangat dan halusinasi. Secara terminologi, dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia, narkoba atau narkotika adalah obat

yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit,

menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang (Mardani, 2008:78).

Pengertian yuridis tentang narkotika diatur dalam ketentuan

Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika. Jenis narkotika berasal dari tanaman atau bukan tanaman,

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

39

baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi

sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan

ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan

sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini Menurut istilah

kedokteran, narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan terutama

rasa sakit dan nyeri yang berasal dari daerah viresal atau alat-alat

rongga dada dan rongga perut, juga dapat menimbulkan efek stupor

atau bengong yang lama dalam keadaan masih sadar serta

menimbulkan adiksi atau kecanduan (Mardani, 2008:78).

Menurut M. Ridha Ma‟roef berdasarkan buku Mardani jenis

narkotika adalah:

a) Bahwa narkotika ada dua macam, yaitu narkotika alam dan

narkotika sintetis. Narkotika alam ialah berbagai jenis candu,

morphine, heroin, ganja, hashish, codein, dan cocaine. Narkotika

alam ini termasuk dalam pengertian narkotika sempit. Narkotika

sintetis adalah termasuk dalam pengertian narkotika secara luas.

Narkotika sintetis yang termasuk didalamnya zat-zat (obat) yang

tergolong dalam tiga jenis obat yaitu: Hallucinogen, Depressant,

dan Stimulant.

b) Bahwa narkotika itu mempengaruhi susunan syaraf sentral yang

akibatnya dapat menimbulkan ketidaksadaran atau pembiusan.

Berbahaya apabila disalahgunakan.

c) Bahwa narkotika dalam pengertian dalam pengertian ini adalah

mencakup obat-obat bius dan obat-obat berbahaya atau narcotic

and dangerous drugs (Mardani, 2008:34).

Penyalahgunaan narkoba atau narkotika adalah pemakaian

narkoba di luar indikasi medik, tanpa petunjuk atau resep dokter dan

pemakaiannya bersifat patologik dan menimbulkan hambatan dalam

aktivitas di rumah, sekolah atau kampus, tempat kerja dan lingkungan

sosial (Mardani, 2008:2), namun pada kasus penyalahgunaan

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

40

narkotika, apabila penggunaan narkotika sampai kepada

ketergantungn dan kecanduan, maka perlu proses rehabilitasi dari

pada pidana agar terbebas dari ketergantungan terhadap narkotika

namun yang terjadi adalah banyak pengguna narkoba yang dihukum

penjara yang minimal 4 (empat) tahun (Rosnainah1, Dahlan Ali2,

Mohd. Din2, : “Penerapan Unsur Memiliki Atau Menguasai

Narkotika terhadap Pemakai Dalam Perspektif Kebijakan Hukum

Pidana”, 85-86,Vol 2, No. 2, November 2013)

c. Jenis-jenis Narkoba dan Golongannya

Jenis-jenis Narkotika menurut Undang-UndangNomor 35

Tahun 2009 merupakan penggolongan narkotika sesuai dengan

peraturan hukum yang berlaku di Indonesia.Jenis-jenis narkotika ini di

bagi dalam beberapa golongan dalam bentuk klasifikasi berdasarkan

zat yang dikandungnya.

Berikut adalah uraian tentang jenis-jenis narkoba dan beberapa

zat yang termasuk dalam golongannya :

1) Narkotika adalah zat atau bahan aktif yang bekerja pada sistem

saraf pusat (otak), yang dapat menyebabkan penurunan sampai

hilangnya kesadaran dari rasa sakit (nyeri) serta dapat

menimbulkan ketergantungan (ketagihan). Zat yang termasuk

golongan ini antara lain: morfin, putaw (heroin), ganja, kokain,

opium, codein, metadon. Metadon adalah opioida sintetik yang

mempunyai daya kerja lebih lama serta lebih efektif daripada

morfin dengan pemakaian ditelan. Metadon dipakai untuk

methadone maintenance program, yaitu untuk mengobati

ketergantungan terhadap morfin atau heroin dan opiat lainnya.

2) Alkohol adalah jenis minuman yang mengandung etil-alkohol

(dibagi dalam 3 kelompok), disesuaikan dengan kadar etil-

alkoholnya. Alkohol dapat menimbulkan adiksi (ketagihan) dan

dependensi (ketergantungan). Efek penggunaan alkohol

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

41

tergantung dari jumlah yang dikonsumsi, ukuran fisik pemakai

serta kepribadian pemakai. Pada dasarnya alkohol dapat

mempengaruhi koordinasi anggota tubuh, akal sehat, tingkat

energi, dorongan seksual, dan nafsu makan. Menurut Keputusan

Presiden RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan

Pengendalian Minuman beralkohol, minuman beralkohol

dikelompokkan dalam 3 golongan dilihat dari kandungan

alkoholnya yaitu:

(1) Golongan A yaitu berbagai jenis minuman keras yang

mengandung kadar alkohol antara 1% sampai dengan 5%.

Contoh minuman keras ini adalah bir, green sand, dan lain-

lain.

(2) Golongan B yaitu berbagai jenis minuman keras yang

mengandung kadar alkohol antara 5% sampai dengan 20%.

Contohnya adalah anggur Malaga, dan lain-lain.

(3) Golongan C yaitu minuman keras yang mengandung kadar

alkohol antara 20% sampai dengan 50%. Yang termasuk jenis

ini adalah brandy, vodka, wine, rhum, champagne, whiski,

dan lain-lain. Kebanyakan orang mulai terganggu tugas

sehari-harinya bila kadar alkohol dalam darah mencapai 0,5%

dan hampir semua akan mengalami gangguan koordinasi bila

kadar alkohol dalam darah 0,10%.

(c) Psikotropika adalah zat atau bahan aktif bukan narkotika, bekerja

pada sistem saraf pusat (otak) dan dapat menyebabkan perasaan

khas pada aktifitas mental dan perilaku serta dapat menimbulkan

ketagihan atau bahan ketergantungan. Zat yang termasuk

golongan ini menurut (Karsono, 2004) antara lain: psikostimulan

(Sabu-Sabu, ekstasi, amphetamine), inhalansia seperti aerosol,

bensin, perekat, solvent, butyl nitrites (pengharum ruangan).

Obat penenang dan obat tidur (nipam, mogadon, diazepam,

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

42

bromazepam, nitrazepam, flunitrazepam, estazolam, pil KB, dan

obat antidepresi.

(d) Zat adiktif adalah zat atau bahan aktif bukan narkotika atau

psikotropika, bekerja pada sistem saraf pusat dan dapat

menimbulkan ketergantungan/ketagihan. Zat yang termasuk

dalam golongan ini antara lain : nikotin, LSD (Lysergic acid

diethylamide), psilosin, psilosibin, meskalin, dan lain-lain

berdasarkan dengan UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika.

d. Tindak Pidana Narkotika

Unsur-unsur tindak pidana narkotika dalam Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terdiri dari:

a) Unsur “setiap orang”: Adanya subyek hukum, yang dapat

dijadikan subyek hukum hanyalah orang

b) Unsur “tanpa hak atau melawan hukum”:Adanya perbuatan yang

dilarang, perbuatan yang dilakukan sesuai dengan rumusan delik.

Bersifat melawan hukum dapat meliputi:

(1) Melawan hukum formal artinya apabila perbuatan yang

dilakukan sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang.

(2) Melawan hukum material artinya apabila perbuatan yang

dilakukan melanggar aturan atau nilai-nilai yang hidup dalam

masyarakat harus adanya kesalahan. Kesalahan yang

dimaksud adalah pencelaan dari masyarakat apabila

melakukan hal tersebut sehingga adanya hubungan batin

antara pelaku dengan kejadian yang nantinya akan

menimbulkan suatu akibat. Jelaslah bahwa sanksi pidana

lebih menekankan unsur pembalasan, sedangkan sanksi

tindakan bersumber dari ide dasar perlindungan masyarakat

dan pembinaan atau perawatan si pembuat. (Sudarto, 1973).

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

43

Kesalahan itu sendiri dapat dibagi 2 yaitu kesengajaan/ dolus

dan kealpaan, adalah :

(a) Memiliki unsurmemiliki, menyimpan, menguasai, atau

berkaitan dengan barang terlarang.

(b) Sesuai dengan ketentuan Pasal 112 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika tanpa

hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,

menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I

bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas)

tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00

(delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(c) unsur "narkotika golongan I berbentuk tanaman,

golongan I bukan tanaman, golongan II dan golongan

III". Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud

pada Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana

tercantum dalam lampiran I dan merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. Pengertian

dari masing-masing golongan narkotika sebagaimana

tersebut, terdapat pada penjelasan Pasal 6 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 sebagai berikut:

a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya

dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi sangat tinggi dapat

mengakibatkan ketergantungan.

b. Narkotika Golongan II adalah narkotika berkhasiat

pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan

dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

44

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai

potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

c. Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat

pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi

dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

mengakibatkan ketergantungan.

B. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan penjelasan atas alur pemikiran

penulis. Penelitian ini diawali dengan pengamatan terhadap sebuah perkara

pidana narkotika yang terjadi di kota Surakarta dengan terdakwa Didit Sulistio

Winoto. Perkara ini diajukan dalam persidangan Pengadilan Negeri Surakarta

yang menghasilkan Putusan Pengadilan Negeri Surakarta

No:162/Pid.Sus/2013/PN.Ska. Selanjutnya, Terdakwa mengajukan banding ke

Pengadilan Tinggi Semarang yang hasil putusannya yaitu

No:109/Pid.Sus/2014/PT.Smg justru memperkuat hasil putusan Pengadilan

Negeri Surakarta.

Atas hasil judex facti tersebut, Terdakwa dan Penuntut Umum

mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Upaya hukum kasasi

tersebut dikabulkan dan menghasilkan putusan yang lebih memuaskan

Terdakwa antara lain terkait dengan hukuman pidana yang harus dijalani oleh

Terdakwa. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengupas dan menganalisis

lebih lanjut putusan Mahkamah Agung Nomor 1469k/Pid.Sus/2014 untuk

mengetahui kesalahan penerapan hukum oleh Pengadilan Negeri Surakarta

yang digunakan sebagai alasan Terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi

dan membahas tentang pertimbangan Mahkamah Agung dalam memeriksa

dan menentukan putusan terhadap Terdakwa tindak pidana narkotika tersebut.

Alur pemikiran penulis ini dijelaskan dalam skema sebagai berikut:

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membuktikan, menurut para ahli ... · a. Pengertian Pembuktian Membuktikan, menurut para ahli, ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil

45

Perkara NarkotikaPasal 127 UURI No. 35 TH 2009

Putusan PN SurakartaNo:162/Pid.Sus/2013/PN.Ska

Putusan PT SemarangNo:109/Pid.Sus/2014/PT.Smg

Terdakwa Alasan KasasiPasal 253 KUHAP

Pertimbangan Hakim

Putusan M.A Nomor1469k/Pid.Sus/2014

Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran