1. laporan ref anemia

23
Pengertian Anemia Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin (Depkes RI, 1996). Anemia adalah penurunan massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menghantarkan oksigen yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity) Anemia menurut World Health Organization (WHO) yang dikutip Stuart Gillespie (1996) diartikan sebagai suatu keadaan dimana kadar haemoglobin (Hb) lebih rendah dari keadaan normal untuk kelompok yang bersangkutan. WHO telah menggolongkan penetapan kadar normal hemoglobin dalam berbagai kelompok seperti di bawah ini: Laki-laki dewasa <13g/dl Wanita dewasa tidak hamil <12g/dl Wanita hamil <11g/dl Kriteria WHO (hoffbrand AV, et al, 2001) Patogenesis Anemia Berdasarkan patogenesisnya, anemia digolongkan dalam 3 kelompok (Wintrobe at all, 1999) yaitu: 1. Anemia karena kehilangan darah Anemia karena kehilangan darah akibat perdarahan yaitu terlalu banyaknya sesl-sel darah merah yang hilang dari tubuh seseorang, akibat dari kecelakaan dimana perdarahan

Upload: ghini-meriza

Post on 24-Oct-2015

46 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

refreshing

TRANSCRIPT

Page 1: 1. Laporan Ref Anemia

Pengertian Anemia

Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik. Anemia

adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari

normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin (Depkes RI,

1996). Anemia adalah penurunan massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat

memenuhi fungsinya untuk menghantarkan oksigen yang cukup ke jaringan perifer

(penurunan oxygen carrying capacity)

Anemia menurut World Health Organization (WHO) yang dikutip Stuart Gillespie

(1996) diartikan sebagai suatu keadaan dimana kadar haemoglobin (Hb) lebih rendah

dari keadaan normal untuk kelompok yang bersangkutan. WHO telah menggolongkan

penetapan kadar normal hemoglobin dalam berbagai kelompok seperti di bawah ini:

Laki-laki dewasa <13g/dl

Wanita dewasa tidak hamil <12g/dl

Wanita hamil <11g/dl

Kriteria WHO (hoffbrand AV, et al, 2001)

Patogenesis Anemia

Berdasarkan patogenesisnya, anemia digolongkan dalam 3 kelompok (Wintrobe at all,

1999) yaitu:

1. Anemia karena kehilangan darah Anemia karena kehilangan darah akibat

perdarahan yaitu terlalu

banyaknya sesl-sel darah merah yang hilang dari tubuh seseorang, akibat dari

kecelakaan dimana perdarahan mendadak dan banyak jumlahnya, yang disebut

perdarahan ekternal. Perdarahan dapat pula disebabkan karena racun, obat-obatan atau

racun binatang yang menyebabkan penekanan terhadap pembuatan sel-sel darah

merah. Selain itu ada pula perdarahan kronis yang terjadi sedikit demi sedikit tetapi

terus menerus. Perdarahan ini disebabkan oleh kanker pada saluran pencernaan, peptic

ulser, wasir yang dapat menyebabkan anemia

2. Anemia karena pengrusakan sel-sel darah merah Anemei karena pengrusakan

sel-sel darah merah dapat terjadi

karena bibit penyakit atau parasit yang masuk kedalam tubuh, seperti malaria atau

cacing tambang, hal ini dapat menyebabkan anemia hemolitik. Bila sel-sel darah

merah rusak dalam tubuh, zat besi yang ada di dalam tidak hilang tetapi dapat

digunakan kembali untuk membentuk sel- sel darah merah yang baru dan pemberian

Page 2: 1. Laporan Ref Anemia

zat besi pada anemia jenis ini kurang bermaanfaat. Sedangkan asam folat dirusak dan

tidak dapat digunakan lagi oleh karena itu pemberian asam folat sangat diperlukan

untuk pengobatan anemia hemolitik ini.

3. Anemia karena gangguan pada produksi sel-sel darah merah Sum-sum tulang

mengganti sel darah yang tua dengan sel darah merah yang baru sama cepatnya

dengan banyaknya sel darah merah yang hilang, sehingga jumlah sel darah merah

yang dipertahankan selalu cukup banyak di dalam darah, dan untuk

mempertahakannya diperlukan cukup banyak zat gizi. Apabila tidak tersedia zar gizi

dalam jumlah yang cukup

akan terjadi gangguan pembentukan sel darah merah baru. Anemia karena gangguan

pada produksi sel-sel darah merah, dapat

timbul karena, kurangnya zat gizi penting seperti zat besi, asam folat, asam

pantotenat, vitamin B12, protein kobalt, dan tiamin, yang kekurangannya biasa

disebut “anemia gizi.” Selain itu juga kekurangan eritrosit, infiltrasi sum-sum tulang,

kelainan endokrin dan penyakit ginjal kronis dan sirosis

hati. Menurut Husaini (1998) anemia gizi yang disebabkan kekurangan zat besi sangat

umum dijumpai di Indonesia.

Klasifikasi Anemia

Anemia dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, tergantung dari sudut mana kita

melihat dan tujuan kita melakukan klasifikasi tersebut.

Klasifikasi yang sering dipakai :

1. Klasifikasi morfologik : yang berdasarkan morfologi eritrosit pada pemeriksaan

apusan darah tepi atau dengan melihat indeks eritrosit.

Klasifikasi Anemia berdasarkan Morfologi Eritrosit A. Anemia hipokromik

mikrositer

- Anemia defisiensi besi - Thalasemia - Anemia akibat penyakit kronik -

Anemia sideroblastik

B. Anemianormokromiknormositer - Anemia pascaperdarahan akut - Anemia

aplastik – hipoplastik - Anemia hemolitik – terutama bentuk yang didapat -

Anemia akibat penyakit kronik

C. Anemia makrositer - Megaloblastik - Nonmegaloblastik

2. Klasifikasi etiopatogenesis : yang berdasarkan etiologi dan pathogenesis terjadinya

anemia.

Page 3: 1. Laporan Ref Anemia

Klasifikasi Anemia berdasarkan Etiopatogenesis

A. Produksi Eritrosit menurun

B. KehilanganEritrositdaritubuh

- Anemia pascaperdarahan akut

- Anemia pascaperdarahan kronik

C. Peningkatanpenghancuraneritrositdalamtubuh(hemolisis)

D. Bentuk campuran

E. Bentuk yang patogenesisnya belum jelas

Tanda-tanda Anemia Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), tanda-tanda

Anemia meliputi:

Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L) Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-

kunang Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan

menjadi pucat.

Menurut Handayani dan Haribowo (2008), gejala anemia dibagi menjadi tiga

golongan besar yaitu sebagai berikut:

1) Gejala Umum anemia

Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic syndrome. Gejala

umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis

Anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik

tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi

tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan

menurut organ yang terkena adalah:

a) Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas saat

beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.

b) Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang,

kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada ekstremitas.

c) Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menurun.

d) Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit

menurun, serta rambut tipis dan halus.

2) Gejala Khas Masing-masing anemia

Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai

berikut:

Page 4: 1. Laporan Ref Anemia

a) Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.

b) Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)

c) Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.

d) Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-

tanda infeksi.

3) Gejala Akibat Penyakit Dasar

Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala ini timbul karena

penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya anemia defisiensi besi

yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti

pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.

Menurut Yayan Akhyar Israr (2008) anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan,

sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada

defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti :

a. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah

menghilang

b. Glositis : iritasi lidah

c. Keilosis : bibir pecah-pecah

d. Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti

sendok.

Pemeriksaan Laboratorium Hematologik

- Tes penyaring : tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.

Pemeriksaan ini meliputi :

a. Kadar Hemoglobin

b. Indeks eritrosit (MCV. MCH dan MCHC)

c. Apusan darah tepi

- Pemeriksaan rutin : pemeriksaan ini juga dilakukan pada semua kasus anemia

untukmengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit.

Pemeriksaan ini meliputi :

a. Laju endap darah

b. Hitung diferensial

c. Hitung retikulosit

- Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian

Page 5: 1. Laporan Ref Anemia

besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis defenitif meskipun ada beberapa

kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang

- Pemeriksaan atas indikasi khusus :

a. Anemia defesiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.

Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12

c. Anemia hemolitik : hitung retikulosit, tes coombs, elektroforesis, Hb

d. Anemia pada leukimia akut : pemeriksaan sitokimia

a. Anemia Aplastik

Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang

ditandai dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang. Pada anemia

aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga

menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dan

trombositopenia. Istilah anemia aplastik sering juga digunakan untuk menjelaskan

anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab apapun. Sinonim lain yang

sering digunakan antara lain hipositemia progressif, anemia aregeneratif, aleukia

hemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia paralitik toksik.

Anemia aplastik didapat umumnya muncul pada usia 15-25 tahun; puncak insiden

kedua yang lebih kecil muncul setelah usia 60 tahun.

Etiologi

Anemia Aplastik yang Didapat (Acquired Aplastic Anemia)

Anemia aplastik sekunder

  Radiasi

  Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

     Efek regular

       Bahan-bahan sitotoksik

       Benzene

     Reaksi Idiosinkratik

       Kloramfenikol

       NSAID

       Anti epileptik

       Emas

       Bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya

Page 6: 1. Laporan Ref Anemia

  Virus

     Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)

     Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)

     Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)

     Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)

  Penyakit-penyakit Imun

     Eosinofilik fasciitis

     Hipoimunoglobulinemia

     Timoma dan carcinoma timus

     Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi

  Paroksismal nokturnal hemoglobinuria

  Kehamilan

Idiopathic aplastic anemia

Anemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)

Anemia Fanconi

   Diskeratosis kongenita

   Sindrom Shwachman-Diamond

   Disgenesis reticular

   Amegakariositik trombositopenia

   Anemia aplastik familial

   Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)

   Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)

Patogenesis

Defek yang mendasari pada semua kasus tampaknya ada pengurangan yang

bermakna dalam jumlah sel induk pluripotensial hemopoietik, dan kelainan pada

sel induk yang ada atau reaksi imun terhadap sel induk tersebut, yeng

membuatnya tidak mampu membelah dan berdiferensiasi secukupnya untuk

mengisi sumsum tulang.

Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik

yang diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan

oleh ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan

(acquired aplastic anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel oleh agen

Page 7: 1. Laporan Ref Anemia

toksik, misalnya radiasi. Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik yang

didapatkan melibatkan reaksi autoimun terhadap stem sel.

Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang

paling sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka.

Kromosom pada penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami

perubahan DNA akibat obat-obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan

anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi aplasia, myelodysplastic sindrom

(MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML). Kerusakan DNA juga

mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal

ini menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi,

contohnya dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara).

Mekanisme bagaimana berkembangnya anemia Fanconi menjadi anemia aplastik

dari sensitifitas mutagen dan kerusakan DNA masih belum diketahui dengan pasti.

Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat

disebabkan oleh paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen

ini dapat menyebabkan rantai DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis

DNA dan RNA.

Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin

merupakan mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik. Walaupun

mekanismenya belum diketahui benar, tampaknya T limfosit sitotoksik berperan

dalam menghambat proliferasi stem sel dan mencetuskan kematian stem sel.

“Pembunuhan” langsung terhadap stem sel telah dihipotesa terjadi melalui

interaksi antara Fas ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada

pada stem sel, yang kemudian terjadi perangsangan kematian sel terprogram

(apoptosis).

Gejala Klinis

Pansitopenia

o hipoplasia eritropoetik akan menimbulkan anemia dimana timbul

gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi

cordis, takikardi, pucat dan lain-lain.

o Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang

akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga

Page 8: 1. Laporan Ref Anemia

mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun

bersifat sistemik.

o Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit,

selaput lendir atau pendarahan di organ-organ.

Anemia aplastik mungkin asimtomatik

Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi, pada tabel

Tabel : Keluhan Pasien Anemia Apalastik (n=70)2

Jenis Keluhan %

Pendarahan

Lemah badan

Pusing

Jantung berdebar

Demam

Nafsu makan berkurang

Pucat

Sesak nafas

Penglihatan kabur

Telinga berdengung

83

80

69

36

33

29

26

23

19

13

Pada pemerikasaan fisis dapat ditemukan hepatomegali pada sebagian kecil

pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan.

Pemeriksaan Laboratorium

a) Anemia bersifat normokrom normositik, atau makrositik . MCH seringkali 95-

110 fl. Jumlah retikulosit biasanya sangat rendah jika dikaitkan dengan derajat

anemia.

b) Leukopenia. Terdapat penurunan selektif granulosit, biasanya tetapi tidak

selalu sampai di bawah 1,5 x 109/l. Pada kasus-kasus berat jumlah limfosit

rendah. Netrofil tampak normal dan kadar fosfatase alkalinya tinggi.

c) Trombositopenia selalu ada dan, pada kasus berat, kurang dari 10 x109/l

d) Tidak ada sel darah abnormal dalam darah tepi

e) Sumsum tulang memperlihatkan adanya hipoplasia, dengan hilangnya jaringan

hemopoetik dan penggantian oleh lemak yang meliputi lebih dari 75%

sumsum tulang. Biopsy trephine sangat penting dilakukan dan dapat

Page 9: 1. Laporan Ref Anemia

memperlihatkan daerah seluler berbercak pada latar belakang hiposeluler. Sel-

sel utama yang tampak adalah limfosit dan sel plasma; megakariosit sangat

berkurang dan tidak ada.

Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh peningkatan destruksi

eritrosit. Hyperplasia eritropoesis dan pelebaran anatomic sumsum tulang

menyabkan meningkatnya destruksi eritrosit beberapa kali lipat sebelum pasien

menjadi anemis-penyakit hemolisis terkompensasi.

Etiologi

Berdasarkan etiologinya anemia hemolitik dibagi menjadi

1. Anemia hemolitik akibat kelainan extracorpusculer, yaitu disebabkan oleh

kelainan-kelainan yang tedapat di luar eritrosit, yaitu dalam plasma

2. Anemia hemolitik intracorpusculer, yaitu disebabkan oleh kelainan-

kelainanyang terdapat di dalam eritrosit.

Patofisologi

Hemolisis dapat terjadi intravaskuler dan ekstravakuler. Hal ini tergantung

pada patologi yang mendasari suatu penyakit. Pada hemolisis intravaskuler,

destruksi eritrosit terjadi langsung di sirkulasi darah. Misalnya pada trauma

mekanik, fiksasi komplemen, dan aktivasi sel permukaan atau infeksiyang

langsung mendegradasi dan mendestruksi membrane sel eritrosit. Hemolisis

intravaskuler jarang terjadi.

Destruksi eritrosit biasanya terjadi setelah masa hidup rata-rata 120 hari, yaitu

pada saat dikeluarkan ke esktravaskular oleh makrofag system retikulosit

endothelial (RE) yang terutama terdapat pada di sumsum tulang, tetapi jug di hati

dan limpa.

Gejala Klinis

Pasien mungkin memperlihatkan kepucatan membrane mukosa, ikterus ringan

yang berfluktuasi, dan splenomegali. Tidak ada bilirubin dalam urin, tetapi urin

dapat menjadi gelap karena urobilinogen yang berlebihan.

Pada pasien dengan pemecahan eritsosit sangat hebat, sebagian hemoglobin

tidak dapat dipecahkan menjadi Fe, biliverdin, dan globin, sehingga hemoglobin

Page 10: 1. Laporan Ref Anemia

secara bebas dilarutkan dalam plasma. Oleh karena itu, plasma menjadi merah. Di

dalam darah juga umumnya ditemukan retikulosit dan pada sumsum tulang

ditemukan aktivitas dari system darah merah meningkat luar biasa.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Gambaran peningkatan pemecahan :

a. Bilirubin serum meningkat tidak terkonjugasi dan terikat pada albumin

b. Urobilinogen urine meningkat

c. Sterkobilinogen feses meningkat

d. Haptoglobin serum tidak ada karena haptoglobin menjadi jenuh oleh

hemoglobin dan kompleks ini dikeluarkan oleh RE.

2. Gambaran peningkatan produksi eritrosit :

a. Retikulositosis

b. Hyperplasia eritroid sumsum tulang; rasio myeloid; eritrosit sumsum

tulang normal sebesar 2:1 sampai 12:1 menurun menjadi 1:1 atau

sebaliknya

3. Eritrosit yang rusak :

a. Morfologi-mikrosferosit, eliptosit, fragmentosit, dll

b. Fragilitas osmotic, autohemolisis, dll

c. Ketahanan eritrosit memendek; paling baik ditunjukkan oelh pelabelan 51Cr disertai pemeriksaan lokasi destruksi.

Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik adalah suatu keadaan yang ditandai oleh adanya perubahan

abnormal dalam pembentukan sel darah, sebagai akibat adanya ketidaksesuaian antara

pematangan inti dan sitoplasma pada seluruh sel seri myeloid dan eritorid.13 Anemia

megaloblastik merupakan manifestasi yang paling khas untuk defisiensi folat.

Suatu kelompok anemia yang disebabkan oleh sintesis DNA yang terganggu,

yang dalam praktek klinik hal ini biasanya disebabkan oleh

Defisiensi vit. B12

Defisiensi Asam folat

Vitamin B12 ditemukan pada makanan yang berasal dari hewan: hati, daging,

Page 11: 1. Laporan Ref Anemia

ikan, dan produk susu, tetapi tidak terdapat dalam buah, biji2an/sayuran.

B12 Folat

Nutrisià terutama vegetarian

Malabsorpsià anemia pernisiosa, gastrektomi pernisiosa,

cacing pita, malabsorpsi kongenital.

Nutrisià usia tua, kemiskinan, diet khusus

Malabsorpsi--> gastrektomi

Pemakaian berlebihanà fisiologik: kehamilan

dan prematuritas

Patologis: anemia hemolitik, keganasan, crohn disease,

RA.

Folat tidak mampu diproduksi oleh manusia sehingga perlu folat yang

dibentuk sebagai vitamin, merupakan bentuk sintesis vit.Bà bayam,

kangkung, sawi, katuk, kacang panjang dan brokol

Folat

Penting pada awal masa prekonsepsional (2 bulan sblm khmln-usia 6

mingu gestasi) u/ memastikan perkembangan jaringan embrio sehat

dan mencegah defek spina bifida dan tabung saraf. Asam folat yang

dianjurkan adalah 600mcg.

Vit. B12 penting u/ pembentukan sel darah mrah, metabolisme sel dan

nutrien, absorpsi besi, pertumbuhan jaringan, pemliharaan sel saraf

Etiologi :

Mekanisme biokimiawi yang mendasari terjadinya perubahan megaloblastik adalah

terganggunya konversi dump menjadi dTMP. Dalam keadaan normal dump

dikonversi menjadi dTMP dengan adanya enzim timidilat sintetase yang

membutuhkan koenzim folat. Pada defisiensi folat dump diubah menjadi dUTP

melebihi kapasitas kerja enzim dUTP dalam sel melalui konversi kembali menjadi

dump, akibatnya terjadi penumpukan dUTP di dalam sel, sehingga terjadi kelambatan

dalam sintesis DNA.13,15

Gambaran darah tepi yang paling sering dihu- bungkan dengan anemia

megaloblastik adalah makro- sitosis. Makrositosis yang khas adalah

makroovalositosis. Hipersegmentasi neutrofil merupakan tanda pertama dari

anemia megaloblastik di daerah tepi; bila ditemukan 5% neutrofil dengan lobus

lebih dari lima kemungkinan adanya defisiensi asam folat meningkat menjadi

Page 12: 1. Laporan Ref Anemia

98%.1,22 Pansitopenia dapat juga ditemukan pada anemia megaloblastik dengan

derajat yang bervariasi dan merupakan atribut langsung dari proses hemopoesis

yang inefektif dari sumsum tulang. Sumsum tulang menunjukkan gambaran

hiperselular dengan hiperplasi seri eritroid. Prekursor eritroid tampak sangat besar

yang disebut megaloblas. Pada seri mieloid dijumpai adanya sel batang dan

metamielosit yang sangat besar (giant meta) myelocyte.

Tanda anemia megaloblastik berupa glositis (lidah pucat dan licin), stomatitis

angularis, diare/konstipasi, anoreksia, ikterus ringan, sterilitas, neuropati perifer

bilateral, pigmentasi melalui pada kulit. Kegagalan penutupan neural tube dapat

terjadi di daerah kranial dan spinal mengakibatkan anensefalus, meningokel,

ensefalokel, spina bifida dan hidrosefalus.

Penatalaksanaan :

B12 Folat

Prinsip terapi C ukupi kebutuhan Vit B12 yang kurang

Senyawa Hidroksokobalamin Asam folat

rute IM Oral

Dosis 1000mikrogram 5mg

Dosis awal 6x100ug slm 2-3 mg Tiap hari selama 4 bulan

Pemeliharaan 1000ug tiap 3 bln Tergantung penyakit yang mendasari: terapi

seumur hidup u/ anemia hemolitik turunan dan

dialisis ginjal

Profilaksis Gastrektomi total

Reseksi ileum

Kehamilan, anemia hemolitik berat,

prematuritas, dialisis

Page 13: 1. Laporan Ref Anemia

Anemia Defesiensi Besi

Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya

cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk

eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb)

berkurang.

Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50%

penderita ini adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan

menyusui.

Etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi,

gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.

1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :

a.Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon,

divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.

b.Salan genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.

c.Salura kemih : hematuria

d.Saluran napas : hemoptoe.

2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau

kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat,

rendah vitamin C, dan rendah daging).

3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa

pertumbuhan dan kehamilan.

4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.

5. Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir

identik dengan perdarahan menahun. Penyebab perdarahan paling sering pada

laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering

karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering

karena menormetrorhagia.

Patogenesis

Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin

(Hb).Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb.Walaupun pembuatan

Page 14: 1. Laporan Ref Anemia

eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa

sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik.

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi sehingga cadangan zat

besi makin menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron

depleted state. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus maka penyediaan zat

besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk

eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron

deficient erythropoiesis.Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer

sehingga disebut iron deficiency anemia.

Gejala Klinis

Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga

dan gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai

pada anemia jenis lain, seperti :

1. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena

papil lidah menghilang.

2. Glositis : iritasi lidah

3. Keilosis : bibir pecah-pecah

4. Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.

Pemeriksaan Laboratorium

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai

adalah :

1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom

mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai

berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada

anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution

width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks eritrosit sudah

dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar

hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia

yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah

menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis,

anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan

mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan

thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan

derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.

Page 15: 1. Laporan Ref Anemia

2. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok

normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil,

sideroblast.

3. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC)

meningkat >350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.

4. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum,

konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya

retikuloendotel. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah,

sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi

atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons

fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau meningkat

pada anemia penyakit kronik.

5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.

6. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.

7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop,

pemeriksaan ginekologi.