repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/liem...

203
i

Upload: others

Post on 07-Sep-2019

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

i

Page 2: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

ii

Page 3: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

i

RITUAL PERKABUNGAN DALAM AJARAN KHONGHUCU

DI KOTA MANADO Studi Kasus pada Umat Khonghucu di Kota Manado

Liem Liliany Lontoh

Kerjasama MATAKIN Penerbitan dengan Gerbang Kebajikan RU

Jakarta 2019

Page 4: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

ii

RITUAL PERKABUNGAN DALAM AJARAN KHONGHUCU DI KOTA MANADO

Studi Kasus pada Umat Khonghucu di Kota Manado

Penulis/Hak Cipta @Liem Liliany Lontoh

Editor: Vekky Lin Desain Sampul: Novita Khan

Layout: Lin Changqi

ISBN No. 978-602-52538-1-2

xxiii+176 hlm.; 14,8x21cm

Penerbit:

Kerjasama MATAKIN Penerbitan dengan Gerbang Kebajikan RU

Redaksi: Komplek Royal Sunter D-6

Jakarta Utara 14350

Cetakan Pertama Mei 2019

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi

buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

Dicetak oleh: Cahaya Digital Printing, Ciputat

Isi di luar tanggung jawab percetakan

Page 5: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

iii

RITUAL PERKABUNGAN DALAM AJARAN KHONGHUCU DI KOTA MANADO

Studi Kasus pada Umat Khonghucu di Kota Manado

Tesis

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama (M.Ag.)

Oleh : Liem Liliany Lontoh

NIM : 21150321000003

KONSENTRASI AGAMA KHONGHUCU

PROGRAM MAGISTER STUDI AGAMA AGAMA

PASCASARJANA FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2570-K / 1440-H / 2019-M

Page 6: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

iv

Page 7: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

v

Page 8: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

vi

Page 9: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

vii

Page 10: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

viii

ABSTRAK

Liem Liliany Lontoh

Ritual Perkabungan dalam Ajaran Khonghucu di Kota Manado

Studi kasus pada umat Khonghucu di Kota Manado

Setiap yang dilahirkan pasti akan mengalami kematian, itu

adalah hukum Tuhan. Namun waktu dan proses kematian yang akan

dialami setiap orang berbeda satu dengan yang lain. Upacara

kematian setiap agama juga berbeda satu dengan yang lain, tesis ini

mengangkat tentang ritual perkabungan dalam ajaran Khonghucu:

Studi kasus pada umat Khonghucu di Kota Manado. Penulis

mengangkat tesis dengan judul di atas, dilatar-belakangi dengan

adanya perbedaan dalam tradisi upacara perkabungan yang

dilakukan oleh umat Khonghucu di kota Manado sekaligus

menjelaskan makna yang terkandung dalam simbolisasi yang

digunakan dalam upacara tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

pelaksanaan dan bentuk upacara kematian Agama Khonghucu yang

berada di kota Manado dan apakah makna ritual yang terkandung di

dalamnya. Demikian juga dengan pengaruh budaya Minahasa

terhadap tradisi perkabungan umat Khonghucu di kota Manado.

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penulis

meneliti secara langsung di lapangan melalui wawancara kepada

rohaniwan Khonghucu, keluarga yang berduka maupun kepada

petugas sembahyang kematian, sedangkan dan pendekatan yang

digunakan yaitu pendekatan Antropologis, Teologis dan Historis.

Pelaksanaan penelitian untuk ritual kematian/perkabungan

yang dilaksanakan di kota Manado dimulai dari kematian seseorang

sampai pada upacara pemakaman. Ritual itu dilanjutkan pula dengan

persembahyangan leluhur satu tahun sampai dengan tiga tahun.

Urutan upacara kematian/perkabungan dalam agama Khonghucu di

Manado dimulai dari upacara ru mu (memasukkan jenazah ke dalam

Page 11: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

ix

peti), men sang (malam menjelang pemberangkatan jenazah), song

zang (pemberangkatan jenazah), ru kong (pemakaman jenazah), qi fu

yang juga disebut fan zhuo (membalik meja), zuo san (tiga hari), zuo

qi (tujuh hari), xiao xiang (satu tahun), dan da xiang (memasuki tiga

tahun).

Penganut agama Khonghucu di kota Manado sebagian besar

memaknai Upacara kematian/perkabungan sebagai cerminan laku

bakti seorang anak kepada orang tuanya sesuai dengan ajaran Nabi

Kongzi. Upacara kematian/perkabungan yang dilaksanakan selain

mengikuti kitab suci Si Shu dan Tata Agama dan Tata Laksana

Upacara Agama Khonghucu terbitan Dewan Rohaniwan Matakin,

juga dipengaruhi oleh kebudayaan orang Tionghoa yang telah

berlangsung secara turun temurun dan mengikuti budaya setempat.

Persembahyangan kepada leluhur sampai upacara tiga tahun

merupakan perwujudan laku bakti kepada orang tua dengan harapan

roh yang disembahyangi dapat kembali pulang dengan damai ke

haribaan kebajikan Tian. Umat Khonghucu senantiasa

menyembahyangi leluhurnya agar nyawa dan roh leluhur dapat

bersatu kembali dan pulang kepada Sang Pencipta.

Kata kunci : Laku Bakti, Perkabungan, Sembahyang Leluhur.

Page 12: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

x

ABSTRACT

Liem Liliany Lontoh

Confucian Mourning Rituals in Manado City

A Case Study of a Confucian Congregation in Manado City

Every one who is born will surely experience death, that is

God's law. However, the time and process of death that will be

experienced by each person is different from individual to indiviual.

The ceremonies of mourning of each religion are also different from

one another. This thesis addresses the issue of mourning rituals by

way of a case study of a Confucian congregation in Manado City.

This study aims to investigate the forms of Confucian mourning

rituals in the city of Manado and the ritual meanings contained

therein. Furthermore, this study aims to analyse the influence of

Minahasa culture on the mourning traditions of Confucians

congregation in Manado.

This study utilizes qualitative research methods. The author

personally conducted field research in the form of interviews with

Confucian clergy, grieving families and death prayer officers. This

study adopts an anthropological, theological and historical approach.

The period of the mourning rituals under study lasted from an

individuals death until the completion of funeral ceremonies. These

rituals continue to the worship of ancestors for a period of one year

up to three years. The specifc order of mourning rituals amongst

Confucians in Manado is as follows: ru mu (placing the body into the

coffin), men sang (the night before the burial of the body), song zang

(departure of the corpse), ru kong (burial of the body), qi fu or fan

zhuo (turning of the table), zuo san (three days), zuo qi (seven days),

xiao xiang (one year), and da xiang (three years).

Most followers of the Confucian religion in Manado usually

interpret the mourning rituals as a reflection of a child's filial piety

towards their parents in accordance with the teachings of the

Page 13: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

xi

Prophet Kongzi. The mourning rituals are carried out following the Si

Shu scriptures and the Religious Regulations and Practice

Regulations of the Confucian Religion issued by the Council of

Spiritualists of Matakin. The mourning rituals are also influenced by

Chinese culture as established over the course of generations and by

local culture.

The worship of the ancestors until the three-year ceremony is

a manifestation of filial piety behavior towards parents in the hope

that the worshiped spirit can return home to Tian's benevolence.

Confucians continually worship their ancestors so that their souls

and spirits can reunite with and return to the Creator.

Key words: Filial Piety; Confucian Mourning; Ancestor

Worship.

Page 14: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

xii

KATA SAMBUTAN

Xs. Ir. Budi S. Tanuwibowo, M.M.

Ketua Umum Dewan Rohaniwan/Pimpinan Pusat

Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin)

Wei De Dong Tian.

Segala sesuatu di dunia ini, bila sudah lama dan terus-menerus

berinteraksi, apalagi sampai ratusan bahkan ribuan tahun, tak dapat

dihindari sedikit banyak akan saling mempengaruhi, bersinergi dan

membangun sebuah perpaduan yang khas, indah dan harmonis,

tanpa kehilangan esensi atau nilai pokoknya. Demikian halnya

dengan agama dan budaya. Ungkapan terkenal dari Sumatera Barat,

'Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah' menggambarkan

betapa Islam telah menjadi nafas budaya Minangkabau dan

memperkuatnya tanpa harus kehilangan kekhasan budayanya.

Kajian Liem Liliany Lontoh perihal upacara perkabungan

masyarakat Tionghoa yang beragama Khonghucu di Manado juga

membuktikan hal senada. Upacara tersebut ada tambahan warna

dari budaya setempat, dalam hal ini budaya Minahasa, tanpa harus

kehilangan nafas atau esensi dasar agama Khonghucu dan sudah

sesuai dengan tuntunan kitab suci Si Shu dan Wu Jing. Ini sekaligus

membuktikan betapa nilai-nilai kebajikan (dan tuntunan agama) bila

berproses secara alami akan saling memperkaya, selama tidak

bertentangan esensinya.

Penelitian Lontoh sedikit banyak juga membuka perspektif

kesadaran kita untuk lebih toleran dan tidak kukuh 'terpenjara'

dalam apa yang disebut 'kemurnian seratus persen' atau mutlak.

Dunia tidak dibentuk oleh satu agama atau peradaban saja. Kita juga

tak bisa menjamin bahwa apa yang kita yakini sekarang memang

persis sama seratus persen dengan awalnya. Sang Nabi Agung Kong

Zi sendiri senantiasa mengajak kita untuk terus-menerus

Page 15: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

xiii

memperbaharui diri. Esensi boleh kita pegang erat, namun

penerapannya harus luwes dan sesuai dengan perkembangan zaman.

Contoh dalam dunia bisnis pun mengajarkan kearifan ini, betapa KFC

dan Mc. Donald misalnya harus menyediakan nasi dan burger rasa

rendang, dsb. agar bisa diterima secara luas oleh lidah Indonesia

(setempat).

Semoga kajian Lontoh semakin menyadarkan betapa kita hidup

dalam masyarakat yang majemuk dan selalu akan berproses saling

pengaruh-mempengaruhi. Kekakuan apalagi kekolotan akan

membuat kita mudah patah, rapuh dan ditinggalkan. Namun

fleksibilitas dan kelenturan tanpa nilai, tanpa esensi, juga akan

membuat kita tak berharga dan bernilai. Apa yang pokok harus dan

wajib kita pegang, tapi pada saat yang sama dengan penuh kesadaran

kita harus senantiasa belajar dan terus-menerus memperbaharui diri

dari tempat yang rendah menuju tinggi di dalam tuntutan Jalan

Kebenaran atau Jalan Suci.

Selamat untuk Lian yang telah sukses mengejar impiannya.

Semoga terus teguh berkarya dalam Jalan Kebajikan.

Huang Yi Shang Di, Wei Tian You De.

Shanzai.

Xs. Ir. Budi S. Tanuwibowo, M.M.

Page 16: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

xiv

KATA SAMBUTAN

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Ketua Kehormatan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia

Pertama-tama saya ucapkan selamat kepada saudari Liem Liliany Lontoh atas penulisan dan penerbitan karyanya ini untuk disebarluaskan sebagai informasi pengetahuan yang sungguh sangat berharga bagi khalayak pembaca yang luas. Buku ini ditulis dengan segala kesungguhan karena berasal dari karya tulis ilmiah dalam rangka tugas akhir perkuliahan program Strata II di perguruan tinggi. Lebih-lebih program S-2 yang dia ikuti dan dia selesaikan dengan sukses, justru di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah, Ciputat. Sangat sedikit mahasiswa, apalagi mahasiswi, non-Muslim yang menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri yang sebelumnya bernama IAIN (Institut Agama Islam Negeri) ini. Karena itu, kita semua patut memberikan apresiasi pada kemauan belajar yang sangat tinggi yang mendorongnya belajar di UIN dan akhirnya berhasil menyelesaikan studi dengan sangat berprestasi dengan Indeks Prestasi Akademik (IPK) 3,7 dan bahkan akhirnya berusaha berbagi pengetahuan untuk masyarakat luas dengan cara menerbitkan tesis ‘cum laude’-nya menjadi buku ini.

Topik yang dibahas dalam buku yang berasal dari tesisnya ini juga sangat khas, dan sangat sedikit yang memberikan perhatian sebagai objek kajian ilmiah. Padahal semua orang dan semua lingkungan masyarakat selalu saja terlibat aktif dengan kematian dan peristiwa perkabungan dan upacara-upacara pemakaman di sepanjang pengalaman hidupnya masing-masing. Peristiwa kematian dan perkabungan adalah peristiwa kemanusiaan yang dialami oleh semua orang dan semua komunitas manusia di semua ruang dan waktu. Di mana saja dari sejak zaman Adam sebagai manusia pertama sampai di hari akhir kehidupan, selalu ada peristiwa kematian dan perkabungan di antara kehidupan sesama umat manusia. Setiap yang lahir pasti menemui kematiannya masing-masing, dan dalam mengiringi kematian itu, pasti ada kesedihan bagi orang-orang dekat yang ditinggal pergi. Disitulah

Page 17: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

xv

muncul perkabungan atau keduka-citaan. Kata “berkabung” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah berduka-cita karena adanya orang atau anggota keluarga yang meninggal dunia.

Orang yang meninggal dunia dengan cara yang normal di tengah kehidupan masyarakat selalu dimakamkan menurut tata-cara tertentu sesuai aturan adat istiadat atau keyakinan keagamaan masyarakat setempat, terutama sebagaimana yang dianut oleh yang meninggal dunia. Semua agama dan kebudayaan masyarakat dimana saja selalu mengenal adanya praktik dan tradisi perkabungan dan pemakaman sebagai satu kesatuan sistem upacara keagamaan atau tradisi kebudayaan yang dianggap sakral atau suci, sehingga setiap orang sangat menghormati dan mengutamakannya untuk dilakukan pada setiap kali ada peristiwa kematian. Tak terkecuali agama Khonghucu, juga terkenal sangat kaya dengan tradisi dan ajaran tentang perkabungan dan pemakaman yang harus dihormati sebagai sesuatu yang suci dan disakralkan menurut keyakinan yang mendasar di antara para penganut-penganutnya. Karena itu, tulisan saudara Liem Liliany Lontoh sangat pantas kita acungi jempol dan kita beri apresiasi yang setinggi-tingginya.

Buku ini tidak hanya memberikan informasi mengenai sistem perkabungan dan pemakaman yang dipraktikkan menurut tradisi Khonghucu yang penting bagi orang Khonghucu, tetapi juga memberikan perspektif ilmiah yang patut dijadikan bahan pelajaran pembanding bagi penganut agama apa saja. Untuk itu, buku ini perlu dibaca, tidak saja oleh para penganut agama Khonghucu, tetapi juga dapat dijadikan bahan kajian ilmiah bagi siapa saja untuk memahami pelbagai tradisi perkabungan dan pemakaman yang hidup dalam dinamika masyarakat Indonesia yang sangat majemuk, di tengah dinamika kehidupan pasca-modern dewasa ini. Karena itu, sekali lagi, saya ucapkan selamat kepada Saudari Liem Liliany Lontoh selaku penulisnya; dan kepada para pembaca, saya juga mengucapkan selamat menikmati buku yang baik dan bermutu ini.

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.

Page 18: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

xvi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur serta terima kasih penulis senantiasa

panjatkan kehadirat Huang Tian Khalik Semesta Alam, dan dengan

bimbingan Nabi Agung Kongzi kepada penulis selama ini, sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul Ritual

Perkabungan dalam Ajaran Khonghucu di Kota Manado: Studi Kasus

pada Umat Khonghucu di Kota Manado.

Tesis ini ditulis sebagai persyaratan akhir bagi penulis untuk

menyelesaikan studi pada Program Magister Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Isi tesis

membahas tentang penelitian yang menelaah kegiatan ritual

perkabungan yang dilakukan pada masyarakat Tionghoa di Manado

yang beragama Khonghucu dan relevansinya terhadap ajaran agama

Khonghucu.

Penulis berterima kasih kepada para pelaksana Program

Magister Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta dan juga berbagai pihak yang senantiasa

memberikan dukungan dan bantuan, untuk itu penulis ingin

menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., selaku Rektor Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.

Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., selaku Dekan Fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

juga sebagai tim penguji tesis.

Ibu Dr. Atiyatul Ulya M.Ag., ketua Program Magister Fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;

Bapak Maulana M.Ag., sekertaris Program Magister

Bapak Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok M.Si., Wakil Dekan Bidang

Akademik, dosen pembimbing dan pengajar; Bapak Prof. Dr. M.

Ridwan Lubis selaku pembimbing tesis, atas segenap kebaikan,

dedikasi dan bimbingan.

Bapak Dr. Media Zainul Bahri, MA., selaku Ketua Jurusan

Page 19: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

xvii

Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai penguji tesis.

Segenap dosen-dosen pengajar perkuliahan Program Magister

Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta (termasuk dari Matakin) yang pernah memberi bimbingan

dan ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan antara lain: Prof.

Dr. Zainun Kamaluddin F. M.A., Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer, Dr. Sri

Mulyati, M.A., Dr. M. Amin Nurdin, M.A., Dr. Syamsuri M.Ag. (Alm.),

Dr. Media Zainul Bahri, M.A., Dr. Edwin Syarif, M.Ag., Dr. Drs. Ws.

Chandra Setiawan, M.M. Ph.D., Xs. Dr. Drs.Oesman Arif, M.Pd., Dr. Ir.

Drs. Adji Djojo, M.M., Dr. Drs. Ws. Ongky Setio Kuncono, S.H., M.M.

Bapak Toto Tohari, M.Ag., segenap staf administrasi tata usaha

termasuk pengurus perpustakaan Fakultas Ushuluddin Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Pusat

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.

Dra. Hj. Emma Nurmawati, M.M. Kepala Bimbingan Masyarakat

Khonghucu Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah

memberikan dukungan dan bantuan dalam memfasilitasi

terselenggaranya program S2 bagi mahasiswa Khonghucu hingga

selesainya penulisan tesis ini.

Mama Ong De Hoa, papa Liem Tjioe Seng Almarhum yang

tercinta serta kakak-kakak tersayang. Ci Bok Lie, suamiku Suwandi

dan kedua anak saya Jessica Belle dan William Alexander serta mama

Maria Untung Almarhum dan papa Yap Nam Kong almarhum, kakak-

kakak ipar dan ponakan yang senantiasa mendoakan, memberi

semangat, dukungan dan motivasi yang luar biasa.

Js. Ir. Pon Riano Baggy, Dq. Diane Lontoh, Js. Ritta Lontoh, Bpk.

Jemmy Sanger Wong, Js. Charles Tilung, Bapak Ronny Loho, Bapak

Felix Tumewu, Js. Sofyan Jimmy Yosadi, S.H, serta Rohaniwan dan

umat Makin dan Pakin Manado sebagai informan di Manado.

Ws. Vekky Lin yang telah banyak membantu mengarahkan,

memberi saran dan masukan juga mengedit tulisan Hanzi dalam tesis

ini sampai me-layout untuk menyempurnakan buku ini.

Page 20: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

xviii

Pimpinan Rohaniwan dan Pengurus Matakin, antara lain: DaXs.

Tjhie Tjay Ing, alm., Xs. Djaengrana Ongawijaya, Xs. Ir. Budi Santoso

Tanuwibowo, M.M., Xs. Tjandra Rahardja Muljadi alm., Xs.Buanadjaja

Bing S., Xs. Masari Saputra, Xs. Eka Wijaya, Ws. Setianda Tirtarasa,

Ws. H.T. Saputra, Xs. Indarto, Dq. Drs. Uung Sendana L. Linggaraja,

S.H. M.Ag., Dq. Bratayana Ongkowijaya, S.E., XDS alm., , Ws. Ir. Wawan

Wiratma, Dq. Peter Lesmana, Js. Sugeng S. Imam, dan Ws. Sunarta

Hidayat, Ws. Mulyadi, Sp.D. Ing., M.Ag., Dq. Haris Chandra, MBA., Dq.

Drs. Budi Wijaja, S.E., dan Dq. Gianti Setiawan atas berbagai

dukungan, binaan dan masukan.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Ketua Umum

Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan sebagai Ketua

Kehormatan Matakin Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., yang telah

berkenan memberi kata sambutan dan komentar atas buku ini, Ketua

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta, Prof. Dr. KH.

Ahmad Syafi’i Mufid, M.A dan Maximilian Johan Nilsson Ladner, B.A.,

M.A. yang bersedia memberikan komentar atas buku ini.

Pengurus dan umat Matakin Provinsi DKI Jakarta, Dq. Wandi

Suwardi, Dq. Dewi Riawati, Dq. Endang Inawidjaja, Subagio, Dq.

Nalijani Latito, Dq. Ronny Ong, Dq. Soewito, Dq. Ratna Hendarti dan

semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan perhatian dan dukungan hingga selesainya tesis ini.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun

pembaca, kritik dan saran sangat penulis nantikan demi

sempurnanya tesis ini.

Jakarta, 01 Pebruari 2019

Penulis,

Liem Liliany Lontoh

Page 21: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

xix

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL TESIS .........................................................................................iii

LEMBARAN PERNYATAAN (KEASLIAN TESIS).........................................iv

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING..........................................................v

PENGESAHAN PANITIA UJIAN TESIS TERTUTUP…………………….......vi

PENGESAHAN PANITIA UJIAN TESIS TERBUKA………………………….vii

ABSTRAK..................................................................................................................viii

KATA SAMBUTAN

1. Xs. Ir. Budi S. Tanuwibowo, M.M. …………………………………..xii

2. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H……………………………………….xiv

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… xvi

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….xix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………………. 2

B. Batasan dan Rumusan Masalah ……………………………………………….3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………………………..4

D. Tinjauan Pustaka ……………………………………………………………………5

E. Kerangka Teori.................................................................................................... 6

F. Metodologi Penelitian ……………………………………………………………. 6

1. Jenis Penelitan ……………………………………………………………………7

2. Sumber Data ……………………………………………………………………. .8

3. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................10

4. Teknik Penulisan........................................................................................11

5. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................. 11

G. Sistimatika Penulisan Tesis……..……………………………………………11

BAB II. UPACARA PERKABUNGAN MENURUT AGAMA KHONGHUCU

A. Sejarah Agama Khonghucu..........................................................................13

1. Asal Muasal Agama Khonghucu ..........................................................13

2. Sekilas Perkembangan Agama Khonghucu di Kota Manado ..17

B. Upacara Perkabungan...................................................................................26

1. Pengertian Upacara....................................................................................26

Page 22: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

xx

2. Tujuan Upacara Kematian........................................................... ...........36

3. Upacara Sembahyang Leluhur ................................................................39

4. Dasar Perkabungan ......................................................................................45

C.. Bentuk-Bentuk Upacara Kematian Menurut Tata Laksana

Upacara Khonghucu …………………………………………………………………55

1.Pra Ru Mu/Pra Jieb Bok 入木.................................... ...........................55

2. Ru Mu/Jiep Bok 入木(Ru Lian殮)........................................................56

3. Men Sang / Moi Song 門喪......................................................................60

4. Song Zang/Sang Cong 送葬...................................................................60

5. Ru Kong/ Jiep Gong 入空.....................................................................61

6. Qi Fu/Ki Hok 祈復 (atau Fan Zhuo/Peng Tuh 反桌)................ 63

7. Xiao Xiang/Siau Siang . 小 祥...............................................................64

8. Da Xiang/Tay Siang 大 祥...............................................................…...64

BAB III. PANDANGAN AGAMA KHONGHUCU MENGENAI …..

KEMATIAN

A. Perihal Roh dan Nyawa .......................................................................... .....67

B. Setelah Kematian ...................................................................................... .....70

C. Cara Po (魄) Badan Jasad Kembali Ke Bumi……………… ………..…76

D. San Hun (三魂) Tiga Lokasi Arwah…………………………..…………….77

E. Fungsi Meja Abu Leluhur ............................................................................78

F. Perihal Sajian Dalam Persembahyangan...............................................79

G. Perihal Hakikat Dupa ....................................................................................81

H. Tiga Landasan Dasar Keimanan ...........................................................…82

I. Relasi Umat Islam dengan Umat Agama Khonghucu di Manado87

BAB IV. UPACARA KEMATIAN AGAMA KHONGHUCU DI MANADO.

A. Pra Ru Mu/Pra Jieb Bok 入木……………………………………………...…89

1. Saat Meninggal …………………………………………………………….….89

2. Isi Doa Pra Ru Mu ………………………………………………………….…94

3. Memandikan Jenasah…………………………………………………….…95

4. Menyiapkan Dipan …………………………………………………… ….…96

Page 23: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

xxi

5. Altar leluhur……………………………………………………………………97

6. Altar Fu De Zheng Shen (福德正神)…………………………………99

7. Pakaian Berkabung…………………………………………………………99

8. Mempersiapkan peti mati…………………………………………….. 100

9 Menempel kertas tanda berduka…………………………………….101

10. Memasang tenda…………………………………………………………102

B. Ru Mu/ Jieb Bok 入木………………………………………………………….103

1. Pengertian………………………………………………………………….103

2. Melihat Hari dan Jam Baik…………………………………… ……..103

3. Pembersihan Peti Mati…………………………………………….…..104

4. Pelaksanaan Ru Mu/ Jieb Bok 入木 ……………………….……..105

4.1. Perlengkapan Sembahyang …………………………………..105

4.2. Upacara Pembelian air………………………………………….108

4.3. Menaburkan Teh, Memasukkan Jenazah ke Peti

dan Peletakan tujuh Mutiara ……..………………………………. 109

4.4. Sembahyang Ru Mu/ Jieb Bok 入木 ……………………..112

4.5. Tutup Peti …………………………………………………………….114

C. Upacara Men Sang/Moy Song 門喪 ……………………………………...116

1 Pengertian ……………………………………………………...........… ...116

2. Pelaksanaan …………………………………………………………….. 117

3. Peletakan Pataka. ………………………………………………………118

4. Lain-lain ……………………………………………………………………119

D. Upacara Song Zang/Sang Cong 送葬 …………………………………….119

1. Pengertian…………………………………………………………………119

2. Pelaksanaan………………………………………………………………120

E. Upacara Ru Kong/Jieb Gong 入空 ………………………………………..121

1. Pengertian………………………………………………………………….121

2. Pelaksanaan……………………………………………………………….122

3. Wu Gu/ Ngo Kok 五穀....................................................................125

F. Upacara Qi Fu/Ki Hok 祈復 (Fan Zhuo/Peng Tuh 反桌)………...127

1. Pengertian…………………………………………………….…………………127

2. Pelaksanaan………………………………………………….…………………127

Page 24: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

xxii

G. Upacara Tiga Hari (Zuo San, Coo Sha 做三)………………………….129

1.Pengertian…………………………………………………………………….129

2.Pelaksanaan …………………………………………………………………129

H. Upacara Tujuh Hari (Zuo Qi, Coo Chiet 做七) ……………..………..129

1. Pengertian ………………………………………………………………...129

2. Pelaksanaan ………………………………………………………………130

I. Upacara Xiao Xiang/Siau Siang 小祥…………………………………… 133

1. Pengertian……………………………………………….…….……………… 133

2. Tujuan……………………………………………………………………..…… 133

3. Pelaksanaan ……………………………………………………………….… 133

J. Upacara Da Xiang/Tai Siang 大祥………………………………………… 135

1. Pengertian …………………………………………….……………………… 135

2. Pelaksanaan ………………………………………………………………….135

BAB V. PENUTUP

Kesimpulan ……………………………………….………………………………….139

Saran …………………………………………………………………………………….139

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….….143

BIODATA PENULIS...........................................................................................148

LAMPIRAN

1. Surat Keterangan Makin Manado ………………………..…….…….….151

2. Transkrip Wawancara dengan Js. Charles Tilung …………...……152

3. Transkrip Wawancara dengan Bpk. Felix Tumewu …………......158

4. Transkrip Wawancara dengan Bpk. Ronny Loho…………...….…163

5. Teks-teks Doa oleh Ws. Vekky Lin ………………………………...……166

a. Ru Mu/Jiep Bok 入木 ……………………………………………...……166

b. Men Sang Moi Song 門喪…………………..……………………...……157

c. Song Zang/Sang Cong 送葬……………………..……………....……168

d. Ru Kong/ Jiep Gong 入空………………….…………………….……169

e. Xiao Xiang/Siau Siang 小 祥 …………………………………...….…170

f. Da Xiang/Tay Siang 大 祥………………………………………...……171

Page 25: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

xxiii

6. Foto Pelaksanaan Upacara Perkabungan ……………………………172

7. Foto Dokumentasi dengan Para Informan …………………..….…174

8. Foto Kegiatan Penulis ketika di Manado…………….………..….….175

Page 26: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hidup manusia merupakan suatu kelangsungan yang

berkesinambungan dari sebelum kehidupan ke sesudah kehidupan

di dunia yakni kematian. Manusia diciptakan oleh Tuhan Khalik

Semesta Alam sebagai makhluk yang paling mulia diantara semua

ciptaan-Nya. Hanya kepada manusialah Tuhan memberikan akal

budi yang tidak dimiliki oleh ciptaan-Nya yang lain.

Setiap yang dilahirkan pasti akan mengalami kematian, itu

adalah hukum Tuhan. Namun waktu dan proses kematian yang akan

dialami setiap orang berbeda satu dengan yang lain. Seseorang tidak

mungkin tahu kapan kematian akan datang menjemputnya, ada yang

meninggal karena sakit yang berkepanjangan, ada juga karena

kecelakaan mendadak yang tidak bisa dihindarkan bahkan orang

yang kelihatan sehat juga sewaktu-waktu bisa dijemput ajal. Tidak

juga karena masih muda maka umurnya akan lebih panjang, bahkan

ada yang baru lahirpun sudah dipanggil Tuhan, tapi ada juga yang

sudah berumur 100 (seratus) tahun lebih masih bisa menjalani hidup

ini dengan baik.

Umat Ru (Khonghucu) sejak dahulu kala telah memahami

akan misteri kehidupan yang sangat kompleks, baik perihal sebelum

kehidupan maupun setelah kematian.

Kematian merupakan rahasia dan kuasa Tuhan/Tian (天)

maka dari itu sejak dini kita harus dapat hidup membina diri, hidup

didalam Jalan Suci yang Tian (天 ) Firmankan sehingga bila ajal

menjemput usia pendek atau panjang kita tidak usah ragu dan takut.

Namun karena kematian adalah hal yang tidak dapat diduga kapan

tanggal pastinya maka mau atau tidak mau, siap atau tidak siap kita

tentunya harus siap menerima panggilan Tian (天).

Page 27: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

2

“Mati hidup adalah Firman, kaya dan mulia adalah pada Tian

Yang Maha Esa, ... “ 1 demikianlah salah satu ayat yang berisi

keimanan umat Khonghucu tentang kekuasaan Tian atas kelahiran

dan kepulangannya.

Di dalam iman Konfusiani, kehidupan manusia adalah sebuah

kelangsungan hidup yang berkelanjutan dari sebelum kehidupan di

dunia ini sampai kepada setelah kematian. Roh yang berasal dari

Tian (天) sebagai maha leluhur manusia akan kembali kepada-Nya.

Tian sebagai prima causa dan sekaligus causa finalis. Untuk itulah

hubungan antara manusia dengan Tian dan manusia dengan

leluhurnya merupakan suatu kesatuan yang berpangkal dan

berujung pada Tian Yang Maha Roh, maka bersembahyang kepada

Tian (天) dan leluhur adalah merupakan suatu rangkaian ibadah

yang ditetapkan dari dan untuk-Nya; ini menyangkut makna suci

kehidupan dan kematian, meliputi dunia akhirat dan pangkal ujung

hidup manusia.2

Laku Bakti merupakan konsep memuliakan hubungan di

dalam agama Ru (Khonghucu). Laku bakti itu pokok dari segala

pengajaran agama dan sesungguhnya Laku Bakti itu adalah Pokok

Kebajikan, dari sinilah agama berkembang. Berbakti kepada Tuhan

dengan berbakti kepada manusia merupakan suatu urutan kodrati

manusia. Salah satu cara berbakti adalah dengan melakukan

persembahyangan, baik kepada Tuhan maupun kepada leluhur.

Adapun persembahyangan terhadap leluhur merupakan tema kajian

tesis ini.

Tesis ini khusus mengangkat mengenai ritual-ritual

perkabungan orang Tionghoa yang beragama Khonghucu dengan

1Lihat Kitab Sabda Suci Jilid XII:5, dalam Kitab Si Shu (Kitab Yang Empat), versi

Dwilingual dengan Tranliterasi Hanyu Pinyin oleh Team P3K Deroh Matakin (Jakarta: Matakin dan diperbanyak oleh Bidang Bimas Khonghucu PKUB Kemenag RI, 2016), h. 218.

2Widya Karya edisi khusus, Buku Kenang-kenangan 50 Tahun Klenteng Pak Kik Bio – Hian Thian Siang Tee 1951-2001 (Surabaya: Wika, 2001), h. 45.

Page 28: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

3

melihat kaitan budaya Minahasa pada upacara perkabungan umat

Khonghucu di daerah Manado.

Selain itu oleh karena pengaruh lingkungan budaya, proses

ritual perkabungan Khonghucu yang ada di kota Manado mungkin

saja mengalami perbedaan dengan yang ada di tempat lain seperti di

pusat (Jakarta), karena adanya ritual kematian yang mengikuti

kebudayaan setempat. Dengan demikian, perlu diteliti upacara

sembahyang kematian yang dilakukan masyarakat Tionghoa Manado

yang beragama Khonghucu di kota Manado, dimulai dari wafat

sampai persembahyangan tiga tahun/ da xiang (tai siang 大祥 )

sehingga akan bisa diketahui bagian mana yang merupakan ajaran

agama dan mana yang merupakan tradisi, karena agama semuanya

bersumber dari kitab suci sedangkan tradisi adalah budaya

masyarakat yang turun temurun.

B. Batasan dan Rumusan Masalah.

Dari uraian singkat latar belakang yang dikemukakan di atas,

penulis membatasi masalah penelitian Ritual Perkabungan

Masyarakat Tionghoa di Manado yang beragama Khonghucu. Dari

keterangan beberapa informan (rohaniwan dan pengurus kematian)

yang meliputi dari saat kematian sampai dengan perkabungan tiga

tahun. Hal yang diamati adalah pelaksanaan Ritual Perkabungan

serta pemahaman yang ada pada masyarakat Manado beragama

Khonghucu. Pemilihan lokasi penelitian di Manado karena jumlah

penganut Khonghucu di Kota Manado cukup banyak dan karena

persembahyangannya bercampur dengan tradisi kebudayaan

setempat yang menjadikanya menarik untuk diteliti.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis

merumuskan hal-hal sebagai berikut:

1. Bagaimana ritual dan makna perkabungan dalam ajaran

Khonghucu?

2. Bagaimana bentuk-bentuk ritual dan makna perkabungan

pada umat Khonghucu di kota Manado?

Page 29: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

4

3. Bagaimana pengaruh budaya Minahasa terhadap ritual dan

makna perkabungan dan agama Khonghucu di Manado ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.

Tujuan penulisan tesis ini bagi penulis adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan upacara perkabungan umat

Khonghucu yang ada di masyarakat Manado

2. Mengetahui lebih dalam tentang bentuk-bentuk ritual

perkabungan bagi masyarakat Tionghoa yang ada di kota

Manado

3. Mengetahui pengaruh budaya Minahasa terhadap tradisi

perkabungan umat Khonghucu di kota Manado.

4. Membedakan mana tradisi dan mana agama dalam

pelaksanaan upacara kematian umat Khonghucu di Manado.

Manfaat Penelitian:

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk :

1. Menambah wawasan pengetahuan penulis mengenai arti

perkabungan dan macam-macam ritualnya

2. Memberikan kontribusi akademik untuk masyarakat

Manado tentang Tata Cara Ritual Perkabungan secara

Khonghucu di kota Manado

3. Memberikan kontribusi untuk Matakin tentang Tata Cara

Upacara Perkabungan di kota Manado

4. Memberikan kontribusi untuk Fakultas Ushuluddin tentang

tata cara upacara perkabungan agama Khonghucu di Kota

Manado.

D. Tinjauan Pustaka

1. Marcello Andersen Sandehang dalam skripsinya yang

berjudul Upacara Kematian Khonghucu Pemahaman Umat

Khonghucu di Litang Gerbang Kebajikan Manado tentang

Upacara Kematian Agama Khonghucu menjelaskan bahwa

Agama Khonghucu masuk ke Sulawesi Utara sebelum tahun

1819. Hal ini ditandai dengan berdirinya Kelenteng Ban Hing

Page 30: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

5

Kiong Manado pada tahun 1819. Ini membuktikan sebelum

Kelenteng itu berdiri, umat Khonghucu sudah hadir di

Manado, sehingga kehadiran Kelenteng Ban Hing Kiong bisa

menjadi bukti sejarah bahwa umat Khonghucu telah aktif di

Manado.3 Selain itu juga memberi gambaran prosesi upacara

kematian agama Khonghucu dari upacara saat meninggal

sampai dengan upacara tujuh hari.

2. Hanny Kilapong dalam tulisannya berjudul Upacara

Kematian Penganut Agama Khonghucu Indonesia di Sulawesi

Utara, mengemukakan bahwa upacara kematian dalam

ajaran Agama Khonghucu dapat diartikan sebagai suatu

proses pengaturan atau pengurusan jenasah mulai dari saat

orang mengalami kematian sampai pada pemakamannya,

yang diikuti dengan berbagai upacara sembahyang atau

penghormatan, baik yang dilakukan oleh keluarga maupun

oleh Majelis Agama Khonghucu Indonesia (Makin) atau

Kebaktian setempat beserta umatnya. 4 Upacara masa

berkabung dari empat puluh sembilan hari, seratus hari,

setahun, dua tahun dan tiga tahun.

3. Matakin (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) sudah

menerbitkan buku tentang tata upacara perkabungan sesuai

Kitab Li Ji (Lee Ki 禮記, Kitab Kesusilaan) sebagaimana yang

terdapat pada buku Tata Agama dan Tata Laksana Upacara

Agama Khonghucu Seri Genta Suci Konfusian, dan

kelengkapan Upacara Perkabungan pada buku SGSK :

36/2010 edisi khusus tentang Tata Aturan Dewan Rohaniwan

Agama Khonghucu Indonesia beserta Berbagai Panduan Tata

Upacara dan Kode Etik Rohaniwan.

3Marcello Anderson Sandehang, Upacara Kematian Khonghucu, Pemahaman

Umat Khonghucu di Litang Gerbang Kebajikan Manado tentang Upacara Kematian (Manado: /tanpa penerbit, 2005), h. 12.

4Hanny Kilapong, Upacara Kematian Penganut Agama Khonghucu Indonesia di Sulawesi Utara (Manado: tanpa penerbit, 2005), h.2.

Page 31: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

6

4. Li Ji (Lee Ki 禮記, Kitab Kesusilaan) yang diterjemahkan oleh

Matakin dengan penerbitnya Pelita Kebajikan.

5. Kitab Suci Si Shu (Su Si, 四書 Kitab Yang Empat) diterbitkan

oleh Matakin.

E. Kerangka Teori

Untuk mengkaji dan melengkapi hasil penelitian tentang

upacara perkabungan menurut agama Khonghucu di kota Manado ini

diperlukan suatu kerangka teori yang mendukung dan dapat

membantu menjelaskan tentang pelaksanaan upacara perkabungan

menurut agama Khonghucu di kota Manado apakah sesuai dengan

ajaran Khonghucu sebagaimana tertulis dalam teks kitab-kitab

sucinya ataukah hanya tradisi/kebudayaan, atau penggabungan dari

keduanya. Penelitian untuk pengumpulan bahan penulisan tesis ini

menggunakan pendekatan kualitatif.

Teori dalam penelitian kualitatif untuk memahami fakta-fakta

sosial sebagai bahan pisau analisis terhadap hasil temuan penelitian

pada bagian pembahasan atau diskusi hasil-hasil penelitian.5

F. Metodologi Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kualitatif yang menghasilkan data deskriptif, yaitu suatu metode

yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi sebanyak-

banyaknya mengenai gambaran suatu kegiatan atau keadaan

tertentu dengan terlebih dahulu menganalisa kejadiannya lalu

dibandingkan dengan teori yang ada.

Pendekatan yang digunakan adalah memakai pendekatan

Antropologi, Teologis dan Historis. Alasan penulis memakai

pendekatan Antropologi karena untuk melihat sejauh mana

hubungan antara budaya dan agama, selanjutnya pendekatan

Teologis penulis ambil karena juga untuk melihat hubungan

5Adnan Mahdi Mujahidin, Panduan Penelitian Praktis untuk menyusun Skripsi,

Tesis dan Disertasi, (Bandung: Alfabet, 2014), h. 81.

Page 32: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

7

perkabungan tersebut dengan dalil-dalil agama yang ada di kitab suci

agama Khonghucu dan banyak ayat-ayat suci yang penulis pakai

dalam kaitannya dengan penelitian, sedangkan pendekatan historis

karena berkaitan dengan sejarah lokasi tempat penelitian.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menerapkan jenis penelitian kualitatif.

Pendekatan kualitatif (naturalistik) merupakan pendekatan

penelitian yang memerlukan pemahaman yang mendalam dan

menyeluruh berhubungan dengan obyek-obyek yang diteliti bagi

menjawab permasalahan untuk mendapat data-data kemudian

dianalisis dan mendapat kesimpulan penelitian dalam situasi dan

kondisi yang tertentu. Paradigma penelitian kualitatif juga dapat

digunakan dalam penelitian sosial dan pendidikan dan lain-lain

sebagainya.6

Sementara Kirk dan Miller mendefinisikan penelitian

kualitatif sebagai suatu tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan

sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada

manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.7

Selanjutnya, Robert Bogdan dan Steven J. Taylor seorang yang ahli di

dalam ilmu sosial, dalam bukunya Introduction to Qualitative

Research Methods yang di alih bahasakan oleh Arif Furchan yang juga

seorang pakar ilmu sosial, menyatakan bahwa penelitian kualitatif

adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif,

ucapan atau tulisan yang dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu

sendiri.8

Mengkaji perihal ini penulis menggunakan pendekatan

kualitatif karena penelitian ini memakai prosedur penelitian yang

6 Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial Cet. Kelima

(Jakarta:Referensi, 2013), h.17. 7 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda

Karya, 2006), h.4. 8Arif Furchan, Pengantar Metodologi Penelitian Kualitatif (Surabaya: Usaha

Nasional, 1992), h.21.

Page 33: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

8

menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari objek yang diamati. Penulis melakukan pengkajian yang

mendalam dengan meneliti secara langsung di lapangan melalui

survey dan wawancara secara mendalam kepada rohaniwan

Khonghucu, keluarga yang berduka maupun kepada petugas

sembahyang kematian sehingga bisa mengungkapkan berbagai

keunikan yang terdapat di dalam kelompok masyarakat kota Manado

yang beragama Khonghucu secara menyeluruh, rinci, mendalam dan

bisa dipertanggung jawabkan yang kemudian dibandingkan dengan

teori yang ada dalam teks ayat-ayat suci sebagaimana tersurat dalam

kitab suci agama Khonghucu.

2. Sumber Data

Data yang diperoleh berupa data primer dan data sekunder

dengan keterangan sebagai berikut :

a. Data Primer

Yang dimaksud dengan data primer adalah data yang diperoleh

dari lapangan berupa hasil wawancara kepada informan yang telah

dipilih sesuai kriteria tertentu mengenai pembahasan penelitian ini.9

Sumber data primer penulis peroleh dari lapangan berupa

kegiatan upacara duka di kota Manado pada masyarakat Tionghoa

yang beragama Khonghucu dan juga data wawancara dengan tokoh

Agama Khonghucu maupun Pengurus Kematian di kota Manado.

Berdasarkan asas kredibilitas, peneliti menentukan sumber

data dan juga sebagai informan untuk nama-nama seperti data

berikut:

1. Js. Ir. Pon Riano Baggy, Ketua Matakin Provinsi Sulawesi Utara.

2. Js. Sofyan Jimmy Yosadi, S.H., Penasehat Makin Manado

3. Dq. Diane Lontoh, Ketua Makin Manado

4. Jemmy Sanger Wong, Wakil Ketua Makin Manado

9Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial Format-format Kuantitatif dan

Kualitatif, (Surabaya: Airlangga, 2001) h. 129.

Page 34: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

9

5. Js. Ritta Lontoh, Ketua Peribadahan Makin Manado

6. Graishan Keivin Togelang, Ketua Pakin Manado

7. Js. Charles Tilung, Rohaniwan Makin Manado

8. Soei Ronny Loho, Rohaniwan Kelenteng Locia Manado

9. Felix Tumewu , Pengurus Kematian di Manado

Sumber data primer yang penulis gunakan juga sebagai penunjang

dan pelengkap penelitian adalah:

1. Kitab Si Shu (四書)

2. Kitab Wu Jing (五經)

3. Kitab Bakti/Xiao Jing (孝經)

4. Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Khonghucu, oleh

Dewan Rohaniwan Matakin.

b. Data Sekunder

Sumber data sekunder penulis dapatkan dari kepustakaan

yang sifatnya menunjang dan melengkapi sumber data primer yaitu:

1. M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat “Agama Khonghucu” Di

Indonesia, Jakarta: Pelita Kebajikan, 2005. Buku ini membahas

tentang sejarah Khonghucu dan upacara penguburan jenazah

dalam masyarakat Tionghoa yang beragama Khonghucu di

Indonesia.

2. M. Ikhsan Tanggok, Agama dan Kebudayaan Orang Hakka di

Singkawang. Memuja Leluhur Menanti Datangnya Rezeki. Jakarta:

Penerbit Buku Kompas, 2017. Membahas tentang Upacara

pemujaan leluhur orang Tionghoa.

3. Hanny Kilapong, Upacara Kematian Penganut Agama Khonghucu

Indonesia di Sulawesi Utara. Manado: tanpa penerbit, 2005.

Membahas upacara kematian yang dilaksanakan di kota Manado

dari saat meninggal sampai upacara tiga tahun.

4. Marcello Anderson Sandehang, Upacara Kematian Khonghucu,

Pemahaman Umat Khonghucu di Litang Gerbang Kebajikan

Manado, tentang Upacara Kematian. Tomohon: UKIT-Tomohon,

Page 35: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

10

2005. Membahas prosesi upacara kematian agama Khonghucu di

Makin Manado dari saat meninggal sampai upacara tujuh hari.

Penelitian ini menguraikan secara mendalam tentang nilai-

nilai religius upacara kedukaan/kematian secara agama Khonghucu,

disamping itu juga teori yang berkaitan dengan perkabungan

tesebut.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan

pengamatan (observation) langsung ke lapangan dengan

melakukan wawancara secara mendalam (indepth interview)

dengan memberikan beberapa daftar pertanyaan secara terbuka

dan mendokumentasikan berupa photo dan transkrip rekaman.

a. Observasi; peneliti menggunakan metode observasi untuk

mengamati dan mencatat seluruh pelaksanaan kegiatan

ritual perkabungan yang dilakukan oleh umat agama

Khonghucu Makin Manado di Kongzi Miao serta mencari

secara langsung data-data yang diperlukan sehingga menjadi

masukan buat penulis untuk hasil penelitian ini.

b. Wawancara mendalam (indepth interview); penulis

melakukan wawancara mendalam untuk memperoleh

informasi secara langsung dari sumbernya. Peneliti

melakukan wawancara mendalam dengan pelaku utama (key

informan) yang berada di Kelenteng Kongzi Miao yaitu Js.

Charle Tilung, pengurus Makin Manado, juga di Kelenteng

Locia Manado untuk rohaniwan yang dipanggil Tjeng It yaitu

bapak Soei Ronny Loho yang biasa menangani kematian

orang Tionghoa, dan dengan bapak Felix Tumewu yang

berlangsung di pekuburan Paal II Manado.

c. Daftar Pertanyaan; Penulis menyiapkan sejumlah

pertanyaan yang berkaitan dengan pelaksanaan upacara

kematian umat Khonghucu di Manado, selanjutnya hasil dari

Page 36: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

11

jawaban informan tersebut dijadikan sebagai bahan kajian

penelitian ini.

d. Dokumentasi; penulis menggunakan peralatan handphone

sebagai kamera untuk mengambil gambar dan merekam

pembicaraan dengan informan selama wawancara

berlangsung. Selain itu penulis juga mencari dan

mengumpulkan berbagai macam literatur yang sesuai

dengan penulisan tesis ini terutama dari teks-teks kitab suci

agama Khonghucu, juga literatur lain yang berhubungan

dengan penelitian ini.

4. Teknik Penulisan

Penelitian tentang Ritual Perkabungan pada masyarakat

Tionghoa di Manado yang beragama Khonghucu ini merujuk pada

teknik penulisan dari buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah ( Skripsi,

Tesis, dan Disertasi), Penerbit CeQDA (Center for Quality

Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, tahun 2007.

5. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelenteng Kongzi Miao Makin

Manado. Adapun waktu penelitian dilaksanakan bulan Agustus 2018

sampai dengan September 2018.

G. Sistematika Penulisan Tesis

Sistematika penulisan tesis ini terdiri dari lima bab, yaitu:

Bab I :Berisi pendahuluan yang menguraikan tentang latar

belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitan, tinjauan pustaka, kerangka teori,

metode penelitian, serta sistimatika penulisan tesis.

Bab II :Berisi tentang upacara perkabungan menurut agama

Khonghucu.

Bab III :Berisi tentang pandangan agama Khonghucu mengenai

kematian

Page 37: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

12

Bab IV :Berisi tentang upacara kematian agama Khonghucu di

Manado

Bab V :Penutup, yang berisi kesimpulan dan saran.

Page 38: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019
Page 39: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

13

BAB II

UPACARA PERKABUNGAN MENURUT AGAMA KHONGHUCU

A. Sejarah Agama Khonghucu

1. Asal Muasal Agama Khonghucu

Sebelum kita mengenal kajian teori tentang ritual kematian

sebaiknya kita meninjau dahulu secara sekilas tentang sejarah suci

Agama Khonghucu.

Agama Khonghucu (Kong Jiao) yang dikenal di Indonesia

pada saat ini, istilah aslinya disebut Ru Jiao (儒教 agama atau ajaran

Ru) atau Ruxue (儒學 School of the Literati atau Confucian thinking).

Huruf ru (儒) berasal dari bushou (部首 radikal, atau akar huruf) ren

(人 , orang) dan (xu (需 , perlu). Dengan demikian Ru Jiao berarti

ajaran yang memenuhi kebutuhan orang. Sedangkan ru (儒) sendiri

menurut kamus artinya rou (柔 artinya lembut budi pekerti, penuh

susila; you ( 尤 ) artinya yang utama, unggul, mengutamakan

perbuatan baik. Huruf jiao (教, agama) dapat dianalisis menjadi akar

huruf xiao (孝, berbakti) dan wen (文, sastra, ajaran). Jadi jiao berarti

ajaran/syair untuk berbakti. Maka Ru Jiao 儒教 adalah ajaran/agama

berbakti bagi orang lembut budi pekerti yang mengutamakan

perbuatan penuh keseimbangan dan kebajikan.1

Dari perjalanan sejarah bangsa Tionghoa, lahir seorang tokoh

besar bernama Kong Zi (孔子) seorang filsuf, negarawan, ahli pikir

dan tokoh pendidik. Kong Zi adalah panggilan kehormatan yang

diberikan kepadanya setelah ia wafat, disebut juga Kong Fuzi (孔夫

子 ) berarti guru, orang ahli atau orang bijak. Bahasa Latin atau

1 Suyena Adi Gunawan, Riwayat Kongzi, Tinjauan Historis, Antropologis dan

Budaya Mengenai Khonghucu (Bandung: Penerbit TSN, 2017), h.4.

Page 40: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

14

Inggris tokoh ini disebut Confucius 2 , sebutan ini diperkenalkan

kepada bangsa-bangsa Eropa oleh Matteo Ricci, seorang biarawan

Katolik ordo Jesuit yang lama tinggal di Tiongkok. 3

Agama Khonghucu bukan sekedar suatu ajaran yang

diciptakan oleh Nabi Kongzi, melainkan Agama yang diturunkan Tian

(天, Tuhan Yang Maha Esa) melalui para Nabi, dan Raja Suci Purba

ribuan tahun sebelum lahir Nabi Kongzi. Nabi Kong Zi adalah

penerus, pembaharu dan penyempurna Ru Jiao. Ru Jiao sudah dikenal

sejak 5000 tahun yang lalu, jauh lebih awal dari zaman Kong Zi.

Kitab Suci Agama Khonghucu merupakan kumpulan

dokumen Kitab-Kitab Suci yang ditulis sepanjang sejarah sucinya.

Yang paling tua ditulis pada zaman Raja Suci Tang Yao (Tong Giau 唐

堯, 2357 SM -- 2255 SM) dan Yu Shun (Gi Sun 虞舜, 2255 SM -- 2205

SM) dan yang paling muda ditulis pada zaman Mengzi atau Mencius

(Bingcu 孟子, 371 SM -- 289 SM)4, karena itulah Nabi Kongzi dengan

kerendahan hatinya bersabda, “Aku hanya meneruskan, tidak mencipta. Aku sangat menaruh percaya dan

suka kepada Ajaran dan Kitab-Kitab yang kuno itu”5

Fung Yu Lan (馮友蘭) di dalam bukunya: ‘A History of Chinese

Philosophy’, halaman 62 menegaskan, “Confucius as a Creator

Through Being A Transmitter” atau ‘Nabi Kongzi sebagai seorang

Pencipta lewat karya meneruskan’, bahkan bukan hanya demikian

melainkan Ru Jiao telah disempurnakan dan digenapkan Tian 天 ,

2Sebutan Confucius dalam buku Philosophorum Sinensium Principis Confucii

Vita (The Life of Confucius, the Prince of Chinese Philiosophers) Kong Zi shenghuo yu chengjiu, oleh Prospero Intorcetta (Paris: Sumber Wikipedia, 1687).

3Suyena Adegunawan, Riwayat Kong Zi, Tinjauan Historis, h.1. 4 Tjhie Tjay Ing, Selayang Pandang Sejarah Suci Agama Khonghucu (Solo:

Matakin , 2006), h.9. 5 Kitab Sabda Suci Jilid VII:1 dalam Kitab Si Shu (Kitab Yang Empat), versi

Dwilingual dengan Tranliterasi Hanyu Pinyin oleh Team P3K Deroh Matakin (Jakarta: Matakin dan diperbanyak oleh Bidang Bimas Khonghucu PKUB Kemenag RI, 2016) h. 147.

Page 41: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

15

Tuhan Yang Maha Esa dengan Ajaran Agama yang telah dibawakan

oleh Nabi Kongzi yang telah diutus dan dipilih-Nya sebagai Mu Duo

(Bok Tok, 木鐸) atau Genta Rohani-Nya, Tugas Nabi Kongzi adalah

mengembalikan dunia kepada Jalan Suci. (”...sudah lama dunia ingkar

dari Jalan Suci, kini Tuhan Yang Maha Esa menjadikan Guru selaku

Mu Duo (Bok Tok, 木鐸 atau Genta Rohani6), dan ditutup dengan

Ajaran Mengzi yang menegakkan dan meluruskan jalan penafsiran

dan pelaksanaan ajaran Agama Khonghucu.7

Raja Suci Yao (Giau 堯) dan Shun (Sun 舜) disebut sebagai

peletak dasar-dasar Ajaran Agama Khonghucu; beliau berdua

membina kehidupan beragama dengan didampingi Nabi Gao Yao

(Koo Yau 皋陶) dan Nabi Yi (Ik 益). Naskah-naskah suci dari zaman

itu masih tetap lestari dan dapat kita baca di dalam Kitab Shu Jing (Su

King 書經).

Meng Zi (Bing Cu 孟子) atau Mencius disebut sebagai Sang

Penegak (Ya Sheng/A Sing 亞 , artinya orang kedua setelah Nabi

Kongzi) karena beliaulah yang dengan gigih menjaga kelurusan

Ajaran Agama Khonghucu menghadapi berbagai aliran yang muncul

pada zaman Zhan Guo (Cian Kok 戰國 , Zaman Peperangan Antar

Negara) setelah wafat Nabi Kongzi. Dengan rahmat dan ridho Tian 天

, maka Meng Zi berhasil menjaga kelestarian kemurnian Ajaran

Agung masih dapat diikuti dan dipeluk umat Khonghucu sampai

zaman ini.8

Mengenai Jalan Suci (Dao/Too 道) yang dibawakan Ru Jiao

atau Agama Khonghucu itu dapat kita lihat pada penjelasan dari

Kitab Bing Cu (Meng Zi 孟子) sebagai berikut :

“Dari Giau (Yao ) dan Sun (Shun 舜) sampai Sing Thong (Cheng Tang 成

湯) kira-kira lima ratus tahun lamanya. Orang-orang seperti I/Yu 禹 dan

Koo Yau/Gao Yao 皋陶 masih dapat langsung mengenalnya, tetapi Sing

6Kitab Sabda Suci Jilid III:24,3, h. 113. 7Tjay Ing, Selayang Pandang, h.10. 8Tjay Ing, Selayang Pandang, h.10.

Page 42: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

16

Thong/ Cheng Tang 成湯 mengenalnya hanya karena mendengar. Dari

Sing Thong/Cheng Tang 成湯 sampai Raja Bun/Wen 文 kira-kira lima

ratus tahun lamanya. Orang-orang seperti I-Ien/Yi Yin 伊尹 dan Lai-

cu/Lai Zhu 萊朱 masih dapat langsung mengenalnya, tetapi Raja

Bun/Wen 文 mengenalnya hanya karena mendengar. Dari Raja Bun/Wen

文 sampai Khongcu/Kongzi 孔子 kira-kira lima ratus tahun lamanya.

Orang-orang seperti Thai Kong Bong/Tai Gong Wang 太公望 dan San Gi-

Sing/San Yi Sheng 太散宜生 masih dapat langsung mengenalnya tetapi

Khongcu mengenalnya karena mendengar. Dari Khongcu sampai

sekarang, baru kira-kira seratus tahun. Kalau dilihat jarak waktu Nabi

meninggalkan kita, belum terlalu jauh dan kediaman Nabi juga dekat saja,

bahkan sangat dekat. Mengapa tiada yang meneruskan Ajaran-Nya.

Benarkah tiada yang meneruskan ajaran Nya ?9

Pertanyaan Meng Zi/Bing Cu 孟子 ini telah terjawab dengan tetap

lestarinya ajaran Dao/道 Jalan Suci sampai saat kini.

Dari sejarah dapat diketahui bahwa jajaran nama para

Nabi dan Rajamuda yang disebutkan di dalam Kitab Suci Agama

Khonghucu itu bukan hanya dari satu keturunan bangsa saja,

melainkan dari berbagai bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran

Agama Khonghucu adalah agama yang universal, agama bagi setiap

manusia terutama yang yakin dan mengimani kebenaran ajarannya.

Tuhan Yang Maha Esa menurunkan Ajaran Agama Khonghucu tidak

membedakan kelompok, golongan, suku, ras, budaya, semuanya

sederajat di mata Tuhan dan tidak ada yang diistimewakan. “Di

Empat Penjuru Lautan, semuanya saudara”, demikian tertulis di

dalam Kitab Sabda Suci XII:5. Meng Zi/Bing Cu 孟子 berkata:

Shun/Sun 舜 lahir di Zhuping/Cupang 諸馮 kemudian pindah ke Fu

Xia/Hu He 負夏 dan wafat di Mingtiao/Bingtiao 鳴條 . Dia termasuk

bangsa Yi Timur (東夷 seperti orang Korea, Jepang). Raja Suci Wen/Bun

9 Kitab Bing Cu/Meng Zi 孟子 VII B:38,1-3 dalam Kitab Si Shu (Kitab Yang

Empat), versi Dwilingual dengan Tranliterasi Hanyu Pinyin oleh Team P3K Deroh Matakin (Jakarta: Matakin dan diperbanyak oleh Bidang Bimas Khonghucu PKUB Kemenag RI, 2016), h. 771-773.

Page 43: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

17

dilahirkan di Qi-zhou/Ki-ciu 岐周 dan wafat di Bi-ying/Piet Ting 畢郢. Dia

termasuk bangsa Yi Barat (西夷 seperti orang-orang di Asia Tengah).

Daerah-daerah itu satu sama lain terpisah ribuan li (里). Jarak waktunya

terpisah ribuan tahun, tetapi ketika mereka berhasil melaksanakan cita-citanya di dalam negara, haluannya ternyata begitu mirip seperti cap yang dibelah dua. Ternyata biar Nabi Purba maupun Nabi yang lebih kemudian (Xian Sheng, Hou Sheng/Sian Sing Ho Sing 先聖後聖 ),

haluannya serupa.” 10

Demikian pula dengan seorang sahabat Nabi Kongzi yang

sangat beliau hargai karena sangat paham dalam kebudayaan dan

Kitab-Kitab Suci dari para Nabi dan Raja Suci purba yakni

Tanzi/Yamcu 郯子, seorang bangsa Yi Selatan (南夷 seperti orang-

orang di Asia Tenggara).

2. Sekilas Perkembangan Agama Khonghucu di Kota

Manado

Interaksi perantau Tionghoa di Manado dimulai saat bangsa

Eropa datang ke tanah Minahasa dengan membawa pekerja orang

Tionghoa. Bangsa Portugis yang dipimpin Simao d’abreu tiba di

tanah Minahasa tahun 1523. Kemudian menyusul bangsa Spanyol

yang disebut orang Tasikela (Kastela) menginjakkan kakinya di

tanah Minahasa tahun 1530. Dari catatan sejarah, pemukiman orang

Tionghoa di Manado berawal pada tahun 1607 saat Gubernur

Maluku Admiral Mattelief de Jong mengirim sebuah Jung Cina untuk

membeli beras di tanah Minahasa.

Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1655 membuat

benteng kayu di Manado dan diberi nama Nederlanche Vasticheijt.

Tahun 1673 benteng dari kayu direnovasi dan diganti dengan

benteng yang terbuat dari beton dan diberi nama benteng Fort

Amsterdam. Di belakang benteng Fort Amsterdam dibangunlah

pemukiman bagi masyarakat Tionghoa dan diberi nama kampung

Cina.

10Kitab Meng Zi IV B:1, h.570.

Page 44: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

18

Di kawasan kampung Cina inilah dibangun Klenteng Ban

Hing Kiong Manado yang diperkirakan dibangun sekitar tahun 1700-

an & mengalami beberapa kali renovasi serta dicatat sejarah renovasi

bangunan semi permanen 1819. komunitas penduduk di kampung

Cina mayoritas beragama Khonghucu.

Beberapa artikel penulisan dari bangsa Eropa yang

menuliskan pengalamannya saat berkunjung ke kampung Cina

Manado. Diantaranya : N. Graafland (1850), Sidney John Hickson ahli

Zoologi dari Inggris (1889), H. Van Kol dalam bukunya “Uit once

Kolonien (Leiden, 1903) dan lain-lain.

Pekuburan Tionghoa pertama di Manado ini menurut catatan

sejarah berada di lokasi gunung Wenang sejak tahun 1825 yang

dikelola oleh badan hukum perkumpulan Khong Tjoe Sin Tong yang

didirikan tahun 1902, sebuah perkumpulan yang didirikan tokoh-

tokoh Tionghoa Manado yang berlandaskan ajaran Khonghucu.

Jejak sejarah umat Khonghucu di Manado sejak zaman

kolonial Belanda hingga kemerdekaan Republik Indonesia,

eksistensinya terus berlanjut baik di Klenteng Ban Hing Kiong

Manado hingga munculnya Klenteng-Klenteng lainnya. Demikian

pula adanya sekolah-sekolah Tionghoa di Manado.

Klenteng Ban Hing Kiong Manado pada tanggal 14 Maret

1970 mengalami peristiwa kebakaran. Pasca peristiwa tersebut

dimulailah pembangunan kembali Klenteng Ban Hing Kiong. Saat itu

seorang tokoh bernama Nyong Loho (Soei Swie Goan) menjabat

sebagai ketua Pembangunan Kelenteng Ban Hing Kiong sekaligus

sebagai ketua Kelenteng dan ketua perkumpulan Hap Tan. Demikian

diungkap Sejarawan Budayawan Js. Sofyan Jimmy Yosadi, SH. yang

juga seorang rohaniwan Khonghucu yang memiliki ribuan dokumen

ratusan tahun jejak Tionghoa di Sulawesi Utara.

Pada bulan Juni 1971, utusan Matakin Ws. J.T. Onglee

Kuswanto (Tan Ong Lee) dan Ws. Edi Buntoro (Kwee Boen Liang)

datang ke Manado untuk memberikan penerangan Agama

Khonghucu sekaligus menjajaki kemungkinan berdirinya Majelis

Page 45: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

19

Agama Khonghucu Indonesia (Makin) di Manado. Pada tahun 1972,

atas undangan pengurus Klenteng Ban Hing Kiong maka hadir Ws.

Suryo Hutomo (Ketua Umum Matakin saat itu) dan Ws. Junaedi

Abdurrahman untuk menghadiri perayaan Goan Siau. Sebenarnya

sejak tahun 1971 telah berdiri Makin Manado dengan tokoh-tokoh

pendiri antara lain Nyong Loho (Soei Swie Goan), A. Ch. Mandagie,

Tjao Tjip Tjong, Liem Sin Hong, Tjen Sian Goan, Auw Tian Un, Tjia

Goan Hoei, Je Lian Fong, Ong Pow Tjong, Thio Wei Leng, Loei Bun

Goan, Tang Ming San, Tjia Kae Tjen, Liem Kong Tjiep, dan lain-lain.

Namun secara resmi baru pada tahun 1972 Matakin mengeluarkan

Surat Keputusan tentang Makin Manado dengan Tanda Keanggotaan

No. 34/G/Mtk/Agg/VI/72, tertanda Ketua Umum Matakin Bs. Suryo

Hutomo dan penulis Ny. Tjhie Tjay Ing.

Kepengurusan Makin Manado ditetapkan pada tanggal 12

Maret 1972, sedangkan organisasi di bawah Makin Manado ada dua,

yakni pertama Wakin (Wanita Agama Khonghucu Indonesia)

Manado didirikan pada tanggal 29 Agustus 1972 dengan ketua

pertamanya Wietje Loho – Sondakh, dan yang kedua Pakin (Pemuda

Agama Khonghucu) Manado yang berdiri pada tanggal 16 Pebruari

1972 dengan ketua pertamanya Hanny Kilapong.11

Upacara-upacara cap go meh (十五暝, atau yuan xiao/goan

siau 元 宵 ) selalu diselenggarakan melalui lembaga Agama

Khonghucu, dimana saat itu seluruh Kelenteng-Kelenteng yang ada

seperti Kelenteng Ban Hing Kiong, Kelenteng Lo Cia, Kelenteng Kwan

Kong, Kelenteng Kwan Im Tong semuanya bernaung di bawah

Lembaga Makin Manado.12

Tahun 1975 Makin Manado mendirikan Yayasan Tripusaka

dan mendirikan Sekolah TK & SD Confucius. Tahun 1977 TK

Confucius mulai menggunakan ruangan yang ada di Rumah Abu Kong

11Sofyan Yosadi, Buku Kenangan Perayaan Hari Lahir Nabi Khongcu, h. 29. 12Sofyan Yosadi, Buku Kenangan Perayaan Hari Lahir Nabi Khongcu, h. 30.

Page 46: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

20

Tek Su, selanjutnya pindah ke lokasi Sekolah Garuda 13 yang

sekarang.

Makin, Wakin dan Pakin terus aktif melaksanakan kegiatan

ataupun ikut dalam aktivitas lintas agama seperti penyelenggaraan

MTQ Nasional tanggal 21 – 27 Juli 1977, Pakin Manado juga

menyelenggarakan tonil di gedung President Theater tahun 1978

yang dihadiri oleh Walikotamadya Manado Adolf Albert Pelealu, dan

juga terlibat pada acara Sidang Raya Dewan Gereja Indonesia (DGI)

di Tomohon tahun 1980, juga Sumbangan kepada Pemerintah untuk

Hari Kebaktian Sosial Nasional XXVII tahun 1988 melalui Kantor

Departemen Sosial Manado, selain itu Makin Manado juga ikut

berpartisipasi memberikan sumbangan dana kemanusiaan untuk

korban bencana alam yang terjadi di Timor Timur dan juga bantuan

kemanusiaan lainnya.14

Sekitar tahun 1983 menurut Sofyan, mulai dirasakan gejolak

pertentangan antara pimpinan organisasi Majelis, disebabkan

kebijakan-kebijakan pemerintah yang kurang memihak pada

lembaga agama Khonghucu. Banyak peraturan yang keluar dari

pemerintah saat itu terasa sangat diskriminatif, sehingga Kelenteng-

Kelenteng yang semula bernaung di bawah Lembaga Makin Manado,

mulai bernaung pada Organisasi Budha, terutama Lembaga Tempat

Ibadat Tri Dharma. Umatpun semakin dibuat terombang-ambing

dengan isyu ‘agama resmi, agama diakui’ yang mulai merasuk dan

menggoyahkan iman sebagian pemeluk agama Khonghucu. Apalagi

banyak umat ‘tradisional’ di Kelenteng-Kelenteng, lebih memilih

bersikap ‘acuh’ dengan status keagamaannya. Pengisian kolom KTP

pun turut berperan saat itu, pertentangan oknum-oknum pengurus

13 Tahun 1978 karena kebijakan pemerintah menyangkut kurikulum maka

Sekolah TK & SD Confucius diganti namanya menjadi Sekolah Garuda, Yayasan juga turut berganti nama menjadi Yayasan Garuda.

14 Sofyan Yosadi, Buku Kenangan Perayaan Hari Lahir Nabi Khongcu,, h. 32.

Page 47: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

21

semakin memojokkan pimpinan MAKIN Manado untuk bertahan

terus di Kelenteng Ban Hing Kiong.15

Tahun 1984 setelah terjadi pemindahan lokasi tempat ibadah

dan organisasi Makin Manado, yaitu dari Kelenteng Ban Hing Kiong

ke lokasi Sekolah Garuda maka sejak saat itu terjadilah masa-masa

sulit bagi kehidupan Agama Khonghucu di Manado, tetapi walaupun

demikian perkembangan Agama Khonghucu terus berkembang,

pergantian kepengurusan silih berganti setelah selesai masa bakti

sampai sekarang.16

Saat ini, Makin Manado dipimpin oleh seorang tokoh

perempuan Khonghucu bernama Diane Lontoh bermarga Ong. Diane

Lontoh adalah perempuan pertama Khonghucu yang menjadi ketua

Makin Manado setelah menggantikan ketua-ketua Makin Manado

sebelumnya yakni dimulai dari Alm. Xs. Nyong Loho (1972), Alm. Js.

Edward Hengky Thomas (1991), Fredy Nyong Kubertu / Tjia Kae

Tjen (2004), Js. Auw Sanny Tooy (2005), Js. Jemmy S. Wong (2012).

Lokasi penelitian terfokus di Kelenteng Kongzi Miao Makin

Manado yang beralamat di jalan D.I. Panjaitan No. 61 Lingkungan 2,

Kelurahan Calaca, Kecamatan Wenang kota Manado, tempat dimana

sebagian besar umat Khonghucu bersama keluarga beribadah pada

setiap hari Minggu pagi. Lokasi itu hanya berjarak sekitar 100 meter

dari Kelenteng kuno Ban Hing Kiong. 17 Ibadah yang dilakukan

umat di rumah ibadah Kelenteng Kongzi Miao Makin Manado berupa

bersembahyang dan berkebaktian secara bersama-sama.

Kebanyakan umat datang beribadah dengan keluarga. Apabila

15Wawancara dengan Sofyan Jimmy Yosady, tanggal 25 September 2018 jam

19.00 Wita di perumahan Citra Land Manado. 16Wawancara dengan Js. Sofyan Jimmy Yosady tanggal 25 September 2018 jam

19.00 Wita di Perumahan Citra Land, Regency II no.2 Manado tempat penulis bermukim selama berada di Manado. Js. Sofyan Jimmy Yosadi pernah menjabat sebagai Ketua Umum pada kepengurusan Pemuda Agama Khonghucu Indonesia (Pakin) manado masa bakti 1993 – april 1994, dan sekarang menjabat sebagai penasehat majelis agama khonghucu indonesia (Makin) manado.

17 Kelenteng Ban Hing Kiong berdiri sejak 1819 merupakan salah satu Kelenteng tertua di Indonesia yang terdapat di Pusat Kota Manado.

Page 48: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

22

membawa anak atau cucu yang masih kecil maka anak-anak tersebut

akan dipisahkan dalam suatu kegiatan Sekolah Minggu di ruangan

yang berbeda. Menurut informasi yang penulis dapatkan dari Js. Ritta

Lontoh, jumlah umat Khonghucu di Manado yang terlihat sering

mengikuti kebaktian di Litang Makin Manado berkisar dua ratusan.

Banyak umat Khonghucu yang bersembahyang di Kelenteng dan

Litang beragama Khonghucu tetapi KTP masih beragama non

Khonghucu karena pada zaman orde baru penganut agama

Khonghucu di pinggirkan sehingga banyak yang pindah ke agama

lain, dan ada yang walaupun tetap bersembahyang di Kelenteng

maupun Litang, namun KTP tidak diganti dengan alasan akan

menghabiskan waktu dan proses yang berbelit-belit.

Doa dipimpin oleh para petugas pimpinan sembahyang yang

terdiri atas seorang Zhuji (主祭, pemimpin doa), dan dua orang Peiji

(陪祭 , pendamping) yang memakai baju khusus seperti jubah

berwarna putih. Doa yang dipimpin oleh pimpinan dan pendamping

itu dimulai terlebih dahulu kepada Tian (天 , Tuhan YME) dengan

menghadap keluar rumah ibadah, dan dilanjutkan dengan

sembahyang ke hadapan altar Nabi Kongzi dengan penaikkan dupa

(xiang, hio 香)18 berwarna merah dan berjumlah tiga batang yang

diiringi dengan lagu Wei De Dong Tian (惟德動天 Hanya Kebajikan

Tian berkenan). Dalam ibadah itu semua umat juga dibagikan dupa

untuk bersembahyang bersama. Setelah sembahyang bersama

kemudian dilanjutkan dengan doa dan pembacaan ikrar ba cheng

zhen gui (八誠箴規, delapan keimanan) yang diikuti oleh seluruh

umat yang hadir. Selesai doa peserta upacara sembahyang

menyanyikan bersama lagu rohani, mendengarkan pembacaan ayat

Suci yang dibacakan oleh seorang pemandu, dilanjutkan kembali

18Dupa atau xiang (hio 香) berarti harum, yaitu bahan pembakar yang dapat

mengeluarkan asap yang berbau harum, Gunadi, Hubungan antara persepsi umat Khonghucu tentang pemujaan kepada leluhur, pemeliharaan abunya, dan keteguhan memeluk agama Khonghucu (Jakarta: Gerbang Kebajikan RU, 2018), h.55.

Page 49: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

23

dengan menyanyikan nyanyian rohani kemudian mendengarkan

khotbah agama yang disampaikan oleh seorang rohaniwan yang

mengenakan hong ling dai (紅領帶).19 Setelah selesai sesi khotbah

umat menyanyikan akhirnya kembali lagu rohani, mendengarkan

warta-warta, dan menyanyikan lagu rohani lagi sebelum ditutup

dengan doa penutup oleh ketiga petugas sembahyang. 20 Semua

upacara dipandu oleh seorang pemandu kebaktian (semacam MC),

dan saat menyanyikan lagu diiringi musik yang dimainkan oleh

seorang pemusik. Suasana terasa khidmad karena semua umat dapat

mengikuti dengan baik selama berkebaktian. Selama berada di

Manado penulis sempat mengikuti kebaktian sebanyak tiga kali dan

pada kunjungan pertama penulis diminta memberikan sharing

pengalaman semasa beraktivitas di Jakarta dan pada kunjungan

ketiga penulis diminta untuk membawakan khotbah atau uraian

agama. Dalam kebaktian saat itu umat yang hadir berjumlah sekitar

delapan puluhan. Sebelum balik ke Jakarta penulis juga sempat

memimpin upacara sembahyang chang (嘗) di saat zhong qiu (中秋)

di Kelenteng Kongzi Miao, Makin Manado. Sembahyang chang (嘗) di

saat zhong qiu (中秋) ini merupakan ajaran yang harus dilaksanakan

umat Khonghucu.

Sejak tahun 2018, atas saran Js. Sofyan Jimmy Yosadi, S.H.,

sebagai badan pengurus ketua bidang hukum MATAKIN pusat,

mengingat situasi kondisi yang berkembang di seluruh Indonesia

berkaitan dengan status rumah ibadat Kelenteng maka Litang

Gerbang Kebajikan berganti nama menjadi Kelenteng Kongzi Miao

Manado sebagai “benteng” umat Khonghucu Manado. Kelenteng

(nama sebenarnya miao/bio) hanya ada dalam kitab suci agama

Khonghucu maka perubahan tersebut adalah sebuah keniscayaan.21

19Hong Ling Dai: semacam selendang, sebagai pelengkap jubah rohaniwan

agama Khonghucu. 20Penulis mengikuti kebaktian bersama di Makin Manado tanggal 02 Sept 2018

jam 10.00 Wita sampai selesai jam 11.30 Wita. 21Wawancara dengan Sofyan Jimmy.

Page 50: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

24

Sebelum berganti nama menjadi Kelenteng Kongzi Miao

nama rumah ibadah Khonghucu sebelumnya adalah Litang Gerbang

Kebajikan. Frasa li tang (lee tong, 禮堂) terdiri dari kata li (lee 禮):

kesusilaan, peraturan, hukum, upacara dan tang (tong 禮): tempat,

ruangan, bangunan. Jadi li tang (lee tong, 禮堂) adalah tempat atau

ruang untuk belajar kesusilaan, tata ibadah, untuk memperdalam

pemahaman kitab suci, dan lain-lain.

Di li tang yang sekarang telah menjadi Kelenteng Kongzi

Miao, selain ibadah umum pada ruangan yang lain ada juga

disediakan ruangan untuk Sekolah Minggu yang diasuh oleh Pemuda

Agama Khonghucu Indonesia (Pakin) Manado.

Menurut wawancara dengan Js. Ritta Lontoh 22 , li tang di

Manado berganti nama menjadi “Kelenteng Kongzi Miao” belum lama

ini yaitu sebelum acara Sahur Bersama dengan Ibu Shinta Nuriyah

Wahid sekitar bulan Juni 2018. Hanya sayang pas acara Sahur, Ibu

Shinta dan teamnya berhalangan hadir.

Nama Kelenteng Kongzi Miao yang sebelumnya adalah

“Gerbang Kebajikan”, mempunyai makna yaitu: “Gerbang” = Pintu,

sedangkan Kebajikan diambil dari Keimanan Agama Khonghucu

yaitu ba de (八德)atau Delapan Kebajikan. Maksudnya adalah sebagai

manusia kita harus menjalankan Delapan Kebajikan yang terdiri dari

:

1. Xiao (孝 ) - laku bakti; yaitu berbakti kepada orangtua,

leluhur, dan guru.

2. Ti (悌) - rendah hati; yaitu sikap kasih sayang antar saudara,

yang lebih muda menghormati yang tua dan yang tua

membimbing yang muda.

3. Zhong (忠) - setia; yaitu kesetiaan terhadap atasan, teman,

kerabat, dan negara.

22Js. Ritta Lontoh adalah Ketua Koordinator Peribadahan di Kelenteng Kongzi

Miao Manado.

Page 51: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

25

4. Xin (信)- dapat dipercaya

5. Li (禮)- susila; yaitu sopan santun dahn bersusila.

6. Yi (義)- bijaksana; yaitu berpegang teguh pada kebenaran.

7. Lian (廉恥)- suci hati; yaitu sifat hidup yang sederhana, selalu

menjaga kesucian, dan tidak menyeleweng/ menyimpang.

8. Chi (恥) - tahu malu; yaitu sikap mawas diri dan malu jika

melanggar etika dan budi pekerti.23

Gerbang Kebajikan telah berubah menjadi Kongzi Miao, hal ini

juga disebabkan karena di dalam li tang selain ada arca Nabi Kongzi

juga sudah ada arca shen ming (神明) Guanyin Niang Niang (Kwan

Iem Nionio 觀音娘娘) dan Guan Gong (Kwan Kong 關公). Dengan

adanya penambahan dua arca shen ming (神明) 24 itu umat yang

biasanya hanya bersembahyang kepada Nabi Kongzi juga dapat

sembahyang kepada Guanyin Niang Niang (觀音娘娘) dan Guan Gong

(關公) di satu tempat. Menurut Js. Sofyan Jimmy Yosadi ide untuk

menambahkan shen ming bermula saat beliau mengikuti

Musyawarah Besar Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa di

Jakarta bulan Pebruari 2018, karena banyak orang berpikir bahwa

Kelenteng itu rumah ibadah agama Budha, sementara li tang itu

merupakan bagian dari Kelenteng25.

Setiap minggu umat yang datang berkebaktian berkisar enam

puluhan sampai seratus dan terdiri dari kaum bapak dan kaum ibu.

Ada juga remaja dan dewasa yang tergabung dalam kegiatan Pemuda

23Mulyadi Liang, Mengenal Agama Khonghucu dan apa itu agama Khonghucu

(Depok: Yayasan Makin Harmoni Kehidupan, 2015), 53—54. 24KIK Khonghucu menjelaskan shén míng (神明) ‘roh yang gemilang’; arwah

(roh) suci atau malaikat yang menjadi salah satu (di samping terhadap Tuhan, leluhur dan Nabi Kŏngzĭ) tujuan persembahyangan umat Khonghucu sekaligus juga menjadi teladan atau panutan perilaku bagi umat; lihat Lihat Tanuwibowo, Tjhie dkk., Kamus Istilah Keagamaan Khonghucu, dalam Kamus Istilah Keagamaan (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Khonghucu) Cet-1. ISBN 978-602-8766-97-5. (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2014), h. 570.

25Wawancara dengan Js. Sofyan Yosady tanggal 25 September 2018.

Page 52: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

26

Agama Khonghucu Indonesia (Pakin), serta juga Kebaktian Sekolah

Minggu yang diasuh oleh Pemuda Agama Khonghucu Manado.

Di dalam kehidupan keagamaan umat Khonghucu terdapat

para Rohaniwan yang berfungsi sebagai pemimpin umat, yang

bertugas memberikan uraian agama, pembinaan umat maupun

pelayanan umat, baik itu pelayanan suka maupun duka. Tingkatan

rohaniwan dalam agama Khonghucu Indonesia adalah Jiao Sheng (教

生) sama dengan Penebar Agama, Wen Shi (文士) sama dengan Guru

Agama, dan Xue Shi (學師) sama dengan Pendeta. Rohaniwan dalam

agama Khonghucu Indonesia juga menikah dan mempunyai

keluarga, sama seperti umat yang lain.

B. Upacara Perkabungan

1. Pengertian Upacara

Upacara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah:

Rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan

tertentu menurut adat atau agama.26 Fenomena dari agama adalah

sikap, tindakan dan kata-kata.27

Ritual disebut juga dengan ritus. Ritual atau ritus dilakukan

dengan tujuan untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang banyak

dari suatu pekerjaan. Seperti upacara menolak bala dan upacara

karena perubahan atau siklus dalam kehidupan manusia seperti

kelahiran, pernikahan dan kematian. 28 Sedangkan menurut Victor

Turner, seorang ahli antropologi sosial, ritus-ritus yang diadakan

oleh suatu masyarakat merupakan penampakan dari keyakinan

religius. Ritus-ritus yang dilakukan itu mendorong orang-orang

26DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), h.

1250 . 27Dhavamony, Fenomenologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 184-185. 28Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2007), h. 95.

Page 53: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

27

untuk melakukan dan mentaati tatanan sosial tertentu yang telah

ditetapkan dan dijalankan oleh suatu kelompok umat beragama.29

Ritual secara etimologi adalah suatu perayaan, serangkaian

tindakan yang dilakukan menurut kebiasaan atau keagamaan yang

menandai kesucian suatu peristiwa.30 Sedangkan secara istilah ritual

merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan keramat

yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama, yang ditandai

dengan adanya berbagai macam unsur dan komponen, yaitu adanya

waktu, tempat-tempat dimana upacara dilakukan, alat-alat dalam

upacara, serta orang-orang yang menjalankan upacara.31

Ritus yang berhubungan dengan ‘perpindahan’ orang menuju

‘status baru’ seperti kematian terdiri dari tiga tahap, yaitu adanya

tahap perpisahan dimana individu dipisahkan dari suatu tempat

(seperti mempersiapkan didoakan dalam suatu upacara kematian

yaitu disucikan untuk memasuki tahap terakhir, dan tahap terakhir

ialah penggabungan yang secara resmi ditempatkan pada status baru

(seperti dimakamkan).32

Upacara kematian merupakan suatu upacara yang sangat

penting dan sakral dalam kehidupan setiap orang yang beragama.

Suatu hal yang wajib dilakukan oleh umat yang beriman. Tanggung

jawab dalam melaksanakan upacara ritual bukan hanya ditujukan

kepada yang meninggal, mendoakan agar arwahnya dapat damai

tenteram dan terang jalannya untuk kembali kepada Tuhan Sang

Khalik, melainkan juga keluarga memohon kekuatan dari Tuhan agar

dapat menjalani peristiwa duka dengan baik hingga dapat menjalani

29 Y.W. Wartajaya Winangun, Masyarakat Bebas Struktur, Liminitas dan

Komunitas Menurut Victor Turner (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h. 11. 30Hasan Salidi, Ensiklopedia Indonesia, Jilid VI (Jakarta: Ikhtiar Van Houve,tt),

h. 3718. 31Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial ( Jakarta: Dian Rakyat,

1985), h. 56. 32Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama (Yogyakarta: Kanisius. 1995),

h.179.

Page 54: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

28

kehidupan dengan sebaik-baiknya terlebih dapat melanjutkan cita-

cita mulia almarhum dengan berbuat banyak Kebajikan.

Kematian merupakan suatu keniscayaan dimana setiap

manusia pasti akan meninggal. Dalam setiap agama diyakini bahwa

kehidupan setelah mati itu ada. Seperti halnya Islam meyakini

kehidupan setelah mati sebagai bentuk pertanggung-jawaban ketika

hidup di dunia. Demikian pula dengan Agama Khonghucu yang

meyakini bahwa kematian itu sebenarnya adalah perjalanan kembali

kepada Tian 天 , Sang Maha Pencipta. Tidak ada seorangpun yang

mampu mengelakkan kematian. Setiap kelahiran dalam perjalanan

kehidupan pastilah berujung dengan kematian. Ini sudah menjadi

Hukum Tian ( 天 )dan tidak ada seorangpun yang tidak dapat

menerimanya. “Mati hidup adalah Firman, kaya mulia adalah pada

Tuhan Yang Maha Esa...”33

Dalam Agama Khonghucu, manusia dituntun agar terhadap

orang yang hidup maupun yang sudah meninggal semuanya

diperlakukan dengan kesusilaan. Berdasarkan Kitab Kesusilaan (Li

Ji/Lee Ki 禮 記 ) ketika orang tua meninggal dunia dilakukan

perkabungan, dan dalam perkabungan itu diselenggarakan pula

sembahyang untuk menghormati dan memperingatinya. Zengzi

(Cingcu, 曾子) berkata: “Hati-hatilah saat orang tua meninggal dunia

dan janganlah lupa memperingati sekalipun telah jauh. Dengan

demikian rakyat akan kembali tebal Kebajikannya”. 34 Ritual

perkabungan dalam Agama Khonghucu menjadi bagian yang tidak

terpisahkan karena memiliki nilai kesakralan.

Senada dengan ritual perkabungan menurut

Koentjaraningrat35 pengertian upacara ritual atau ceremony adalah

sistem aktifitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau

33Kitab Sabda Suci Jilid XII:5, h. 218. 34Kitab Sabda Suci Jilid I: 9, h. 91. 35Koentjoroninggrat bergelar M.A di bidang Antropologi dari Yale Univesity A.S

tahun 1956, dan Doktor Antropologi dari Univesitas Indonesia tahun 1958.

Page 55: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

29

hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan

berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam

masyarakat yang bersangkutan.36

Ritual disebut juga dengan ritus. Ritual atau ritus dilakukan

dengan tujuan untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang banyak

dari suatu pekerjaan. Seperti upacara menolak bala dan upacara

karena perubahan atau siklus dalam kehidupan manusia seperti

kelahiran, pernikahan dan kematian.37

Kematian merupakan terpisahnya roh dengan jasad. Secara

fisik tulang belulang dan daging terpisah satu sama lain. Dalam waktu

yang cukup lama tulang belulang dan daging tersebut hancur

menjadi tanah. Sedangkan secara sosial, kematian merupakan

terhentinya anggota badan dari bekerja. Terpisahnya keluarga,

tetangga, dan masyarakat. Perpindahan dari bangunan istana

menuju kubur, pergeseran dari gerak menuju diam, dan perpindahan

dari dunia menuju akhirat.38 Sedangkan menurut R. Hertz seorang

antropolog Perancis, kematian itu merupakan suatu proses peralihan

kedudukan sosial di dunia ke kedudukan sosial di dunia makhluk

halus.

Jadi ritual kematian merupakan serangkaian perbuatan

keramat yang dilakukan oleh pemeluk agama sebagai tanda

peralihan kedudukan di dunia menuju ke akhirat. Sedangkan

menurut Hertz ritual kematian merupakan ritual yang selalu

dilakukan manusia dalam rangka adat istiadat dan struktur sosial

dari masyarakatnya yang berwujud sebagai gagasan kolektif.39

Upacara kematian mengalami perkembangan seiring dengan

berkembangnya pemikiran pemeluknya dan menjadi suatu

kebudayaan atau kebiasaan yang harus dilakukan oleh setiap

36Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, h.190. 37Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, h. 95. 38 Perihal Kematian Dan Rokh Menurut Pikiran Konfuciani (Solo: Matakin ,

1996), h. 93. 39Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 92.

Page 56: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

30

pemeluknya. Seperti yang dijelaskan oleh Edward B. Tylor bahwa

kebudayaan adalah keseluruhan dari hasil manusia yang hidup

bermasyarakat berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama manusia

sebagai anggota masyarakat yang meliputi pengetahuan,

kepercayaan, kesenian, hukum, moral, adat dan berbagai

kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai

anggota masyarakat.40

Berkaitan dengan konsep kematian K.H. Jalaluddin Rahmat41

dalam bukunya “Memaknai Kematian”, mengatakan bahwa

“kematian adalah sebagai proses penyucian terhadap dosa-dosa yang

tidak bisa kita bersihkan sepanjang hidup kita” 42 Maksud yang

terkandung di dalamnya menurut Jalaluddin Rahmat adalah dengan

adanya kematian tersebut manusia akan kembali lagi pada proses

pensucian, ketika manusia meninggal dunia dosa-dosa manusia

belum terhapuskan di dunia, baik oleh taubat maupun musibah,

hanya dari kasih sayang Allah Swt. maka dilakukan lagi proses

pembersihan. Hanya saja proses pembersihan itu tidak lagi berasal

dari amal manusia, karena setelah manusia meninggal, segala amal

ibadah di dunia sudah terputus.

Kematian bukanlah akhir dari kehidupan, pertama makna

kematian adalah proses membersihan sedangkan yang kedua,

kematian adalah kehidupan sementara. Apa yang disebut barzah?

Barzah adalah sebuah perjalanan hidup yang kedua setelah

perjalanan kita hidup di dunia. Oleh karena itu, kematian itu bukan

akhir dari kehidupan. Kematian adalah permulaan kehidupan

episode yang kedua. Sebelumnya kita hidup di alam arwah,

40Sugeng Pujileksono, Petualangan Antropologi (Malang: UMM Press, 2006), h.

20. 41 K.H. Jalaluddin Rahmat, lahir di Bandung pada tanggal 29 Agustus 1949.

Berasal dari keluarga terdidik terutama dalam bidang agama Islam. Jalaluddin Rahmat pernah mengatakan, Saya dilahirkan dalam keluarga Nahdiyyin (orang-orang NU).

42 K.H. Jalaluddin Rahmat, Memaknai Kematian (Bandung: Pustaka II Man, 2006), h.15.

Page 57: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

31

berpindah ke alam rahim ibu, kemudian hidup di dunia ini. Di dunia

ini sebenarnya kita mengalami beberapa kali kehidupan. Dari bayi,

anak kecil, remaja hingga dewasa. Menurut Jalaluddin Rahmat kita

adalah makhluk baru. Seluruh sel-sel yang lama diganti dengan sel-

sel yang baru. Sel-sel kita berubah tanpa kita sadari. Pendeknya kita

mengalami beberapa kali kehidupan. Pertama, kehidupan kita di

dunia. Kedua, kehidupan di alam barzah. Dan ketiga kehidupan di

akhirat.43

Menurut pandangan Agama Islam, Sesungguhnya Allah Swt.

Yang Maha Suci dan Maha Tinggi telah menciptakan manusia untuk

senantiasa langgeng (baqa’), bukan untuk rusak (fana’). Mereka

hanya berpindah dari satu tempat tinggal menuju tempat tinggal

lainnya.44

Hertz juga menjelaskan ada persamaan antara upacara

kematian dengan kelahiran dan perkawinan, yaitu sama-sama

upacara peralihan. Pada upacara kematian seseorang beralih dari

alam hidup ke alam ghaib. Dalam upacara kelahiran seseorang dari

alam ghaib ke alam hidup. Sedangkan upacara perkawinan adalah

peralihan dari masa lajang ke masa berumah tangga. Kesamaaan

peralihan ini dinamakan dengan rites de passage.45

Mengenai upacara kematian atau berkabung, Fung Yu-Lan,

seorang profesor filsafat di Universitas Tsinghua, mengatakan bahwa

yang terpenting bagi penganut Khonghucu dalam upacara kematian

adalah upacara berkabung serta upacara penyajian korban terutama

bagi para leluhur.46

43K.H. Jalaluddin Rahmat, Memaknai Kematian, h. 26. 44Imam Zainuddin Ibnu Rajab al-Baghdadi, Alam Barzakh dan Perjalanan Roh

Setelah Kematian (Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2004), h. 26. 45Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia., h. 157. 46Fung Yu-Lan, A Short History of Chinesse Philosophy (New York: The Free

Press, 1948), h. 148.

Page 58: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

32

Sejalan dengan hal di atas, menurut Ridwan Lubis47, sebagai

sebuah agama modern, maka kehadiran agama atau fitrah tidak

sekedar berada pada tataran normatif belaka yang terkungkung di

bilik-bilik ruang penyembahan, tetapi ia kemudian berinteraksi

dengan realitas kehidupan sosial.48

Menurut Marcel Mauss dalam bukunya The Gift Forms and

Functions Exchange in Archaic Societies, sebagaimana yang dikutip

oleh M. Ikhsan Tanggok dalam bukunya berjudul Agama Dan

Kebudayaan Orang Hakka Di Singkawang, menyatakan bahwa tidak

ada kegiatan yang dilakukan oleh manusia yang bebas dari pamrih,

semuanya dilakukan dengan mengharapkan balasan dari apa yang

mereka berikan kepada orang lain (1992:146-147). Pendapat Mauss

ini juga diikuti dan didukung oleh Sahlins, yang menyatakan bahwa

pertukaran sepenuhnya (tanpa pamrih) akan mengakibatkan

habisnya kewajiban yang satu terhadap yang lain untuk saling

memberi hadiah secara timbal balik. Tukar menukar pemberian

prestasi yang terjadi antara manusia dengan manusia atau antara

manusia dengan roh orang yang sudah meninggal atau antara

anggota keluarga yang masih hidup dengan roh-roh leluhur mereka

terwujud dalam bentuk upacara.49

Pendapat Mauss berbeda dengan Bratayana Ongkowijaya, S.E.,

XDS., dalam pengantar cheng xin zhi zhi (誠信旨 keyakinan iman),

bahwa Tian (天) sebagai Khalik semesta, awal dan akhir dari segala

(zhong shi 終始) mempunyai cara Dia menyelenggarakan itu semua,

inilah Jalan Suci-Nya. Dan semua itu ada dalam kuasa-Nya, inilah

Hukum Suci-Nya. Bahwa dalam penjadian manusia, dalam hidupnya

47Ridwan Lubis adalah Guru Besar Pemikiran Islam pada Fakultas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah. 48H.M. Ridwan Lubis, Agama dan Perdamaian, Landasan, Tujuan, dan Realitas

Kehidupan Beragama di Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama anggota IKAPI, 2017), h.8.

49M. Ikhsan Tanggok, Agama dan Kebudayaan Orang Hakka di Singkawang, Memuja Leluhur dan Menanti Datangnya Rezeki (Jakarta: Buku Kompas, 2017), h. 6-7.

Page 59: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

33

di dunia ini, yang diawali dengan kelahiran dan diakhiri dengan

kematian, ada suatu kodrat yang harus digenapi, Firman Tian (天)

yang menjadi kewajiban suci manusia untuk melaksanakan, inilah

Jalan Suci manusia yang ditetapkan-Nya.50 Bratayana berpendapat

bahwa persembahyangan kepada leluhur sudah sewajarnya

dijalankan oleh keturunannya, tidak ada pemikiran untuk pamrih

melainkan dijalankan dengan penuh ketulusan karena itu sudah

menjadi kewajiban manusia yang hidup. Selanjutnya Bratayana

dalam tulisannya menyatakan, Ada suatu keyakinan, bahwa Jalan

Suci Tian (天) itulah awal dan juga akhir dari segala; demikian hidup

manusia juga ada di dalamnya. Tanpa Jalan Suci Tian (天) segalanya

tak ada! Dan tanpa berusaha memperolehnya, suatupun tiada dalam

hidup manusia. Inilah mengapa keyakinan akan kebenaran ini,

kesungguhan dalam amal perbuatan yang berkiprah di dalamnya,

ketulusan untuk hidup di Jalan Suci menjadi sesuatu yang mutlak bila

manusia ingin memperoleh Rahmat, Berkah, Karunia-Nya. Itu semua

menjadi kodrat manusia, misi suci dari penjadiannya, kehendak-Nya

atas manusia. Hal ini menjadi panggilan Ilahi agar umat manusia

menunaikan baktinya. Dengan ini manusia berasal, dengan ini pula

manusia kembali kepada-Nya.51

Dalam kitab Zhong Yong ( 中 庸 , Tengah Sempurna

disebutkan. “Iman itu harus disempurnakan sendiri; dan Jalan Suci

itu harus dijalani sendiri pula.”52 Ayat tersebut menjadi suatu seruan

agamis bagi umat Khonghucu untuk tidak lupa akan Tian (天), akan

misi suci hidupnya, akan causa prima dan finalis causa dari segala!

50Bratayana Ongkowijaya, S.E., XDS dalam makalah pengantar Cheng xin zhi zhi

/keyakinan iman (Solo:Tanpa penerbit,, 2015), h. 4. 51 Bratayana Ongkowijaya, Cheng xin zhi zhi,(Solo: tanpa penerbit, tanpa

tahun), h. 4. 52 Zhong Yong/Tengah Sempurna XXIV,1 dalam Kitab Si Shu (Kitab Yang

Empat), versi Dwilingual dengan Tranliterasi Hanyu Pinyin oleh Team P3K Deroh Matakin (Jakarta: Matakin dan diperbanyak oleh Bidang Bimas Khonghucu PKUB Kemenag RI, 2016), h. 69.

Page 60: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

34

Dan sungguh, hanya keyakinan/kesungguhan/ketulusan lah yang

memungkinkan ini ada pada diri manusia (untuk memperolehnya).

Victor Turner dalam tulisan M. Ikhsan Tanggok juga melihat

adanya hubungan yang erat antara li (禮) dan ren (仁) dalam ajaran

Konfusius. Jika li (禮 ) diartikan sebagai upacara, maka ren (仁 )

diartikan sebagai cinta kasih, kebaikan, kemanusiaan, hubungan

antara manusia dan manusia, dan solidaritas atau rasa kebersamaan

ren (仁) dapat juga dilihat sebagai rasa kemanusiaan atau sebagai

ungkapan sosial dalam komunitas tanpa struktur, sedangkan li (禮,

upacara atau sopan santun) dapat dilihat sebagai struktur (lihat

Turner, 1974: 284) 53 Apa yang dikatakan Turner mengenai

hubungan li (禮) dan ren (仁) juga erat kaitannya dengan pendapat

Mc-Creery (dalam Scupin, 2000: 286) dan Clarke (2000: 275)

mengenai hubungan perasaan xiao (孝 ) atau bakti seorang anak

terhadap orang tua yang masih hidup dan yang sudah meninggal

menurut konsep li (禮) yang terdapat dalam ajaran Konfusius. Dalam

ajaran Konfusius (kitab Si Shu, 四書) dapat dijumpai keterangan

bahwa ketika Konfusius ditanya oleh muridnya tentang kesalehan

(filial piety, xiao 孝) atau bakti, beliau menjawab, “Orang tua ketika

mereka masih hidup layanilah (peliharalah) mereka sesuai dengan li

(禮) ; ketika mereka meninggal, kuburkanlah mereka sesuai dengan

li (禮) ; dan berikan sesembahan (makan atau kurban) dan yang

lainnya sesuai dengan li (禮) .” Dalam arti yang sederhana li (禮)

dapat dimaknai sebagai “ritual” atau “upacara”, dalam arti yang lebih

luas adalah “sopan santun” sesuai dengan tingkah laku yang

sebenarnya seperti yang terjadi dalam upacara-upacara pemujaan

leluhur dalam keluarga dan masyarakat Tiongkok, baik di Tiongkok

maupun di luar Tiongkok. Melaksanakan li (禮) (upacara) berarti

melakukan xiao (孝 bakti), dan tidak melaksanakan li (禮) berarti

53Tanggok, Agama dan Kebudayaan Orang Hakka, h. 9.

Page 61: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

35

tidak melaksanakan xiao (孝) terhadap leluhur atau bu xiao (不孝).

Arti yang lebih luas dari bu xiao (不孝 Mandarin, atau berbunyi put

hauw dalam dialek Hokian) adalah berdosa atau bersalah kepada

orang tua atau leluhur mereka yang sudah meninggal.54

Sebenarnya agama menjadi faktor penentu dalam kehidupan

manusia karena melalui agama dapat memberikan jawaban

terhadap persoalan yang selalu dihadapi manusia, yaitu karena

ketidaktahuan dan ketidakmampuan manusia dalam menghadapi

kejadian seperti kelahiran, kesakitan, kematian, bencana alam, dan

lain-lain.

Ajaran Agama membimbing manusia menyadari akan makna

hidup dan tujuannya. Memberikan manusia Tempat Hentian, yang

membawakan ketetapan tujuan, ketentraman hati, kesentosaan

batin sehingga dapat berpikir benar dan mencapai tujuan.

Membimbing manusia meneliti hakikat tiap perkara, mencukupkan

pengetahuan, mengimankan tekad, meluruskan hati, membina diri,

membereskan rumah tangga, mengabdi kepada masyarakat, negara

dan dunia sebagai pernyataan Satya dan Baktinya kepada Tuhan

Yang Maha Esa.55 Inilah yang dimaksud Nabi Kong Zi di dalam Sabda

Suci XVI, “Seorang jun zi (kun cu, 君子 atau susilawan) memuliakan

tiga hal, memuliakan Firman Tuhan Yang Maha Esa, memuliakan

orang-orang besar dan memuliakan sabda para Nabi.”

Di dalam kehidupan beragama, kita dituntut pengabdian

seutuhnya, sepenuh hidup, dalam seluruh aspek Kebajikan, di dalam

seluruh perilaku di dalam Cinta Kasih, menjunjung

Kebenaran/Keadilan/Kepantasan, di dalam Kesusilaan dan

peribadahan, maupun dalam perbuatan yang wajib didukung oleh

kecerdasan dan kebijaksanaan, semuanya itu adalah Jalan Suci

manusia yang wajib dilaksanakan dan tidak dapat dilepaskan dari

Jalan Suci Tuhan Yang Maha Esa. Dengan melaksanakan Jalan Suci

54Tanggok, Agama dan Kebudayaan Orang Hakka, h. 9-10. 55Tjay Ing, Selayang Pandang, h. 7.

Page 62: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

36

Manusia yang dibimbingkan Agama, dengan rida Tuhan Yang Maha

Esa akan diperoleh hidup damai dan sentosa dalam hidup pribadi,

keluarga, masyarakat, negara, dunia maupun akhirat.56

Demikianlah seorang jun zi (kun cu, 君子 manusia paripurna),

di dalam hidup ini dapat damai, rukun dengan sesamanya, bila tiba

saat pulang ke haribaan Tian 天, boleh damai tenteram menghadap-

Nya. Nabi Kongzi bersabda, “ Yang Bijaksana tidak dilamun bimbang,

Yang Berperi Cinta Kasih tidak merasakan susah payah, dan yang

berani tidak dirundung ketakutan.”57

2. Tujuan Upacara Kematian

Tujuan upacara kematian menurut Agama Khonghucu

adalah:

a. Untuk mendoakan kepada yang meninggal dunia agar arwahnya

dapat beristirahat dalam damai dan rohnya mendapat jalan

terang untuk kembali ke haribaan Kebajikan Tian 天.

b. Memberikan penghiburan agar keluarga yang ditinggalkan

mendapatkan kekuatan, ketabahan untuk menerima Firman Tian

( 天 )sehingga keluarga yang ditinggalkan dapat meneruskan

cita-cita mulia almarhum.

c. Menunjukkan rasa bakti anak kepada orang tua.

Di dalam kitab Zhongyong (Tiong Yong, 中庸 ) XVIII:5

disebutkan: “Adapun yang dinamai berbakti ialah dapat baik-baik melanjutkan cita-cita mulia dan dapat baik-baik meneruskan pekerjaan mulia manusia/orang tuanya”. “Dengan demikian dapat memberi kedudukan kepada leluhur dan menjalankan upacara. Kemudian ditabuh musik leluhur, melayani kepada yang telah mangkat sebagai melayani yang masih hidup, melayani kepada yang sudah tiada sebagai melayani kepada yang masih ada. Demikianlah Laku Bakti yang sempurna.”58

56Tjay Ing, Selayang Pandang, h. 8. 57Kitab Sabda Suci Jilid IX: 29, h. 182.

58Kitab Zhong Yong (Tiong Yong/Tengah Sempurna) Bab XVIII:5, h. 56..

Page 63: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

37

Apabila dilihat dari fenomena kebudayaan, tujuan upacara

kematian adalah pewarisan nilai-nilai atau norma-norma melalui

proses sosialisasi. Upacara ini merupakan serangkaian aktivitas yang

berorientasi pada penggunaan dan penghayatan pada simbol-simbol

dan memberikan kesadaran terhadap pendukung upacara mengenai

nilai-nilai budaya yang terkandung di dalam simbol-simbol tersebut.

Dengan demikian upacara kematian yang dilakukan secara berkala

maupun secara berulang-ulang merupakan wadah sosialisasi dan

keagamaan bagi masyarakat pendukung upacara.59

Upacara kematian dalam agama Khonghucu merupakan suatu

proses pengurusan jenazah dari awal kematian seseorang sampai

pada proses penguburannya, yang diikuti dengan berbagai upacara

penghormatan yang dilakukan oleh keluarga dan para umat

Khonghucu yang ikut dalam upacara tersebut.60

Pada zaman dahulu dikatakan, jenazah tidak dikuburkan

atau dimakamkan dengan benar, yang mati seolah menjadi barang

yang tidak berguna saja, apalagi tidak ada upacara penguburan.

Orang yang meninggal dibuang ke jurang atau ada yang

menguburkan tetapi tidak sewajarnya sehingga mudah digali oleh

binatang buas, sungguh memprihatinkan dan sangat tidak layak

untuk orang yang kita kasihi apabila diperlakukan sedemikian rupa.

Hal itu dapat dilihat dalam kitab Mengzi (Bing Cu, 孟子) III A, pasal 5

ayat 4 sebagai berikut:

“Pada zaman dahulu ada orang-orang yang tidak mengubur jenazah orang tuanya. Bila orang tuanya meninggal dunia, dipikulah jenazahnya dan dibuang di sebuah jurang. Lewat beberapa hari dilihatnya rubah dan kucing hutan memakan jenazah itu, lalat dan nyamuk mengerumuni dan menghisapnya. Maka bercucuranlah keringat dari dahi orang-orang itu, tidak tahan melihatnya. Mengalirnya keringat itu bukan bermaksud untuk diperlihatkan kepada orang lain, tetapi timbul dari lubuk hati dan nampak di muka serta di matanya. Mereka segera pulang mengambil keranjang dan cangkul untuk menimbuni jenazah itu. Kalau perbuatan

59M. Ikhsan Tanggok. Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu Di Indonesia

(Jakarta: Pelita Kebajikan, 2005), h.139. 60Tanggok. Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu, h. 135.

Page 64: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

38

penuh Iman ini benar, maka anak berbakti yang berperi Cinta Kasih, yang mengubur jenazah orang tuanya dengan cara sebaik-baiknya sesuai pula dengan Jalan Suci.61

Dalam Agama Khonghucu sudah dikenal upacara kematian dan

pemakaman sejak Nabi Shen Nong (Sien Long 神農, 2838 SM- 2698

SM). Manusia tentunya tidak menghendaki jika jenazah yang dikasihi

dicampakkan begitu saja, tidak diurus dengan baik pemakamannya.

Sekalipun sudah tidak bernyawa tetapi jasadnya tetap ada, dan

melaksanakan upacara pemakaman merupakan bagian dari

kesusilaan. Hormat kepada orang yang dikasihi merupakan bagian

dari kesusilaan. Hormat kepada orang yang dikasihi sepanjang

hidupnya, bahkan setelah melewati masa perkabungan, orang tetap

mendoakan di sepanjang hidup, bahkan setelah melewati masa

perkabungan orang tetap mendoakan leluhurnya agar senantiasa

damai, tenteram di alam xian tian/sian thian 先天

Sungguh tragis dan menyedihkan apabila mengubur yang

tidak sewajarnya, tentunya akan menimbulkan bau yang tidak enak.

Untuk menghilangkan tradisi buruk tersebut, Khonghucu melakukan

perubahan dalam penguburan mayat.62

Menurut Khonghucu, manusia itu adalah makhluk utama,

maka meski tubuhnya tidak bernapas lagi kita tetap harus

menghormatinya. Selanjutnya dia mengatakan, bahwa manusia itu

wajib mencintai sesamanya sebagai saudara; kecintaan sesama

manusia terjalin bagaikan tali yang menghubungkan satu dengan

yang lainnya. Setiap orang yang hidup pasti mempunyai hubungan

dengan yang mati, walaupun secara jasmani mereka sudah tiada,

tetapi secara rohani mereka masih ada. Kebanyakan manusia

hanyalah sekadar mewarisi pekerjaan dan harta dari yang meninggal

dunia, dan ini dianggap kurang baik. Yang baik menurut Khonghucu

61Kitab Meng Zi 孟子 III A:5,4, h. 503. 62Tanggok. Mengenal Lebih Dekat, h. 136.

Page 65: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

39

adalah membalas budi orang yang telah mati, menghormatinya dan

berbakti kepadanya sesuai dengan kemampuan kita.63 ”Ketika ibu Khonghucu meninggal dunia, ibunya dikuburkan untuk sementara waktu dan peti jenazah ibunya ditempatkan di jalan Wu Fu (Ngo Hu, 五父 ). Orang yang melihatnya semua menyangka telah

dimakamkan di situ. Tetapi sesungguhnya itu hanya menyemayamkan peti mati untuk kepentingan penyembahan. Ketika ibunya meninggal dunia, ibu dari Wan Fu (Bwan Hu 輓父 ) dari kota Zou (Coo, 陬 )

memberitahukan kepada Khonghucu tentang kuburan ayahnya yang sebenarnya. Karena ketika Khonghucu lahir ayahnya meninggal dunia dan dimakamkan di Fang Shan (Hong San, 防山), yang terletak di bagian

paling timur negeri Lu (di Shandong). Tetapi Khonghucu ragu atas kuburan ayahnya yang sebenarnya. Setelah ia tahu lokasi kuburan tersebut, Khonghucu segera memakamkan ibunya di dekat kuburan ayahnya di Fang Shan. Ia menguburkan ibunya dengan iring-iringan penghormatan ke gunung Fang Shan (Hong San, 防山), dan dikuburkan

disebelah kuburan ayahnya. Kuburan tersebut digali secara dalam dan diberi gundukan. Tradisi mengubur dengan bersebelahan tersebut sampai saat ini masih dilakukan oleh orang-orang Tionghoa peranakan. Di dalam satu gundukan makam yang sangat besar tersebut berisi dua jenazah. Setelah memakamkan ibunya, untuk kepentingan berkabung Khonghucu melepaskan jabatannya sebagai pemimpin dinas pertanian dan peternakan yang ia jabat sebelum ibunya meninggal dunia. Baru

setelah 27 bulan kemudian ia aktif kembali kepada jabatannya.”64

Semua yang dilakukan oleh Nabi Khongcu/Kongzi di atas

mendapat respon yang baik dari masyarakat Tionghoa, baik dahulu

maupun sekarang. Hal itu bisa dilihat bahwa ritual kematian yang

dilakukan oleh nabi Khonghucu tersebut masih tetap dilakukan oleh

umat Khonghucu sampai saat ini.65

3. Upacara Sembahyang Leluhur.

Upacara Sembahyang untuk leluhur diatur oleh Majelis

Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin ) dalam kitab Tata

63Tanggok. Mengenal Lebih Dekat, h. 136-137. 64Tanggok. Mengenal Lebih Dekat, h. 137. 65Yugi Yunardi, Pesan Moral Upacara Perkabungan Dalam Agama Khonghucu

(Studi kasus di Makin Cimanggis Depok) (Jakarta: Matakin Bagian Penerbitan, 2018 ), h.22.

Page 66: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

40

Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Khonghucu, SAK Th. XXVIII

No.4-566, yang diterbitkan oleh Matakin sebagai berikut :

Dilaksanakan di rumah masing-masing, yakni pada altar

keluarga yang disebut dengan istilah Xiang Wei (Hio We 香位

) atau di Bio Leluhur atau Zu Miao (Co Bio 祖廟).

Teh dan arak ataupun manisan masing-masing disediakan

Sejumlah dua, melambangkan sifat Yin/lem陰陽 dan Yang 陽

, sebagaimana juga hio yang digunakan 2 batang atau

kelipatannya.

Upacara sembahyang ini dapat dilakukan bersama atau

perseorangan.

Susunan altar :

Keterangan gambar :

A. Shen zhu (sien-ci, 神主) atau foto leluhur.

66 Tata Laksana Upacara Agama Khonghucu, SAK Th. XXVIII No.4-5 (Solo:

Matakin Bagian Penerbitan, 1984), h. 90.

Page 67: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

41

B. Xiang lu (hio lo, 香爐)

C. Cha liao (thee-liau, 茶料):

1. teh

2. arak dan

3. manisan

D. Nasi, sayur dll.

E. Jeruk

F. Pisang

G. Guigao (ku kue, 龜糕, kueku atau kue kura)

H. Hwat kue (發粿, kue keberkahan)

I. Wajik .

J. Zhu tai (cik-tai 燭臺 tempat lilin) ·

K. Zhuo wei (tuk-wi, 桌幃 tabir altar)

Catatan:

A. Shenzhu (sien-ci 神 主 ) atau foto leluhur kadang-kadang

diletakkan di dalam rumah-rumahan yang disebut kan (kham,

龕) atau shen zhu kan (sien-ci kham 神主龕).

B. Nasi, sayur sawi dll. terserah keinginan keluarga. Boleh lengkap

menurut tradisi, boleh sederhana, umpamanya sekedar

makanan yang disukai sang marhum.

Penjelasan :

1. Zhu zhuo (ciok-tuk, 祝桌 ) yaitu meja sembahyang yang

berbentuk empat persegi panjang bentuknya, dan lebih tinggi

dari meja di depannya. qi zhuo (ki-tuk, 祈桌 ) yaitu meja

sembahyang yang bujursangkar bentuknya dan lebih rendah

daripada ciok-tuk.

Bila altar leluhur hanya memakai satu meja saja, yaitu ki-tuk

saja, yang tingginya dibuat lebih tinggi sedikit daripada meja

makan biasa, maka penyusunan altar disesuaikan.

Page 68: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

42

2. Altar/meja sembahyang leluhur sebaiknya diletakkan di

bagian tengah rumah/tempat yang menghadap pintu keluar.

Hendaknya dirawat sepatutnya sebagai tempat suci; jangan

diletakkan di atasnya benda­benda yang tidak ada

hubungannya dengan peralatan upacara.

3. Perlengkapan sembahyang dapat ditambah sesuai kebiasaan

setempat, asalkan tidak bertentangan dengan maksud

penghormatan kepada leluhur. Sebaiknya di altar leluhur juga

diletakkan Kitab Suci Si Shu (Su Si, 四書) di dekat shen zhu

(sien-ci, 神主) atau foto leluhur.

4. Tempat kebaktian keluarga / leluhur ada dua jenis, yaitu:

a. Rumah Abu leluhur atau kelenteng leluhur (zu miao, co

bio, 祖廟), umumnya ditempat ini pada altar diletakkan

shen zhu (sien-ci, 神主) leluhur kaum.

b. Xiang wei (hio we 香位) yaitu tempat abu leluhur per

keluarga atau rumah tangga; pada umumnya pada altar ini

selain diletakkan shen zhu (sien-ci, 神主 ) kini banyak

digunakan foto leluhur yang dihormati67.

Catatan :

Rumah abu leluhur sekarang ada dua macam pula:

1. Rumah abu dari satu marga/satu kaum.

2. Rumah abu untuk leluhur umum.

5. Upacara kematian dibicarakan tersendiri. Tata cara

Pelaksanaan:

a. Lebih dahulu bersembahyang kepada Tuhan Yang Maha

Esa menghadap ke luar pintu/jendela, dengan dupa tiga

batang.

67Tanuwibowo, B.S. dkk., Kamus Istilah Keagamaan (Jakarta: Puslitbang Lektur

dan Khazanah Keagamaan Kemenag RI, 2014), h. 593.

Page 69: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

43

Sesudah dupa dinaikkan secara ding li (ting lee, 頂禮) dan

ditancapkan pada tempat dupa yang disediakan, lalu

bersikap bao xin ba de (pau siem pat tik, 抱心八德) dan

menaikkan doa, sebagai berikut : “...Ke hadirat Tian 天

yang Maha Besar, di tempat Yang Maha Tinggi, dengan

bimbingao Nabi Kongzi/Khongcu 孔 子 ,

dipermuliakanlah...”.

Diperkenan kiranya kami melakukan sujud sebagai

pernyataan bakti kepada leluhur kami. Kami berdoa

semoga Tuhan berkenan bagi para Arwah beliau itu selalu

di dalam Cahaya Kemuliaan Kebajikan Tian 天, sehingga

damai dari tenteram yang abadi boleh selalu padanya.

Shan Zai/Sian-cai 善哉 (diakhiri dengan sekali hormat

ding li (ting lee, 頂禮).

b. Selesai bersembahyang kepada Tian 天, kemudian menuju

ke Altar leluhur. Dupa dinyalakan dua atau empat batang

dan dinaikan 2 kali, lalu ditancapkan. Kemudian dengan

bersikap pau siem pat tik/bao xin ba de 抱心八德

memanjatkan doa: Ke hadapan leluhur (atau

nama/panggilan kita kepada beliau yang dihormati) yang

kami cinta·dan hormati, terimalah hormat dari bakti kami.

Segenap kasih dan teladan mulia yang telah kami terima,

akan tetap kami junjung dan lanjutkan serta kembangkan,

sebagaimana Nabi Kongzi/Khongcu 孔 子 telah

menyadarkan dan membimbing diri kami. Kami selalu

akan berusaha menjaga keharuman serta keluhuran nama

keluarga dan leluhur kami, tidak menodai dan

memalukan. Terimalah hormat dari bakti kami. Shan

Zai/Sian-cai 善哉.

Page 70: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

44

Catatan : Susunan kata dan doa tersebut ialah sebagai

petunjuk/contoh, tidak harus selalu itu atau selalu terikat

demikian itu, dapat disesuaikan menurut keperluan.68

Saat-saat sembahyang kepada leluhur :

a. Dian xiang (thiam hio, 點香 ) tanggal 1 dan 15 Iemlik;

dilaksanakan pada petang hari sebelumnya; dan pada tanggal

tersebut pagi dan sore hari. (semuanya tiga kali)

b. Sembahyang hari wafat leluhur (zuo ji, co-ki 做 忌 )

sembahyang): dilaksanakan pada saat mao shi (bau si, 卯時

antara jam 05.00 - 07.00). Sajian (bila memungkinkan)

lengkap,jangan dilupakan sayur sawi dan nasi putih.

c. Pada tutup tahun lama. : dilaksanakan pada siang hari (saat

wei shi, bi si, 未時) antara jam 13.00 - 15.00. Sajian lengkap.

d. Qing ming (ching bing, 清明 Sadranan), dilaksanakan di

makam atau di zhong ting (thiong ting, 塚亭 umum). Waktu :

bebas, sekitar 10 hari sebelum/sesudah 5 April. Sajian : boleh

lengkap.

e. Zhong yuan (tiong gwan,中元) atau zhong yang (tiong yang,中

陽) : dilaksanakan pada tanggal 15 bulan 7 Imlik, di altar

keluarga, pada saat wu shi (ngo si, 午 時 pukul, saat antara jam

11.00 s/d 13.00) Sajian: bo1eh lengkap.

f. Jing he ping (king hoo ping, 敬和平, Sembahyang bagi arwah

umum/arwah sahabat), untuk sembahyang ini dibuatkan

altar khusus, di halaman kelenteng atau di ruang khusus, atau

di rumah abu umum atau di zhong ting (thiong ting, 塚亭).

Sajian:lengkap.69

68Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Khonghucu, Seri Genta Suci

Konfician, SAK TH XXVIII No. 4-5 (Solo: Matakin , 1984), h. 90-92. 69Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Khonghucu, h. 92-93.

Page 71: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

45

4. Dasar Perkabungan

Dasar Perkabungan yang diatur oleh Majelis Tinggi Agama

Khonghucu Indonesia (Matakin ) adalah sebagaimana yang disusun

oleh team perumus khusus yang ditunjuk oleh Ka. Deroh Matakin

melalui surat Dewan Rohaniwan Matakin

No.038/DEROKH.MAT/III/07 tertanggal : Solo 20 Maret 2007

dengan Pimpinan Team Xs. Tjhie Tjay Ing bersama staff: Xs. Tjandra

R. Muljadi, Xs. Buanadjaja, Xs. T.M. Suhardja, Xs. Masari Saputra, Ws.

Setianda Tirtarasa, Ws. Setia Rachmat sebagai berikut :

Acuan & Landasan

a. Kematian (Duka) “Nabi Kongzi bersabda: ‘Seorang anak berbakti waktu kematian orangtua, tangisnya tidak meratap-ratap. Menjalankan upacara tidak berpura-pura. Kata-katanya tidak dibumbui. Mengenakan pakaian indah tidak merasa enak. Mendengar musik tidak merasa gembira. Tidak merasakan nikmatnya makanan enak. Demikian rasa duka-citanya. Setelah tiga hari, baru makan seperti lazimnya, ini mendidik rakyat tidak karena kematian, membahayakan kehidupannya. Dan peristiwa duka itu tidak merusakkan Watak Sejatinya. Demikianlah hukum para Nabi itu. Melakukan kabung tidak lewat tiga tahun agar rakyat mengerti batas. Peti dalam dan peti luar disiapkan. Setelah jenazah dikenakan pakaian mati serta selimutnya, lalu dimasukkan ke dalam peti mati. Setelah disiapkan peralatan sembahyang serta sajiannya, lalu dilakukan upacara sembahyang dengan disuasanai rasa duka.Dengan gerak yang mengungkapkan kesedihan, menangis mengiringi jenazah menuju kuburan. Dicari dan dikaji tempat untuk tanah makam, disanalah disemayamkan dalam damai jenazah itu. Disiapkan di kuil leluhur tempat untuk sembahyang dan memperingatinya setiap musim Semi dan Rontok. Demikianlah senantiasa dikenangnya. Pada masa hidup diabdi dengan cinta dan hormat. Setelah meninggal dunia diabdi dengan rasa sedih dan haru, ini akan menumbuhkan kesadaran rakyat untuk memperhatikan perkara yang pokok. Siapnya pelaksanaan kewajiban kepada orangtua saat hidup maupun saat meninggal dunia, seorang anak berbakti dengan sempurna melaksanakan pengabdian kepada orangtuanya’.” 70

70Kitab Bakti/ Xiao Jing, XVIII, h. 37.

Page 72: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

46

“Ceng-cu/Zeng Zi berkata:“Hati-hatilah saat orangtua meninggal dunia, dan janganlah lupa memperingati sekalipun telah jauh. Dengan demikian rakyat akan kembali tebal kebajikannya’.” 71 “Nabi Kongzi bersabda: ‘Pada saat orangtua seseorang masih hidup, tiliklah cita-citanya. Setelah meninggal dunia, tiliklah perbuatannya. Jika selama tiga tahun tidak mengubah Jalan Suci orangtuanya, dia boleh disebut seorang anak berbakti’.”72 “…, Nabi Kongzi menjawab: ‘Pada saat hidup, layanilah sesuai dengan Kesusilaan. Ketika meninggal dunia, makamkanlah dan sembahyangilah sesuai dengan Kesusilaan’.” 73

Dalam memperlakukan orang tua hendaklah sebagai anak;

penuh hormat dan susila, bukan hanya dapat melayani dengan baik

semasa hidupnya, tetapi setelah meninggal juga memakamkan dan

menyembahyangi orang tua dengan kesusilaan demikianlah yang

disebut anak yang berbakti.

“Liem Hong/Lin Fang bertanya tentang pokok Kesusilaan. Nabi menjawab: ‘Sungguh Pertanyaan besar! Dalam upacara daripada mewah mencolok, lebih baik sederhana. Dalam upacara duka daripada meributkan kelengkapan upacara, lebih baik ada rasa sedih yang benar’.”74 Nabi bersabda: ‘Di luar rumah dapat mengabdi kepada Pemerintah. Di dalam rumah dapat mengabdi kepada orangtua dan saudara-saudara. Dalam hal kematian tidak berani tidak bersungguh-sungguh dan tidak bermabuk dengan arak/anggur. Inilah yang selalu menjadi pertanyaan, apakah aku sudah dapat menjalankannya?’.”75 “….. Mati hidup adalah Firman, kaya dan mulia adalah pada Tuhan YME.”76 “….. Dapat memelihara keluarga yang hidup dan dapat mengurus baik-baik bila ada kematian sehingga tidak ada yang menyesal, inilah tindakan pertama yang harus Baginda usahakan baik-baik.” 77

71Kitab Lun Yu I:9, Ceng Cu merupakan murid Nabi Kongzi dalam percakapan

di Kitab Lun Yu/Sabda Suci.h. 91. 72 Kitab Lun Yu I:11, h,92. 73Kitab Lun Yu II:5,3, h. 97. 74Kitab Lun Yu III:4, h. 105. 75Kitab Lun Yu IX:16, h.178. 76Kitab Lun Yu XII:5,2, h. 218. 77Kitab Meng Zi IA:3,4, h.346.

Page 73: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

47

“Tiong Ni/Zhong Ni 仲尼 pernah bersabda, ‘Orang yang pertama

mengajar membuat patung untuk dikubur bersama jenazah, putus turunankah dia?!’ Ini baru boneka saja yang ikut dikubur sudah sangat dibenci Nabi, maka betapa bencinya terhadap Raja yang membiarkan rakyatnya mati kelaparan’.78” Bing Cu79 berkata: “Memelihara masa hidup (orangtua), itu belum cukup dinamai pekerjaan besar. Hanya segenap (pengabdian) untuk mengantar kewafatannya, barulah dapat dinamai pekerjaan besar.”80

Mengzi/Bing Cu (孟子) atau Mencius disebut sebagai Sang Penegak

(Ya Sheng/A Sing 亞聖 atau orang kedua setelah Nabi) yang

meluruskan dan memurnikan kembali ajaran Khonghucu pada

zaman zhan guo (戰國).

“Tentang usia pendek atau panjang, jangan bimbangkan. Siaplah dengan membina diri. Demikianlah menegakkan Firman.”81

Dalam menjalani kehidupan di dunia kita diingatkan untuk tidak

merisaukan umur panjang atau pendek, yang terpenting hidup

didalam pembinaan diri, menjalankan kebajikan dan menegakkan

Firman.

“Nabi Kongzi bersabda: ‘Orang bodoh tetapi suka memakai cara sendiri, berkedudukan rendah suka menonjolkan diri, hidup pada zaman ini tetapi ingin menjalankan peraturan-peraturan kuno (yang sudah lapuk), perbuatan semacam ini niscaya membawa malapetaka baginya’.”82

Kebanyakan orang suka ikut-ikutan dalam menjalankan sesuatu

walaupun tidak mengerti yang dijalankan itu benar atau salah.

“…dengan mempelajari yang kuno, dia dapat memahami yang baru, dengan ketulusan hati yang tebal dia menjunjung Kesusilaan. 83 Nabi

78Kitab Meng Zi IA:4,6, h. 350. 79 Nama Bing Cu adalah dengan dialek Hokian, untuk panggilan Mandarin

adalah Meng Zi. 80Kitab Meng Zi IVB:13, h,576—577. 81Kitab Meng Zi VIIA:1,3, h. 708. 82 Kitab Zhong Yong XXVII:1. H.75. 83Kitab Zhong Yong XXVI:6), h. 74—75.

Page 74: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

48

Kongzi bersabda: “Orang yang memahami ajaran lama lalu dapat menerapkan pada yang baru, dia boleh dijadikan guru.” 84 “Jalan Suci (hubungan) antara orangtua dengan anak itulah Watak Sejati karunia Thian. Di dalamnya terkandung Kebenaran (hubungan) antara pemimpin dengan pembantu. Seorang anak menerima hidupnya dari ayah bunda. Adakah pemberian yang lebih besar daripada ini? Serasinya hubungan dengan pemimpin dan orangtua, adakah yang lebih penting daripada ini? Maka jika orang tidak menyintai orangtuanya tetapi dapat menyintai orang lain, itulah Kebajikan yang terbalik. Tidak hormat kepada orangtuanya tetapi dapat hormat kepada orang lain, itulah Kesusilaan terbalik! Orang yang mengikuti hal yang justeru melanggar/melawan (kebenaran), rakyat tidak mendapatkan sesuatu daripadanya yang patut ditiru. Tiada perbuatan baik dapat dilakukan, semua perbuatannya hanya merusak Kebajikan. Biarpun mungkin dia dapat berhasil mencapai sesuatu, seorang Jun zi/Kun cu 君子 (Insan

kamil) tidak dapat menghargainya”.85 “Nabi bersabda: ‘Beginilah seorang anak berbakti mengabdi/melayani orang-tuanya, di rumah sikapnya sungguh hormat, dalam merawatnya sungguh-sungguh berusaha memberi kebahagiaan, saat orangtua sakit dia sungguh-sungguh prihatin, dalam berkabung dia sungguh-sungguh bersedih dan dalam menyembahyangi dia melakukannya dengan sungguh-sungguh hormat. Orang yang dapat melaksanakan Lima Perkara ini, dia benar-benar boleh dinamai melakukan pengabdian kepada orangtua’.”86 “Sisa makanan tidak digunakan untuk persembahan (bakti) sembahyang kepada orang yang sudah meninggal dunia. Seorang ayah tidak semestinya menggunakan barang itu sebagai persembahan sekalipun kepada anaknya yang meninggal dunia, demikian pula seorang suami tidak menggunakannya untuk persembahan kepada isterinya yang meninggal dunia.”87

Berdasarkan pada ayat ini, terjelaskan bahwa setiap sajian yang

dipersembahkan kepada leluhur selalu berganti pada setiap

pergantian waktu.

“Dalam upacara duka wajib bersegera memenuhi hal-hal yang perlu, dan dalam upacara suka boleh dengan santai. Meski demikian orang wajib

84Kitab Lun Yu II:11, h. 99. 85Kitab Xiao Jing, IX:5, h.19. 86Kitab Bakti atau Xiao Jing, X:1, h.21. 87Kitab Li Ji IA.III.19.64.

Page 75: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

49

memenuhi hal-hal yang perlu dalam upacara berkabung, jangan melewati batas. Dalam upacara suka, biarpun boleh santai tetapi jangan lalai. Terlalu terburu-buru (dalam upacara duka) menimbulkan sikap kasar, terlalu santai (dalam upacara suka) menunjukkan dia orang yang bersifat rendah budi (Xiao Ren). Seorang Junzi (Insan kamil – pen.) dalam

hal itu selalu berupaya memenuhi hal yang perlu.”88

Ditekankan untuk lebih mengutamakan upacara duka, walaupun

pada upacara suka walaupun agak santai tapi tidak boleh lalai.

“Nabi Khong Cu/Kong Zi 孔子 bersabda: ‘Terhadap orang yang sudah

meninggal dunia jika memperlakukannya benar-benar sama sekali sudah mati, itu tidak berperi Cinta Kasih maka jangan dilakukan. Terhadap orng yang sudah meninggal dunia jika memperlakukannya benar-benar seperti masih hidup, itu tidak Bijaksana dan jangan dikerjakan’. ”89 “Nabi bersabda: ‘Begitu ada kematian,keluarga wajib segera mengganti pakaiannya, jika dibuat dari kulit kambing dan topi yang berwarna hitam’. Meskipun mereka tidak melakukan hal-hal yang lebih lanjut. Jika mengenakan pakaian dari kulit kambing dan topi hitam, Nabi tidak melakukan kunjungan belasungkawa. Zi You (Cu Yu 子有 ) bertanya

tentang peralatan (kelengkapan – pen.) yang wajib disediakan untuk upacara perkabungan. Nabi bersabda: ‘Wajib disediakan sesuai dengan kemampuan keluarga.’ Zi You 子有 berkata, ‘Bagaimanakah keluarga

yang mampu dan tidak mampu dapat melakukan hal yang sama?’ Nabi menjawab: ‘Yang mampu jangan melampaui ketentuan Kesusilaan, yang tidak mampu cukup sekedar tubuhnya ditutupi dari kepala hingga kaki dan selanjutnya dimakamkan. Peti jenazah cukup diturunkan dengan tali. Dengan demikian, siapakah yang akan menyalahkan?’90

Ketika Cheng-zi Gao/Sing Cu Koo 成子高 terbaring sakit, Qing Yi/Khing I

慶遺 masuk menemuinya, dan mohon diperkenankan menerima pesan

akhir dengan berkata, ‘Sakit Tuan sangat parah. Jika hal ini terus berlanjut menjadi sakit yang dahsyat, apa yang harus kami lakukan?’ Zi Gao/Cu Koo 子高 berkata: ‘Apa yang sudah aku dengar, saat hidup

hendaklah dapat berguna bagi orang lain dan saat mati janganlah membahayakan orang lain. Biarpun saat aku hidup tidak banyak berguna bagi orang lain, bolehkah saat aku mati aku membahayakan orang lain?

88Kitab Li Ji IIA.II.41, h.73. 89Kitab Li Ji IIA.III.3, h. 74. 90Kitab Li Ji IIA.III.16-17, h.79.

Page 76: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

50

Bila aku mati, pilihlah sebidang tanah yang gersang dan kuburkan aku di sana’.”91

“….. untuk keperluan menyampaikan sajian di kiri makam (untuk Malaikat Bumi). ….. 92 ….. Setelah dimakamkan, disajikan (dipersembahkan – pen.) makanan (untuk upacara penyemayaman itu). Orang yang mati itu tidak ikut makan, tetapi dari zaman yang paling kuno hingga sekarang hal itu tidak memberontak (dari kematian). Maka kecamanmu terhadap Kesusilaan itu, sesungguhnya adalah kajian yang tidak susila!”93

“Zi Lu/Cu Lo 子 路 berkata, ‘Sungguh menyedihkan orang yang

miskin.Ketika orang-tuanya masih hidup tiada makanan untuk merawatnya. Saat meninggal dunia, tidak dapat memenuhi kewajiban susila (Li/Lee 禮) kepadanya.’ Nabi Khong Cu/Kong Zi 孔子 bersabda:

‘Biarpun hanya sayur kacang dan air tawar kalau dapat membahagiakan orangtua, itu sudah dapat disebut berbakti. Biar seorang anak hanya dapat membungkus badan hingga kaki orangtuanya yang meninggal dunia lalu memakamkannya tanpa dengan peti mati luar (guo/kok 槨),

dia sudah boleh dinamai melakukan kewajiban Susilanya’.”94

b. Perkabungan “Pada waktu sembahyang kepada leluhur, hayatilah akan kehadirannya. Dan waktu sembahyang kepada Tuhan Yang Maha Roh, hayati pula akan kehadiran-Nya. Nabi Kongzi bersabda: “Kalau aku tidak ikut sembahyang sendiri, aku tidak merasa sudah sembahyang.” 95

Pada saat kita bersembahyang kepada Tian maupun kepada leluhur,

kita harus khusuk dan yakin sehingga dapat merasakan kehadiran

yang kita sembahyangi.

“Nabi bersabda: ‘Jika seseorang selama tiga tahun tidak mengubah Jalan Suci orangtuanya, dia boleh disebut berbakti’.”96

Sembahyang kepada orang tua yang telah meninggal dan berkabung

selama tiga tahun sudah teradatkan dari dulu, untuk itu umat

91Kitab Li Ji IIA.III.22, h. 80. 92Kitab Li Ji IIB.I.36 h. 92. 93Kitab Li Ji IIB.II.8 h. 98. 94Kitab Li Ji IIB.II.16 h. 103. 95Kitab, Lun Yu III:12, h. 108. 96Kitab, Lun Yu IV:20, h. 121.

Page 77: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

51

Khonghucu wajib untuk melaksanakan perkabungan selama tiga

tahun.

“Cai Ngo/Zai Wo 宰我 bertanya: ‘Masa tiga tahun berkabung, apakah

tidak terlalu lama?” Cai Ngo adalah murid Nabi Kongzi. Nabi Kongzi menjawab:’Seorang Jun zi/Kun cu 君子 jika selama tiga

tahun tidak mempraktekkan adat istiadat, niscaya rusaklah kebiasaannya yang baik itu. Jika tiga tahun tidak menabuh alat musiknya, niscaya hilanglah kepandaiannya.’ Cai Ngo/Zai Wo 宰 我 kembali

bertanya: ‘Dalam setahun, hasil bumi yang lama sudah habis, hasil bumi yang baru menggantikannya. Kayu-kayu untuk bahan bakarpun sudah empat kali berganti-ganti jenisnya. Bukankah setahun itu sudah cukup?’ Nabi membalas bertanya: ‘Dalam jangka waktu yang sedemikian itu, dapatkah kamu merasa enak memakan nasi yang putih dan mengenakan pakaian yang bersulam?’ Cai Ngo/Zai Wo 宰我 menjawab: ‘Dapat!’

Nabi bersabda: ‘Kalau engkau dapat merasa enak, kerjakan! Seorang Jun zi/Kun cu 君子 melakukan berkabung karena makan apapun tidak enak,

mendengarkan musik pun tidak dapat merasa gembira, berdiam dimana pun tidak merasa enak. Itulah mengapa dia melakukannya. Sekarang kamu sudah dapat merasa enak, kerjakan!’ Setelah Cai Ngo/Zai Wo 宰我

keluar, Nabi bersabda pula: ‘I/Yu 予 sungguh tidak berperi Cinta Kasih.

Anak lahir setelah tiga tahun baru dapat lepas dari asuhan ayah bundanya. Maka berkabung tiga tahun sudah teradatkan di dunia. Mungkinkah I/Yu 予 tidak mendapatkan cinta orangtuanya (hingga usia

– pen.) tiga tahun?’.” 97

Cai Ngo/Zai Wo merupakan salah satu murid Nabi Kongzi yang

bertanya kepada Nabi Kongzi sebagai gurunya mengenai

perkabungan tiga tahun.

‘Cu Yu/Zi You 子游 berkata: ‘Dalam hal berkabung, jika ada rasa sedih,

itu sudah cukup’.” 98

Cu Yu/Zi You juga merupakan murid Nabi Kongzi yang berdialog

mengenai perkabungan.

“Ceng Cu/Zeng Zi 曾 子 berkata: ‘Dahulu aku mendengar Guru

bersabda,‘Dalam hidup sehari-hari kita tidak dapat memastikan betapa besar rasa cinta seseorang kepada orangtuanya. Ini akan jelas bila datang masa berkabung’.”99

97Kitab Lun Yu XVII:21, h. 307—308. 98Kitab Lun Yu XIX:14, h. 325.

99Kitab Lun Yu XIX:17, h. 325—326.

Page 78: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

52

“Adapun yang harus diutamakan bagi rakyat ialah makanan,

perkabungan, dan sembahyang”.100

Ini merupakan salah satu sabda Nabi Kongzi kepada murid-

muridnya.

“Jiam Yu/Ran You 然友 setibanya di kota Coo /Zou 鄒 (negeri Lo/Lu 魯)

bertanya kepada Meng Zi/Bing Cu 孟子. Meng Zi/Bing Cu 孟子 menjawab:

‘Sungguh baik sekali! Dalam hal berkabung kepada orangtua itu sebenarnya bergantung pada diri sendiri. Ceng Cu/Zeng Zi berkata, ‘Pada saat hidup layanilah sesuai dengan Kesusilaan, ketika meninggal dunia, makamkanlah sesuai dengan Kesusilaan dan selanjutnya sembahyangilah sesuai dengan Kesusilaan. Dengan demikian dapat disebut berbakti. Hal peradatan para raja muda, aku belum pernah mempelajarinya. Biarpun begitu aku sudah mendengar bahwa kewajiban berkabung selama 3 tahun dengan mengenakan pakaian dari kain kasar dan makan makanan sederhana, dilakukan dari kaisar hingga kepada rakyat jelata. Ketiga dinasti 3itu mengikuti adat ini’.” 101 “Dahulu ketika Khong Cu/Kong Zi 孔子 wafat, setelah berkabung selama

3 tahun para murid menyiapkan peralatannya akan pulang ke tempat masing-masing. Mereka terlebih dahulu menghadap menghormat Iep/Yi 揖 kepada Cu Khong/Zi Gong 子貢 saling bertangis-tangisan sehingga

kehabisan suara, baru pulang. Cu Khong/Zi Gong 子貢 masih tidak

sampai hati, dia membuat sebuah pondok dekat kuburan dan berdiam seorang diri selama 3 tahun lagi, baru pulang. Hari lain Cu He/ Zi Xia 子

夏, Cu Tiang/Zi Zhang 子張 dan Cu Yu/Zi You 子游, yang melihat sikap

Yu Jiak/ You Rou 有若 menyerupai sikap Nabi, lalu hendak melayani

sebagai kepada Khong Cu. Mereka meminta pertimbangan Ceng Cu/Zeng Zi 曾子. Ceng Cu/Zeng Zi 曾子 menjawab, ‘Jangan! Biarpun sesuatu dicuci

dengan seluruh air sungai dan bengawan atau dijemur pada Matahari musim rontok, kesuciannya tidak dapat menandingi Beliau!”102 “Kalau orang tidak sanggup berkabung selama tiga tahun, tetapi dapat mengurusi perkara-perkara kecil dalam perlengkapan sembahyang (selama tiga sampai lima bulan), itulah seperti mengeduk nasi banyak-banyak dan makan secara rakus tetapi bertanya-tanya hal tidak baiknya orang yang makan menggerogoti tulang. Inilah yang dinamai tidak mengetahui yang penting.” 103

100Kitab Lun Yu XX:1,8, h. 334. 101Kitab Meng Zi IIIA:2,2, h. 476—477. 102Kitab Meng Zi IIIA:4,13, h. 497—498.

103Kitab Meng Zi VII.A:46,5, h. 742.

Page 79: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

53

“Khong Cu/Kong Zi 孔子 mulai dengan menertibkan alat-alat

persembahyangan, tetapi tidak menetapkan bahwa tiap-tiap sajian harus hanya diisi barang sajian tertentu saja yang sukar didapatkan.” 104

“Zeng Zi/Ceng Cu 曾子 berkata kepada Zi Si/Cu Su 子思 , “Ji/Khip 伋 ,

ketika aku berkabung untuk Orangtuaku, tidak ada air masuk ke mulutku selama 7 hari.” Zi Si/Cu Su 子思 berkata, “Menurut ketentuan kesusilaan

yang disusun para raja yang telah mendahulu itu, siapa yang melewati batas wajib membongkokkan diri dan yang tidak mencapai wajib berjingkat.” Maka seorang Jun zi/Kun cu 君子 dalam melakukan

perkabungan untuk orangtuanya, tidak ada air masuk ke dalam mulut untuk 3 hari dan dengan tongkatnya dia masih mampu berdiri.105 Zi Lu/Cu Lo 子路 berkata, “Saya mendengar Guru bersabda, bahwa

dalam upacara berkabung, adanya rasa sedih sekalipun kurang dalam peralatan upacara itu lebih baik daripada memamerkan kesedihan dengan lengkapnya peralatan upacara. Dan dalam sembahyang, adanya rasa hormat khidmat sekalipun kurang dalam peralatan upacara, itu lebih baik daripada berlebihan dalam peralatan upacara tetapi kurang adanya rasa hormat khidmat.” 106

“Menaikkan sajian (persembahan – pen.) pagi, dilaksanakan waktu Matahari terbit. Dan sore hari, waktu Matahari akan terbenam”.107 “Pada upacara perkabungan untuk ayah-bunda,(anak laki-laki yang berkedudukan sebagai pembesar atau pejabat biasa), kembali ke wilayahnya setelah pergantian tahun. Tetapi pada hari pertama bulan baru (Shuo Ri 朔日) dan bulan purnama (Wang Ri 望日), dan pada hari

ulang peringatan kematian (Ji Ri 忌日), mereka kembali dan meratap di

rumahnya yang kini telah menjadi tempat kepala keluarga (Zong Shi). Pada upacara perkabungan untuk paman atau sepupu, mereka kembali ke tempatnya pada akhir acara ratapan.”108 “Zai Wo/Cai Ngo 宰我 berkata, “Saya sudah mendengar sebutan gui/kwi

鬼 (Nyawa) dan shen/sien 神(Roh), tetapi belum mengerti apa yang

dimaksudkan dengan sebutan itu. Nabi bersabda: “qi/Khi 氣 (semangat)

itulah wujud berkembangnya daripada Shen. po/pik 魄 (badan jasad

atau raga) itulah wujud berkembangnya daripada gui. Berpadu-

104Kitab Meng Zi VB:4,6, h. 630—631. 105Kitab Li Ji IIA.II.7, h. 61. 106Kitab Li Ji 禮記 IIA.II.27 hal. 68 107Kitab Li Ji 禮記 IIA.III.36 halaman 82 108Kitab Li Ji XIX B.22, h. 493.

Page 80: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

54

harmonis gui/kwi 鬼 dan Shen 神 itulah tujuan tertinggi ajaran

agama.“Semua yang dilahirkan pasti mengalamai kematian,yang mengalami kematian pasti pulang kepada tanah,inilah yang berkatian dengan gui/kwi 鬼.Tulang dan dagin melapuk di bawah, yang bersifat

yin/im 陰 (negatif) itu raib menjadi tanah di padang belantara. Tetapi

qi/khi 氣 berkembang memancar di atas cerah gemilang diiringi asap

dan kepul dupa yang semerbak, mengharukan. Inilah sari dari pada beratus zat, perwujudan daripada shen. Dengan dasar sari daripada zat ini, ditegakkan hukum yang sempurna. FirmanGemilang tentang gui dan shen (ming ming gui shen 明命鬼神) bagi kaum berambut hitam ini,

menjadikan beratus masyarakat memuliakan, berlaksa rakyat tunduk.”109 “Hanya orang yang berkesucian sebagai Nabi dapat menyampaikan persembahan kepada Di/Tee 帝 (Tuhan, Khalik semesta alam). Dan

hanya seorang anak berbakti dapat menyampaikan persembahan kepada orangtuanya. Menyampaikan persembahan berarti menunjukkan diri (kepada yang disujudi). Dengan menunjukkan diri barulah persembahan itu dapat diterima.”110 “Pada waktu Zhong Ni/Tiong Ni 仲尼 (Nabi Khong Cu/Kong Zi 孔子)

menyelenggarakan sembahyang leluhur pada musim Rontok (chang/siang 嘗 ), beliau maju menaikkan sajian kepada orangtuanya

yang telah marhum, 111 Tindak-lakunya begitu khusuk-tulus, tetapi

langkah kakinya pendek-pendek dan sering diulangi. 112

Dari ayat-ayat suci diatas, sangat jelas terlihat mengapa umat

Khonghucu senantiasa melakukan ibadah terhadap leluhurnya,

karena semuanya didasari oleh semangat Jing Tian Zun Zu atau

hormat akan Tian, menjunjung leluhur.

C. Bentuk-bentuk Upacara Kematian menurut Tata Laksana

Upacara Khonghucu

1. Pra ru mu/pra jieb bok 入木 (persembahyangan dilakukan oleh

keluarga sebelum upacara ru mu)

109Kitab Li Ji XXI.II.1, h.. 516. 110Kitab Li Ji XXI.I.6 h. 509. 111Kitab Li Ji X XI.I. 8. h. 510. 112Panduan, Tata Cara dan Upacara Duka dan berkabung, h. 60 – 64.

Page 81: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

55

2. Ru mu/jieb bok 入木 (upacara memasukkan jenasah ke dalam

peti jenasah)

3. Men sang/moi song 門 喪 (upacara malam menjelang

pemberangkatan jenasah)

4. Song zang/sang cong 送葬 (upacara pemberangkatan jenasah)

5. Ru kong/jieb gong 入空 (upacara pemakaman jenasah)

6. Qi fu/ki hok 祈復 atau fan zhuo/peng tuh 反桌/(membalik meja)

7. Xiao xiang/siau siang 小祥 (upacara peringatan satu tahun)

8. Da xiang/tai siang 大祥 (upacara peringatan tiga tahun)

Catatan: Qi fu/ki hok 祈復 atau fan zhuo/peng tuh 反桌 , xiao

xiang/siau siang 小祥 dan da xiang/tai siang 大祥 ialah upacara yang

berhubungan dengan kematian yang berdasar atas perintah agama

setelah pemakaman selesai. Upacara 3 hari, 7 hari, 49 hari, 100 hari

dan lain-lain berdasarkan atas tradisi setempat, jadi tidak wajib.

Mengganti xiao xiang/siau siang 小祥 dan da xiang/tai siang 大祥

dengan 49 hari dan 100 hari tidak dianjurkan. Upacara nyebar wu

gu/ngo kok 五穀 (menyebar lima macam biji-bijian), bakar kertas,

menyertakan semangka dan lain-lain, itu bukan perintah atau

kewajiban agama melainkan kepercayaan dan tradisi, maka tidak

wajib. Hal ini tidak dianjurkan tapi juga tidak dilarang.113

1. Pra Ru Mu/ Jieb Bok 入木

Setelah diketahui dengan pasti, bahwa ayah atau ibu dan atau anak

seseorang meninggal dunia, maka anak (sulung) dan atau orangtua

Almarhum/ah bersembahyang ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

memohon semoga Alm./ah. (sebutkan nama, umur, saat

menghembuskan napas terakhir) yang telah menerima ‘panggilan

suci’ dari TIAN boleh mendapatkan sempurna damai di haribaan-

Nya. Dan agar keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan

113Matakin, Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Khonghucu, h.113,

122.

Page 82: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

56

kemampuan dalam menghadapi peristiwa duka ini sehingga dapat

memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan baik.

Kemudian keluarga memindahkan jenazah dari

pembaringannya ke sebuah dipan khusus, lalu diberi penyekat

bertirai kain. Sebuah meja kecil diletakkan di samping jenazah, pada

meja tersebut diletakkan tempat untuk menancapkan hio (hio

lo/xiang lu 香爐 ), sepasang lilin merah di kanan dan di kiri hio

lo/xiang lu 香爐, semangkuk (kecil) nasi dan sebutir telur ayam rebus

serta secangkir air, juga semangkuk air yang berisi kwa cai atau sawi

yang diseduh, diletakkan di muka hio lo/xiang lu 香爐 . Setelah

persembahan bakti itu siap, keluarga bersembahyang di hadapan

Alm./ah., menyampaikan hormat dan mohon restu agar keluarga

mampu memenuhi kewajiban dan tidak mengecewakan dalam

melangsungkan upacara-upacara duka dan berkabung hingga Tai

Siang/Da Xiang 大祥 dengan sebaik-baiknya.114 . Sembahyang ini

dilakukan oleh keluarga.

2. Ru Mu/ Jiep Bok 入木 atau Jieb Liam/Ru Lian 如殮

Upacara Ru Mu 入木 atau disebut juga Jieb Liam/Ru Lian 如殮

ialah upacara penyemayaman jasmaniah Alm./ah. ke dalam peti

jenazah. Maka keluarga wajib memohon restu atau perkenan dari

Alm./ah. untuk menyemayamkan jasmaniah beliau, dan memohon

kepada TIAN dengan bimbingan Nabi Kongzi agar upacara dapat

berlangsung sebagaimana diharapkan.

Keluarga menyiapkan peti jenazah (sesuai dengan kondisi

sosial ekonomi). Pada saat peti jenazah diusung masuk ke ruangan

tempat jenazah di semayamkan, hendaknya anak-anak

Almarhum/ah berlutut dengan menundukkan kepala (hu hok/fu fu

俯伏 ). Jenazah ‘dimandikan’ (kalau mungkin yang memandikan

adalah anak-anak dari Alm./ah.) dengan menggunakan ‘air kembang’

114Panduan, Tata Cara dan Upacara Duka dan berkabung, h.65.

Page 83: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

57

dicampur dengan arak putih. Wajah hingga kaki Alm./ah. dibasuh

(di-lap) dengan menggunakan handuk kecil yang masih baru. Lalu

dikenakan “pakaian mati’ atau pakaian yang layak dan yang disukai

dan atau pakaian yang dikenakan oleh Alm./ah. saat upacara

pernikahan (bukan saat resepsi pernikahan), untuk kemudian

disemayamkan ke dalam peti jenazah. Alangkah baiknya, saat

menyemayamkan, anak tertua memegang bagian kepala dan anak-

anak lainnya memegang tubuh dan kakinya. Hal ini dapat dilakukan

pula oleh para kerabat. Barang-barang milik Alm./ah. yang oleh

keluarga dianggap perlu, dapat disertakan ke dalam peti jenazah.

Pada ujung kaki Alm./ah. disediakan 2 buah meja. Meja

pertama dengan hio lo/ xiang lu 香爐 untuk keluarga, tersaji nasi,

sayur atau lauk yang disukai oleh Alm./ah., air, bunga, buah

semangka. Pada meja kedua dengan xiang lu/hio lo 香爐 untuk para

sahabat, tersaji beberapa jenis buah dan penganan lain. Jumlah buah

genap untuk setiap jenis, kecuali semangka. (Jumlah genap

menyiratkan unsur Im/Yin 陰 > acuan Ya Keng/Yi Jing 易經, Babaran

Agung B.IV.29 hal. 154 & Swat Kwa/Shuo Gwa 說卦 II.4 catatan hal.

164). Persembahyangan ini dapat dilaksanakan oleh keluarga saja.

Namun apabila dalam upacara dipandu oleh Rohaniwan Khonghucu,

hendaknya keluarga Alm./ah. berdiri di hadapan Alm./ah. Sedangkan

Rohaniwan berdiri menyamping di kiri Almarhum atau di kanan

Almarhumah, mendampingi atau di samping keluarga. Saat doa

dipanjatkan, keluarga berlutut (hu hok/fu fu 俯伏). Usai doa keluarga

melakukan jie kui pat khau/er gui ba kou 二跪八叩 mengikuti aba-

aba dari Pimpinan Upacara. Setelah kiok kiong/ju gong 鞠躬 tiga kali,

keluarga membakar gin coa/yin zhi 銀紙 sebagai penutup upacara.

Peti jenazah siap untuk ditutup.

Catatan:

Page 84: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

58

1. Uraian agama dapat disampaikan pada awal upacara sebagai

khotbah pengantar dan atau disampaikan setelah panjatan doa.

Surat doa yang disempurnakan / dibakar hendaknya tidak

diletakkan di paso yang berada di bawah meja altar sembahyang

tetapi diletakkan ke dalam bun lo/wen lu 文爐. Apabila tidak ada

bun lo/wen lu 文爐, maka diletakkan di atas hio/xiang香 pada hio

lo/xiang lu 香爐.

2. Apabila Rohaniwan dan rombongan dari Makin datang sebagai

pelayat, maka keluarga Alm./ah. berdiri di sisi kiri dan atau kanan

Alm./ah., tidak dilarang kalau keluarga Alm./ah. berlutut di sisi

kiri dan atau kanan Alm./ah. dalam menyambut/menerima

layatan kerabat atau sahabat Alm./ah.

3. Upacara tradisi meletakkan 7 butir mutiara dilakukan sebelum

upacara jiep bok dilangsungkan. 1 butir di mata kiri lalu 1 butir di

mata kanan (untuk ayah), untuk ibu dimulai dari kanan. 1 butir di

lubang kuping kiri lalu 1 butir lubang kuping kanan (untuk ayah),

untuk ibu dimulai dari kanan. 1 butir di mulut. 1 butir di lubang

hidung kiri dan 1 butir di lubang hidung kanan (untuk ayah),

untuk ibu dimulai dari kanan. Upacara ini dapat mengacu pada

ayat empat pantangan yakni Lun Yu/Lun Gie 論語 XII:1115.

Penutupan Peti

Setelah peti jenazah ditutup, lilin merah pada meja

sembahyang keluarga diganti dengan lilin putih, hio/xiang 香

bergagang merah diganti pula dengan hio/xiang 香 bergagang hijau,

juga persembahan bakti pada meja sembahyang diganti dengan yang

baru. Pergantian warna lilin dan gagang hio/xiang 香, menyiratkan

bahwa keluarga telah memasuki masa berkabung. Maka untuk

upacara tutup peti dan upacara-upacara berikutnya, keluarga tidak

115Panduan, Tata Cara dan Upacara Duka dan Berkabung, h.65--66.

Page 85: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

59

lagi mengenakan pakaian yang mengandung warna merah hingga

upacara tai siang/da xiang 大祥 dilaksanakan.

Rohaniwan memandu upacara, keluarga berdiri di hadapan

Alm./ah. Rohaniwan berdiri di samping kiri dan atau kanan

mendampingi keluarga (lihat: petunjuk di atas). Doa syukur

dipanjatkan atas ridho Tian ( 天 ) dan restu dari Alm./ah. upacara jiep

bok/ru mu 入 木 atau jieb liam/ru lian 如 殮 telah dapat

dilangsungkan. Mohon ridho Tian ( 天 ) dan restu leluhur agar

upacara-upacara berikutnya dapat pula dilaksanakan dengan sebaik-

baiknya. Saat doa, keluarga harus hu hok/fu fu 俯伏 dan melakukan

jie kui pat khau/er gui ba kou 二跪八叩.

Catatan:

Apabila keluarga menggunakan ‘peti kembang cengkeh/siu pan’

setelah penutup peti di letakkan pada peti jenazah, dilakukan

pemantekan paku. Anak (sulung) mengikuti dengan memegang

ujung pita merah yang diikat pada palu (hanya pada pemantekan

pertama). Kalau ayah, dimulai pada bagian samping kepala (bahu)

kiri, kalau ibu pada bagian samping kepala (bahu) kanan,

pemantekan secara zigzag (silang dari kiri ke kanan dan atau

sebaliknya dari kanan ke kiri)

- Apabila jenazah disemayamkan di rumah. Bagi rumah yang pintu

utamanya berdaun dua pintu, peti jenazah diletakkan di pintu kiri

kalau yang meninggal dunia itu orang yang berusia lebih dari 50

tahun atau ayah dan atau ibu. Bagi yang berusia muda atau yang

sederajat di pintu kanan (arah hadap keluar).

- Pergantian warna hio/xiang dan lilin bukan suatu keharusan, jika

keluarga tidak berkenan melaksanakannya.116

3. Men Sang/ Moi Song 門喪

116Panduan, Tata Cara dan Upacara Duka dan berkabung, h.67--68.

Page 86: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

60

Upacara men sang 門喪 ialah upacara penghormatan kepada

Alm./ah. pada malam terakhir disemayamkannya Alm./ah. di rumah

duka, maka keluarga wajib memohon restu atau perkenan dari

Alm./ah. agar esok, pemberangkatan jasmaniah Alm./ah. dari rumah

duka ke tempat pemakaman dapat berlangsung dengan baik. Dan

mohon kepada TIAN ( 天 ) dengan bimbingan Nabi Kongzi agar

Arwah Alm./ah. dapat bersemayam di haribaan Tian 天 dalam

kedamaian dan keabadian (alam sian thian/xian tian 先天).

Seperti dalam upacara jiep bok/ru mu 入 木 , apabila

rohaniwan diminta keluarga alm./ah. untuk memimpin upacara,

maka keluarga berdiri di hadapan Alm./ah. Sedangkan rohaniwan

atau pimpinan upacara mengambil posisi di sisi kiri almarhum dan

atau di sisi kanan almarhumah, mendampingi keluarga Alm./ah.

Pada saat panjatan doa, keluarga bersikap hu hok/fu fu 俯伏 dan usai

doa melakukan jie kui pat khau/er gui ba kou 二跪八叩.117

4. Song Zang/Sang Cong 送葬

Upacara song zang 送葬 ialah upacara pemberangkatan atau

pelepasan jenazah dari rumah duka ke tempat pemakaman/kremasi.

Maka keluarga wajib memohon restu atau perkenan kembali kepada

Alm./ah. agar berkenan diberangkatkan dari rumah duka, dan

memohon kepada TIAN dengan bimbingan Nabi Kongzi agar arwah

Alm./ah. dapat bersemayam di haribaan TIAN dalam kedamaian dan

keabadian.

Waktu upacara, keluarga dan rohaniwan (pimpinan upacara)

mengambil posisi sama seperti upacara jiep bok/ru mu 入木 dan moi

song/men sang 門喪 . Keluarga bersikap hu hok/fu fu 俯伏 saat

panjatan doa dan melakukan jie kui pat khau/er gui ba kou 二跪八.

117Panduan, Tata Cara dan Upacara Duka dan berkabung, h.68.

Page 87: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

61

Setelah kiok kiong/ju gong 鞠躬, keluarga membakar gin coa/yin zhi

銀紙

Pada saat peti jenazah diusung hingga ke pintu, di luar pintu

hendaknya keluarga berlutut dengan menundukkan kepada (hu

hok/fu fu 俯伏) tidak melihat peti jenazah.

Anak (sulung) diharapkan membawa xiang lu/hio lo 香爐 dan anak

berikutnya membawa foto Alm./ah. Diantara kerabat membawa

teng/deng dan memayungi hio lo/xiang lu 香爐 . Salah seorang

kerabat lainnya, mengambil buah semangka dari altar, lalu bersiap di

muka mobil jenazah untuk membanting semangka hingga pecah.

Sebelum membanting, berdoa mohon agar Tian ( 天 ) berkenan

menjadikan saat pemberangkatan jasmaniah Alm./ah. sebagai saat

terbaik dan semoga mendapat perlindungan dari-Nya agar dapat

tiba di tempat yang dituju dengan selamat dan upacara dapat

dilaksanakan dengan baik.

Pembawa xiang lu/hio lo 香爐 dan foto Alm./ah. berjalan

perlahan-lahan di dahului oleh pembawa teng/deng di depan peti

jenazah, hingga ke mobil jenazah lalu mengambil tempat duduk di

sebelah pengemudi. Sementara itu, teng/deng diikat di sisi kiri dan

sisi kanan depan mobil jenazah.

Di sepanjang perjalanan gin coa/yin zhi 銀紙 disebar lembar demi

lembar pada jarak-jarak tertentu hingga tiba di tempat

pemakaman118. Ritual ini disebut fang zhi (pang coa, 放紙)

5. Ru Kong/ Jiep Gong入空 atau An Cong/An Zang 安葬

Ketika tiba di tempat pemakaman, didahului oleh pembawa

teng/deng pembawa hio lo/xiang lu dan foto Alm./ah. (dengan

dipayungi) berjalan perlahan-lahan di muka peti jenazah hingga ke

lokasi liang lahat. Selanjutnya membalikkan badan membelakangi

liang lahat. Sementara itu, pembawa teng/deng 燈 meletakkan

118Panduan, Tata Cara dan Upacara Duka dan berkabung, h. 68-69.

Page 88: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

62

teng/deng 燈 di kiri-kanan muka liang lahat. Menunggu usainya

persembahyangan kepada shen ming Fu De Zheng Shen (sien beng

Hok Tek Ceng Sin 神明福德正神) atau Tu Shen (Tho Sien 土神 dan

atau Tu Di Gong (Tho Tee Kong 土地公), yang terletak di muka

sebelah kiri Alm./ah. (simak: kitab Lee Ki/Li Ji 禮記 II.B 1:36). Setelah

itu, xiang lu/hio lo 香爐 dan foto diletakkan di muka liang lahat.

Upacara siap dilaksanakan.

Keluarga kembali berdiri di hadapan Alm./ah. hu hok/fu fu 俯

伏 (kepala tidak sampai menyentuh tanah) saat doa dipanjatkan.

Sedangkan zhu ji/ cu cee 主祭 (pimpinan upacara) mengambil posisi

di sisi kiri almarhum atau di sisi kanan Alarhumah mendampingi

keluarga. Usai panjatan doa, keluarga melakukan jie kui pat khau/er

gui ba kou 二跪八叩 . Setelah kiok kiong/ju gong 鞠躬 , keluarga

membakar gin coa/yin zhi 銀紙 (bukan suatu keharusan). Kemudian

keluarga menabur tanah (tiga kali) juga menabur bunga, diikuti oleh

seluruh kerabat serta para hadirin.

Catatan:

- Bagi keluarga yang menghendaki upacara penebaran lima jenis

palawija (ngo kok/ wu gu 五穀), dapat melaksanakannya setelah

kiok kiong/ju gong 鞠躬. Pada waktu upacara itu, keluarga kui

ping sin/gui ping shen 跪平身. Ini tidak diwajibkan.

- Pemotongan rotan, gula merah dan kelapa, juga pohon pisang,

diserahkan kepada keluarga, ini tradisi, tidak diwajibkan.

- Bagi keluarga yang tidak dapat merawat hio lo/xiang lu, usai

upacara abu dari xiang lu/hio lo 香爐 ditabur di sekeliling liang

lahat, kemudian teng/deng 燈 dibakar.119

119Panduan, Tata Cara dan Upacara Duka dan berkabung, h. 69-70.

Page 89: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

63

6. Qi Fu/Ki Hok 祈復 (atau Fan Zhuo/Peng Tuh 反桌)

Keluarga yang hendak merawat xiang lu/hio lo 香爐 Alm./ah.,

sebelumnya sudah menyiapkan sebuah meja untuk menempatkan

xiang lu/hio lo 香爐 dan foto Alm./ah. Usai pemakaman, xiang lu/hio

lo 香爐 dan foto Alm./ah. ditempatkan di meja tersebut, dan untuk

selanjutnya disebut sebagai hio we/xiang wei 香位 (altar leluhur atau

tempat meletakkan “abu leluhur”). Sementara itu sepasang

teng/deng 燈 tanda perkabungan, yang dibawa dari pemakaman

bersamaan dengan abu hio lo, digantung di kiri dan di kanan depan

rumah.

Setelah xiang lu/hio lo 香爐 dan foto Alm./ah. ditempatkan

dengan baik, dan persembahan bakti telah diatur, maka sembahyang

ki hok/qi fu 祈復 dilaksanakan. Keluarga menyampaikan puji syukur

ke hadirat Tian 天 dengan bimbingan Nabi Kongzi yang telah

berkenan meridhoi sehingga serangkaian upacara, khususnya

upacara pemakaman telah dapat dilaksanakan dengan baik. Juga

menyampaikan terima kasih kepada Alm./ah. yang telah merestui

keluarga sehingga dapat menunaikan kewajiban baktinya, serta

mohon restu pula agar keluarga mampu memelihara hio we/xiang

wei 香位 dengan sebaik-baiknya.

Catatan:

1. Menjelang hari ketiga dan hari ketujuh setelah pemakaman,

keluarga dapat melangsungkan persembahyangan di altar leluhur.

Esok paginya dapat melakukan persembahyangan lagi di makam

Alm./ah. (Tata sembahyang sama dengan persembahyangan lain).

2. Selama pelaksanaan zuo san / co sha做三 hingga zuo qi/co chiet

做七, keluarga menyampaikan persembahan bakti (hau pui/xiao

fan 孝飯) pada pagi dan sore hari. Di dalam kitab Lee Ki/Li Ji 禮記

II.A.Bagian III.36 disebutkan: “Menaikan sajian pagi dilaksanakan

waktu matahari terbit, dan sore hari pada waktu matahari akan

terbenam.

Page 90: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

64

3. Sedangkan upacara sembahyang 49 hari dan 100 hari bagi yang

ingin melaksanakan dapat dilakukan dalam lingkungan keluarga,

tetapi bukan suatu keharusan. “120

7. Xiao Xiang/Siau Siang 小 祥

Sehari sebelum tepat setahun dan atau menjelang hari atau

tanggal meninggalnya Alm./ah., pada malam harinya, keluarga

dapat melangsungkan upacara siau siang/xiao xiang 小祥 . Seperti

halnya co sha/zuo san 做三 dan co ciet/zuo qi 做七, esok paginya

persembahyangan dilaksanakan di makam Alm./ah.121

8. Da Xiang/Tay Siang 大 祥

Seperti halnya siau siang/xiao xiang 小祥 , sehari sebelum

memasuki tahun ketiga meninggalnya Alm./ah., pada malam harinya,

keluarga dapat melangsungkan upacara tai siang/da xiang 大祥 .

Pada esok pagi harinya, keluarga dapat melaksanakannya di makam

Alm./ah. Dengan berhasilnya keluarga menggelar upacara tai

siang/da xiang 大祥 , maka berhasil pula keluarga menunaikan

kewajiban berkabung secara sempurna. Pelepasan pakaian

berkabung dapat dilakukan di rumah usai sembahyang, ditandai

dengan memasang lilin merah dan/atau melekatkan pita merah di

baju atau di rambut bagi perempuan, apabila keluarga tidak dapat

melaksanakan di makam Alm./ah. 122

Catatan:

1. Kewajiban berkabung tiga tahun, bagi yang menghendaki dapat

dilakukan dalam waktu 2 X 4 musim ditambah 1 musim (27 bulan >

Lee Ki/Li Ji 禮記 IIB.III.30 hal.119). Namun akan lebih baik bila

120Panduan, Tata Cara dan Upacara Duka dan berkabung, h.70-71. 121Panduan, Tata Cara dan Upacara Duka dan berkabung, h.71. 122Panduan, Tata Cara dan Upacara Duka dan berkabung, h.71.

Page 91: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

65

dilakukan 3 X 4 musim (genap 36 bulan) atau tiga tahun. Acuan

kitab: Lun Yu/Lun Gie 論語 XVII:21; Meng Zi/Bing Cu IIIA:2,2;

IIIA:4,13; VA:4,1; VA:4,3; VIIA:46,5.

2. Run yue/ Lun gwee 閏月 tidak masuk hitungan waktu, dalam

menjalani masa berkabung.

3. Pita untuk surat-surat doa: Ru mu /jiep bok 入木 , men sang/moi song 門喪 , song

zang/sang cong 送葬, warna hitam.

Ru kong/jiep kong 入空 (an zang /an cong安葬), qi fu/ki hok

祈復 , zuo san/co sha 做三 , zuo qi/co chiet/做七 , xiao

xiang/siau siang小祥, warna putih.

Da xiang/ tai siang 大祥, warna merah.

Acuan: Kitab Lee Ki/Li Ji 禮記 IIA.I.13 halaman 55.

Page 92: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

66

Page 93: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

67

BAB III

PANDANGAN AGAMA KHONGHUCU MENGENAI KEMATIAN

A. Perihal Roh dan Nyawa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia roh adalah sesuatu

(unsur) yang ada dalam jasad yang diciptakan Tuhan sebagai

penyebab adanya hidup (kehidupan), sedangkan nyawa merupakan

pemberi hidup kepada badan wadak (organisme fisik) yang

menyebabkan hidup (pada manusia, binatang, dan sebagainya).1

Dalam iman Konfusiani diyakini akan adanya ‘nyawa’ (gui 鬼)

dan ‘roh’ (shen 神) pada setiap kehidupan manusia. Pernyataan

adanya nyawa (gui 鬼) dan roh (shen 神) terdapat pada delapan

keimanan agama Khonghucu pada keimanan butir yang ke-empat

yaitu: “Sepenuh iman menyadari adanya nyawa dan roh”.2 Nyawa

(gui 鬼) adalah daya hidup jasmani sedangkan roh (shen 神) adalah

daya hidup rohani. Nyawa dan roh berpadu dalam kehidupan

manusia, dan merupakan suatu kewajiban manusia untuk

mengharmoniskan keselarasan antara keduanya sesuai Firman Tian.

Umat Khonghucu melaksanakan ibadah kepada Tuhan tidak

lain agar mengetahui bagaimana caranya menempuh Jalan Suci, dari

mana manusia datang dan bagaimana manusia kembali kepada Sang

Pencipta.

Tuhan menciptakan manusia dengan memberikan nyawa gui

鬼 (-) dan roh shen 神 (+). Nyawa (gui 鬼) terdiri dari dua unsur yaitu:

po 魄 jasad (- -) dan hun 魂 arwah (- +) Sedangkan roh (shen 神)

terdiri dari dua unsur yaitu : qi 氣 semangat (+ +) dan ling 靈 sukma

(+ -).

1KBBI Ofline Ver. 1.2. sumber: http://ebsoft.web.id/, dengan sumber database

dari http://pusatbahasa.diknas go.id/kbbi. 2Seri Genta Suci Konfusian, Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama

Khonghucu (Solo: Matakin bagian penerbitan, 1984), h. 4.

Page 94: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

68

Dalam teologi Khonghucu yang berdasarkan pada pemahaman

adanya kedua unsur yang dikenal sebagai yin dan yang, di sana

dipahami bahwa kedua unsur itu saling berinteraksi atau saling

mempengaruhi satu dengan yang lain. Di dalam unsur yin ada unsur

yang dan di dalam unsur yang ada unsur yin. Itulah sebabnya dalam

nyawa gui 鬼 (-) terdapat pula komponen roh (+ ) yang disebut

arwah hun 魂 (- +), di samping tentu ada komponen nyawa yang

murni yang disebut jazad po 魄 (- - ). Demikian juga di dalam roh 神

(+) terdapat juga komponen nyawa (-) yang disebut sukma ling 靈 (+-

), di samping tentu ada komponen roh yang murni yang disebut

semangat qi 氣: (++).

Manusia dikaruniai nyawa (gui 鬼 ) atau anima, yang

mendukung dan menjadikannya memiliki hidup jasmaniah seperti

yang dimiliki oleh makhluk lain yang bersifat hewani antara lain

nafsu, naluri dan dorongan-dorongan untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan hidup jasadnya. Selain itu juga dikaruniai roh (shen 神)

atau animus yang mendukung dan menjadikan hidup rohaninya

sebagai ladang tempat benih kebajikan yang difirmankan Tian

tumbuh dan berkembang. 3 Hal ini tersurat dalam Kitab Yi Jing

bagian Xi Ci Zhuan: “Dengan menengadah memeriksa kecemerlangan

tanda-tanda di langit; menunduk memeriksa hukum-hukum dan hal-

hal yang berkaitan dengan bumi; maka Nabi memahami sebab

daripada gelap dan terang, melacak semua asal-muasal dan akhir

pulangnya. Maka dipahami tentang mati dan hidup; betapa sari dan

semangat menjadikan benda/makhluk dan bagaimana

mengembaranya arwah (hun 魂 ) menjadikan perubahan.

Demikianlah diketahui bagaimana sifat hakekat dari pada nyawa (gui

鬼) dan roh (shen 神)”.

3Widya Karya, Edisi Harlah Nabi yang ke 2550 tahun 1999 (Surabaya: Wika,

1999), h. 44.

Page 95: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

69

Apabila seseorang meninggal dunia, maka roh yang murni (++

yaitu qi 氣 ) akan langsung kembali kepada Tian Sang Pencipta, 4

sementara arwah (hun 魂) mengembara,5 adapun sukma (ling 靈)

menetap, dan jasad (po 魄) akan langsung kembali ke tanah. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat dalam kitab Li Ji yang menyatakan bahwa

badan-jasad (po 魄) itu turun ke bawah dan semangat/jiwa yang

berkesadaran (zhi qi 知氣) itu naik keatas.6

Umat Khonghucu mengimani bahwa watak sejati (karunia

Tuhan kepada manusia) itu terdapat dalam roh (qi), sedangkan

naluri/nafsu/keinginan yang juga adalah karunia Tuhan (namun

dipengaruhi unsur benda-benda7) yang disebut qing (情 naluri) itu

terdapat dalam nyawa (gui). Adapun menurut penjelasan Meng Zi isi

xing (watak sejati 性) adalah: cinta kasih, kebenaran, kesusilaan dan

kebijaksanaan ( ren, yi li dan zhi 仁義禮智)8, sedangkan isi qing (情

naluri) itu adalah perasaan: gembira, marah, sedih, senang (xi, nu, ai,

dan le 喜怒愛樂). Ajaran agama Khonghucu mengajarkan bahwa

watak sejati (cinta kasih, kebenaran, susila dan bijaksana) itu harus

dikembangkan, sedangkan nafsu (gembira, marah, sedih dan senang)

itu harus dikendalikan. Bersatu harmonisnya nyawa (gui 鬼) dan roh

(shen 神) dalam kehidupan ini, itulah tujuan pengajaran agama.9

Dari uraian di atas jelaslah mengapa umat Khonghucu

senantiasa menyembahyangi leluhurnya. Semuanya itu tak lain

karena ingin mendoakan agar hun (魂 arwah) dan ling (靈 sukma)

leluhur dapat menyatu sehingga dapat dengan damai pulang kembali

keharibaan kebajikan Tian.

4Lihat kitab Li Ji XXI.II:1, h.516. 5Lihat Kitab Yi Jing Sepuluh sayap (Shi Yi), bagian Babaran Agung A.B.IV.2.22

(Solo: Matakin bagian penerbitan,1985), h.138. 6Lihat Kitab Li Ji VII.1.7, h. 243. 7Lihat kitab Li Ji XVII.I:1.22, h.402. 8Lihat kitab Mengzi Jilid VII.A:21.4, h. 721. 9Lihat kitab Li Ji XXI.II:1, h.516.

Page 96: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

70

B. Setelah Kematian

Umumnya orang memandang kematian dengan dua pilihan,

yaitu masih bisa mengetahui dan tidak bisa mengetahui sama sekali.

Setelah mati apakah gui/nyawa masih bisa mengetahui (merasakan)

atau tidak. Kalau misalnya orang yang setelah mati akan hidup di

dunia yang lain, bagaimanakah situasinya ?

Menurut Tang Duan Zheng dalam tulisannya tentang

Ketuhanan dan gui shen (roh dan nyawa), ajaran Nabi Kongzi

berkenaan dengan orang yang masih hidup serta bagaimana secara

tepat memperlakukan orang yang sudah mati. Sikap pertama, orang

yang sudah mati masih dianggap hidup. Sikap kedua orang yang

sudah mati dianggap musnah begitu saja. Selain dua macam sikap

pandangan itu masih ada pandangan yang ketiga, yaitu orang yang

sudah mati itu eksis sebagai gui shen (鬼神 nyawa dan roh) yang

penuh misteri. Kongzi menganggap sikap pandang yang pertama dan

kedua semuanya tidak bisa diterima, dan Kongzi memilih sikap yang

ketiga.10

Nabi Kongzi tidak pernah memastikan orang yang sudah mati

itu masih memiliki kesadaran atau tidak. Beliau meletakkan masalah

tersebut dalam kesakralan yang tak terukur, sehingga terhindarlah

dua kesulitan tidak berperi cinta kasih dan tidak bijaksana. Sikap

mengambil jalan tengah seperti ini di zaman sebelum Kongzi sudah

ada. Kalau menganggap orang yang sudah mati masih mempunyai

kesadaran dan dianggap seolah orang itu masih hidup lalu

menggunakan peralatan orang hidup untuk melayaninya, jelas itu

tidak bijaksana. Kalau memperlakukan orang yang sudah mati seolah

sudah musnah begitu saja, ini juga tidak berperasaan. Untuk

menghindari dua kesulitan ini, orang zaman dahulu membuat

peralatan khusus bagi pelayanan untuk orang yang sudah meninggal

yang disebut ming qi (明器).11

10Genta Harmoni, edisi perdana (Matakin: 2003), h. 20. 11Genta Harmoni, edisi perdana (Solo: Matakin bagian Penerbitan, 2003), h.20.

Page 97: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

71

Ming qi (明器) adalah peralatan yang dipergunakan bagi orang

yang meninggal, bukan peralatan altar persujudan. Orang setelah

mati, kondisinya bagaimanapun sulit diperkirakan. Peralatan untuk

pelayanan orang mati itu yang disebut ming qi dan memiliki makna

sakral. Ming qi (明器 ) bisa berbentuk rumah, mobil, kereta, TV,

orang-orangan dan lain-lain yang kesemuanya terbuat dari bambu

dan kertas. Nabi Kongzi sangat memuji orang yang membuat ming qi

(明器 ), benda-benda itu nampak begitu lengkap. Nabi bersabda

bahwa orang-orang yang membuat ming qi (明器) adalah orang yang

mengerti jalan suci perkabungan. Akan tetapi di dalam Kitab Li Ji II.B

Bag.I/44, Nabi Kongzi bersabda:

“Ai cai 12 , kalau untuk orang yang sudah meninggal dunia digunakan

barang-barang untuk orang yang masih hidup, karena itu mungkin

mendorong orang benar-benar mengubur makhluk hidup.” 13

Ayat tersebut menyiratkan bahwa Nabi Kongzi menyetujui

bahwa dalam persembahyangan digunakanlah barang tiruan, bukan

asli.

Dari uraian diatas jelaslah agama Khonghucu mengenal

kehidupan setelah kematian. Dalam Kitab Lun Yu XI:12, seorang

murid Nabi Kongzi bernama Ji Lu/Kwi Lo 14 bertanya bagaimana

caranya mengabdi kepada para roh, Nabi Kong Zi menjawab:

‘Sebelum mengabdi kepada manusia, betapa dapat mengabdi kepada

para roh ?’. Murid itu kemudian memberanikan diri bertanya hal

setelah orang mati. Nabi Kong Zi menjawab ‘Sebelum mengenal

hidup, betapa mengenal hal setelah mati ? Maksud yang terkandung

12 Ai cai merupakan suatu seruan kesedihan. 13Li Ji II.B Bag.I.44, h. 94. 14Jì Lù (季路) adalah nama kehormatan salah seorang murid Nabi Kŏngzĭ,

seorang dari kalangan militer yang terkenal sederhana dan kasar, tetapi juga jujur dan gagah, nama awalnya Zhòng Yóu (仲由), juga disebut Zĭ Lù (子路) salah satu dari

12 Yang Bijak: lihat Tanuwibowo, Tjhie, Tjay Ing. dkk., Kamus Istilah Keagamaan Khonghucu, dalam Kamus Istilah Keagamaan (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Khonghucu), selanjutnya akan disingkat KIK Khonghucu, Cet-1. ISBN 978-602-8766-97-5. (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2014), h. 616—617.

Page 98: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

72

dalam ayat ini adalah, hidup di dalam Dao dan menempuh Jalan Suci

yaitu menjalani kehidupan yang selaras dengan Watak Sejati yaitu

memenuhi hakekat kemanusiaan, memenuhi panggilan Firman

Tuhan Yang Maha Esa. Keatas (vertikal) satya, taqwa, berbakti

kepada Tian, ke bawah atau mendatar (horizontal) mengasihi

makhluk hidup, tenggang rasa dan tepasarira terhadap sesama

manusia dan bertanggung jawab terhadap alam dan lingkungan.

Agama Khonghucu mengajarkan bahwa seluruh kehidupan manusia

adalah juga dalam rangka pemenuhan rohani sebagai manusia,

artinya bila dapat menjalankan kehidupan ini dengan benar, selaras

dengan Watak Sejati maka dengan sendirinya akan berkenan kepada

Tian karena hanya dengan kebajikanlah berkenan kepada Tian, maka

hal setelah mati tidak perlu dirisaukan.

Di dalam Kitab Li Ji/Lee Ki, 禮記 atau Kitab Suci Kesusilaan,

tersurat bahwasanya manusia dijelmakan Tuhan melalui ayah

bundanya, manusia memiliki daya hidup nyawa (gui 鬼) dan roh

(shen 神). Semangat (qi/khi 氣) itulah perwujudan tentang adanya

roh, sedangkan kehidupan jasad (po/phik 魄) itulah perwujudan

tentang adanya nyawa. Semua hal ini adalah seperti yang telah

dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Semua yang dilahirkan

(tumbuh), mesti mengalami kematian; yang mati itu mesti kembali

kepada tanah; inilah yang berkaitan dengan nyawa (gui 鬼 ).

Semangat itu mengembang naik ke atas, memancar diantar

semerbaknya harum dupa, itulah sari kehidupan, itulah kenyataan

daripada roh (shen 神)15.

Demikian maka dalam konsep bangun kehidupan ada unsur

ilahi yang berpadu dengan unsur duniawi dalam manusia menjalani

hidup di dunia; shen (roh 神) yang yang berunsur dasar (+) terdiri

atas: qi (semangat 氣 yang ++) dan ling (sukma 靈 yang +-);

sedangkan gui (nyawa 鬼) yang berunsur dasar yin (-) terdiri atas:

15Lihat kitab Li Ji XXI.II:1, h. 516.

Page 99: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

73

hun (arwah 魂 yang -+) dan po (jasad魄 yang --). Kematian hanya

memisahkan dan memulangkan po (jasad 魄 ) kepada bumi

sedangkan qi (semangat 氣) pulang ke haribaan Tuhan. Namun

tergantung pada amal baik laku terlebih lagi ibadah almarhum yang

bersangkutan untuk diterima dalam segala kuasa-Nya. Dalam

kekekalan baka di sisi Tuhan, Ling (sukma 靈) akan menunggu hun

(arwah 魂) yang mengembara untuk suatu saat menyatu di haribaan

Tuhan sebagai pencipta semesta dan segala isinya. Setelah

menyatunya ling dan hun maka akan menjadi shen ming (神明) dan

selesailah sudah proses pengembaraannya.

Di dalam kitab Yi Jing atau Kitab Suci Perubahan bagian

Babaran Agung Da Zhuan (A):IV dikatakan bahwa: “Yi/易 Perubahan

itu menepati hukum Langit dan Bumi, maka mampu menunjukkan

tanpa cacat atau kacau tentang Jalan Suci Langit dan Bumi”.16

Dengan menengadah memeriksa kecemerlangan tanda-tanda

di langit; menunduk memeriksa hukum-hukum dan hal-hal yang

berkaitan dengan bumi; maka Nabi memahami sebab daripada gelap

dan terang, melacak semua asal muasal dan akhir kembalinya. Maka,

dipahami tentang mati dan hidup; betapa sari kehidupan; semangat

menjadikan sesuatu, dan bagaimana mengembaranya hun ( 魂

arwah) menjadikan perubahan. Demikian diketahui bagaimana sifat

hakekat daripada nyawa dan roh (gui shen 鬼神).17

Setelah terjadi kematian, roh murni (++) yakni qi (semangat 氣

,) akan kembali kepada Tian Sang Pencipta, tetapi nyawa yang tidak

murni yakni hun (arwah 魂) berada pada suatu tempat yaitu pada

alam roh (hun) sehingga dapat mengembara. Dalam mengembaranya

hun (arwah魂) inilah di satu sisi keturunan wajib menyembahyangi

agar bisa tenang, memberi pelayanan dalam persembahyangan

16Widya Karya edisi khusus, Buku Kenang-kenangan 50 Tahun Pak Kik Bio –

Hian Tian Siang Tee 1951-2001 (Malang: WIKA, 2001), h. 47. 17Widya Karya edisi khusus, Buku Kenang-kenangan 50 Tahun, h. 47.

Page 100: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

74

dengan penuh kesusilaan (sebagai tidak lanjut laku bakti),

meneruskan amal ibadah ke hadapan Tuhan, menjaga dalam

memperbaiki maupun meningkatkan amal laku (ibadah) agar

leluhur bisa kembali keharibaan-Nya dalam kekekalan di sisi Tuhan;

di sisi yang lain persembahyangan leluhur juga bertujuan dalam

makna dan arti spiritual memberi tempat agar dalam pengembaraan

hun (arwah 魂) agar tidak tersesat dan gagal kembali keharibaan-

Nya! Bila ling 靈 dan hun 魂 bisa menyatu kembali keharibaan-Nya

inilah definisi dari pada shen ming (神明) yakni arwah suci, dan ini

jelas mempunyai aura bersih dan suci; maka bila persembahyangan

leluhur terlaksana dengan baik dan benar, maka aura shen ming (神

明) bisa menjadi suatu berkah dan perlindungan bagi keturunan /

keluarga yang bersangkutan.18

Gunadi dalam tulisannya menyebutkan bahwa setiap orang

(siapapun), ketika tiba berpulang tentulah ada cita-cita dan harapan

yang belum tercapai atau terlaksana, ada keinginan-keinginan yang

belum terpenuhi, dan ada pekerjaan yang belum rampung atau

terselesaikan. Hal inilah yang membuat ganjalan bagi setiap orang

dalam perjalanannya ke alam yang abadi itu. Lalu bagaimana ? Dalam

hal ini Nabi Kongzi telah menegaskan bahwa tugas anak yang

berbaktilah yang akan melanjutkan dan menyelesaikannya. Tentang

cita-cita, harapan, dan keinginan orang tua, anak berbaktilah yang

akan berusaha meluluskannya. Tentang pekerjaan mulia orang tua

semasa hidup, tugas anak berbaktilah yang akan meneruskannya.

Tentang baik dan buruk perbuatan orang tua semasa hidup, tugas

anak berbaktilah yang akan memperbaiki perbuatan buruk dan

mengembangkan perbuatan baik orang tuanya. Demikianlah

semuanya itu dilakukan demi satu tujuan, yaitu demi ketenangan dan

18Widya Karya edisi khusus, Buku Kenang-kenangan 50 Tahun, h. 47.

Page 101: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

75

kedamaian leluhur di alamnya yang abadi dan gemilangnya

kebajikan Tian.19

Nabi Kongzi mengajarkan kepada manusia di dunia agar dalam

menjalani kehidupan janganlah berangan-angan kosong, jangan

kukuh, jangan mengharuskan dan jangan menonjolkan diri,

melainkan harus disadari bahwa Firman Tian (天) Yang Maha Esa

diturunkan ke dunia ini melalui ayah bunda dan leluhurnya, sebagai

manusia wajib mengemban tanggung-jawab yang suci untuk

menegakkan nilai-nilai luhur kemanusiaannya, menggemilangkan

kebajikan yang bercahaya, menerangi hati sanubari sehingga pikiran

dan batin jernih sebagaimana yang terkandung dalam watak sejati

manusia, diamalkan dalam tindakan yang nyata sehingga berguna

bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat luas. Sebagai manusia

sebaiknya mempelajari dahulu bagaimana menjalani kehidupan ini

dengan baik.

Ayat suci yang menuntun manusia untuk hidup di dalam Jalan

Suci yaitu, “Firman Tian itulah dinamai Watak Sejati, hidup

mengikuti Watak Sejati itulah dinamai menempuh Jalan Suci.

bimbingan menempuh Jalan Suci itulah dinamai Agama.”20

Selanjutnya ayat yang menyatakan tentang adanya roh dan

nyawa terdapat pada kitab Tengah Sempurna Bab XV tentang Tuhan

yang Maha Roh. Nabi bersabda, “Sungguh Maha Besarlah kebajikan

Gui Shen/Tuhan Yang Maha Roh. Dilihat tiada nampak, didengar tiada

terdengar, namun tiap wujud tiada yang tanpa Dia. Demikianlah

menjadikan umat manusia di dunia, mengenakan pakaian lengkap,

sujud bersembahyang kepada-Nya. Sungguh Maha Besar Dia,

terasakan di atas dan di kanan kiri kita!”, Di dalam Kitab Sanjak

tertulis, ‘Adapun kenyataan Tuhan yang Maha Roh itu tidak boleh

diperkirakan, lebih-lebih tidak dapat ditetapkan’, maka sungguhlah

19 Gunadi, Hubungan antara Persepsi Umat Khonghucu tentang Pemujaan

kepada Leluhur, Pemeliharaan abunya, dan keteguhan memeluk Agama Khonghucu (Jakarta: Matakin, 2018), h. 44.

20Tengah Sempurna Utama: I, h.36.

Page 102: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

76

jelas sifat-Nya yang halus itu, tidak dapat disembunyikan dari Iman

kita; demikianlah Dia”. Dalam kitab Mengzi VIIA:1.1 tertulis tentang

bagaimana dapat mengenal kepada Tuhan Yang Maha Esa, yakni:

“Yang benar-benar dapat menyelami Hati, akan mengenal Watak

Sejatinya, yang mengenal Watak Sejatinya akan mengenal Tuhan

Yang Maha Esa.”

Selanjutnya sebagai manusia beriman, maka untuk

mendapatkan keberkahan di dunia dan akhirat manusia dapat

berpedoman pada beberapa ayat-ayat berikut ini.

1. Dalam segala sesuatu, hendaklah hormat, takut akan

kemahamuliaan Tuhan (Shu Jing V.XXVII:17).

2. Tidaklah aku malam dan siang senantiasa hormat akan

kemahamuliaan Tian Yang Maha Esa, sehingga dapat menjaga

kelestarian karunia-Nya (Shi Jing IV.I.I:7).

3. Siapa yang mematuhi Tian akan terpelihara, yang melawan Tian

akan binasa (Mengzi IV A:7.1).

4. Hati manusia senantiasa rawan, hati di dalam Jalan Suci itu

rahasia. Peganglah yang sari Esa, tekun pada tengah tepat (Shu

Jing II.II:15).

5. Yang sungguh hormat akan Firman-Nya yang beroleh berkah-Nya.

Ia (senantiasa) merahmati yang sungguh patuh beriman, maka

sungguh tidak mudah memperolehnya (Shu Jing III:7).

6. Jalan Suci Tian merahmati kebaikan dan menghukum

kemaksiatan (Shu Jing IV.III:3).

7. Maka seorang yang mempunyai Kebajikan Besar, niscaya

mendapat kedudukan, mendapat berkah, mendapat nama dan

mendapat panjang usia (Zhong Yong XVI:2).

8. Hanya oleh Kebajikan Tuhan berkenan, sungguh milikilah yang

satu itu (Shu Jing I/3 dan III).

C. Cara Po (魄) Badan Jasad Kembali Ke Bumi

Manusia setelah meninggal dunia terjadi pemisahan antara

hun/arwah dan po/badan jasad, zaman dahulu po dikebumikan di

Page 103: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

77

lahan gersang, di luar kota dibuatkan makam dan diziarahi terutama

pada saat qing ming qie akan tetapi perlakuan terhadap po ada

berbagai cara, antara lain:

1. Huo zang 火葬 atau dikremasi, abu jenazah dibuang ke laut jadi

menghemat lahan dan biaya.

2. Shui zang 水葬 jenazah dilarung langsung ke sungai atau laut,

bagi awak atau penumpang perahu dalam perjalanan jauh dan

lama.

3. Tian zang 天葬 jenazah tidak dikubur melainkan diletakkan di

semak belukar jauh dari pemukiman penduduk seperti di desa

Trunyan pulau Bali, di Yunan atau Tibet.

4. Shu zang 树葬 jenazah dikremasi lalu abu dikubur, di atasnya

ditanam pohon, jadilah taman yang indah, saat ini banyak

terdapat di negara maju.

5. Ling gu ta 靈骨塔 abu jenazah ditaruh dalam rusun jadi hemat

tempat.

Jadi pilihan manapun, po telah kembali ke bumi bukan hanya

dikubur.21

D. San Hun (三魂) Tiga Lokasi Arwah

Dalam konsep san hun (三魂) artinya tiga lokasi arwah, yaitu:

1. Bagi jenazah yang dikubur lalu dibangun makam terdapat bong

pai/mu pei itulah lokasi arwah, lalu bagi yang kremasi, dan

lain-lain tidak memiliki mu pei khusus maka lokasi arwah di mu

pei kuburan massal, setiap tempat pemakaman pasti terdapat

lokasi kuburan massal dengan mu pei bagi arwah umum yang

disembahyangi secara massal pada hari qing ming qie.

2. Shen zu wei (神主位 atau disebut juga ling wei (位靈) sebagai

tempat sembahyang leluhur di rumah itulah lokasi kedua bagi

21Matakin, Keputusan Rakernas Rohaniwan, h. 89-90

Page 104: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

78

arwah, oleh karena sesuatu hal abu sembahyangan dititipkan

di rumah abu (bukan abu jenazah, melainkan abu dupa

sembahyangan yang berwujud xiang lu).

3. Lokasi ke tiga bersifat tidak tetap yaitu arwah mengembara

(hun魂), di kitab Yi Jing dijelaskan bagaimana mengembaranya

arwah membawa perubahan. Maka bagi anak cucu yang

murtad tidak berbakti, arwah tidak memiliki lokasi tetap jadi

mengembara berkeliaran tidak ada yang menampung,

gentayangan. Maka saat bulan VII tanggal 29 dilakukan

sembahyang jing he ping/jing hao peng atau lazimnya disebut

rebutan untuk menentramkan arwah yang gentayangan.22

Menurut penulis, peristilahan yang dipakai dalam tiga point

penjelasan di atas, khususnya untuk point nomor 2 yang

menyebutkan bahwa shen zu wei adalah lokasi kedua bagi arwah,

adalah hal yang perlu dikaji lagi, karena sesuai dengan ulasan penulis

mengenai roh dan nyawa pada sub bab sebelumnya, bahwa yang

berdiam di shen zu wei (atau ling wei (靈) itu adalah sukma atau ling,

sedangkan yang mengembara adalah arwah (hun 魂).

E. Fungsi Meja Abu Leluhur

Umat Khonghucu memaknai meja abu leluhur sebagai sarana

persembahyangan untuk menggenapi laku bakti dalam kesusilaan.

Mewujudkan kesadaran manusia akan makna kehidupan dunia

akhirat atas daya hidup duniawi dan illahi yang menjadi kodrat

manusia.

Dengan adanya meja abu leluhur, mengingatkan bahwa

menjadi kewajiban generasi sekarang untuk melaksanakan

persembahyangan bagi leluhur sebelumnya, sedangkan para

generasi selanjutnya akan melaksanakan persembahyangan untuk

generasi sekarang, maka hubungan itu bersifat terus

berkesinambungan. Kalau ditinjau ke atas dan ke bawah maka akan

22Matakin, Keputusan Rakernas Rohaniwan, h. 90-91.

Page 105: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

79

ketemu bahwa leluhur itu berpangkal dan berujung kepada Tian

khalik semesta alam. Ibadah persembahyangan leluhur adalah

wahana peribadahan yang menjadi titik awal dan terintegrasi dengan

ibadah kepada Tian Sang Maha Leluhur sekaligus sebagai sarana

hubungan antara Tian dan manusia.23

Bentuk meja abu bisa sangat sederhana yaitu dengan

meletakkan foto almarhum/ah. dilengkapi dengan hiolo atau tempat

dupa, sepasang tempat lilin, dengan sajian ala kadarnya atau tempat

untuk menyajikan teh.

Dengan adanya meja abu leluhur di rumah dipercaya bahwa

arwah (hun魂) leluhur yang mengembara suatu saat akan bertemu

dan bersatu kembali dengan sukma (ling 靈) sehingga dapat kembali

pulang kepada Tian Sang Pencipta.

F. Perihal Sajian dalam Persembahyangan.

Sajian adalah merupakan suatu bentuk peranti atau alat yang

melengkapi persembahyangan dalam agama Khonghucu. Sajian

dapat berupa makanan, buah, kue maupun minuman.

Dalam hal persembahyangan kepada leluhur, biasanya tersaji

sajian yang melengkapi persembahyangan. Selain sajian yang

terdapat di altar leluhur juga disediakan untuk altar malaikat bumi.

Untuk altar malaikat bumi (Fu De Zheng Shen 福德正神) berupa teh,

buah dan manisan saja. Jumlah buah dan dupa untuk Fu De Zheng

Shen (福德正神) berjumlah ganjil dikarenakan angka ganjil adalah

angka yang berhubungan dengan Tian dan para suci (para malaikat),

sedangkan untuk para leluhur digunakan jumlah genap karena angka

genap menunjukkan adanya hubungan kekerabatan antara leluhur

dan keturunannya yang bersembahyang.

Sajian untuk leluhur selain buah biasanya juga makanan, kue

dan minuman. Ada yang menyajikan shan sheng (三牲) yaitu terdiri

dari daging babi, ikan dan ayam yang melambangkan kehidupan tiga

23Widya Karya edisi khusus, Buku Kenang-kenangan 50 Tahun, h. 48.

Page 106: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

80

alam yaitu air, darat dan udara. Ada pula yang hanya menyajikan

dengan sangat sederhana yaitu nasi dan telur ayam yang direbus

saja.

Bagaimana dengan jumlah sajian, apakah banyak atau

sedikitnya dapat mempengaruhi persembahyangan sehingga yang

banyak lebih dapat diterima daripada yang sedikit? Juga apakah yang

disajikan itu dimakan oleh leluhur ? Dalam kitab Li Ji disebutkan

bahwa leluhur tidak ikut makan, jumlah sajian yang dipersembahkan

juga tidak mempengaruhi cepat atau lambatnya hun (魂) dan ling (

靈) bersatu. Yang pokok atau terpenting dalam upacara persujudan

yang sakral itu adalah bersumber dari perasaan hati yang penuh

kasih dari sanubari yang terdalam dan ketulusan dalam

persembahyangan, sebagai perilaku bakti terhadap leluhurnya.

Selain amal dan perbuatan serta prilaku yang berkebajikan dari

leluhur, doa dan tingkah laku serta perbuatan kebajikan garis

keturunannya (anak, cucu, dan seterusnya) dapat mempercepat

menyatunya hun (魂) dan ling (靈). Apabila hun (魂) dan ling (靈)

dapat bersatu maka leluhur dapat menjadi shen ming (神明). Leluhur

yang telah menjadi shen ming (神明 ) akan mampu memberikan

pengaruh baik bagi keluarga pada garis keturunannya. Persujudan

kepada leluhur bukan datang dari luar tetapi dari dalam hati masing-

masing orang. Dalam Kitab Li Ji tertulis : Diantara semua Jalan Suci yang mengatur kehidupan manusia, tiada yang lebih penting daripada LI (Kesusilaan). Li itu mempunyai lima pokok (Wu Jing), dan daripadanya tiada yang lebih perlu daripada sembahyang/Ibadah (Ji). Adapun Ji/ibadah itu bukanlah sesuatu yang datang dari luar, melainkan dari tengah bathin keluar dan lahir di hati. Bila hati itu dalam-dalam tergerak, perwujudannya meraga di dalam Li. Karena itu hanya orang bijaksana yang berkebajikan dapat penuh-penuh

mewujudkan kebenaran daripada Ji/sembahyang/ibadah.24

Persujudan itu dapat menimbulkan kontak batin, tidak lain

disebabkan karena berbagai kenangan yang timbul terhadap yang

24Li Ji XXII Ji Tong, Sempurnanya Persembahyangan, h.529.

Page 107: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

81

disujudi pada saat hidup, melalui kenangan tulus yang penuh dengan

rasa hormat dan kasih, almarhum atau almarhumah itu seolah-olah

hidup kembali berada di dekat kita. Perasaan seolah suara dan

wajahnya muncul kembali itu adalah apa yang oleh Nabi Kongzi

disebut di dalam kitab Lun Yu III.12: “... pada waktu sembahyang

leluhur hayatilah akan kehadirannya”.

Bagi umat Khonghucu, upacara sembahyang tak lain adalah

ungkapan rasa terima kasih karena hutang budi terhadap langit dan

bumi, leluhur serta beratus roh mulia. Kesemuanya terbentuk

mengikat ketat atas subyek kehidupan, tidak perlu menuntut

keberadaan obyektif gui shen (鬼神), terlebih tidak perlu memohon

berkah kepada gui shen (鬼神) obyektif, yang dibutuhkan hanya

perasaan moral yang menentramkan kita semua, hanyalah mencari

ketentraman bathin saja. 25 Sembahyang yang dilaksanakan oleh

orang bijaksana yang berkebajikan itu pasti akan menerima berkah

bahagia; bukan berarti berkah bahagia yang biasa dikatakan oleh

dunia tetapi adalah kesempurnaan yaitu siapnya segala sesuatu,

semua perkara dilancarkan. Sembahyang seorang yang bijaksana

berkebajikan itu dipenuhi: iman dan kepercayaan, dengan semangat

penuh satya dan hormat/sujud (cheng, xin, zhong, jing; 誠信忠敬).

Dengan suasana bathin yang demikian itu, dipersembahkan sesuatu,

diungkapkan di dalam li (kesusilaan, upacara, 禮 ),

disentosakan/dimantapkan dengan musik, digenapkan pada

waktunya. Dalam kecerahan bathin disajikan semuanya itu,

dikerjakan semuanya itu tidak karena suatu pamrih. Demikianlah

hati seorang anak berbakti.26

G. Perihal Hakikat Dupa

Dalam setiap persembahyangan dalam agama Khonghucu

selalu memakai dupa. Dupa ada bermacam-macam jenis, bergagang

25Genta Harmoni (Solo: Matakin, 2003), h. 22. 26Li Ji, XXII.2, h.530.

Page 108: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

82

merah untuk sembahyang umum dan bergagang hijau untuk

perkabungan. Selain itu bentuk dupa juga tersedia dalam beberapa

bentuk, ada yang berbentuk spiral untuk digantung dan ada yang

lurus, juga ada yang besar dan ada yang kecil.

Pemakaian dupa dalam persembahyangan agama Khonghucu

umumnya memakai dupa yang berbentuk lurus dan di atasnya

disulut dengan api. Arti manusia bersembahyang kepada Tian

memakai dupa yang lurus adalah untuk mengingatkan bahwa

menjadi manusia harus lurus hatinya, di atas dupa ada api

melambangkan hati yang lurus niscaya akan mendapat penerangan,

dan doa yang dibawakan diantarkan oleh asap dupa yang harum

wangi semerbak. Walaupun dupa sudah habis tetapi keharumannya

masih tersisa dan meninggalkan kesan. Demikianlah sebaiknya

manusia dalam menjalankan kehidupan, tindakan melakukan

kebaikan tidak harus selalu diketahui oleh orang lain bahwa ‘sayalah

pelakunya’. Juga dalam tingkah laku dan perbuatan yang selalu

berkebajikan masih terasakan walaupun sudah lama badan ini

berkalang tanah.

H. Tiga Landasan Dasar Keimanan

Kehidupan di alam semesta ini tidak terlepas dari tiga unsur

yakni: san cai (三才) yaitu adanya Tian (天) Tuhan Yang Maha Esa

Sang Khaliq, Di (地) Semesta Alam termasuk di dalamnya adalah

Bumi, dan Ren (人) segenap makhluk termasuk di dalamnya manusia.

1. Hubungan antara manusia (Ren 人) dengan Tuhan Yang

Maha Esa (Tian 天)

Tian ming zhi wei xing 天命之謂性

Firman Tuhan Yang Maha Esa itulah yang dinamai Watak Sejati.

Shuai xing zhi wei dao 率性之謂道

Hidup Mengikuti Watak Sejati itulah dinamai Menempuh Jalan Suci

Xiu dao zhi wei jiao 修道之謂教

Page 109: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

83

Bimbingan membina diri menempuh Jalan Suci itulah yang dinamai

Agama

Qinzai 欽哉, Dipermuliakanlah.

Da xue zhi dao 大學之道

Jalan Suci yang dibawakan Ajaran Besar (Agama)

Zai ming ming de 在明命德

Ialah dalam hal menggemilangkan Kebajikan

Zai qin min 在親民

Di dalam Mengasihi Rakyat

Zai zhi yu zhi shan 在止於至善

Di dalam mencapai hentian di puncak baik

Qinzai 欽哉, Dipermuliakanlah.

Wei de dong tian 惟德動天

Hanya Kebajikan berkenan kepada Tuhan

Xian you yi de 咸有一德

Bersama milikilah yang satu : Kebajikan

Shanzai 善哉, Demikianlah yang sebaik-baiknya.27

Hidup manusia adalah oleh Firman Tuhan dan Firman itu

menjadi Watak Sejati manusia, dan karenanya manusia adalah

pengemban Firman Tuhan yang wajib diamalkan dan

dipertanggungjawabkan tetapi juga berarti manusia dikaruniai

kemampuan menegakkan Firman dan menggemilangkan kebajikan

di dalam hidupnya. Benih-benih kebajikan yang terkandung di dalam

Watak Sejati manusia di dalam Kitab Meng Zi/ Bing Cu 孟子

dijelaskan terkandung sifat-sifat ren ( 仁 cinta kasih), yi ( 義

kebenaran), li (禮) susila, zhi (智 kecerdasan/kearifan), keempat

benih kebajikan itu disebut si de (四德 empat kebajikan). Bila benih-

benih kebajikan itu benar-benar mampu terealisasikan dalam

27Tjhie Tjay Ing, San Cai, Tiga Landasan Dasar Keimanan Agama Khonghucu

dalam majalah Genta Harmoni edisi kedelapan (Solo: Genta Harmoni, 2006), h.22.

Page 110: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

84

pengamalan maka manusia akan disebut xin (信 dapat dipercaya).

Maka kelima nilai-nilai Kebajikan itu semuanya dinamai wu chang (

五常) atau Lima Kebajikan yang lestari.

Hubungan manusia dengan Tuhan agar beroleh harmoni,

manusia wajib berupaya menegakkan Firman itu dan mengamalkan

Kebajikan dalam hidupnya sebagai pernyataan Iman dan

Ketaqwaannya; yaitu wajib shun Tian (順天 patuh taqwa kepada

Tian) tidak ni Tian (逆天 melawan/melanggar Hukum Tian) agar

hidup ini terpelihara sejahtera dan tidak mengalami hal yang tidak

diinginkan. Shun Tian (順天) juga berarti wei Tian (畏天) atau takut

hormat akan ke-Maha Kuasaan Tuhan yang boleh membawa manusia

beroleh suasana le Tian (天樂) atau bahagia di dalam Tuhan bahkan

mencapai kondisi pei Tian (天配 ) yaitu serasi menyatu atau

menunggal dengan Tian.28

Apabila kelima hubungan tersebut ditata dan terjalin dengan

baik pula, maka tidak mustahil manusia akan hidup bahagia damai

dan sejahtera di seluruh dunia ini. Maka tidak heran pemenang Nobel

dunia membuat pernyataan yang sangat mengejutkan dunia di Paris: “ In 1988, 74 Nobel Prize winners made the attention in Paris that if human

being want to live in peace and prosperity in the 21-st century, they must

look back 2.500 years and seek the wisdom of Confucius” (Zhong You and

Li Tianchen, Economic Lessons from Confucius for the New Century

Journal)29

2. Hubungan manusia dengan manusia.

Di dalam Kitab Zhong Yong (Tiong Tong 中 庸 Tengah

Sempurna) XIX dijelaskan bahwa dao (too 道) atau Jalan Suci yang

wajib dibina dan digenapi manusia dalam hubungan dengan sesama

manusia disebut wu da dao (五大道) atau lima jalan suci yang harus

ditempuh dalam hubungan bermasyarakat, yang disebut juga wu lun

28Tjay Ing, San Cai, Tiga Landasan Dasar Keimanan Agama Khonghucu, h.22—

23. 29Ongky Setio Kuncono, Pengalaman Spiritual, SPOC, h.61.

Page 111: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

85

(五倫) atau lima hubungan kemasyarakatan, yaitu hubungan antara

raja dengan menteri atau pemimpin dengan pembantu (jun chen 君

臣), orang tua dengan anak (fu zi 父子), suami dengan istri (fu fu 夫

婦), kakak dengan adik (kun di 昆弟) dan hubungan antara kawan

dan sahabat (peng you 朋友 ). Agar hubungan itu bisa terjalin

harmonis wajib dilaksanakan san da de (三達德) atau Tiga Kebajikan

untuk berhasil atau dengan mengamalkan wu chang (五常), yakni:

ren yi li zhi xin (仁義禮智信).30

Untuk terlaksananya hal itu dengan baik, wajib selalu ingat

akan prinsip zhong he (中和 ). zhong (中 ) bermakna dalam

melaksanakan wu lun (五倫) wajib diupayakan dapat ‘tengah tepat‘

artinya seluruh jalinan itu harus dilakukan secara tepat, benar dan

semestinya. Dalam pelaksanaannya harus dijaga he (和 ) atau

‘harmoni’ sehingga tidak ada tindakan yang bersifat ekstrim yang

mengakibatkan berbagai konflik. Di dalam Kitab Meng Zi/Bing Cu 孟

子 IIIA, 4:8 tersurat “Hubungan kemanusiaan: antara orang tua

dengan anak ada kasih (qin 親), antara pemimpin dengan pembantu

ada kebenaran (yi 義), antara suami dengan istri ada pembagian

tugas (bie 別), antara yang tua dengan yang muda ada pengertian

tentang kedudukan masing-masing (xu 序), antara kawan dengan

sahabat ada saling dapat dipercaya (xin 新).” Agar semuanya itu

dapat benar-benar zhong he (tengah tepat dan harmonis) maka wajib

selalu diingat Jalan Suci yang satu yang menembusi semuanya yaitu

Satya dan Kasih Tepasarira (zhong shu 忠恕). Tiap prilaku wajib

Satya (zhong 忠 ) kepada Firman Tian (Tian ming 天命 ) dan

pelaksanaannya kepada sesama manusia wajib ada Kasih Tepasarira

(shu 恕), apa yang diri sendiri tidak inginkan janganlah dilakukan

terhadap orang lain, sebaliknya diri sendiri ingin tegak dan sukses

30Tjay Ing, San Cai, Tiga Landasan Dasar Keimanan Agama Khonghucu, h.23.

Page 112: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

86

dalam kehidupannya dan menghayati di empat penjuru lautan semua

manusia adalah saudara.31

3. Hubungan manusia dengan alam dan lingkungan

hidupnya.

Hidup manusia tidak terlepas dari pada alam dan lingkungan

yang menjadi pendukung kehidupannya. Karenanya manusia wajib

menyayangi dan memiliki rasa tanggung-jawab untuk kelestarian

alam lingkungan hidupnya. Meng Zi/Bing Cu 孟子 berkata: "Seorang

jun zi (kun cu 君子) kepada benda-benda dapat menyayangi tetapi

tidak dapat berperi Cinta Kasih kepadanya. Kepada rakyat, ia dapat

berperi Cinta Kasih tetapi tidak dapat seperti kepada orang tuanya.

Yang mengasihi orang tuanya akan dapat berperi Cinta Kasih kepada

rakyat, dan yang berperi Cinta Kasih kepada rakyat akan dapat

menyayangi benda-benda. (Meng Zi/Bing Cu 孟子 VII A:45). Untuk

melaksanakan semuanya itu juga wajib berpegang kepada zhong shu

(忠恕) yakni satya dan bertanggung jawab menepati Tian li (天理

atau Hukum Tuhan) atau dan juga menyayangi (ai 愛) benda-benda

demi kelestariannya. Sebagaimana diungkapkan dalam Zhong

Yong/Tiong Yong 中庸 Bab Utama bagian V yang berbunyi: “Bila

dapat terselenggara tengah dan harmonis maka kesejahteraan akan

meliputi langit dan bumi, segenap makhluk dan benda akan

terpelihara”. Dalam kaitan itu di dalam Kitab Zhong Yong/Tiong Yong

中庸 XXIV:3 juga tersurat bahwa: "Iman itu bukan dimaksudkan

selesai dengan menyempurnakan diri sendiri, melainkan

menyempurnakan segenap wujud. Inilah Kebajikan Watak Sejati

(xing zhi de 性之德) dan inilah keesaan luar dalam dari pada Jalan

Suci. Maka setiap saat janganlah dilalaikan."32

31Tjay Ing, San Cai, Tiga Landasan Dasar Keimanan Agama Khonghucu, h.23. 32Tjay Ing, San Cai, Tiga Landasan Dasar Keimanan Agama Khonghucu, h.24.

Page 113: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

87

Terhadap pertanyaaan cara menghadapi kematian, kemana

roh manusia setelah meninggal dan kehidupan lain setelah kematian

dapat dijelaskan bahwa umat Ru Jiao (儒教) percaya ada kehidupan

lain setelah kehidupan ini. Dalam Delapan Pengakuan Iman pada

butir ke empat berbunyi: sepenuh iman percaya akan adanya roh dan

nyawa. Diyakini bahwa roh yang asalnya dari Tuhan akan kembali

kepada-Nya.

Dari keterangan di atas dan juga dari pelaksanaan kematian

sampai perkabungan tiga tahun dapat diambil kesimpulan bahwa

Agama Khonghucu mengenal kehidupan setelah kematian. Umat

Khonghucu senantiasa menyembahyangi leluhurnya agar nyawa dan

roh dapat bersatu kembali dan pulang kepada Sang Pencipta. Kapan

roh dan nyawa dapat bersatu itu adalah rahasia Tuhan, untuk itu

umat Ru/Khonghucu tidak lupa menyembahyangi terus leluhurnya

walaupun telah jauh, telah lama meninggalkan keturunannya.

I. Relasi Umat Islam dengan Umat Agama Khonghucu di

Manado

Hubungan antara umat muslim dan umat Khonghucu di

Manado sangat baik, tidak pernah ada konflik. Menurut Js. Riano

Baggy, Ketua Matakin Provinsi Sulawesi Utara, Makin di Manado

sering mendapat undangan dari pihak Muhammadiyah maupun

Nahdatul Ulama untuk hadir pada acara-acara seminar baik sebagai

nara sumber maupun peserta. Selain itu untuk menjaga hubungan

baik, kedua pihak sering mengadakan kunjungan silaturahmi baik

pada hari raya umat muslim atau sebaliknya. Buka puasa di bulan

Juni 2018 umat Makin Manado mengadakan acara buka puasa

bersama ibu Shinta Nuriyah Wahid dengan anak-anak yatim dari

panti asuhan Muslim. Walaupun Ibu Shinta akhirnya berhalangan

hadir namun acara sahur bersama tetap berjalan dengan lancar dan

aman. Sependapat dengan Riano Baggy, Js. Ritta Lontoh (Ketua

Peribadahan Makin Manado ) menambahkan bahwa pada saat acara

buka puasa umat Islam memberikan pujian kepada umat Khonghucu

Page 114: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

88

karena telah menyiapkan tempat untuk umat muslim

bersembahyang di Litang/Kongzi Miao.

Pandangan umat muslim terhadap perkabungan umat

Khonghucu menurut Diane Lontoh (Ketua Makin Manado) baik saja,

apabila terjadi peristiwa duka secara bergotong royong umat muslim

dan non muslim membantu mendirikan tenda, terlihat adanya

kerukunan antar umat beragama terjalin di kota Manado.

BKSAUA dan FKUB yang ada di Manado sangat membantu

menciptakan kondisi yang kondusif. Pembinaan melalui sosialisasi

agar menjauhi narkoba, miras dan pergaulan bebas, juga hidup rukun

dan damai secara berdampingan antar umat beragama sangat

membantu pemerintah. Pemerintah giat memberikan pembinaan

kepada masyarakat agar program dan pembangunan berjalan lancar

seiring perkembangan zaman. Demikian pula dengan upacara

perkabungan agama Khonghucu yang ada di kota Manado tidak

mengganggu umat yang berbeda keyakinan, malah secara bersama

bergotong royong atau istilah Manado adalah Mapalus, saling

membantu mempersiapkan perlengkapan dan juga saling

mendoakan. Slogan torang samua basudara sama dengan Sabda Nabi

Kongzi 2500 tahun yang lalu bahwa di empat penjuru lautan semua

saudara, terasa sangat kental nuansa kekeluargaannya.

Page 115: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

89

B AB IV

UPACARA KEMATIAN AGAMA KHONGHUCU DI MANADO

A. Pra Ru Mu/Pra Jieb Bok 入木.

1. Saat meninggal

Biasanya pada saat meninggal keluarga langsung mengambil

dupa sebanyak tiga batang dan bersembahyang kepada Tian (天)

menghadap pintu keluar rumah, melaporkan nama dan tanggal lahir

orang yang meninggal. Isi doa: keluarga menyampaikan siapa yang

meninggal dengan menyebut nama dan tanggal lahirnya, memohon

Tian (天 ) dapat mengampuni segala perbuatan almarhuum yang

tidak berkenan kepada Tian (天) selama hidupnya, memohon Tian (

天 ) menerima rohnya, juga memohon agar keluarga yang

ditinggalkan dikuatkan imannya agar dapat melanjutkan cita-cita

mulia almarhum. Umat Ru (儒 Khonghucu) yakin bahwa roh yang

berasal dari Tian (天 ) akan kembali kepada Tian (天 ), tetapi

kembalinya roh ini semuanya tentu ada proses, tergantung amal

ibadah almarhum/ah. semasa hidupnya.

“Tentang usia pendek atau panjang, jangan bimbangkan.

Siaplah dengan membina diri. Demikianlah menegakkan Firman

(ming, 命). Tiada sesuatu yang bukan karena Firman, maka terimalah

itu dengan taat di dalam kelurusan. Orang yang sungguh-sungguh

sepenuh hati menempuh Jalan Suci lalu mati, ia lurus di dalam

Firman” (Meng Zi/Bing CuVIIA:1.3: Meng Zi/Bing Cu 孟子 VIIA:2.1

dan 2.3). Di sini arti Firman (ming, 命). mengacu pada nasib, sesuatu

yang sudah terjadi. Apapun yang sudah terjadi harus kita terima

sebagai kenyataan. Dalam kehidupan ini, kita akan mendapat berkah

atau naas, bahagia atau menderita, bahkan kematian kita tidak akan

Page 116: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

90

tahu. Tetapi kita bisa memutuskan untuk berusaha selalu dalam

kelurusan dan bermoral dalam kehidupan atau kematian.1

Di dalam Kitab Suci Li Ji (Lee Ki, 禮記 Catatan Kesusilaan)

XXI.II:1 Nabi Kongzi bersabda: ”qi ( 氣 semangat) itu wujud

berkembangnya shen (roh), sedangkan po (魄 badan jasad) itu wujud

berkembangnya daripada gui (鬼 nyawa). Berpadu harmonisnya gui

(鬼) dan shen (神) itulah tujuan tertinggi ajaran Agama. Semua yang

dilahirkan pasti mengalami kematian; yang mengalami kematian

pasti pulang kepada tanah; inilah yang berkaitan dengan gui

(nyawa). Tulang dan daging melapuk di bawah, yang besifat yin (陰

negatif) itu raib menjadi tanah. Tapi qi (氣 semangat) yang bersifat

yang (陽 positif) berkembang naik ke atas memancar cerah gemilang,

diiringi asap dan bau dupa yang semerbak mengharumkan. Inilah

sari daripada beratus zat, perwujudan daripada shen (神 roh)”.

Tertulis pula di Kitab Li Ji VII.1.7: “Bila ada seseorang meninggal,

orang memandang ke arah langit (ke mana arwah orang itu pergi)

dan memakamkan jenazah ke dalam tanah. Badan jasad turun ke

bawah; dan semangat/ jiwa rohaninya yang berkesadaran itu naik ke

atas”.

Penulis mewawancarai beberapa informan 2 tentang perihal

peristiwa duka. Menurut informan Js. Riano Baggy3 saat ditanya apa

yang harus dilakukan apabila terjadi peristiwa duka, beliau

menjawab, setelah seseorang dinyatakan meninggal yang pertama

dilakukan adalah anak laki-laki tertua atau kepala keluarga berdoa

kepada Tian (天) perihal kematian ini dengan menyebutkan nama

dan tanggal lahir dari yang meninggal. Jawaban yang sama penulis

1 Indarto seorang rohaniwan bergelar Xueshi atau pendeta dalam Agama

Khonghucu Kamus istilah Rujiao (Solo: Genta Harmoni, 2010), h.8. 2Semua informan, wawancara tanggal 16 September 2018 di Kelenteng Kongzi

Miao, pukul 11.30 Wita selesai kebaktian. 3 Riano Baggy adalah Ketua Matakin Provinsi Sulawesi Utara dan juga

merupakan seorang rohaniwan dengan gelar Jiaosheng.

Page 117: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

91

terima dari beberapa informan4. Kebanyakan informan yang penulis

tanyakan mengetahui masalah pengurusan kematian itu dari orang

tua maupun dari informasi pada saat menghadiri upacara-upacara

kedukaan, dimana mereka sering berkumpul dan membicarakan tata

cara kedukaan. Rata-rata informan adalah pemeluk agama

Khonghucu sejak kecil.

Sementara menurut salah satu informan5 ketika ditanya pada

saat suaminya meninggal apa yang pertama dilakukan, beliau

menjawab anak-anaknya langsung melakukan bai gui (pai kui 拜跪 t)

sampai kou shou (khau siu 叩首)6 berulang-ulang sambil menangis

memohon ampun kepada ayahanda tercinta atau ibunya. Dalam hal

ini informan berdoa kepada Tian (天) memohon agar almarhum

(dengan menyebut nama lengkap) diampuni segala dosa-dosanya

dan kiranya arwahnya boleh diterima Tian (天) di alam xian Tian (先

天). Selanjutnya menghubungi keluarga yang lain, pengurus orang

mati dan pengurus Makin.

Dq. Ivana seorang pemudi ketika ditanyakan apa yang akan

dilakukan pada saat mengetahui ada keluarga yang meninggal,

dijawab bahwa segera menginformasikan ke Pengurus Majelis

Agama Khonghucu Indonesia MAKIN Manado untuk melakukan

ibadah penghiburan. Sedangkan untuk persembahyangan langsung

ke Tian (天) belum pernah mengalaminya.

4Diane Lontoh, Js. Ritta Lontoh, Elvie Loho, Hetty Tangkilisan, Meiske Lontoh,

Odry Sukotjo, Lanny Mailoor, Liany Soeiswanto, Lily Soei, Js. Jully Mandagie, An Liem, Noni Liemunandar, Lintje Ang, Marchanty Tilung, Js. Luisje Samsudin, Js. Riano Baggy, Liem Kiem Soan, Tan Soei Tjiok, wawancara 16 September 2018 di Kelenteng Kongzi Miao Manado.

5 Wawancara dengan Elvie Loho, Bendahara Makin Manado, 16 September 2018, pukul 12.30 Wita di rumah Dq. Liem Kim Soan Wonasa.

6Bai gui (Pai kui 拜跪) adalah menghormat dengan cara berlutut dan menyoja,

sedangkan kou shou (khau siu 叩首) biasanya merupakan kelanjutan Bai gui (Pai kui

拜跪 yakni membungkukkan badan sampai tangan dan kepala menyentuh lantai

(setelah sudah berlutut).

Page 118: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

92

Wenshi Lantje Supit7 ketika ditanya juga menjawab bahwa

anggota keluarga yang ada di rumah langsung mengambil dupa

merah sebanyak tiga batang dan berdoa kepada Tian (天) dengan

melaporkan nama lengkap almarhum telah kembali keharibaan Tian

(天). Walaupun menurut pemahaman beberapa informan dalam hal

ini Tian (天 ) sudah mengetahui peristiwa ini tapi keluarga yang

berduka juga sebagai umat yang satya kepada Tian (天) harus tetap

melaporkan kepada Tian (天) agar kiranya menerima roh atau arwah

almarhum dalam pangkuan kebajikan Tian (天 ) dan memohon

kepada Malaikat Bumi/Fu De Zheng Shen 福德正神/Tu Di Gong 土

地公 8 agar dapat menerima badan atau jasad dari almarhum

(disebutkan nama lengkap) pada saat pemakaman nanti. Setelah

selesai doa biasanya ditutup dengan membakar kim coa (jin zhi 金紙

atau Kertas Emas). Kertas emas dengan gambar hok lok siu (fu lu shou

福祿壽) biasanya dipakai setelah bersembahyang dengan harapan

agar keluarga mendapatkan keberkahan dari Shenming Hok Lok Siu

(Fu Lu Shou Shen 福祿壽神) berupa bahagia keturunan, panjang

umur dan banyak rejeki. Jika tidak ada jin zhi (kim coa 金紙) cukup

dengan menaikkan dupa saja. Jika tidak ada dupa juga bisa hanya

dengan hormat pai 9 lalu hormat ding lee 10 dan membungkukkan

badan sebanyak tiga kali.

7Ws. Lantje Supit adalah seorang rohaniwan di Makin Manado, gelar Ws. Atau

Wenshi adalah merupakan guru agama dalam Agama Khonghucu. 8Fu De Zheng Shen (福德正神; pinyin=Fúdé zhèngshén; Hokkien: Hok Tek Ceng

Sin; lit.="dewa bumi atas kemakmuran dan jasa") atau disebut juga Tu Di Gong (土地

公). Tentang Malaikat Bumi tertulis di Kitab Susi bagian Lun Yu Jilid III:21, Lun Yu

Jilid XI’25.3 yaitu percakapan antara Nabi Kongzi dengan Zi Lu seorang muridnya. 9Bai (拜) sama dengan merangkapkan kedua tangan, tangan kiri menutupi

tangan kanan. 10 Ding Lee (頂禮 ) adalah kedua tangan dirangkapkan dengan tangan kiri

menutup tangan kanan dan menaikkan kedua tangan sampai ke atas kepala sambil di ayunkan sampai ke depan dada.

Page 119: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

93

Ronny Loho11 yang biasa dijuluki Tjeng It12 di kota Manado

juga menjelaskan hal yang sama, bahwa begitu umat mengetahui

orang tuanya meninggal segera memasang dupa merah sebanyak

tiga batang dan berdoa kepada Tian (天) menghadap keluar rumah,

melapor kepada Tian (天) dan Malaikat Bumi (Fu De Zheng Shen 福

德正神 ) bahwa Tian (天) telah memanggil ... dengan menyebutkan

nama lengkap dan tanggal lahir memohon agar Tian (天 ) dan

Malaikat Bumi/Fu De Zheng Shen 福德正神 atau Tu Di Gong 土地公

memberikan tempat yang baik sesuai dengan amal baktinya.

Kemudian membakar kertas emas (jin zhi, kim coa 金紙) sebanyak

tiga lembar yang sebelumnya sudah diusapkan ke wajah orang yang

meninggal. Pengusapan ini mengandung makna penyerahan kepada

Tian (天) Yang Maha Esa agar arwahnya berjalan dengan baik dan

tenang dan memohon ijin agar anak, cucu dan keturunan

memperoleh penghidupan yang baik, seperti makna dalam gambar

hok lok siu (fu lu shou 福祿壽) 13 demikian pula jawaban yang sama

ketika penulis tanyakan kepada Felix Tumewu14

Js. Charles Tilung15, seorang rohaniwan Makin Manado yang

sering dipanggil pihak keluarga yang berduka untuk melaksanakan

tugas pelayanan duka, menjelaskan bahwa ketika beliau tiba di

rumah duka segera mengajak pihak keluarga untuk berdoa dan

11Ronny Loho adalah seorang pengurus Rumah Ibadah Kelenteng Lo Cia (呢吒

廟 ) di Manado yang biasa dipanggil Tjeng It, merupakan seorang tokoh yang

dihormati karena mempunyai banyak pengetahuan tentang persembahyangan di Kelenteng maupun upacara duka. Wawancara di Kelenteng Lo Cia tanggal 25 September 2018 jam 16.30 Wita.

12Tjeng It adalah sebutan untuk rohaniwan yang menguasai persembahyangan agama Khonghucu, (儒) Budha (佛) dan Tao (道) atau di sebut Tri Dharma.

13 hok lok siu (fu lu shou 福祿壽 ):mempunyai arti: rejeki yang berlimpah,

kedudukan/ keturunan yang baik,sehat dan panjang umur. 14Wawancara dengan Felix Tumewu di pekuburan Paal 2 Manado, tanggal 24

September 2018 pukul 15.00 Wita. 15 Wawancara dengan Js. Charles Tilung seorang rohaniwan Khonghucu di

Makin Manado, 20 September 2018 pukul 13.30.

Page 120: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

94

melaporkan peristiwa duka ini kepada Tian (天) karena Tian (天)

telah memberikan yang terbaik buat almarhum dan juga untuk

keluarga. Demikian juga selalu menyampaikan ayat suci yang

terdapat dalam Kitab Lun Yu/Lun Gie 論語 XII:5.2: “Mati hidup

adalah Firman, kaya dan mulia adalah pada Tuhan YME” .

Kuasa hidup dan mati adalah kehendak Tian (天 ), maka

manusia menjadi makhluk yang harus tunduk dan patuh kepada Tian

( 天 ) dengan melakukan perbuatan yang sesuai dengan yang

difirmankan, hidup sesuai dengan Xing (性 kodrat kemanusiaan)

yang diberikan oleh Tian (天), sujud dan sembahyang kepada Tian (

天) dengan patuh dan satya.16

2. Isi Doa Pra Ru Mu/Pra Jieb Bok 入木

Bunyi doa yang dipanjatkan menurut Js. Charles Tilung adalah: “Kehadirat Tian (天) Yang Maha Esa, di tempat Yang Maha Tinggi, dengan

tuntunan dan bimbingan Nabi Khongcu, Dipermuliakanlah. Semoga berolehlah kami kekuatan dan kemampuan untuk menjunjung tinggi kebenaran dan menjalankan Kebajikan. Puji syukur kami naikkan kehadirat Tuhan, karena pada hari yang baik ini Tuhan telah menurunkan Firman, memanggil ..... (sebutkan nama lengkap), pulang kembali kedalam pangkuan kebajikan Tian ( 天 ) Tuhan YME.

Berkenanlah Tian ( 天 ) menurunkan berkah bagi keluarga yang

ditinggalkan dan menerima roh ini dalam pangkuan kebajikan sesuai dengan apa yang diperbuat semasa hidupnya. Berkenanlah Tuhan mengampuni atas kelalaian, kekurangan dan kesalahan yang telah almarhum perbuat baik sengaja maupun tidak disengaja. Mewakili kaum keluarga saya mohon kepada Tian (天) berkenanlah mengabulkan doa

dan permohonan kami ini. Dengan setulus hati kami berdoa dengan sepenuh kebajikan di dalam hati, dipermuliakanlah. Jauhkan kami dari keluh gerutu, sesal penyalahan kepada sesama manusia, dapatlah kami tekun belajar, hidup benar dari tempat yang rendah ini terus maju menuju tinggi menempuh Jalan Suci, Jalan Kebenaran. Teguhkanlah iman kami, yakin Tuhan selalu penilik, pembimbing dan penyerta hidup kami. Shanzai.”17

16 Ongky Setio Kuncono, Wei De Dong Tian, Jalan Menuju Tuhan, Sebuah

Kumpulan Khotbah Minggu (Sidoardjo: SPOC (Study Park of Confucius), 2017), h. 30. 17Wawancara dengan Js. Charles Tilung, 20 September 2018 pukul 13.30.

Page 121: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

95

Js. Charles menambahkan apabila berada di lingkungan

Tionghoa penyebutan Tuhan adalah dengan sebutan Tian (天), dan

apabila berada di lingkungan non Tionghoa penyebutan Tian (天)

menjadi menjadi Tuhan.

Ada kepercayaan orang Tionghoa, apabila keluarga meninggal

pada saat kecelakaan maka jenazahnya tidak disemayamkan di

dalam rumah, melainkan di halaman rumah karena mereka

beranggapan bahwa meninggal sewaktu kecelakaan adalah tidak

sewajarnya dan apabila jenazahnya diletakkan di dalam rumah akan

mengakibatkan hal yang kurang baik di dalam keluarga nantinya.

Apabila melihat pada kitab suci Shi Shu, 18 disebutkan demikian:

“Mati hidup adalah Firman, kaya mulia adalah pada Tuhan Yang

Maha Esa...” tentunya kita tidak perlu membedakan dalam hal

persujudan dalam persembahyangan.

3. Memandikan Jenazah

Setelah berdoa kepada Tuhan kemudian jenazah dimandikan

(apabila meninggalnya di rumah sakit maka pelaksanaan pemandian

jenazah dilakukan oleh petugas yang berada di Rumah Sakit) dan

dipakaikan baju yang sopan dan rapi. Setelah itu jenazah baik laki-

laki maupun perempuan di-make up/didandani agar terlihat lebih

cantik/tampan. Hal mendandani orang yang sudah meninggal tidak

ada di ajaran agama, ini merupakan tradisi jadi tidak wajib diikuti.

Perihal mendandani itu timbul dari lubuk hati yang paling dalam,

tidak tega membiarkan jenazah apa adanya pada saat terakhir

kepergiannya. Apabila di rumah maka anak tertua yang memandikan

orang tuanya, tetapi seiring berjalannya waktu belakangan ini yang

meninggal di rumah dibawah ke rumah sakit untuk dimandikan dan

di dandani kemudian dibawa pulang ke rumah, karena rumah sakit

di Manado belum menyediakan tempat seperti di Jakarta yang ada

rumah duka. Setelah jenazah dimandikan lalu diletakkan di

18Lun Yu XII:5.2, h. 218.

Page 122: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

96

dipan/ranjang yang sudah dialas tikar dan seprai kemudian diberi

bantal. Untuk upacara memandikan oleh keluarga dilakukan sebelum

masuk peti secara simbolis yang dinamakan membeli air kepada Tu

Di Gong (土地公) sebelum dimandikan.

Nabi bersabda: “Begitu ada kematian, keluarga wajib segera

mengganti pakaiannya, jika dibuat dari kulit kambing dan topi yang

berwarna hitam. Meskipun mereka tidak melakukan hal-hal yang

lebih lanjut. Jika mengenakan pakaian dari kulit kambing dan topi

hitam, Nabi tidak melakukan kunjungan belasungkawa. Zi You (子有

Cu Yu) bertanya tentang peralatan yang wajib disediakan untuk

upacara perkabungan. Nabi bersabda: “Wajib disediakan sesuai

dengan kemampuan keluarga.” Zi You (子有 Cu Yu) berkata,

“Bagaimanakah keluarga yang mampu dan tidak mampu dapat

melakukan hal yang sama?” Nabi menjawab: “Yang mampu jangan

melampaui ketentuan kesusilaan, yang tidak mampu cukup sekedar

tubuhnya ditutupi dari kepala hingga kaki dan selanjutnya

dimakamkan. Peti jenazah cukup diturunkan dengan tali. Dengan

demikian, siapakah yang akan menyalahkan?” (Lee Ki/Li Ji IIA.III:16-

17.)

4. Menyiapkan Dipan

Dipan biasanya dari ranjang kayu dan tidak diberi kasur,

mengingat kemungkinan ada cairan yang keluar dari tubuh jenazah,

jadi selesai dipakai dipan bisa langsung dicuci. Tetapi ada juga yang

masih memakai kasur. Dipan diletakkan di tengah ruangan

menghadap ke depan pintu rumah. Di bawah dipan diletakkan es

batu balok di dalam loyang besar agar jenazah tetap awet, tetapi

zaman sekarang jenazah sudah diformalin jadi sudah tidak

memerlukan es lagi.

Di samping dipan/ranjang jenazah diletakkan pelita minyak

kelapa dan tempat pembakaran kertas perak. Kertas perak dibakar

oleh anggota keluarga secara terus menerus lembar demi lembar

Page 123: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

97

selama jenazah belum dimasukkan kedalam peti atau sebelum

upacara jieb bok. Pelita dan kertas perak (yin zhi, gin coa 銀紙 )

memiliki arti memberikan terang bagi perjalanan roh atau arwah

dari orang yang baru meninggal menuju ke alam baka. Kertas perak

(yin zhi, gin coa 銀 紙 ) adalah kertas yang digunakan untuk

sembahyang kepada arwah leluhur dan digunakan dalam upacara

kematian.19

Untuk penempatan dipan/ranjang menurut Ronny Loho tidak

harus selalu di dalam rumah karena harus melihat lebarnya pintu

rumah, apabila pintu rumahnya sempit dan tidak memungkinkan

mengeluarkan peti dengan cara di gotong beberapa orang, peti mati

tidak boleh mengenai pintu rumah karena diyakini masyarakat kalau

sampai peti mati waktu dikeluarkan mengenai pintu rumah akan ada

keluarga yang ikut berpulang dalam waktu dekat. Hal ini hanya

merupakan tradisi setempat saja, mengenai kebenarannya belum

dapat dibuktikan, hanya kemungkinan pernah ada kejadian seperti

itu di masa lampau dan masyarakat mengambil kesimpulan sendiri.

Karena hanya cerita dari mulut ke mulut saja, jadi lebih baik

mengikuti tradisi dari pada hal tersebut menjadi kenyataan,

demikian menurut Ronny Loho.20

5. Altar Leluhur

Meja altar untuk sembahyang kepada leluhur isinya antara

lain:

1. Xiang lu/hio lo 香爐 tempat dupa untuk keluarga dan untuk tamu

2. Foto almarhum,

3. Sepasang tempat lilin,

4. Dupa (hio)

19Hanny Kilapong, Upacara Kematian Penganut Agama Khonghucu Indonesia di

Sulawesi Utara (Manado: tanpa penerbit, Februari 2005), h.5. 20Wawancara dengan Ronny Loho, tanggal 25 September 2018 jam 16.30 Wita.

Page 124: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

98

5. Air putih, teh dan nasi yang diatasnya diletakkan sebutir telur

ayam yang direbus.

Maksudnya adalah : Telur awal dari sebuah kehidupan dan

nasi adalah lambang kehidupan. Disamping itu di altar tersedia juga

sajian yang tersaji seperti makanan kesukaan almarhum. Sajian

tersebut diberikan dan diangkat sesuai waktu makan dan anak atau

keluarga menaikkan dua batang dupa dan ding li (ting lee 頂禮) dua

kali ke hadapan jenazah seolah-olah mempersilahkan makan.

Sebagai anak yang berbakti, walaupun orang tua telah meninggal

sang anak tidak melupakan rasa baktinya, untuk itu tetap

memperlakukan dengan kesusilaan. Merasakan seperti melayani

orang tua semasa hidup dengan menyiapkan makanan kesukaan,

anak atau keluarga yang ditinggalkan mengetahui bahwa yang sudah

meninggal tidak bisa merasakan makanan lagi, tetapi merasakan

bahwa roh almarhum dapat melihat penghormatan anak kepada

orang tuanya.21 Menurut Ronny sajian yang disiapkan sesuai dengan

kesukaan almarhum semasa hidup, dan menyiapkan sesuai

kemampuan.22

Untuk sajian yang disiapkan tidak harus sajian yang sulit untuk

didapatkan, seperti pada ayat berikut ini. “Kongzi mulai dengan

menertibkan alat-alat persembahyangan, tetapi tidak menetapkan

bahwa tiap-tiap sajian harus hanya diisi barang sajian tertentu saja

yang sukar didapatkan.”23

21Wawancara dengan Js. Charles Tilung. 22Wawancara dengan Ronny Loho. 23Lihat Kitab Bing Cu Meng Zi 孟子 Jilid VB:4,6 dalam Kitab Sìshū (四書 Kitab

Yang Empat), versi Dwilingual dengan Transliterasi Hanyŭ Pinyin oleh Team P3K Deroh Matakin-2011 (Jakarta: Matakin dan diperbanyak oleh Bimas Khonghucu PKUB Kemenag RI, 2016), h.630.

Page 125: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

99

6. Altar Fu De Zheng Shen (福德正神)

Selain meja altar untuk jenazah juga terdapat meja altar untuk

Tu Di Gong/Fu De Zheng Shen/Malaikat Bumi di sebelah kiri altar

jenazah dengan isian

1. Tempat hio lo (xiang lu 香爐)

2. Sepasang lilin merah

3. Teh tiga mangkuk kecil

4. Buah-buahan (tiga piring atau lima piring) sesuai keinginan dan

kemampuan keluarga yang berkabung.24 Buah yang disiapkan

berupa pisang, jeruk, apel, pear, belimbing. Masing-masing

piring berisi tiga atau lima buah.

7. Pakaian Berkabung

Menghadapi perkabungan, keluarga memakai baju duka/

pakaian berkabung yang disebut sang fu (song hok 喪服; sang/song

喪 artinya duka dan fu/hok 服 artinya baju), yaitu baju yang

berwarna putih kusam (atau warna mangkak) yang terbuat dari

bahan belacu kasar yang dijahit tanpa lipatan pinggir, baju dipakai

terbalik. Laki-laki memakai ikat kepala putih dan perempuan

memakai kerudung putih yang di Manado dikenal sebagai lu tu25 .

Disamping lengan baju bagian atas ada tersemat pita atau sepotong

kain berwarna hitam atau biru atau warna-warna berkabung yang

berbeda sesuai dengan tingkatan keluarga. Saat ini sudah banyak

keluarga berduka yang memakai baju berkabung yang lebih praktis,

yakni dengan membeli kaos atau blus/kemeja berwarna putih di

toko baju, dan bawahan juga berwarna putih.

24Wawancara dengan Js. Charles Tilung, Felix Tumewu dan Ronny Loho. 25Lu tu adalah semacam ikat kepala/kerudung yang terbuat dari kain belacu

yang pinggirannya tidak dijahit dan modelnya lancip menutupi kepala, digunakan dalam upacara duka.

Page 126: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

100

8. Mempersiapkan Peti Mati

Peti mati biasanya dibeli oleh anak almarhum, dan biasanya

berapa harga peti mati itu tidak ditawar. Peti mati dibeli sesuai

dengan kebutuhan dan harga, karena harga peti mati cukup beragam

dari yang paling murah sampai mahal. Murah atau mahalnya peti

mati tergantung kualitas kayu dan ukuran peti mati. Penulis

mendapatkan harga yang terbilang murah, lengkap dengan baju

jenazah (kebaya untuk wanita dan setelan jas untuk pria seharga Rp.

3.500.000,- di Jakarta Florist Manado, sebuah toko khusus menjual

peti mati dan kembang duka cita.

Tetapi pada umumnya orang Tionghoa di Manado memakai

‘peti Cina’ yang terbuat dari kayu kambing karena dirasa lebih kuat

dan awet. Ada beberapa ukuran dengan harga 35 juta rupiah dan 36

jutaan rupiah dengan 3 ukuran masing-masing 60 cm x 2 m, 65 cm x

2 m dan 75 cm x 2 m.26 Peti mati dengan kualitas seperti ini, yang

biasanya disebut Peti Cina, tempatnya berada di Jalan Yos Sudarso

no. 46 A, Paal 2 Manado di rumah ibu Margaretha Yulianti Angelo

atau biasa dipanggil Ci Kui. Biasanya peti mati ini sudah tersedia, jadi

pembeli tinggal datang dan memilih, tetapi tidak tersedia ukuran

untuk anak-anak. Peti yang dijual sudah termasuk bantal dengan

sarung dari kain satin berwarna putih yang berisi kertas perak (yin

zhi, gin coa 銀紙) yang dibentuk seperti perahu dan digepengkan,

kain satin merah untuk penutup peti mati, kain tile putih dan juga

dekorasi dalam peti yang dibuat berbentuk smok dengan hiasan

bunga di dalamnya.27 Orang Tionghoa biasanya menggunakan peti

yang kuat sehingga tahan oleh air dan tanah dalam waktu lama

sehingga tidak mudah dimakan rayap. Hal ini hanya merupakan

tradisi karena ajaran agama tidak mengajarkan demikian, umat

sudah menyadari bahwa jasad itu dari tanah akan kembali ke tanah.

26Wawancara dengan Margaretha Yulianti Angelo yang biasa dipanggil Ku Kui,

tinggal di Yos Sudarso 46 A Paal 2 Manado, 12 Mei 2016, pukul 08.00 Wita di kediamannya.

27Wawancara dengan Margaretha Yulianti, 12 Mei 2016.

Page 127: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

101

Membeli peti mati itu tugas dari putra-putri almarhum. Anak

sulung membakar tiga batang hio bergagang merah, kemudian

bersembahyang yang dilanjutkan dengan melakukan ritual bu bei

(poah poe 卜杯). Bunyi doa atau permohonannya adalah:

“Kepada penguasa alam dan leluhur yang dimuliakan. Bila menyetujui ini peti mati yang akan digunakan oleh:………..shio:…………yang meninggal pada tanggal :…… dan jam:….. Berilah kami tanda bila peti mati ini disetujui dengan hasil xiangbei (siupwe 象杯, atau juga ditulis shengbei 聖

杯), demikian juga bila tidak siupwe maka akan dipilih lagi peti mati yang

lain”.28

Bu bei (poah poe 卜杯) adalah proses berkomunikasi/ bertanya

kepada Tuhan atau kepada leluhur dengan menggunakan sepasang

bilah kayu/bambu, yang mana setelah doa atau pertanyaan

disampaikan lalu bilah bambu/kayunya dilemparkan ke atas,

kemudian dilihat hasil atau posisi bilah bambu/kayunya. Proses

ritual bu bei ini juga bisa menggunakan sepasang uang logam yang

juga dilemparkan ke atas setelah doa/pertanyaan diajukan, setelah

jatuh di lantai barulah dilihat hasilnya. Bila kedua keping uang logam

atau bambu itu sama gambar, berarti tidak siupwe (xiangbei 象杯)

artinya permohonan/doa tidak disetujui, bila kedua uang logam itu

tidak sama gambarnya itu berarti siupwe (xiangbei 象杯) artinya

disetujui. Tetapi mengingat kemajuan zaman hal melakukan poh poe

ini jarang di praktekkan, dikarenakan banyak kendala, ukuran dan

model sangat bervariasi. Proses bertanya melalui poah poe itu

merupakan tradisi/budaya yang turun temurun, ritual itu dipercaya

dapat memberi jawaban atas pertanyaan yang diberikan.

9. Menempel Kertas Tanda Berduka

Pintu jendela dan kaca di rumah keluarga berduka

ditempelkan kertas putih berukuran lebar 5 cm dan panjang 30 cm.

Bila yang meninggal itu ibu, kertas putih ditempel dengan cara kanan

28 http://tradisitridharma.blogspot.com/2014/11/ arti-dan-makna-yang-

dalam-dari-tradisi.html, 15 Oktober 2018, pukul 15.22 Wib.

Page 128: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

102

di atas dan kiri di bawah. Apabila yang meninggal seorang bapak,

kertas putih ditempel dengan cara kiri di atas dan kanan di bawah.

Bila keduanya telah tiada, kertas putih di tempel dua menyilang

(seperti huruf X).29

10. Memasang Tenda

Pada saat satu keluarga mengalami peristwa kematian

biasanya tetangga yang datang akan secara bergotong-royong

mendirikan tenda, karena di kota Manado belum tersedia rumah

duka. Apalagi biasanya banyak sekali pelayat yang akan datang

menghadiri ibadah penghiburan kepada keluarga yang berduka

sekaligus ingin menyampaikan simpati turut berduka-cita, maka

dengan demikian harus ditambahkan tenda yang dibuat di

pekarangan rumah untuk menampung para pelayat. Saat-saat itulah

amat terlihat kebersamaan antar-umat beragama pada masyarakat

di kota Manado karena walaupun yang meninggal bukan seagama,

masyarakat setempat yang beraneka ragam suku dan agama secara

bersama gotong royong membantu. Istilah gotong royong di Manado

disebut ‘Mapalus’, siapapun yang meninggal pasti akan dibantu,

semua umat di Manado dianggap bersaudara sesuai dengan

semboyan “Torang samua basudara”. Semboyan ini kiranya sama

maknanya dengan Sabda Nabi Kongzi yang menyatakan bahwa “Di

empat penjuru lautan, semuanya saudara”.30

29 http://tradisitridharma.blogspot.com/2014/11/arti-dan-makna-yang-

dalam-dari-tradisi.html, di unduh tanggal 15 Oktober 2018, Pukul 15.25 Wib. 30Lihat Kitab Lunyu (論語) Jilid XII:5.2 dalam Kitab Sìshū (四書 Kitab Yang

Empat), versi Dwilingual dengan Transliterasi Hanyŭ Pinyin oleh Team P3K Deroh Matakin-2011 (Jakarta: Matakin dan diperbanyak oleh Bimas Khonghucu PKUB Kemenag RI, 2016), h. 218.

Page 129: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

103

B. Ru Mu/ Jieb Bok 入木.

1. Pengertian

Sebutan jieb bok 入木, berasal dari dialek Hokkian: jieb/ru 入

artinya “masuk”, sedangkan bok/mu 木 artinya “kayu atau peti”.

Maka jieb bok (ru mu 入木) adalah masuk peti yakni memasukkan

jenazah ke dalam peti.31

2. Melihat Hari dan Jam Baik

Biasanya orang Tionghoa di Manado melakukan ru mu/ jieb

bok 入木 dengan melihat feng shui (hong sui 風水 ), dimana

memasukkan jenazah ke peti harus dilakukan pada hari dan jam baik,

yang diyakini berlaku pada saat air laut sedang pasang, karena

mengandung pengertian dan harapan agar kehidupan anak cucu dan

keturunan terus menanjak penghidupannya. 32 Untuk pelaksanaan

memasukkan jenazah ke dalam peti bukan hanya para senior yang

mengetahui kalau harus melihat jam yang baik dan juga pada saat air

pasang. Ketika penulis tanyakan kepada Ivana seorang anak Pakin,

ia juga mengetahui bahwa jika akan memasukkan jenazah ke dalam

peti mati itu sekitar jam delapan malam dimana air sudah pasang.33

Sebenarnya, pasang surut air laut bervariasi dari hari ke hari

selama sebulan, sesuai posisi dan keberadaan bulan. Demikian juga

besar pasang surut air laut dipengaruhi oleh letak/lokasi suatu

tempat. Namun memang secara umum, air akan naik menjelang

malam hari dan akan surut ketika mulai menjelang pagi hari,

pengetahuan umum ini dikenal oleh Ivana walau beliau belum

mengetahui secara menyeluruh gejala dan perhitungan pasang surut

air laut ini.

31M.Ikhsan Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu (Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), h.140. 32 Wawancara dengan Ronny Loho yang dipanggil ko Tjong, 25 September

2018, Kelenteng Lo Cia Manado, Felix Tumewu, Js. Charles Tilung, Ivana, Diane Lontoh, Elvie Loho.

33Wawancara dengan Ivana, 30 Agustus 2017, di Mantos Manado.

Page 130: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

104

Menurut Ronny Loho apabila mau memasukkan jenazah ke

peti harus melihat jam baik dan juga saat air pasang di lokasi

kejadian. Waktu air pasang itu juga berbeda untuk masing masing

daerah, ada yang di atas jam lima sore air sudah mulai pasang. Asal

air sudah pasang/naik maka sudah bisa dilaksanakan upacara masuk

peti, demikian menurut Ronny.34 Di sini terlihat Ronny Loho lebih

memahami persoalan pasang surut air laut ini.

Secara umum, upacara ru mu/jieb bok 入木 ini biasanya

dilaksanakan di malam hari (saat air pasang sudah terjadi) yang

didahului dengan pelaksanaan upacara oleh Makin bersama

umatnya, selanjutnya oleh keluarga dengan bantuan Pengurus

Jenazah.

3. Pembersihan Peti Mati

Sebelum peti mati digunakan oleh keluarga, biasanya mereka

memakai jasa Tjeng It/Tho Kong/rohaniwan atau Pengurus orang

mati. Menurut Ronny Loho biasanya peti mati diasapin dengan asap

dupa dan kemenyan karena beranggapan bahwa kayu yang

digunakan sebelum dibuat menjadi peti mati, kayunya berasal dari

pohon dan pohon mempunyai pori-pori. Mereka beranggapan

bahwa pohon juga ada arwahnya atau penunggu. Untuk itu peti mati

sebelum digunakan diasapin dupa dengan mengelilingi peti

sebanyak tiga kali sambil diasapin dan membaca doa dengan maksud

agar roh yang menempati peti tersebut bisa keluar atau menjauh, dan

juga memohon ijin kepada Tian (天 ) untuk peti mati itu akan

digunakan oleh almarhum.... setelah itu barulah peti dimasukkan ke

dalam rumah.35

34Wawancara dengan Ronny Loho tanggal 25 September 2018 di Kelenteng

Locia pukul 15.00 wita. 35Wawancara dengan Ronny Loho tanggal 25 Sept 2018 pukul 15.00 Wita di

Kelenteng Locia Manado, pernyataan yang sama juga oleh Felix Tumewu yang biasa dipanggil Ko Kok Wonasa, wawancara di pekuburan Paal 2 pukul 14.00 wita.

Page 131: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

105

4. Pelaksanaan Ru Mu/ Jieb Bok 入木

4.1. Perlengkapan Sembahyang

Pada meja persembahan terdapat segelas air putih, segelas air

teh yang melambangkan yin-yang 陰陽 , atau unsur negatif dan

positif, tempat penyempurnaan surat doa, kitab Si Shu/Su Si 四書,

sebuah xiang lu (hio lo 香爐 tempat dupa) untuk keluarga diletakkan

di sebelah dalam altar dan sebuah xiang lu (hio lo 香爐) untuk tamu

diletakkan di bagian depan, surat doa ru mu/ jieb bok 入木, dua buah

lilin, mi gao (bi ko 米糕) 36 yang terbuat dari tiga macam biji-bijian

yaitu, beras, kacang hijau dan wijen yang masing-masing telah

dimasak dengan gula aren dan dibuat menjadi bola-bola kecil,

dimasukkan kedalam gelas kecil atau cangkir untuk diletakkan di

meja sembahyang leluhur.

Mi gao (bi ko 米糕) merupakan tradisi umat Tionghoa yang

mempunyai makna lebih dalam selain harapan memperoleh rezeki,

yaitu upacara kematian ini bisa menjadi peristiwa yang menyatukan

anggota keluarga yang tercerai-berai atau yang berjauhan, apakah

yang tinggalnya berjauhan di luar kota atau ada perselisihan intern

yang terjadi dalam hubungan keluarga. Dengan adanya mi gao (bi ko

米糕) ini mau mendekatkan kembali hubungan yang tadinya kurang

harmonis menjadi lebih harmonis, lebih lengket dan manis untuk

suatu hubungan kekeluargaan dan bagi umat maknanya agar semua

umat wajib datang jika ada kesempatan walaupun tanpa diundang

termasuk jika ada umat yang berselisih paham dengan almarhum

atau anggota keluarga.37 Sementara menurut Ronny Loho sajian mi

gao (bi ko 米糕 ) dan “kue mandidih” digunakan apabila yang

meninggal sudah mempunyai tiga keturunan, makanya disusun tiga

37Wawancara dengan Charles Tilung, tanggal 20 September 2018.

Page 132: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

106

dengan ukuran besar, sedang dan kecil.38 Karena arti sendiri dari mi

gao (bi ko 米糕) itu adalah tujuannya menyatukan keluarga sampai

tiga generasi agar tetap rukun dan harmonis, tidak tercerai berai.

Kalau yang meninggal belum berkeluarga sajian mi gao (bi ko 米糕)

tidak perlu disajikan.

Untuk sajian persembahyangan tidak mengharuskan

menyediakan berbagai macam sajian, yang terpenting adalah

ketulusan dalam menyampaikan persembahan, seperti sabda Nabi

dalam ayat suci berikut: “Zi Lu/Cu Lo 子路 berkata, ‘Sungguh menyedihkan orang yang miskin.

Ketika orang-tuanya masih hidup tiada makanan untuk merawatnya. Saat meninggal dunia, tidak dapat memenuhi kewajiban Susila (Li/Lee 禮 )

kepadanya.’ Nabi Khong Cu/Kong Zi 孔子 bersabda: ‘Biarpun hanya sayur

kacang dan air tawar kalau dapat membahagiakan orangtua, itu sudah dapat disebut berbakti. Biar seorang anak hanya dapat membungkus badan hingga kaki orangtuanya yang meninggal dunia lalu memakamkannya tanpa dengan peti mati luar (guo/kok 槨), dia sudah

boleh dinamai melakukan kewajiban Susilanya’ .”(Lee Ki/Li Ji 禮記 IIB.II.16

hal. 103)39

Jadi sebenarnya dalam upacara duka untuk sajian

sembahyang, Nabi Kongzi tidak menghendaki upacara maupun

sajian yang berlebihan seperti yang biasanya kita lihat dalam

persembahyangan orang Tionghoa pada umumnya. Ayat di atas

dapat menggambarkan hal tersebut.

Terkait dengan sajian dalam persembahan atau upacara duka

agama Khonghucu, sebenarnya adanya sajian itu bukanlah untuk

memberi makan kepada yang sudah meninggal. Orang yang sudah

meninggal tentu tidak perlu makan, persembahan yang demikian

merupakan suatu bentuk penghormatan kepada yang sudah

meninggal. Hal ini dapat kita lihat dalam Kitab Li Ji IIB: 2,8 “… Orang

38Wawancara dengan Ronny Loho tanggal 25 September 2018 pukul 15.30

Wita. 39Lihat Panduan, Tata Cara dan Upacara Duka dan berkabung, h.55 – 60.

Page 133: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

107

yang mati itu tidak ikut makan, tapi dari zaman yang paling kuno

sampai sekarang hal itu tidak pernah dialpakan...”

Demikian pula dengan pemakaian kertas emas dan kertas

perak juga disiapkan oleh keluarga berduka sebagai bagian dari

persembahyangan. Selain itu ada juga umat Khonghucu yang

menyiapkan replika rumah-rumahan yang lengkap dengan isi

perabotan. Dalam kitab Li Ji dikatakan: “Benda-benda itu dinamai ming qi karena (orang yang telah meninggal dunia) itu diperlakukan sebagai shen ming (makhluk yang bersifat spiritual). Sejak zaman kuno sudah ada kereta-keretaan yang dibuat dari tanah liat dan sosok yang dibuat dari jerami, itulah Jalan Suci dibuatnya ming qi. Nabi Kongzi mengatakan, “Membuat sosok dari jerami itu baik, tapi membuat sosok boneka (yang bisa bergerak-gerak dari kayu) itu tidak berperi cinta kasih. Bukankah itu berbahaya, karena dapat

mendorong orang menggunakan orang sungguh-sungguh.”40

Orang Kwangtung membuat ming qi dari bambu dan kertas,

kesemuanya tak lain hanya untuk menyampaikan rasa hati

sekedarnya demi mendapat ketentraman batin. Bila kepada orang

yang telah meninggal sebatang dupa atau seikat bunga saja kita segan

memberi, sesungguhnya itu tidak berperi cinta kasih. Jangan

dilakukan. Tetapi sebaliknya, bila kepada yang telah meninggal kita

kirimi misalnya kapal beneran dengan membakarnya, itupun sangat

tidak bijaksana dan jangan dilakukan. Dalam hal ini, Nabi Kongzi

tidak berbicara atas nama yang telah mati, melainkan berbicara atas

nama orang yang masih hidup. Dengan mempertimbangkan suasana

batin dan nalar yang dimiliki manusia agar manusia tidak terjerumus

ke dalam tekanan batin tidak berperi cinta kasih dan tidak bijaksana,

Kongzi menyetujui mempersembahkan ming qi kepada yang

meninggal. Sikap Nabi ini sungguh bijaksana. Dalam hal pelayanan

40Lihat buku ke-IIB.I:1.45 Kitab Lĭjì 禮記, (Jakarta: Pelita Kebajikan, 2005), h.

94.

Page 134: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

108

kepada yang telah meninggal beliau meletakkannya di dalam

kesakralan yang sulit diperhitungkan.41

4.2. Upacara Pembelian Air

Pelaksanaan upacara “pembelian air dari Bumi” menurut Felix

Tumewu, dipimpin oleh pengurus jenazah dengan membawa

belanga yang terbuat dari tanah liat, uang logam 2 keping (terserah

kepingan berapa, coin 100 juga bisa karena itu hanya berupa syarat

beli air) yang diletakkan di dalam belanga lalu ditutup dengan kain

putih. Sementara pengurus jenazah yang memimpin upacara

“pembelian air” (arti sebenarnya sama dengan mau memandikan

jenazah), membawa dupa sebanyak tiga batang dan kertas emas

(yinzhi, kim coa 金紙) bisa sebanyak tiga lembar atau satu mata.

Mereka keluar rumah menuju kearah sumber mata air berada atau

yang disebut perigi/sumur atau kran air kalau tidak terdapat

perigi/sumur. Upacara ini bermakna memohon ijin kepada Tu Di

Gong (土地公 Malaikat Bumi) untuk membeli air, artinya mau

memandikan jenazah dengan ijin dari Tu Di Gong (土地公). Upacara

diawali penaikkan dupa tiga batang oleh anggota keluarga lalu

ding li (ting lee 頂禮) 42 sebanyak tiga kali, berdoa memohon ijin

kepada Tu Di Gong (土地公) untuk memandikan jenazah, lalu dupa

ditancapkan di tanah. Kertas Emas (yin zhi, kim coa 金紙) dibakar,

dua keping uang logam diletakkan di tempat pengambilan air (ibarat

membeli air), belanga kemudian dicuci. Belanga diisi air, diletakkan

di atas tanah, lalu memberi hormat dengan bai (pai 拜) lalu ding li

(ting lee 頂禮) tiga kali, belanga diambil dan mereka kembali ke

dalam rumah. Setelah di dalam rumah mereka memberi hormat

dengan ju gong/kiok kiong 鞠躬 yakni membungkukkan badan tiga

41 Genta Harmoni, Edisi Perdana, (Solo: Matakin bagian penerbitan,2003),

h.20—21. 42 Kedua tangan dirangkapkan, tangan kiri menutup tangan kanan sambil

diangkat di atas kepala.

Page 135: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

109

kali kepada orang yang meninggal. Kain putih dibasahkan air yang

ada di dalam belanga, diusapkan ke jenazah mulai dari kepala ke kaki

kanan lalu dari kepala ke kaki kiri. kain dibilas, lalu diusapkan

kembali dari kepala ke tangan kanan dan selanjutnya dari kepala ke

tangan kiri setelah itu oleh anggota keluarga dengan mengikuti

petunjuk pengurus jenazah, keluarga bai/pai (拜) dengan dua batang

dupa memberi tahu roh almarhum bahwa keluarga sudah

melaksanakan upacara ini, lalu belanga tanah dibawa keluar dan

dipecahkan di jalan. 43 Selesai memandikan jenazah, pengurus

kematian siap memasukkan jenazah ke dalam peti.

Charles Tilung mengungkapkan hal yang sama pada saat

pembelian air, dimana anak wajib memandikan orang tuanya secara

simbolis dengan menyeka / mengelap tubuh almarhum seperti cara

yang diungkapkan oleh Felix Tumewu. Pada saat membanting

belanga diucapkan hal-hal yang menyiratkan bahwa hal-hal yang

baik tetap ada dan hal-hal yang buruk dihanyutkan, hal ini dianggap

sebagai amal bakti kepada orang tua. 44 Upacara beli air ini

merupakan budaya Minahasa yang dilakukan di kota Manado.

4.3. Menaburkan Teh, Memasukkan Jenazah ke Peti dan

Peletakan tujuh Mutiara

Selanjutnya keluarga mengambil teh kiloan yang sudah

dipersiapkan sebelumnya untuk kemudian ditabur rata ke dasar peti

mati dengan maksud agar teh nanti dapat menyerap cairan yang

keluar dari tubuh dan dapat menetralisir aroma yang kurang sedap

yang keluar dari tubuh jenazah, terkadang juga dasar peti ditaburi

dengan kopi bubuk untuk lebih menghilangkan bau atau aroma yang

kurang baik.

43Wawancara dengan Felix Tumewu. 44Wawancara dengan Charles Tilung tanggal 23 September 2018 di Rumah

Makan Monalisa, Singkil Manado.

Page 136: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

110

Ikhsan Tanggok dalam tulisannya Mengenal Lebih Dekat

Agama Khonghucu di Indonesia mengatakan pada saat peti ditaburi

teh oleh Thokong mengucapkan: ce tau, pwe tau, kaw tau, cepe tau,

ceban tau, ban-ban tau, hoat chay, hoat chay. Artinya Satu buah,

delapan buah, sembilan buah, seratus buah, sepuluh ribu buah,

seratus juta buah, berkembanglah, berkembanglah. Maksud dari

ungkapan ini adalah supaya keluarga yang ditinggal oleh yang mati

memperoleh rezeki yang banyak. 45 Setelah teh ditabur di semua

bagian dasar peti mati maka jenazah siap dimasukkan ke dalam peti

mati.

Ketika jenazah dimasukkan ruang antara kepala dengan ujung

peti harus diatur agar lebih longgar, sedangkan bagian kaki boleh

lebih dekat ke peti, dan posisi kepala dan seluruh badan harus di

tengah, dalam arti jarak kiri dan kanan harus sama. Mengapa

demikian karena mengandung harapan supaya turunan tidak selalu

pikul berat, agak longgar. Hal ini sama juga dengan posisi masuk peti

ke dalam liang lahat nanti.

Selanjutnya sesuai tradisi beberapa baju-baju yang biasa

dipakai almarhum/ah., termasuk pakaian dalam dan baju tidur

ditaruh di kiri dan kanan peti, di samping karena tradisi sebenarnya

kegunaannya untuk mengganjal jenazah agar tidak bergeser ke kiri

dan kanan. Ikat pinggang, sepatu atau tas yang terbuat dari kulit

binatang tidak boleh dimasukkan ke dalam peti. Selain itu

perlengkapan mandi dan semua perlengkapan sehari-hari seperti

handuk, odol, kaca, sikat gigi, kaca mata, sisir dan lain-lain semuanya

dimasukkan ke dalam peti termasuk kosmetik (bagi perempuan),

semua adalah tradisi. Kaca dipecahkan sebelum dimasukkan ke

daalam peti dengan maksud supaya membantu arwah almarhum

dapat menyadari kondisinya bahwa sudah meninggal.

45 Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu,, h. 140. (dengan

sedikit modifikasi ejaan dan makna Bahasa Indonesianya oleh penulis).

Page 137: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

111

Sementara itu peletakan tujuh butir mutiara kepada jenazah

walaupun tersebutkan dalam kitab Li Ji IIB.I:1.24 namun rohaniwan

di kota Manado menyatakan bahwa di sana ritual itu tidak

dibiasakan. Jadi tergantung keluarga, apabila keluarga almarhum

berasal dari kalangan sederhana maka tidak perlu mempersiapkan

mutiara untuk dipakaikan ke jenazah46. Upacara meletakkan tujuh

butir mutiara yang bersumber dari kitab Li Ji IIB.I:1.24 dilakukan

sebelum upacara ru mu/ jieb bok 入木 dilangsungkan. Satu butir di

mata kiri lalu 1 butir di mata kanan (untuk ayah), untuk ibu dimulai

dari kanan. satu butir di lubang kuping kiri lalu 1 butir lubang kuping

kanan (untuk ayah), untuk ibu dimulai dari kanan. Satu butir di

mulut. Satu butir di lubang hidung kiri dan 1 butir di lubang hidung

kanan (untuk ayah), untuk ibu dimulai dari kanan. Disamping kitab

Li Ji IIB.I:1.24, makna ritual ini mengacu pula dari ayat empat

pantangan yakni kitab Lun yu/Lun Gie 論語 XII:147.

Kemudian keluarga secara berurutan dari derajat paling tinggi

menyiramkan/menyemprotkan minyak wangi atau cologne ke

jenazah mulai dari kaki kanan ke badan (tidak boleh disemprot ke

wajah jenazah), memutari peti mati sampai ke ujung kaki sebelah

kiri, lalu diikuti oleh family dan kaum kerabat. Selanjutnya

memasukkan kertas perak (yin zhi, gin coa 陰紙 ) yang sudah

dibentuk mejadi seperti uang tail ke dalam peti, tetapi tidak boleh

menutupi muka jenazah, kertas perak (yin zhi, gin coa 陰紙) ditaruh

hanya sampai di dada saja. Setelah ini ada keluarga yang meminta

muka jenazah ditutup dengan kain, tetapi menurut Felix Tumewu

apabila anak-anak ada yang belum menikah sebaiknya muka jenazah

jangan ditutup dengan kain supaya hidupnya tidak tertutup,

46 Wawancara dengan Charles Tilung, Felix Tumewu dan Ronny Loho di

Manado. 47Panduan, Tata Cara dan Upacara Duka dan berkabung, SGSK: 36/2010 Edisi

Khusus, Tata Aturan Dewan Rohaniwan Agama Khonghucu Indonesia Beserta Berbagai Panduan Tata Upacara dan Kode Etik Rohaniwan (Solo: Matakin bagian Penerbitan, 2010), h. 65—66.

Page 138: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

112

penghidupan selalu terbuka. Kalaupun anak-anak semua sudah

menikah tidak menutup wajah jenazah dengan kain juga tidak

masalah, itu semua agar kehidupan tidak tertutup, semua

keberkahan lancar untuk penghidupan keluarga

Menurut penulis memasukkan perlengkapan orang hidup ke

dalam peti mati (kecuali mutiara yang memang diatur dalam kitab Li

Ji IIB.I:1.24) tidak perlu karena orang yang telah meninggal sudah

tidak lagi memerlukan perlengkapan orang hidup. Adalah lebih

bermanfaat dipakai untuk orang yang masih hidup atau

disumbangkan saja. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi pada kitab

kesusilaan Li Ji, Nabi Kongzi bersabda: “Ai zai, kalau untuk orang

yang sudah meninggal dunia digunakan barang-barang untuk orang

yang masih hidup, karena itu mungkin mendorong orang benar-

benar mengubur makhluk hidup.” 48 Kebanyakan orang hanya

meneruskan tradisi yang ada tanpa mengetahui maksud dan arti dari

pelaksanaan tersebut. Di dalam kitab Mengzi tertulis, “Menjalankan

tetapi tidak mengerti maksudnya; berkebiasaan tetapi tidak mau

memeriksa, sepanjang hidup mengikuti tetapi tidak mengenal Jalan

Suci, begitulah kebanyakan orang.” 49 Namun tradisi memasukkan

barang-barang untuk orang hidup ke dalam peti mati ini tetap saja

dilakukan, di samping karena sudah menjadi kebiasaan turun

temurun juga karena kebanyakan umat merasa itu adalah

pernyataan rasa cinta keluarga duka kepada almahum/ah.

4.4. Sembahyang Ru Mu/ Jieb Bok 入木

Menurut Js. Charles Tilung sebelum sembahyang di hadapan

jenazah, Js. Charles (yang bertugas melayani perkabungan)

menyampaikan sedikit uraian pengantar sebelum memulai

persembahyangan. Kata pembukanya biasanya: “Marilah kita

memuji dan memuliakan Tuhan dalam suasana apapun baik suka

48Li Ji II B Bag. I/44, h. 94 49Mengzi: Jilid VII A.5, h. 710

Page 139: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

113

maupun duka, seperti saat ini karena apa yang Tuhan buat itu ada

baik bagi kita umat manusia”. Kemudian umat diajak untuk

menyanyikan kidung pujian Mulialah Tuhan. Selanjutnya petugas

sembahyang yang terdiri dari seorang pemimpin sembahyang dan

dua orang pendamping bersembahyang dahulu ke meja altar

Malaikat Bumi/Fu De Zheng Shen. Pada meja altar Malaikat Bumi

disiapkan tempat xiang lu (hio lo 香爐) untuk menancapkan dupa,

sepasang lilin, tiga macam manisan, tiga macam kue dan mi gao (bi

ko 米糕). Petugas bersembahyang memakai tiga batang dupa merah,

memohon ijin kepada Tian (天) dan Malaikat Bumi untuk upacara ru

mu/ jieb bok 入木 agar dilancarkan 50 . Dupa ditancapkan dengan

tangan kiri dimulai dari tengah, kanan dan kiri di hadapan kita.

Selanjutnya petugas sembahyang menghadap meja altar

jenazah untuk memulai upacara sembahyang ru mu. Keluarga berdiri

di kiri dan kanan peti jenazah, sementara umat berdiri di belakang

pemimpin upacara. Pendamping kanan mengambil hio/dupa

sebanyak 8 batang (dalam upacara kematian, dupa yang digunakan

bias berjumlah dua atau kelipatannya). Delapan batang dupa

mengandung makna 8 kebajikan. Pendamping kanan menyerahkan

dupa kepada pimpinan upacara dan bersama menyanyikan kidung

rohani Wei De Dong Tian 惟德動天 selesai penaikan dupa lalu

diserahkan ke petugas pendamping kiri untuk ditancapkan ke hio lo

(xiang lu 香爐), dupa ditancapkan bersamaan sekaligus, penancapan

dupa dengan menggunakan tangan kiri.

Selanjutnya pembacaan surat doa ru mu/ jieb bok 入木, selama

pembacaan surat doa keluarga diminta untuk berlutut dengan badan

agak condong/mendekap ke lantai atau disebut sikap fu fu (hu hok 俯

伏 ), sedangkan umat mengikuti dengan posisi berdiri. Selesai

pembacaan surat doa kemudian diadakan penyempurnaan surat doa

50 Wawancara dengan Js. Charles Tilung tanggal 20 September 2018 pukul

12.00.

Page 140: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

114

yang diiringi kidung Tian Bao/天保/Tuhan melindungi, pemimpin

upacara kemudian memandu keluarga untuk menghormat almarhun

dengan sujud er gui ba kou 二跪八叩 (artinya: dua kali berlutut dan

delapan kali menundukkan kepala sampai ke lantai). Selanjutnya

menyanyikan kidung Mulialah Tuhan, dan beberapa kidung lainnya

yang dilantunkan sebelum doa penutup. Upacara diakhiri dengan

jugong (kiok kiong 鞠 躬 ) atau menghormat dengan cara

membungkukkan badan sebanyak tiga kali ke arah jenazah.51

Upacara ru mu/ jieb bok 入木 dilaksanakan di rumah keluarga

berduka atau di rumah duka biasanya dipimpin oleh rohaniwan

agama Khonghucu. Rohaniwan yang memimpin upacara

sembahyang ini bisa saja seorang Jiaosheng 教生, Wenshi 文士 atau

seorang Xueshi 學師52.

Pemimpin upacara memakai jubah upacara yang disebut

changshan 長衫53.

Pada waktu mengunjungi orang kematian, tidak dikenakan pakaian dari kulit kambing hitam atau topi berwarna hitam. (Lun Yu/Lun Gie 論語 x:6,10.

Mengacu pada ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Nabi Kongzi

tidak menghendaki yang melayat memakai pakaian dari kulit apalagi

memasukkan benda dari kulit ke peti mati, karena dengan demikian

sama saja dengan membunuh mahluk hidup walau secara tidak

langsung.

4.5. Menutup Peti

Setelah itu peti akan ditutup dan peti dipaku/dibaut.

Pemakuan dilakukan oleh anak lelaki almarhum yang didahului

dengan pembacaan doa oleh rohaniwan. Urutan atau arah

51Wawancara dengan Js. Charles Tilung. 52Semua informan, wawancara tanggal 23 September 2018, Kongmiao Litang,

pukul 12.00 Wita. 53Changsan semacam jubah yang dipakai khusus oleh rohaniwan Khonghucu

ketika bertugas membawakan doa atau ber khotbah.

Page 141: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

115

memakunya ada aturannya. Kalau yang meninggal perempuan maka

memakunya dimulai dari kepala kanan ke kaki kiri lalu ke kepala kiri

dan ke kaki kanan; untuk laki-laki dilakukan mulai dari kepala kiri.

Bacaan doa pemakuan peti bermaksud agar semua apa yang diatur

itu membawa kebaikan untuk keluarga anak, menantu dan cucu

buyut. Walaupun almarhum sudah berada di tempat lain kiranya

tetap dapat memberikan kebaikan dan melindungi semua

keturunannya. Demikian pula yang memimpin upacara memohon

maaf kepada almarhum apabila ada kesalahan, kekeliruan ataupun

kelalaian dalam pengaturan kiranya dimaafkan dan jangan

menimpakan kesalahan yang mengatur kepada semua anggota

keluarga karena mereka tidak tahu apa-apa, untuk itu biarlah

menjadi tanggung jawab pemimpin upacara (Felix) yang akan

diserahkan kepada Tu Di Gong (土地公) agar dikembalikan secara

sempurna.

Menurut Xs. T.M. Suharja dalam bukunya Ikhsan Tanggok,

dituturkan bahwa anak laki-laki tertua almarhum /ah.atau dituakan

dipersilahkan memegang palu oleh thokong, kemudian thokong

memegang tangan anak tersebut untuk memukul paku. Tiap paku

hanya dipukul satu kali sampai pada paku ke empat. Pada saat

hendak memukul paku pertama, thokong mengucapkan kata-kata

doa sebagai berikut : “it thiam teng, cu sun toa cut teng” mengandung

arti “semoga anak cucu memperoleh berkah”. Pukulan paku kedua

Thokong mengucapkan kata-kata, “ji thiam cay, cu sun toa hoat cay”,

maksudnya ialah “semoga anak cucu memperoleh kebahagiaan”.

Pukulan paku ketiga thokong mengucapkan kata-kata “sam thiam

kwie, su lian hu kwie”, maksudnya “semoga anak cucu yang ditinggal

selamat sentosa”. Apabila yang meninggal itu sudah mempunyai cucu

dan buyut, dapat ditambah satu paku lagi yang ukurannya lebih

pendek, kemudian paku dipukul dan thokong mengucapkan kata-

kata “cu teng thiam, cu sun kwie song coan” yang artinya, “paku cucu

telah dipukulkan dan semoga anak cucu memperoleh rezeki yang

berlimpah”. Tapi apabila yang meninggal tersebut belum menikah,

Page 142: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

116

maka kata-kata pengiring untuk pemukulan paku yang terakhir tidak

diucapkan, karena yang meninggal belum mempunyai keturunan.

Tapi pemukulan paku yang pertama hendaklah diucapkan kata-kata

“cu hay cie lee” artinya “membuang ari-ari di tengah laut”. Setelah

pemukulan paku dilakukan, maka thokong segera mengeraskan

pemukulan paku tersebut dengan cara sik-sak atau silang, yaitu kiri

atas kanan bawah, kanan atas kiri bawah dan seterusnya. Maksudnya

supaya tutup peti turun berbarengan dan tidak melintir.54

Perihal ritual pemakuan pada peti mati oleh Xs. T.M. Suhardja

ini ternyata sama dengan yang dilakukan di Manado, demikian

menurut Felix Tumewu maupun Ronny Loho, hanya Charles Tilung

mengucapkannya dalam bahasa Indonesia saja. Di akhir sembahyang

meminta kepada Tu Di Gong (土地公) agar meluruskan apa yang

kurang dan keliru dan minta tolong untuk menyempurnakan apa

yang dilaksanakan ini agar direstui oleh Tian (天).55Pada saat peti

akan ditutup dan dipaku keluarga membelakangi peti, atau

menundukkan kepala tidak melihat proses penutupan peti atau

pemakuan, maksudnya karena pada saat itu keluarga berada dalam

puncak kesedihan takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun

dalam beberapa kasus anak tertua almarhum tetap diminta oleh

Thokong untuk melakukan pukulan pertama pada pemakuan peti.

C. Upacara Men Sang/Moy Song 門喪

1. Pengertian

Sebutan moy song diambil dari dialek Hokkian, “moi 門” yang

artinya “pintu” dan “song 喪” adalah “duka”. Jadi “moi song” artinya

adalah “pintu duka”. upacara ini lebih dikenal dengan “upacara

malam menjelang pemberangkatan jenazah”.56

54Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu, h. 147. 55Felix Tumewu, wawancara tanggal 24 September 2018 di Pekuburan Paal 2

Manado. 56Hanny Kilapong, Upacara Kematian Penganut Agama Khonghucu, h. 8.

Page 143: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

117

2. Pelaksanaan

Upacara men sang/moy song 門喪 biasanya dilaksanakan di

rumah keluarga berduka pada malam hari, semua keluarga maupun

kerabat berkumpul karena merupakan upacara penghormatan pada

malam terakhir. Biasanya sudah ada hiasan bunga di dinding

maupun di sekitar peti jenazah dengan desain dari toko bunga.

Banyak juga kiriman bunga papan tanda duka cita memenuhi

ruangan, halaman rumah dan bahkan sampai ke halaman tetangga

saking banyaknya ucapan bela sungkawa.

Pada Upacara men sang/moy song 門喪 tidak menyertakan

thokong, semua persembahyangan dilaksanakan oleh pengurus

Makin Manado. Biasanya acara dimulai pukul tujuh atau delapan

malam. Sebelumnya sudah banyak yang berkumpul. Acara dipimpin

oleh seorang MC, dan MC mempersilahkan keluarga dekat untuk

berdiri di samping kiri dan kanan jenazah, sebelah kiri jenazah yang

pria dan kanan jenazah yang wanita sementara umat berdiri di

belakang pemimpin upacara. Upacara dimulai dari menyanyikan

kidung rohani Mulialah Tuhan, selanjutnya petugas sembahyang

yang terdiri dari seorang pemimpin sembahyang dan dua orang

pendamping bersembahyang dahulu ke meja altar Malaikat Bumi/Fu

De Zheng Shen. Petugas bersembahyang memakai tiga batang dupa

merah, memohon rida kepada Tian (天) dan Malaikat Bumi untuk

supaya upacara men sang dilancarkan, kemudian menyanyikan lagu

rohani lain, selanjutnya upacara pembacaan surat doa men sang

(anak-anak almarhum berlutut selama pembacaan surat doa),

penyempurnaan surat doa diiringi kidung Tian Bao 天保 atau Tuhan

Melindungi, kemudian keluarga berduka (terutama anak-anak)

melakukan sujud er gui ba kou 二跪八叩 yang dipandu oleh

pemimpin upacara. Selanjutnya menyanyikan kidung Bundaku (atau

Ayahku, tergantung siapa yang meninggal, laki laki atau perempuan,

jika sudah berkeluarga).

Page 144: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

118

3. Peletakan Pataka

Apabila yang meninggal seorang rohaniwan senior atau

rohaniwan yang telah berjasa bagi lembaga keagamaan Khonghucu,

maka sebelum upacara men sang dimulai, dengan diselingi beberapa

kidung pujian diadakan penghormatan peletakkan bendera pataka di

atas peti mati. Bendera diusung oleh delapan orang, kalau ruangan

sempit enam orang (rohaniwan atau pemimpin Makin setempat)

dengan posisi delapan atau enam orang berdiri dengan posisi empat

di kiri dan empat di kanan, kalau 6 orang berdiri tiga di kiri dan tiga

di kanan berjalan dari depan pintu kearah peti, sesampai di depan

peti mati mengangkat tinggi pataka kemudian diletakkan di atas peti.

Pataka ini nanti akan diangkat/dilepaskan pada saat peti mati mau

diturunkan ke dalam liang lahat.57

Bendera pataka merupakan panji-panji Matakin yang awalnya

dibuat oleh tokoh rohaniwan untuk simbol penghargaan kepada

agamawan Khonghucu baik rohaniwan maupun tokoh umat yang

berjasa dalam pengabdian sepanjang hidup terhadap lembaga

keagamaan Khonghucu serta pengabdian kepada Tian (天 ), Nabi

Kongzi, Agama Khonghucu dan sesama umat. Pemberian pataka

sebagai penghormatan kepada rohaniwan atau umat yang berjasa

merupakan budaya tradisi masyarakat di Indonesia. Hal itu sudah

menjadi tradisi leluhur umat Khonghucu yang masih banyak

dilaksanakan58. Dalam hal pemberian pataka tidak semua rohaniwan

yang mendapatkan penghormatan semacam itu, dan ada juga yang

bukan rohaniwan mendapatkan penghormatan semacam itu,

masing-masing ada penilaian tertentu. Penilaian tergantung jejak

karirnya, karakter, dedikasi, perjuangan dalam pengabdian melayani

umat dan lembaga agama.59

57Wawancara dengan Js. Pon Riano Baggy Ketua Matakin Provinsi Sulawesi

Utara. 58Wawancara dengan Xs. Buanadjaja Bingsidartanto, Jakarta, 05 Nopember

2018 pukul 11.42. 59Wawancara dengan Xs. Djaengrana Ongawijaya, Jakarta 06 Nopember 2018.

Page 145: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

119

Dalam Kitab Li Ji/Lee Ki 禮記 tertulis: dalam mengajarkan

agama, tidak perlu meninggalkan adat tradisi yang merupakan

kebiasaan yang tidak bertentangan dengan Ru Jiao 儒教.

4. Lain-lain

Acara men sang/moy song 門喪 yang di kota Manado biasanya

disebut sebagai ibadah malam penghiburan, biasanya pihak keluarga

berduka mempersiapkan bubur ayam dan berbagai macam kue

untuk tamu-tamu yang datang melayat. Adakalanya juga dari pihak

keluarga atau kenalan dekat datang membawa kue-kue sebagai

tanda simpati. Pada meja dekat pintu masuk biasanya juga ada

tempat sumbangan dan buku tamu. Beberapa informan mengatakan

sumbangan suka rela dari pelayat digunakan untuk biaya

pemakaman almarhum sementara yang lain mengatakan bahwa

sumbangan yang masuk disumbangkan kepada Majelis dan Yayasan

Sosial lainnya.60

D. Upacara Song Zang/Sang Cong 送葬

1. Pengertian

Sebutan song zang/sang cong 送葬 diambil dari dialek

Hokkian, “sang 送 ” artinya “mengantar” dan “cong 葬 ” artinya

“mengubur” bisa juga berarti mengremasi. 61 Jadi song zang/sang

cong 送葬 adalah upacara pemberangkatan atau pelepasan jenazah

dari rumah almarhum atau rumah duka ke tempat

pemakaman/krematorium. Keluarga wajib memohon restu atau

perkenan kembali kepada almarhum agar berkenan diberangkatkan

dari rumah duka, dan memohon kepada Tian (天) dengan bimbingan

Nabi Kongzi dan Malaikat Bumi agar arwah almarhum dapat

60 Wawancara dengan Marchanti Tilung, Anita Tangkunei, Clara Tangkunei,

Inggrid Wong, Angelique Rapar, Kevin Togelang, Vincent Tungka, Winslow Tjiptadi, Rivaldo Tungka, Juan Kwong.

61Hanny Kilapong, Upacara Kematian Penganut Agama Khonghucu, h.9.

Page 146: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

120

bersemayam di haribaan Tian ( 天 ) dalam kedamaian dan

keabadian62.

Ayat suci yang sangat relevan dengan upacara

persembahyangan ini terdapat dalam kitab Meng Zi/Bing Cu IVB:13,

yang berbunyi: “Memelihara masa hidup (orangtua), itu belum

cukup dinamai pekerjaan besar. Hanya segenap (pengabdian) untuk

mengantar kewafatannya, barulah dapat dinamai pekerjaan besar.”

2. Pelaksanaan

Acara yang dibawakan oleh MC mengikut-sertakan partisipasi

umat-umat dari agama lain atau perkumpulan lain. Inilah hebatnya

kota Manado, menerima berbagai perbedaan yang ada, toleransi

antar umat beragama terlihat begitu kental di kota Manado yang

dapat diliat dari susunan acara ibadah menurut Js. Charles Tilung,

sebagai berikut :

a. Doa pembukaan ibadah.

b. Pembacaan susunan acara duka.

c. Pembacaan riwayat hidup almarhum.

d. Sambutan dari Majelis Agama Khonghucu Indonesia

(MAKIN) Manado.

e. Sambutan dari pemerintah setempat, dalam hal ini akan

disampaikan oleh ....

f. Sambutan atau penghiburan dari ...... (berbagai agama

non Khonghucu).

g. Sembahyang di meja altar Malaikat Bumi/Fu De Zheng

Shen, memohon rida kepada Tian (天) dan Malaikat Bumi

untuk supaya upacara song zang dilancarkan

h. Upacara sembahyang song zang / pemberangkatan

jenazah dari Makin Manado, seperti upacara sembahyang

sebelumnya anak-anak waktu pembacaan doa berlutut

62Panduan, Tata Cara dan Upacara Duka dan berkabung, h. 68.

Page 147: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

121

gui 跪 lalu berposisi fu fu 俯伏, dan selesai doa melakukan

sujud er gui ba kou 二跪八叩.

i. Upacara sembahyang keluarga dipimpin oleh thokong.

j. Ucapan terima kasih dari keluarga.63

Selesai itu jenazah siap diberangkatkan. Anak tertua

memegang foto almarhum dan tempat dupa, dimasukkan jadi satu di

wadah/baki, bisa juga dari dus aqua di alas dengan kain merah.

Kemudian sebagian keluarga inti masuk ke mobil jenazah sementara

yang lain mengikuti dengan mobil yang lain. Disiapkan dua atau tiga

truk untuk mengangkut kembang papan pemberian dari pelayat

untuk dibawa ke pekuburan. Biasanya kalau yang meninggal orang

yang mempunyai kedudukan atau cukup terpandang orang lebih

suka memberi kembang duka cita dibanding bai bao/peh pao 白包

amplop yang berisi uang tanda duka cita.

Pada saat sebelum mobil jenazah diberangkatkan semangka

dibanting ke lantai sampai pecah oleh keluarga atau bisa juga

diwakili oleh petugas sembahyang (rohaniwan/thokong).

Setelah jenazah diberangkatkan ke pemakaman begitu

keluar rumah, lantai rumah langsung disapu dari arah dalam keluar

rumah sebanyak tiga kali dan rumah segera ditutup. Hal ini dilakukan

untuk mengantisipasi hal-hal yang kurang baik agar segera tersapu

keluar, menurut orang Manado hal ini adalah kias untuk “buang

sial”.64

E. Upacara Ru Kong/Jieb Gong 入空

1. Pengertian

Sebutan jieb gong juga dari dialek Hokkian, “jieb 入” artinya

“masuk” dan “gong (空 atau khong)” artinya “lubang”. Jadi ru

kong/jieb gong 入空 berarti “masuk lubang” atau dengan kata lain

63Wawancara dengan Js. Charles Tilung. 64Penjelasan dari Js. Ritta Lontoh.

Page 148: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

122

“memakamkan jenazah ke liang lahat” 65 . Tentu kremasi dapat

dikategorikan sebagai upacara ru kong.

2. Pelaksanaan

Sebelum peti jenazah diturunkan ke liang lahat apabila di atas

peti ada bendera pataka dari Majelis Agama Khonghucu maka

bendera tersebut harus diangkat/dilepaskan. Setelah itu pengurus

jenazah / thokong meletakkan 4 keping uang logam dengan posisi

iem – yang di dalam lubang kubur sesuai dengan posisi empat sudut

peti jenazah seolah-olah merupakan alas peti jenazah. Empat keping

uang logam tersebut masing-masing diletakkan di atas kertas perak.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa uang tersebut merupakan

simbol pemurah rejeki atau merupakan proses memperlancar bagi

perjalanan roh atau arwah orang yang mati di akhirat nanti.66

Sebelum peti jenazah diturunkan ke dalam liang lahat,

pemimpin upacara (rohaniwan) yang ditugaskan oleh Makin

melakukan sembahyang ke altar Malaikat Bumi/Fu De Zheng Shen

terlebih dahulu (baik itu altar permanen jika di kuburan sudah ada,

ataupun di atas tanah jika makam itu adalah baru). Petugas

bersembahyang memakai tiga batang dupa merah, memohon ijin

kepada Tian (天) dan Malaikat Bumi untuk upacara ru kong.

Setelah itu dilakukan upacara utama sembahyang ru kong,

dengan penaikkan dupa sebanyak 8 batang dengan ding li (ting lee 頂

禮 ) sebanyak dua kali lalu ditancapkan di tanah kemudian

membacakan surat doa ru kong/jieb gong 入, membakar surat doa

kemudian peti dimasukkan ke dalam liang lahat. Pemimpin upacara

lalu memberi aba-aba untuk memberi hormat dengan jugong/kiok

kiong 鞠躬 sebanyak dua kali

Selanjutnya peti jenazah dimasukan ke dalam liang lahat. Peti

diatur sedemikian sehingga di dalam liang lahat posisi bagian kaki

65Hanny Kilapong, Upacara Kematian Penganut Agama Khonghucu, h.11. 66Hanny Kilapong, Upacara Kematian Penganut Agama Khonghucu, h. 12—13.

Page 149: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

123

lebih dekat ke bagian dinding tanah dan bagian kepala lebih berjarak. 67. Akhirnya liang lahat ditimbun tanah, namun sebelum di timbun,

keluarga dan kerabat melemparkan tanah ke dalam liang lahat

sebagai pertanda dari tanah kembali ke tanah. Demikian juga jika

keluarga membawa tongkat upacara tong zhang (tang teng, 桐杖)

maka tong zhang itu dimasukkan oleh putra-putra almarhum ke

dalam liang lahat.

Penjelasan berikut ini adalah sembahyang yang dilakukan oleh

keluarga dipandu Thokong jika tidak ada rohaniwan dari Makin

sebagaimana penjelasan sebelumnya. Pihak keluarga dipimpin oleh

pengurus jenazah/Thokong menyediakan dua batang lilin, sajian

makanan, minuman, mi gao (bi ko 米糕) dan sedikit kue lain serta

buah sekedarnya. Di samping kiri makam68 disediakan dua batang

lilin, ciu thee liau 酒茶料69 untuk sembahyang penghormatan kepada

malaikat bumi. Terkadang ada yang memakai san sheng/sam seng 三

牲 70 , baik di depan kubur maupun dalam sembahyang kepada

Malaikat Bumi. Upacara dimulai dengan menaikkan tiga batang dupa

sebanyak tiga kali ding li (ting lee 頂禮) Kehadirat Tian (天) Yang

Maha Kuasa dan kepada Malaikat Bumi oleh pengurus jenazah,

67Sesuai dengan penjelasan dari Felix Tumewu . 68Posisi sajian di sisi kiri makam ini diatur dalam Li Ji / Lee Ki IIB.I:1.36 hal. 92

yang berbunyi: “…untuk keperluan menyampaikan sajian di kiri makam (untuk Malaikat Bumi)”

69Persembahan tiga mangkok kecil arak dan tiga mangkok arak teh serta tiga macam manisan.

70 Dijelaskan dalam KIK Khonghucu sān shēng (三牲 ) bermakna tiga jenis

hewan kurban atau daging hewan yang dipakai dalam persembahyangan kepada para roh suci atau leluhur, pada zaman dahulu misalnya terdiri atas lembu, kambing, dan babi (yang disebut juga dàláo), tetapi pada zaman sekarang terdiri atas ikan bandeng, babi dan ayam yang direbus/dikukus; ketiga jenis hewan yang disebut terakhir menyiratkan tiga alam kehidupan (daratan, lautan dan udara); Lihat Tanuwibowo, Tjhie dkk., Kamus Istilah Keagamaan Khonghucu, dalam Kamus Istilah Keagamaan (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Khonghucu), selanjutnya akan disingkat KIK Khonghucu, Cet-1. ISBN 978-602-8766-97-5. (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2014), h. 566--567.

Page 150: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

124

berdoa dan sesudah dupa ditancapkan di tanah dilanjutkan dengan

membakar kertas emas (jin zhi/kim coa 金紙) lalu menuangkan air

teh dan arak. Di depan kuburan dari orang yang baru meninggal,

anggota keluarga yang ditinggalkan dan family dekat menaikkan

dupa masing-masing sebanyak dua batang, berdoa dan sesudah

dupa ditancapkan di tanah lalu membakar kertas perak, kertas uang,

kertas pakaian dan sedikit makanan serta migao (bi ko 米糕) lalu

menuangkan air teh, arak dan minuman lainnya.

Pemakaian arak tidak berlebihan, sesuai dengan kebiasaan di

negara Tiongkok bahwasanya terdapat musim dingin, dengan

meminum sedikit arak dapat menghangatkan tubuh. Sesudah itu

keluarga berjalan mengelilingi kuburan; anggota keluarga paling tua

dari orang yang meninggal berjalan di depan dengan menarik sebuah

cabang pohon jarak (balacai) 71 diikuti anggota keluarga lainnya

tanpa membawa cabang pohon jarak dan setelah mengelilingi

sebanyak tiga kali, cabang jarak dilepaskan kemudian semua

langsung kembali ke rumah dengan tidak menoleh kebelakang atau

ke kuburan.

Perlengkapan sembahyang dibenahi oleh pengurus jenazah.

Apabila keluarga mau membuat altar sembahyang leluhur di rumah

maka harus diambil sedikit tanah dari kuburan tersebut untuk

dicampur dengan abu dari tempat dupa (xiang lu/hio lo 香爐) yang

akan dipakai di altar leluhur. Menghela cabang pohon jarak dan

berjalan mengelilingi kubur adalah pengikraran ikatan persaudaraan

dalam lingkungan kekeluargaan dari keluarga yang baru

ditinggalkan oleh orang yang meninggal.72

“….. Setelah dimakamkan, disajikan (dipersembahkan – pen.)

makanan (untuk upacara penyemayaman itu). Orang yang mati itu

tidak ikut makan, tetapi dari zaman yang paling kuno hingga

72Hanny Kilapong, Upacara Kematian Penganut Agama Khonghucu, h. 13.

Page 151: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

125

sekarang hal itu tidak memberontak (dari kematian). Maka

kecamanmu terhadap kesusilaan itu, sesungguhnya adalah kajian

yang tidak susila!” (Lee Ki IIB.II.8 hal. 98)’. Dari ayat tersebut dapat

disimpulkan bahwa persembahan sajian bagi leluhur bukan untuk

memberi mereka makan, melainkan merupakan sebuah bentuk atau

lambang laku bakti seorang anak terhadap orang tuanya. Kasih

sayang yang diterima sepanjang hidup tidak dapat terbalas, sebagai

ungkapan laku bakti seorang anak maka wajar apabila pada

persembahyangan tersedia sajian di altar leluhur.

3. Wu Gu/ Ngo Kok 五穀

Sa wu gu (撒五穀) atau Sat ngo kok dalam dialek Hokkian,

artinya menebar lima jenis biji-bijian palawija (five grains). Sa/sat 撒

artinya menebar atau menabur, wu/ngo 五 artinya lima, dan gu/kok

轂 artinya biji-bijian palawija. Biji-bijian ini terdiri dari gabah,

kedelai kuning, kacang hijau, kacang merah, dan kedelai hitam.

Apabila kedelai hitam tidak ada bisa diganti dengan jagung. Bila

dalam keadaan terpaksa biji-bijian tidak cukup lima macam,

meskipun terdiri dari tiga macam saja, tetap disebut wu gu/ngo kok.

Ritual menebar lima macam biji-bijian palawija ini dilakukan

sesudah sembahyang Ru Kong.73

Melaksanakan sebar wu gu ini adalah ritual tradisi yang

darinya diharapkan akan membawa kemakmuran dan kesejahteraan

bagi seluruh anggota keluarga, baik itu anak, cucu, buyut dan

menantu yang ditinggalkan almarhum/almarhumah. Disamping lima

jenis biji-bijian, juga ditambahkan uang logam yang kesemuanya

kemudian diletakkan bersama-sama dalam suatu wadah. Lima

macam biji-bijian palawija dan uang logam tersebut ditebar oleh

pemimpin upacara. Sebagian wu gu yang ditebar itu akan terambil

73Yugi Yunardi, Pesan Moral Upacara Perkabungan dalam Agama Khonghucu,

Studi Kasus di Makin Cimanggis Depok, (Jakarta: Matakin Bagian Penerbitan, 2018), h. 62.

Page 152: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

126

oleh anak, cucu, buyut dengan cara menadahkan bagian ujung

pakaian berkabungnya. Untuk yang perempuan, dapat pula

menggunakan kain tutup kepalanya.

Terkait penebaran wu gu, Ws. Vekky Lin seorang rohaniwan

Khonghucu di DKI Jakarta mengatakan bahwa palawija (wu gu)

berasal dari bumi, bumi adalah ciptaan Tuhan untuk mendukung

kehidupan berbagai mahluk lain yang juga ciptaan Tuhan, termasuk

manusia. Jadi, manusia hidup dan tumbuh-berkembang didukung

oleh produk bumi yakni wu gu, maka dari itu manusia harus

senantiasa ingat kepada Tian dan juga kepada bumi ini. Dari sana

juga manusia diingatkan agar perlu selalu mengenang dan berterima

kasih kepada leluhur yang telah melahirkan dan membesarkannya.

Doa yang dipanjatkan saat menebarkan wu gu antara lain

berisi pengakuan akan kemahakuasaan Tuhan sebagai sumber atau

pencipta alam semesta termasuk bumi dan manusia. Juga berisi

harapan agar para anak, cucu, buyut dan menantu tercukupkan

sandang pangan, hidup mulia terpandang, berbahagia, selalu dalam

keharmonisan, kerukunan dan persatuan. Secara umum doa itu

adalah simbol harapan agar kehidupan para anak, cucu, buyut dan

menantu senantiasa selamat, maju-berkembang, disertai selalu ingat

kepada Tuhan dan bumi, dan juga ingat akan jasa para leluhur yang

telah mendahului.74

Ritual sebar wu gu ini tidak dilaksanakan oleh semua umat

Khonghucu, karena memang belum diatur dalam buku Tata Agama

dan Tata Laksuna Upacara Agama Khonghucu. Bagi yang

melaksanakan kebanyakan mengikuti atau berdasarkan tradisi yang

sudah berlangsung secara turun temurun.

74Wawancara dengan Ws. Vekky Mongkareng, tanggal 17 Desember 2018 di

Kelurahan Kembangan Jakarta Barat, yakni di tempat kediamannya, pkl. 19.00.

Page 153: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

127

F. Upacara Qi Fu/Ki Hok 祈復 (atau Fan Zhuo/Peng Tuh 反桌)

1. Pengertian

Sebutan ki hok 祈復 diambil dari bahasa Hokkian yang terdiri

dari dua aksara: “ki 祈” dan “hok 復”. Ki 祈” artinya “sembahyang”

dan “hok 復” artinya ”balik” atau “pulang”. Qi fu/ki hok 祈復 juga

disebut fan zhuo/peng tuh 反桌 . Secara etimologi “fan (peng 反)

berarti “balik atau membalik” dan “zhuo (tuh 桌)” artinya “meja”.

Demikian juga menurut Hanny Kilapong dalam bukunya “Upacara

Kematian” yang menjelaskan bahwa ki hok itu memiliki makna

“sembahyang sesudah balik atau pulang dari pemakaman”

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan upacara qi fu/ki hok 祈復 ini adalah sebagai berikut:

1. Pihak keluarga yang melakukan sembahyang terlebih dahulu

menyulut dan menaikkan dupa, kemudian minta ijin kepada Tian

( 天 ) dan roh leluhur yang telah meninggal dunia untuk

melaksanakan upacara qi fu/ki hok 祈復.

2. Kemudian keluarga melakukan sembahyang di depan altar abu

leluhur. Sembahyang ini dilakukan dengan penaikan dupa dan

diikuti dengan pembacaan doa.

3. Setelah sembahyang selesai, pihak keluarga segera membalikkan

meja-meja yang telah digunakan dalam penguburan jenazah.

Setelah itu upacara qi fu/ki hok 祈復 dianggap selesai.75

Maksud membalik meja yang dilakukan di dalam upacara qi

fu/ki hok 祈復 adalah untuk mengurangi beban tanggung jawab

keluarga yang ditinggalkan oleh almarhum. Tanggung jawab

keluarga dalam hal merawat atau mengurus kematian dianggap

berkurang dengan selesainya upacara ini. Kemudian proses

pembalikan meja – meja sembahyang yang digunakan saat

pemakaman, merupakan simbol-simbol dalam upacara qi fu/ki hok

75Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu, h.162—163.

Page 154: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

128

祈復 yang dapat diinterpretasikan oleh setiap orang sesuai dengan

kepentingan masing-masing.76

Sembahyang qi fu/ki hok 祈復 menurut Felix Tumewu ibarat

arwah mau menyeberang dari dunia sekarang ke dunia berikutnya.

Sebelum sembahyang qi fu/ki hok 祈復, keluarga yang berduka pergi

ke sungai untuk mandi dan keramas. Baju berkabung dihanyutkan ke

sungai, tetapi sebagian hanya mencucinya dan bawa pulang untuk

diberikan kepada orang lain. 77

Menurut Ws. Hanny Kilapong dalam bukunya “Upacara

Kematian” dijelaskan: sekembalinya dari kuburan sebelum masuk

rumah, semua anggota keluarga yang balik dari kuburan harus cuci

muka dan melewati api di depan rumah baru boleh masuk ke dalam

rumah. Kemudian keluarga menyediakan meja sembahyang dengan

sebuah hio lo dan 2 buah tempat lilin, disiapkan juga sebuah kursi

dan sepasang pakaian dari orang yang baru meninggal bersama

fotonya yang tadi dibawa ke kuburan dan tempat pembakaran kertas

perak. Di Sulawesi Utara upacara qi fu/ki hok 祈復 ini biasanya

dilaksanakan oleh pihak keluarga dengan bantuan pengurus jenazah

atau oleh Makin atau pengurus kebaktian setempat. Di meja

sembahyang ini nanti akan disajikan makanan dan minuman sesuai

kebiasaan dari orang yang meninggal seperti yang bersangkutan

masih hidup yaitu; sebagai sarapan pagi, makan siang, minum teh

atau kopi di sore hari serta makan malam. Setiap kali

mempersembahkan makanan dan minuman selalu diawali dengan

membakar dupa sebanyak 2 batang dan melakukan bai (pai 拜 )

sebanyak 2 kali. Sembahyang ini selalu ditutup dengan membakar

kertas perak dan kemudian makanan serta minuman diangkat dari

76Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu, h. 163. 77Wawancara dengan Felix Tumewu di pekuburan Paal 2 Manado, tanggal 24

September 2018 pukul 14.24 Wita.

Page 155: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

129

meja sembahyang. Upacara ini dilaksanakan setiap hari sampai pagi

hari di hari yang ketujuh.78

G. Upacara Tiga Hari (Zuo San, Coo Sha 做三)

1. Pengertian

Upacara “Tiga Hari” dihitung sejak hari pemakaman.

Adakalanya upacara ini sudah tidak dilakukan lagi karena tujuannya

hanya untuk memberitahukan kepada roh orang yang meninggal

bahwa akan diadakan upacara “Tujuh Hari” atau yang dikenal dengan

istilah “Menghabiskan Hari” dan biasanya hal ini sudah disampaikan

dalam doa keluarga ketika menutup upacara pemakaman. Yang

dimaksud dengan “Menghabiskan Hari” ialah menghabiskan hari-

hari duka cita, membereskan meja upacara dan melepaskan pakaian

berduka/berkabung.79

2. Pelaksanaan

Kalau upacara “Tiga Hari” ini akan dilaksanakan, maka pada

pagi hari sebelum matahari terbit, keluarga yang ditinggalkan (boleh

didampingi rohaniwan jika keluarga meminta) membawa air teh

atau kopi dan beberapa buah kue dan bersembahyang di depan

kuburan. Lebih dahulu menaikkan dupa sebanyak tiga batang dengan

ding li/ting lee 頂禮 tiga kali ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa dan

kepada Malaikat Bumi, sesudah itu baru menaikkan dupa 2 batang

untuk roh dari orang yang meninggal dan memberitahu akan

diadakan sembahyang “Tiga Hari”.

H. Upacara Tujuh Hari (Zuo Qi, Coo Chiet 做七)

1. Pengertian

Upacara “Tujuh Hari” dilakukan menjelang tengah hari, meja

sembahyang yang disediakan sama seperti song zang/sang cong 送

78Hanny Kilapong, Upacara Kematian Penganut Agama Khonghucu, h. 13—14. 79Hanny Kilapong, Upacara Kematian Penganut Agama Khonghucu, h. 14.

Page 156: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

130

葬 dilengkapi dengan kursi dan sepasang pakaian serta foto yang

dipakai pada upacara qi fu/ki hok 祈復 . Upacara ini adalah upacara

keluarga, namun boleh dipimpin oleh rohaniwan maupun oleh

pengurus jenazah. Semua anggota keluarga masih memakai pakaian

duka/berkabung lengkap dengan ikat kepala dan kerudung.

2. Pelaksanaan

Diawali dengan menaikkan dupa tiga batang, ding li/ting lee 頂

禮 tiga kali kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan kepada Malaikat

Bumi. Upacara ini bermasud menggenapkan upacara

penyempurnaan mengantar roh orang yang meninggal kembali ke

alamnya yang abadi, keharibaan kebajikan Tuhan, dan memohon

agar kepada keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan

bimbingan oleh Tuhan supaya mampu menjalankan tugas kewajiban

selanjutnya.80

Sesudah itu menaikkan dupa dua batang, ding li/ting lee 頂禮

dua kali di depan meja sembahyang untuk roh dari orang yang

meninggal. Doa yang disampaikan adalah hormat dan pernyataan

kasih serta tekad untuk melanjutkan suri teladan yang baik.

Mendoakan agar rohnya mendapat tempat yang damai tenteram di

alamnya yang baka. Anak-anak dan cucu-cucu biasanya menyatakan

semangat bakti yang tidak akan melupakan harapan dan cita-cita

luhur dari orangtuanya kalau yang meninggal adalah ayah atau ibu

ataupun kakek atau nenek mereka. Setelah dupa ditancap di xiang

lu/hio lo 香爐 anak-anak melanjutkan penghormatan dengan kui

sebanyak 4 kali. Upacara ditutup dengan membakar kertas emas (jin

zhi/kim coa 金紙) untuk Malaikat Bumi, menuangkan air, teh dan

arak. Kemudian membakar kertas perak, kertas uang, kertas pakaian,

sedikit makanan dan mi gao (bi ko 米糕) lalu menuangkan air teh

atau minuman lainnya untuk roh dari orang yang meninggal. Bila ada

80Hanny Kilapong, Upacara Kematian Penganut Agama Khonghucu, h. 14--15.

Page 157: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

131

pakaian atau barang kesayangan dari orang yang meninggal yang

lupa dimasukkan ke peti pada saat ru mu/jieb bok 入木, kini boleh

dibakar bersama dengan kertas perak, uang, pakaian atau boleh juga

cukup diasapi di atas pembakaran ini dan selanjutnya dapat

diberikan kepada siapa saja yang mau memakainya81.

Keluarga kemudian melakukan mandi keramas di sungai

bersama pakaian duka/berkabung. Mandi di sungai dan keramas, hal

ini merupakan tradisi setempat masyarakat Minahasa yang berada di

kota Manado. Setelah mandi keramas keluarga berduka mengganti

pakaian dengan “Pakaian Mengasih” yang berwarna putih dipadu

dengan warna gelap kehitam-hitaman, lalu kembali ke rumah.

Sebelum turun ke sungai, pengurus jenazah menaikkan dupa tiga

batang memohon berkenan Malaikat Bumi untuk acara mandi

keramas ini, lalu ia melempar 2 keping uang logam ke dalam sungai

dan membakar “kertas emas (jin zhi/kim coa 金紙)” di pinggir kali.

Ritual ini dinamakan “buang sial”.

Upacara mandi di sungai merupakan budaya Minahasa,

meskipun demikian pengaruh budaya Minahasa dalam upacara

perkabungan agama Khonghucu membuat upacara perkabungan ini

memiliki corak yang berbeda dari daerah-daerah lain di Indonesia.

Adanya percampuran budaya Tionghoa dan Minahasa dalam upacara

perkabungan dapat diterima orang Tionghoa tanpa adanya konflik.

Akan tetapi upacara seperti ini hanya merupakan budaya saja

karena di Kitab Suci tidak terdapat upacara “buang sial”. Sekarang

acara mandi di sungai sudah jarang kelihatan karena banyak yang

melakukan acara ini di rumah dari orang yang meninggal setelah

sebelumnya pengurus jenazah atau pemimpin agama/rohaniwan

berdoa memohon berkat pada segelas air dan dicampur dengan air

di kamar mandi. Perihal mandi keramas ini tidak ada dalam ajaran

agama, melainkan merupakan suatu tradisi di Minahasa yang

kemudian menyatu dengan budaya orang Tionghoa di Manado dan

81Hanny Kilapong, Upacara Kematian Penganut Agama Khonghucu, h.15.

Page 158: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

132

sekitarnya. Karena bukan merupakan ajaran agama maka tidak wajib

dilakukan.

Pada sore hari dilaksanakan ibadah oleh Makin atas

permintaan keluarga. Disediakan altar untuk Nabi Khongcu dengan

foto atau arca Nabi Kongzi, xiang lu/hio lo 香爐, tempat lilin sepasang,

segelas air teh dan segelas air putih sebagai lambang yin/iem dan

yang/yang 陰陽. Tempat pembakaran surat doa, tiga cangkir air teh

dan tiga piring kecil berisi manisan (cha liao/thee liau 茶料), kitab Si

Shu/Su Si 四書 dan surat doa. Disamping altar Nabi Kongzi ada

sebuah meja dimana terdapat foto dari orang yang meninggal,

tempat dupa, sepasang lilin, segelas air teh atau kopi dengan satu

atau beberapa kue.

Semua yang hadir berdiri, upacara dimulai dengan menaikkan

dupa tiga batang, ding li/ting lee 頂禮 tiga kali kehadirat Tuhan Yang

Maha Besar dan kehadapan Nabi Khongcu oleh Rohaniwan atau

Pemimpin Kebaktian dan 2 batang dupa dinaikkan oleh salah satu

anggota keluarga untuk roh orang yang meninggal. Penaikan dupa

diiringi lagu Wei De Dong Tian 惟德動天 setelah itu dupa ditancap,

berdoa kemudian memberi hormat tiga kali dengan ju gong/kiok

kiong 鞠躬 dan sesudahnya semua yang hadir duduk kembali.

Dilanjutkan dengan nyanyian rohani, khotbah, nyanyian rohani

setelah itu semua yg hadir berdiri mengikuti pembacaan dan

pembakaran surat doa diiringi nyanyian puja Tian Bao (Thian Poo 天

保, ju gong/kiok kiong 鞠躬 tiga kali.

Di hari ketujuh biasanya keluarga melaksanakan santap kasih

dengan mengundang sanak keluarga, handai taulan dan teman-

teman. Biasanya dilaksanakan siang hari atau malam hari sesudah

ibadah.

Sebagai catatan apabila orang yang meninggal masih muda

biasanya hanya dilakukan sampai upacara Tujuh Hari saja.

Sedangkan kalau yang meninggal bayi atau anak-anak tidak diadakan

upacara Tujuh Hari, melainkan hanya dilakukan ziarah ke kuburan

Page 159: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

133

pada hari ke tiga dengan membawa sedikit makanan dan minuman

yang lazim diperlukan oleh kanak-kanak atau bayi. Dan tidak ada

acara berjalan mengelilingi kuburan.82

I. Upacara Xiao Xiang/Siau Siang 小祥

1. Pengertian

Sebutan siau siang diambil dari dialek Hokkian, secara

etimologi “siau 小 ” adalah “kecil” sedangkan “siang 祥 ” adalah

“keberkahan”. Pengertian atau penafsiran ‘keberkahan kecil’ adalah

bahwa upacara itu dilakukan sesuai dengan ajaran Khonghucu, yaitu

tidak boleh berlebih-lebihan di dalam melakukan upacara.83 Diyakini

pula bahwa dengan melakukan pesembahyangan mengenang dan

mendoakan almarhum/ah ini keluarga yang berduka akan menerima

berkah dari Tuhan.

2. Tujuan

Tujuan diadakannya upacara xiao xiang/siau siang 小祥 adalah

untuk menyampaikan doa kepada yang meninggal dunia supaya

arwahnya kembali ke alam baqa dengan tenang, sebaliknya supaya

keluarga yang ditinggalkan mendapat kehidupan yang lebih baik dari

masa-masa yang sesudahnya.84

3. Pelaksanaan

Sehari sebelum tepat setahun atau menjelang hari atau tanggal

meninggalnya almarhum/ah, pada malam harinya, keluarga dapat

melangsungkan upacara xiao xiang/siau siang 小祥 . Kemudian

seperti halnya zuo san (coo sha 做三) dan zuo qi (coo chiet 做七), esok

82Hanny Kilapong, Upacara Kematian Penganut Agama Khonghucu, h.17. 83Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu, h. 164. 84Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu, h.164.

Page 160: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

134

paginya persembahyangan tambahan dilaksanakan di makam

almarhum/ah.85

Upacara xiao xiang/siau siang 小祥 umumnya dilaksanakan di

rumah keluarga berduka dengan memanggil rohaniwan dari Majelis

Agama Khonghucu untuk memimpin jalannya upacara. Keluarga

menyiapkan altar persembahyangan yang terdapat foto

almarhum/ah, xiang lu (hio lo 香爐), tempat lilin, tempat bakar surat

doa, teh dan air putih, makanan kesukaan almarhum, buah-buahan

dan kue, bagi keluarga yang mampu juga menyediakan san sheng

(sam seng 三牲 ). Namun ada pula keluarga yang mampu tidak

menyiapkan san sheng dan sajian ala kadarnya. Hal seperti ini tidak

menjadi masalah, sebagaimana yang tertulis dalam Kitab Lun Yu/Lun

Gie 論語 tertulis: Lin Fang (Liem Hong 林放) bertanya tentang

pokok Kesusilaan. Nabi menjawab: “Sungguh Pertanyaan besar!

Dalam upacara daripada mewah mencolok, lebih baik sederhana.

Dalam upacara duka daripada meributkan kelengkapan upacara,

lebih baik ada rasa sedih yang benar.” 86 Lin Fang adalah salah

seorang murid Nabi Kongzi.

Sesudah mengadakan upacara xiao xiang/siau siang 小祥 ,

keluarga yang menjalankan masa berkabung sudah boleh

melepaskan pakaian mengasih atau pakaian duka diganti dengan

pakaian berwarna ke biru-biruan atau warna lain yang agak sedikit

terang tetapi bukan merah. Nanti sesudah acara da xiang/tai siang 大

祥 baru boleh memakai warna merah. Untuk sajian pada xiao

xiang/siau siang 小祥 maupun da xiang/tai siang 大祥, kue mi gao

(bi ko 米糕) tidak disajikan lagi.

85Matakin, Tata Aturan Dewan Rohaniwan Agama Khonghucu Indonesia beserta

berbagai Panduan Tata Upacara dan Kode Etik Rohaniwan, Surakarta: Tahun 2010, h.71.

86Lihat Kitab Lun Yu/Lun Gie 論語 III:4 dalam Kitab Si Shu (四書 Kitab Yang

Empat), versi Dwilingual dengan Transliterasi Hanyŭ Pīnyīn oleh Team P3K Deroh Matakin (Jakarta: Matakin, diperbanyak oleh Bimas Khonghucu PKUB Kemenag RI, 2013), h. 105.

Page 161: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

135

J. Upacara Da Xiang/Tai Siang 大祥

1. Pengertian

Sebutan tai siang 大祥 diambil dari dialek Hokkian, secara

etimologi “tai 大 ” adalah “besar” sedangkan “siang 祥 ” adalah

“keberkahan”. Umumnya upacara tai siang di kalangan orang

Tionghoa keturunan diartikan sebagai upacara sembahyang tiga

tahun atau upacara berkabung tiga tahun.87

2. Pelaksanaan

Upacara da xiang/tai siang 大祥 merupakan batas akhir masa

perkabungan keluarga, untuk itu biasanya keluarga menyiapkan

persembahyangan yang lebih besar dan lebih lengkap. Seperti halnya

xiao xiang/siau siang 小祥 sehari sebelum memasuki tahun ketiga

meninggalnya alhmarhum/ah, pada malam harinya, keluarga dapat

melangsungkan upacara da xiang/tai siang 大祥 . Pada esok pagi

keluarga dapat melaksanakan sembahyang tambahan di makam

almarhum/ah. Pelaksanaan bisa pula melibatkan rohaniwan dari

Makin. Dengan berhasilnya keluarga melaksanakan

persembahyangan da xiang/tai siang 大祥 maka berhasil pula

keluarga menunaikan kewajiban berkabung secara sempurna.

Kewajiban berkabung selama tiga tahun dapat dilakukan

dalam waktu 2 x 4 musim ditambah 1 musim (27 bulan). Namun

akan lebih baik bila dilakukan 3 x 4 musim (genap 36 bulan) atau tiga

tahun penuh, seperti dalam Kitab Meng Zi/Bing Cu 孟子 IIIA:2.2

disebutkan “... Dalam hal berkabung kepada orang tua itu sebenarnya

bergantung pada diri sendiri. Zeng Zi/Cing Cu 曾子 berkata, “Pada

saat hidup layanilah sesuai dengan Kesusilaan, ketika meninggal

dunia, makamkanlah sesuai dengan Kesusilaan, dan selanjutnya

sembahyangilah sesuai dengan Kesusilaan. Dengan demikian dapat

disebut berbakti. Hal peradatan para raja muda, aku belum pernah

87Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu, ,h.167.

Page 162: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

136

mempelajarinya, Biarpun demikian aku sudah mendengar bahwa

kewajiban berkabung selama tiga tahun dengan menggunakan

pakaian dari kain kasar dan makan makanan sederhana, dilakukan

dari Kaisar kepada rakyat jelata. Ketiga dinasti itu mengikuti adat

ini”. Dalam upacara duka wajib bersegera memenuhi hal-hal yang

perlu, dan dalam upacara suka boleh dengan santai. Meski demikian

orang wajib memenuhi hal-hal yang perlu dalam upacara berkabung,

jangan melewati batas. Dalam upacara suka, biarpun boleh santai

tetapi jangan lalai. Terlalu terburu-buru (dalam upacara duka)

menimbulkan sikap kasar, terlalu santai (dalam upacara suka)

menunjukkan dia orang yang bersifat rendah budi (xiao ren 小人).

Seorang jun zi (kun cu 君 atau insan kamil) dalam hal itu selalu

berupaya memenuhi hal yang perlu. (Li Ji/Lee Ki 禮記 IIA.II.41).

Dari berbagai ayat di atas yang perlu digaris-bawahi adalah

hubungan antara orang tua dan anak. Hubungan ini tidak terbatas

hanya pada saat orang tua hidup di dunia tetapi berlangsung hingga

orang tua meninggal dan bahkan menyembahyangi terus walaupun

sudah lama meninggal.

Perasaan bakti seorang anak terhadap orang tua begitu

dalam. Hal ini dapat dilihat dalam ayat suci Kitab Xiao Jing sebagai-

berikut : Nabi bersabda: “Beginilah seorang anak berbakti

mengabdi/ melayani orang-tuanya, di rumah sikapnya sungguh

hormat, dalam merawatnya sungguh-sungguh berusaha memberi

kebahagiaan, saat orangtua sakit dia sungguh-sungguh prihatin,

dalam berkabung dia sungguh-sungguh bersedih dan dalam

menyembahyangi dia melakukannya dengan sungguh-sungguh

hormat. orang yang dapat melaksanakan lima perkara ini, dia benar-

benar boleh dinamai melakukan pengabdian kepada orangtua”88.

Di dalam Kitab Lun Yu/Lun Gie 論語, Zeng Zi/Cing Cu 曾子曾,

sorang murid nabi Kongzi, yang merupakan penulis Kitab Bakti,

menyampaikan sabda Nabi Kongzi tentang hubungan antara rasa

88Lihat Kitab Xiao Jing X:1 (Solo: Matakin Bagian Penerbitan, 1989), h. 21.

Page 163: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

137

cinta manusia kepada orangtua dengan persoalan masa berkabung

sebagai berikut: Zeng Zi/Cing Cu 曾 子 berkata, “dahulu aku

mendengar guru bersabda: ‘Dalam hidup sehari-hari kita tidak dapat

memastikan betapa besar rasa cinta seseorang kepada orang tuanya.

Itu akan jelas bila datang masa berkabung’.”89. Mengapa seorang

anak harus berkabung selama tiga tahun bila orang tuanya

meninggal ? Dalam Kitab Lunyu/Lun Gie terdapat dialog Zai Wo (Cai

Ngo 宰我) seorang murid Nabi Kongzi dengan Nabi Kongzi: ”Masa

tiga tahun berkabung itu apakah tidak terlalu lama ?” Nabi Khongcu

bersabda ”…anak lahir setelah tiga tahun baru dapat lepas dari

asuhan ayah bundanya, maka berkabung tiga tahun sudah

teradatkan di dunia. Mungkinkah Yu/Ie tidak mendpatkan cinta

orang tuanya tiga tahun ?”90 Hal berkabung selama tiga tahun inipun

tersurat dalam kitab keimanan agama Khoghucu yakni Kitab Tengah

Sempurna, di sana dinyatakan bahwa upacara tiga tahun berkabung

(kematian orang tua) ditetapkan sampai kepada raja91

89Lihat Kitab Lun Yu/Lun Gie 論語 XIX:17, h. 325. 90Lihat Kitab Lun Yu/Lun Gie 論語 XVII:21, h. 308; Sebagai catatan: nama lain

dari Zai Wo/Cai Ngo (宰我) adalah Zai Yu/Cai Ie (宰予). 91Lihat Kitab Zhong Yong /Tiong Yong 中庸 XVII:3 dalam Kitab Sìshū (四書

Kitab Yang Empat), versi Dwilingual dengan Transliterasi Hanyŭ Pinyin oleh Team P3K Deroh Matakin-2011 (Jakarta: Matakin dan diperbanyak oleh Bimas Khonghucu PKUB Kemenag RI, 2016), hal 54.

Page 164: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

138

Page 165: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

139

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Ritual perkabungan dan pemaknaannya oleh umat Khonghucu di Kota Manado memperlihatkan bukti bahwa pelaksanaan agama tidak bisa dipisahkan dengan budaya. Agama direfleksikan atau dimanifestasikan melalui budaya, begitu pula budaya diperkaya oleh agama. Semua agama mempunyai ritual masing-masing, tidak ada agama tanpa ritual, demikian pula dengan agama Khonghucu. Dalam hal ini pelaksanaan seruan dalam agama Khonghucu dan praktek budaya saling memperkuat satu dengan yang lain dan ritual perkabungan dalam Agama Khonghucu menjadi bagian yang tidak terpisahkan karena memiliki nilai-nilai kesakralan.

Tesis ini khusus mengangkat mengenai ritual-ritual perkabungan orang Tionghoa yang beragama Khonghucu dengan melihat kaitan budaya Minahasa pada upacara perkabungan umat Khonghucu di daerah Manado.

Penelitian ini bertolak belakang dengan penulisan Marcel Mauss dalam bukunya The Gift Forms and Functions Exchange in Archaic Societies, yang menyatakan bahwa tidak ada kegiatan yang dilakukan oleh manusia yang bebas dari pamrih, semuanya dilakukan dengan mengharapkan balasan dari apa yang mereka berikan kepada orang lain.

Namun penulis menemui bahwa yang mendorong umat Khonghucu mengikuti tradisi kebudayaan dan ajaran agama karena rasa bakti/xiao yang kuat kepada leluhur mereka, menyiapkan berbagai perlengkapan sembahyang untuk leluhur sama artinya dengan menghormati leluhur. Pelaksanaan penghormatan kepada leluhur tidak berdasarkan rasa pamrih melainkan dilaksanakan dengan ketulusan karena adanya rasa bakti yang mendalam dan itu merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh keturunannya. Hal ini diperkuat dengan tulisan dari Bratayana Ongkowijaya, S.E., XDS., dalam pengantar cheng xin zhi zhi (誠信旨

keyakinan iman), bahwa Tian (天) sebagai Khalik semesta, awal dan

akhir dari segala (zhong shi 終 始 ) mempunyai cara. Dia

menyelenggarakan itu semua, inilah Jalan Suci-Nya. Semua itu ada

Page 166: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

140

dalam kuasa-Nya, inilah Hukum Suci-Nya, bahwa dalam penjadian manusia, dalam hidupnya di dunia ini yang diawali dengan kelahiran dan diakhiri dengan kematian, ada suatu kodrat yang harus digenapi, Firman Tian (天 ) yang menjadi kewajiban suci manusia untuk

melaksanakan, inilah Jalan Suci manusia yang ditetapkan-Nya. Bratayana berpendapat bahwa persembahyangan kepada leluhur sudah sewajarnya dijalankan oleh keturunannya, tidak ada pemikiran untuk pamrih melainkan dijalankan dengan penuh ketulusan karena itu sudah menjadi kewajiban manusia yang hidup. Selanjutnya Bratayana dalam tulisannya menyatakan, Ada suatu keyakinan, bahwa Jalan Suci Tian (天) itulah awal dan juga akhir dari

segala; demikian hidup manusia juga ada di dalamnya. Tanpa Jalan Suci Tian ( 天 ) segalanya tak ada! Dan tanpa berusaha

memperolehnya, suatupun tiada dalam hidup manusia. Inilah mengapa keyakinan akan kebenaran ini, kesungguhan dalam amal perbuatan yang berkiprah di dalamnya, ketulusan untuk hidup di Jalan Suci menjadi sesuatu yang mutlak bila manusia ingin memperoleh rahmat, berkah, karunia-Nya. Itu semua menjadi kodrat manusia, misi suci dari penjadiannya, kehendak-Nya atas manusia. Hal ini menjadi panggilan Ilahi agar umat manusia menunaikan baktinya. Dari mana manusia berasal, ke sana pula manusia kembali, yakni kepada-Nya.

Penelitian Ritual Kematian/Perkabungan Agama Khonghucu yang dilaksanakan di kota Manado ini dimulai dari kematian seseorang sampai pada upacara pemakaman merupakan perpaduan antara agama dan budaya.

Bentuk-bentuk ritual dan makna upacara persembahyangan kepada leluhur sampai dengan tiga tahun dimulai dari upacara ru mu (memasukkan jenazah ke dalam peti), men sang (malam menjelang pemberangkatan jenazah), song zang (pemberangkatan jenazah), ru kong (pemakaman jenazah), qi fu (doa kembali) yang juga disebut fan zhuo (membalik meja), zuo san (tiga hari), zuo qi (tujuh hari), xiao xiang (satu tahun), dan da xiang (tiga tahun).

Semua upacara persembahyangan yang dilaksanakan oleh Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Manado sudah sesuai dengan ajaran agama Khonghucu karena berdasarkan tuntunan ayat-ayat suci yang terdapat pada Kitab Shi Shu dan Wu Jing.

Page 167: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

141

Dalam penelitian perkabungan agama Khonghucu ini penulis memperoleh beberapa temuan seperti memasukkan pakaian dan perlengkapan orang hidup kedalam peti mati, termasuk kaca yang dipecahkan, melapisi alas peti mati dengan teh kering, mandi di sungai, pembelian air, yang kesemuanya itu merupakan budaya/tradisi, yang sebagian merupakan tradisi setempat. Tradisi-tradisi tersebut di atas pada dasarnya tidak wajib dilaksanakan walaupun dalam prakteknya banyak yang tetap melaksanakannya. Adanya percampuran antara budaya Tionghoa dan budaya Minahasa terjadi secara natural dan tidak pernah terjadi konflik. Menjadi tugas para rohaniwan Khonghucu untuk memberikan pembinaan kepada umat baik melalui kebaktian maupun sosialisasi terhadap hal di atas.

B. Saran

1. Untuk Lembaga Matakin a. Dapat memberi pembinaan kepada umat Makin Manado agar

dapat melaksanakan kehidupan sesuai kitab suci agama Khonghucu.

b. Mengupayakan secara sistematis untuk meningkatkan wawasan umat dengan memberinya pembinaan sehingga umat dapat mengetahui rangkaian persembahyangan leluhur dari awal sampai akhir dengan benar. Demikian pula agar memberi bimbingan kepada umat untuk dapat membedakan mana tradisi / budaya dan mana yang sesuai ajaran yang harus dilaksanakan.

c. Membangun kesepahaman di kalangan para pemuka agama/rohaniwan Khonghucu yang ada di Makin Manado agar terdapat keseragaman dalam pelaksanaan upacara perkabungan, dengan membuat buku petunjuk untuk melaksanakan perkabungan sesuai ajaran Nabi Kongzi.

2. Untuk Umat Khonghucu a. Hendaknya lebih bisa membedakan mana ajaran agama dan mana

tradisi, mengikuti agama lebih penting karena sudah tertulis di ayat kitab suci agama Khonghucu dan harus diikuti.

b. Tetap saling menghormati dan menghargai dengan umat yang beragama lain, tidak memaksakan kehendak bahwa upacara agama Khonghucu adalah yang terbaik.

Page 168: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

142

c. Mengikuti Buku Petunjuk yang sudah dibuat oleh Matakin. 3. Untuk Komunitas Umat Beragama di Manado

Membangun kerukunan diantara umat beragama agar lebih akrab, saling menghormati terhadap upacara perkabungan masing-masing agama.

4. Untuk Fakultas Ushuluddin

Memperbanyak buku-buku tentang ajaran agama Khonghucu, termasuk buku-buku tentang upacara perkabungan.

5. Untuk Peneliti selanjutnya.

Dapat meneliti pelaksanaan perkabungan pada anak-anak atau ibu-ibu.

Page 169: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

143

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Bustanuddin. Agama Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Sosial Format-format Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga, 2001.

Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2001.

Dhavamony Mariasusai, Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Kanisius, 1995.

Fung, Yu-Lan. A Short History of Chinesse Philosophy. New York: The Free Press, 1948.

Furchan, Arif. Pengantar Metodologi Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional, 1992.

Ghazali, Adeng Muchtar. Antropologi Agama. Bandung: Alfabeta, 2011.

Gunadi. Hubungan antara Persepsi Umat Khonghucu tentang Pemujaan Kepada Leluhur, Pemeliharaan Abunya, dan Keteguhan Memeluk Agama Khonghucu. Jakarta: Matakin Bagian Penerbitan, 2018.

Gunawan, Suyena Adi. Riwayat Kongzi, Tinjauan Historis, Antropologis dan Budaya Mengenai Khonghucu. Bandung: Penerbit TSN, 2017.

http://tradisitridharma.blogspot.com/2014/11/arti-dan-makna-yang-dalam-dari-tradisi.html, 15 Oktober 2018, pukul 15.22 Wib.

https://usahahokiblog.wordpress.com/2016/09/30/fengshui-kuburan/:diakses tanggal 02 Desember 2018, pukul 17.53 Wib.

Page 170: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

144

Ibnu Rajab al-Baghdadi, Imam Zainuddin. Alam Barzakh dan Perjalanan Roh Setelah Kematian. Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2004.

Irawan, Bingki, Kuncono Ongky Setio. Tata Upacara Kematian. Surabaya: Litbang MAKIN Surabaya, 1997.

Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial Cet. Kelima. Jakarta: Referensi, 2013.

KBBI Ofline Ver. 1.2. sumber: http://ebsoft.web.id/, dengan sumber database dari http://pusatbahasa.diknas go.id/kbbi.

Kilapong, Hanny. Upacara Kematian Penganut Agama Khonghucu Indonesia di Sulawesi Utara. Manado: tanpa penerbit, 2005.

Koentjaraningrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat, 1985.

Kuncono, Ongky Setio. Pengalaman Spiritual. Sidoarjo: SPOC Study Park of Confucius, 2016.

---------------------------. Wei De Dong Tian, Jalan Menuju Tuhan, Sebuah Kumpulan Khotbah Minggu. Sidoardjo: SPOC (Study Park of Confucius), 2017.

Liang, Mulyadi. Mengenal Agama Khonghucu. Sidoarjo: SPOC (Study Park of Confucius), 2013.

Lubis, Ridwan. Agama dan Perdamaian, Landasan, Tujuan, dan Realitas Kehidupan Beragama di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama anggota IKAPI, 2017.

Matakin Bagian Penerbitan. Majalah Genta Harmoni, edisi perdana. Solo: 2003.

---------------------------------. Majalah Genta Harmoni, edisi perdana. Solo, 2003.

---------------------------------. Panduan, Tata Cara dan Upacara Duka dan Berkabung, SGSK: 36/2010 Edisi Khusus, Tata Aturan Dewan Rohaniwan Agama Khonghucu Indonesia Beserta

Page 171: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

145

Berbagai Panduan Tata Upacara dan Kode Etik Rohaniwan. Solo, 2010.

---------------------------------. Tata Aturan Dewan Rohaniwan Agama Khonghucu Indonesia beserta berbagai Panduan Tata Upacara dan Kode Etik Rohaniwan, Surakarta: 2010.

---------------------------------. Perihal Kematian Dan Rokh Menurut Pikiran Konfuciani. Solo:, 1996.

---------------------------------. Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Khonghucu, Seri Genta Suci Konfucian, SAK TH XXVIII No. 4-5. Solo, 1984.

Moleong, L. J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009.

Mujahidin, Adnan Mahdi. Panduan Penelitian Praktis untuk menyusun Skripsi, Tesis dan Disertasi. Bandung: Alfabet, 2014.

Nasuhi, Hamid, dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) Cet.-1. Ciputat: CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

Ongkowijaya, Bratayana. Makalah Pengantar Cheng Xin Zhi Zhi (Keyakinan Iman), Jakarta: tanpa penerbit, 2015.

Pujileksono, Sugeng. Petualangan Antropologi. Malang: UMM Press, 2006.

Qurthubi, Imam Al. Ensiklopedi Kematian dan Hari Akhir. Jakarta: Pustakaazam, 2013.

Salidi, Hasan. Ensiklopedia Indonesia, Jilid VI. Jakarta: Ikthtiar Van Haouve, tt.

Sandehang, Anderson Marcello. Upacara Kematian Khonghucu, Pemahaman Umat Khonghucu di Litang Gerbang Kebajikan Manado, tentang Upacara Kematian. Tomohon: UKIT-Tomohon, 2005.

SPOC. Keputusan Rakernas Rohaniwan Matakin. Sidoarjo: Study Park of Confucius, 2016.

Page 172: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

146

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif-Kualitatif dan R & D. Jakarta, 2009.

Tanggok, M. Ikhsan. Agama dan Kebudayaan Orang Hakka di Singkawang. Memuja Leluhur Menanti Datangnya Rezeki. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2017.

-----------------------. Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.

-----------------------. Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia. Jakarta: PT. Pelita Kebajikan, 2005.

Tanuwibowo, B. S., Tjhie Tj. I., dkk., Kamus Istilah Keagamaan Khonghucu, dalam Kamus Istilah Keagamaan (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Khonghucu) Cet-1. ISBN 978-602-8766-97-5. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2014.

Tjhie, Tjay Ing. San Cai, Tiga Landasan Dasar Keimanan Agama Khonghucu dalam majalah Genta Harmoni edisi kedelapan. Solo: Genta Harmoni, 2006.

Tjhie, Tjay Ing (penerjemah). Kitab Da Xue (大學) dalam Kitab Si Shu

( 四 書 Kitab Yang Empat), versi Dwilingual dengan

Transliterasi Hanyu Pinyin oleh Team P3K Deroh Matakin-2011. Jakarta: Matakin dan diperbanyak oleh Bimas Khonghucu PKUB Kemenag RI, 2016.

---------------------------------- Kitab Lun Yu (論語) dalam Kitab Si Shu (

四書 Kitab Yang Empat), versi Dwilingual dengan Transliterasi

Hanyu Pinyin oleh Team P3K Deroh Matakin-2011. Jakarta: Matakin dan diperbanyak oleh Bimas Khonghucu PKUB Kemenag RI, 2016.

----------------------------------. Kitab Xiao Jing (Hau King 孝經) cetakan

ke-4. Solo: Matakin Bagian Penerbitan, 1989.

Page 173: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

147

----------------------------------. Kitab Zhong Yong (中庸)dalamKitab Si

Shu (四書 Kitab Yang Empat), versi Dwilingual dengan

Transliterasi Hanyu Pinyin oleh Team P3K Deroh Matakin-2011. Jakarta: Matakin dan diperbanyak oleh Bimas Khonghucu PKUB Kemenag RI, 2016.

----------------------------------. Kitab Lĭjì (禮記). Jakarta: Pelita Kebajikan

(Matakin Jakarta), 2005.

----------------------------------. Kitab Meng Zi (孟子) dalam Kitab Sishu (

四書 Kitab Yang Empat), versi Dwilingual dengan Transliterasi

Hanyu Pinyin oleh Team P3K Deroh Matakin-2011. Jakarta: Matakin dan diperbanyak .oleh Bimas Khonghucu PKUB Kemenag RI, 2016.

Tjhie, Tjay Ing. Selayang Pandang Sejarah Suci Agama Khonghucu. Solo: Matakin, 2006.

Wika. Buku Kenang-kenangan 50 Tahun Pak Kik Bio – Hian Tian Siang Tee 1951-2001 dalam majalah Widya Karya Edisi Khusus. Malang, 2001.

Wika. Majalah Widya Karya Edisi Harlah Nabi yang ke 2550. Surabaya: Wika, 1999.

Winangun, Y.W. Wartajaya. Masyarakat Bebas Struktur, Liminitas dan Komunitas Menurut Victor Turner. Yogyakarta: Kanisius. 1990.

Yosadi, Sofyan Jimmy. Buku Kenangan Perayaan Hari Lahir Nabi Khongcu 2556, Sekilas tentang Perkembangan Agama Khonghucu di Manado dan Sekitarnya. Manado: Makin Manado, 2005.

Yunardi, Yugi. Pesan Moral Upacara Perkabungan dalam Agama Khonghucu (Studi Kasus di Makin Cimanggis Depok). Jakarta: Matakin Bagian Penerbitan, 2018.

Page 174: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

148

Biodata Penulis

Penulis: Liem Liliany Lontoh, lahir di Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara pada 06 Juni 1963. Tamat Sekolah Dasar di RK II Manado tahun 1975, SMP RK I Manado tahun 1979 dan tamat SMA Rex Mundi Manado pada 1982. Penulis kemudian melanjutkan studi di Akademi Manajemen Perusahaan Program Sarjana Muda di Eben Haezar Manado dan selesai pada 1986, selanjutnya penulis melanjutkan studi di Universitas Terbuka jurusan Administrasi Niaga dan selesai pada bulan Maret 1991. Selama di Manado penulis aktif berkebaktian di PAKIN (Pemuda Agama Khonghucu Indonesia) Manado dan pernah menjabat sebagai Wakil Sekertaris PAKIN Manado periode 1983 -1985.

Tanggal 08 Nopember 1997 penulis menikah dengan Suwandi yang juga beragama Khonghucu dan telah dikaruniai dua orang anak yaitu Jessica Belle yang saat ini kuliah di Bina Nusantara Alam Sutera jurusan DKV semester 3 dan William Alexander kelas 3 SMP Sang Timur. Pada tanggal 20 April 2003 penulis bersama suami di liyuan sebagai kau sing/jiao sheng oleh Xs. Tjhie Tjay Ing.

Catatan riwayat pekerjaan penulis sebagai berikut:

Finance & Acc. Manager PT. Impack Supremasi Jun’12 - Apr’15 Sec. Head Accountiing PT. Indographica Ekakarsa Nov’97- Mar’12 Acc. Manager PT. Mitradhana Sedaya Sep’95 - Mar’97 Finance & Operation Ass. PT. Bukit Zaitun Jkt. Aug’93 - Aug’95 Senior Acc. Bukit Group PT. Sirontalo Perkasa, Jkt. May’92 - Aug’93 Chief Acc. Bukit Group PT. Bukit Zaitun, Manado Apr’88 - May’92

Page 175: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

149

Selama di Jakarta penulis telah membidangi beberapa Organisasi antara lain :

1. Ketua Hub. Antar Lembaga& Lintas Agama Matakin 2018 - 2022 2. Ketua Matakin Provinsi DKI Jakarta 2018 - 2022 3. Ketua Bid. Seni, Budaya & OR – FHAB 2018 -2022 4. Bendahara RT Perum. Metro Permata I Tangerang 2018 - 2021 5. Ketua Forum Kemitraan Religi Kamtibmas M. Jaya 2017 - 2019 6. Ketua Bidang Sosial dan CSR Perhimpunan INTI 2017 - 2019 7. Ketua Matakin Provinsi DKI Jakarta 2015 - 2018 8. Anggota FKUB Jakarta Barat 2015 - 2018 9. Ketua Makin Jakarta Pusat 2012 - 2018 10. Bendahara Dewan Rohaniwan Matakin 2010 - 2014

Tahun 2015 perusahaan terakhir tempat penulis bekerja

mengalami kemunduran, banyak karyawan di PHK dan akhirnya perusahaan tutup. Penulis ditawarkan untuk bekerja kembali di perusahaan lain dengan bidang yang sama tetapi penulis memilih untuk fokus di organisasi Matakin DKI.

Sepanjang berkiprah di Organisasi, penulis telah melakukan berbagai kegiatan bersama FKUB Provinsi DKI Jakarta dengan ketuanya K.H. Prof. Dr. Ahmad Syafi’i Mufid, M.A. (melakukan kunjungan kerja ke Mesir), bersama FKUB Jakarta Barat dengan ketuanya Drs. H. Tatang Rahmat Firdaus Anggadinata, M.Pd. juga mengadakan kunjungan kerja ke Eropa dan Vietnam disamping melakukan tugas utama FKUB di Jakarta. Tugas selama menjadi Ketua Matakin Provinsi DKI maupun keliling khotbah Makin-Makin di Jakarta, menjadi nara sumber, membawakan doa lintas agama, melayani pelayanan suka maupun duka, bakti sosial, MOU dengan beberapa rumah sakit, menjadi tenaga pengajar baik SD, SMP, SMA di Jakarta Intercultural School (JIS) Academy dan Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, juga pernah mengisi kelas Ming De di Universitas Bina Nusantara, melayani wawancara dengan siswa maupun mahasiswa, mengisi acara di televisi, mengikuti seminar, sosialisasi, FGD dan lain-lain. disamping itu penulis juga pernah menjadi tim seleksi pelaksanaan uji kelayakan & kepatutan FKDM tingkat kecamatan & kelurahan periode 2016-2020 di wilayah Jakarta Barat, ketua panitia Perayaan Nasional Harlah Nabi Kongzi ke-2567 di Taman

Page 176: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

150

Mini Indonesia Indah pada September 2016, ketua panitia Sahur Bersama Dra. Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, M.Hum., pada Juni 2018 di RPTRA Kalijodo yang menghadirkan 2000 peserta yang diprakarsai oleh Bpk. Teddy Sugianto sebagai ketua Perhimpunan INTI dan ketua regu Khonghucu Poco Poco Dance untuk Guinness World Record 2018 dan pada tanggal 13 April 2019 mendampingi imam besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A., dalam doa lintas agama pada acara Debat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden ke lima.

Tahun 2015 atas beasiswa dari Kemenag RI melalui Matakin Pusat, penulis berkesempatan melanjutkan Program Studi Agama Agama Magister Perbandingan Agama Konsentrasi Agama Khonghucu di Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 177: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

151

Page 178: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

152

Page 179: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

153

Page 180: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

154

Page 181: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

155

Page 182: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

156

Page 183: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

157

Page 184: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

158

Page 185: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

159

Page 186: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

160

Page 187: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

161

Page 188: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

162

Page 189: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

163

Page 190: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

164

Page 191: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

165

Page 192: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

166

DOA PENYEMAIAMAN BADAN LAHIRIAH; MASUK PETI (UPACARA RÙ MÙ)

Kehadirat Huángtiān, Tuhan Yang Maha Besar, di tempat yang Maha Tinggi, Maha Suci-Gemilang, dalam bimbingan rokhani Nabi Agung Kŏngzĭ, penyertaan Malaikat Bumi (Fúdé Zhèngshén), dan restu yang kami hormati alm. dàoqīn . . . . . . . . . Qīnzāi!

Diperkenankan saat ini kami Umat Khonghucu dari . . . . . . . . . . berhimpun bersama keluarga yang berduka, memanjatkan doa memohon rida Huángtiān dalam rangka upacara suci penyemaiaman badan lahiriah Almarhum dàoqīn . . . . . ., yang telah menyelesaikan segala tugas dan kewajiban hidup di atas dunia ini, telah berpulang kembali ke haribaan kebajikan Huángtiān, memenuhi panggilan suci Huángtiān dalam usia . . . . . . .

Sebelum peti jenazah ditutup, kami panjatkan doa, semoga saat ini arwah almarhum dàoqīn . . . . . . . . . boleh memperoleh damai dan tenteram dalam proses perjalanan kembali ke haribaan kebajikan kebajikan Huángtiān, dan kami sampaikan kepada dàoqīn bahwa demikianlah setiap insan yang telah berakhir semua kewajiban hidupnya di atas dunia ini, akan tiba saatnya untuk berpulang kepada Huángtiān sesuai dengan panggilan suci Huángtiān. Nǎi tǒng Tiān. Qīnzāi!

Maka kami berdoa semoga Huángtiān berkenan atas sembahyang duka ini. Limpahkan sinar pancaran kesucian yang boleh meliputi tempat ini serta meridai upacara suci sederhana ini, sehingga boleh menjadi terang bagi alm., boleh menjadi saaat yang terbaik untuk penyemaiaman jenazah alm. dàoqīn . . . . . . . . . Qīnzāi!

Bagi keluarga yang ditinggalkan, kamipun bermohon kiranya Huángtiān mengaruniakan kekuatan dan kemampuan untuk dapat menerima perpisahan lahiriah ini, bolehlah kiranya mereka semua mampu melaksanakan semua kewajiban penyelenggaraan upacara persembahyangan lanjutan lainnya dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan seruan agama yang diimani dàoqīn . . . . . Semoga keluarga alm. juga akan mampu melangsungkan hidupnya di atas dunia ini, mampu mengembangkan kebajikan sesuai Firman Huángtiān dan teladan alm. sehingga dapat membawa berkah sentosa atas hidup mereka. Karena sungguh kami yakin Huángtiān berkenan hanya kepada kebajikan. Qīnzāi!

Sembah dan sujud ke hadirat Huángtiān, di dalam iman kami sungguh yakin dalam suka dan duka Huángtiān Yang Maha Kuasa senantiasa menilik, membimbing dan menyertai hidup keluarga yang berduka dan juga kami semua. Wūhū Āizāi....!

Maha Besarlah Tiān Khalik semesta alam. Tuhan senantiasa melindungi kebajikan.

Huáng yǐ Shàng Dì, wéi Tiān yòu dé.... Shànzāi !

Page 193: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

167

DOA MALAM MENJELANG KEBERANGKATAN JENAZAH (UPACARA MÉN SÀNG)

Kehadirat Huángtiān, Tuhan Yang Maha Besar, di tempat yang Maha Tinggi,

Maha Suci-Gemilang, dalam bimbingan Nabi Agung Kŏngzĭ, penyertaan Malaikat Bumi (Fúdé Zhèngshén), dan restu yang kami hormati alm. dàoqīn ….. Qīnzāi!

Diperkenankan pada saat ini tanggal . . . . . . . , kami umat Khonghucu . . .. . . . berhimpun bersama keluarga yang berduka, beserta kerabat dan handai tolan, memanjatkan doa memohon rida Huángtiān untuk kami sampaikan doa dan hormat bakti kami bagi saudara seiman kami alm. dàoqīn . . . . . . yang telah berpulang ke haribaan Huángtiān. Qinzai!

Alm. dàoqīn . . . . .. . . yang terkasih, kami laksanakan upacara ini karena dàoqīn telah menyelesaikan segala tugas dan kewajiban hidup di atas dunia ini, telah kembali ke haribaan kebajikan Huángtiān, memenuhi panggilan suci Huángtiān dalam usia . . . . Kami memahami, bahwa kejadian berpulangnya alm. dàoqīn ini membawa kepedihan dan keharuan yang mendalam bagi kami para saudara seiman, kerabat, handai tolan tertama anggota keluarga, karena harus berpisah selamanya dengan alm. dàoqīn. Namun dalam iman kami yakin, bahwa peristiwa duka ini adalah sesuatu yang pasti akan dialami oleh setiap insan yang hidup di dunia ini, karena sesungguhnya segala makhluk yang dilahirkan suatu saat akan berpulang kembali kepada Sang Pencipta. Nǎi Tǒng Tiān,...Qīnzāi!

Alm. dàoqīn . . . Nabi Kŏngzĭ bersabda dalam kitab Lùnyǔ VIII: “bersembahyang kepada leluhur hayatilah kehadirannya”, maka kepada alm. dàoqīn . . . . . . . . . . . kami yakin dàoqīn dapat merasakan penyampaian hormat dan rasa bakti yang kami, terutama keluarga lakukan dengan sembahyang dan doa ini. Qīnzāi!

Maha Besar dan Maha Sempurnalah Huángtiān, khalik semesta alam, firman Huángtiān telah menjadikan kami manusia mendapatkan Watak Sejati dalam bentuk benih benih kebajikan, yang memampukan hidup kami berada di dalam Jalan Suci. Kesadaran adanya Jalan Suci inilah yang dapat mengiklaskan kami terutama keluarga atas kepulangan alm. dàoqīn . . . . . . . . Kami bermohon kepada Huángtiān semoga roh alm. dàoqīn boleh mendapatkan cahaya terang dalam proses perjalanan kembali ke haribaan kebajikan Huángtiān sehingga dapat tenang damai pulang kepada Huángtiān, menuju kepada Kemuliaan Huángtiān yang abadi. Qinzai!

Bagi keluarga yang ditinggalkan, kamipun bermohon kiranya Huángtiān mengaruniakan kekuatan dan kemampuan untuk dapat menerima peristiwa duka ini, agar dapat tetap mampu melanjutkan kehidupan di atas dunia ini. Semoga segala tugas dan cita-cita luhur yang diteladankan alm. semasa hidupnya, yang mungkin belum tergenapkan oleh alm., keluarga akan mampu untuk melanjutkan dan mewujudkannya; sehingga dengan demikian boleh mendatangkan berkah sentosa atas kehidupan keluarga, dan seterusnya dapat semakin memberi ketenangan pula kepada arwah alhmarhum. Qinzai!

Sembah dan sujud ke hadirat Huángtiān, di dalam iman kami sungguh yakin dalam suka maupun duka Huángtiān akan senantiasa menilik, membimbing dan menyertai hidup keluarga yang berduka, serta juga kami semua. Wūhū Āizāi!

Maha Besarlah Tiān Khalik semesta alam. Tuhan senantiasa melindungi kebajikan. Huáng yǐ Shàng Dì, wéi Tiān yòu dé.... .... Shànzāi !

Page 194: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

168

DOA MENGHANTAR BADAN LAHIRIAH KE TEMPAT PEMAKAMAN (UPACARA SÒNG ZÀNG)

Kehadirat Huángtiān, Tuhan Yang Maha Besar, di tempat yang Maha Tinggi,

Maha Suci-Gemilang, dalam bimbingan rokhani Nabi Agung Kŏngzĭ, penyertaan Malaikat Bumi (Fúdé Zhèngshén), dan restu yang kami hormati alm. dàoqīn . . . . . . . . . Qīnzāi!!

Diperkenankan pada hari ini, . . . . . . . . . ., kami umat Khonghucu dari . . . . . . . . ., berhimpun bersama para handai tolan, kerabat dan terutama keluarga yang berduka, menaikkan doa bersama memohon rida Huángtiān dalam rangka sembahyang pemberangkatan badan lahiriah saudara kami alm. dàoqīn . . . . . . . . . . . yang telah berakhir masa hidupnya, telah menerima panggilan suci Firman Huángtiān dalam usia . . . . . . Berkenanlah kiranya ya Huángtiān. Qīnzāi!

Yang terkasih alm. dàoqīn . . . . . . . , dengan rida Huángtiān, kami berdiri, dan keluarga dàoqīn bersimpuh di hadapan dàoqīn, mengucapkan selamat jalan kepada dàoqīn yang telah berpulang kembali ke haribaan Huángtiān, dan sesaat lagi akan diberangkatkan ke tempat jasad dàoqīn akan dikebumikan / diperabukan. Qīnzāi!

Alm.. . . . . . . . . . yang terkasih, tempat yang dàoqīn tinggalkan, kenangan yang pilu, kepedihan yang timbul akibat kepergian dàoqīn, sungguh itu tidak terbatas pada keluarga dàoqīn yang memang paling merasakan peristiwa kehilangan ini, karena telah hidup bersama dengan dàoqīn dan telah menerima segenap budi, cinta kasih dan bimbingan dàoqīn, tapi sesungguhnya kepedihan itu terasakan pula dalam hati kami semua yang hadir saat ini, Āizāi!

Namun kesadaran bahwa selama hidup dàoqīn telah berusaha hidup di jalan benar, jalan yang Huángtiān ridai sebagaimana dalam bimbingan Nabi Agung Kŏngzĭ, maka hal ini bolehlah meredakan kedukaan kami dan terutama keluarga….boleh menjadi kekuatan dan ketabahan bagi keluarga almarhum dàoqīn dalam menjalani rasa duka-citanya, mengiklaskan kepergian dàoqīn. Dipermuliakanlah! Sekarang kehidupan dàoqīn telah berakhir, melaui jalan suci dan atas rida Huangtian dan doa kami semua, semoga dàoqīn beroleh damai sentosa dalam perjalanan kembali kepada kemuliaan Huángtiān Maha gemilang nan abadi. Nǎi Tǒng Tiān. Qīnzāi!

Sembah dan sujud ke hadirat Huángtiān, semoga dengan doa kami semua, arwah alm. dàoqīn . . . . . . . . . .terkasih boleh dengan tenang bersama-sama kami dalam perjalanan menuju ke tempat penyempurnaan badan lahiriah (pemakaman/kremasi) alm. dàoqīn, diterangi cahaya gemilang kebajikan Huángtiān, disertai doa kami, diiringi kepul semerbak harum dupa ini.Qīnzāi!

Sembah dan sujud ke hadirat Huángtiān, kami sungguh yakin dalam suka dan duka, Huángtiān Yang Maha Kuasa akan senantiasa menilik, membimbing dan menyertai hidup keluarga yang berduka dan juga kami semua. Wūhū Āizāi....!

Maha Besarlah Tiān Khalik semesta alam. Tuhan senantiasa melindungi kebajikan. Huáng Yǐ Shàng Dì,... Wéi Tiān Yòu Dé.... Shànzāi !

Page 195: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

169

DOA PENYEMPURNAAN BADAN LAHIRIAH PEMAKAMAM/KREMASI (UPACARA RÙ KŌNG)

Kehadirat Huángtiān, Tuhan Yang Maha Besar, di tempat yang Maha Tinggi,

Maha Suci-Gemilang, dalam bimbingan rokhani Nabi Agung Kŏngzĭ, penyertaan Malaikat Bumi (Fúdé Zhèngshén), dan restu yang kami hormati alm. dàoqīn . . . . . . . . . Qīnzāi !

Diperkenankan pada hari ini, tanggal . . . . . . . . . . . . . kami umat Khonghucu dari . . . . . . . . . , berhimpun bersama para kerabat dan terutama keluarga yang berduka, menaikkan doa bersama dalam upacara sembahyang Penyempurnaan/Kremasi/Pengebumian badan lahiriah saudara kami alm. dàoqīn . . . . . . . . . yang telah berakhir masa hidupnya, telah menerima panggilan suci Firman Huángtiān dalam usia . . . . . . . Ridailah kami ya Huángtiān. qīnzāi!

Alm. dàoqīn . . . . . . . . . yang terkasih, di dalam rida Huángtiān, kami berdiri,…keluarga dan dàoqīn bersimpuh di hadapan dàoqīn,... kami semua menyampaikan bahwa pada saat ini kehidupan dàoqīn telah berakhir dan telah tibalah saat suci untuk peyempurnaan badan lahiriah dàoqīn untuk kami antarkan kembali ke bumi sedangkan roh dàoqīn akan berproses berpulang kembali kepada Huángtiān sebagai yang Maha Awal, sumber dari segala sesuatu. Nǎi tǒng Tiān,...Qīnzāi!

Di dalam kitab Lǐjì XXI:II:1 tersurat bahwa: qì (氣 semangat) itulah wujud

berkembangnya shén (神 roh insani); badan-jasad pò (魄 ) itulah wujud

berkembangnya guǐ (鬼 nyawa). Berpadu harmonisnya nyawa dan roh itulah

tujuan tertinggi pengajaran agama. Semua yang dilahirkan pasti mengalami kematian, yang mati berpulang kepada tanah, itulah yang berkaitan dengan nyawa….. Sedangkan semangat (roh) itu memancar di atas, cerah gemilang, diiringi semerbaknya asap harum dupa, itulah sari beratus zat, itulah wujud adanya roh.

Terimalah hormat dan doa bakti dari keluarga dàoqīn, dan juga doa hormat kami semua para saudara seiman dan para handai tolan. qīnzāi!

Saat ini kamipun berdoa semoga roh alm. dàoqīn . . . . . . .beserta dengan watak sejati di dalamnya yang berasal dari Huángtiān saat ini boleh dengan legawa berproses berpulang ke hadirat Huángtiān yang Maha Awal, Maha Kekal-abadi. Semoga dàoqīn akan damai dan tenteram, kekal selamanya diterima di haribaan Huángtiān Yang Maha Pengasih. Kamipun bermohon Huángtiān agar supaya memberikan ampunan atas segara khilaf dan salah alm. dàoqīn . . . . . . . semasa hidup. Terimalah doa dan permohonan kami ini. qīnzāi!

Sembah dan sujud ke hadirat Huángtiān, sungguh kami yakin Huángtiān Yang Maha Kuasa akan senantiasa menilik, membimbing dan menyertai hidup keluarga yang berduka dan juga kami semua. Wūhū āizāi....!

Maha Besarlah Tiān Khalik semesta alam. Tuhan senantiasa melindungi kebajikan. Huáng yǐ Shàng Dì, wéi tiān yòu dé.... Shànzāi !

Page 196: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

170

DOA PERINGATAN SETAHUN BERPULANG ALMARHUM (UPACARA XIǍO XIÁNG)

Ke hadirat Huángtiān Tuhan Yang Maha Besar, di tempat yang Maha Tinggi, Maha Suci-Gemilang, dalam bimbingan rokhani Nabi Agung Kŏngzĭ, penyertaan Malaikat Bumi (Fúdé Zhèngshén), dan restu yang kami hormati alm. dàoqīn . . . . . . . . ., Qīnzāi !

Diperkenan kiranya saat yang baik ini dengan sederhana dan khidmat kami langsungkan upacara sembahyang genap satu tahun berpulangnya alm. dàoqīn ……………Semoga upacara suci xiǎoxiáng yang kami laksanakan ini membawakan kekuatan dan kemampuan iman bagi keluarga yang ditinggalkan agar selalu dapat melanjutkan cita-cita luhur alm. sesuai dengan Firman Huángtiān serta bimbingan Nabi Kŏngzĭ, Genta penyedar hidup ini. qīnzāi!

Yang kami hormati, alm. dàoqīn …… … Walaupun dàoqīn telah meninggalkan kami, keluarga, dan para saudara

seiman setahun yang lalu, namun semangat dan pribadi dàoqīn tetap hidup di dalam kenangan kami semua. Kami berharap, semoga Huángtiān selalu beserta sehingga segala perkara yang luhur sebagaiamana keteladanan dàoqīn bolehlah menjadi pedoman dan langkah kehidupan keluarga yang dàoqīn tinggalkan.

Walaupun segala kenangan bersama dàoqīn tentu menimbulkan rasa haru dan perih, namun biarlah semuanya itu menjadi pendorong semangat untuk kami terutama keluarga melaksanakan tugas kewajiban sebagaimana difirmankan Huángtiān bagi hidup insani dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan kemanusiaan. Terimalah hormat yang kami naikkan dengan setulus hati dan dengan sepenuh kebajikan dari dalam hati ini. Qīnzāi!

Kami juga selalu berdoa semoga Huángtiān Tuhan yang Maha Kekal Maha Penyanyang telah memberikan damai dan tenteram…. yang selamanya akan meliputi arwah alm. dàoqīn di alam Tuhan Yang Terang-Gemilang.

Sembah dan sujud ke hadirat Huángtiān, semoga dengan doa dan perhormatan bakti yang kami terutama keluarga sampaikan ini, Huángtiān berkenan, dan kami semua terutama keluarga almarhum dijauhkan dari segala mara-bahaya, dari pencobaan, serta sesal-menyalahkan di antara kami. Dijauhkan pula dari segenap keluh-gerutu dan keraguan kepada Huángtiān. Melainkan dengan sepenuh iman dapat hidup dalam kerukunan dan keharmonisan, yakin pula bahwa dalam kehidupan ini, di dalam suka maupun duka, Huángtiān Yang Maha Kuasa senantiasa menilik, membimbing dan menyertai hidup keluarga yang berduka dan juga kami semua. Wūhū āizāi!

Maha Besarlah Tiān Khalik semesta alam. Tuhan senantiasa melindungi kebajikan. Huáng yǐ Shàng Dì,... wéi Tiān yòu dé.... Shànzāi !

Page 197: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

171

DOA SEMBAHYANG MENGENANG TIGA TAHUN KEPULANGAN ALMARHUM (UPACARA DÀ XIÁNG)

Kehadirat Huángtiān Tuhan Yang Maha Besar di tempat yang Maha Gemilang, dalam bimbingan Nabi Agung Kŏngzĭ, penyertaan-penampungan Malaikat Bumi dan restu yang kami hormati alm. dàoqīn . . . . . Qīnzāi ! Diperkenankan pada hari ini tanggal . . . . . . . kami umat Khonghucu dari . . . . . . . . . . ,menaikkan syukur atas rahmat Huángtiān karena kami dapat berhimpun bersama kerabat keluarga alm. memohon restu kepada Huángtiān, untuk menyampaikan doa, hormat serta mengenang - memperingati masa tiga tahun kepulangan alm. dàoqīn . . . . . . . . . Semoga upacara suci yang sederhana ini memberi hikmah bagi kami semua terutama para keluarga alm. dàoqīn . . . . . . . . Ridailah kami kami ya Huángtiān. Qīnzāi! Ke hadapan yang kami hormati dan kami kenang alm. dàoqīn . . . . . . . meskipun kita telah berjauhan karena masing-masing berada di alam yang berbeda, namun kepribadian, kiprah dan teladan dàoqīn akan selalu menjadi kenangan, akan tetap hidup dalam sanubari kami para saudara seiman dan keluarga dàoqīn. Kami mendoakan semoga saat ini arwah alm. dàoqīn telah damai sempurna di alam Huángtiān, semoga tenteram kekal di haribaan Huángtiān yang Gemilang. Qīnzāi! Dari kedamaian di haribaan Huángtiān, semoga terpancarkan pula semangat keteladanan kebajikan alm. dàoqīn kepada semua anggota keluarga dan juga kami semua, sehingga oleh perkenan Huángtiān kami akan mampu hidup di dalam jalan suci, jalan lurus memasuki pintu kesusilaan dan mendiami rumah sentosa yang disuasanai cinta kasih, mampu berbakti kepada negara dan kepada lembaga agama kami Matakin, melaksanakan firman Huángtiān, menggemilangkan kebajikan yang bercahaya, mengasihi rakyat/sesama dan bersemayam di puncak kebaikan. Semoga pula dengan upacara peringatan masa tiga tahun (dà xiáng) ini kami penerus dan keluarga besar alm. dàoqīn akan terberkahi dengan kesejahteraan dalam mengarungi kehidupan, dalam memuliakan kebajikan karunia Huángtiān. Qīnzāi! Alm. Dàoqīn . . . . . . .Terimalah kembali hormat dan rasa kenang kami kepada Dàoqīn yang kami sampaikan dalam ketulusan dan dalam keharuan ini….. Wūhū Āizāi....! Sembah sujud kehadirat Huángtiān jauhkanlah hati kami dari kelemahan, keluh gerutu kepada Huángtiān, dan sesal penyalahan kepada sesama, yakin dalam suka maupun duka Huángtiān akan senantiasa menilik, membimbing dan menyertai hidup kami. serta juga kami semua. Maha Besarlah Tiān Khalik semesta alam, Tuhan senantiasa melindungi kebajikan. Huáng yǐ Shàng Dì,... Wéi Tiān yòu dé.... Shànzāi !

Page 198: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

172

6. FOTO DOKUMENTASI PELAKSANAAN UPACARA PERKABUNGAN (Sumber: Dokumentasi Keluarga)

Page 199: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

173

Page 200: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

174

7.FOTO DOKUMENTASI DENGAN PARA INFORMAN DI MANADO

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Bersama Charles Tilung Bersama Felix Tumewu

Bersama Ronny Loho Bersama Sofyan Jimmy Yosady, S.H.

Page 201: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

175

9. FOTO KEGIATAN PENULIS SELAMA BERADA DI MANADO

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Page 202: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

176

Page 203: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45702/1/LIEM LILIANY...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Liem Liliany LontohPublish Year: 2019

177