wrap up sk 3 respi.docx

31
SKENARIO 3 BLOK RESPIRASI SESAK NAFAS Kelompok A16 Ketua : Gilang Anugrah (1102012097) Sekretaris : Dyah Arum Maharani (1102012072) Anggota : Airindya Bella (1102013016) Devinta Dhia Widyani (1102013077) Abiyya Farah Putri (1102013003) Betari Texania Harsa (1102013058) Cita Pratiwi (1102013065) Fathonah Fatimatuzahra (1102013108) Eli Susanti (1102013095)

Upload: abiyya-farah-putri

Post on 27-Sep-2015

242 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

WRAP UP SK 3 RESPI.docx

TRANSCRIPT

SKENARIO 3BLOK RESPIRASISESAK NAFAS

Kelompok A16

Ketua: Gilang Anugrah(1102012097)Sekretaris: Dyah Arum Maharani(1102012072)Anggota: Airindya Bella(1102013016) Devinta Dhia Widyani(1102013077) Abiyya Farah Putri(1102013003) Betari Texania Harsa(1102013058) Cita Pratiwi(1102013065) Fathonah Fatimatuzahra(1102013108) Eli Susanti(1102013095)

Fakultas Kedokteran UniversitasYarsiJakarta2015

SESAK NAFAS

Anak perempuan berusia 7 tahun dibawa ibunya ke Klinik YARSI dengan keluhan sulit bernafas. Pasien 3 hari sebelum ke klinik demam, batuk, dan pilek. Sudah minum obat namun tidak ada perubahan. Menurut ibu, pasien menderita alergi makanan terutama ikan laut. Ayah pasien juga mempunyai riwayat alergi.

Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, frekuensi napas 48x/menit, disertai batuk-batuk paroksismal, terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat retraksi daerah suraklavikular, suprasternal, epigastrium, dan sela iga. Pada perkusi terdengar hipersonor di seluruh toraks. Pada auskultasi bunyi napas kasar/mengeras. Terdengar juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara lender dan wheezing. Pasien didiagnosis sebagai asma akut episode sering.

Penanganan yang dilakukan pemberian beta-agonis secara nebulisasi. Pasiencdiobservasi selama 1-2 jam, respon baik pasien dipulangkan dengan dibekali obat bronkodilator. Pasien kemudian dianjurkan control ke klinik rawat jalan untuk reevaluasi tatalaksananya.

SASARAN BELAJAR

LI 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ASMALO 1.1 DEFINISI ASMALO 1.2 ETIOLOGI ASMALO 1.3 KLASIFIKASILO 1.4 PATOFISIOLOGILO 1.5 MANIFESTASI KLINIS ASMALO 1.6 DIAGNOSIS & DIAGNOSIS BANDING ASMALO 1.7 PENATALAKSANAAN ASMALO 1.8 KOMPLIKASI ASMALO 1.9 PROGNOSIS ASMA

1.1 Definisi Asma

Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama pada malam atau dini hari. (PDPI, 2006; GINA, 2009).

Menurut National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI, 2007), pada individu yang rentan, gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi derajatnya.

1.2 Etiologi Asma

Sampai saat ini etiologi penyakit asma bronkial belum dapat diketahui. Suatu hal yang menonjol pada penderita asma adalah fenomena hipersensitivitas bronkus. Bronkus pada penderita asma sangat peka terhadapat rangsangan imunologi maupun non-imunologi. Adapun rangsangan atau factor pencetus yang sering menimbulkan asma adalah:1. Faktor ekstrinsik (alergi) : reaksi alergik yang disebabkan oleh allergen atau allergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.2. Faktor intrinsic (non-alergik) : tidak berhubungan dengan allergen, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.3. Asma gabungan : bentuk asma yang paling umum, asma ini mempunyai karakterisyik dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002). Ada beberapa hal yang merupakan factor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkial, yaitu:A. Faktor Predisposisi a. GenetikFaktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga yang menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpapar dengan factor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bias diturunkan.

B. Faktor Presipitasia. AlergenDimana allergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: Inhalan: yang masuk melalui sluran pernapasanContoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi Ingestan: yang masuk melalui mulutContoh: makanan dan obat-obatan Kontaktan: yang masuk melalui kulitContoh: perhiasan, logam dan jam tangan

b. Perubahan CuacaCuaca lembab dan hawa pegunugan yang dingin sering mempengaruhi asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.c. StressStress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bias memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelsaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala belum bisa diobati.

d. Lingkungan KerjaMempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industry tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

e. Olah Raga atau Aktifitas JasmaniSebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi karena setelah selesai aktifitas tersebut.

1.3 Klasifikasi AsmaKlasifikasi derajat asma menurut GINA :1. Intermiten gejala kurang dari 1 kali/minggu serangan singkat gejala nocturnal tidak lebih dari 2 kali/bulan (2 kali/bulan3. Persisten sedang Gejala terjadi setiap hari Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur Gejala nocturnal > 1 kali dalam seminggu4. persisten berat Gejala terjadi setiap hari Serangan sering terjadi Gejala asma nocturnal sering terjadiDerajat asma yang lainnya :1. Tingkat pertama : secara klinis normal, tetapi asma timbul jika ada faktor pencetus.2. Tingkat kedua : penderita asma tidak mengeluh dan pada pemeriksaan fisik tanpa kelainan tetapi fungsi parunya menunjukkan obstruksi jalan nafas. Disini banyak ditemukan pada penderita yang baru sembuh dari serangan asma3. Tingkat ketiga : penderita tidak ada keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik maupun maupun fungsi paru menunjukkan tanda-tanda obstruksi jalan nafas.4. Tingkat keempat : penderita mengeluh sesak nafas, batuk dan nafas berbunyi.Pada pemeriksaan fisik maupun spirometri akan dijumpai tanda-tanda obstruksi jalan napas.5. Tingkat kelima : adalah status asmatikus, yaitu suatu keadaan darurat medik berupa serangan akut asma yang berat, bersifat refrakter terhadap pengobatan yang biasa dipakai.1.4 Patofisiologi AsmaInteraksi antara lingkungan dan faktor genetik dapat mengakibatkan inflamasi saluran nafas, yang menghambat aliran udara dan memicu pada perubahan fungsi dan struktur dari saluran nafas yang timbul sebagai bronkospasme, edema mukosa, dan sumbatan mukus.

Obstruksi saluran nafas menyebabkan kenaikan ketahanan aliran udara dan menurunkan nilai aliran ekspirasi. Perubahan ini mengarah pada berkurangnya kemampuan mengeluarkan udara dan dapat menjadi hiperinflasi. Pengembangan paru berlebih sebagai dampaknya dapat membantu pengaturan jalannya udara secara paten, dengan begitu akan memperbaiki laju ekspirasi, bagaimanapun, hal ini juga merubah mekanisme paru dan meningkatkan usaha untuk bernafas.

Hiperinflasi mengkompensasi rusaknya penyebaran udara ini, tapi kompensasi ini terbatas ketika volume tidal mendekati volume ruang mati paru, hasilnya adalah hipoventilasi alveolar. Perubahan tidak seimbang dalam ketahanan jalan udara menjadi ketidakseimbangan distribusi udara, dan perubahan sirkulasi akibat kenaikan tekanan intra-alveolar akibat hiperinflasi yang menjadi ventilasi-perfusi yang tidak sesuai.

Vasokonstriksi yang berhubungan dengan hipoksia alveolar juga berkontribusi dalam ketidakseimbangan ini. Vasokonstriksi juga diduga sebagai respon penyesuaian terhadap ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.

Pada tahap awal, ketika ventilasi-perfusi mengakibatkan hipoksia, hiperkarbia dicegah oleh difusi cepat CO2 melalui membran kapilerr alveolar. Dengan demikian, pasien dengan asma yang sedang mengalami tahap awal dari episode akut mengalami hipksemia dalam ketidakadaan retensi CO2. Hiperventilasi yang dipicu oleh hipoksia menyebabkan penurunan PaCO2. Peningkatan ventilasi alveolar dalam tahap awal pada eksaserbasi akut mencegah hiperkarbia.

Ketika obstruksi memburuk dan ventilasi-perfusi meningkat, retensi CO2 terjadi. Dalam tahap awal dari episode akut, alkalosis respiratori sebagai hasil dari hiperventilasi. Kemudian, kenaikan usaha nafas, kenaikan konsumsi oksigen, dan kenaikan cardiac output menyebabkan metabolik asidosis. Kegagalan nafas dapat mengarah pada asidosis respiratorik. Kelelahan juga merupakan kontributor potensial dalam asidosis respiratorik.

1.5 Manifestasi Klinis AsmaPada serangan asma ringan: Anak tampak sesak saat berjalan. Pada bayi: menangis keras. Posisi anak: bisa berbaring. Dapat berbicara dengan kalimat. Kesadaran: mungkinirritable. Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa). Mengi sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi. Biasanya tidak menggunakan otot bantu pernafasan. Retraksi interkostal dan dangkal. Frekuensi nafas: cepat (takipnea). Frekuensi nadi: normal. Tidak ada pulsus paradoksus (< 10 mmHg) SaO2% > 95%. PaO2normal, biasanya tidak perlu diperiksa. PaCO2< 45 mmHgPada serangan asma sedang: Anak tampak sesak saat berbicara. Pada bayi: menangis pendek dan lemah, sulit menyusu/makan. Posisi anak: lebih suka duduk. Dapat berbicara dengan kalimat yang terpenggal/terputus. Kesadaran: biasanyairritable. Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa). Mengi nyaring, sepanjang ekspirasi inspirasi. Biasanya menggunakan otot bantu pernafasan. Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya sedang. Frekuensi nafas: cepat (takipnea). Frekuensi nadi: cepat (takikardi). Ada pulsus paradoksus (10-20 mmHg) SaO2% sebesar 91-95%. PaO2> 60 mmHg. PaCO2< 45 mmHg

Pada serangan asma berat tanpa disertai ancaman henti nafas: Anak tampak sesak saat beristirahat. Pada bayi: tidak mau minum/makan. Posisi anak: dudukbertopang lengan. Dapat berbicara dengan kata-kata. Kesadaran: biasanyairritable. Terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa). Mengi sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop sepanjang ekspirasi dan inspirasi. Menggunakan otot bantu pernafasan. Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya dalam, ditambah nafas cuping hidung. Frekuensi nafas: cepat (takipnea). Frekuensi nadi: cepat (takikardi). Ada pulsus paradoksus (> 20 mmHg) SaO2% sebesar 45 mmHgPada serangan asma beratdisertai ancaman henti nafas: Kesadaran: kebingungan. Nyata terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa). Mengi sulit atau tidak terdengar. Penggunaan otot bantu pernafasan: terdapat gerakan paradoks torakoabdominal. Retraksi dangkal/hilang. Frekuensi nafas: lambat (bradipnea). Frekuensi nadi: lambat (bradikardi). Tidak ada pulsus paradoksus; tanda kelelahan otot nafas.Pedoman nilai baku frekuensi nafas pada anak sadar:UsiaFrekuensi nafas normal< 2 bulan < 60 x / menit2 12 bulan < 50 x / menit1 5 tahun < 40 x / menit6 8 tahun < 30 x / menitPedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak:Usia Frekuensi nadi normal2 12 bulan < 160 x / menit1 2 tahun < 120 x / menit3 8 tahun < 110 x / menit

1.6 Diagnosis & Diagnosis Banding Asma

DIAGNOSIS

AnamnesaKeluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari.Semua keluhan biasanya bersifat episodic dan reversible. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi yang lain.PemeriksaanFisikKeadaan umum: Penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman dalam posisi dudukJantung:Pekak jantung mengecil, takikardi

Paru Inspeksi: Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong kebawah Auskultasi: Terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang Perkusi : Hipersonor Palpasi : Fremitus vokal kanan sama dengan kiri

Berdasarkan konsep B6, pemeriksaan fisik untuk asma secara spesifik mencakup(Muttaqin, 2008):B1 (Breathing) InspeksiPada klien terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter antero posterior, retraksi otot-otot intercostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi napas. PalpasiPada palpasi biasanya amati kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus normal PerkusiPada perkusi didapatkan suara normal sama hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah. AuskultasiTerdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau 3 kali ekspirasi, dengan bunyi tambahan napas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.B2 (Blood)Monitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.

B3 (Brain)Diperlukan pemeriksaan GCS untuk penentuan status kesadaran

B4 (Bladder)Pengukuran volume output urine berkaitan intake cairan. Ada tidaknya oliguria sebagai tanda awal gejala syok.B5 (Bowel)Perlu dikaji bentuk, turgor, nyeri dan tanda-tnada infeksi yang dapat merangsang serangan asma. Pengkajian status nutrisi meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan pemenuhan kebutuhan nutrisi karena pada pasien sesak napas terjadi kekurangan. Hal ini terjadi karena dispnea saat makan dan kecemasan klien.

B6 (Bone)Adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji permukaan kasar,kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban, besisik, pruritis, eksim dan adanya bekas dermatitis. Pada rambut kaji kelembaban dan kusam. Adanya wheezing, sesak danortopnea saat istirahat. Pola aktivitas olahraga, pekerjaan dan aktivitas lainnya.

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan SputumPemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkhus Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug Pemeriksaan Darah Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari IgE pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari seranganPemeriksaan Penunjang Lain1. Pemeriksaan RadiologiGambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru2. Pemeriksaan Tes KulitDilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.3. ElektrokardiografiGambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada emfisema paru, yaitu: Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative

4. Scanning ParuDengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.5. SpirometriUntuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang berat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanya singkat, dengan waktu pengamatan antara satu sampai dua jam.Gambaran Klinis Status Asmatikus Penderita tampak sakit berat dan sianosis Sesak nafas, bicara terputus-putus Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita sudah jatuh dalam dehidrasi berat Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi lambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke dalam koma

DIAGNOSIS BANDING

Bronkitis KronisDitandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling sedikti terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal. Emfisema ParuSesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya hiperinflasi. Gagal Jantung KiriGejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru. Emboli ParuHal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan hipertensi.

Diagnosis banding lainnya :1. Rinosinusitis1. Refluks gastroesofageal1. Infeksi respiratorik bawah viral berulang1. Displasia bronkopulmoner1. Tuberkulosis 1. Malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan saluran respiratorik intratorakal1. Aspirasi benda asing1. Sindrom diskinesia silier primer1. Defisiensi imun1. Penyakit jantung bawaan

1.7 Penatalaksanaan Asma

Asma episodik jarang (asma ringan)

Asma episodik jarang cukup diobati dengan bronkodilator beta-agonis hirupan kerja pendek bilaperlu saja, yaitu jika ada gejala/serangan. Anjuran ini tidak mudah dilakukan berhubung obat tersebut mahal dan tidak selalu tersedia di semua daerah. Di sampingitu pemakaian obat hirupan (metered dose inhaler) memerlukan pelatihan yang benar (untuk anak besar), dan membutuhkan alat bantu (untuk anak kecil/bayi) yang juga tidak selalu ada dan mahal harganya.Bila obat hirupan tidak ada/tidak dapat digunakan maka beta-agonis diberikan peroral. Sebenarnya kecenderungan saat ini teofilin makin kurang perannya dalam tata laksana asma karena batas keamanannya sempit. Namun mengingat di Indonesia obat betaagonis oral tidak selalu ada maka dapat digunakan teofilin dengan memperhatikan kemungkinan timbulnya efek samping. Di samping itu penggunaan beta-agonis oral tunggal dengan dosis besar seringkali menimbulkan efek samping berupa palpitasi. Hal ini dapat dikurangi dengan mengurangi dosisnya serta dikombinasi dengan teofilin.Konsensus Internasional III dan juga Konsensus Nasional seperti terlihat dalam klasifikasi asmanya tidak mengajurkan pem-berian anti-inflamasi untuk asma ringan. Di lain pihak, untuk asma intermiten (derajat 1 dari 4) GINA menganjurkan penggunaan kromoglikat sebelum aktivitas fisis atau pajanan dengan alergen. Bahkan untuk asma persisten ringan (derajat 2 dari 4) GINA sudah menganjurkan pemberian obat pengendali (controller) berupa anti-inflamasi yaitu steroid hirupan dosis rendah, atau kromoglikat hirupan. Sebagai catatan, GINA menggunakan istilah obat pengendali (controller) untuk istilah profilaksis yang digunakan oleh Konsensus Internasional. Obat pengendali diberikan tiap hari, ada atau tidak ada serangan / gejala. Sedangkan obat yang diberikan saat serangan disebut obat pereda (reliever).Konig menemukan bukti bahwa dengan mengikuti panduan tata laksana yang lazim, yaitu hanya memberikan bronkodilator tanpa anti-inflamasi pada asma ringan, ternyata dalam jangka panjang (+8 tahun) pada kelompok tersebut paling sedikit yang mengalami perbaikan derajat asma. Di lain pihak, asma sedang yang mendapat kromoglikat, dan asma berat yang mendapat steroid hirupan, menunjukkan perbaikan derajat asma yang lebih besar. Perbaikan yang dimaksud adalah menurunnya derajat asma, misalnya dari berat ke sedang atau ringan, bahkan sampai asmanya asimtomatik.

Asma episodik sering (asma sedang)

Jika penggunaan beta-agonis hirupan sudah lebih dari 3x perminggu (tanpa menghitung penggunaan pra aktivitas fisis), atau serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan antiinflamasi sebagai pengendali sudah terindikasi.Antiinflamasi lapis pertama yang digunakan adalah kromoglikat, dengan dosis minimal 10 mg 3-4 kali perhari. Obat ini diberikan selama 6-8 minggu, kemudian dievaluasi hasilnya. Jika asma sudah terkendali, pemberian kromoglikat dapat dikurangi menjadi 2-3 kali perhari. Sampai sekarang, obat ini tetap paling aman untuk pengendalian asma anak, dan efek sampingnya ringan, yaitu sesekali menyebabkan batuk. Nedokromil merupakan obat satu golongan dengan kromoglikat yang lebih poten dan tidak menyebabkan batuk. Di luar negeri obat ini sudah diijinkan pemakaiannya untuk anak >2 tahun. Namun untuk di Indonesia saat ini ijin yang ada untuk anak >12 tahun.Untuk asma persisten ringan (derajat 2 dari 4) GINA menganjurkan pemberian steroid hirupan (utama) atau kromoglikat hirupan (alternatif ) sebagai obat pengendali. Sedangkan untuk asma persisten sedang (derajat 3 dari 4) GINA merekomendasikan steroid hirupan tanpa memberi tempat untuk kromoglikat.1 Menurut hemat kami, seyogyanya untuk obat pengendali tetap dimulai dengan kromoglikat dahulu. Jika tidak berhasil baru diganti dengan steroid hirupan. Mengenai obat antihistamin baru non-sedatif (misalnya ketotifen), penggunaannya dapat dipertimbangkan pada anak balita dan/atau asma tiperinitis.

Asma persisten (asma berat)Jika setelah 6-8 minggu kromoglikat gagal mengendalikan gejala, dan beta-agonis hirupan tetap diperlukan >3x tiap minggu maka berarti asmanya termasuk berat. Sebagai obat pengendali pilihan berikutnya adalah obat steroid hirupan. Cara pemberian steroid hirupan apakah dari dosis tinggi ke rendah selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya dari dosis rendah ke tinggi hingga gejala dapat dikendalikan, tergantung pada kasusnya. Dalam keadaan tertentu, khususnya pada anak dengan penyakit berat, dianjurkan untuk menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Selanjutnya dosis steroid hirupan diturunkan sampai optimal.Steroid hirupan biasanya efektif dengan dosis rendah. Dalam penggunaan beklometason atau budesonid dengan dosis 200 mg/hari, belum pernah dilaporkan adanya efek samping jangka panjang. Dosis yang masih dianggap aman adalah 400 mg/hari. Di atas itu dilaporkan adanya pengaruh sistemik minimal, sedangkan dengan dosis 800 mg/hari agaknya mulai berpengaruh terhadap poros hipotalamus-hipofisisadrenal sehingga dapat berdampak terhadap pertumbuhan. Efek sistemik steroid hirupan dapat dikurangi dengan penggunaan alat bantu berupa perenggang (spacer) yang akan meningkatkan deposisi obat di paru dan mengurangi deposisi di daerah orofaringeal sehingga mengurangi absorbsi sistemik.Setelah dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang optimal atau klinis perbaikan yang mantap selama 1-2 bulan, maka dosis steroid dapat dikurangi bertahap sehingga dicapai dosis terkecil yang masih bisa mengendalikan asmanya. Sementara itu penggunaan beta-agonis sebagai obat pereda tetap diteruskan.

Asma sangat beratBila dengan terapi di atas selama 6-8 minggu asmanya tetap belum terkendali maka pasien dianggap menderita Asma sangat berat (bagian dari Asma persisten). Penggunaan beta-agonis (kerja pendek) hirupan >3x sehari secara teratur dan terus menerus diduga mempunyai peran dalam peningkatan morbiditas dan mortalitas asma. Oleh karena itu obat dan cara peng-gunaannya tersebut sebaiknya dihindari. Tetapi jika dengan steroid hirupan dosis sedang (400- 600 mg/hari) asmanya belum terkendali, maka perlu dipertimbangkan tambahan pemberian beta-agonis kerja panjang, atau beta-agonis lepas terkendali, atau teofilin lepas lambat. Dahulu beta-agonis dan teofilin hanya dikenal sebagai bronkodilator saja. Namun akhir-akhir ini diduga mereka juga mempunyai efek anti-inflamasi.Jika dengan penambahan obat tersebut asmanya tetap belum terkendali, obat tersebut diteruskan dan dosis steroid hirupan dinaikkan, bahkan mungkin perlu diberikan steroid oral. Langkah ini diambil hanya bila bahaya dari asmanya lebih besar daripada bahaya efek samping obat.6 Untuk steroid oral sebagai dosis awal dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis kemudian diturunkan sampai dosis terkecil yang diberikan selang hari pada pagi hari

Cara pemberian obat

Cara pemberian obat asma harus di-sesuaikan dengan umur anak karena perbedaan kemampuan menggunakan alat inhalasi. Demikian juga kemauan anak perlu dipertimbangkan. Lebih dari 50% anak asma tidak dapat memakai alat hirupan biasa (metered dose inhaler). Perludilakukan pelatihan yang benar dan berulang kali.Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam mulut (orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efeksistemik. Sebaliknya deposisi dalam paru lebih baik sehingga didapat efek terapetik yang baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler) memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah.Sebagian alat bantu yaitu spacer (Volumatic, Nebuhaler, Aerochamber, Babyhaler, Autohaler) dapat dimodifikasi dengan menggunakan gelas atau botol minuman bekas, atau menggunakan botoldengan dot yang telah dipotong untuk anak kecildan bayi.

Terapi InhalasiPemberian per inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui hirupan. Pada asma, penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurangi efek samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral atau per oral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan jenis lainnya.Cara memberikan obat melalui hirupan tersebut dikenal sebagai terapi inhalasi. Secara garis besar ada 3 macam alat/jenis terapi inhalasi, yaitu nebulizer, MDI (metered dose inhaler), dan DPI (dry powder inhaler). Jenis DPI yang paling sering digunakan adalah turbuhaler. Terapi inhalasi memiliki keuntungan dibandingkan dengan cara oral (diminum) atau disuntik, yaitu langsung ke organ sasaran, awitan kerja lebih singkat, dosis obat lebih kecil, dan efek samping juga lebih kecil.Untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal , obat yang diberikan per inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran napas. Obat yang digunakan biasanya dalam bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel dalam gas.Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi (penumpukan) obat dalam mulut (orofaring), sehingga mengurangi jumlah obat yang tertelan, dan mengurangi efek sistemik. Deposisi (penyimpanan) dalam paru pun lebih baik, sehingga didapatkan efek terapetik (pengobatan) yang baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (DPI = Dry Powder Inhaler) seperti Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler memerlukan inspirasi (upaya menarik/menghirup napas) yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah.Jenis Terapi InhalasiPemberian aerosol yang idel adalah dengan alat yang sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit yang tertinggal di saluran napas atas, serta dapat digunakan oleh anak, orang cacat, dan orang tua. Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapai.

Berikut beberapa alat terapi inhalasi: Metered Dose Inhaler (MDI) MDI tanpa Spacer Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat dengan mulut, sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang. Hal ini mengurangi pengendapan di orofaring (saluran napas atas). Spacer ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml. Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak.Dry Powder Inhaler (DPI)Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI memerlukan hirupan yang cukup kuat. Pada anak yang kecil, hal ini sulit dilakukan. Pada anak yang lebih besar, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan MDI. Deposisi (penyimpanan) obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan. Sehingga dianjurkan diberikan pada anak di atas 5 tahun.NebulizerAlat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol secara terus-menerus, dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan, atau gelombang ultrasonik. Aerosol yang terbentuk dihirup penderita melalui mouth piece atau sungkup.Bronkodilator yang diberikan dengan nebulizer memberikan efek bronkodilatasi (pelebaran bronkus) yang bermakna tanpa menimbulkan efek samping. Hasil pengobatan dengan nebulizer lebih banyak bergantung pada jenis nebulizer yang digunakan. Ada nebulizer yang menghasilkan partikel aerosol terus-menerus, ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya timbul pada saat penderita melakukan inhalasi, sehingga obat tidak banyak terbuangKortikosteroid InhalasiKortikosteroid terdapat dalam beberapa bentuk sediaan antara lain oral, parenteral, dan inhalasi. Ditemukannya kortikosteroid yang larut lemak (lipid-soluble) seperti beclomethasone, budesonide, flunisolide, fluticasone, and triamcinolone, memungkinkan untuk mengantarkan kortikosteroid ini ke saluran pernafasan dengan absorbsi sistemik yang minim. Pemberian kortikosteroid secara inhalasi memiliki keuntungan yaitu diberikan dalam dosis kecil secara langsung ke saluran pernafasan (efek lokal), sehingga tidak menimbulkan efek samping sistemik yang serius. Biasanya, jika penggunaan secara inhalasi tidak mencukupi barulah kortikosteroid diberikan secara oral, atau diberikan bersama dengan obat lain (kombinasi, misalnya dengan bronkodilator). Kortikosteroid inhalasi tidak dapat menyembuhkan asma. Pada kebanyakan pasien, asma akan kembali kambuh beberapa minggu setelah berhenti menggunakan kortikosteroid inhalasi, walaupun pasien telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dengan dosis tinggi selama 2 tahun atau lebih. Kortikosteroid inhalasi tunggal juga tidak efektif untuk pertolongan pertama pada serangan akut yang parah.Contoh kortikosteroid inhalasi yang tersedia di Indonesia antara lain: Fluticasone Flixotide (flutikason propionate50 g , 125 g /dosis) Inhalasi aerosol Dewasa dan anak > 16 tahun: 100-250 g, 2 kali sehariAnak 4-16 tahun; 50-100 g, 2 kali sehari Beclomethasone dipropionate Becloment (beclomethasone dipropionate 200g/ dosis) Inhalasi aerosol Inhalasi aerosol: 200g , 2 kali seharianak: 50-100 g 2 kali sehari Budesonide Pulmicort (budesonide 100 g, 200 g, 400 g / dosis)Inhalasi aerosolSerbuk inhalasi Inhalasi aerosol: 200 g, 2 kali sehariSerbuk inhalasi: 200-1600 g / hari dalam dosis terbagianak: 200-800 g/ hari dalam dosis terbagi Dosis untuk masing-masing individu pasien dapat berbeda, sehingga harus dikonsultasikan lebih lanjut dengan dokter, dan jangan menghentikan penggunaan kortikosteroid secara langsung, harus secara bertahap dengan pengurangan dosisFarmokinetikKortikosteroid bekerja dengan memblok enzim fosfolipase-A2, sehingga menghambat pembentukan mediator peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien. Selain itu berfungsi mengurangi sekresi mukus dan menghambat proses peradangan. Kortikosteroid tidak dapat merelaksasi otot polos jalan nafas secara langsung tetapi dengan jalan mengurangi reaktifitas otot polos disekitar saluran nafas, meningkatkan sirkulasi jalan nafas, dan mengurangi frekuensi keparahan asma jika digunakan secara teratur.Kortikosteroid inhalasi secara teratur digunakan untuk mengontrol dan mencegah gejala asma. Kontraindikasi bagi pasien yang hipersensitifitas terhadap kortikosteroid. Efek samping kortikosteroid berkisar dari rendah, parah, sampai mematikan. Hal ini tergantung dari rute, dosis, dan frekuensi pemberiannya. Efek samping pada pemberian kortikosteroid oral lebih besar daripada pemberian inhalasi. Pada pemberian secara oral dapat menimbulkan katarak, osteoporosis, menghambat pertumbuhan, berefek pada susunan saraf pusat dan gangguan mental, serta meningkatkan resiko terkena infeksi. Kortikosteroid inhalasi secara umum lebih aman, karena efek samping yang timbul seringkali bersifat lokal seperti candidiasis (infeksi karena jamur candida) di sekitar mulut, dysphonia (kesulitan berbicara), sakit tenggorokan, iritasi tenggorokan, dan batuk. Efek samping ini dapat dihindari dengan berkumur setelah menggunakan sediaan inhalasi. Efek samping sistemik dapat terjadi pada penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi yaitu pertumbuhan yang terhambat pada anak-anak, osteoporosis, dan karatak.Pada anak-anak, penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi menunjukkan pertumbuhan anak yang sedikit lambat, namun asma sendiri juga dapat menunda pubertas, dan tidak ada bukti bahwa kortikosteriod inhalasi dapat mempengaruhi tinggi badan orang dewasa. Hindari penggunaan kortikosteroid pada ibu hamil, karena bersifat teratogenik.Cara Penggunaan Inhaler Sebelum menarik nafas, buanglah nafas seluruhnya, sebanyak mungkin Ambillah inhaler, kemudian kocok Peganglah inhaler, sedemikian hingga mulut inhaler terletak dibagian bawah Tempatkanlah inhaler dengan jarak kurang lebih dua jari di depan mulut (jangan meletakkan mulut kita terlalu dekat dengan bagian mulut inhaler) Bukalah mulut dan tariklah nafas perlahan-lahan dan dalam, bersamaan dengan menekan inhaler (waktu saat menarik nafas dan menekan inhaler adalah waktu yang penting bagi obat untuk bekerja secara efektif) Segera setelah obat masuk, tahan nafas selama 10 detik (jika tidak membawa jam, sebaiknya hitung dalam hati dari satu hingga sepuluh) Setelah itu, jika masih dibutuhkan dapat mengulangi menghirup lagi seperti cara diatas, sesuai aturan pakai yang diresepkan oleh dokter Setelah selesai, bilas atau kumur dengan air putih untuk mencegah efek samping yang mungkin terjadi.Pengobatan asma harus dilakukan secara tepat dan benar untuk mengurangi gejala yang timbul. Pengobatan asma memerlukan kerja sama antara pasien, keluarga, dan dokternya. Oleh karena itu pasien asma dan keluarganya harus diberi informasi lengkap tentang obat yang dikonsumsinya; kegunaan, dosis, aturan pakai, cara pakai dan efek samping yang mungkin timbul. Pasien hendaknya juga menghindari faktor yang menjadi penyebab timbulnya asma. Selain itu, pasien harus diingatkan untuk selalu membawa obat asma kemanapun dia pergi, menyimpan obat-obatnya dengan baik, serta mengecek tanggal kadaluarsa obat tersebut. Hal ini perlu diperhatikan agar semakin hari kualitas hidup pasien semakin meningkat.1.8 Komplikasi Asma

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:1) Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.2) Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.3) Hipoksemia adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat kekurangan oksigen secara sistemik akibat inadekuatnya intake oksigen ke paru oleh serangan asma.4) Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya paru.5) Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran nafas karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

1.9 Prognosis AsmaMortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Namun, angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.

Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50 sampai 80 persen pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma 7 sampai 10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26 sampai 78 persen, dengan nilai rata-rata 46 persen; akan tetapipersentase anak yang menderita penyakit yang berat relative rendah (6 sampai 19 persen).

Tidak seperti penyakit saluran napas yang lain seperti bronchitis kronik, asma tidak progresif. Walaupun ada laporan pasien asma yang mengalami perubahan fungsi paru yang irreversible, pasien ini seringkali memiliki tangsangan komorbid seperti perokok sigaret yang tidak dapat dimasukkan salam penemuan ini. Bahkan bila tidak diobati, pasien asma tidak terus menerus berubah dari penyakit yang ringan menjadi penyakit yang berat seiring berjalannya waktu. Beberapa penelitian mengatakan bahwa remisi spontan terjadi pada kira-kira 20 persen pasien yang menderita penyakit ini di usia dewasa dan 40 persen atau lebih diharapkan membaik dengan jumlah dan beratnya serangan yang jauh berkurang sewaktu pasien menjadi tua.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1998, Buku Kedokteran Dorlan edisi 25, Penerbit ECG, Jakarta

Gunawan,Sulistia Gan,DKK.2007. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI

PDPI, Asma. Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia, 2004

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2004. Asma Pedoman & Penatalaksanaan di Indonesia.

Price, Shirley Lorane M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsp Klinis Proses Penyakit edisi 4. Jakarta : ECG.

Rahajoe N, dkk. 2004. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK Pulmonologi. Jakarta : PP IDAI

Suardi, Adi Utomo, dkk. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta : IDAI

Sudoyo, Aru W,dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK Pulmonologi 2004

http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?q=199741315235

http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.htmlhttp://medicastore.com/asma/pengobatan_asma.php

http://www.who.int/