laporan kasus anemia hemolitik auto imun

16
LAPORAN KASUS Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 1 Anemia Hemolitik Auto Imun (AHAI) Anemia Hemolitik Auto Imun (AHAI) Herlinda Gustia Puteri 1 Ligat Pribadi Sembiring 2 1 Penulis untuk korespondensi: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau, E-mail: [email protected] 2 Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau/RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Abstrak Anemia hemolitik auto imun (AHAI) adalah sebuah kelainan pada sel darah merah yang ditandai dengan kerusakan eritrosit oleh autoantibodi dalam tubuh seseorang. AHAI biasa terjadi pada penderita-penderita Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Seorang wanita berusia 23 tahun datang dengan keluhan lemas pada seluruh tubuh sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Lemas disertai dengan nyeri sendi, nyeri kepala dan nyeri perut. Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis, gusi berdarah dan sariawan, kemerahan pada wajah, nyeri pada regio epigastrium, limpa di Schuffner 3. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin (Hb) 5,9 g/dL, pada pemeriksaan morfologi apusan darah tepi ditemukan anemia normositik normokrom suspect anemia penyakit inflamasi kronis dengan hasil coombs test positif. Pasien diterapi dengan IVFD NaCl 0,9%, methylprednisolone 125 mg/12 jam injeksi dan transfusi PRC. Pasien dirawat selama sembilan hari di ruang penyakit dalam dan hasil ANA test positif. Pasien pulang dengan perbaikan kondisi serta kadar Hb mencapai 9,5 g/dL. Kata kunci: AHAI, SLE, coombs test, ANA test.

Upload: herlindagustia

Post on 30-Sep-2020

84 views

Category:

Health & Medicine


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Anemia Hemolitik Auto Imun

LAPORAN KASUS

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 1

Anemia Hemolitik Auto Imun (AHAI)

Anemia Hemolitik Auto Imun (AHAI)

Herlinda Gustia Puteri1 Ligat Pribadi Sembiring2

1Penulis untuk korespondensi: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau,

E-mail: [email protected] 2Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau/RSUD

Arifin Achmad Provinsi Riau

Abstrak

Anemia hemolitik auto imun (AHAI) adalah sebuah kelainan pada sel darah

merah yang ditandai dengan kerusakan eritrosit oleh autoantibodi dalam tubuh

seseorang. AHAI biasa terjadi pada penderita-penderita Systemic Lupus

Erythematosus (SLE). Seorang wanita berusia 23 tahun datang dengan keluhan

lemas pada seluruh tubuh sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Lemas disertai

dengan nyeri sendi, nyeri kepala dan nyeri perut. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan konjungtiva anemis, gusi berdarah dan sariawan, kemerahan pada

wajah, nyeri pada regio epigastrium, limpa di Schuffner 3. Dari pemeriksaan

laboratorium didapatkan Hemoglobin (Hb) 5,9 g/dL, pada pemeriksaan morfologi

apusan darah tepi ditemukan anemia normositik normokrom suspect anemia

penyakit inflamasi kronis dengan hasil coombs test positif. Pasien diterapi dengan

IVFD NaCl 0,9%, methylprednisolone 125 mg/12 jam injeksi dan transfusi PRC.

Pasien dirawat selama sembilan hari di ruang penyakit dalam dan hasil ANA test

positif. Pasien pulang dengan perbaikan kondisi serta kadar Hb mencapai 9,5

g/dL.

Kata kunci: AHAI, SLE, coombs test, ANA test.

Page 2: Laporan Kasus Anemia Hemolitik Auto Imun

LAPORAN KASUS

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 2

PENDAHULUAN

Anemia hemolitik auto imun

(AHAI) merupakan sebuah kelainan

yang dikarakteristikkan dengan

adanya reaksi autoantibodi yang

diproduksi sistem imun tubuh

sendiri yang menyerang langsung

sel darah merah sehingga

mengalami lisis. AHAI

diklasifikasikan kedalam tiga tipe,

yaitu tipe hangat (75%), tipe dingin

(15%) dan tipe campuran (5%).

Sedangkan, berdasarkan ada atau

tidaknya penyakit yang mendasari

AHAI dibagi menjadi dua yaitu

primer dan sekunder.1

Manifestasi klinis dari AHAI

umumnya akan terlihat dalam

jangka waktu beberapa bulan hingga

tahun, tergantung pada keparahan

anemia yang diderita pasien.

Manifestasi klinis tersebut juga

dibedakan berdasarkan adanya

penyakit dasar dan derajat hemolisis

yang bergantung pada tipe

autoantibodi. Pasien dengan tipe

hangat (IgM dan IgG) dilaporkan

cenderung memiliki keparahan

hemolisis yang tinggi dan angka

mortalitasnya lebih tinggi jika

dibandingkan dengan AHAI tipe

dingin.2 Pendekatan diagnosis

AHAI secara garis besar cukup

membutuhkan pembuktian adanya

anemia yang disebabkan proses

hemolisis dan hasil pemeriksaan

serologis yang membuktikan adanya

antibodi anti-eritrosit yang dapat

terdeteksi dengan direct antiglobulin

test (DAT).3 AHAI juga sangat erat

kaitannya dengan penyakit SLE.

SLE merupakan suatu penyakit

autoimun heterogen yang

menyerang multi organ dan

memberikan klinis bervariatif sesuai

dengan organ yang terkena. SLE

sendiri mengklasifikasikan AHAI

sebagai gejala klinis dari kelainan

hematologis yang umum. Pada

AHAI oleh karena SLE, gejala

selain AHAI akan nampak yaitu

terdapat gangguan pada organ lain

karena SLE.4

Oleh karena insidensi AHAI pada

kasus SLE semakin meningkat dan

penyakit ini membutuhkan terapi

segera, maka pendekatan diagnosis

dan tatalaksana yang benar akan

memberikan hasil yang signifikan.

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Nn. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Page 3: Laporan Kasus Anemia Hemolitik Auto Imun

LAPORAN KASUS

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 3

Umur : 23 tahun

Alamat : Tanjung Lebam,

Kubu, Rokan Hilir

MR: 01017624

Tgl MRS: 24 Juni 2019

Anamnesis

Keluhan utama

Lemas sejak 3 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

- 3 hari SMRS pasien

mengeluhkan lemas yang

dirasakan pada seluruh

badan. Lemas berlangsung

sepanjang hari, memberat

ketika beraktivitas dan tidak

menghilang setelah pasien

beristirahat. Lemas disertai

dengan demam, nyeri sendi,

nyeri kepala dan nyeri pada

ulu hati.

- Pasien juga mengeluhkan

gusi berdarah, sariawan dan

mual sehingga nafsu makan

pasien menurun. Keluhan

rambut sering rontok (+),

rasa terbakar dan bercak

kemerahan dikulit yang

timbul karena terkena sinar

matahari (+). BAK dan BAB

dalam batas normal.

- 4 bulan SMRS pasien pernah

mengalami keluhan yang

sama dan dirawat selama 4

hari. Pasien mengatakan

telah didiagnosis SLE sejak

2 tahun yang lalu namun

pasien tidak melanjutkan

pengobatannya karena

merasa kondisi pasien sudah

baik.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Darah tinggi (-)

- Kencing manis (-)

- Penyakit jantung (-)

- Penyakit ginjal (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada keluarga yang

mengeluhkan keluhan

yang sama.

- Riwayat darah tinggi (-)

- Riwayat kencing manis

(-)

Riwayat Pekerjaan, Sosial,

Ekonomi dan Kebiasaan

• Pasien merupakan seorang

mahasiswa

• Jarang berolahraga (+)

Page 4: Laporan Kasus Anemia Hemolitik Auto Imun

LAPORAN KASUS

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 4

• Merokok (-), konsumsi

alkohol (-).

Pemeriksaan Fisik Umum

- Keadaan Umum: Tampak

sakit sedang

- Kesadaran :

Komposmentis kooperatif

- TD : 104/85

mmHg

- Nadi : 80 x/menit

- Suhu : 36,2°C

- Pernafasan : 20 x/menit

- Keadaan gizi

- BB : 54 kg

- TB : 155 cm

- IMT :

normoweight (22,47)

Pemeriksaan Fisik

Kepala dan leher

- Mata: konjungtiva anemis

(+) sklera ikterik (+), edema

palpebra (-/-)

- Hidung: keluar cairan (-)

darah (-)

- Telinga: keluar cairan (-),

darah (-)

- Mulut: sariawan (+) gusi

berdarah (+)

- Leher: pembesaran KGB (-)

pembesaran tiroid (-)

peningkatan JVP (-) 5+1

cmH2O.

Thoraks paru depan

- Inspeksi: bentuk dinding

dada pasien normochest,

pergerakan dada simetris kiri

dan kanan, penggunaan otot

bantu pernapasan (-).

- Palpasi : vocal fremitus sama

kiri dan kanan.

- Perkusi: sonor pada kedua

lapangan paru.

- Auskultasi: vesikuler (+/+),

ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Thoraks paru belakang

- Inspeksi: kelainan tulang

belakang (-).

- Palpasi : vocal fremitus sama

kiri dan kanan.

- Perkusi: sonor pada kedua

lapangan paru.

- Auskultasi: vesikuler (+/+),

ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Jantung:

- Inspeksi: ictus cordis tidak

terlihat

- Palpasi : ictus cordis teraba

di SIK V linea midclavicula

sinistra.

Page 5: Laporan Kasus Anemia Hemolitik Auto Imun

LAPORAN KASUS

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 5

- Perkusi: batas kanan jantung

linea sternalis dextra SIK IV,

batas kiri jantung di linea

midclavicula sinistra SIK V

- Auskultasi: S1 S2 reguler,

M2<M1, A1<A2, P1<P2,

A2>P2, murmur (-), gallop (-

Abdomen:

- Inspeksi: perut tampak datar,

scar (-), venektasi (-),

distensi (-), vena kolateral (-

), caput medusae (-)

- Auskultasi : BU (+) 8x/menit

- Palpasi: nyeri tekan

epigastrium(+),

splenomegali (+) Shuffner 3,

ballotement (-).

- Perkusi: timpani pada

seluruh regio abdomen.

Ekstremitas:

- Atas : Kulit pucat (+) CRT

<2 detik, pitting udem (-/-),

sianosis (-), clubbing finger

(-), akral hangat.

- Bawah : Kulit pucat (+) CRT

<2 detik, pitting edema (-/-),

sianosis (-), akral hangat.

Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin

1. Hb: 5,9 g/dL

2. Leukosit: 6.460 uL

3. Trombosit: 181.000./uL

4. Eritrosit: 1.700.000/uL

5. Hematokrit: 15,8 %

6. Basofil: 0,6 %

7. Eosinofil: 0,3 %

8. Neutrofil: 84,4 %

9. Limfosit: 11,6 %

10. Monosit: 3,1 %

Kimia Klinik

1. Ureum : 42 mg/dL (12.8-

42.8)

2. Creatinin : 0,85 mg/dL

(0,55-1,30)

Kimia Urin

1. Warna : kuning tua

2. Kejernihan: keruh

3. Protein : Positif (+2)

4. Glukosa : Negatif

5. Bilirubin : Negatif

6. Urobilirubin: 0,2 Umol/L

(normal)

7. pH : 6,0 (4,5-8,0)

8. BJ : 1,010

(1,003-1,030)

9. Darah : Positif (+3)

10. Keton : Negatif

11. Nitrit : Positif

Page 6: Laporan Kasus Anemia Hemolitik Auto Imun

LAPORAN KASUS

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 6

Gambaran Darah Tepi

Kesan: Anemia normositik

normokrom ec. anemia

penyakit inflamasi kronis

ANA Profile: SLE (+)

Direct Coombs Test: (+3)

Resume

Anamnesis

- Lemas pada seluruh tubuh

yang berlangsung sepanjang

hari, memberat ketika

beraktifitas dan tidak

menghilang dengan istirahat.

- Demam, nyeri pada sendi,

nyeri kepala dan nyeri ulu

hati.

- Sariawan, gusi berdarah,

mual dan nafsu makan

menurun.

- Rasa terbakar dan bercak

kemerahan dikulit ketika

terkena sinar matahari.

- Telah didiagnosis SLE sejak

2 tahun yang lalu.

Pemeriksaan fisik

- Konjungtiva anemis, sklera

ikterik, sariawan dan gusi

berdarah.

- Nyeri tekan epigastrium,

splenomegali pada Schuffner

3

- Ekstremitas atas dan bawah

pucat.

Pemeriksaan penunjang

- Anemia

- Neutrofilia

- Proteinuria

- Hematuria

GDT: Anemia normositik

normokrom ec. anemia

penyakit inflamasi kronis

- Ana Profile: SLE (+)

- Coombs test: (+3)

Diagnosa: Anemia Hemolitik Auto

Imun pada SLE.

Penatalaksanaan

Non Farmakologis:

- Tirah baring

- IVFD NaCl 0,9% 2000

cc/hari

- Transfusi PRC

Farmakologis:

- Methylprednisolon 2x125

mg IV

- Lansoprazole 2x30 mg IV

- Ondansentron tab 3x4 mg

- Paracetamol tab 3x500 mg

- Sandimun tab 2x100 mg

Page 7: Laporan Kasus Anemia Hemolitik Auto Imun

LAPORAN KASUS

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 7

DISKUSI

Diagnosis AHAI dapat ditegakkan

berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Pada anamnesis

didapatkan keluhan utama lemas

pada seluruh tubuh sejak 3 hari

SMRS. Lemas berlangsung

sepanjang hari, memberat ketika

beraktivitas dan tidak menghilang

setelah pasien beristirahat. Lemas

disertai dengan demam, nyeri sendi,

nyeri kepala dan nyeri pada perut.

Keluhan lain didapatkan adanya

gusi berdarah, sariawan dan mual

sehingga menyebabkan penurunan

nafsu makan pasien menurun.

Selain itu, pasien juga mengatakan

rambut sering rontok dan ada rasa

terbakar dan bercak kemerahan

dikulit yang timbul bila terkena

sinar matahari. Pada pemeriksaan

fisik kepala dan leher didapatkan

konjungtiva anemis, sklera ikterik,

sariawan dan gusi berdarah. Pada

pemeriksaan abdomen, didapatkan

nyeri tekan pada regio epigastrium,

limpa teraba pada Schuffner 3 dan

ekstremitas pucat.

Das et al. melaporkan bahwa

penderita AHAI 66% adalah wanita.

Manifestasi klinis AHAI tidak jauh

berbeda dengan manifestasi anemia

lainnya, pasien akan memberikan

klinis khas anemia seperti lemas

pada seluruh tubuh, konjungtiva

anemis, kulit pucat, serta pada

anemia hemolitik bisa juga

didapatkan ikterus dan pembesaran

pada organ retikuloendothelial

sistem (RES) seperti limpa dan

hepar.5

Ikterus dan pembesaran organ RES

disebabkan karena banyaknya

eritrosit yang terdestruksi masuk ke

dalam RES sehingga memberikan

beban kerja yang lebih berat pada

hepar atau limpa. Hal tersebut

menyebabkan tidak optimalnya

kerja dari organ retikuloendothelial

sehingga timbul gangguan konjugasi

pada bilirubin yang berakhir dengan

banyaknya bilirubin tak terkonjugasi

yang beredar disirkulasi.5

Selain itu pada pemeriksaan

laboratorium didapatkan Hb pasien

5,9 gr/dL, hematokrit 15,8% dan

coombs test (+3). Semua pasien

AHAI akan memberikan gejala

klinis khas anemia tetapi pada

AHAI yang disebabkan oleh

penyakit autoimun seperti SLE,

Page 8: Laporan Kasus Anemia Hemolitik Auto Imun

LAPORAN KASUS

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 8

akan memberikan gejala yang

predominan SLE.

Pasien ini didiagnosis SLE karena

memenuhi minimal 10 point dari

kriteria SLE berdasarkan American

College of Rheumatology (ACR).

Akan tetapi pada pasien ini tetap

dilakukan profil ANA untuk

mengonfirmasi SLE.6

Pada pasien ini juga didapatkan

proteinuria dan hematuria sebagai

pertanda bahwa sudah terjadi

nefritis lupus (NL) yang merupakan

salah satu manifestasi dari SLE.

Gambaran klinis nefritis lupus

sangat bervariasi, mulai dari

asimtomatis atau hanya proteinuria

atau hematuria ringan sampai

dengan gambaran klinis yang berat

yaitu sindrom nefrotik atau

glomerulonefritis yang disertai

penurunan fungsi ginjal yang

progresif.

Pada SLE semua partikel sel

dikenali sebagai antigen, maka

antibodi yang ditemukan pada

pasien SLE sangat banyak, oleh

karena itu pemeriksaan berbagai

antibodi perlu dilakukan,

pemeriksaan tersebut disebut dengan

profil ANA. Akan tetapi, hasil

pemeriksaan antibodi yang positif

tidak selalu sesuai dengan adanya

penyakit autoimun yang terkait

dengan antibodi tersebut karena

beberapa antibodi dapat ditemukan

pada penyakit hati kronik,

keganasan dan infeksi.7

Antibodi antieritrosit pada penderita

SLE diketahui sebagian besar adalah

IgG (tipe hangat). Patogenesis

terjadinya AHAI pada pasien SLE

belum sepenuhnya diketahui.

Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa IgG menyebabkan terjadinya

aktivasi sistem komplemen, reaksi

diawali dengan aktivasi C1, suatu

protein yang dikenal sebagai

recognition unit. Protein C1 akan

berikatan dengan kompleks imun

antigen antibodi dan menjadi aktif

serta mampu mengkatalisis reaksi –

Page 9: Laporan Kasus Anemia Hemolitik Auto Imun

LAPORAN KASUS

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 9

reaksi pada jalur klasik. Fragmen C1

akan mengaktifkan C4 dan C2

menjadi suatu kompleks C4b2b (C3

convertase). C4b2b akan memecah

C3 menjadi fragmen C3b dan C3a.

C3b mengalami perubahan

konformasional sehingga mampu

berikatan secara kovalen dengan sel

darah merah yang berlabel antibodi

sehingga mengaktifkan komplemen.

Selanjutnya, C3 juga akan

membelah menjadi C3d, C3g dan

C3c. C3d dan C3g akan tetap

berikatan pada mebran sel darah

merah dan merupakan produk final

aktivasi C3. C3b akan berikatan

dengan C4b2b menjadi kompleks

C4b2b3b (C5 convertase). C5

convertase akan memecah C5

menjadi C5a (anafilaktosin) dan

C5b yang berperan dalam kompleks

penghancur membran. Kompleks

penghancur membran terdiri dari

molekul C5b, C6, C7, C8 dan

beberapa molekul C9. Kompleks ini

akan menyisip kedalam mebran sel

sebagai suatu aluran transmembran

sehingga permeabilitas membran

normal akan terganggu. Air dan ion

akan masuk kedalam sel sehingga

sel menjadi bengkak dan ruptur.8

Selain itu, terdapat adanya

keterkaitan dari SLE sebagai

penyebab penurunan ekspresi gen

CD55 dan CD59 pada eritrosit

penderita yang akan memicu

terjadinya AHAI. Protein membran

ini merupakan suatu barier

pertahanan untuk melawan adanya

mekanisme lisis yang berasal dari

antibodi, sebagaimana penjelasan

AHAI itu sendiri. Jika barier ini

tidak ada maka akan timbul

penghancuran eritrosit secara

progresif.8

Pemeriksaan Direct Antiglobulin

Test atau Coombs test merupakan

suatu pemeriksaan yang cukup

sensitif adanya AHAI. Coombs test

bertujuan untuk menunjukkan

adanya antibodi atau komplemen

pada permukaan eritrosit.

Pemeriksaan ini menggunakan darah

pasien yang dicampur dengan

antibodi kelinci yang melawan IgG

atau C3 manusia. Hasil tes positif

Page 10: Laporan Kasus Anemia Hemolitik Auto Imun

LAPORAN KASUS

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 10

menunjukkan adanya aglutinasi

antara antibodi penderita atau

eritrosit yang diliputi komplemen

dengan serum anti-IgG atau anti-C3.

Pada pemeriksaan lebih lanjut akan

dilihat apakah aglutinasinya dengan

anti-IgG (pada AHAI warm type).

atau anti-C3 (pada AHAI cold

type).9

Pendekatan tatalaksana AHAI

meliputi tatalaksana nonfarmakologi

dan farmakologi. Pada pengobatan

nonfarmakologi pasien ini,

diberikan cairan NaCl 0,9% 2000 cc

per hari. Pasien ini juga diberikan

transfusi PRC sebanyak 2 unit per

hari. Transfusi dianjurkan pada

anemia yang mengancam nyawa dan

umumnya pada AHAI warm type

diberikan ketika Hb kurang dari 5

g/dL.10

Pada pasien ini diberikan steroid

Methylprednisolon (MP) dengan

dosis 2x125 mg. Terapi ini disebut

dengan terapi pulse. Terapi pulse

merupakan terapi dengan dosis yang

sangat tinggi dalam waktu singkat

digunakan pada keadaan yang

mengancam nyawa, induksi atau

pada kekambuhan.11

Penelitian menyebutkan pada 75-

96% pasien AHAI yang disebabkan

oleh SLE akan berespon pada

steroid (1 mg/kg/hari prednison atau

steroid jenis lain yang ekuivalen

dibagi dalam beberapa dosis)

sebagai agen imunosupresan.

Umumnya tubuh akan memberikan

respon 2-3 minggu pengobatan.

Prednison 1 mg/kg/hari merupakan

pengobatan AHAI lini pertama dan

apabila tidak ada respon terhadap

terapi, pemberian steroid dosis

tinggi dianjurkan (1000 mg MP).

Steroid baru diturunkan dosisnya

atau di-taperring-off ketika kadar

hematokrit dalam darah mengalami

peningkatan dan kadar retikulosit

menurun.11

Page 11: Laporan Kasus Anemia Hemolitik Auto Imun

LAPORAN KASUS

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 11

Pasien juga diberikan terapi

lansoprazole dan ondansentron

untuk mengurangi gejala penyerta,

paracetamol sebagai antipiretik dan

sandimun (siklosporin) sebagai

immunosuppressant.

KESIMPULAN

AHAI merupakan salah satu

kelainan yang sering ditemukan

pada penderita SLE. Oleh karena itu

penting untuk memiliki pengetahuan

tentang pendekatan diagnosis dan

penanganan dini untuk kasus ini.

Pada kasus ini, dapat disimpulkan

bahwa penegakkan diagnosis dan

penatalaksanaan pada AHAI sesuai

dengan referensi yang telah ada.

DAFTAR PUSTAKA

1. Parjono E, Widyawati K.

Anemia Hemolitik

Autoimun. Buku Ajar

penyakit. Jakarta: Pusat

penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas

Indonesia; 2006. hal.660-2.

2. Zanella A, Barcellini W.

Treatment of autoimmune

hemolytic anemia. J

Haemotologica.

2014;99(10):1547-8.

3. Kamesaki T, Toyotsuji T,

Kaijii E. Characterization of

direct antiglobulin test-

negative autoimmune

hemolytic anemia: a study of

154 cases. J American of

Hematology. 2013;88:93-6.

4. Kuhn A, Bonsmann G,

Anders H, Herzer P,

Tenbrock K, Schneider M, et

al. The diagnosis and

treatment of systemic lupus

erythematosus. J Deutsches

Arzteblatt International.

2015;112(25):423-32.

5. Zeerleder S. Autoimmune

hemolytic anemia-a practical

guide to cope with a

diagnostic and therapeutic

challenge. J Netherland of

Medicine. 2011;69(4):177-

80.

6. American College of

Rheumatology. ACR Criteria

for Systemic Lupus

Erythematosus (SLE). 2017.

7. Petri M, Orbai AM, Alarcon

GS, Gordon C, Merril JT,

Fortin PRN, et al. Derivation

and validation of the

Systemic Lupus

International Collaborating

Page 12: Laporan Kasus Anemia Hemolitik Auto Imun

LAPORAN KASUS

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 12

Clinics classification criteria

for systemic lupus

erythematosus. J Arthritis

Rheumatology.

2012;64:2677–86.

8. Sullivan MO, McLean-

Tooke A, Loh RKS.

Antinuclear antibody test. J

American Academy of

Family Physcian. 2013;

42(10):718-21.

9. Alegretti AP, Mucenic T,

Brenol JCT, Xavier RM. The

role of (CD55 and CD59)

complement regulatory

proteins on peripheral blood

cells of systemic lupus

erythematosus patients. J

Brasiliera of Rheumatology.

2009;49(3):276-87.

10. Dhaliwal G, Cornett P,

Tierney LM. Hemolytic

anemia. J American

Academy Family Physcian.

2004;69(11):2599-609.

11. Bashal F. Hematological

disorders in patients with

systemic lupus

erythematosus. J Open

Rheumatology. 2013;7:87-

95.

Page 13: Laporan Kasus Anemia Hemolitik Auto Imun

LAPORAN KASUS

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 13

Follow-up

25/06/2019

S : Pasien mengatakan badan lemas

dan nyeri pada sendi dan ulu hati.

O : TD: 111/69 mmHg, HR: 91x/i,

RR: 20x/i, T: 35,6. Hb: 5,9 gr/dL.

A : AHAI pada SLE.

P : Methylprednisolon 2x125 mg IV

Lansoprazole 2x30 mg IV

26/06/2019

S : Pasien mengatakan badan lemas

dan nyeri pada sendi dan ulu hati.

O : TD: 99/56 mmHg, HR: 87x/i,

RR: 20x/i, T: 35,6. Hb: 5,9 gr/dL.

A : AHAI pada SLE.

P : Methylprednisolon 2x125 mg IV

Lansoprazole 2x30 mg IV

27/06/2019

S : Pasien mengatakan badan lemas

dan nyeri pada sendi dan ulu hati.

O : TD: 110/72 mmHg, HR: 97x/i,

RR: 20x/i, T: 36,8. Hb: 5,5 gr/dL.

A : AHAI pada SLE.

P : Methylprednisolon 2x125 mg IV

Lansoprazole 2x30 mg IV

Sandimun tab 2x100 mg

Transfusi PRC 2 unit

28/06/2019

S : Pasien mengatakan badan lemas

dan nyeri pada sendi dan ulu hati.

O : TD: 133/80 mmHg, HR: 97x/i,

RR: 20x/i, T: 36,8. Hb: 5,7 gr/dL.

A : AHAI pada SLE.

P : Methylprednisolon 2x250 mg IV

Ketorolac 2x30 mg IV

Omeprazole 2x40 mg IV

Sandimun tab 2x100 mg

Transfusi PRC 2 unit

29/06/2019

S : Pasien mengatakan badan lemas

dan nyeri pada sendi dan ulu hati.

O : TD: 121/79 mmHg, HR: 82x/i,

RR: 20x/i, T: 36,4. Hb: 5,7 gr/dL.

A : AHAI pada SLE.

P : Methylprednisolon 2x250 mg IV

Ketorolac 2x30 mg IV

Omeprazole 2x40 mg IV

Sandimun tab 2x100 mg

Transfusi PRC 2 unit

30/06/2019

S : Pasien mengatakan badan lemas

dan nyeri pada sendi dan ulu hati.

O : TD: 110/60 mmHg, HR: 72x/i,

RR: 20x/i, T: 35,8. Hb: 9,5 gr/dL.

A : AHAI pada SLE.

P : Methylprednisolon 2x125 mg IV

Lansoprazole 2x30 mg IV

Sandimun tab 2x100 mg

Page 14: Laporan Kasus Anemia Hemolitik Auto Imun

LAPORAN KASUS

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 14

1/07/2019

S : Pasien mengatakan badan lemas.

O : TD: 110/65 mmHg, HR: 75x/i,

RR: 20x/i, T: 36,7. Hb: 9,5 gr/dL.

A : AHAI pada SLE.

P : Methylprednisolon 2x125 mg IV

Lansoprazole 2x30 mg IV

2/07/2019

S : Pasien mengatakan badan lemas.

O : TD: 115/68 mmHg, HR: 71x/i,

RR: 20x/i, T: 35,8. Hb: 9,5 gr/dL.

A : AHAI pada SLE.

P : Methylprednisolon 2x125 mg IV

Lansoprazole 2x30 mg IV

3/07/2019

S : Pasien mengatakan badan lemas.

O : TD: 110/70 mmHg, HR: 80x/i,

RR: 20x/i, T: 36,7. Hb: 9,5 gr/dL.

A : AHAI pada SLE.

P : Methylprednisolon 2x125 mg IV

Lansoprazole 2x30 mg IV

4/07/2019

PASIEN BOLEH PULANG.

Page 15: Laporan Kasus Anemia Hemolitik Auto Imun

LAPORAN KASUS

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 15

Lampiran 1

American College of Rheumatology

Criteria for SLE

Page 16: Laporan Kasus Anemia Hemolitik Auto Imun

LAPORAN KASUS

Ilmu Penyakit Dalam FK UNRI Agustus 2019 Page 16

Lampiran 2

Diagnosis dan Pengelolaan Lupus

Eritematosus Sistemik

REKOMENDASI Perhimpunan

Rheumatologi Indonesia 2011