112164188-abortus-iminens
TRANSCRIPT
TINJAUAN KASUS
ABORTUS IMINENS
Oleh:
Melisa Juni Siswanto (0102005033)
I Gede Hendra Wijaya (0002005073)
Pembimbing:
Dr. I.B.G. Fajar Manuaba, SpOG
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RS SANGLAH/FK UNUD DENPASAR
JUNI 2006
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan tinjauan kasus ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus yang berjudul “Abortus Iminens” ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Umum Sanglah.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis :
1. Dr. I G.P. Mayun Mayura, SpOG, Selaku Koordinator Pendidikan SMF Kebidanan
dan Kandungan RSUP Sanglah.
2. Dr. I.B.G. Fajar Manuaba, SpOG, selaku pembimbing tinjauan kasus ini.
3. PPDS Ilmu Kebidanan dan Kandungan yang banyak membantu kelancaran
penulisan laporan kasus ini.
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan tinjauan kasus ini masih
banyak kekurangan. Oleh itu , kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan tinjauan kasus ini.
Semoga tinjauan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan parktek sehari-hari
sebagai dokter. Terima kasih
Denpasar, Mei 2006
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 2
2.1 Definisi ......................................................................................................... 2
2.2 Insiden........................................................................................................... 3
2.3 Etiologi.......................................................................................................... 3
2.4 Patologi......................................................................................................... 4
2.5 Klasifikasi........................................................................................................5
2.6 Abortus iminens...............................................................................................7
2.7 Diagnosis......................................................................................................9
2.8 Komplikasi.................................................................................................. 13
2.9 Penatalaksanaan.......................................................................................... 14
BAB 3.LAPORAN KASUS.................................................................................... 16
3.1 Identitas Pasien..............................................................................................17
3.2 Anamnesis................................................................................................... 16
3.3. Pemeriksaan Fisik....................................................................................... 17
3.4. Diagnosa Kerja.......................................................................................... 17
3.6. Penatalaksanaan............................................................................................17
BAB IV PEMBAHASAN...................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Abortus spontan adalah komplikasi terbanyak pada kehamilan, dimana keadaan ini terjadi
pada kurang lebih 15% dari seluruh kehamilan yang ditemukan.Abortus iminens sangat
menarik karena dapat masih dipertahankan namun jika terjadi kesalahan atau
keterlambatan penanganan terjadi akibat yang fatal pada janin Selain itu juga abortus
memberikan efek psikologis pada ibu dan keluarganya, apalagi bagi yang sangat
menginginkan anak. Oleh karena itu, abortus iminens adalah topik yang penting yang
harus dikuasai oleh dokter ataupun pekerja medis yang lain.
Abortus iminens adalah keadaan yang banyak ditemukan pada wanita hamil, yang
mana bila ditangani dengan baik mempunyai prognosis yang baik.. Namun apabila tidak
ditangani dengan baik dapat berujung dengan kematian pada janin atau bahkan
komplikasi pada ibu. Dalam tinjauan kasus ini akan dibahas bagaimana teori tentang
abortus iminens, laporan kasus, dan pembahasan kasus, apakah sudah sesuai dengan
teori, atau belum. Diharapkan dengan tinjauan kasus ini dapat dimengerti lebih baik
tentang abortus iminens.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel,
disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi.1 Di Amerika Serikat pengertian dibatasi
sebagai suatu berakhirnya kehamilan sebelum berumur 20 minggu yang didasarkan pada
hari pertama haid terakhir.Menurut WHO, abortus didefinisikan sebagai penghentian
kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau berat janin kurang dari 500
gram.1
Sampai saat ini janin yang terkecil dilaporkan dapat hidup diluar rahim,
mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang
dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus maka abortus dapat
ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat mencapai berat 500 gram
atau kurang dari 20 minggu.2
Abortus dapat dibagi atas dua golongan, yaitu abortus spontan dan abortus
provokatus. Apabila abortus terjadi tanpa usaha medis ataupun mekanik untuk
mengosongkan uterus, maka dikatakan sebagai abortus spontan. Sedangkan abortus
provokatus adalah abortus oleh karena terminasi mekanis ataupun medis kehamilan
sebelum fetus viable.1
Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa kelompok,
yaitu abortus iminens (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable abortion),
abortus inkomplit, missed abortion, dan abortus habitualis (recurrent abortion).1,3
Pada tinjauan kasus ini akan dibahas abortus iminens, yang didefinisikan sebagai
perdarahan intrauterin yang terjadi pada kehamilan dibawah 20 minggu, dengan atau
tanpa kontraksi uterus, tanpa dilatasi serviks, dan tanpa ekspulsi hasil konsepsi.
2
2.2. Insiden
Insiden abortus dipengaruhi oleh umur ibu saat konsepsi dan sejumlah faktor yang
berhubungan dengan kehamilan, termasuk diantaranya jumlah persalinan normal yang
pernah dialami, jumlah abortus spontan yang pernah dialami, pernah lahir mati, lahir bayi
dengan malformasi atau kelainan genetik. 3,4
Kejadian abortus klinis diperkirakan 15% dari semua kehamilan. Sementara
dengan pemeriksaan human chorionik gonadotropin (hCG) dapat mendeteksi abortus
subklinis maka kejadiannya meningkat sampai 30%. Insiden abortus hampir 50% dimana
sebagian besar disumbang oleh abortus yang tidak terdeteksi terutama pada usia
kehamilan 2-4 minggu setelah konsepsi. Sekitar 80% abortus spontan terjadi pada
trimester pertama, insidennya menurun seiring dengan bertambahnya umur kehamilan.
Dengan ultrasonografi dilaporkan bahwa pada trimester pertama 6-14,2 % abortus tanpa
pendarahan dan 12,5% dengan pendarahan. Kejadian abortus iminens antara 30-40% dari
seluruh kehamilan sedangkan abortus berulang adalah 1:300 kehamilan. Masalah abortus
diketahui oleh sebagian besar masyarakat akan tetapi mereka mencari pertolongan
apabila abortus berulang, usia ibu menginjak 35 th, dan pasangan sulit mendapatkan
hamil. 1
2.3 Etiologi
Terdapat berbagai faktor yang dapat menyebabkan abortus. Secara garis besar, dapat
dibagi menjadi faktor fetal, maternal, dan paternal.1,4,5
Faktor fetus, Kebanyakan abortus disebabkan oleh defek intrinsik pada fetus seperti germ
cell abnormal, abnormalitas kromosom konseptus, defek implantasi, defek plasenta atau
embrio yang berkembang, trauma pada fetus, dan juga penyebab – penyebab lain yang
belum diketahui.3
Faktor maternal. Berbagai kelainan pada ibu dapat menyebabkan abortus, antara lain
infeksi, penyakit kronis seperti TBC, hipertensi kronis atau suatu karsinoma,
abnormalitas endokrin berupa hipotiroid, diabates melitus, maupun defisiensi
progesteron. Selain itu juga bisa disebabkan oleh faktor nutrisi, penggunaan obat tertentu
yang bersifat teratogenik dan faktor lingkungan (tembakau, alkohol, kafein, radiasi,
3
kontrasepsi, toksin deri lingkungan), kelainan imunologik, trombofilia, dan defek pada
uterus (kelainan pada uterus maupun serviks), serta infeksi TORCH.1
Faktor paternal. Hanya sedikit yang diketahui mengenai faktor paternal dalam
perkembangan abortus spontan. Sudah jelas bahwa translokasi pada sperma dapat
menyebabkan aborsi. Kulcsar et al menemukan adenovirus pada 40% sampel semen dari
pria steril. Virus juga ditemukan dalam bentuk laten pada 60% sel, dan virus yang sama
ditemukan pada abortus.1
2.4 Patofisiologi
Setiap abortus spontan pada mulanya didahului oleh proses perdarahan dalam desidua
basalis kemudian diikuti oleh proses nekrosis pada jaringan sekitar daerah yang
mengalami perdarahan itu. Dengan demikian konseptus terlepas sebagian atau seluruhnya
dari tempat implantasinya. Pada keguguran yang terjadi sebelum kehamilan kurang dari 8
minggu pelepasannya dapat terjadi sempurna sehingga terjadi abortus kompletus oleh
karena villi koreales belum tumbuh terlalu mendalam ke dalam lapisan desidua. Pada
keguguran yang lebih tua pelepasannya biasanya tidak sempurna oleh karena villi
koriales telah tumbuh dan menembus lapisan desidua jauh lebih tebal sehingga ada
bagian yang terisa melekat pada dinding rahim dan terjadi abortus inkompletus. Sisa
abortus yang tertahan didalam rahim mengganggu kontraksinya hal mana menyebabkan
pengeluaran darah yang lebih banyak
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
kalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk yang
jelas (blighted ovum) mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion).
Konseptus yang telah lepas dari perlekatannya merupakan benda asing di dalam
uterus dan merangsang rahim untuk berkontraksi. Rangsangan yang terjadi semakin lama
semakin bertambah kuat dan terjadilah his yang memeras isi rahim keluar. Apabila
kantong kehamilan yang keluar itu dibuka dan didapatkan cairan yang didalamnya
terdapat fetus yang telah mengalami maserasi. Pada kehamilan anembrionik didalam
cairan tidak terdapat fetus atau kalaupun ada fetusnya tidak berkembang sempurna.
Dengan mikroskop villi terlihat kepenuhan cairan sehingga menggembung dan ujungnya
bercabang yang berakhir dengan gelembung-gelembung kecil. Dengan masuknya cairan
jaringan kedalamnya, villi yang demikian mengalami degenerasi mola. Pada peristiwa
4
yang tejadi perlahan darah yang keluar membeku mengelilingi konseptus dan menjadikan
darah beku sebagai kapsulnya dengan ketebalan bervariasi dan didalam kapsul itu
tersebar vili koriales yang telah mengalami degenerasi. Isi kapsul yang terbuat dari
bekuan darah itu adalah kantong yang berisi cairan. Oleh tekanan bekuan darah yang
mengelilinginya biasanya kantong tersebut menglami distorsi. Benda yang demikian
terbentuk ini dinamakan mola kruenta. Apabila pigmen darah telah diresorbsi dan pada
yang tersisa telah terjadi organisasi maka benda tersebut akan menyerupai daging
berwarna merah kehitaman dan disebut mola karnosa. Apabila perdarahan yang tejadi
masuk ke ruangan antara lapisan amnion dengan lapisan korion maka hematom-hematom
yang terjadi berbentuk noduler dan benda itu disebut mola tuberosa.
Pada keguguran yang terjadi setelah fetus agak besar dapat tebentuk fetus yang
mengalami maserasi, fetus kompresus atau fetus papiraseus. Pada fetus yang mengalami
proses maserasi, tengkorak kepala menjadi gepeng karena suturanya tidak utuh lagi,
perutnya kembung karena berisi cairan dan bercampur darah, fetus berwarna kemerahan,
kulit terkelupas selagi masih didalam rahim atau mudah sekali terkelupas oleh sentuhan
ringan di luar rahim dan terpisah dari koriumnya. Organ-organ dalam mengalami
degenerasi dan nekrosis dan menjadi rapuh serta kehilangan kemampuannya untuk
menyerap zat warna. Apabila cairan amnion diresorbsi maka fetus akan kering dan
terhimpit sehingga pipih di dalam rahim dan terbentuk fetus kompresus. Kadang-kadang
fetus demikian keringnya dan menjadi tipis karena terkompres sehingga menyerupai
kertas dan disebut fetus papiraseus. Fetus papiraseus relatif lebih sering terdapat pada
kehamilan ganda yang satu fetusnya mati jauh dini sementara fetus yang satunya lagi
tumbuh dan berkembang sampai lahir aterm.
2.5 Klasifikasi
Sampai saat ini terdapat berbagai klisifikasi abortus, berikut ini akan disampaikan dua
jenis klasifikasi abortus berdasarkan atas terjadinya/legalitas dan klinis.
a. Menurut mekanisme terjadinya, abortus dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya, tanpa provokasi
dan intervensi.
5
2. Abortus buatan/ direncanakan adalah abortus yang terjadi karena diprovokasi ,
yang dibedakan atas :
a. Abortus provokatus terapeutikus, yaitu abortus yang dilakukan atas
indikasi medis dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan ibu dan
atau janin.
b. Abortus provokatus kriminalis, yaitu abortus yang dilakukan tanpa
indikasi medis.
b. Menurut klinis :
1. Abortus Iminens
Abortus iminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan
tanpa adanya dilatasi sevik.
2. Abortus insipiens.
Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi
hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering
dan kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan
dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum disusul dengan kerokan.
3. Abortus Inkomplit
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada
pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam
kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.
Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan
syok dan perdarahan tidak berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.
4. Abortus komplit
Pada abortus komplit semua hasil konsepsi sudah dikerjakan. Pada penderita
ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup dan uterus sudah
banyak mengecil.
5. Abortus habitualis
6
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-
turut
6. Abortus infeksiosus
Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia. Diagnosis
ditegakkan dengan adanya abortus yang disertai gejala dan tanda infeksi alat
genitalia, seperti panas, takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus
yang membesar, lembek, serta nyeri tekan, dan leukositosis.
7. Missed abortion
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin
mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
2.6 ABORTUS IMINENS
2.6.1. Definisi
Abortus iminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi
sevik. 2
2.6.2 Etiologi
a. Abnormalitas embrionik
Didapatkan sekitar 80% pada trimester pertama dari abortus. Abnormalitas
kromosom paling sering sebagai penyebab. Autosom trisomi didapatkan lebih dari
setengah dari kariotipe abnormal, dan monosom adalah anomali tersering. Lebih
dari 90% dari kelainan selular dan morfologi akan menjadi abortus. Kelainan
kromosomal ditemukan lebih dari 75% dari abortus pada fetus pada trimester
pertama. Jumlah kelainan kromosom meningkat dengan meningkatnya umur ibu.
Wanita lebih muda dari umur 30 th rate terjadinya abortus sekitar 12%, kemudian
meningkat 50% pada wanita diatas 45 th.
b. Faktor maternal
Didapatkan sebagian besar pada trimester kedua. Penyebabnya dapat berupa
faktor yang bersifat kronis pada ibu, diantaranya berupa:
7
Diabetes militus pada ibu(insulin-dependent diabetes militus): lebih dari
30% kehamilan pada pasien dengan DM yang tidak terkontrol berakibat
terjadinya abortus spontan.
Hipertensi yang berat
Penyakit ginjal
Sindroma antifosfolipid
Lupus Eritromatus Sistemik
Penyakit tioroid
Penyakit Wilson
Faktor yang bersifat akut pada ibu, diantaranya:
Infeksi ( Cytomegalovirus, rubella, toksoplasmosis, listeria, ureaplasma,
Mycoplasma, dan sifilis)
Trauma
Abnormalitas sistem reproduksi
Fibroid
Inkopetensi servik
Perkembangan plasenta yan abnormal
faktor eksogen:
Kafein : minum kopi empat kali sehari meningkatkan terjadinya resiko
terjadinya abortus secara ringan.
alkohol
tembakau
kokain
radiasi
2.6.3 Diagnosis
Diagnosis abortus iminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi pendarahan
melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus
membesar sebesar usia kehamilan, servik belum membuka, dan tes kehamilan positif,
yang biasanya terjadi paruh pertama dari kehamilan. Sering terjadi pendarahan ringan
atau yang lebih berat pada awal gestasi yang menetap sampai berhari-hari atau
8
berminggu-minggu. Dari semua itu setengah dari kehamilan ini akan mengalami abortus,
walaupun resiko lebih rendah jika denyut jantung janin dapat direkam. Meskipun tanpa
terjadinya abortus fetus ini akan mengalami resiko tinggi untuk terjadinya persalinan
preterm, bayi lahir rendah, kematian perinatal. Pentingnya resiko terjadinya malformasi
tampak tidak meningkat.1
Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang
semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusan fili
korealis ke dalam desidua, pada saat implantasi ovum. Pendarahan implantasi biasanya
sedikit, warnanya merah segar, dan cepat berhenti, tidak disertai mules-mules. 2
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendiagnosa suatu abortus
iminens adalah sebagai berikut:
a. Anamnesa
Dilakukan untuk memperoleh riwayat lengkap termasuk diantaranya:
Riwayat menstruasi : penyimpangan dari periode menstruasi normal
mungkin mencerminkan adanya pendarahan yang berasal dari implantasi
dari kehamilan yang normal maupun yang abnormal, yang dapat
mengacaukan perkiraan : hari pertama haid terakhir, periode menstruasi
sebelumnya, interval menstruasi, keteraturan menstruasi.
Tanggal terjadinya konsepsi(jika diketahui)
Obat-obatan yang digunakan sejak hari pertama haid terakhir seperti:
alkohol, tembakau dan obat-obatan yang lain.
Masalah kesehatan baik sekarang maupun yang terdahulu seperti :
diabetes militus, infeksi pendarahan, penyakit tiroid dan autoimun.
Riwayat operasi terutama operasi yang melibatkan uterus dan adneksa.
Riwayat obstetri yang terdahulu, seperti: jumlah kelahiran aterm dan
preterm, jumlah terjadinya abortus baik yang spontan maupun yang
diinduksi, jumlah anak yang hidup dan jumlah komplikasi yang
berhubungan dengan persalinan tranfusi darah, perforasi uterus)
Riwayat ginekologi, termasuk tes pap smear abnormal, STD dan
kontrasepsi.
9
Pasien dengan abortus spontan biasanya dengan pendarahan pervaginam dan atau
dengan nyeri perut. Pendarahan pervaginam mungkin dapat berupa pendarahan
dalam bentuk flek-flek sampai pendarahan yang bermakna. Menghitung jumlah
pendarahan adalah sangat penting ( jumlah pembalut atau tampon) untuk melihat
pendarahan apakah meningkat atau memburuk. Pendarahan dari abortus iminens
ringan tetapi menetap sampai berhari hari ataupun sampai berminggu-minggu.
Adanya bekuan darah atau jaringan mungkin suatu tanda yang penting untuk
mengetahui perkembangan dari abortus spontan. Nyeri yang berhubungan atau
kram seharusnya dicatat termasuk lokasi, beratnya dan durasi dari nyeri. Gejala
lain seperti demam ataupun menggigil adalah lebih khas terhadap abortus septik
b. Pemeriksaan fisik
Membuat keputusan yang segera dari pasien dengan hemodinamik yang tidak
stabil atau pendarahan pervaginam yang berat termasuk tanda vital dan
pemeriksaan panggul. Jika terdapat ortostatik hipotensi merupakan suatu tanda
awal untuk dilakukannya resusitasi cairan ataupun tranfusi darah. Pemeriksaan
fisik yang dilakukan:
Memeriksa perut dengan memperhatikan adanya nyeri tumpul, bengkak,
tanda peritoneal merupakan suatu kemungkinan terjadinya pendarahan
intraperitoneal.
Identifikasi sumber pendarahan dengan spekulum dan pemeriksaan digital
dari servik. Pastikan apakah pendarahan berasal dari dinding vagina,
permukaan servik atau dari bagian dalam servik.
Pastikan intensitas pendarahan pemeriksaan bekuan darah atau bagian-
bagian daging.
Periksa adanya nyeri goyang porsio untuk menentukan adanya kehamilan
ektopik.
Pastikan adanya pembukaan servik, jika ada pembukaan mencerminkan
suatu abortus insipien atau abortus inkomplit. Jika tertutup merupakan
suatu abortus iminens.
Periksa ukuran uterus, konsistensi, ketegangan dan adanya nyeri tekan
adneksa ataupun massa. Jika dirasakan adanya suatu massa, palpasi harus
10
dilakukan dengan hati-hati dan mantap untuk menghidari terjadinya ruptur
pada kehamilan ektopik ataupun kista ovarium.
Jika terdapat cairan abnormal dari vagina atau cervik, perlu dibuat
preparat basah dan kultur cervik untuk organisme gonorhea dan klamidia.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi :
Beta-human chorionik gonadotropin
Pertama dideteksi pada kebanyakan wanita sekitar 24 hari setelah hari
pertama haid terakhir. Jika pada tes kuantitatif didapat kadar hormon lebih
dari 1500 mlU/mL IRP (international reference preparation), suatu
kehamilan yang normal dan terletak intrauterin akan dapat dideteksi
dengan menggunakan transvaginal sonography (TVS) dan pada kadar
6500 mlU/mL dapat dilihat dengan sonogram transabdominal. Kegagalan
untuk mendeteksi kantong gestasi dari suatu kehamilan intra uterin ketika
kadar QhCG mengindikasikan suatu kehamilan ektopik.
Kadar QhCG secara umumharus telah ditentukan pada kasus
dimana terjadi pendarahan pada trimester pertama karena serial QhCG
dapat membantu dalam follow up.
Kadar QhCG meningkat kurang lebih 66% setiap 48 jam pada suatu
kehamilan intrauterin. Serial pemeriksaan QhCG yang didapatkan
menurun sebelum umur kehamilan 10 minggu mengindikasikan
terdapatnya suatu kehamilan abnormal. Kadar QhCG yang tinggi
mengindikasikan adanya suatu kehamilan yang multipel, penyakit
tropoblas, atau meskipun sangat jarang itu merupakan suatu tumor
ovarium.
Hemoglobin dan hematokrit
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya suatu anemia terutama
yang disebabkan oleh adanya suatu pendarahan.
Golongan darah dan skrining antibodi
Wanita dengan Rh negatif dan telah mengalami abortus (apakah karena
abortus spontan maupun abortus karena terapiutik sekitar 2-4% akan
11
menjadi peka terhadap Rh. Status dari faktor Rh harus diperiksa pada
setiap pasien hamil dengan pendarahan pervaginam. Jika didapatkan
wanita dengan Rh negatif, dianjurkan untuk pemberian Rho (D) immuno
globin (RhoGAM).
Kadar serum Progesteron
Kadar progesteron meningkat setelah ovulasi dan berlanjut untuk
meningkat sepanjang kehamilan.
Suatu penelitian yang telah dilakukan tentang keadaan serum
progesteron selama awal kehamilan untuk digunakan ciri terjadinya suatu
kehamilan yang abnormal. Dimana didapatkan hasil bahwa jika
didapatkan kadar kurang dari 5 ng/mL sering dihubungkan dengan suatu
kehamilan yang sehat, sedangkan jika kadar lebih dari 25 ng/mL sering
dihubungkan dengan kehamilan yang sehat. Secara klinik kadar serum
progesteron sekitar 5-15 ng/mL.
Di klinik kadar QhCG dan penemuan melalui TVS Akan tetapi
dari semuanya peranan evaluasi serum progesteron sangat terbatas dan
tidak efektif untuk biaya.
d. Pemeriksaan radiologi
Ultrasound adalah cara yang dipilih secara luas dan merupakan pemeriksaan yang
menjadi pilihan pertama. Keuntungannya adalah: aman, penggunaan di tempat
tidur, harga yang murah dan tidak invasif. Kelemahannya adalah ketergantungan
tehadap operator.
Gambaran dari TVS dapat menentukan adanya emboli atau fetus, adanya
gerakan janin, keutuhan koriodecidua, lokasi (intrauterin atau ekstrauterin) dan
umur kehamilan.
Pasien dengan riwayat pendarahan pervaginam pada trimester pertama
mungkin akan memberikan gambaran daerah berupa pendarahan rektokorionik
pada TVS dimana akan didapatkan daerah yang hipoekhoik dibalik lapisan
korionik. Jika pendarahan sedikit di daerah decidua basalis akan memiliki
12
kesempatan untuk bertahan dibandingkan jika pendarahan terdapat dibelakang
decidua basalis atau lebih dari 25% dari ukuran kantungan.
2.6.5. Penatalaksanaan
Tidak terdapat terapi yang efektif yang tersedia untuk abortus iminens. Terapi untuk
abortus iminens terdiri atas :
a. Rawat jalan
b. Istirahat tirah baring
Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan rangsang mekanik.
c. Untuk pemberian hormon progesteron pada abortus iminens belum ada
penyesuaian faham. Sebagian besar ahli tidak menyetujuinya, dan mereka yang
menyetujui menyatakan bahwa harus ditentukan dahulu adanya kekurangan
hormon progesteron. Apabila dipikirkan sebagian besar abortus didahului oleh
kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat disebabkan oleh banyak faktor,
maka pemberian hormon progesteron tidak banyak manfaatnya.
d. Pemeriksaan ultrasonografi penting dilakukan untuk menentukan apakah janin
masih hidup.
e. Jika diperlukan untuk medika mentosa dapat diberikan:
Penenang : luminal, diazepam
Diazepam 3 kali 2 mg per oral selama 5 hari atau luminal 3 kali 30 mg
Tokolitik : papaverin, isoxsuprine
Isoxsuprine 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari
Plasentotrofik: allylesterenol 10 mg, 3 kali 1 tablet
f. Bila penyebab diketahui maka dilakukan terapi terhadap penyebabnya
g. Pada kasus tertentu seperti abortus habitualis dan riwayat infertilitas dilakukan
rawat inap.
2.6.5 Komplikasi
Perdarahan berat atau persisten saat atau sesudah abortus dapat mengancam nyawa.
Semakin tua usia kehamilan, semakin besar kemungkinan perdarahan yang banyak.
13
Sepsis sering terjadi pada aborsi yang dilakukan sendiri oleh pasien. Infeksi, sinekia
intrauterin, dan infertilitas adalah komplikasi lain dari abortus. Perforasi dinding uterus
dapat terjadi saat dilatasi dan kuretase, dan dapat disertai cedera usus dan buli-buli,
perdarahan, infeksi, dan pembentukan fistula.2
Kehamilan ganda dengan kematian satu janin dan retensi janin yang lain tidak hanya
mungkin, tetapi telah didokumentasikan secara baik pada 20% kehamilan dini yang
dimonitor secara baik dengan USG. Biasanya fetus diserap, namun kematian satu janin
pada kehamilan ganda dapat menyebabkan perdarahan vaginal dan kram perut.2
Bahkan pada kehamilan dini, abortus dapat menyebabkan efek bermakna pada pasien
dan keluarganya. Fakta bahwa sebagian besar abortus adalah tidak diharapkan
memperberat kesedihan pasien dan keluarga. Tiap orang memberi respon yang berbeda
pada tragedi ini.2
2.6.6 Prognosis
Pada wanita dengan riwayat pernah mengalami 1 kali abortus maka kemungkinan
untuk mengalami abortus pada kehamilan berikutnya adalah sebesar 20 %,
sedangkan jika mengalami 3 kai maka kemungkinannya adalah rata-rata 50%
Rate kelahiran hidup setelah aktivitas denyut jantung bayi didokumentasikan pada
minggu ke 5-6 dari kehamilan pada wanita dengan 2 atau abortus spontan yang
tidak dapat didefinisikan adalah sekitar 77% .
Bukti tentang hubungan antara terjadinya abortus iminens dengan terjadinya
kelainan pada saat lahir adalah terbatas dan tidak konsisten. Satu penelitian
epidemiologi menemukan bahwa peningkatan terjadinya kelainan pada saat lahir
(polidaktili, undesensus testis, dan hipospadi) pada folow up pada pasien dengan
abortus iminens ditemukan tidak terdapat perbedaan yang berarti.
Prognosis menjadi kurang baik bila pendarahan berlangsung lama, mules-mules
yang disertai dengan pendataran serta pembukaaan servik
14
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : I L M
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Nama suami : GD Purbani
Pekerjaan suami : Pegawai Swasta
Tempat lahir : Denpasar
Alamat : Jalan Suwung Bantan Kendal no.16 Denpasar
Umur : 21 tahun
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Nomor registrasi : 01042145
MRS : pk. 21.13 (8/5/06)
II. Anamnesa
Keluhan Utama : pendarahan berupa bercak darah sejak tadi pagi pk 06.00(8/5/2006)
III. Perjalanan penyakit
Pasien mengeluh perdarahan berupa bercak darah dari kemaluan sejak tadi pagi pk
06.00(8/5/2006). Pasien juga mengeluh ada nyeri perut namun tidak begitu keras.
Keluhan ini tidak disertai panas badan, muntah-muntah, atau lemas dan pusing. Keluhan
ini muncul tiba-tiba dan sebelumnya tidak ada riwayat trauma. Keluhan ini yang pertama
kali dialami oleh pasien. Pasien mengaku tidak ada keluar jaringan seperti daging.
Pasien telat haid dan hari pertama haid terakhir adalah tanggal 27 Januari 2006.
Pasien sudah pernah melakukan tes kencing sendiri akhir bulan Februari 2006 (lupa
tanggalnya) dan hasilnya positif. Pasien kemudian dinyatakan hamil oleh bidan dan usia
kehamilannya adalah satu bulan. Pasien mengatakan baru sekali memeriksakan
kehamilannya di bidan dan belum pernah di-USG.
Dari riwayat pernikahan, Pasien baru menikah satu kali selama 3 bulan dan ini
adalah kehamilan yang pertama.
15
Pasien selama ini mengaku tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi (KB).
Pasien juga mengatakan tidak pernah mengalami gangguan saat menstruasi. Pasien
menstruasi pertama kali saat usia 15 tahun. Menstruasinya lancar setiap bulan dengan
siklus tiap 30 hari dan lamanya rata-rata 3 hari.
Dari riwayat penyakit terdahulu, pasien selama hamil ini pasien mengaku tidak
pernah menderita penyakit yang berat, tidak pernah demam tinggi yang lama, tidak juga
menderita tekanan darah tinggi (hipertensi), asma, penyakit jantung, maupun penyakit
kencing manis.
IV. Pemeriksaan Fisik :
Pada pemeriksaan status present didapatkan keadaan umum baik, dengan tensi:
120/80mmHg, nadi : 84x/ menit, respirasi : 20 x/menit, temperatur aksila : 36,8 C. Tidak
ada kelainan pada pemeriksaan jantung, paru limfa dan hati. Ekstremitas hangat dan tidak
ditemukan oedema.
Status ginekologi :
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan tinggi fundus uteri teraba 3 jari diatas simpisis ,
tidak didapatkan defans dan tanda cairan bebas.
Pada pemeriksaan dalam (vaginal Toucher) didapatkan fluksus +, tidak didapatkan
pembukaan, korpus uteri antefleksi dengan besar dan konsistensi setara dengan umur
kehamilan 14-16 minggu. Adneksa perimetrium serta cavum douglas dalam batas normal.
V. Diagnosis
Berdasarkan anamnesis riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan obstetrik ditegakan
diagnosis kerja Abortus imminen
VI. Penatalaksanaan
Pasien diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan USG, dan pemeriksaan darah lengkap
Untuk terapi medika mentosa diberikan Allylesterol 3x1, Isoxsuprine 3x1, untuk
memonitoring keadaan pasien diusulkan untuk kontrol ke poliklinik, dengan KIE bila ada
keluhan sakit perut tambah berat dan adanya perdarahan banyak datang lagi ke rumah
sakit.
16
Follow up pasien :
Pada tanggal 9/5/2006, pasien kontrol ke poliklinik, dan pasien mengeluh masih terjadi
perdarahan berupa bercak darah disertai sakit perut. Dari pemeriksaan fisik didapatkan T:
100/70mmHg, N : 88 X/mnt, Temperatur aksila : 37 C, Status general: dalam batas
normal, Pemeriksaan abdomen didapatkan tinggi fundus uteri terabab 3 jari diatas
simpisis, dengan ballotemen (+), pemeriksaan DJJ tidak jelas (dgn Doppler) dan tidak
didapatkan his. , pada pemeriksaan dalam didapatkan korpus uteri antefleksi dengan
besar dan konsistensi setara dengan umur kehamilan 14-16 minggu. Adneksa
perimetrium serta Cavum Douglas dalam batas normal.
Pasien didiagnosis dengan Abortus iminens (hamil 14-15 minggu), dan direncanakan
dilakukan USG, dan dilakukan pemeriksaan hematologi rutin. Dari USG didapatkan
Terdapat satu buah gestational sac dengan satu fetus yang sudah tidak berdetak
jantungnya sehingga memberi kesan kematian janin dalam rahim. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan WBC: 13,6 K/uL, PLT: 257 K/Ul, HGB: 11,0 G/Dl, HCT: 32,6
%, BT: 2’ 30” CT: 9’ 00”.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, pada pukul 12.32 pasien masuk rumah
sakit dengan diagnosis G1P0000 14-15 minggu T/ KJDR, dan direncanakan induksi
misoprostol 50 mcg/ 4 jam disertai observasi his dan pembukaan. Pada pukul 13.45
dilakukan insersi misoprostol 50 mcg yang pertama, dan his masih negatif. Pada pukul
17.45 dilakukan insersi misoprostol 50 mcg yang kedua, dan his tetap negatif. Kemudian
Pada pukul 21.45 dilakukan insersi misoprostol 50 mcg yang ketiga, dan his masih
negatif. Selanjutnya pada tanggal 10/5/2006 pukul 01.45 dilakukan insersi misoprostol 50
mcg yang keempat, dan his masih negatif. Baru pada pukul 02.30 timbul his lemah.
Kemudian pada pukul 03.00 didapatkan his (+) 2-3x/10’ selama 30-35”. Pada
pukul.04.00 his(+) 3x/10’ selama 30-35”, dan pada pukul 04.45 his (+) 3x/10’ selama
40”. Pada pukul 05.00 pasien mengeluh sakit perutnya terus bertambah dengan his (+) 3-
4 x/ 10’ selama 40-45”.
Pada pukul 06.00 dilakukan pemeriksaan dalam, dan didapatkan Pembukaan 4
cm, ketuban masih ada, teraba kepala dengan penurunan Hodge III. Pasien didiagnosis
dengan G1P0000 14-15 minggu T/ KJDR PK II, dan ditangani dengan memimpin
17
persalinan. Dan pada pukul 06.15 lahir spontan fetus 30 gr, plasenta lahir dengan kesan
tidak komplit. Hal ini menyebabkan perdarahan, dan pasien didiagnosis dengan abortus
inkomplit, sehingga dilakukan kuretase dibawah perlindungan oksitosin drip yang diikuti
observasi 2 jam pp + kuret. Dan juga dilakukan KIE tentang mobilisasi dini. Pasien diberi
obat berupa Amoksisilin 3x500 mg, Asam mefenamat 3x1, Prenamia 1x1 setelah
dilakukan kuretase. Pukul 08.10 sudah tidak ada perdarahan, dan didapatkan T: 110/70
mmHg. Pada pukul 09.30, tidak ada perdarahan, dan didapatkan T: 120/80mmHg, N :
78x/mnt, R : 20x/mnt. Kemudian pada pukul 11.30 pasien dipulangkan dengan pesan
agar kontrol ke poliklinik 1 minggu kemudan.
18
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
Diagnosis abortus iminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi pendarahan
melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus
membesar sebesar usia kehamilan, servik belum membuka, dan tes kehamilan positif,
yang biasanya terjadi paruh pertama dari kehamilan. Sering terjadi pendarahan ringan
atau yang lebih berat pada awal gestasi yang menetap sampai berhari-hari atau
berminggu-minggu. Untuk dapat menegakkan diagnosa abortus iminens dilakukan
anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang. Dari anamnesa diharapkan diperoleh data
tentang keluhan dan faktor resiko abortus iminens, dari pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang diharapkan didapatkan tanda spesifik untuk abortus iminens.
Pada pasien ini diagnosis abortus iminens ditegakkan karena dari anamnesa didapatkan
keluhan perdarahan berupa bercak darah dari kemaluan, nyeri perut, muncul tiba-tiba dan
sebelumnya tidak ada riwayat trauma. tidak ada keluar jaringan seperti daging, telat haid
dengan hasil tes kencing (+). Dari data yang diperoleh keluhan yang dialami pasien
menjurus kearah abortus iminens.
Dari anamnesa tidak ditemukan adanya faktor resiko kronis seperti diabetes
militus pada ibu, hipertensi yang berat, konsumsi zat seperti : kafein, alkohol, tembakau,
kokain dan riwayat penggunaan radiasi.
Faktor resiko yang mungkin diduga sebagai penyebab abortus pada kasus ini
adalah suatu abnormalitas kromosom dan adanya beberapa penyakit pada ibu seperti
penyakit ginjal, ataupun terjadinya infeksi virus maupun bakteri pada ibu.
Untuk mengetahui terdapatnya kelainan kromosom dapat dilakukan pemeriksaan
kromosom, namun biaya yang dikeluarkan akan sangat tinggi, selain itu pemeriksaan ini
tidak rutin dilakukan pada praktek klinik sehari-hari. Untuk mengetahui terdapatnya
penyakit ginjal dapat dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal terutama dari pemeriksaan
laboratorium berupa pemeriksaan serum kreatinin dan Blood Urea Nitrogen. Untuk
mengetahui adanya infeksi yang bersifat akut pada ibu dapat dilakukan swab pada vagina
ibu dan dapat dilakukan tes serologis untuk mengetahui apakah terdapat infeksi virus
19
maupun bakteri yang diduga terhadap terjadinya abortus iminens. Pada kasus ini
pemeriksaan fungsi ginjal dan swab maupun tes serologi tidak dilakukan.
Pada pasien ini melalui pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan adanya pendarahan
melalui ostium uteri eksternum, uterus membesar sebesar usia kehamilan 14-15 minggu
dan dari pemeriksaan didapatkan servik belum membuka. Dari pemeriksaan penunjang,
didapatkan tes kehamilan positif yang menandakan ibu dalam keadaan hamil. Dengan
data yang diperoleh gejala klinis yang didapat pada pasien mengarah terhadap terjadinya
aborus iminens. Pemeriksaan penunjang yang lain yang diusulkan adalah USG.
4.2 Penatalaksanaan
Tidak terdapat terapi yang efektif yang tersedia untuk abortus iminens. Terapi untuk
abortus iminens yang diberikan pada pasien dalam kasus ini adalah sebagai berikut :
Pasien di rawat dirumah dianjurkan untuk istirahat tirah baring. Tidur berbaring
merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya
aliran darah ke uterus dan rangsang mekanik. Untuk medika mentosa diberikan:
Tokolitik : Isoxsuprine(Duvadilan) 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari
Plasentotrofik: allylesterenol 10 mg, 3 kali 1 tablet
Pemberian tokolitik isoxsuprine pada kasus kali ini dilakukan dengan melihat cara
kerja isoxsuprine adalah sebagai berikut :
Isoxsuprine merupakan golongan pheniletilamin yang merupakan suatu derivat
adrenalin. Senyawa ini merupakan antagonis α adrenoseptor terhadapzat-zat stimulan
βadrenoseptor. Isoxsuprine menyebabkan dilatasi sirkulasi perifer dan dilatasi terhadap
sirkulasi serebral. Efek dilatasi yang terjadi lebih besar terjadi pada arteri yang
memberikan suplai terhadap otot dibandingkan dengan dilatasi pada arteri otak dan kulit.
Penurunan tekanan darah yang tejadi tidak disertai dengan kompensasi
sepenuhnya oleh penurunan tahanan pembuluh darah otak. Ini menyebabkan terjadinya
relaksasi uterus. Dengan penurunan kontraksi uterus diharapkan kehamilan dapat
dipertahankan dan tidak terlepas dari tempat insersinya.
Pemberian allylesterenol pada kasus ini dilakukan dengan melihat cara kerja
allylesterenol adalah sebagai berikut:
20
Allylesterenol mempunyai potensi untuk meningkatkan hormon-hormon plasenta
(human korionik gonadotropin, human plasenta laktogen, estrogen dan progesteron) dan
ini menjadikan lapisan tropoblastik dari plasenta memperlihatkan tanda-tanda aktivitas
histilogik. Dengan pemberian obat ini dapat menghilangkan atau mencegah ancaman
abortus pada awal kehamilan.
Dari terapi yang diberikan diharapkan keluhan dapat berkurang dan kehamilan
dapat dipertahankan. Untuk selanjutnya dilihat kemungkinan yang terjadi yaitu apakah
terapi dapat berhasil yang ditandai dengan dapat dipertahankannya hasil konsepsi hingga
viabel, dan kemungkinan yang lain berupa gagalnya terapi yang dilakukan. Jika terapi
yang dilakukan tidak berhasil maka terapi dilakukan sesuai kasus yang terjadi.
Pada kasus ini, pasien datang kembali pada keesokan harinya dengan keluhan
pendarahan dan sakit perut yang menetap. Pada pasien dilakukan USG untuk menentukan
kehamilannya intra uteri atau ekstra uteri, kantong gestasional berisi janin atau
tidak(blight ovum) kematian janin, ukuran janin, umur kehamilan, pergerakan jantung
janin ada atau tidak yang berarti bahwa janin tersebut masih hidup atau sudah mati.
Dari hasil USG didapatkan hasil : kantung gestasi (+) jml 1, fetus (+) 1, aktivitas
denyut jantung bayi (-) Kesan : IUFD. Dari hasil USG ini disimpulkan bahwa janin yang
berada dalam rahim tersebut telah meninggal. Di diagnosa dengan G1P000 14-15 minggu
tunggal KJDR. Dari hasil yang diperoleh, diberitahukan kepada pihak pasien dan
keluarga tentang hal yang terjadi dan rencana tindakan yang akan dilakukan berukutnya.
Tidak dapat dipertahankannya kehamilan ini kemungkinan dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya berupa terjadinya kelainan kongengital pada janin yang
menyebabkan janin tidak dapat bertahan, pasien tidak istirahat sepenuhnya yang
memperburuk keadaannya, uterus terus berkontraksi yang menyebabkan semakin luasnya
robekan pada tempat insersi daripada janin dan pendarahan yang terus menerus terjadi
sehingga janin tidak dapat bertahan, dan pengobatan yang telah diberikan tidak dapat
mencegah proses yang telah terjadi.
Pada kasus ini diusulkan untuk dilakukan induksi dengan misoprostol untuk
mengeluakan hasil konsepsi. Dosis yang diberikan yaitu 50 mcg/4 jam dan dilakukan
observasi his dan pembukaan.. Penyebab pendarahan kemungkinan adalah hasil konsepsi
yang belum keluar, kemungkinan masih menempel sedikit yang menimbulkan gangguan
21
kontraksi uterus yang dapat menyebabkan pendarahan. Prinsip penanganan adalah
dengan sesedikit mungkin menimbulkan trauma pada ibu. Pemberian misoprostol
dilakukan tiap 4 jam hingga timbul pembukaan dan his yang adekuat.
Sebelum ibu diperbolehkan pulang diberi tahu bahwa abortus spontan merupakan
hal yang biasa terjadi dan terjadi paling sedikit 15%(satu dari tujuh kehamilan) dari
seluruh kehamilan yang diketahui secara klinis. Berikan keyakinan dan kemungkinan
keberhasilan untuk kehamilan berikut.
Beberapa wanita mungkin ingin hamil langsung setelah suatu abortus. Ibu ini
sebaiknya diminta untuk menunda kehamilan berikut sampai ia benar-benar pulih.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Norman FG, Leveno JK, Gilshap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Abortion in Williams Obstetrics, 21th ed. Mc Graw Hill; 2001, p.688-1132.
2. Wibowo B, Wiknjpasienastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam:
Wiknjpasienastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T, editor. Ilmu Kebidanan ed 3.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002, p. 302-322.
3. Garmel SH. Early Pregnancy Risk. In: DeCherney AH, Nathan L, editors. Current
Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment 9th ed. New York, NY: McGraw
Hill; 2003.
4 Morton A, Stenchever MD, William, Droegemueller MD, Herbst Arthur L MD,
Daniel R Mishell.MD, Arthur L. H. Spontaneous and Recurrent Abortion, Etiology,
Diagnosis, Treatment in Comprehensive Gynecology 4th eds. Mosby: 2002, p.157-
164
5. Mochtar R. Abortus dan Kelainan dalam Tua Kehamilan. Dalam: Lutan D, editor.
Sinopsis Obstetri ed 2. Jakarta: EGC, 1998.
23