16.03.09 - anemia
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anemia merupakan penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat
Indonesia, terutama anemia yang disebabkan oleh difisiensi Fe. Ada berbagai
jenis dan sebab dari anemia. Anemia bukanlah suatu penyakit yang dapat
dianggap enteng, karena anemia dapat menimbulkan berbagai komplikasi
yang serius.
Berikut ini ialah skenario yang digunakan untuk mencapat tujuan
pembelajaran :
Samson Sering Tertidur di Kelas
An. Samson seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawa ke dokter
dengan keluhan pucat. Menurut anamnesis dari ibu, anaknya terlihat pucat
sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan lain yang menyertai adalah demam yang
tidak terlalu tinggi, perut mual dan susah makan. Sejak kecil Samson
memang tidak suka makan daging. Kata guru TKnya, saat mengitkuti
pelajaran, Samson sering tertidur di kelas. Pada pemeriksaan fisik
didapaktan konjungtiva pucat, bising jantung, tidak didaptkan hepatomegali
maupun splenomegali. Pada pemeriksaan laboratorium didaptkan Hb 8.0
g/dl. Dokter memberikan tablet tambah darah untuk Samson.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakan patogenesis, gejala dan tanda-tanda anemia?
2. Bagaimanakah proses eritropoiesis?
3. Bagaimana fisiologi hemoglobin?
4. Apa saja macam-macam anemia?
5. Bagaimana cara mendiagnosis dan menatalaksana anemia?
6. Adakah hubungan tidak makan daging dengan anemia?
7. Mengapa Samson sering tertidur di kelas?
8. Adakah hubungan hematomegali, splenomegali dan limfadenapati dengan
anemia?
9. Apa saja komplikasi anemia?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Dapat menjelaskan mekanisme pembentukan sel-sel darah merah.
2. Dapat menjelaskan konsep patogenesis dan patofisiologi anemia.
3. Dapat menjelaskan mekanisme anemia, faktor penyebab dan komplikasi
anemia.
4. Menentukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis anemia.
5. Dapat menecegah dan mengetahui komplikasi anemia.
D. MANFAAT PENULISAN
1. Dapat menatalaksana dan mencegah anemia.
2. Mampu menjelaskan konsep patogenesis dan patofisiologi anemia.
3. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat terhadap bahaya anemia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Klarifikasi istilah
Splenomegali : pembengkakan pada limpa.
Hepatomegali : pembengkakan pada organ hati.
Anemia : penurunan jumlah masa eritrosit sehingga tidak dapat mengankut
O2 ke jaringan perifer.
Konjungitva : membran halus yang melapisi kelopak mata dan melapisi
permukaan sklera yang terpajan.
Demam : respon fisiologis dimana suhu tubuh meningkat akibat peraturan
tulang pada set point di hipotalamus.
Pucat : berkurangnya volume darah, hemoglobin, basokontriksi untuk
memaksimalkan oksigen ke organ-organ vital.
Bising jantung : suara yang disebabkan peningkatan kecepatan aliran
darah.
Eritrosit : sel darah merah, cakran bikonkaf, tidak berinti, diameter 8μm,
bertepi 2μm, ketebalan berkurang di bagian tengah, konponen utamanya
hemoglobin. (Sylvia, 2003)
Limfadenopati : penyakit pada limfe, disebabkan karena infeksi dan
kanker lokal.
Transfusi : proses pemasukan darah dari donor ke resepien.
Oksigenasi : proses transfer oksigen ke jaringan.
B. ERITROSIT
Fungsi utama sel darah merah, yang juga dikenal sebagai eritrosit adalah
pengakutan hemoglobin yang selanjtunya mengangkut oksidgen dari paru-
paru ke jaringan. Selain mengangkut hemoglobin, sel darahmerah juga
mempunyai fungsi lain. Contohnya, sel tersebut mengandugn seumlah besar
karbonik anhidrase, suatu enzim yang mengatalisis reakse revesibel anatara
karon dioksida dan air untuk membentuk asam karbonat yang dapat
meningkatkan kecepatan reaksi ini beberapa ribu kali ipat. Cepatnya reaksi ini
membuat air dalm darah dapat mengangkut sejumlah besar karbon dioksida
dalam bentuk ion bikarbonat dari jarignan ke paru- paru dimana di paru-paru
akan diubah kembali menjadi karbon dioksidan dan di keluarkan. Sel darah
merah bertanggung jawab untuk sebagian besar daya dapar asam-basa seluruh
darah karena hemoglobin yang terdapat di dalam sel merupakan dapar asam-
basa yang baik.
Pada pria normal, jumlah rata-rata sel darah merah per milimeter kubik
adalah 5.200.000 (± 300.000) pada wanita normal, 4.700.000 (±300.000).
Orang yang tinggal di dataran tinggi mempunyai jumlah sel darah merah yang
lebih besar. (Guyton, Hall, 2006)
Proses pembentukan eritrosit disebut dengan eritropoiesis yang diatur oleh
hormon eritropoietin yang dihasilkan oleh ginjal (90%) dan 10 % dari hati dan
tempat lain. Stimulus untuk pembentukan eritropoietin adalah tekanan oksigen
dalam jaringan ginjal.
Produksi eritropoietin meningkat pada anemia, jika karena sebab metablik
atau struktural anemia, hemoglobin tidak dapat melepaskan O2 secara normal,
jika O2 atmosfer rendah atau jika gangguan fungsi jantung atau paru atau
kerusakan sirkulasi ginjal mempengaruhi pengiriman O2 ke ginjal. (Sylvia,
2002)
Ketika sel darah merah dihantarkan dari sumsum tulang masuk ke dalam
sistem sirkulasi, sel tersebut normalnya akan bersirkulasi rata-rata selama 120
hari sebelum dihancurkan. Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel
darah merah pecah akan segera difagosit oleh sel-sel makrofag di banyak
bagian tubuh, namun terutama oleh sel-sel Kupffer hati, makrofag limpa dan
makrofag sumsum tulang, serta direduksi menjadi globin dan geme. Globin
masuk kembali ke dalam kumpulan asam amino. Besi dibebaskan dari heme,
dan bagian yang lebih besar diangkut oleh protein plasma transferin ke
sumsum tulang utnuk produksi sel darah merah. Sisa besi disimpan di hati dan
garingan tubuh lain dalam bentuk feritin dan hemosiderin tuk digunakan di
kemudian hari. (Guyton, 2001)
C. ANEMIA
Menurut definisi, anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai
normal jumlah sel darah merah (SDM), kuantitas hemoglobin dan volume
packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan dmeikian,
anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan
patofisiologik yang mendasar yang diruaikan melalui anamnesis yang
seksama, pemeriksaan fisik dan konfirmasi laboratorium.
Karena semua sistem organ dapat terkena, maka pada anemia dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang luas, bergantung pada kecepatan
timbulnya anemia, usia individu, mekanisme kompensasi, tingkat aktivitasnya,
keadaan penyakit yang mendasarinya dan beratnya anemia. (Sylvia, 2002)
Karena jumlah efektif SDM berkurang, maka pengiriman O2 ke jaringan
menurun. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada
pendarahan, mengakiatkan gejala-gejala hipovolemia dan hipoksemia,
termasuk kegelisahan, diaforesis (keringant dingian), takikardia, napas pendek
dan berkembang cepat menjadi kolaps sirkulasi atau syok.
Namun, berkurangnya masa SDM dalam waktu beberapa bulan (bahkan
pengurangan sebanyak 50%) memungkinkan kompensasi tubuh untuk
beradaptasi, dan pasien biasanya asimptomatik, kecuali pada kerja fisik berat.
Tubuh beradaptasi dengan meningkatkan curah jantung dan pernapasan, oleh
karenan itu meningkatkan pengiriman O2 ke jaringan oleh sel darah merah,
meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin, smengembangkan volume
plasma danegan menarik cairan dari sela-sela jaringan serta redistribusi aliran
darah ke organ-organ vital (Guyton, 2001)
BAB III
PEMBAHASAN
Eritropoiesis ialah proses pembentukan sel darah merah atau eritrosit.
Dimulai dari sel induk pluripoten yang ada di sumsum tulang belakang yang akan
berdiferensiasi menjadi commited stem cells eritrocyte membentuk proeritroblas
yang kemudian akan membelah menjadi eritroblas. Eritroblas ini bersifag
basofilik, sehingga berwarna biru karena basa, dengan kadar hemoglobin yang
masih sedikit. Selanjutnya, eritroblas akan menjadi normoblas polikromatofilik
yang kemudian menjadi eritroblas (ortokromatik). Kedua jenis sel ini nukleus
mulai memadat, mengecil dan kemudian dikeluarkan dari sel. Selain itu, kedua
jenis sel ini juga sudah mengandung hemoglobin sekitar 34%. Selanjutnya,
eritroblas ( ortokromatik) akan menjadi retikulosit dimana retikulum endoplasma
diabsorbsi dan masih terdapat sisa apparatus golgi dan mitokondria. Retikulosit
masuk ke sirkulasi darah melalui proses diapedesis. Retikulosit kemudian akan
berkembang menjadi eritrosit, dengan masa hidup 120 hari, mempunyai enzim-
enzim sitoplasma yang digunakan untuk kegiatan sel itu sendiri. Eritrosit yang
sudah tua akan difagosit oleh makrofag di hati, limpa dan sumsum tulang.
Bagan 1 : Eritropoiesis
Untuk proses maturasi eritrosit dibutuhkan vitamin B12 dan asam folat
yang digunakan untuk sintesis DNA. Perangsangan pembentukan eritroblas
dipengaruhi oleh eritropoietin yang dihasilkan oleh ginjal jika kapiler darah
tubulus ginjal kekurangan O2. Eritropoietin bekerja dengan cara meningkatkan
sitesis hemoglobin dalam prekursor sel darah merah, mengurangi waktu
sel induk pluripoten
proeritroblas
eritroblas (basofilik)
normoblas polikroma
tik
eritroblas (ortokromatik)
retikulosit
eritrosit
pematangan prekursor sel darah merah, melepaskan retikulosit sumsum ke dalam
darah pada stadium dini dan meningkatkan jumlah stem cell.
Hemoglobin terbentuk saat eritrosit dimulai. Pembentukannya dimulai
dari:
1. 2 suksinil CoA + glisin → pirol
2. 4 pirol bergabung → portopofirin IX
3. Portoporfirin IX + Fe2+ → heme
4. Heme + globin → Hb (α,β,γ)
5. 2 rantai α + 2 rantai β → hemoglobin
Macam-macam hemoglobin tergantung pada asam aminonya. Hb F
terdapat pada fetus, Hb S terdapat pada sel sabit, dan Hb A terdapat pada orang
dewasa normal.
2 rantai hemoglobin mengikat 4 atmon besi. 1 atom besi mengikat 1
molekul O2. Jadi, 2 rantai hemoglobin (4 atom besi) dapat mengikat 4 molekul O2.
Besi mengikat O2 secara longgar.
Anemia merupakan keadaan penurunan jumlah masa eritrosit sehingga
tidak dapat mengangkut O2 ke jaringan perifer. Anemia dapat dibedakan secara
morfologi dan etiologi.
Anemia dapat dibagi berdasarkan morfologi dan etiologinya
Bagan 2 : Klasifikasi anemia
Anemia
Secara morfologi
Hipokromik mikrositerMCV ↓, MCHC ↓
Normokromik normositikMCV & MCHC normal
MakrositikMCV ↑, MCHC ↑
secara etiologi
Megaloblastik hemolitik Kegagalan sumsum tulang belakang
Primer
Anemia aplastik
Anemia diseritropoietik
Sekunder
Anemia mielopti
stik
Supresi sumsum tulang karena
keganasan hematologik
lain
Anemia disebabkan oleh 3 faktor utama, yaitu:
1. Gangguan eritropoiesis
2. Kehilangan darah dalam jumlah banyak
3. Hemolisis sebelum waktunya.
Dalam skenario, faktor penyebabnya ialah gangguan eritropoiesis yang
disebabkan karena defisiensi besi. Besi banyak terdapat di daging, seperti di hati,
jantung, kuning telur. Maka, pada skenario ini, dimana Samson tidak suka makan
daging, maka ada kemungkinan bahwa Samson kurang asupan besinya.
Karena kurangnya darah karena anemia, lalu akan terjadi kurangnya
asupan oksigen ke otak, hal inilah yang menyebabkan Samson menjadi sering
mengantuk dan tertidur di kelas.
Hepatomegali dan splenomegali terjadi pada anemia hemolitik. Splen dan
hati bertugas untuk destruksi eritrosit. Pada anemia hemolitik, ada banyak sel
darah merah yang hancur dan harus didestruksi. Karena itu, kerja hati dan splen
menjadi berat dan terjadi perbesaran.
Komplikasi anemia yang dapat terjadi diantaranya ialah:
1. Serangan jantung
Saat hemoglobin kurang dari 6, maka dapat terjadi kegagalan
jantung karena miocardium. Hal ini disebabkan pada anemia yang
parah, maka tubuh akan kekurangan O2, sehingga otot jantung akan
bekerja sangat berat untuk memacu darah.
2. Komplikasi pada ibu hamil
Pada ibu hamil, anemia dapat terjadi karena abortus dan lamanya
waktu persalinan. Bila ibu menderita anemia yang parah saat
kehamilan, maka anaknya berisiko untuk lahir prematur dan cacat
bawaan.
3. Pada anemia yang kekurangan vitamin B12, dapat terjadi keomplikasi
kerusakan saraf dan gangguan pada otak.
Tahap mendiagnosa anemia ialah:\
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
Terdiri dari :
a. Warna kulit : pucat, plethora, sianosis, ikterus
b. Purpura : petechie, echymosis
c. Bentuk kuku : sendok (pada anemia defisiensi besi)
d. Mata : ikterus, conjungtiva pucat
e. Mulut : ulserasi, hipertropi gusi, pendarahan gusi, dll
f. Limfadenopati
g. Splenomegali
h. Nyeri tulang atau sternum
i. Hematrosis / anchylosis sendi
j. Pembengkakan testis
k. Pembengkakan parotis
l. Sistem saraf
3. Pemeriksaan laboratorium (hematologi)
a. Screening
Terdiri dari pemeriksaan kadar hemoglobin, indeks eritrosit, dan
apusan darah tepi
b. Pemeriksaan rutin
Terdiri dari pemeriksaan laju endap darah, penghitungan
diferensial, dan penghitungan retikulosit
c. Pemeriksaan sumsum tulang
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus
- Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin,
teritin serum
- Anemia megaloblastik : pemeriksaan asam folat dan vitamin
B12
- Anemia hemolitik : penghitungan retukulosit, coombx test
- Anemia leukimia : pemeriksaan sitokimia
4. Pemeriksaan laboratorium (non hematologi)
a. Faal ginjal
b. Faal endokrin
c. Pemeriksaan asam urat
d. Faal hati
e. Pemeriksaan biakan kuman
Pada anemia defisiensi besi, seperti yang terjadi pada skenario ini,
penatalaksanaannya ialah
1. Diagnosis penyebab
2. Ganti besi secara per oral samapai MCV dan Hb normal, dilanjutkan
sampai 3 bulan sampaai MCV dan Hb memadai (hingga ada simpanan
besi yang cukup)
3. Bila telah terjadi anemia defisiensi besi yang parah, maka dapat
diberika transfusi darah pure red cells. Namun, dalam skenario ini
tidak perlu dilakukan karena Hb belum kurang dari 6.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
1. Anemia merupakan keadaan penurunan jumlah masa eritrosit sehingga
tidak dapat mengankut oksigen ke jaringan perifer. Anemia dapat dibagi
menjadi 2 bagian, secara morfologi dan etiologinya.
2. Dalam skenario ini Samson menderita defiesiensi besi yang disebabkan
karena ia tidak suka makan daging, padahal daging merupakan sumber
besi yang utama.
3. Penatalaksanaannya ialah melakukan diagnosa dan memberikan besi
secara per oral hingga kadar Hb dan MCVnya normal dan dilanjutkan
hingga 3 bulan untuk memenuhi cadangan besi dalam tubuhnya.
SARAN
1. Perlu adanya penyuluhan kepada masyarakat bahwa anemia bukanlah
suatu peyakit yang dapat dianggap enteng karena dapat menyebabkan
komplikasi dan dapat berakhir dengan kematian.
2. Perlu adanya penyuluhan kepada masyarakat agar makan makanan yang
bergizi untuk mencegah terjadinya anemia, terutama pada wanita dan ibu
hamil.
DAFTAR PUSTAKA
Davey, Patrick. 2002. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC
Guyton, Arthur C. 2007. Fisiologi kedokteran. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Robbins. 2007. Patologi. Jakarta : EGC