ref forensik

50
BAB I PENDAHULUAN Istilah forensik sering mampir di telinga kita melalui berbagai berita kriminal. Biasanya menyangkut penyidikan tindak pidana seperti mencari sebab-sebab kematian korban, dan usaha pencarian pelaku kejahatan. Secara garis besar yang dimaksud dengan forensik sains adalah aplikasi atau pemanfatan ilmu pengetahuan untuk penegakan hukum dan peradilan. Tosikologi forensik adalah salah satu cabang forensik sains, yang menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi dan kimia analisis untuk kepentingan peradilan 1 . Kerja utama dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan 1,2 . Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian 1 . Keracunan adalah salah satu masalah kesehatan yang semakin meningkat baik di negara maju 1

Upload: coassprinting

Post on 29-Dec-2015

98 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ref Forensik

BAB I

PENDAHULUAN

Istilah forensik sering mampir di telinga kita melalui berbagai berita kriminal.

Biasanya menyangkut penyidikan tindak pidana seperti mencari sebab-sebab

kematian korban, dan usaha pencarian pelaku kejahatan. Secara garis besar yang

dimaksud dengan forensik sains adalah aplikasi atau pemanfatan ilmu

pengetahuan untuk penegakan hukum dan peradilan. Tosikologi forensik adalah

salah satu cabang forensik sains, yang menekunkan diri pada aplikasi atau

pemanfaatan ilmu toksikologi dan kimia analisis untuk kepentingan peradilan1.

Kerja utama dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif

maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik dan menerjemahkan temuan

analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat

dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal

(forensik) di pengadilan1,2.

Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang

dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan

kematian1. Keracunan adalah salah satu masalah kesehatan yang semakin

meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang. Angka yang pasti

dari kejadian keracunan di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun

banyak dilaporkan kejadian keracunan di beberapa rumah sakit, tetapi angka

tersebut tidak menggambarkan kejadian yang sebenarnya di masyarakat3.

Dari data statistik diketahui bahwa penyebab keracunan yang banyak terjadi di

Indonesia adalah akibat paparan pestisida, obat obatan, hidrokarbon, bahan kimia

korosif, alkohol dan beberapa racun alamiah termasuk bisa ular, tetradotoksin,

asam jengkolat dan beberapa tanaman beracun lainnya3.

Setiap tahunnya di Amerika puluhan ribu orang meninggal akibat obat-obatan,

baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium

toksikologi sangatlah penting sebagai bagian dari investigasi2.

1

Page 2: Ref Forensik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun,

gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan

pada korban yang meninggal4.

Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup berbagai

disiplin ilmu yang sudah ada seperti ilmu Kimia, Farmakologi, Biokimia,

Forensik Medicine dan lain-lain. Disamping itu ilmu ini terus berkembang sejalan

dengan perkembangan ilmu-ilmu lainnya, dan pada gilirannya akan menyulitkan

kita dalam membuat definisi yang singkat dan tepat mengenai Toksikologi.

Sebagai contoh, menurut Ahli Kimia Toksikologi adalah ilmu yang bersangkutan

paut dengan efek-efek dan mekanisme kerja yang merugikan dari agen-agen kimia

terhadap binatang dan manusia. Sedangkan dari para ahli Farmakologi,

Toksikologi merupakan cabang Farmakologi yang berhubungan dengan efek

samping zat kimia didalam sistem biologik. Dengan keluasan Toksikologi maka

sejumlah besar ahli-ahli dibidang yang masing-masing turut terlibat dalam

Toksikologi dalam bidang yang sesuai dengan keahliannya4.

Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang

dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan

kematian4,5. Berdasarkan sumber dapat digolongkan menjadi racun yang berasal

dari tumbuh-tumbuhan; opium, kokain, kurare, aflatoksin. Dari hewan; bisa/toksin

ular/laba-laba/hewan laut. Mineral; arsen, timah hitam. Dan berasal dari sintetik;

heroin4.

Berdasarkan tempat dimana racun berada, dapat dibagi menjadi racun yang

terdapat di alam bebas, misalnya gas racun di alam, racun yang terdapat di rumah

tangga misalnya deterjen, insektisida, pembersih. Racun yang digunakan dalam

pertanian misalnya insektisida, herbesida, pestisida. Racun yang digunakan dalam

industri laboratorium dan industri misalnya asam dan basa kuat, logam berat.

Racun yang terdapat dalam makanan misalnya CN di dalam singkong, toksin

2

Page 3: Ref Forensik

botulinus, bahan pengawet, zat aditif serta racun dalam bentuk obat misalnya

hipnotik sedatif. Pembagian lain berdasarkan atas kerja atau efek yang

ditimbulkan. Ada racun yang bekerja secara lokal, sistemik dan lokal-sistemik4,5.

a. Racun lokal, adalah racun yang merusak kulit, terutama berasal dari

asam atau basa kuat atau zat kimia lain, seperti: H2SO4, HNO3, HCL, dan

NaOH. Keracunan zat ini ditandai dengan:

Rasa terbakar

Panas di mulut, sukar menelan, haus yang hebat, muntah berwarna

hitam.

Sakit perut

Oliguria, konstipasi

Setelah 12 jam dapat terjadi asfiksia, perforasi lambung, dan

neurogenic syok.

b. Racun sistemik, misalnya pada keracunan morfin, bisa terjadi asfiksia,

edema paru, depresi SSP, bahkan kematian.

c. Racun lokal dan sistemik

Bersifat kongestif terhadap mukosa dan erosif terhadap tunika

muscularis GIT

Penderita muntah, kolik, diare, serta mengalami gangguan hati dan

ginjal

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keracunan

1. Cara masuk

Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi. Cara

masuk lain secara berturut-turut melalui intravena, intramuskular,

intraperitoneal, subkutan, peroral dan paling lambat ialah melalui kulit

yang sehat4,5.

2. Umur

Orang tua dan anak-anak lebih sensitif misalnya pada barbiturat. Bayi

prematur lebih rentan terhadap obat oleh karena eksresi melalui ginjal

belum sempurna dan aktifitas mikrosom dalam hati belum cukup4.

3

Page 4: Ref Forensik

3. Kondisi tubuh

Penderita penyakit ginjal umumnya lebih mudah mengalami keracunan.

Pada penderita demam dan penyakit lambung absorbsi jadi lebih lambat4.

4. Kebiasaan

Berpengaruh pada golongan alkohol dan morfin dikarenakan terjadi

toleransi pada orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi alkohol4.

5. Idiosinkrasi dan alergi pada vitamin E, penisilin, streptomisin dan prokain.

Pengaruh langsung racun tergantung pada takaran, makin tingi takaran

maka akan makin cepat (kuat) keracunan. Konsentrasi berpengaruh pada

racun yang bersifat lokal, misalnya asam sulfat4.

----

2.3 Pemeriksaan Kedokteran Forensik

Bila dibandingkan dengan kelainan atau penyakit yang ditimbulkan oleh

bakteri, kuman, virus atapun trauma; maka keracunan kasusnya relatif sedikit,

sehingga tidak jarang terjadi kekeliruan dalam penanganan pasien. Oleh karena

itu, perlu diketahui pada keadaan apa saja pemeriksaan toksikologi diperlukan5.

- pada kasus kematian mendadak,

- pada kematian mendadak yang terjadi pada sekelompok orang,

- pada kematian yang dikaitkan dengan tindakan abortus,

- pada kasus perkosaan atau kejahatan seksual lainnya,

- pada kecelakaan transportasi, khususnya pada pengemudi dan pilot,

- pada kasus penganiyaan atau pembunuhan (selektif),

- pada kasus yang memang diketahui atau patut diduga menelan racun,

- pada kematian setelah tindakan medis, penyuntikan, operasi dan lain

sebagainya5.

Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan,

yang sejak semula sudah dicurigai kematian akibat keracunan dan kasus yang

sampai saat sebelum diautopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap

kemungkinan keracunan4.

Harus dipikirkan kemungkinan kematian akibat keracunan bila pada

pemeriksaan setempat (scene investigation) terdapat kecurigaan akan keracunan,

4

Page 5: Ref Forensik

bila pada autopsi ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada keracunan

dengan zat tertentu, misalnya lebam mayat yang tidak biasa, luka bekas suntikan

sepanjang vena dan keluarnya buih dari mulut dan hidung serta bila pada autopsi

tidak ditemukan penyebab kematian4.

Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa

pemeriksaan penting, yaitu4:

1. Pemeriksaan di tempat kejadian

Perlu dilakukan untuk membantu penentuan penyebab kematian dan

menentukan cara kematian, mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin

tentang saat kematian, mengumpulkan barang bukti.

2. Pemeriksaan luar

Bau. Dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun apa yang

kiranya ditelan oleh korban. Segera setelah pemeriksa berada di samping

mayat ia harus menekan dada mayat untuk menentukan apakah ada suatu

bau yang tidak biasa keluar dari lubang-lubang hidung dan mulut.

Pakaian. Pada pakaian dapat ditemukan bercak-barcak yang disebabkan

oleh tercecernya racun yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak

berwarna coklat karena asam sulfat atau kuning karena asam nitrat. Pada

pembunuhan biasanya bercak tidak beraturan karena telah disiram.

Lebam mayat. Warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai

makna, karena warna lebam mayat pada dasarnya adalah manifestasi

warna darah yang tampak pada kulit. Pada keracunan sianida, berwarna

merah terang, pada keracunan CO berwarna cherry-red, pada keracunan

aniline, nitrobenzene, kina, potassium-chlorate dan acetanilide, berwarna

coklat kebiruan.

Bercak disekitar mulut. Pada keracunan yodium, kulit menjadi hitam,

pada keracunan nitrat, kulit menjadi kuning, dan pada keracunan zat

korosif, terdapat luka bakar berwarna merah.

Perubahan warna kulit. Pada hiperpigmentasi atau melanosis dan

keratosis pada telapak tangan dan kaki pada keracunan arsen kronik. Kulit

berwarna kelabu kebiru-biruan akibat keraunan perak (Ag) kronik

5

Page 6: Ref Forensik

(deposisi perak dalam jaringan ikat dan korium kulit). Kulit akan berwarna

kuning pada keracunan tembaga (Cu) dan fosfor akibat hemolisis juga

pada keracunan insektisida hidrokarbon dan arsen karena terjadi gangguan

fungsi hati.

Kuku. Keracunan arsen kronik dapat ditemukan kuku yang menebal yang

tidak teratur. Pada keracunan Talium kronik ditemukan kelainan trofik

pada kuku.

Rambut. Kebotakan (alopesia) dapat ditemukan pada keracunan talium,

arsen, air raksa dan boraks.

Sklera. Tampak ikterik pada keracunan dengan zat hepatotoksik seperti

fosfor, karbon tetraklorida. Perdarahan pada pemakaian dicoumarol atau

akibat bisa ular.

3. Percobaan binatang

Ikan mas (insektisida)

Anak ayam yang baru menetas (gas cyanida)

Kodok (strichnin)

----

2.4. Pembedahan Jenazah4

Segera setelah rongga dada dan perut dibuka, tentukan apakah terdapat bau

yang tidak biasa (bau racun). Bila pada pemeriksaan luar tidak tercium "bau

racun" maka sebaiknya rongga tengkorak dibuka terlebih dahulu agar bau visera

perut tidak menyelubungi bau tersebut, terutama bila dicurigai adalah sianida. Bau

sianida, alkohol, kloroform, dan eter akan tercium paling kuat dalam rongga

tengkorak.

Perhatikan warna darah. Pada intoksikasi dengan racun yang menimbulkan

hemolisis (bisa ular), pirogarol, hidrokuinon, dinitrophenol dan arsen. Darah dan

organ-organ dalam berwarna coklat kemerahan gelap. Pada racun yang

menimbulkan gangguan trombosit, akan terdapat banyak bercak perdarahan, pada

organ-organ. Bila terjadi keracunan yang cepat menimbulkan kematian, misalnya

sianida, alkohol, kloroform maka darah dalam jantung dan pembuluh darah besar

tetap cair tidak terdapat bekuan darah.

6

Page 7: Ref Forensik

Pada lidah perhatikan apakah ternoda oleh warna tablet atau kapsul obat atau

menunjukan kelainan disebabkan oleh zat korosif. Pada esophagus bagian atas

dibuka sampai pada ikatan atas diafragma. Adakah terdapat regurgitasi dan

selaput lendir diperhatikan akan adanya hiperemi dan korosi. Pada epiglotis dan

glotis perhatikan apakah terdapat hiperemi atau edema, disebabkan oleh inhalasi

atau aspirasi gas atau uap yang meransang atau akibat regurgitasi dan aspirasi zat

yang meransang. Edema glotis juga dapat ditemukan pada pemakaian akibat syok

anafilaktik, misalnya akibat penisilin.

Pada pemeriksaan paru-paru ditemukan kelainan yang tidak spesifik, berupa

pembendungan akut. Pada inhalasi gas yang meransang seperti klorin dan

nitrogen oksida ditemukan pembendungan dan edema hebat, serta emfisema akut

karena terjadi batuk, dipsneu dan spasme bronki. Pada lambung dan usus dua

belas jari lambung dibuka sepanjang kurvakura mayor dan diperhatikan apakah

mengeluarkan bau yang tidak biasa. Perhatikan isi lambung warnanya dan terdiri

dari bahan-bahan apa. Bila terdapat tablet atau kapsul diambil.6 dengan sendok

dan disimpan secara terpisah untuk mencegah disintegrasi tablet/kapsul. Pada

kasus-kasus non-toksikologik hendaknya pembukaan lambung ditunda sampai

saat akhir otopsi atau sampai pemeriksa telah menemukan penyebab kematian.

Hal ini penting karena umumnya pemeriksa baru teringat pada keracunan setelah

pada akhir autopsi ia tidak dapat menemukan penyebab kematian.

Pemeriksaan usus diperlukan pada kematian yang terjadi beberapa jam setelah

korban menelan zat beracun dan ini ingin diketahui berapa lama waktu tersebut.

Pada hati apakah terdapat degenerasi lemak atau nekrosis. Degenerasi lemak

sering ditemukan pada peminum alkohol. Nekrosis dapat ditemukan pada

keracunan fosfor, karbon tetraklorida, klorform dan trinitro toulena.

Pada ginjal terjadi perubahan degeneratif, pada kortek ginjal dapat disebabkan

oleh racun yang meransang. Ginjal agak membesar, korteks membengkak,

gambaran tidak jelas dan berwarna suram kelabu kuning. Perubahan ini dapat

dijumpai pada keracunan dengan persenyawaan bismuth, air raksa, sulfonamide,

fenol, lisol, karbon tetraklorida. Umumnya analisis toksikologik ginjal terbatas

pada kasus-kasus keracunan logam berat atau pada pencarian racun secara umum

7

Page 8: Ref Forensik

atau pada pemeriksaan histologik ditemukan Kristal-kristal Caoksalat atau

sulfonamide.

Pemeriksaan urin dilakukan dengan semprit dan jarum yang bersih, seluruh

urin diambil dari kandung kemih. Bila bahan akan dikirim ke kota lain untuk

dilakukan pemeriksaan maka urin dibiarkan berada dalam kandung kemih dan

dikirim dengan cara intoto, prostat dan kedua ureter diikat dengan tali. Walaupun

kandung kemih dalam keadaan kosong, kandung kemih harus tetap diambil untuk

pemeriksaan toksikologi.

Pemeriksaan otak biasanya tidak ditemukan adanya edema otak pada kasus

kematian yang cepat, misalnya pada kematian akibat barbiturat, eter dan juga pada

keracunan kronik arsen atau timah hitam. Perdarahan kecil-kecil dalam otak dapat

ditemukan pada keracunan karbonmonoksida, barbiturat, nitrogen oksida, dan

logam berat seperti air raksa air raksa, arsen dan timah hitam. Obat-obat yang

bekerja pada otak tidak selalu terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam jaringan

otak.

Pada pemeriksaan jantung dengan kasus keracunan karbon monoksida bila

korban hidup selama 48 jam atau lebih dapat ditemukan perdarahan berbercak

dalam otot septum interventrikel bagian ventrikel kiri atau perdarahan bergaris

pada muskulus papilaris ventrikel kiri dengan garis menyebar radier dari ujung

otot tersebut sehingga tampak gambaran seperti kipas.

Pada pemeriksaan limpa selain pembendungan akut limpa tidak menunjukkan

kelainan patologik. Pada keracunan sianida, limpa diambil karena karena kadar

sianida dalam limpa beberapa kali lebih besar daripada kadar dalam darah.

Empedu merupakan bahan yang baik untuk penentuan glutetimida, quabaina,

morfin dan heroin. Pada keracunan karena inhalasi gas atau uap beracun, paru-

paru diambil, dalam botol kedap udara.

Jaringan lemak diambil sebanyak 200 gram dari jaringan lemak bawah kulit

daerah perut. Beberapa racun cepat di absorpsi dalam jaringan lemak dan

kemudian dengan lambat dilepaskan ke dalam darah. Jika terdapat persangkaan

bahwa korban meninggal akibat penyuntikan jaringan di sekitar tempat suntikan

diambil dalam radius 5-10 cm.

8

Page 9: Ref Forensik

Pada dugaan keracunan arsen rambut kepala dan kuku harus diambil. Rambut

diikat terlebih dahulu sebelum dicabut, harus berikut akar-akarnya, dan kemudian

diberi label agar ahli toksikologi dapat mengenali mana bagian yang proksimal

dan bagian distal. Rambut diambil kira-kira 10 gram tanpa menggunakan

pengawet. Kadar arsen ditentukan dari setiap bagian rambut yang telah digunting

beberapa bagian yang dimulai dari bagian proksimal dan setiap bagian panjangnya

½ inci atau 1 cm. terhadap setiap bagian itu ditentukan kadar arsennya.

Kuku diambil sebanyak 10 gram, didalamnya selalu harus terdapat kuku-kuku

kedua ibu jari tangan dan ibu jari kaki. Kuku dicabut dan dikirim tanpa diawetkan.

Ahli toksikologi membagi kuku menjadi 3 bagian mulai dari proksimal. Kadar

tertinggi ditemukan pada 1/3 bagian proksimal.

2.5 Pengambilan Bahan Pemeriksaan Toksikologi4,5

Lebih baik mengambil bahan dalam keadaan segar dan lengkap pada waktu

autopsi daripada kemudian harus mengadakan penggalian kubur untuk mengambil

bahan-bahan yang diperlukan dan melakukan analisis toksikologik atas jaringan

yang sudah busuk atau sudah diawetkan.

Pengambilan darah dari jantung dilakukan secara terpisah dari sebelah kanan

dan sebelah kiri masing-masing sebanyak 50 ml. Darah tepi sebanyak 30-50 ml,

diambil dari vena iliaka komunis bukan darah dari vena porta. Pada korban yang

masih hidup, darah adalah bahan yang terpenting, diambil 2 contoh darah masing-

masing 5 ml, yang pertama diberi pengawet NaF 1% dan yang lain tanpa

pengawet.

Urin diambil semua yang ada di dalam kandung kemih untuk pemeriksaannya.

Pada mayat diambil lambung beserta isinya. Usus beserta isinya berguna terutama

bila kematian terjadi dalam waktu beberapa jam setelah menelan racun sehingga

dapat diperkirakan saat kematian dan dapat pula ditemukan pil yang tidak hancur

oleh lambung. Seluruh usus dengan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-

ikatan pada usus setiap jarak sekitar 60 cm.

Organ hati harus diambil setelah disisihkan untuk pemeriksaan patologi

anatomi dengan alasan takaran forensik kebanyakan racun sangat kecil, hanya

9

Page 10: Ref Forensik

beberapa mg/kg sehingga kadar racun dalam tubuh sangat rendah dan untuk

menemukan racun, bahan pemeriksaan harus banyak, serta hati merupakan tempat

detoksikasi tubuh terpenting. Hati yang diambil sebanyak 500 gram.

Ginjal harus diambil keduanya, organ ini penting pada keadan intoksikasi

logam, pemeriksaan racun secara umum dan pada kasus dimana secara histologik

ditemukan Caoksalat dan sulfo-namide. Pada otak, jaringan lipoid dalam otak

mampu menahan racun Misalnya CHCI3 tetap ada walaupun jaringan otak telah

membusuk. Otak bagian tengah penting pada intoksikasi CN karena tahan

terhadap pembusukan. Otak diambil sebanyak 500 gram. Untuk menghidari cairan

empedu mengalir ke hati dan mengacaukan pemeriksaan, sebaiknya kandung

empedu jangan dibuka.

Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengambil sampel selain dengan cara

yang telah disebutkan, adalah:

1. Tempat masuknya racun (lambung, tempat suntikan)

2. Darah

3. Tempat keluar (urin, empedu)

Wadah Bahan Pemeriksaan Toksikologi. Idealnya terdiri dari 9 wadah

dikarenakan masing-masing bahan pemeriksaan diletakkan secara tersendiri,

yaitu:

1. 2 peles 2 liter untuk hati dan usus

2. 3 peles 1 liter untuk lambung beserta isinya, otak dan ginjal

3. 4 botol a 25 ml untuk darah (2 buah), urin dan empedu

4. Wadah harus dibersihkan dahulu dengan mencucinya memakai asam kromat

hangat dan dibilas dengan aquades serta dikeringkan.

5. Bahan Pengawet

Yang terbaik adalah tanpa bahan pengawet, bila terpaksa dapat digunakan

bahan pengawet:

- Alkohol absolut

- Larutan garam dapur jenuh

- Larutan NaF 1 %

- Larutan NaF + Na sitrat

10

Page 11: Ref Forensik

- Na benzoat + fenil merkuri nitrat

Volume pengawet sebaiknya dua kali volume bahan pemeriksaan.

2.6 Jenis-jenis Keracunan

2.6.1 Keracunan Arsen

Arsen (As) merupakan bahan kimia yang secara alami ada di alam. Arsen

Selain dapat ditemukan di udara, air maupun makanan, arsen juga dapat

ditemukan di industri seperti industri pestisida, proses pengecoran logam maupun

pusat tenaga geotermal. Elemen yang mengandung arsen dalam jumlah sedikit

atau komponen arsen organik (biasanya ditemukan pada produk laut seperti ikan

laut) biasanya tidak beracun (tidak toksik). Arsen dapat dalam bentuk inorganik

bervalensi tiga dan bervalensi lima. Bentuk inorganik arsen bervalensi tiga adalah

arsenik trioksid, sodium arsenik, dan arsenik triklorida, sedangkan  bentuk

inorganik arsen bervalensi lima adalah arsenik pentosida, asam arsenik, dan

arsenat (Pb arsenat, Ca arsenat). Arsen bervalensi tiga (trioksid) merupakan bahan

kimia yang cukup potensial untuk menimbulkan terjadinya  keracunan akut.

Bagian tubuh manusia yang rentan terhadap sifat toksik dari arsen adalah endotel

pembuluh darah. Normal, manusia setiap harinya mengkonsumsi 0,03 mg arsen6.

Paparan arsen di tempat kerja terutama dalam bentuk arsenik trioksid dapat

terjadi pada industri pengecoran timbal, tembaga, emas maupun logam non besi

yang lain. Beberapa industri yang juga mempunyai potensi untuk memberi

paparan bahan kimia arsen adalah industri pestisida/ herbisida,  industri bahan

pengawet, industri mikro elketronik dan industri farmasi/ obat-obatan. Pada

industri tersebut, arsenik trioksid dapat bercampuran dengan debu, sehingga udara

dan air di industri pestisida dan kegiatan peleburan mempunyai risiko untuk

terpapar kontaminan arsen. Paparan yang berasal dari bukan tempat kerja (non

occupational exposure) adalah air sumur, susu bubuk, saus dan minuman keras

yang terkontaminasi arsen serta asap rokok. Kematian akibat keracunan arsen

sering tidak menimbulkan kecurigaan karena gejala keracunan akutnya

menyerupai gejala gangguan gastrointestinal yang hebat sehingga dapat salah

didiagnosis sebagai suatu penyakit6.

11

Page 12: Ref Forensik

2.6.1.1 Tanda dan Gejala Keracunan Arsen

Arsen mempunyai waktu paruh yang singkat (hanya beberapa hari), sehingga

dapat ditemukan dalam darah hanya pada saat terjadinya paparan akut. Untuk

paparan kronis dari arsen tidak lazim dilakukan penilaian6.

a. Keracunan akut

Keracunan akut dapat terjadi jika tertelan sejumlah 100 mg arsen. Gejala yang

dapat timbul akibat paparan akut diawali dengan rasa terbakar di daerah

tenggorok dengan rasa logam pada mulut, diikuti mual, muntah hebat, nyeri

perut, diare, kedinginan, kram otot serta edema dibagian muka (facial). Isi

lambung dan duodenum dapat keluar, dan muntahan dapat mengandung bubuk

berwarna putih (As2O3) Kemudian timbul nyeri epigastrium yang cepat

menjalar ke seluruh perut hingga nyeri pada perabaan, dan timbul diare hebat.

Kadang-kadang terlihat bubuk putih pada kotoran yang dapat tampak seperti

air cucian beras yang bercampur darah. Muntah dan diare hebat dapat berhenti

spontan namun kemudian timbul lagi. Hal tersebut dapat menyebabkan

penderita jatuh dalam dehidrasi dan syok. Arsen juga memperlemah kerja otot

jantung dan mempengaruhi endotel kapiler yang menyebabkan dilatasi kapiler

sehingga syok bertambah berat. Paparan dengan dosis besar dapat

menyebabkan koma dan kolapsnya peredaran darah. Dosis fatal adalah jika

sebanyak 200-300 mg arsenik trioksid masuk ke dalam tubuh. Jika paparan

terus berlanjut dapat menimbulkan gejala hemoglobinuria dan anemia, gagal

ginjal dan ikterus (gangguan hati). Kematian dapat terjadi sebagai akibat

dehidrasi berat dan syok hipovolemik4,6.

b. Keracunan Arsin

Arsen yang berbentuk gas masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi, yang

selanjutnya akan mencapai darah dan menimbulkan hemolisis hebat serta

penekanan terhadap SSP. Korban menunjukkan gejala menggigil, demam,

muntah, nyeri punggung, ikterik, anemia dan hipoksia, serta kadang-kadang

dapat timbul kerjang. Dapat terjadi hemoglobinuria, dan terdapat eritrosit dan

silinder. Kematian terjadi karena kegagalan system kardio-respirasi. Bila tidak

terjadi kematian dalam waktu singkat, pada ginjal dapat terjadi nekrosis

12

Page 13: Ref Forensik

tubuler dan obstruksi tubuli oleh silinder eritrosit dengan akibat anuri dan

uremia4.

c. Keracunan Kronik

Pada keracunan kronik, korban tampak lemah, terdapat melanosis arsenik

berupa pigmentasi kulit yang berwarna kuning coklat, lebih jelas pada daerah

fleksor, putting susu dan perut sebelah bawah serta pada aksila. Rambut

tumbuh jarang. Pigmentasi berbintik-bintik halus berwarna coklat, umumnya

terlihat pada pelipis, kelopak mata dan leher yang menyerupai pigmentasi

pada penyakit Addison, namun mukosa mulut tidak terkena. Dapat juga

menyerupai pitiriasis rosea dalam gambaran dan distribusi, tetapi menetap.

Keratosis dapat ditemukan pada telapak tangan dan kaki (keratosis arsenik).

Gejala neurologik berupa neuritis perifer, mula-mula timbul rasa tebal dan

kesemutan pada tangan dan kaki, kemudian terjadi kelemahan otot dan kejang

otot (kram) terutama pada malam hari. Gejala lain yang tidak khas seperti

malaise, berat badan menurun, mata berair, fotofobi, pilek kronis, mulut

kering, dan pada lidah dapat terlihat adanya bulu-bulu halus berwarna putih

perak di atas jaringan lidah yang berwarna merah4.

2.6.1.2 Pemeriksaan Forensik4

a. Korban Mati Keracunan Akut

Pada pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi.

Pada pemeriksaan dalam ditemukan tanda-tanda iritasi lambung, mukosa

berwarna merah, kadang-kadang dengan perdarahan (flea bitten

appearance). Iritasi lambung dapat menyebabkan produksi mucin yang

menutupi mukosa dengan akibat partikel-partikel arsen dapat tertahan.

Orpimen terlihat sebagai partikel-partikel arsen berwarna kuning

sedangkan As2O3 tampak sebagai partikel berwarna putih.

Pada jantung ditemukan perdarahan sub-endokard pada septum.

Histopatologik jantung menunjukkan infiltrasi sel-sel radang bulat pada

miokard. Sedangkan organ lain parenkimnya dapat mengalami degenerasi

dan bengkak keruh.

Pada korban meninggal perlu diambil semua sample organ, darah, urin, isi

13

Page 14: Ref Forensik

usus, isi lambung, rambut, kuku, kulit dan tulang. Sedangkan bahan-bahan

yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologi pada korban hidup

adalah muntahan, urin, tinja, bilas lambung, darah, rambut, dan kuku.

b. Korban Mati akibat Keracunan Arsin

Bila korban cepat meninggal setelah menghirup arsin, akan terlihat tanda-

tanda kegagalan kardio-respirasi akut.

Bila meninggalnya lambat, dapat ditemukan ikterus dengan anemia

hemolitik, tanda-tanda kerusakan ginjal berupa degenerasi lemak dengan

nekrosis fokal serta nekrosis tubuli.

c. Korban Mati akibat Keracunan Kronik

Pada pemeriksaan luar tampak keadaan gizi buruk.

Pada kulit terdapat pigmentasi coklat (melanosis arsenik), keratosis

telapak tangan dan kaki (keratosis arsenik).

Kuku memperlihatkan garis-garis putih (Mee’s lines) pada bagian kuku

yang tumbuh dan pada dasar kuku.

Temuan pada pemeriksaan dalam tidak khas.

Pada kasus keracunan arsen, kadar dalam darah, urin, rambut dan kuku

meningkat. Nilai normal kadar arsen dalam rambut kepala adalah 0,5 mg/kg, nilai

0,75 mg/kg menimbulkan kecurigaan adanya keracunan, nilai 30 mg/kg

menunjukkan adanya keracunan akut. Nilai normal kadar arsen dalam kuku adalah

sampai dengan 1 mg/kg. Nilai 1 mg/kg menumbulkan kecurigaan adanya

keracunan, dan pada keracunan akut dapat dijumpai kadar arsen pada kuku

sebanyak 80 mg/kg. Dalam urin, arsen dapat ditemukan dalam waktu 5 jam

setelah diminum, dan dapat terus ditemukan hingga 10-12 hari4.

Pada keracunan kronik, arsen diekskresikan secara intermiten tergantung

intake. Titik-titik basofil pada eritrosit dan leukosit muda mungkin ditemukan

pada darah tepi, menunjukkan beban sumsum tulang yang meningkat. Uji kopro-

porfirin urin akan memberikan hasil positif4.

14

Page 15: Ref Forensik

2.6.2 Keracunan Sianida

2.6.3 Keracunan Insektisida4

Diantara jenis atau pengelompokan pestisida, jenis insektisida banyak

digunakan dinegara berkembang. Insektisida adalah racun serangga yang banyak

dipakai dalam pertanian, perkebunan, dan dalam rumah tangga. Keracunan

insektisida biasanya terjdi karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri, jarang

sekali karena pembunuhan.

2.6.3.1 Insektisida Golongan Hidrokarbon Terkhlorinasi

Hidrokarbon terkhlorinasi adalah zat kimia sintetik yang stabil beberapa

minggu sampai beberapa bulan setelah penggunaannya. Termasuk golongan ini

adalah DDT, aldrin, dieldrin, endrin, cholordine, lindane, toxaphane dan BHC

(Benzene Hexa Chlorida). Takaran toksik DDT pada manusia adalah 1 gram dan

takaran fatalnya adalah 30 gram. sedangkan takaran fatal pada binatang untuk

aldrin 2-5 gram, dieldrin 2-5 gram, endrin 10 mg/kgBB, lindane 15-30 gram,

toxaphane 2-7 gram.

Gejala pada keracunan ringan adalah lelah, berat dan sakit pada tungkai, sakit

kepala, parestesia pada lidah, bibir dan muka, serta gelisah. Sedangkan gejala

pada keracunan berat adalah pusing, gangguan keseimbangan, bingung, tremor,

mual, muntah, midriasis kejang,bisa sampai koma.

Pada keracunan kronik, dilakukan biopsi lemak tubuh yang diambil pada perut

setinggi garis pinggang minimal 50 gram dan dimasukkan ke dalam botol bermlut

lebar dengan penutup dari gelas dan ditimbang dengan ketelitian 0,1 mg. pada

keadaan normal, insektisida golongan ini dalam lemak tubuh terdapat kurang dari

15 ppm.

2.6.3.2 Insektisida Golongan Inhibitor Kolinesterase

Insektisida yang termasuk golongan ini adalah golongan fosfat organic dan

karbamat. Cara kerja golongan ini adalah mengikat enzim asetil kolinesterase.

Takaran fatal untuk golongan organofosfat: malathion 1-5 gram, parathion 10

mg/kg BB. Takaran fatal untuk golonan karbamat: aldicarb 0,9-1 mg/kgBB.

15

Page 16: Ref Forensik

Pada keracunan akut gejala timbul dalam 30-60 menit dan mencapai

puncaknya dalam 2-8 jam. Pada keracunan ringan gejala yang timbul adalah

anorexia, sakit kepala, gelisah, tremor lidah dan kelopak mata, miosis dan

penglihatan kabur. Sedangkan gejala pada keracunan berat adalah diare, pupil

pinpoint sukar bernapas, edema paru, sianosis, kejang.

2.6.4 Keracunan Karbon Monoksida (CO)4,6

Gas CO adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau bila murni, namun

sering terkontaminasi sehingga tidak murni dan memiliki bau, tidak merangsang

selaput lendir, sedikit lebih ringan dari udara sehingga mudah menyebar.

Sejak penggantian batu bara dengan gas alam, insidensi kematian akibat

karbon monoksida telah berkurang. Kandungan CO dihasilkan juga oleh bensin

sekitar 4-8%, mesin diesel menghasilkan kadar CO yang lebih rendah. Walaupun

gas pembuangan kendaraan bermotor akan terbawa ke udara sampai ke atmosfer,

tetapi kadar CO yang rendah tersebut tetap berbahaya. Terlebih lagi polisi dan

petugas lalu lintas yang bekerja di jalan raya. Kadar saturasi CO pada hemoglobin

orang-orang tersebut dapat mencapai 10 persen. Keracunan CO dipengaruhi

dengan keadaan lingkungan seperti ventilasi yang minimal, ruangan yang tertutup

sehingga gas CO dapat terhirup. Pada kasus bunuh diri, cara yang sering

dilakukan adalah korban duduk di mobil dengan jendela terbuka pada garasi yang

tertutup, sehingga mereka dapat mengirup gas pembuangan tersebut.

Pada kasus kebakaran banyak korban meninggal bukan karena api , melainkan

karena menghisap asap yang sebagian besar kandungan asap tersebut adalah CO.

Banyak proses industrial yang menyebabkan keracunan CO khususnya

pembuatan besi dan baja.

Gas CO memiliki afinitas yang tinggi terhadap hemoglobin dalam darah.

Kekuatan kombinasi ini 250x lebih kuat dibandingkan ikatan hemoglobin dengan

oksigen. Hal ini mengakibatkan walaupun konsentrasi CO yang rendah dapat

menggantikan oksigen dari sel darah merah dan secara progresif mengurangi

kemampuan sel darah dalam transportasi oksigen ke jaringan. Konsentrasi CO

yang kuat dapat membunuh. Kadar saturasi carboxyhaemoglobin (ikatan CO

16

Page 17: Ref Forensik

dengan hemoglobin) di atas 50-60% berakibat fatal pada orang dewasa yang

sehat. Orang yang berusia lanjut, memiliki penyakit paru-paru atau penyakit

jantung dapat meninggal pada kadar CO yang rendah, bahkan pada kadar saturasi

25%. Gejala dari keracunan CO bersifat progresif sehingga korban tidak mendapat

tanda apapun kecuali sakit kepala, hingga mereka pingsan hingga koma. Pada

kadar sekitar 30-40% dapat terjadi nausea, dapat disertai vomit, pingsan,

kehilangan ketajaman penglihatan, lemah, dan dapat jatuh ke dalam tahap stupor

dan dapat terjadi koma. Pada kadar sekitar 40-50% terjadi sickness, lemah,

inkoordinasi, convulsions, dan koma dapat terus berjalan hingga terjadi kegagalan

kardiorespirasi dan kematian. Beberapa orang dewasa yang sehat dapat mencapai

kadar 70% atau lebih sebelum meninggal.

2.6.4.1 Pemeriksaan Forensik

Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis

adanya kontak dan di temukannya gejala keracunan CO. Pada keracunan CO

dapat terjadi kulit yang berwarna merah muda, sering disebut sebagai cherry pink,

yang tampak jelas bila kadar carboxyhaemoglobin (COHb) mencapai 30% atau

lebih. Bantalan kuku dan bibir dapat menunjukkan warna yang khas terutama

pada kadar saturasi yang tinggi. Selanjutnya tidak ditemukan tanda khas lain.

Kadang-kadang dapat ditemukan tanda asfiksia dan hiperemia visera. Pada otak

besar dapat ditemukan petekiae di substansia alba bila korban dapat bertahan

hidup lebih dari ½ jam. Pada area hipostatik dari tubuh yang telah mati,

pewarnaan merah muda biasanya terlihat, kecuali pada daerah yang anemis

dimana pengurangan dari kandungan hemoglobin dapat mengurangi intensitas

dari pewarnaan. Pada pemeriksaan dalam seluruh organ dapat berwarna merah

muda akibat carboxyhaemoglobin dan carboxymyoglobin. Edema pulmonal

sering ditemukan namun tidak ada perubahan organ spesifik, kecuali pada otak

dari korban yang telah bertahan selama beberapa waktu mengikuti episode

keracunan CO, pada beberapa kasus dapat terjadi degenerasi kistik yang bilateral

dari ganglia basal. Individu dengan paparan CO yang lama dapat mengalami

parkinsonian syndrome atau dapat terjadi perburukan status neurologis. Trauma

17

Page 18: Ref Forensik

psikologis dapat disebabkan oleh keracunan CO akibat adanya hipoksia

serebral.11

Pada analisa toksikologik darah akan di temukan adanya COHb pada korban

keracunan CO yang tertunda kematiannya sampai 72 jam maka seluruh CO telah

di eksresi dan darah tidak mengandung COHb lagi, sehingga ditemukan lebam

mayat berwarna livid seperti biasa demikian juga jaringan otot, visera dan darah.

Kelainan yang dapat di temukan adalah kelainan akibat hipoksemia dan

komplikasi yang timbul selama penderita di rawat.

Otak, pada substansia alba dan korteks kedua belah otak, globus palidus dapat

di temukan petekiae. Kelainan ini tidak patognomonik untuk keracunan CO,

karena setiap keadaan hipoksia otak yang cukup lama dapat menimbulkan

petekiae.

Pemeriksaan mikroskopik pada otak memberi gambaran :

Pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombohialin

Nekrosis halus dengan di tengahnya terdapat pembuluh darah yang

mengandung trombohialin dengan pendarahan di sekitarnya, lazimnya di

sebut ring hemorrage

Nekrosis halus yang di kelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang

mengandung trombi

Ball hemorrgae yang terjadi karena dinding arterior menjadi nekrotik akibat

hipoksia dan memecah.

Pada miokardium di temukan perdarahan dan nekrosis, paling sering di

muskulus papilaris ventrikal kiri. Pada penampang memanjangnya, tampak bagian

ujung muskulus papilaris berbercak-bercak perdarahan atau bergaris-garis seperti

kipas berjalan dari tempat insersio tendinosa ke dalam otak. Ditemukan eritema

dan vesikal/ bula pada kulit dada, perut, luka, atau anggota gerak badan, baik di

tempat yang tertekan maupun yang tidak tertekan. Kelainan tersebut di sebabkan

oleh hipoksia pada kapiler-kapiler bawah kulit.

18

Page 19: Ref Forensik

2.6.5 Keracunan Narkotika, Barbiturat, dan Hipnotik Lain4,8

2.6.5.1 Keracunan Narkotika

Narkotika (Yunani: Narkosis) ialah setiap obat yang dapat menghilangkan rasa

nyeri dan dapat menyebabkan suatu keadaan stupor. Sekarang, pengertian secara

farmakologis pengertian diperluas dengan memasukkan obat-obat yang

sebenarnya tidak dapat menimbulkan narkosis misalnya: cocaine (golongan

stimulan), marijuana (halusinogen ringan), dan jenis lain seperti yang tertera

dalam Undang-Undang No.9 tahun 1976 tentang Narkotika, pasal 1 butir 1 sampai

dengan 13.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997, Tentang

Narkotika, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam

golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini atau yang

kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan.

Pemeriksaan luar pada pengguna narkotika dapat ditemukan bekas suntikan

(needle mark), di daerah lipat siku, punggung tangan, lengan atas, dan sekitar

putting susu. Dapat ditemukan skin blisters pada korban keracunan narkotika,

barbiturate, dan karbon monoksida.

2.6.5.1.1 Jenis-jenis Narkotika:

1. Opiat/ Opium

Opiat atau opium adalah bubuk yang dihasilkan langsung oleh tanaman poppy/

papaver somniferum di mana di dalam bubuk tersebut terkandung morfin yang

dapat menghilangkan rasa sakit dan kodein yang berfungsi sebagai antitusif.

2. Morfin

Mofrin adalah alkoloida yang merupakan hasil ekstraksi serta isolasi opium

dengan zat kimia tertentu untuk penghilang rasa sakit atau hipnoanalgetik bagi

pasien penyakit tertentu. Dampak atau efek dari penggunaan morfin yang

19

Page 20: Ref Forensik

sifatnya negatif membuat penggunaan morfin diganti dengan obat-obatan lain

yang memiliki kegunaan yang sama namun lebih kecil efek sampingnya.

3. Heroin

Heroin adalah turunan dari morfin atau opioda semisintatik dengan proses

kimiawi yang dapat menimbulkan ketergantungan/ kecanduan yang berlipat

ganda dibandingkan dengan morfin. Heroin dipakai dengan cara

menyuntikkan keotot, kulit/sub kutan atau pembuluh vena.

4. Kodein

Kodein adalah sejenis obat batuk yang digunakan oleh dokter, namun dapat

menyebabkan ketergantungan/ efek adiksi sehingga peredarannya dibatasi dan

diawasi secara ketat.

5. Opiat Sintetik/ Sintetis

Jenis obat yang berasal dari opiat buatan tersebut seperti metadon, petidin dan

dektropropoksiven (distalgesic) yang memiliki fungsi sebagai obat penghilang

rasa sakit. Metadon berguna untuk menyembuhkan ketergantungan opium/

opiat. Opiat sintesis dapat memberi efek seperti heroin, namun kurang

menimbulkan ketagihan/ kecanduan.

6. Kokain / Cocaine Hydrochloride

Kokain adalah bubuk kristal putih yang didapat dari ekstraksi serta isolasi

daun coca (erythoroxylon coca) yang dapat menjadi perangsang pada

sambungan syaraf dengan cara / teknik diminum dengan mencampurnya

dengan minuman, dihisap seperti rokok, disuntik ke pembuluh darah, dihirup

dari hidung dengan pipa kecil, dan beragam metode lainnya. Kenikmatan

menggunakan kokain hanya dirasakan sebentar saja, yaitu selama 1 sampai 4

menit seperti euforia, peningkatan kepercayaan diri, terangsang, menambah

tanaga dan stamina, dan lain-lain. Setelah 20 menit berubah menjadi rasa

lelah/ capek, depresi mental dan ketagihan. Efek yang dapat ditimbukan dari

penggunaan kokain secara terus menerus adalah :

Hipertensi

Insomnia

Miosis

20

Page 21: Ref Forensik

Hilang nafsu makan / kurus

Peningkatan detak jantung

7. Ganja/ Mariyuana/ Kanabis

Mariyuana adalah tanaman semak/perdu yang tumbuh secara liar di hutan

yang mana daun, bunga, dan biji kanabis berfungsi untuk relaksan dan

mengatasi keracunan ringan (intoksikasi ringan).

Zat getah ganja/ THC (delta-9 tetra hidrocannabinol) yang kering bernama

hasis, sedangkan jika dicairkan menjadi minyak kanabasis. Minyak tersebut

sering digunakan sebagai campuran rokok atau lintingan tembakau yang

disebut sebagai cimenk, cimeng, cimenx, joint, spleft, dan sebagainya.

Ganja dapat menimbulkan efek yang menenangkan/ relaksasi. Orang yang

baru memakai ganja atau mariyuana memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

Mabuk, mata merah.

Tubuh lemas dan lelah.

Midriasis

Bagi pengguna ganja alias mariyuana semua itu tidak masalah walaupun

banyak menimbulkan efek buruk bagi fisik dan mental, antara lain sebagai

berikut ini:

- Kemampuan konsentrasi berkurang.

- Daya tangkap syaraf otak berkurang.

- Penglihatan kabur / berkunang-kunang.

- Pasokan sirkulasi darah ke jantung berkurang.

Yang penting bagi pecandu ganja adalah efek enak dan nikmat dunia yang

semu seperti :

- Rasa gembira.

- Percaya diri/ PD meningkat pesat.

- Peka pada suara.

2.6.5.1.2 Tanda dan Gejala Keracunan

Keracunan dapat terjadi secara akut dan kronis. keracunan akut biasanya

terjadi akibat percobaan bunuh diri, kecelakaan dan pembunuhan.

21

Page 22: Ref Forensik

Gejala keracunan lebih cepat pada morfin daripada opium. Mula-mula terjadi

eksitasi susunan saraf yang kemudian disusul oleh narkosis. Korban biasanya

datang ke rumah sakit sudah dalam fase narkosis. Korban merasa ngantuk yang

semakin lama semakin dalam dan berakhir dengan keadaan koma, terdapat

relaksasi otot-otot sehingga lidah dapat menutupi saluran napas, nadi kecil dan

lemah, pernapasan sukar, irregular, pernapasan dangkal-lambat dan dapat terjadi

pernapasan Cheyne Stokes, suhu badan turun, muka pucat, pupil miosis yang akan

melebar kembali setelah terjadi anoksia, tekanan darah menurun hingga syok.

2.6.5.1.3 Sebab dan Mekanisme Kematian

Cara kematian hanya dapat ditentukan jika kita melakukan penyelidikan ke

tempat kejadian. Kecelakaan adalah sebab terbanyak, biasanya dikarenakan

ketidaktahuan dosis. Cara kematian yang lain adalah pembunuhan. Pembunuhan

dengan suntikan biasanya menggunakan morfin/heroin dosis letal atau dicampur

dengan racun lain misalnya sianida atau strichnin. cara kematian dapat pula

bersifat bunuh diri yang biasanya akibat abstinensia. kematian biasanya terjadi

pada penggunaan secara intravena.

Mekanisme kematian melalui :

Depresi pusat pernapasan : pusat pernapasan menjadi kurang sensitive

terhadap stimulus CO2 atau H+.

Edema paru : terjadinya edema paru diakibatkan oleh peningkatan tekanan

cairan serebrospinal dan tekanan intrakranial serta berkurangnya sensitifitas

pusat pernafasan terhadap CO2. Kedua keadaan ini menyebabkan menurunnya

ventilasi paru dan gangguan permeabilitas.

Syok anafilaktik terjadi akibat hipersensitifitas terhadap morfin/heroin atau

terhadap bahan pencampuranya.

Kematian pada pemakai narkotika dapat pula diakibatkan oleh berbagai hal

lain, seperti : pemakaian alat suntik dan bahan yang tidak steril sehingga

menimbulkan infeksi, misalnya pneumonia, endokarditis, hepatitis, tetanus,

AIDS, malaria, sepsis dan sebagainya. Bila cara penyuntikan tidak benar,

dapat terjadi emboli udara.

22

Page 23: Ref Forensik

Dosis letal tidak dapat ditentukan dengan pasti karena tergantung dari

individu. Dosis letal terkecil yang pernah dilaporkan adalah sebesar 60 mg

morfin, tetapi biasanya diambil patokan sekitar 200 mg. Selain itu kadar dalam

urine dan darah dapat digunakan sebagai pegangan. Jika kadar morfin dalam urine

sebesar 55mg% berarti orang tersebut menggunakan morfin dalam jumlah yang

berlebihan. Bila kadara dalam urine sebesar 5-20 mg% atau dalam darah 0,1-0,5

mg% berarti sudah dalam keadaan toksik.

2.6.5.1.4 Pemeriksaan Forensik

Pada korban hidup yang menunjukkan gejala keracunan narkotika, perlu

dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan urine. Apabila hasil pemeriksaan

laboratoriummenunjukkan adanya narkotika, maka kita wajib melaporkannya

kepada pihak yang berwewenang (Pasal 48 UU Narkotika,1976).

Pemeriksaan jenasah :

Bekas-bekas suntikan, tersering terdapat pada liupat siku, lengan atas,

punggung tangan dan tungkai. Tempat yang jarang namun harus tetap kita

perhatikan adalah pada leher, di bawah lidah atau pada daerah perineum.

Pembesaran kelenjar getah bening setempat. Ini diakibatkan pemakaian kronis

menggunakan suntikan yang tidak steril. Pada pemeriksaan mikroskopik

kelainan ini menunjukkan hipertrofi dan hiperplasi limfositik.

Lepuh kulit (skin-blister), biasanya pada kulit daerah telapak tangan dan kaki.

Kelainan ini biasanya terdapat pada kasus kematian karena suntikan dalam

jumlah besar. Keadaan ini juga mungkin didapatkan pada kasus keracunan CO

atau barbiturat.

Kelainan lain : biasanya merupakan tanda asfiksia saeperti keluarnya busa

halus dari lobang hidung dan mulut, yang mulanya berwarna putih yang

kemudian kemerahan (karena adanya autolysis). Kelainan ini dianggap

sebagai tanda edema paru. Sianosis pada ujung-ujung jari dan bibir,

perdarahan petekial pada konjungtiva dan pada pemakaian narkotika dengan

cara sniffing kadang dijumpai perforasi septum nasi.

23

Page 24: Ref Forensik

Kelainan paru akut. Perubahan awal(3 jam pertama) didapatkan edema dan

kongesti saja. Pada jangka waktu 3-12 jam didapatkan narcotic lungs.

Menurut Siegel, kelainan ini khas dan dapat dipakai untuk menegakkan

diagnosis.

Perubahan lanjut. Terjadi lebih dari 24 jam. Paru menunjukkan gambaran

pneumonia lobularis difus, penampangnya tampak berwarna coklat

kemerahan, padat seperti daging dang menunjukkan gambaran granuler.

Kelainan paru kronik berupa granulomatosis vaskular paru sebagai manifestasi

reaksi jaringan terhadap talk yang digunakan sebagai bahan pencampur,

mungkin pula akibat bahan yang tidak larut pada penggunaan parenteral. Pada

mikroskopis tampak gambaran kristal.

Kelainan hati dapat berupa akumulasi sel radang. Derajat kelainannya

tergantung lamanya penggunaan narkotika. Pada pemeriksaan mikroskopik

juga ditemukan fibrosis ringan dan proliferasi sel-sel duktus biliaris.

Pada pemeriksaan laboratorium, bahan pemeriksaan diambil dari urine (jika

tidak ada dapat diambil ginjal), cairan empedu dan jaringan sekitar suntikan. Isi

lambung diambil jika korban menggunakan narkotika peroral, apusan mukosa

hidung bila menggunakan sniffing. Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi

adanya narkotika minimal adalah kromatografi lapis tipis (tlc). Cara pemeriksaan

lain adalah menggunakan teknik glc (kromatografi gas) dan ria (radio

immunoassay). Untuk mendeteksi seorang pencandu atau bukan dapat diketahui

melalui uji nalorfin, analisa urine, uji marquis, uji mikrokristal dan hanging

microdrop technique.

2.6.5.2 Keracunan Barbiturat dan Hipnotik Lain

Barbiturat digunakan secara luas sebagai obat adiktif, namun efek lain yang

terdapat pada obat ini disalahgunakan. Obat ini memiliki batas komposisi yang

luas, dari yang bersifat anestesi kerja singkat seperti thiopentone sodium hingga

yang bersifat kerja sedang seperti amylobarbitone. Saat ini babiturat kerja lama

(long acting) seperti phenobarbitone digunakan dalam terapi epilepsi pada

manusia. Toleransi mudah diinduksi dengan cepat dan gejala withdrawal terhadap

24

Page 25: Ref Forensik

obat dapat bersifat berat. Barbiturat (downers) dapat dikombinasikan dengan

stimulan amphetamines (uppers) dalam tablet yang sama, dan dikenal sebagai

purple heart. Alkohol dan barbiturat memiliki kekuatan aditif yang kuat dan dapat

menyebabkan kematian.

Pada awalnya amphetamine (benzedrine) dan dextroamphetamine (dexedrine)

diresepkan untuk mencegah kelelahan dan menekan nafsu makan. Obat ini

memiliki efek stimulan yang kuat sehingga penggunaan dalam jangka waktu lama

dapat menyebabkan hyperexcitement, hallucinations, dan psychoses. Pada

umumnya terdapat hyperpyrexia dan hypertension yang dapat mempresipitasi

pendarahan serebral atau pendarahan subarachnoid, dan berisiko aritmia jantung.

MDMA (methylene-dioxy-methamphetamine) dikenal juga sebagai ectasy, XTC,

ADAM, yang pada beberapa tahun disebut sebagai desainer drug dan

bertanggung jawab dalam sejumlah kematian. Penggunaan MDMA dapat

menyebabkan gangguan pada neurologis, ginjal, hepar, dan paru-paru, dan dapat

menyebabkan rhabdomyolysis dan disseminated intravaskular coagulation.

Beberapa pengguna diketahuin meminum sejumlah besar air, yang mengakibatkan

intoksikasi air dan meninggal akibat oedem serebral.

2.6.6 Keracunan Alkohol4

Alkohol banyak terdapat dalam berbagai minuman dan sering menimbulkan

keracunan. Keracunan alkohol menyebabkan penurunan daya reaksi atau

kecepatan, kemampuan untuk menduga jarak dan ketrampilan mengemudi

sehingga cenderung menimbulkan kecelakaan lalu lintas di jalan, pabrik dan

sebagainya. Penurunan kemampuan untuk mengontrol diri dan hilangnya

kapasitas untuk berfikir kritis mungkin menimbulkan tindakan yang melanggar

hukum seperti perkosaan, penganiayaan, dan kejahatan lain ataupun tindakan

bunuh diri.

2.6.6.1 Tanda dan Gejala Keracunan

Pada kadar yang rendah, 10-20 mg% sudah menimbulkan gangguan berupa

penurunan keahlian keterampilan tangan dan perubahan tulisan tangan. Pada

25

Page 26: Ref Forensik

kadar 30-40 mg% telah timbul penciutan lapang pandang, penurunan tajam

penglihatan, dan perpanjangan waktu reaksi. Pada kadar alkohol darah 30-50 mg

% dan lebih jelas pada kadar 150 mg% terdapat penurunan keterampilan

mengemudi. Pada kadar kurang dari 80 mg% telah terjadi gangguan penglihatan 3

dimensi, kedalaman pandangan, dan gangguan pendengar. Tampak gangguan

pada kehidupan psikisnya, seperti penurunan kemampuan memusatkan perhatian,

konsentrasi, asosiasi, dan analisa. Alkohol dengan kadar dalam darah 200 mg%

menimbulkan gejala banyak bicara, ramai (boisterous behaviour), refleks

menurun, inkoordinasi otot-otot kecil, kadang terjadi nistagmus, dan sering

terdapat pelebaran pembuluh darah kulit.

Alkohol dengan kaadar 250-300 mg% menimbulkan gejala penglihatan kabur,

tidak dapat mengenali warna, konjunctiva merah, dilatasi pupil (jarang konstriksi),

diplopia, sukar memusatkan pandangan/penglihatan, nistagmus. Bila kadar dalam

darah dan otak makin meningkat akan timbul pembicaraan kacau, tremor tangan

dan bibir, keterampilan menurun, inkoordinasi otot, dan tonus otot muka

menghilang. Pada kadar 400-500 mg%, aktivitas motorik hilang sama sekali,

timbul stupor atau koma, pernafasan perlahan dan dangkal, suhu tubuh menurun.

2.6.6.2 Sebab dan Mekanisme Kematian

Mekanisme kematian pada alkoholisme kronik terutama akibat gagal hati dan

rupture varises esophagus akibat hipertensi portal. Selain itu dapat disebabkan

secara sekunder oleh pneumonia dan TBC. Peminum alkohol sering terjatuh

dalam keadaan mabuk dan meninggal. Pada autopsi dapat ditemukan memar pada

korteks serebri, hematoma subdural akut atau kronik. Pada kadar alkohol otak

lebih dari 450 mg% dapat terjadi depresi pusat pernafasan. Pada kadar 500-600

mg% dalam darah, penderita biasanya meninggal dalam 1-4 jam setelah koma

selama 10-16 jam.

2.6.6.3 Pemeriksaan Forensik

Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan merupakan

petunjuk awal. Petunjuk ini harus dibuktikan dengan pemeriksaan kadar alkohol

26

Page 27: Ref Forensik

darah, baik melalui pemeriksaan udara pernapasan atau urin, maupun langsung

dari darah vena.

Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas, Mungkin ditemukan

gejala-gejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda

perbendungan, darah lebih encer, berwarna merah gelap. Mukosa lambung

menunjukkan tanda perbendungan, kemerahan dan tanda inflamasi tapi

kadangkadang tidak ada kelainan.

Organ-organ termasuk otak dan darah berbau alkohol. Pada pemeriksaan

histopatologik dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah otak dan

selaput otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian parenkim organ dan inflamasi

mukosa saluran cerna.

Pada kasus keracunan kronik yang, meninggal, jantung dapat memperlihatkan

fibrosis interstisial, hipertrofi serabut otot jantung, sel-sel radang kronik pada

beberapa tempat, gambaran seran lintang otot jatunng menghilang, hialinisasi,

edema dan vakuolisasi serabut otot jantung. Schneider melaporkan miopati

alhokolik akut dengan miohemoglobinuri yang disebabkan oleh nekrosis tubuli

ginjal dan kerusakan miokardium.

Bau alkohol bukan merupakan diagnosis pasti keracunan. Diagnosis pasti

hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah.

Kadar alkohol dari udara ekspirasi dan urin dapat dipakai sebagai pilihan kedua.

Pada korban yang meninggal, sebagai pilihan kedua dapat diperiksa kadar alkohol

dalam otak, hati, atau organ lain, atau cairan tubuh lain seperti cairan

serebrospinalis. Penentuan kadar alkohol dalam lambung saja tanpa menentukan

kadar alkohol dalam darah hanya menunjukkan bahwa orang tersebut telah minum

alkohol. Pada mayat, alkohol dapat berdifusi dari lambung ke jaringan sekitarnya

termasuk ke dalam jantung, sehingga untuk pemeriksaan toksikologik, diambil

dari pembuluh darah vena perifer (vena kubiti atau vena femoralis). Salah satu

cara pemeriksaan semikuantitatif kadar alkohol dalam darah atau urin yang cukup

sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway), sebagai berikut:

Letakkan 2 ml reagen Anti eke dalam ruang tengah. Reagen Antie dibuat

dengan melarutkan 3,70 gm Kalium dikromat ke dalam 150 ml air.

27

Page 28: Ref Forensik

Kemudian tambahkan 280 ml asam sulfat, dan terus diaduk, lalu encerkan

dengan 500 ml akuades.

Sebarkan 1 ml darah atau urin yang akan diperiksa dalam ruang sebelah

luar dan masukkan 1 ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar

pada sisi berlawanan.

Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati supaya darah/urin

bercampur dengan larutan kalium karbonat.

Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada temperatur ruang. Kemudian

angkat tutup dan amati perubahan warna pada reagen Antie.

Hasil: warna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Perubahan warna

kuning kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80 mg%. Warna hijau

kekuningan sekitar 300 mg%.

Kadar alkohol darah yang diperoleh pada pemeriksaan belum menunjukkan

kadar alkohol darah pada saat kejadian. Hal ini akibat dari pengambilan darah

dilakukan beberapa saat setelah kejadian, sehingga perhitungan kadar alkohol

darah saat kejadian harus dilakukan meskipun kecepatan eliminasi kira-kira 14-15

mg%, namun dalam perhitungan harus juga dipertimbangkan kemungkinan

kesalahan pengukuran dan kesalah perkiraan kecepatan eliminasi. Gruner (1975)

menganjurkan angka 10 mg% per jam digunakan dalam perhitungan.

2.6.7 Keracunan Metanol (Metil Alkohol)4

Metil alkohol banyak digunakan dalam industri dan rumah tangga. Metil

alkohol mudah didapat dan murah karena tidak dapat digunakan sebagai minuman

karena sangat toksik. Metal alkohol merupakan cairan jernih, tidak berwarna,

dengan bau khas, mempunyai titik didih 60 derajat Celcius.

Kadar ambang batas metanol di udara adalah 200 ppm. Bau metanol akan

tercium bila kadara diudara mencapai 100 ppm, sedangkan takaran toksik

diperkirakan adalah 6 ml, dan takaran letalnya sekitar 30-100 ml.

Metil alkohol dibuat dari destilasi kayu atau melalui sintetis kimia. Banyak

digunakan dalam bidang industri dan kesenian. Dikenal beberapa bentuk murni

metal alkohol seperti Columbian spiritus, Eagle spiritus bahan aditif untuk

28

Page 29: Ref Forensik

meinggikan tinggi nilai oktan bensin dan sebagai cairan antibeku air radiator

mobil.

2.6.7.1 Tanda dan Gejala Keracunan

Umumnya gejala timbul tiba-tiba setelah masa laten yang lamanya sangat

bervariasi. Keracunan metanol menunjukkan gejala rasa lemas, mual, muntah,

sakit kepala, sesak napas, dan sianosis. Mungkin pula diikuti dengan delirium,

kejang, kulit teraba dingin, stupor, dan koma. Gejala-gejala ini timbul akibat

depresi SSP, edema otak, dan juga akibat oksidasi metanol yang menyebabkan

asidosis. Kebutaan dapat terjadi pada keracunan akut dan kronis, sebagai akibat

kerja racun pada sel ganglion retina yang menimbulkan atrofi nervus optikus. Bila

kebutaan tidak menyeluruh, maka dapat mengakibatkan lapang pandang yang

menyempit dan buta warna. Kebutaan dapat terjadi bila meminum sebanyak 15 ml

metanol.

2.6.7.2 Sebab dan Mekanisme Kematian

Keracunan metil alkohol umumnya terjadi akibat kecelakaan. Dosis letalnya

30-100 ml. kematian biasanya terjadi dalam 24-36 jam, namun pernah tercatat ada

yang dapat bertahan hidup 24 hari, dengan mekanisme yang telah diuraikan di

atas.

2.6.7.3 Pemeriksaan Forensik

Tanda-tanda yang ditemukan tidak khas. Pada pemeriksaan luar mungkin

hanya tercium bau khas dan tanda-tanda asfiksia. Pada pemeriksaan dalam

ditemukan edema organ visera, perdarahan pada permukaan paru, dan mukosa

organ visera, dan bintik-bintik perdarahan pada selaput otak. Pada pemeriksaan

histopatolgik dapat dijumpai degenerasi bengkak keruh pada hati dan ginjal serta

edema otak. Bahan pemeriksaan dari darah, otak, hati, ginjal, urin. Dalam urin

dapat ditemukan metil alkohol dan asam formiat sampai 12 hari setelah

keracunan.

29

Page 30: Ref Forensik

BAB III

KESIMPULAN

Toksikologi forensik berperan dalam melakukan analisis kualitatif maupun

kuantitatif dari racun dari bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya.

Pemeriksaan laboratorium forensik mempunyai peranan yang penting dalam

membantu proses tindak kriminal pada kasus kematian yang diduga karena

keracunan.

Jenis-jenis racun dapat dibagi berdasarkan sumber, tempat dimana racun

tersebut didapat, dan efek kerja yang dihasilkan. Kelainan atau perubahan yang

terjadi pada korban yang meninggal karena keracunan dapat mengetahui jenis

racun yang terdapat dalam tubuhnya. Karena setiap jenis racun memiliki tanda

dan gejala keracunan yang berbeda.

30

Page 31: Ref Forensik

DAFTAR PUSTAKA

1. I.M.A. Gelgel Wirasuta. 2009. Analisis Toksikologi Forensik. http://gelgel-

wirasuta.blogspot.com/2009/12/analisis-toksikologi-forensik.html. Diunduh

tanggal 21 Agustus 2011

2. DiMaio VJ, DiMaio Dominick. 2001. Forensic Pathology 2nd ed. New York:

CRC Press

3. Anonim. Pencegahan Keracunan Secara Umum.

http://www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/CegahRacunUmum.pdf

4. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

1997. Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi Kedua. Jakarta

5. Abdul Mun’im Idries. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi

Pertama. Binarupa Aksara

6. Mukono. 2009. Arsen (As), Dampak terhadap Kesehatan Serta

Penanggulangannya. http://mukono.blog.unair.ac.id/2009/09/09/arsen-as-

dampak-terhadap-kesehatan-serta-penanggulangannya-prof-

drdrhjmukonomsmph/

7. Spheherd R. 2003. Simpson’s Forensic Medicine 12th ed. London: Arnold

Publishers

8. Anonim. 2008. Macam/Jenis Narkotika Yang Sering Disalahgunakan/Dipakai

- Ganja, Opium, Kokain, Morfin, Heroin, Dkk. http://organisasi.org/macam-

jenis-narkotika-yang-sering-disalahgunakan-dipakai-ganja-opium-kokain-

morfin-heroin-dkk.

31