wrap up

45
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoiesis LO.1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Eritropoiesis Proses dimana eritrosit diproduksi (pembentukan sel darah merah). LO.1.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi (pembentukan) Eritropoiesis Proses Pembentukan Eritrosit Ertropoiesis berjalan dari sel induk melalui sel progenitor CFU GEMM (colony forming unit granulocyte,erytrocyte,monocyte,megakaryocyte) atau unit pembentuk koloni granulosit,eritroid,monosit,dan megakryosit, BFU E (burst-forming unit erythroid) dan CFU E menjadi prekursor eritrosit yang dapat dikenali pertama kali di sumsum tulang yaitu pronormoblas. Pembentukan eritrosit (eritropoiesis) merupakan suatu mekanisme umpan balik. Ia dihambat oleh peningkatan kadar eritrosir bersirkulasi dan dirangsang oleh anemia. Ia juga 1

Upload: isnan-wahyudi

Post on 01-Jan-2016

37 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

school work

TRANSCRIPT

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoiesis

LO.1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Eritropoiesis

Proses dimana eritrosit diproduksi (pembentukan sel darah merah).

LO.1.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi (pembentukan) Eritropoiesis

Proses Pembentukan Eritrosit

Ertropoiesis berjalan dari sel induk melalui sel progenitor CFUGEMM (colony forming

unit – granulocyte,erytrocyte,monocyte,megakaryocyte) atau unit pembentuk koloni

granulosit,eritroid,monosit,dan megakryosit, BFUE (burst-forming unit erythroid) dan

CFUE menjadi prekursor eritrosit yang dapat dikenali pertama kali di sumsum tulang yaitu

pronormoblas.

Pembentukan eritrosit (eritropoiesis) merupakan suatu mekanisme umpan balik. Ia

dihambat oleh peningkatan kadar eritrosir bersirkulasi dan dirangsang oleh anemia. Ia juga

dirangsang oleh hipoksia dan peningkan aklimatisasi ke tempat tinggi. Eritropoiesis

dikendalikan oleh suatu hormon glikoprotein bersirkulasi yang dinamai eritropoietin yang

terutama disekresikan oleh ginjal.

Setiap orang memproduksi sekitar 10 eritrosit baru tiap hari melalui proses

eritropoiesis yang kompleks dan teratur dengan baik. Eritropoiesis berjalan dari sel induk

menjadi prekursor eritrosit yang dapat dikenali pertama kali di sumsum tulang, yaitu

pronormoblas. Pronormoblas adalah sel besar dengan sitoplasma biru tua, dengan inti

ditengah dan nucleoli, serta kromatin yang sedikit

1

1. Rubriblast

Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel termuda dalam

sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus.

Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast

dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti.

2. Prorubrisit

Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran lebih kecil

dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.

3. Rubrisit

Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini

mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat

tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel

lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru

karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena hemoglobin. Jumlah

sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.

4. Metarubrisit

Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Ini sel ini kecil

padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih

banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru

dari RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%

5. Retikulosit

Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel,

masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini

berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah

dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari.

Dalam darah normal terdapat 0,5 – 2,5% retikulosit.

2

6. Eritrosit

Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran diameter 7-8

mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian tengan sel ini lebih tipis daripada bagian tepi.

Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung

hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai

umurnya oleh limpa.

ERITROPOISIS

PROERITROBLA

ST

Ø14-19m,nukl

tgh, inti halus, sito

basophil

BASOFILIK

ERITROBLAS

Ø 13-16m,

nukl tdk tmpk,

krom padat, >>

mt

POLIKROMAF

ILIK

ERITROBLAS

Ø10-12m,

nukl bsr,

asidofil, <<mt

NORMOBLA

ST

Ø8-10m, nukl

kcl, konden,

sito asido, org

kcl

RETIKULOSI

T

≠ nukl, imatur

eritr, msk

sirkls, mjd

erith dlm 48 j.

LO.1.3. Memahami dan Menjelaskan Struktur Eritrosit

Struktur Eritrosit (Morfologi)

Eritrosit matang merupakan suatu cakram bikonkaf dengan diameter sekitar 7

mikron. Eritrosit merupakan sel dengan struktur yang tidak lengkap. Sel ini hanya terdiri

atas membran dan sitoplasma tanpa inti sel.

3

Komponen eritrosit terdiri atas:

Membran eritrosit

Sistem enzim, yang terpenting: dalam Embden Meyerhoff pathway: pyruvate kinase;

dalam pentose pathway: enzim G6PD (glucose 6-phosphate dehydrogenase)

Hemoglobin: berfungsi sebagai alat angkut oksigen

Morfologi:

Eritrosit tidak memiliki inti, dipenuhi oleh protein hemoglobin pembawa O2.

Eritrosit dikelilingi oleh plasmalema. Membran ini terdiri atas lebih kurang 40% lipid

(fosfolipid, kolesterol, glikolipid), 50% protein, 10% karbohidrat.

Diskus bikonkaf, bentuknya bulat dengan lengkungan pada sentralnya dengan

diameter 7,65 μm.

Bentuk bikonkaf menghasilkan luas permukaan yang lebih besar bagi difusi O2

menembus membran daripada yang dihasilkan oleh sel bulat dengan volume yang

sama.

Tipisnya eritrosit memungkinkan O2 berdifusi secara lebih cepat antara bagian paling

dalam sel dengan eksteriornya.

Kelenturan (fleksibilitas) membran memungkinkan eritrosit berjalan melalui kapiler

yang sempit dan berkelok-kelok tanpa mengalami ruptur.

Luas daerah pucat biasanya tidak melebihi ½ diameter eritrosit, besarnya ± sama

dengan besar inti limfosit kecil.

Eritrosit dengan diameter ≥ 9µm disebut makrosit, dan yang berdiameter ≤ 6µm

disebut mikrosit. Banyaknya eritrosit dalam berbagai ukuran disebut anisositosis.

Rouleaux merupakan suatu kelompok abnormal eritrosit yang saling melekat

menyerupai setumpuk koin.

Perubahan struktur eritrosit akan menimbulkan kelainan. Kelainan yang timbul karena

kelainan membran disebut sebagai membranopati, kelainan akibat gangguan sistem

ensim eritrosit disebut ensimopati, sedangkan kelainan akibat gangguan struktur

hemoglobin disebut sebagai hemoglobinopati.

Destruksi Eritrosit

4

Destruksi yang terjadi karena proses penuaan disebut proses senescence, sedangkan

destruksi patologis disebut hemolisis. Hemolisis dapat terjadi intravaskuler, dapat juga

ekstravaskuler, terutama pada sistem RES, yaitu lien dan hati.

Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya komponen-komponen

hemoglobin menjadi berikut:

- Komponen protein yaitu globin yang akan dikembalikan ke pool protein dan dapat

dipakai kembali.

- Komponen heme akan pecah menjadi dua, yaitu: (a) Besi: yang akan dikembalikan ke

pool besi dan dipakai ulang. (b) Bilirubin: yang akan dieksresikan melalui hati dan

empedu.

Fungsi Eritrosit

Pool besi

Disimpan/ digunakan lagi

Fe CO

Empedu

Hati

Urin Urobilinogen

Feses: sterkobilinogen

Bilirubin direk

Bilirubin indirek

Protoporfirin

Disimpan/ digunakan lagi

Pool protein

Asam amino

Globin Hem

Hemoglobin

Eritrosit hemolisis atau proses penuaan

5

Bentuk khas eritrosit ini ikut berperan, melalui dua cara, terhadap efisiensi eritrosit

melakukan fungsi dalam mengangkut O2 dalam darah. Pertama, bentuk bikonkaf

menghasilkan luas permukaan yang lebih besar bagi difusi O2 menembus membran

daripada yang dihasilkan oleh sel bulat dengan volume yang sama. Kedua, tipisnya sel

memungkinkan O2 berdifusi secara lebih cepat antara bagian paling dalam sel dengan

eksteriornya. Eritrosit juga mengandung komponen sitoskeletal yang berperan penting

dalam menentukan bentuknya, dengan adanya sitoskeletal eritrosit dapat mengalami

deformitas pada saat menyelinap satu persatu melalui kapiler yang bahkan bergaris tengah

hanya 3 μm, normalnya eritrosit bergaris tengah 7 – 8 mikron.

Fungsi:

1. Eritrosit mentranspor O2 ke seluruh jaringan melalui pengikatan Hb terhadap oksigen.

2. Hemoglobin eritrosit berikatan dengan CO2 untuk ditranspor ke paru-paru, tetapi

sebagian besar CO2 yang dibawa plasma berada dalam bentuk ion bikarbonat. Suatu

enzim (karbonat anhidrase) dalam eritrosit memungkinkan sel darah merah bereaksi

dengan CO2 untuk membentuk ion bikarbonat. Ion bikarbonat berdifusi keluar dari

eritrosit dan masuk ke dalam plasma.

3. Eritrosit berperan penting dalam pengaturan pH darah karena ion bikarbonat dan

hemoglobin merupakan buffer asam-basa.

4. Ketika eritrosit berada dalam tegangan pembuluh darah yang sempit, eritrosit akan

melepaskan ATP yang akan menyebabkan dinding jaringan untuk berelaksasi dan

melebar.

5. Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosotiol saat hemoglobin terdeoksigenasi yang

juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya

darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.

6. Eritrosit juga berperan dalam sistem imun. Ketika sel darah mengalami proses lisis

oleh akibat patogen atau bakteri, maka Hb pada eritrosit akan melepaskan radikal

bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta

membunuhnya.

Gambaran Mikroskopik Retikulosit

6

Retikulosit. adalah eritrosit muda yang sitoplasmanya masih mengandung sejumlah

besar sisa-sisa ribosome dan RNA yang berasal dari sisa inti dari bentuk penuh

pendahulunya. Ribosome mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan pewarna tertentu

seperti brilliant cresyl blue atau new methylene blue untuk membentuk endapan granula

atau filamen yang berwarna biru. Reaksi ini hanya terjadi pada pewarnaan terhadap sel

yang masih hidup dan tidak difiksasi. Oleh karena itu disebut pewarnaan supravital.

Retikulosit paling muda (imatur) adalah yang mengandung ribosome terbanyak,

sebaliknya retikulosit tertua hanya mempunyai beberapa titik ribosome.

Pada pewarnaan Wright retikulosit tampak sebagai eritrosit yang berukuran lebih besar

dan berwarna lebih biru daripada eritrosit. Retikulum terlihat sebagai bintik-bintik

abnormal. Polikromatofilia yang menunjukkan warna kebiru-biruan dan bintik-bintik

basofil pada eritrosit, sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosome tersebut.

Eritrosit yang matang tidak dapat menyintesis protein. Retikulosit yang aktif mensintesis

protein. Ketika masuk ke dalam peredaran darah, retikulosit akan kehilangan organel

intraselnya (ribosom, mitokondria, dsbnya) dalam waktu sekitar 24 jam, kemudian

berubah menjadi eritrosit muda sehingga kehilangan kemampuan untuk membentuk

protein.

LI.2. Memahami dan menjelaskan Hemoglobin

7

LO.2.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Hemoglobin

Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di

dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke

seluruh tubuh, pada mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin juga pengusung karbon

dioksida kembali menuju paru-paru untuk dihembuskan keluar tubuh. Molekul

hemoglobin terdiri dari globin,apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik

dengan satu atom besi.

Mutasi pada gen protein hemoglobin mengakibatkan suatu golongan penyakit menurun

yang disebut hemoglobinopati, di antaranya yang paling sering ditemui adalah anemia sel

sabit dan talasemia

LO.2.2. Memahami dan Menjelaskan Pembentukan Hemoglobin

Setiap eritrosit mengandung sekitar 640 juta hemoglobin.berikut tahapan

pembentukan hemoglobin:

1. 2 Suksini-KoA + 2 glisin membentuk senyawa pirol

2. 4 senyawa pirol akan membentuk senyawa protoporfirin IX

3. Protoporfirin IX + Fe2+ akan membentuk senyawa Heme

4. 4 heme + polopeptida membentuk rantai hemoglobin alfa atau beta

5. Rantai 2alfa + 2beta membentuk hemoglobin A

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan hemoglobin:

1. Faktor patologis seperti anemia mempengaruhi pembentukan hemoglobin. Jika

seseorang mengalami anemia maka kadar eritrosit dalam darahnya pun berkurang

sehingga kadar hemoglobin pun ikut berkurang.

2. Fe merupakan inti molekul hemoglobin. Jika kekurangan Fe menyebabkan penurunan

produksi hemogglobin

3. Kekurangan vitamin E mengakibatkan integritas sel darah merah menjadi lemah dan

tidak normal sehingga sangat sensitif terjadinya hemolisis kadar hemoglobin pun ikut

berkurang.

4. Vitamin B6 merupakan kofaktor pembentukan hemoglobin. Jika kekurangan B6 kadar

hemoglobin dalam eritrosit pun ikut berkurang

5. Protein dipergunakan sebagai bahan dasar hemoglobin dan sel darah merah

8

6. Vitamin B12 dan asam folat diperlukan untuk sintesis DNA dalam pembentukan

eritrosit

7. Eritropoietin merupakan prekursor pembentukan eritrosit. Ketika kadar oksigen rendah

(dataran tinggi) menyebabkan pembentukan eritropoietin meningkat sehingga kadar Hb

juga meningkat.

LO.2.3. Memahami dan Menjelaskan Struktur Hemoglobin

Struktur Hemoglobin

Hemoglobin merupakan pigmen merah pembawa oksigen dalam eritrosit

vertebrata, yaitu suatu protein dengan berat molekul 64.450. Hemoglobin adalah molekul

yang berbentuk bulat dan terdiri atas empat subunit. Tiap-tiap subunit mengandung satu

gugus heme yang terkonjugasi oleh suatu polipeptida. Heme adalah gabungan

protoporfirin (derivate porfirin) dengan besi. Dan ada dua pasang polipeptida di setiap

molekul hemoglobin, yaitu globin, yang terdiri atas 2 rantai alfa (masing-masing

mengandung 141 residu asam amino) dan 2 rantai beta (masing-masing mengandung 146

residu asam amino).

Sepasang rantai globin dikode oleh kromosom 11 (beta) dan kromosom 16 (alfa).

LO.2.4. Memahami dan Menjelaskan Fungsi Hemoglobin

Fungsi Hemoglobin

Hemoglobin berperan dalam memelihara fungsi transport oksigen dari paru-paru

ke jaringan-jaringan. Sel darah merah dalam darah arteri sistemik mengangkut oksigen

9

dari paru-paru ke jaringan dan kembali dalam darah vena dengan karbon dioksida (CO2)

ke paru-paru. Ketika molekul hemoglobin memuat dan melepas O2, masing-masing rantai

globin dalam molekul hemoglobin mendorong satu sama lain. Ketika O2 dilepas, rantai-

rantai tertarik-pisah, memudahkan masuknya metabolit 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) yang

mengakibatkan rendahnya afinitas molekul untuk O2. Pergerakan ini bertanggung jawab

terhadap bentuk sigmoid kurve disosiasi O2 hemoglobin. P 50 (tekanan parsial O2 pada

hemoglobin setengah jenuh dengan O2) darah normal adalah 26,6 mmHg. Dengan

peningkatan afinitas untuk O2, kurve bergeser ke kiri (P 50 turun) sementara dengan

penurunan afinitas untuk O2, kurve bergeser ke kanan (P 50 naik). Normal di dalam

tubuh, pertukaran O2 bekerja diantara kejenuhan 95% (darah arteri) dengan tekanan O2

arteri rata-rata 95 mmHg dan kejenuhan 70% (darah vena) dengan tekanan O2 vena rata-

rata 40 mmHg. Posisi kurve normal tergantung pada konsentrasi 2,3-DPG, ion H+ dan

CO2 dalam sel darah merah dan pada struktur molekul hemoglobin. Konsentrasi

tinggi 2,3-DPG, H+ atau CO2, dan adanya hemoglobin tertentu, misalnya hemoglobin

sabit (Hb S) menggeser kurve ke kanan svedangkan hemoglobin janin (Hb F) yang tidak

dapat mengikat 2,3-DPG dan hemoglobin abnormal tertentu yang langka berhubungan

dengan polisitemia menggeser kurve ke kiri karena hemoglobin ini kurang mudah

melepas O2 daripada normal. Jadi oksigen binding/dissosiasi dipengaruhi oleh pO2,

pCO2, pH, suhu tubuh dan konsentrasi 2,3-DPG.

LO.2.5. Memahami dan Menjelaskan Transportasi (Sirkulasi) Hemoglobin

Mekanisme Biosintesis Hemoglobin

Sintesis heme tSintesis heme terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi

biokimia yang bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim

10

kunci yang bersifat membatasi kecepatan reaksi yaitu asam aminolevulinat sintase

membentuk asam aminolevulinat/ALA. Dalam reaksi ini glisin mengalami dekarboksilasi.

Piridoksal fosfat adalah koenzim untuk reaksi ini yang dirangsang oleh eritropoietin.

Dalam reaksi kedua pada pembentukan hem yang dikatalisis oleh ALA dehidratase, 2

molekul ALA menyatu membentuk pirol porfobilinogen. Empat dari cincin-cincin pirol

ini berkondensasi membentuk sebuah rantai linear dan mengandung gugus asetil (A) dan

propionil (P). Gugus asetil mengalami dekarboksilasi untuk membentuk gugus metil.

Kemudian dua rantai sisi propionil yang pertama mengalami dekarboksilasi dan

teroksidasi ke gugus vinil, membentuk protoporfirinogen Akhirnya, Jembatan metilen

mengalami oksidasi untuk membentuk protoporfirin IX.

Protoporfirin bergabung dengan Fe2+ untuk membentuk heme. Masing- masing

molekul heme bergabung dengan satu rantai globin yang dibuat pada poliribosom, lalu

bergabunglah tetramer yang terdiri dari empat rantai globin dan heme nya membentuk

hemoglobin. Pada saat sel darah merah tua dihancurkan, bagian globin dari hemoglobin

akan dipisahkan, dan hemenya diubah menjadi biliverdin. Lalu sebagian besar biliverdin

diubah menjadi bilirubin dan diekskresikan ke dalam empedu. Sedangkan besi dari heme

digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin. Pada langkah terakhir jalur ini, besi

(sebagai Fe 2+) digabungkan ke dalam protoporfirin IX dalam reaksi yang

dikatalisis oleh ferokelatase (dikenal sebagai heme sintase).

11

12

Peranan Fe pada Biosintesis Hemoglobin

Besi diserap dalam bentuk fero (Fe2+). Karena bersifat toksik di dalam tubuh, besi

bebas biasanya terikat ke protein. Besi diangkut di dalam darah (sebagai Fe 3+ ) oleh

protein, apotransferin. Besi membentuk kompleks dengan apotransferin menjadi transferin.

Besi dioksidasi dari Fe 2+ menjadi Fe 3+ oleh feroksidase yang dikenal sebagai

seruloplasmin (enzim yang mengandung tembaga). Besi dapat diambil dari simpanan

feritin, diangkut dalam darah sebagai transferin dan diserap oleh sel yang memerlukan

besi melalui proses endositosis diperantarai oleh resptor (misalnya oleh retikulosit yang

sedang membentuk hemoglobin). Apabila terjadi penyerapan besi berlebihan dari

makanan, kelebihan tersebut disimpan sebagai hemosiderin, suatu bentuk feritin yang

membentuk kompleks dengan besi tambahan yang tidak mudah dimobilisasi segera.

Reaksi antara O2 dan Hemoglobin

Hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin, oksigen

menempel pada Fe2+ dalam heme. Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat

satu molekul oksigen secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk ferro,

sehingga reaksi pengikatan oksigen merupakan suatu reaksi oksigenasi.

Dengan reaksi : Hb + O2 ↔ HbO2

Bila tekanan O2 tinggi, seperti dalam kapiler paru, O2 berikatan dengan

hemoglobin. Sedangkan jika tekanan oksigen rendah, oksigen akan dilepas dari

hemoglobin (deoksihemoglobin).

13

Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen adalah kurva yang menggambarkan hubungan

% saturasi kemampuan hemoglobin mengangkut O2 dengan PO2 yang memiliki bentuk

signoid khas yang disebabkan oleh interkonversi T-R. Pengikatan O2 oleh gugus heme

pertama pada satu molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus heme kedua terhadap O 2,

dan oksigenase gugus kedua lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga, dan seterusnya

sehingga afinitas Hb terhadap molekul O2 keempat berkali-kali lebih besar dibandingkan

reaksi pertama.

LO.2.6. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Hemoglobin

HBF (fetal), terdapat dalam eritrpsit janin, dibentuk setelah janin berusia 6 minggu

kehamilan, dan <2% pada umur bayi > 1 tahun.

HB A (Adult), terdapat pada eritrosit orang dewasa. Pada bayi usia 6 bulan terdapat 80-

90% HBA.

HBS : Hemoglobulin sel sabit yaitu HB abnormal yang paling berat dari jenis HB lainnya.

Penurunan HB, terdapat pada penderita anemia, kangker, penyakit ginjal, pemberian

cairan intra vena berlebihan, dan penyakit Hodkins. Dapat disebabkan oleh obat - obatan,

misalnya : antibiotiks, aspirin, antineoplastik (obat kanker), indometasin, sulfonamida,

primaquin, rifampin, dan trimetadion.

Peningkatan HB, terdpaat pada pasien dehidrasi, polisitemia, penyakit paru obstruksi

menahun (COPD), gagal jantung kongesti, dan luka bakar hebat.

Obat yang dapat meningkatkan pemeriksaan HB adalah meltidopa dan gentamidin.

LI.3. Memahami dam menjelaskan Anemia

LO.3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Anemia

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah eritrosit

sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup

ke jaringan tubuh.

14

Pada anemia terjadi penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit.

Anemia dapat disebabkan oleh penurunan kecepatan eritropoiesis, kehilangan eritrosit

berlebihan, atau defisiensi kandungan hemoglobin dalam eritrosit.

LO.3.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Anemia

Pada dasarnya anemia disebabkan oleh gangguan pembentukan eritrosit di sumsum

tulang (produksi eritrosit menurun), kehilangan eritrosit dari tubuh (perdarahan), proses

peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).

LO.3.3. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Anemia

1. Berdasarkan morfologi eritrosit

Anemia hipokromik mikrositer (MCV <80 fl; MCH <27 pg)

a. Anemia defisiensi besi

b. Thalassemia

c. Anemia akibat penyakit kronik infeksi kronis, proses peradangan, dan

keganasan dapat menimbulkan anemia hipokromik mikrositik. Defek dasarnya

adalah pemakaian besi untuk eritropoiesis. Tampaknya terjadi hambatan

penyaluran besi dari simpanan di retikuloendotel ke sel-sel darah merah yang

sedang terbentuk.

d. Anemia sideroblastik sekelompok gangguan yang ditandai oleh kelainan

metabolisme heme. Adanya sel darah merah berinti dengan granula besi (sideroblas

bercincin) di sumsum tulang dan munculnya gambaran darah tepi dimorfik, yang

terutama dijumpai pada tipe primer.

Anemia normokromik normositer (MCV 80-95 fl; MCH 27 – 34 pg)

a. Anemia pasca perdarahan akut.

b. Anemia aplastik – hipoplastik ditandai dengan penurunan sel darah merah

secara besar-besaran. Hal ini dapat terjadi karena pajanan radiasi yang berlebihan,

keracunan zat kimia, atau kanker.

c. Anemia hemolitik – terutama bentuk yang didapat

d. Anemia akibat penyakit kronik

15

e. Anemia mieloptisik

f. Anemia pada gagal ginjal kronik

g. Anemia pada mielofibrosis

h. Anemia pada sindrom mielodisplastik

i. Anemia pada leukemia akut

Anemia makrositer (MCV > 95fl)

a. Megaloblastik

~ Anemia defisiensi folat

~ Anemia defisiensi vitamin B12

b. Non megaloblastik

~ Anemia pada penyakit hati kronik

~ Anemia pada hipotiroid

~ Anemia pada sindroma mielodisplastik

2. Berdasarkan Etiopatogenesis

Produksi eritrosit menurun

a. Kekurangan bahan untuk eritrosit

Besi: anemia defisiensi besi

Vitamin B12 dan asam folat, disebut sebagai anemia megaloblastik

b. Gangguan utilisasi besi

Anemia akibat penyakit kronik

Anemia sideroblastik

c. Kerusakan pada jaringan sumsum tulang

Atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemak: anemia aplastik / hipoplastik

Penggantian oleh jaringan fibrotic / tumor: anemia leukoeritroblastik / mieloptisik

d. Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui

3. Anemia diseritropoetik

Anemia pada sindrom mielodisplastik

Kehilangan eritrosit dari tubuh

16

Anemia pascaperdarahan akut

Anemia pascaperdarahan kronik

Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)

4. Faktor ekstrakorpuskuler

Antibodi terhadap eritrosit: autoantibody-AHA (autoimmune hemolytic anemia)

dan isoantibodi-HDN (hemolytic disease of the newborn)

Hipersplenisme

Pemaparan terhadap bahan kimia

Akibat infeksi bakteri / parasit

Kerusakan mekanik

5. Faktor intrakorpuskuler

Gangguan membran: hereditary spherocytosis dan hereditary elliptocytosis

Gangguan enzim: defisiensi pyruvate kinase dan defisiensi G6PD (glucose-6

phosphate dehydrogenase)

Gangguan hemoglobin: hemoglobinopati structural dan thalassemia

- Bentuk Campuran

- Bentuk yang patogenesisnya belum jelas

LO.3.4. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi

Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3 golongan

besar, yaitu:

1. Gejala umum anemia

Disebut juga sebagai sindrom anemia, atau anemic syndrome. Gejala umum anemia

adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang

sudah menurun di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target

dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala

tersebut jika diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah sebagai berikut:

a. System kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas,

angina pectoris dan gagal jantung

b. System saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-

kunang, kelemahan otot, iritabel.

17

c. Sistem urogenital : gangguan hadi dan libido menurun

d. Epitel : pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tipis dan

halus

e. Gejala khas masing-masing anemia

Anemia defisiensi besi : disfagia, atropi papil lidah, stomatitis angularis

Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue)

Anemia hemolitik : icterus dan hepatosplenomegali

Amemia apalstik : pendarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi

f. Gejala akibat penyakit dasar

Disebabkan karena penyakit yang mendasari anemia misalnya, anemia

defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang

LI.4. memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi

LO.4.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Anemia Defisiensi Besi

Anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis

hemoglobin. Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling sering ditemukan di dunia,

terutama di Negara yang sedang berkembang. Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia

menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi.

LO.4.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Anemia Defisiensi Besi

Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang

mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.

Kekurangan besi dapat disebabkan:

Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis

18

a. Pertumbuhan

Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa

remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden ADB

meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali dan massa

hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat lahir. Bayi

premature dengan pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun berat badannya

dapat mencapai 6 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali

dibanding saat lahir.

b. Menstruasi

Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada perempuan adalah kehilangan

darah lewat menstruasi.

Kurangnya besi yang diserap

a. Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat

b. Malabsorpsi besi

Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya

mengalami perubahan secara histology dan fungsional. Pada orang yang telah

mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun

penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan berkurangnya

jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat melalui bagian atas usus halus,

tempat utama penyerapan besi heme dan non heme.

Perdarahan

Merupakan penyebab penting terjadinya ADB. Kehilangan darah akan

mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan

mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/ hari

(1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan negative besi.

Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus

peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin,

obat anti inflamasi non steroid) dan infestasi cacing (Ancylostoma duodenale dan

Necaor americanus) yang menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap

darah dari pembuluh darah submukosa usus.

19

Transfuse feto-maternal

Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada

akhir masa fetus dan pada awal masa neonates.

- Hemoglobinuria

Dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada Paroxismal

Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8

mg/hari.

Iatrogenic blood loss

Pada saat pengambilan darah vena (yang banyak) untuk pemeriksaan laboratorium.

Idiopathic pulmonary hemosiderosis

Jarang terjadi. Ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan berulang serta

adanya infiltrate pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat menyebabkan

kadar Hb menurun drastic hingga 1,5-3g/dl dalam 24 jam.

Latihan yang berlebihan

Pada atlit yang berolahraga berat, sekitar 40% remaja perempuan dan 17% remaja

laki-laki kadar feritin serumnya < 10ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak

tampak sebagai akibat iskemia yang hilang timbul pada usus selama latihan berat

terjadi pada 50% pelari.

LO.4.3. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Anemia Defisiensi Besi

A. Produksi eritrosit menurun

Kekurangan bahan ertirosit :

Besi : anemia defisiensi besi

Vitamin B12 dan asam folat : anemia megaloblastik

Gangguan penggunaan besi :

Anemia akibat penyakit kronik

20

Anemia sideroblastik

Kerusakan jaringan sumsum tulang :

Anemia aplastic : atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemak

Anemia mieloptisik/ leukoeritroblastik : penggantian oleh jaringan

tumor/fibrotic

Gangguan fungsi sumsum tulang :

Anemia sindrom mielodisplastik

B. Kehilangan eritrosit dari tubuh

Anemia perdarahan

C. Peningkatan penghancuran eritrosit

Faktor ekstrakorpuskuler

Autoimun hemolitik anemia (AIHA)

Hipersplenisme

Pemaparan bahan kimia seperti radiasi

Infeksi bakteri

Faktor intrakorpuskuler

Gangguan membrane seperti hereditary spherocytosis dan hereditary

elliptocytosis

Gangguan enzim seperti def. pyruvate kinase dan def. enzim G6PD

Gangguan hemoglobin seperti thalassemia dan hemoglobinopati

LO.4.4. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Anemia Defisiensi Besi

Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:

Gejala umum anemia

Disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila

kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa pucat, badan lemah, lesu,

cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi

besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali

sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan anemia lain yang

penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat.

21

Gejala khas akibat defisiensi besi

a. Koilonychia: kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-garis

vertical dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

b. Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil

lidah menghilang

c. Stomatitis angularis: adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak

sebagai bercak berwarna pucat keputihan

d. Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring

e. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.

Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly: kumpulan

gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan

disfagia.

Gejala penyakit dasar

Dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi

tersebut. Misalnya, pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia,

parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning, seperti jerami.

LO.4.5. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi

Patofisiologi

- Tahap pertama

Disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya

cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi

lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.

Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan

besi masih normal.

- Tahap kedua

Dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis

didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil

pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin

menurun sedangkan total iron binding capacity (TBIC) meningkat dan free erythrocyte

porphyrin (FEP) meningkat.

22

- Tahap ketiga

Disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid

sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran

darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah

terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

LO.4.6. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Anemia Defisiensi Besi

Pemeriksaan fisik

Meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat kondisi umum yang mungkin

menjadi penyebab utama yang mempengaruhi kondisi pasien atau efek anemia terhadap

kondisi umum pasien. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menemukan berbagai kondisi

klinis manifestasi kekurangan besi dan sindroma anemic.

Pemeriksaan laboratorium

Jenis Pemeriksaan Nilai

Hemoglobin Kadar Hb biasanya menurun disbanding nilai normal

berdasarkan jenis kelamin pasien

MCV Menurun (anemia mikrositik)

MCH Menurun (anemia hipokrom)

Morfologi Terkadang dapat ditemukan ring cell atau pencil cell

Ferritin Ferritin mengikat Fe bebas dan berkamulasi dalam sistem RE

sehingga kadar Ferritin secara tidak langsung menggambarkan

konsentrasi kadar Fe. Standar kadar normal ferritin pada tiap

center kesehatan berbeda-beda. Kadar ferritin serum normal

tidak menyingkirkan kemungkinan defisiensi besi namun

kadar ferritin >100 mg/L memastikan tidak adanya anemia

defisiensi besi

TIBC Total Iron Binding Capacity biasanya akan meningkat >350

mg/L (normal: 300-360 mg/L )

Saturasi transferin Saturasi transferin bisanya menurun <18% (normal: 25-50%)

23

Pulasan sel Dapat ditemukan hyperplasia normoblastik ringan sampai

sumsum tulang sedang dengan normoblas kecil. Pulasan besi dapat

menunjukkan butir hemosiderin (cadangan besi) negatif. Sel-

sel sideroblas yang merupakan sel blas dengan granula ferritin

biasanya negatif. Kadar sideroblas ini adalah Gold standar

untuk menentukan anemia defisiensi besi, namun pemeriksaan

kadar ferritin lebih sering digunakan.

24

Pemeriksaan Berbagai kondisi yang mungkin menyebabkan anemia juga

penyait dasar diperiksa, misalnya pemeriksaan feces untuk menemukan

telur cacing tambang, pemeriksaan darah samar, endoskopi,

dan lainnya.

Kriteria diagnosis

Diagnosis anemia defisiensi besi meliputi bukti-bukti anemia, bukti defisiensi besi, dan

menentukan penyebabnya. Menentukan adanya anemia dapat dilakukan secara sederhana

dengan pemeriksaan hemoglobin. Untuk pemeriksaan yang lebih seksama bukti anemia

dan bukti defisiensi besi dapat dilakukan kriteria modifikasi Kerlin yaitu:

Kriteria

Utama

anemia mikrositik hipokromik pada hapusan darah tepi

MCV <80 fL dan MCHC <31%

Kriteria Tambahan

Parameter laboratorium khusus: Kadar Fe serum <50 mg/L, TIBC >350 mg/L,

saturasi transferin <15%*

Ferritin serum <20 mg/L

Pulasan sumsum tulang menunjukkan butir hemosiderin negatif

Dengan pemerian sulfas ferrosus 3 x 200 mg/hari atau preparat besi lain yang setara

selama 4 minggu tidak disertai dengan kenaikan kadar hemoglobin >2g/dL

*Dihitung 1 poin jika 2 dari 3 paramater lab tersebut positif

25

Anemia defisieni besi dapat ditegakkan dengan 1 kriteria utama ditambah 1 kriteria

tambahan tersebut.

Setelah diagnosis anemia defisiensi besi terpenuhi langkah berikutnya adalah

menentukan penyebab spesifiknya.

LO.4.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi

Diagnosis diferensial utama dari anemia defisiensi besi yang mikrostik hipokromik

adalah thallasaemia, penyakit inflamasi kronik, dan sindroma mielodisplastik. Perbedaan

dari kondisi-kondisi tersebut antara lain:

26

Parameter Anemia Thallasaemia Inflamasi kronik Sindroma

defisiensi besi mielodisplastik

Klinis Sindroma Sindroma Sindroma anemia Sindroma anemia

anemia, tanda- anemia, jelas/tidak, gejala

tanda defisiensi hepatomegali, sistemik lain

besi overload besi

Blood Micro/hypo Normal, Micro/hypo, target Micro/hypo

smear micro/hypo cell

TIBC Meningkat Menurun Normal -

Ferritin Menurun Normal Normal Normal/meningkat

Transferin Menurun Normal Normal/Meningkat -

LO.4.8. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi

Pemeriksaan Laboratorium

Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit: didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan

penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH

menurun. MCV < 70fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalassemia mayor.

RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Indeks

eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar

hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok

karena anemia timbul perlahan-lahan.

Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mirkositer, anisositosis, poikilositosis,

anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis

berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia.

Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan dengan derajat anemia.

Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia

Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat > 350

mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.

27

Kadar serum feritin < 20 μg/dl (ada yang memakai < 15 μg/dl, ada juga < 12 μg/dl). Jika

terdapat inflamasi maka feritin serum sampai dengan 60 μg/dl masih dapat menunjukkan

adanya defisiensi besi.

Protoporfirin eritrosit meningkat (> 100μg/dl)

Sumsum tulang: menunjukkan hyperplasia normoblastik dengan normoblast kecil-kecil

(micronormoblast) dominan.

Pada lab yang maju dapat diperiksa reseptor transferin: kadar reseptor transferin meningkat

pada defisiensi besi, normal pada anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia.

Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan

besi yang negative (butir hemosiderin negatif)

Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi: antara lain

pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif

(Kato-Katz), pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake atau barium

inloop, dan lain-lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.

Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta

memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Pemberian preparat Fe dapat secara

peroral maupun parenteral.

Setelah diagnosis ditegakkan maka akan dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap

anemia defisiensi besi adalah :

a) Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan, misalnya pengobatan cacing

tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau

tidak maka anemia akan kambuh lagi.

b) Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement

therapy) :

o Terapi besi oral, merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan aman.

Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphate (preparat pilihan pertama oleh karena paling

murah tetapi efektif). Dosis anjuran adalah 3 x 200 mg. Preparat lain : ferrous gluconate,

ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous succinate.

28

o Terapi besi parenteral, sangat efektif tetapi mempunyai risiko lebih besar dan harganya

lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parenteral hanya diberikan atas indikasi tertentu,

seperti: Intoleransi terhadap pemberian besi oral, kepatuhan terhadap obat rendah, penyerapan

besi terganggu, keadaan dimana kehilangan darah banyak, kebutuhan besi besar dalam waktu

pendek, defisiensi besi fungsional relatif.

c). Pengobatan lain

o Diet, sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama berasal dari

protein hewani.

o Vitamin C, diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorposi besi

o Transfusi darah, ADB jarang memerlukan transfusi darah. Diberikan hanya pada keadaan

anemia yang sangat berat atau disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi. Jenis

darah yang diberikan adalah PRC untuk mengurangi bahaya overload.

Jika respons terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan:

*pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum, dosis besi kurang, masih ada perdarahan

cukup berat, ada penyakit lain seperti peny.kronik, ada defisiensi asam folat. Serta kemungkinan

salah mendiagnosis ADB. Jika dijumpai keadaan tersebut, lakukan evaluasi kembali dan ambil

tindakan yang tepat.

LO.4.9. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Anemia Defisiensi Besi

Komplikasi yang mungkin timbul seperti pada anemia yang lain.apabila anemianya berat,

maka akan timbul komplikasi pada sistemkardiovaskuler berupa dekompensatio cordis.

Komplikasi yang lain yangmungkin timbul adalah komplikasi dari tractus gastrointestinal

berupakeluhan epigastric distress atau stomatitis (Supandiman, 2006).

Kebutuhan besi (mg) = (15 – Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

29

LO.4.10. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi

Pencegahan

Meningkatkan konsumsi Fe dari sumber alami terutama sumber hewani yang mudah

diserap. Juga perlu peningkatan konsumsi makanan yang mengandung vitamin C dan A.

Pendidikan kesehatan, yaitu:

a. Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, dan perbaikan lingkungan

kerja, misalnya pemakaian alas kaki.

b. Penyuluhan gizi: untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi besi.

Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering di

daerah tropic.

Suplementasi besi: terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan

anak balita cara paling tepat untuk menanggulangi ADB di daerah yang prevalensinya

tinggi.

Fortifikasi bahan makanan dengan cara menambah masukan besi dengan mencampurkan

senyawa besi kedalam makanan sehari-hari.

LO.4.11. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Anemia Defisiensi Besi

Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karna karna kekurangan besi saja dan

diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan

manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi. Jika terjadi kegagalan

dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut:

Diagnosis salah

Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa

Pendarahan yang tidak teratasi atau pendarahan yang tidak tampak berlangsung menetap.

Disertai penyakit yang mempengaruhi absorbs dan pemakaian besi (seperti : infeksi,

keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tyroid, penyakit karan defisiensi vit B12,

asam folat)

Gangguan absorbsi saluran cerna ( seperti pemberian antacid yang berlebihan pada ulkus

peptikum dapat menyebabkan peningkatan terhadap besi)

Daftar Pustaka

30

http://www.sodiycxacun.web.id/2011/05/hb-hemoglobin.html\

Sadikin Muhamad, 2002, Biokimia Darah, widia medika, jakarta

Hillman RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A Guide to Diagnosis and Management. New York; McGraw Hill, 1995 : 72-85.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/4/Chapter%20II.pdf

http://agathariyadi.wordpress.com/2009/09/04/mekanisme-dan-manifestasi-klinis-anemia-terkait-dengan-klasifikasinya/

http://ppni-klaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=76:anemia&catid=38:ppni-ak-category&Itemid=66

31