134336063-skenario-1-blok-ipt.pdf

Upload: alimuslimah

Post on 09-Oct-2015

70 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 1

    SKENARIO 1 BLOK IPT

    NAMA : ELISA ROSANI

    NPM : 1102012074

    SASARAN BELAJAR

    LI.1. Memahami dan menjelaskan tentang Demam

    LO.1.1. Memahami dan menjelaskan tentang Definisi Demam

    Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas variasi sirkadian yang normal sebagaian

    akibat dari perubahan pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior.

    Demam adalah kenaikan suhu tubuh karena adanya perubahan termoregulasi pada

    hipotalamus.

    Demam adalah apabila seseorang mengalami peningkatan pada suhu tubuhnya 37.8

    derajat Celsius pada oral, rectal, aksila.

    LO.1.2. Memahami dan menjelaskan tentang macam macam Demam

    Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah mendapat

    antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial dilakukan di tempat yang

    berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun tidak patognomonis untuk infeksi

    tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk diagnosis yang berguna.

    Tabel 2. Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik

    Pola demam Penyakit

    Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan

    Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri

    Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis

    Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik

    Quotidian Malaria karena P.vivax

    Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid arthritis,

    beberapa drug fever (contoh karbamazepin)

    Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis

    Demam rekuren Familial Mediterranean fever

  • 2

    Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat suhu

    selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons terapi.

    Gambaran pola demam klasik meliputi:

    Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4

    oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal

    biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

    Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)

    Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5

    oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering

    ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu (Gambar 2.).

    Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

    Gambar 2. Demam remiten

    Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang

    ditemukan di praktek klinis.

  • 3

    Gambar 3. Demam intermiten

    Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.

    Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap hari.

    Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)

    Gambar 4. Demam quotidian

    Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

    Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.

    Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ

    multipel.

    Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari

    pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam

    kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African

    hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).

    Relapsing fever dan demam periodik: o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau

    irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa

    bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan

  • 4

    bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar

    5.) dan brucellosis.

    Gambar 5. Pola demam malaria

    o Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau

    tick (tick-borne RF).

    Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)

    Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba berlangsung

    selama 3 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6

    oC pada tick-borne fever dan 39,5

    oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi

    myalgia, sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai

    Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 8 jam), yang umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat organisme dihancurkan oleh

    antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang

    terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan

    fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown.

    o Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 10 minggu sebelum awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.

    o Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan

    penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola terdiri dari

    episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan

    destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

  • 5

    Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).

    LO.1.3. Memahami dan menjelaskan tentang Patogenesis Demam

    Endotoksin

    Peradangan

    Rangsangan pirogenik lain

    Monosit

    Makrofag

    Sel kupffer

    Sitokin merupakan polipeptida dan kecil yang memungkinkan

    sitokin didalam darah dapat menembus otak

    Daerah praoptik Hipotalamus

    Prostaglandin

    Peningkatan titik patokan suhu

    Demam

  • 6

    LO.1.4. Memahami dan menjelaskan tentang Etiologi Demam

    Etiologi demam umumnya akibat dari gangguan hipotalamus. Penyebab lainnya :

    1. Infeksi saluran pernapasan 2. Infeksi virus 3. Infeksi bakteri 4. Pneumonia 5. Gangguan imunologi 6. Penyakit tertentu yang berkaitan dengan paparan panas 7. Beberapa kanker tertentu ada yang mempunyai gejala awal demam, seperti pada leukemia &

    penyakit Hodgkin.

    8. Selain itu, ada beberapa sebab lain yang juga dapat menyebabkan sedikit kenaikan pada suhu tubuh, seperti misalnya sehabis imunisasi (meskipun tidak terjadi pada semua anak) & saat anak

    tumbuh gigi

    Etiologi

    1. Penyebab Infeksi

    v Parasit

    v Bakteri

    v Virus

    v Jamur

    v dll

    2. Penyebab Non Infeksi

    v Neoplasma

    v Nekrosis Jaringan

    v Kelainan Kolagen Vaskular

    v Emboli Paru / Trombosis vena dalam

    v Obat , metabolism, dll

    1. Demam tanpa penyebab yang jelas (Fever Of Unknown Origin)

    Demam yang menetap dengan hasil pemeriksaan penunjang awal negatif disebut Demam Tanpa

    Penyebab Yang Jelas (Fever of Unknown Origin). Definisi klasik dari kelainan ini adalah Demam >

    38,3C yang menetap tanpa diagnosis selama 3 minggu termasuk pemeriksaan 1 minggu di rumah sakit

    INFEKSI

    Infeksi Piogenik Infeksi bakteri Sistemik Infeksi Riketsia, Chlamydia,

    dan Mikoplsama

    Appendicitis

    Cat-scratch disease

    Bartonellosis

    Brucellosis

    Rickettsial infections

    Anaplasmosis

  • 7

    Cholangitis

    Cholecystitis

    Dental abscess

    Diverticulitis/abscess

    Lesser sac abscess

    Liver abscess

    Mesenteric lymphadenitis

    Osteomyelitis

    Pancreatic abscess

    Pelvic inflammatory disease

    Perinephric/intrarenal abscess

    Prostatic abscess

    Renal malacoplakia

    Sinusitis

    Subphrenic abscess

    Suppurative thrombophlebitis

    Tuboovarian abscess

    Campylobacter infection

    Cat-scratch disease/bacillary

    angiomatosis (B. henselae)

    Gonococcemia

    Legionnaires disease

    Leptospirosis

    Listeriosis

    Lyme disease

    Melioidosis

    Meningococcemia

    Rat-bite fever

    Relapsing fever

    Salmonellosis

    Syphilis

    Tularemia

    Typhoid fever

    Vibriosis

    Yersinia infection

    Ehrlichiosis

    Murine typhus

    Q fever

    Rickettsialpox

    Rocky Mountain spotted fever

    Chlamydial infections

    Lymphogranuloma venereum

    Psittacosis

    TWAR( C. pneumoniae) infection

    Mycoplasmal infections

    Infeksi Virus Infeksi Jamur Infeksi parasit

    Colorado tick fever

    Coxsackievirus group B infection

    Cytomegalovirus infection

    Dengue

    Epstein-Barr virus infection

    Aspergillosis

    Blastomycosis

    Candidiasis

    Coccidioidomycosis

    Cryptococcosis

    Parasitic infections

    Amebiasis

    Babesiosis

    Chagas disease

    Leishmaniasis

  • 8

    Hepatitis A, B, C, D, and E

    Human herpesvirus 6 infection

    Human immunodeficiency virus

    infection

    Lymphocytic choriomeningitis

    Parvovirus B19 infection

    Histoplasmosis

    Mucormycosis

    Paracoccidioidomycosis

    Sporotrichosis

    Malaria

    Pneumocystis infection

    Strongyloidiasis

    Toxocariasis

    Toxoplasmosis

    Trichinosis

    Infeksi Intravaskular Infeksi Micobacterium Lain-lain

    Bacterial aortitis

    Bacterial endocarditis

    Vascular catheter infection

    M. avium/M.

    intracellulareinfections

    Other atypical mycobacterial

    infections

    Tuberculosis

    Actinomycosis

    Bacillary angiomatosis

    Nocardiosis

    Whipples disease

    Kawasakis disease (mucocutaneous lymph

    node syndrome)

    Kikuchis necrotizing lymphadenitis

    NON INFEKSI

    Neoplasma Collagen Vascular/Hypersensitivity

    Diseases

    Penyakit Metabolik Dan

    Bawaan

    Ganas

    Colon cancer

    Gall bladder carcinoma

    Hepatoma

    Hodgkins lymphoma

    Imunoblastic T-cell lymphoma

    Leukemia

    Adult Stills disease

    Behcets disease

    Erythema multiforme

    Erythema nodosum

    Giant cell arteritis/polymyalgia

    rheumatica

    Hypersensitivity pneumonitis

    Adrenal insufficiency

    Cyclic neutropenia

    Deafness, urticaria, and

    amyloidosis

    Fabrys disease

    Familial cold urticaria

    Familial Mediterranean fever

    Hyperimmunoglobulinemia D

  • 9

    Lymphomatoid granulomatosis

    Malignant histiocytosis

    Non-Hodgkins lymphoma

    Pancreatic cancer

    Renal cell carcinoma

    Sarcoma

    Jinak

    Atrial myxoma

    Castlemans disease

    Renal angiomyolipoma

    Hypersensitivity vasculitis

    Mixed connective-tissue disease

    Polyarteritis nodosa

    Relapsing polychondritis

    Rheumatic fever

    Rheumatoid arthritis

    Schnitzlers syndrome

    Systemic lupus erythematosus

    Takayasus aortitis

    Weber-Christian disease

    Wegeners granulomatosis

    and

    periodic fever

    Muckle-Wells syndrome

    Tumor necrosis factor

    receptor

    associated periodic syndrome

    Type V hypertriglyceridemia

    Granulomatous Diseases Gangguan Termoregulator Lain-Lain

    Crohns disease

    Granulomatous hepatitis

    Midline granuloma

    Sarcoidosis

    Central

    Brain tumor

    Cerebrovascular accident

    Encephalitis

    Hypothalamic dysfunction

    Peripheral

    Hyperthyroidism

    Pheochromocytoma

    Aortic dissection

    Drug fever

    Gout

    Hematomas

    Hemoglobinopathies

    Laennecs cirrhosis

    PFPA syndrome: periodic

    fever, adenitis,

    pharyngitis, aphthae

    Postmyocardial infarction

    syndrome

    Recurrent pulmonary emboli

    Subacute thyroiditis (de

  • 10

    Quervains)

    Tissue infarction/necrosis

    Demam buatan

    LI. 2. Memahami dan menjelaskan tentang Salmonella Enterica

    LI. 2.1. Memahami dan menjelaskan tentang Definisi Salmonella Enterica

    Salmonella bersifat host-adapted pada hewan dan infeksi pada manusia biasanya mengenai usus.

    Infeksi muncul dala m bentuk diare akut yang sembuh sendiri. Pada beberapa kesempatan organisme

    ini dapat menyebabkan penyakit yang invasif, meliputi bakteremia dan septikemia yang mengancam.

    Organisme ini ditemukan pada hewan dosmetik. Transmisinya melalui fekal-oral, biasanya dari

    mengingesti makanan yang terkontaminasi.

    LI. 2.2. Memahami dan menjelaskan tentang Struktur Salmonella Enterica

    Salmonella enterica mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang

    membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat

    memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik.

    (Soedarmo,dkk, 2010)

    Panjang salmonella bervariasi. Sebagian besar isolat motil dengan flagel peritrika (peritrichous flagella), serta tidak membentuk spora, batang gram negatif. Salmonella mudah tumbuh pada

    medium sederhana, tetapi hampir tidak pernah memfermentasikan laktosa atau sukrosa.

    Organisme ini membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa. Salmonella

    biasanya menghasilkan H2S. Bakteri ini dapat hidup dalam air yang membeku untuk waktu yang

    lama. Salmonella resistan terhadap bahan kimia tertentu (misalnya hijau brilian, natrium

    tetrationat, natrium deoksikolat) yang menghambat bakteri entertik lain, oleh karena itu senyawa-

    senyawa tersebut berguna untuk inklusi isolat salmonella dari feses pada medium. (Soebandrio,

    2008)

    Organisme Salmonella tumbuh secara aerobic dan anaerobic fakultatif. Serta resisten terhadap banyak agen fisik tetapi dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 130F (54.4C) selama 1 jam

    atau 140F (60C) selama 15 menit. (Aan M. Arvin, 2000)

  • 11

    Struktur Antigen

    Enterobacteri memiliki struktur antigenik yang kompleks. Enterobakteri digolongkan berdasarkan

    lebih dari 150 antigen somatik O (liposakarida) yang tahan panas, lebih dari 100 antigen K (kapsular)

    yang tidak tahan panas dan lebih dari antigen H (flagela). Pada Salmonella thypi antigen kapsular disebut

    antigen vi. (Jawetz, 2008)

    Antigen O bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri dari unit polisakarida yang berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung gula yang unik. Antigen O resisten

    terhadap panas, alkohol dan biasanya terdeteksi oleh aglutinasi bakteri. Antibodi pada antigen O

    terutama adalah IgM.

    Antigen K terletak diluar antigen O pada beberapa enterobakteri tetapi tidak semuanya. Beberapa antigen K merupakan polisakarida termasuk antigen K pada E.coli dan yang lain merupakan

    protein. Antigen K dapat mengganggu aglutinasi dengan antiserum O dan dapat berhubungan

    dengan virulensi (contoh; strain E.coli yang menghasilkan anti gen K1 sering ditemui pada

    meningitis neonatal dan antigen K pada E.coli menyebabkan peletakan bakteri pada sel epitel

    sebelum invasi ke saluran pencernaan / saluran kemih.)

    Antigen H terdapat di flagela dan didenaturasi atau dirusak oleh panas atau alkohol. Antigen ini dipertahankan dengan memberikan formalin pada varian bakteri yang motil. Antigen H seperti ini

    beraglutinasi dengan antibodi anti-H terutama IgG. Penentu dalam antigen H adalah fungsi

    sekuens asam amino pada protein flagella (flagelin). Didalam satu seriotip, antigen flagel terdapat

    dalam satu / dua bentuk disebut fase 1 dan fase 2. Organisme ini cenderung berganti dari satu fase

    ke fase lain yang disebut variasi fase. Antigen H pada permukaan bakteri dapat mengganggu

    aglutinasi dengan antibodi O.

    ( Jawetz, 2008)

    LI. 2.3. Memahami dan menjelaskan tentang Siklus Hidup Salmonella Enterica

    Siklus Hidup Salmonella typhi

    1. Infeksi terjadi dari memakan makanan yang terkontaminasi dengan feses yang terdapat bakteri Salmonella typhi dari organisme pembawa (host).

    2. Setelah masuk dalam saluran pencernaan, maka S. typhi menyerang dinding usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan.

    3. Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding usus tadi ke organ-organ lain, seperti hati, limpa, paru-paru, tulang-tulang sendi, plasenta dan

    dapat menembus sehingga menyerang fetus pada wanita atau hewan betina yang hamil, serta

    menyerang membran yang menyelubungi otak.

    4. Substansi racun dapat diproduksi oleh bakteri dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi keseimbangan tubuh.

    5. Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi, pada fesesnya terdapat kumpulan S. typhi yang dapat bertahan sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan.

    6. Bakteri tersebut tahan terhadap range temperatur yang luas sehingga dapat bertahan hidup berbulan-bulan dalam tanah atau air.

    LI. 2.4. Memahami dan menjelaskan tentang Sifat Salmonella Enterica

    Salmonella sering bersifat pathogen untuk manusia atau hewan bila masuk

    melalui mulut. Bakteri ini ditularkan dari hewan atau produk hewan kepada manusia, dan

    menyebabkan enteritis, infeksi sistemik, dan demam enteric. Panjang salmonella bervariasi.

    Kebanyakan spesies, kecuali Salmonella pullorum-gallinarum dapat bergerak dengan flagel petritrika.

    Bakteri ini mudah tumbuh pada perbenihan biasa, tetapi hampir tidak pernah meragikan laktosa atau

  • 12

    sukrosa. Bakteri ini membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa, dan biasanya

    membentuk H2S.

    Bakteri ini dapat hidup dalam air beku untuk jangka waktu yang cukup lama. Salmonella resisten

    terhadap zat-zat kimia tertentu (misalnya hijau brilian, natrium tetrationat, dan natrium

    deoksikolat)yang menghambat bakteri enteric lainnya; karena itu senyawa ini bermanfaat untuk

    dimasukkan dalam perbenihan yang dipakai untuk mengisolasi salmonella dari tinja.

    Klasifikasi salmonella sangat rumit karena organisme tersebut merupakan rangkaian kesatuan dan

    bukan tertentu. Anggota genus Salmonella awalnya diklasifikasikan berdasarkan epidemiologi,

    jangkauan pejamu, reaksi biokimia, dan struktur antigen O, H, dan Vi. Terdapat lebih dari 2500

    serotip Salmonella, termasuk lebih dari 1400 dalam kelompok hibridasi DNA grup I yang dapat

    menginfeksi manusia. Hampir semua Salmonella yang menyebabkan penyakit pada manusia dapat

    diidentifikasikan di laboraturium klinis melalui pemeriksaan biokimia dan serologik.

    Serotip tersebut adalah sebagai berikut:

    Salmonella paratyphi A (serogrup A)

    Salmonella paratyphi B (serogrup B)

    Salmonella cholerasuis (serogrup C1)

    Salmonella typhi (serogrup D)

    Penentuan serotipe didasarkan atas reaktivitas antigen O dan antigen H bifasik. Berdasarkan

    penelitian hibridisasi DNA, klasifikasi taksonomik resmi meliputi genus Salmonella dengan subspecies

    dan genus Arizona dengan subspesies.

    LI. 2.5. Memahami dan menjelaskan tentang Transmisi Salmonella Enterica

    a. Salmonella typhi, Salmonella choleraesuis, dan mungkin juga Salmonella paratyphi A dan Salmonella paratiphy B bersifat infeksius untuk manusia, dan infeksi oleh organism tersebut

    didapatkan dari manusia. Namun, sebagian besar salmonella bersifat patogen terutama bagi

    hewan-hewan yang menjadi reservoir untuk infeksi manusia : unggas , babi, hewan ternak,

    binatang peliharaan (dari kura-kura hingga burung kakatua), dan banyak lainnya.

    b. Organisme ini hampir selalu masuk melalui rute oral, biasanya bersama makanan atau minuman yang terkontaminasi. Dosis infektif rata-rata untuk menimbulkan infeksi klinis atau

    subklinis pada manusia adalah 105-10

    8 bakteri. Beberapa faktor pejamu yang menimbulkan

    resistansi terhadap infeksi salmonella adalah keasaman lambung, flora mikroba normal usus,

    dan kekebalan usus setempat. Salmonella menyebabkan tiga macam penyakit utama pada

    manusia, tetapi sering juga ditemukan bentuk campuran. (Ann M.Arvin, 1999)

    Sumber infeksi adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh salmonella. Berikut adalah

    sumber-sumber infeksi yang penting

    Air, kontaminasi dengan feses sering menimbulkan epidemik yang luas

    Susu dan produk susu lainnya (es krim, keju, puding), kontaminasi dengan feses dan pasteurisasi yang tidak adekuat atau penanganan yang salah. Beberapa wabah dapat

    ditelusuri sampai sumber kumannya

    Kerang, dari air yang terkontaminasi

    Telur beku atau dikeringkan, dari unggas yang terinfeksi atau kontaminasi saat pemrosesan

    Daging dan produk daging, dari hewan yang terinfeksi (hewan ternak) atau kontaminasi oleh feses melalui hewan pengerat atau manusia

  • 13

    Obat rekreasi, mariyuana dan obat lainnya

    Pewarnaan hewan, pewarnaan (misal, carmine) digunakan untuk obat, makanan, dan kosmetik

    Hewan peliharaan, kura-kura, anjing, kucing, dll Penyakit klinis yang disebabkan oleh Salmonella

    Demam enterik Septikemia Enterokolitis

    Periode inkubasi 7-20 hari Bervariasi 8-48 jam

    Awitan Perlahan Mendadak Mendadak

    Demam Bertahap, kemudian

    plateau, tinggi

    Meningkat cepat,

    kemudian temperatur

    menukik spt sepsis

    Biasanya demam

    ringan

    Lama penyakit Beberapa minggu Bervariasi 2-5 hari

    Gejala gastrointestinal Awalnya sering

    konstipasi, selanjutnya

    diare berdarah

    Sering tidak ada Mual muntah diare saat

    awitan

    Biakan darah Positif pada minggu 1

    hingga minggu 5

    penyakit

    Positif pada saat

    demam tinggi

    Negatif

    Biakan feses Positif pada minggu 2,

    negatif pada awal

    penyakit

    Jarang positif Positif segera setelah

    awitan

    LI.3. Memahami dan menjelaskan tentang Typhoid

    LO.3.1. Memahami dan menjelaskan tentang Definisi Demam Typhoid

    Demam thypoid ( enteric fever ) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya

    mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu

    minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran ( Nursalam dkk,

    2005 : 152

    LO.3.2. Memahami dan menjelaskan tentang Etiologi Demam Typhoid

    LO.3.3. Memahami dan menjelaskan tentang Epidemiologi Demam Typhoid

    LO.3.4. Memahami dan menjelaskan tentang Patogenesis Demam Typhoid

    LO.3.5. Memahami dan menjelaskan tentang Manifestasi Klinik Demam Typhoi

    LO.3.6. Memahami dan menjelaskan tentang Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Demam Typhoid

    Pemeriksaan fisik

    Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh, debar jantung relative lambat

    (bradikardi), lidah kotor, pembesaran hati dan limpa (hepatomegali dan splenomegali), kembung

  • 14

    (meteorismus), radang paru (pneumonia), dan kadang-kadang dapat timbul gangguan jiwa, pendarahan

    usus, dinding usus bocor (perforasi), radang selaput perut (peritonitis), serta gagal ginjal.

    Pemeriksaan penunjang/ pemeriksaan laboratorium

    Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik,

    imunoreologi, mikrobiologi,dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk menegakkan

    diagnosis (bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit,

    dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.

    1. Hematologi

    Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi pendarahan usus atau perforasi

    Hitung leukosit rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi

    Hitung jenis leukosit: neutropenia dengan limfositosis relatif

    LED (laju endap darah): meningkat

    Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia)

    2. Urinalis

    Protein: bervariasi dari negatif sampai yang positif (akibat demam)

    Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi gejala lainnya

    3. Kimia klinik Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan adanya gambaran peradangan samapai

    hepatitis akut.

    4. Imunorologi

    Uji Widal Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibody (didalam

    darah) terhadap antigen kuman Salmonella typhi/paratyphi. Sebagai uji cepat (rapid

    test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya

    aglutinasi. Karena itu antibody jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin. Hasil uji

    ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil postif palsu atau

    negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara

    lainpernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain

    (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestic (pernah sakit), dan adanya

    faktorrheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oelh karena antara lain

    penderita sudah mendapatkan antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1

    minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya jamur imunologik lain.

    Diagnosis demam tifoid/paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160, bahkan mungkin

    sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini

    endemis di Indonesia. Titer O setelah akhir minggu.

    Elisa Salmonella typhi/paratyphi IgG dan IgM Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang dianggap lebih sensitif dan spesifik

    dibandingkan dengan uji Widal untuk mendeteksi demam tifoid/paratifoiddiagnosis

    demam tifoid/paratifoid dinyatakan 1/ bila igM positif menandakan infeksi akut, 2/

    jika igG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah

    endemik.

  • 15

    5. Mikrobiologi

    Kultur (Gall culture/ biakan empedu)

    Uji ini merupaka baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan demam tifoid/paratifoid.

    Interprtasi hasil: jika hasil positif maka diagnosis positif untuk demam tifoid/paratifoid.

    Sebaliknya jika hasil negatif, belum tentu demam tifoid /paratifoid, karena hasil biakan

    negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara llain jumlah darah terlalu

    sedikit kurang dari 2 mL, darah tidak segera dimasukkan kedalam media Gall (darah

    dibiarkan membeku dalam spult sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat

    pengambilan darah masih dalam minggu pertama sakit,sudah mendapatkan antibiotika, dan

    sudah mendapatkan vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera

    diketahui karena perlu waktu pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila

    belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan specimen yang

    digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan

    urin dan tinja.

    6. Biologi molekular

    PCR (Polymerase Chain Reaction)

    Metode ini mulai banyak dipergunakan.pada cara ini dilakukan perbanyakan DNA kuman

    yang kemudian diidentifikasikan dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat

    mendeteksi kuman yang terdapat yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi)

    sertas kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah,

    urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsy.

    LO.3.7. Memahami dan menjelaskan tentang Pencegahan Demam Typhoid

    LO.3.8. Memahami dan menjelaskan tentang Tata Laksana Demam Typhoid

    Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:

    Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.

    Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), dengan tujuan mengembalikan rasa

    nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.

    Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.

    Istirahat dan perawatan. Tirah baring dan perawatan professional bertujuan mencegah

    komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi,

    buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan.

    Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang

    dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah decubitus dan pneumonia ortostatik serta

    hygiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

    Diet dan terapi penunjang. Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan

    penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dari gizi

    penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.

    Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi

    bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat

  • 16

    kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditunjukkan untuk menghindari komplikasi

    perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat nahwa usus harus

    diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi

    dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan

    dengan aman pada pasien demam tifoid.

    Pemeberian antimokroba. Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati

    demam tifoid adalah sebagai berikut:

    Kloramfenikol. Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg per hari

    dapat diberikan secara per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari

    bebas panas. Penyuntikan intramuscular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester

    ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman

    penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari.

    Tiamfenikol. Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hamper sama dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan

    terjadinya anemia aplastic lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis

    tiamfenikol adalah 4x 500 mg, demam rata-rata ,enurun pada hari ke-5 sampai ke-6.

    Kotrimoksazol. Efektivitas obat ini dilaporkan hamper sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol

    400 mg dan 80 mg trimetropin) diberikan selama 2 minggu.

    Ampisislin dan amoksisilin. Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara

    50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.

    Sefalosporin Generasi Ketiga. Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke-3 yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan

    adalah antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama setengah jam

    perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 minggu 5 hari.

    Golongan Fluorokuinolon. Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan sturan pemberiannya:

    Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari Ofloksasin dosis 2 x 400 mg mg/hari selama 7 hari Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

    Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4. Hasil

    penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan

    fluorokuinolon pertama yang memiliki bioavailabilitas tidak sebaik fluorokuinolon yang

    dikembangkan kemudian.

    Azitromisin. Tinjauan yang dilakukan oleh Eeva EW dan Bukirwa H pada tahun 2008

    terhadap 7 penelitian yang membandingkan penggunaan azitromisin (dosis 2 x 500 mg)

    menunjukkan bahwa penggunaan obat ini jika dibandingkan dengan fluorokuinolon, azitromisin

    secara signifikan mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap, terutama jika penelitian

    mengikutsertakan pula strain MDR (multi drug resistance) maupum NARST

    (Nalidixic Acid Resistant S. typhi).

    Jika dibandingkan dengan ceftriakson, penggunaan azitromisin dapat mengurangi angka

    relaps. Azitromisin mampu menghasilkan konsentrasi dalam jaringan yang tinggi walaupun

  • 17

    konsentrasi dalam darah cenderung rendah. Antibiotika ini menjadi ideal untuk digunakan dalam

    pengobatan infeksi oleh S. typhi yang merupakan kuman intraselular. Keuntungan lain adalah

    azitromisin tersedia dalam bentuk sediaan oral maupun suntikan intravena.

    LO.3.9. Memahami dan menjelaskan tentang Prognosis Demam Typhoid

    Penyembuhan sempurna adalah peran pada anak sehat yang berkembang gastroenteritis

    Salmonella. Bayi muda dan penderita dengan gangguan imun sering mempunyai keterlibatan

    sistemik, dalam perjalanan penyakit yang lama, dan komplikasi. Prognosis jelek pada anak

    dengan meningitis Salmonella (angka mortalitas 50%) atau endokarditis.

    LO.3.10. Memahami dan menjelaskan tentang Komplikasi Demam Typhoid

    LI.4. Memahami dan menjelaskan tentang Antibiotik untuk Salmonella Entirica

    LI.4.1. Memahami dan menjelaskan tentang macam- macam

    LI.4.1.1. Memahami dan menjelaskan tentang Farmakodinamik, Farmakokinetik, terapi,

    dan Efek samping

    CIPROFLOXACIN

    A.Farmakodinamik

    Siprofloksasin merupakan salah satu obat sintetik derivat kuinolon. Mekanisme kerjanya

    adalah menghambat aktivitas DNA gyrasi bakteri, bersifat bakterisidal dengan spektrum

    luas terhadap bakteri gram positif maupun negatif.

    B.Farmakokinetik

    Siprofloksasin diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran cerna, biovailabilitas

    absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein plasma dan didistribusi ke

    berbagai jaringan serta cairan tubuh. Metabolismenya di hati dan dieksresi terutama

    melalui urin.

    C.Indikasi

    Untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh kuman patogen yang peka terhadap

    siprofloksasin, antara lain pada:

    1.Saluran kemih termasuk prostatitis

    2.Uretritis dan servisitis gonore

    3.Saluran cerna, termasuk demam tifoid dan paratifoid

    4.Saluran napas, kecuali pneumonia dan steptokokus

    5.Kulit dan jaringan lunak

    6.Tulang dan sendi

    D.Kontra Indikasi

    1.Penderita yang hipersensitif terhadap siprofloksasin dan derivat kuinolon lainnya

    2.Tidak dianjurkan pada wanita hamil atau menyusui, anak-anak selama pertumbuhan,

    karena pemberian dalam jangka waktu yang lama dapat menghambat pertumbuhan tulang

    rawan

  • 18

    3.Hati-hati bila digunakan pada penderita usia lanjut

    4.Pada penderita epilepsi dan penderita yang pernah mendapat gangguan SSP hanya

    digunakan bila manfaatnya lebih besar dibandingkan dengan resiko efek sampingnya

    E.Dosis

    Untuk infeksi saluran kemih

    1.Ringan sampai sedang: 2 x 250 mg sehari

    2.Berat: 2 x 500 mg sehari

    3.Untuk gonore akut cukup pemberian dosis tunggal 250 mg sehari

    KLORAMFENIKOL

    Pendahuluan

    Diproduksi oleh Streptomuces venezuelae. Pertama kali diisolasi oleh David

    Gottlieb dari sampel tanah di Venezuela padatahun 1947.

    Diperkenalkan dalam pengobatan klinis pada tahun 1949. Penggunaannya cepat meluas

    setelah diketahui obat ini efektif untuk berbagai jenis infeksi.

    Golongan Obat

    Berspektrum luas.

    Kloramfenikol termasuk ke dalam golongan antibiotik penghambat sintesis proteinbakteri

    .

    Dosis dan Aturan pakai

    Dewasa: 50 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam.

    Anak: 50-75 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam.

    Bayi < 2 minggu: 25 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis terbagi tiap 6

    jam. Setelah umur 2minggu bayi dapat menerima dosis sampai 50

    mg/kgBB/ hari dalam 4 dosis tiap 6 jam.

    Farmakokinetik

    A. Absorbsi

    Diabsorbsi secara cepat di GIT, bioavailability 75% sampai 90%.

    Kloramfenikol oral : bentuk aktif dan inaktif prodrug,

    Mudah berpenetrasi melewati membran luar sel bakteri.

    Pada sel eukariotik menghambat sintesa protein mitokondria sehingga

    menghambatperkembangan sel hewan & manusia.

    Sediaan kloramfenikol untuk penggunaan parenteral (IV) adalah water-soluble.

    B. Distribusi

    Kloramfenikol berdifusi secara cepat dan dapat menembus plasenta.

    Konsentrasi tertinggi : hati dan ginjal

  • 19

    Konsentrasi terendah : otak dan CSF (Cerebrospinal fluid).

    Dapat juga ditemukan di pleura dan cairan ascites, saliva,

    air susu, dan aqueousdan vitreous humors.

    C. Metabolisme

    Metabolisme : hati dan ginjal

    Half-life kloramfenikol berhubungan dengan konsentrasi bilirubin.

    Kloramfenikol terikat dengan plasma protein 50%; pasien sirosis dan pada bayi.

    D. Eliminasi

    Rute utama dari eliminasi kloramfenikol adalah pada metabolisme hepar ke inaktif

    glukuronida.

    Farmakodinamik

    Mekanisme:menghambat sintesis protein kuman.

    Masuk ke sel bakteri melalui diffusi terfasilitasi.

    Mekanisme resistensi : inaktivasi obat oleh asetil trensferase yang diperantarai olehfactor

    R. Resistensi terhadap P. aeruginosa,

    Proteus dan Klebsielaterjadi karenaperubahan permeabilitas membran yang mengurangi

    masuknya obat ke dalamsel bakteri

    Penggunaan Klinis

    1. Demam Tifoid

    Dosis: 4 kali 500mg

    /hari sampai 2 minggu bebas demam. Bila terjadi relaps,biasanya dapat diatasi dengan me

    mberikan terapi ulang

    Anak:dosis 50-100 mg/kgBB sehari dibagi dalam beberapa dosis selama 10 hari

    2.Meningitis Purulenta

    Kloramfenikol+ampisilin

    3. Ricketsiosis

    Dapat digunakan jika pengobatan dengan tetrasiklin tidak berhasil

    Hal-hal yang perlu diperhatikan:

    Hanya digunakan untuk infeksi yang sudah jelas penyebabnya kecuali infeksiberat.

    Pemeriksaan hematologik berkala pada pemakaian lama

    Keamanan pada wanita hamil dan menyusui belum diketahui dengan pasti.

    Penderita dengan gangguan ginjal, bayi prematur dan bayi baru lahir (< 2 minggu).

  • 20

    Drugs interaction: obat-

    obatan dimetabolisme enzim mikrosom hati sepertidikumarol, fenitoin, tolbutamid dan fe

    nobarbital.

    Efek Samping

    1. Reaksi Hematologik

    Terdapat dua bentuk reaksi:

    Reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang. Berhubungan dengan dosis,pro

    gresif dan pulih bila pengobatan dihentikan.

    Prognosisnya sangat buruk karena anemia

    yang timbul bersifat ireversibel. Timbulnyatidak tergantung dari besarnya dosis atau lama

    pengobatan.

    2. Reaksi Alergi

    Kemerahan pada kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis.

    Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan demamtyph

    oid.

    3. Reaksi Saluran Cerna

    Mual, muntah, glositis, diare dan enterokolitis.

    4. Syndrom Gray

    Pada neonatus, terutama bayi prematur yang mendapat dosis tinggi (200 mg/kgBB).

    5. Reaksi Neurologis

    Depresi, bingung, delirium dan sakit kepala.

    Neuritis perifer atau neuropati optikdapat juga timbul terutama setelah pengobatan lama.

    6. Interaksi dengan Obat Lain

    Kloramfenikol menghambat enzim sitokrom P450 irreversibel memperpanjang T

    (dicumarol, phenytoin, chlorpopamide, dan tolbutamide).

    Mengendapkan berbagai obat lain dari larutannya,

    merupakan antagonis kerjabakterisidal penisilin dan aminoglikosida.

    Phenobarbital dan rifampin mempercepat eliminasi dari kloramfenikol.