223323642 skenario 1 blok kardiovaskularku
DESCRIPTION
kedokteranTRANSCRIPT
Skenario 1 Blok Kardiovaskular
A. SKENARIO
Sakit Jantungkah saya?
Laki-laki 40 tahun, datang ke RS, dengan keluhan nyeri dada. Pada
anamnesis, tidak didapatkan sesak napas, lekas lelah maupun dada berdebar-debar.
Kebiasaan merokok dua bungkus sehari. Kebiasaan olahraga jarang, kadang-kadang
seminggu sekali. Riwayat penyakit pasien tidak menderita Diabetus Melitus. Dia
takut terkena penyakit jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada, dirawat
inap, dan dinyatakan menderita sakit jantung koroner.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan data: kesadaran compos mentis, tekanan
darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80 x/menit, irama reguler, isian cukup, respiration
rate 18 x/menit, JVP tidak meningkat.
Pada inspeksi menunjukkan apeks tidak ada heaving, nampak di linea
medioclavicularis sinistra SIC IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC IV linea
medioclavicularis sinistra, tidak ada thrill. Pada perkusi didapatkan pinggang jantung
normal, apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi bunyi
jantung I intensitas normal, bunyi jantung II intensitas normal, normal splitting.
Tidak ada murmur. Tidak ada gallop. Tidak ada ronchi.
Pemeriksaan laboratorium normal. Pemeriksaan tambahan ECG normal. Pada
foto thorax CTR = 0,49, vaskularisasi perifer normal, aorta tidak menonjol, pinggang
jantung normal. Apeks tidak bergeser ke lateral atau lateral bawah. Pemeriksaan
exercise stress test(treadmill test) normal. Pemeriksaan echocardiography
menunjukkan jantung dalam batas normal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa hubungan Diabetus Melitus dengan penyakit jantung?
2. Apakah jantung koroner dapat diturunkan?
3. Apa hubungan keluhan dengan hasil pemeriksaan fisik?
4. Mengapa hasil pemeriksaan fisik cenderung normal?
5. Apa hubungan kebiasaan pasien dengan jantung koroner?
6. Bagaimanakah penilaian hasil CTR?
7. Bergesernya apeks ke lateral mengarah pada kelainan apa?
8. Mengarah kemanakah bila pada pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan
penunjang menunjukkan adanya kelainan?
9. Apakah EKG abnormal hanya dijumpai pada orang dengan penyakit jantung
saja?
10. Apa gold standart pemeriksaan kardiovaskuler?
11. Bagaimanakah Differential Diagnosis?
12. Bagaimana patofisiologi perbedaan gejala kelainan jantung dengan gejala
kelainan pada paru?
13. Bagaimana penatalaksanaan pasien dalam skenario?
DASAR TEORI DAN PEMBAHASAN
Nyeri DadaAda 2 macam jenis nyeri dada yaitu:
1. Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti
ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila menahan
nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga,
pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis.
Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru,
keganasan atau radang subdiafragmatik.
2. Nyeri dada non pleuritik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar ke
tempat lain. Paling sering disebabkan oleh kelainan di luar paru.
a. Kardial
1) Iskemik miokard.
Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan O2 miokard tidak dapat dipenuhi
oleh aliran darah koroner. Pada penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung
akan berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.
Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
Angina stabil (Angina klasik, Angina of Effort):
Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja.
Berlangsung hanya beberapa menit dan menghilang dengan
nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul setelah makan,
pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau
gangguan emosi.
Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut):
Jenis angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang
kali mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat
kerja ringan dan berlangsung lebih lama.
Infark miokard:
Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat
menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama,
menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina
pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya dengan
aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam.
Disamping itu juga penderita mengeluh dispea, palpitasi dan
berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG dan
pemeriksa enzym jantung.
2) Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau
substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama.
3) Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga
dapat menimbulkan nyeri dada iskemik.
b. Perikardikal
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma.
Nyeri perikardikal lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat
menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti
ditusuk dan timbul pada aktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau
bergerak. Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan
tertentu dapat menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri
angina. Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri
epigastrum dan punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis.
c. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko tinggi
untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang
hebat timbul tiba- tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai
infark miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah
interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya pendesakan.
D. Elektrokardiografi
Otot jantung menghasilkan arus listrik selamadepolarisasi dan repolarisasi.
Berhubung tubuh merupakan suatu konduktor maka arus yang dibentuk oleh jantung
dapat menyebar ke seluruh tubuh. Sebagian aktivitas listrik ini dapat mencapai
permukaan tubuh dan dapat dideteksi dengan sebuah galvanometer melalui
elektroda-elektrodayang diletakkan pada berbagai posisi di permukaan tubuh. Grafik
yang tercatat melalui rekaman ini disebut elektrokardiogram (EKG), ilmu yang
mempelajari EKG disebut elektrokardiografi.
Gelombang EKG normal
Gelombang P : mewakili depolarisasi atrium atau saat atrium berkontraksi
Segmen PR : perlambatan nodus AV
Kompleks QRS : depolarisasi ventrikel dan repolarisasi atrium, gelombang pada
depolarisasi ventrikel lebih besar daripada gelombang
depolarissasi atrium karena massa otot ventrikel yang lebih
besar
Segmen ST : waktu yang diperlukan ventrikel untuk kontraksi dan
mengosongkan diri
Gelombang T : repolarisasi atrium atau saat atrium berelaksasi
Interval TP : waktu yang digunakan ventrikel berelaksasi dan mengisi diri dan
ketika otot jantung beristirahat total
Gelombang U : defleksi positif yang kecil sesudah gelombang T, disebut juga
after potensial. Gelombang U yang negatif selalu berarti
abnormal.
Aplikasi Klinis
Pola EKG dapat memberikan informasi tentang status jantung, termasuk
kecepatan denyut, irama, dan kesehatan otot-ototnya. Beberapa deviasi utama yang
dapat diketahui melalui elektrokardiogram antara lain:
a. Kelainan kecepatan, jarak antara dua kompleks QRS diartikan sebagaikecepatan
denyut jantung, apabila jarak semakin pendek maka jantung semakin cepat
berdenyut.
b. Kelainan irama, irama yang terekam EKG dapat mempunyai pola tidak teratur
yang disebut aritmia, seperti:
Flutter atrium, depolarisasi atrium yang reguler tetapi cepat.
Fibrilasi ventrikel, kelainan irama yang mengacu pada kontraksi yang kacau
dan tidak terkoordinasi pada ventrikel.
Blok jantung, timbul akibat defek pada sistem penghantaran jantung,
sehingga atrium tetap kontraksi tetapi ventrikel tidak dapat berkontraksi
c. Miopati jantung, merupakan kerusakan otot jantung yang dapat menimbulkan gelombang
yang abnormal pada elektrokardiogram.
E. Hubungan Diabetus Melitus dengan penyakit jantung
Penyebab kematian dan kesakitan utama pada pasien DM (baik DM tipe I
maupun DM tipe II) adalah penyakit jantung koroner, yang merupakan salah satu
penyulit makrovaskuler pada diabetus melitus. Penyulit makrovaskuler ini
bermanifestasi sebagai aterosklerosis dini yang dapat mengenai organ-organ vital
(jantung dan otak). Pada pasien DM resiko payah jantung kongestif meningkat
sampai 4 kali. Peningkatan resiko ini tidak hanya disebabkan karena penyakit jantung
iskemik. Dalam beberapa tahun terakhir ini diketahui bahwa pasien DM dapat pula
mempengaruhi otot jantung secara independen. Selain melalui keterlibatan
aterosklerosis dini arteri koroner yang dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik
juga dapat terjadi perubahan-perubahan berupa fibrosis interstisial, pembentukan
kolagen dan hipertrofi sel-sel otot jantung. Pada tingkat seluler terjadi gangguan
pengeluaran kalsium dari sitoplasma, perubahan struktur troponin T dan peningkatan
aktifitas piruvat kinase. Perubahan-perubahan ini akan menyebabkan gangguan
kontraksi dan relaksasi otot jantung serta peningkatan tekanan end-diastolic sehingga
dapat menimbulkan kardiomiopati restriktif.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa: 1. Angka kejadian aterosklerosis
lebih tinggi pada pasien DM dibanding populasi non DM; 2. Pasien DM mempunyai
risiko tinggi untuk mengalami trombosis, penurunan fibrinolisis dan peningkatan
respon inflamasi; 3. Pada pasien DM terjadi glikosilasi protein yang akan
mempengaruhi integritas dinding pembuluh darah.
Lesi aterosklerosis pada pasien DM dapat terjadi karena: hiperglikemia,
resistensi insulin dan hiperinsulinemia, hiperamilinemi, inflamasi, trombosis,
dislipidemia, hipertensi maupun hiperhomosisteinemia.
Manifestasi klinis penyakit jantung pada pasien DM yaitu terjadinya iskemi
atau infark miokard kadang-kadang tidak disertai dengan nyeri dada yang khas
(angina pektoris). Keadaan ini dikenal dengan silent myocardial ischaemiaatau silent
myocardial infarction(SMI). Terjadinya SMI pada pasien DM diduga akibat
gangguan sensitivitas sentral terhadap rangsang nyeri, penurunan konsentrasi
endorpin, neuropati perifer yang menyebabkan denervasi sensorik. (Sudoyo, dkk,
2009)
F. Hubungan Kebiasaan Pasien dengan Sakit Jantung
Faktor risiko aterosklerosis ada yang dapat dimodifikasi dan ada yang tidak
dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang penting dan dapat dimodifikasi adalah
merokok, hiperlipoproteinemia, dan hiperkolesterolemia, hipertensi, diabetes
mellitus, dan kegemukan (obesitas). Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
adalah usia, jenis kelamin (pria), riwayat keluarga dengan penyakit aterosklerosis.
Merokok adalah salah satu faktor resiko yang dapat dimodifikasi. Merokok
dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung terhadap dinding arteri.
Karbon monoksid (CO) dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin
menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi trombosit dan
menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, sedangkan glikoprotein tembakau dapat
menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri. (Hanafi dan Kusmana, 2003)
Selain itu, kebiasaan pasien yang jarang berolahraga menjadi salah satu faktor
risiko minor yang tidak langsung karena mungkin saja terjadi dislipidemia akibat
gaya hidup yang tidak sehat.
G. Apex Jantung Bergeser ke Lateral:
1. Hipertrofi Ventrikel Kanan
Ventrikel kanan letaknya di belakang sternum. Bila ventrikel ini
membesar, dinding nya akan menempel jauh keatas pada sternum sehingga
mediastinum anterior superior tampak sempit. Selain itu pembesaran ventrikel
kanan mendesak ventrikel kiri ke lateral sehingga terjadi perputaran jantung dan
jantung melebar ke kiri dengan iktus tetap diatas diafragma. Pada foto thoraks PA
terlihat membesar ke kiri, dan pinggang jantung mendatar atau menonjol oleh
pembesaran arteri pulmonalis.
2. Hipertrofi Ventrikel Kiri
Hipertrofi Ventrikel Kiri menyebabkan bayangan jantung bergeser ke kiri, dan
biasanya apeks jantung tampak di bawah diafragma kiri. Selain ke bawah, pembesaran
ventrikel kiri juga mengarah ke belakang. Pada foto lateral pembesaran ventrikel kiri
menutupi ruang di belakang jantung, bahkan kadang-kadang menutupi sebagian kolumna
vertebralis.
Kesulitan pada penafsiran pembesaran ventrikel kiri ini terjadi apabila ventrikel
kiri besar sekali sehingga ada kemungkinan seluruh jantung terdorong ke depan. Ventrikel
kanan ikut terdorong ke depan dan menekan sternum jauh ke atas, sehingga timbul kesan
seolah-olah ventrikel kanan yang membesar. Sebaliknya bila ventrikel kanan membesar,
ada kemungkinan ventrikel kanan ini mendorong ventrikel kiri ke belakang dan ke
bawah, sehingga timbul kesan seolah-olah ventrikel kiri yang membesar.
(Soedarmo. 1996)
H. Tingkat Keparahan Angina
Berdasarkan sistem penilaian Canadian Cardiovascular Society
Classification, keparahan gejala pada angina dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
Grade 0 : Pasien tidak mengalami angina/ gejala angina.
Grade I : Angina dengan pengerahan tenaga yang berat, cepat, atau
berkepanjangan (aktivitas fisik biasa seperti naik tangga tidak memprovokasi angina).
Grade II : Sedikit terbatasnya aktivitas biasa (Angina terjadi dengan postprandial,
berjalan menanjak, atau cepat; ketika berjalan lebih dari 2 blok dari permukaan tanah atau
berjalan menaiki lebih dari 1 tangga; selama stres emosional, atau pada jam-jam awal
setelah bangun tidur).
Grade III : Ditandai dengan keterbatasan aktivitas biasa (Angina terjadi dengan
berjalan 1-2 blok atau mendaki tangga pada kecepatan yang normal).
Grade IV : Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik apapun tanpa rasa
tidak nyaman (nyeri saat istirahat terjadi).
Berdasar klasifikasi di atas, jika grade masi pada tahap awal manifestasi
klinisnya tidak berubah. Pemeriksaan fisiknya pun masih dalam batas normal.
(Sylvia A Price, 2006)
I. Pemeriksaan Jantung
Gold standardpemeriksaan jantung berbeda-beda menurut jenis penyakitnya.
Akan tetapi, pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG) merupakan pemeriksaan
diagnostik yang penting, sehingga pemeriksaan jantung tanpa pemeriksaan EKG
dianggap kurang lengkap. Beberapa kelainan jantung sering hanya diketahui
berdasarkan EKG saja. Tetapi, pemeriksaan EKG juga harus disertai dengan
pemeriksaan keadaan pasien, yang meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pada penyakit jantung koroner EKG merupakan sarana diagnostik yang
penting, karena yang dapat ditangkap ialah kelainan miokard yang disebabkan
terganggunya aliran koroner. Terganggunya aliran koroner ini menyebabkan
kerusakan miokard yang dibagi menjadi tiga tingkat:
- Iskemia
Kelainan yang paling ringan dan masih reversible.
- Injuri
Kelainan yang lebih berat tetapi masih reversible.
- Nekrosis
Kelainan yang irreversibel karena kerusakan sel-sel miokardnya sudah permanen.
(Pratanu et.al, 2009)
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada angina pectoris:
1. Pengobatan terhadap serangan akut, berupa nitrogliserin sublingual 1 tablet yang
merupakan obat pilihan yang bekerja sekitar 1-2 menit dan dapat diulang dengan interval
3-5 menit.
2. Pencegahan serangan lanjutan:
a. Long-acting nitrate, yaitu ISDN 3 x 10-40 mg oral.
b. Beta blocker: propanolol, metoprolol, nadolol, atenolol, dan pindolol.
c. Kalsium antagonis: verapamil, diltiazem, nifedipin, nikardipin, atau
isradipin.
3. Tindakan invasif: percutaneus transluminal coronary angioplasty (PTCA), laser
coronary angioplasty, coronary artery bypass grafting(CABG).
4. Olahraga yang disesuaikan.
(Mansjoer A, Kapsel 2000)
PEMBAHASAN
Tersumbatnya arteri dapat disebabkan oleh bererapa sebab. Seseorang yang
mengalami Diabetes Mellitus lebih memiliki resiko terjadinya penyakit jantung. Salah
satu tanda DM ialah hiperlipidemia. Lipid yang berlebih akan menyumbat pembuluh
darah sehingga menimbulkan atherosclerosis. Seperti yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya, kebiasaan merokok juga dapat memicu atherosclerosis.
Atherosclerosis dapat terjadi pada berbagai pembuluh darah, namun terparah bila
menyumbat pembuluh darah otak dan jantung. Akibat dari penyumbatan arteri tersebut
maka suplai oksigen ke jaringan akan terhambat. Di otak penyempitan dapat memicu
stroke, sedang di jantung kelainan ini menimbulkan ischemic myocard. Ischemic
myocard dapat menimbulkan nyeri yang disebut angina pectoris. O2 digunakan otot
jantung untuk bermetabolisme, namun karena suplai O2 kurang, maka otot jantung harus
mengkompensasi hal tersebut dengan cara glikolisis anaerob. Nyeri dada pada penyakit
jantung diyakini disebabkan oleh stimulasi ujung-ujung saraf oleh asam laktat yang
dihasilkan selama glikolisis anaerob.
Jenis kelamin (laki-laki) menjadi faktor risiko yang meningkat pada penyakit
jantung koroner, karena pada perempuan lebih kebal terdapat efek perlindungan dari
esterogen. Kemudian faktor risiko juga meningkat berdasarkan usia (pada usia 40-60
tahun, risiko meningkat 5 kali lipat). Hal ini dapat dikarenakan adanya dua proses utama,
yaitu degenerasi dan akumulasi. Faktor ayah pasien yang merupakan pasien PJK menjadi
predisposisi PJK yang berasal dari faktor genetik. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa penyakit jantung koroner dapat diturunkan.
Pada pasien di skenario, hasil pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan
laboratorium masih dalam batas normal. Hal ini menunjukkan bahwa angina yang
diderita masih pada grade awal. Hasil pemeriksaan EKG pasien normal dikarenakan
penyempitan arteri yang terjadi tidak sampai menggangu systema conducent jantung
pasien.
Evaluasi sakit dada iskemia dimulai dengan lima pertanyaan berikut: dimana
sakitnya (lokasi), seperti apa sakitnya (sifat), apa penyebabnya (sebab/pencetus), kemana
menjalarnya (radiasi), apa yang mengurangi sakitnya; apa yang anda lakukan bila
sakitnya datang (bebas sakit).
Sakit yang khas adalah retroseternal, dan radiasi dapat ke leher dengan perasaan
tercekik. Sering menyebar ke bagian dalam tangan kiri dibawah ketiak sedangkan rasa
sakit dari musculoskeletal biasanya terasa di bahu atau di bagian luar tangan.
Sifat sakitnya seperti tertekan, perasaan kencang atau berat, seperti diperas, rasa
sesak atau pegal. Perasaan seperti pisau ditusuk pisau biasanya bukan disebabkan oleh
iskemia miokard apalagi kalau bisa ditunjuk dengan jarinya.
Perbedaan sifat sakit dada
Jantung Non Jantung
Tegang tidak enak Tajam
Tertekan Seperti pisau
Berat Ditusuk
Mengencangkan/diperas Dijahit
Nyeri/pegal Ditimbulkan tekanan/posisi
Menekan/menghancurkan Terus menerus seharian
Penyebab sakit dada berhubungan dengan pengisian arteri koronaria sewaktu
diastole. Setiap keadaan yang akan meningkatkan denyut jantung akan meningkatkan
juga kebutuhan jantung yang tidak bisa dipenuhi oleh pasok aliran darah koroner dan
akan mengakibatkan sakit. Sakit menghilang bila kecepatan denyut jantung diperlambat,
relaksasi, istirahat, atau makan obat glyceryl trinitrat. Sakit biasanya hilang dalam 5
menit.
Disamping faktor riwayat penyakit, kelamin dan umur harus diperhatikan juga
bahwa prevalensi penyakit jantung koroner lebih tinggi pada pria (dibawah 50 tahun) dan
umur lanjut. Ketepatan diagnostik dapat juga ditingkatkan dengan memperhatikan adanya
faktor-faktor risiko.
(Hanafiah, dkk, 1996)
Kesimpulannya, pasien mengalami angina pectoris, namun masih dalam penanda
awal adanya predisposisi kearah penyakit jantung koroner (PJK). Penatalaksanaan pasien
dengan angina pectoralis dilakukan dengan pemberian nitrogliserin untuk serangan akut,
pencegahan serangan lanjutan, tindakan invasive, dan olahraga.
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
1. Lelaki dalam skenario sudah mulai harus berhati-hati karena sudah menunjukan gejala
menuju penyakit jantung koroner berupa angina pectoralis.
2. Penyakit DM dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria secara
langsung, melalui mekanisme pemecahan lemak untuk memenuhi kebutuhan sel-sel yang
‘kelaparan’.
B. Saran
1. Lelaki dalam skenario harus mulai mengurangi jumlah batang rokok yang dihisap per
harinya hingga berhenti total.
2. Memulai gaya hidup sehat sedini mungkin seperti memulai berolah raga agar penyakit
dapat dicegeh sedini mungkin.
3. Seorang dokter yang baik akan menganamnesis secara lengkap dan menuntun pasiennya
untuk melakukan pemeriksaan sesuai diagnosis bandingnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Moechtar dan Dede Kusmana. 2003. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Kunaryo, Bambang Hadi; dkk. “Aplikasi Tapis Adaptif Fir Untuk Menghilangkan Artefak
Pada Sinyal Elektrokardiografi”.
http://eprints.undip.ac.id/25290/1/ML2F302468.pdf. diakses pada 4 Maret 2012.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Media
Aesculapius.
Pratanu, Sunoto. dkk. 2009. Elektrokardiografi dalam Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
Price. Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sudjadi, dkk. “Pengenalan Pola Sinyal Elektrokardiograf (EKG) dengan Jaringan Syaraf
Tiruan Backpropagation untuk Diagnosa Kelainan Jantung Manusia”.
http://eprints.undip.ac.id/25791/1/MT101950579.pdf. diakses pada 4 Maret 2012.
Sudoyo, Aru W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Soedarmo. 1996. Pemeriksaan Radiologi dan Pencitraan pada Penyakit Kardiovaskuler.
Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FKUI.
Hanafiah, Asikin, dkk. 1996. Angina Pectoris. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FKUI.