uji mikrobiologi jamur merang dalam saos tomat

Upload: irenemita

Post on 09-Oct-2015

65 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

jaur merang dalam saos tomat

TRANSCRIPT

19

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Jamur Merang

Jamur merang (Volvariella volvaceae) adalah tumbuhan yang tidak berklorofil dan termasuk makhluk saprofit yaitu organisme yang hidup dari senyawa organik yang telah mati. Jamur merang (Volvariella volvaceae) disebut juga sebagai jamur padi (paddy straw mushroom) karena tumbuh pada media merang atau jerami. Jamur ini mempunyai volva atau selubung universal yang menutupi seluruh bagian jamur ketika masih pada stadia telur atau stadia kancing. Perkembangan jamur merang yaitu stadia kancing, stadia telur, stadia perpanjangan batang kemudian stadia dewasa. (Sinaga, 2000; Yau dan Chang, 1972). Stadia kancing hingga stadia dewasa jamur merang dapat dilihat pada Gambar 2.1

(a)

(b) (c)

(d)

Gambar 2.1 Tahap perkembangan jamur merang (Volvariella volvaceae) stadia kancing (a), stadia telur (b), stadia pemanjangan (c) dan stadia dewasa (d) (Sinaga, 2000) Menurut Sinaga (2000), jamur merang memiliki penampakan warna tudung yang beraneka macam. Warna tudung jamur merang yaitu putih, abu-abu dan hitam. Perbedaan warna ini disebabkan oleh perbedaan bibit (varietas) yang digunakan atau perbedaan penyinaran dan sirkulasi udara pada saat penanaman. Jamur merang berwarna putih lebih disukai konsumen daripada jamur bertudung hitam. Jamur merang memiliki tekstur dan cita rasa yang khas, nilai gizi yang cukup lengkap karena jamur merang mengandung unsur karbohidrat, protein, lemak dan mineral. Menurut Chang (1978), untuk mendapatkan kualitas pemasaran yang baik, jamur harus memenuhi kriteria antara lain: 1) berada dalam tahap pertumbuhan kancing atau tubuh buah belum terbuka, 2) diameter 2,5-3,5 cm, 3) berwarna abu-abu atau putih, 4) berbentuk bulat atau oval, dan 5) masih dalam keadaan segar.Jamur merang selain mempunyai rasa yang lezat, juga memiliki nilai gizi cukup tinggi. Kadar protein jamur merang lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa jenis sayuran dan buah-buahan (Tranggono et al, 1983). Kandungan nutrisi jamur merang secara umum menurut Food and Nutrion Research Institute Philiphine dan kandungan nutrisi jamur merang berdasarkan tingkat pertumbuhannya ditunjukkan pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 (Li dan Chang, 1982).2.2 Perubahan Fisiologis Lepas Panen Jamur MerangJamur merang setelah panen akan mengalami perubahan-perubahan yang dapat menurunkan mutunya, terutama bila penanganannya kurang tepat. Jamur merang memiliki kandungan air yang sangat tinggi sehingga bersifat mudah rusak atau perishable.Menurut Cho, et al (1982), perubahan pasca panen jamur merang yang dapat terjadi adalah pengerutan, pemekaran, pencoklatan (browning), berair, kehilangan air, perubahan tekstur, aroma dan flavor. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi karena proses metabolisme, reaksi-reaksi kimia, atau pertumbuhan mikroorganisme kontaminan yang terus berlangsung dalam jaringan selama penyimpanan/pasca panen.Tabel 2.1 Kandungan nutrisi jamur merang secara umum

KomponenJumlah per 100 g

SegarKering

Air (%)87,714,9

Energi (kal)39,0247,0

Protein (g)3,816,9

Lemak (g)0,60,9

Total karbohidrat (g)6,964,0

Serat (g)1,24,0

Abu (g)1,03,6

Kalsium (mg)3,051,0

Fosfor (mg)94,7223,0

Besi (mg)1,76,7

Thiamin (mg)0,110,09

Riboflavin (mg)0,171,06

Niacin (mg)8,319,7

Asam askorbat (mg)5,0-

Sumber : Food and Nutrion Research Institute Philiphine dalam Li dan Chang (1982)

Tabel 2.2 Kandungan nutrisi jamur merang berdasarkan tingkat pertumbuhan

KomponenJumlah per 100 g

Stadia

KancingStadia

TelurStadia

PerpanjanganStadia

Dewasa

Serat* (%)6,325,137,1513,41

Lemak*(%)1,141,622,063,65

Karbohidrat* (%)43,3350,6349,5439,98

Protein* (%)30,5123,2121,3421,35

Air (%)88,6389,1788,8789,46

Energi* (kkal)280,88287,02281,22254,41

Keterangan :* Sampel keringSumber : Li dan Chang (1982)

Perubahan-perubahan tersebut didahului oleh peningkatan laju respirasi, dan penghentian suplai nutrien yang akan mempercepat sejumlah reaksi yang irreversibel sehingga akan menyebabkan kerusakan pada jamur.a. Respirasi Respirasi merupakan metabolisme penting yang harus diperhatikan pada jamur merang segar, karena akan terus berlangsung setelah pemanenan. Pada respirasi, terjadi perubahan-perubahan pada kandungan nutrisi jamur merang yang akan mengakibatkan perubahan fisiknya pula. Respirasi adalah pemecahan senyawa kompleks, terutama pati menjadi molekul sederhana seperti karbondioksida, air, dan energi, serta terjadinya kehilangan substrat. Besar kecilnya respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, O2 yang digunakan, CO2 yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan, dan energi yang timbul. Laju respirasi produk segar merupakan indikator yang baik terhadap aktivitas metabolisme jaringan dan merupakan pedoman potensi masa simpan produk segar (Pantastico, 1986). Makin cepat laju respirasinya berarti makin cepat pula terjadi pemecahan senyawa kompleks yang menandakan semakin cepat terjadi penurunan mutu jamur merang.b. Perubahan Kadar Air Jamur merang memiliki kandungan air yang tinggi yaitu sekitar 87,7%. Laju respirasi yang cepat akan menyebabkan kehilangan air yang banyak pula. Laju kehilangan air tergantung pada struktur dan kondisi jamur, suhu dan RH lingkungan serta gerakan udara dan tekanan udara. Evaporasi terjadi lebih lambat pada fase kancing, kemudian meningkat pada fase berikutnya dan paling cepat pada saat pemekaran tudung (Cho et al., 1982). Pengaruh utama kehilangan air adalah susut berat yang memperlihatkan ciri fisik yaitu terjadinya pelayuan dan pengerutan.c. Pemekaran Tudung Aktivitas metabolisme yang terus terjadi pada jamur merang setelah panen akan mengakibatkan mekarnya tudung. Pemekaran tudung akan menyebabkan peningkatan kadar protein dan lemak serta penurunan nilai energi. Pemekaran tudung pada jamur merang adalah hal yang harus dihindari, karena dapat menurunkan mutu yang sekaligus menurunkan harga jualnya.d. Perubahan Warna Perubahan warna pada jamur merang adalah salah satu parameter yang paling menentukan mutu. Perubahan warna dapat disebabkan akibat reaksi pencoklatan enzimatis atau pertumbuhan bakteri pembusuk seperti Pseudomonas tolasii (Julianti, 1997). Proses pengupasan, pencucian, adanya kerusakan mekanis, dan senesensi juga mempengaruhi perubahan warna pada jamur merang. Jamur merang yang disimpan pada suhu kamar akan cepat mengalami perubahan warna menjadi coklat (Julianti, 1997). Pada jamur terdapat enzim polifenol oksidase, sehingga O2 dan substrat akan mengkatalisa oksidasi komponen fenolik menjadi quinon yang berwarna coklat, kemudian bergabung dengan asam amino derivatif membentuk kompleks melanoidin yang berwarna coklat dan disebut dengan pencoklatan enzimatis. Reaksi ini dapat dikontrol dengan penginaktifan enzim oleh panas, SO2 atau perubahan pH akibat penambahan asam (Cho et al., 1982). Reaksi pencoklatan pada jamur dapat dikontrol dengan penyimpanan pada suhu rendah (Julianti, 1997).e. Penyimpangan Bau Oksidasi lemak dapat terjadi karena kehadiran asam-asam lemak tak jenuh pada jamur merang, yang menyebabkan penyimpangan bau. Hal yang sama juga dapat diakibatkan oleh oksidasi protein dan berkembangnya mikroorganisme pembusuk (Cho et al., 1982).2.3 Teknologi Pengolahan Produk Olahan Jamur Merang

Jamur merang mudah mengalami kerusakan sehingga diperlukan teknologi untuk menambah umur simpannya. Menurut Sinaga (2008), beberapa teknologi pengolahan jamur merang yaitu:

1. Kalengan

Pengalengan merupakan metode terbaik untuk mengawetkan jamur merang. Dasar metode pengalengan jamur meliputi seleksi tubuh buah jamur yang seragam baik stadia maupun ukurannya; membuang kotoran-kotoran yang masih ada pada jamur dan mencuci hingga bersih; menginaktifkan enzim selama pengolahan dengan cara blansing yang dilakukan dengan mencelupkan jamur merang ke dalam air mendidih selama dua menit lalu dibiarkan hingga suhunya turun; memasukkan jamur merang ke dalam kaleng yang sudah diblansing dan diberi 2% larutan garam, 0,1% sodium metabisulfit, dan 0,1 % sodium benzoat; menghampakan udara kaleng yang telah diisi jamur dan larutan pengawet dengan cara dikukus atau diuap-panaskan kemudian mengeluarkan udara yang terperangkap dalam kaleng menggunakan pisau tipis; merekatkan penutup kaleng; sterilisasi atau pasteurisasi kaleng selama 3060 menit dengan tekanan pada suhu 121130C atau selama satu jam dalam air mendidih; serta mendinginkan kaleng dengan air. Berdasarkan BSN (1992) syarat mutu jamur merang dalam kaleng atau botol dijelaskan pada Lampiran C.2. Asinan

Asinan (pickling) merupakan salah satu bentuk olahan jamur merang agar daya simpannya dapat berlangsung lama. Asinan dapat diproduksi dengan cara mencuci jamur merang dan diblansing selama lima menit dalam air mendidih, lalu mendinginkan jamur dalam air dingin. Memindahkan jamur yang sudah dingin ke dalam toples atau botol yang bermulut lebar. Di dalamnya ditambahkan larutan garam 2%, sedikit cuka, vitamin C, atau asam sitrat untuk membuat warna segar pada jamur merang. Wadah yang digunakan ditutup (tidak terlalu kuat) dan dipasteurisasi selama satu jam kemudian mendinginkan wadah dan menutup botol secara kuat.3. Pasta

Rasa jamur merang dapat diawetkan dalam bentuk pasta jamur. Caranya dengan mengeringkan jamur merang lalu merendam dalam larutan garam konsentrasi 4050% selama 1015 menit. Setelah itu, jamur diangkat dan diblender hingga berupa pasta. Jamur diletakkan pada kain batis untuk meniriskan sairan yang berlebihan. Cairan yang keluar dapat dimanfaatkan sebagai saus jamur. Saus jamur dimasukkan ke dalam botol bermulut lebar dan dikukus selama satu jam.

2.4 Saos TomatTomat (Solanum lycopersium) merupakan salah satu produk hortikultura yang berpotensi, menyehatkan dan mempunyai prospek pasar yang cukup menjanjikan. Tomat, baik dalam bentuk segar maupun olahan, memiliki komposisi zat gizi yang cukup lengkap dan baik. Tomat dapat diolah menjadi saos tomat.

Saos adalah hidangan cair yang berasa gurih, manis atau asam yang dibuat dengan atau tanpa proses pemasakan yang disertakan pada suatu sajian dalam keadaan panas atau dingin. Saos berfungsi sebagai pemberi varian rasa pada masakan, mempertinggi nilai rasa dan memperbaiki penampilan (Minantyo, 2011). Saos tomat merupakan produk yang dihasilkan dari campuran bubur tomat atau pasta tomat atau padatan tomat yang diperoleh dari tomat yang masak, yang diolah dengan bumbu-bumbu, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diijinkan.

Karakteristik saos tomat adalah aw (23C) = 0,953 0,005; pH = 3,98 0,11; total padatan = 30,3 0,5Brix; kadar air (%) = 70 0,20; keasaman (g/100g asam sitrat) = 1,30 0,45 (Sandoval, Barreiro dan Mendoza, 1992). Menurut Gould (1974), warna dan cita rasa (flavor) saos tomat harus dipertahankan seperti tomat segar, dan pada produk saos tomat tidak diijinkan menggunakan pewarna. Syarat mutu saos tomat berdasarkan BSN (2004) dijelaskan pada Lampiran D.

Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Sulawesi Selatan (2010), proses pembuatan saos tomat adalah menyiapkan bahan yang terdiri dari 10kg tomat, 200g bawang putih, 100g merica, 10g kayu manis, 1,5kg gula pasir, dan 400g garam. Sedangkan alat yang digunakan yaitu pisau, baskom, kompor, panci, botol, dan kain saring. Proses pengolahannya dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Proses pengolahan saos tomat (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Sulawesi Selatan, 2010) 2.5 BlansingMenurut Winarno dan Aman (1981), blansing merupakan pemanasan pendahuluan yang biasa dilakukan terhadap buah dan sayur untuk menginaktifkan enzim. Blansing dapat dilakukan dengan dua cara yaitu blansing menggunakan air panas (hot water blanching) dan uap panas (hot air blanching). Blansing menggunakan air panas dapat mengurangi kemungkinan terjadinya reaksi oksidasi karena bahan terendam dalam air sehingga mengurangi kontak dengan udara. Penggunaan air panas untuk blansing dapat dilakukan pada suhu 9095oC selama 3 menit.

Menurut Muljohardjo (1983), blansing memiliki beberapa tujuan yaitu mematikan dan mengurangi jumlah mikroba serta membersihkan dan melarutkan zat-zat yang terdapat di atas permukaan bahan mentah, menghilangkan zat-zat berlendir yang dapat menyebabkan timbulnya rasa yang tidak diinginkan, menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan yang bertanggung jawab terhadap proses oksidasi dan hidrolisa yang tidak diinginkan, mengeluarkan gas-gas yang terkandung dalam bahan mentah untuk mencegah terjadinya oksidasi,melunakkan bahan mentah sehingga mempermudah pemasukan ke dalam kemasan atau wadah, memperbaiki sifat-sifat fisika yang meliputi tekstur, warna dan penampakan bahan mentah, dan menghilangkan adanya off-flavor dan off-odor yaitu rasa dan bau yang tidak enak.

Batas waktu blansing tergantung pada jenis sayuran yang akan diblansing. Witi (1990) menyatakan bahwa untuk menginaktifkan enzim katalase dalam jamur merang membutuhkan waktu 3 menit dan waktu 4 menit untuk menginaktifkan enzim peroksidase dengan suhu 93(C. Sedangkan berdasarkan dari penelitian Yusanto (2001), jamur merang utuh dan dibelah dua memiliki suhu pemanasan berbeda pada saat blansing untuk menginaktifkan enzim. Jamur merang utuh membutuhkan suhu 100oC dan pada jamur merang belah suhu untuk menginaktifkan enzim yaitu pada suhu 80oC dengan waktu blansing selama 3 menit.2.6 Garam Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan terbesar senyawa dari natrium klorida (>80 %) serta senyawa lainnya seperti magnesium klorida, magnesium sulfat, kalsium klorida dan lain-lain. Garam mempunyai sifat/karakteristik yang mudah menyerap air, density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 801C (BRKP, 2001).Garam natrium klorida untuk keperluan masak dan biasanya diperkaya dengan unsur iodin (dengan menambahkan 5 g NaI per kg NaCl) yang berupa padatan kristal berwarna putih, berasa asin, tidak higroskopis, bila mengandung MgCl2 menjadi berasa agak pahit dan higroskopis. Digunakan terutama sebagai bumbu penting untuk makanan, bahan baku pembuatan logam Na dan NaOH (bahan untuk pembuatan keramik, kaca, dan pupuk) dan sebagai zat pengawet ( Mulyono, 2009).

Garam ditambahkan pada pengolahan pangan tertentu. Penambahan garam tersebut bertujuan untuk mendapatkan kondisi tertentu yang memungkinkan enzim atau mikroorganisme yang tahan garam bereaksi menghasilkan produk makanan dengan karakteristik tertentu. Kadar garam yang tinggi menyebabkan mikroorganisme yang tidak tahan terhadap garam akan mati. Kondisi selektif ini memungkinkan mikroorganisme yang tahan garam dapat tumbuh. Pada kondisi tertentu penambahan garam berfungsi mengawetkan karena kadar garam yang tinggi menghasilkan tekanan osmotik yang tinggi dan aktivitas air rendah. Kondisi ekstrim ini menyebabkan kebanyakan mikroorganisme tidak dapat hidup (Estiasih, 2009).

Kadar garam tinggi di dalam produk fermentasi garam dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen, kecuali Staphylococcus aureus yang masih mungkin tumbuh pada beberapa produk dengan kadar garam agak tinggi yaitu sampai 710%. Staphylococcus aureus akan dihambat pertumbuhannya pada konsentrasi garam 1520% dan pH dibawah 4,55, sedangkan bakteri pembentuk toksin yang berbahaya yaitu Clostridium botulinum tipe E yang sering ditemukan pada ikan segar dapat dihambat pertumbuhannya pada konsentrasi garam 1012% dan pH dibawah 4,5. Salmonella terhambat pertumbuhannya pada konsentrasi garam 6% (Rahayu et. al, 1992). Hudaya dan Daradjat (1980), menyatakan bahwa pada umumnya konsentrasi 10 15% sudah cukup untuk membunuh sebagian besar jenis jenis bakteri, kecuali jenis halofilik yaitu jenis bakteri yang tahan terhadap konsentrasi garam 26,6%.

2.7 Proses Pengolahan dengan Panas

Proses termal termasuk ke dalam pengawetan yang menggunakan energi panas. Proses ini merupakan salah satu proses penting dalam pengawetan pangan untuk mendapatkan produk dengan umur simpan panjang. Tujuan utama proses termal adalah mematikan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dan menimbulkan kebusukan pada produk yang dikemas dalam kemasan yang hermetis, seperti kaleng, retort pouch, atau gelas jar (Estiasih, 2009).

Menurut Hariyadi (2000), proses termal dapat dilakukan dalam sistem batch (in-container sterilization atau traditional canning) atau dengan sistem kontinu (aseptic processing). Berdasarkan kriteria suhu, waktu, dan tujuan pemanasan, proses termal dibagi menjadi pasteurisasi dan sterilisasi komersial.

Sterilisasi secara umum dapat mengawetkan produk pangan dengan adanya inaktivasi enzim dan pembunuhan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas, tetapi hanya sedikit menyebabkan perubahan mutu gizi dan mutu organoleptik. Beberapa mikroorganisme yang dapat dimusnahkan dengan perlakuan sterilisasi adalah kapang, kamir, bakteri patogen (Mycobacterium tuberculosis, Salmonella sp., Shigella dysentriae), serta bakteri yang tidak dapat membentuk spora (Pseudomonas, Achromobacter, Lactobacillus, Leuconostoc, Proteus, Micrococcus, Aerobacter) (Kusnandar et al., 2009).

Menurut Reuter (1993), kerusakan mutu bahan pangan selama sterilisasi cenderung minimal jika bahan pangan tersebut diberi perlakuan suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat. Penentuan waktu dan suhu sterilisasi dipengaruhi oleh kecepatan perambatan panas, keadaan awal produk (pH, dimensi produk, dan jumlah mikroba awal), wadah yang digunakan, dan ketahanan panas mikroba atau spora. Setiap partikel dari makanan harus menerima jumlah panas yang sama. Kombinasi waktu dan suhu yang diberikan pada produk yang disterilisasi harus cukup untuk mematikan mikroba patogen dan mikroba pembusuk.2.8 Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli merupakan spesies dengan habitat alami dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan. E. coli pertama kali diisolasi oleh Theodor Escherich dari tinja seorang anak kecil pada tahun 1885. Bakteri ini berbentuk batang, berukuran 0,4-0,7 x 1,0-3,0 m, termasuk gram negatif, dapat hidup berkelompok, umumnya motil, tidak membentuk spora, serta fakultatif anaerob (Carter & Wise, 2004).

Struktur sel E. coli dikelilingi oleh membran sel, terdiri dari sitoplasma yang mengandung nucleoprotein. Membran sel E. coli ditutupi oleh dinding sel berlapis kapsul. Flagela dan pili E. coli menjulur dari permukaan sel (Tizard, 2004). Gambar 2.3 menunjukkan bakteri E. coli.

Gambar 2.3 Bakteri E.coli (Wikipedia, 2008)E. coli merupakan bakteri gram negatif dan tidak berbentuk spora. E. coli bersifat katalase positif, oksidasi negatif, dan fermentatif. E. coli termasuk bakteri mesofilik dengan suhu pertumbuhannya dari 7 C sampai 50 C dan suhu optimum sekitar 37 C (Adams dan Moss 2008). E. coli dapat tumbuh pada pH 4-9 dengan aktivitas air 0.935. Laju pertumbuhan E. coli yaitu 25 jam/generasi pada suhu 8 C (Forsythe, 2000).

2.9 Salmonella

Salmonella sp adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 m x 0.5-0,8 m. Salmonella sp. tumbuh cepat dalam media yang sederhana (Jawetz, dkk, 2005), pada biakan agar koloninya besar bergaris tengah 2-8 milimeter, bulat agak cembung, jernih, smooth (WHO, 2003). Gambar 2.4 menunjukkan bakteri Salmonella.

Gambar 2.4 Bakteri Salmonella (Pollack, 2003)Salmonella sp tahan hidup dalam air yang dibekukan dalam waktu yang lama, bakteri ini resisten terhadap bahan kimia tertentu (misalnya hijau brillian, sodium tetrathionat, sodium deoxycholate) yang menghambat pertumbuhan bakteri enterik lain. Salmonella sp tumbuh secara aerob dan anaerob fakultatif, suhu optimum untuk pertumbuhan pada suhu 37C dengan menggunakan hampir semua media padat dengan pH optimum 6-8 (Gupte, 1990).2.10 StaphylococcusStaphylococcus sp adalah bakteri fakultatif anaerob berbentuk bulat bergerombol dengan sifat gram positif. Beberapa diantaranya merupakan flora normal kulit, saluran nafas, dan selaput mukosa manusia dan hewan. Staphylococcus sp menginfeksi melalui selaput mukosa misal terjadi luka sehingga masuk ke aliran darah melalui luka sehingga menyebabkan infeksi. Dinding sel bakteri Staphylococcus sp. mengandung banyak lapisan peptidoglikan yang membentuk struktur tebal dan kaku, serta mengandung asam teikoat yang mengandung alkohol dan fosfat (Pratiwi, 2008). Staphylococcus sp tumbuh pada kisaran suhu 747C dengan suhu optimum untuk pertumbuhan 3037 C dan dapat tumbuh pada kisaran pH yang luas dari 4,29,3 (Breemer, et al., 2004). Bakteri Staphylococcus ditunjukkan pada gambar 2.5

Gambar 2.5 Bakteri Staphylococcus (Todar, 2008)2.11 Bacillus stearothermophillusBacillus umumnya merupakan mikroorganisme yang dominan dalam suatu lingkungan. Pada lingkungan yang kurang cocok, bakteri ini membentuk endospora, sementara bakteri lain yang tidak memiliki endospora menuntut kondisi yang spesifik untuk dapat bertahan hidup (Sutiamiharja, 2008). Menurut Robert (2002), bakteri ini bersifat aerobik sampai anaerobik fakultatif, katalase positif, dan kebanyakan bersifat gram positif, hanya beberapa bersifat gram variabel. Gambar 2.6 menunjukkan bakteri Bacillus stearothermophilus.

Gambar 2.6 Bakteri Bacillus stearothermophillus (Kunkel, 2004)Bakteri fakultatif anaerob Bacillus stearothermophilus dapat tumbuh baik pada suhu 55-60(C dapat cepat tumbuh pada makanan terproses (processing food). Bakteri B. stearothermophilus sering menyebabkan kerusakan pada makanan kaleng dengan memproduksi asam tanpa gas, sehingga kerusakannya disebut flat sour (busuk asam tanpa gas).2.12 Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah penambahan garam yang digunakan untuk menyimpan jamur merang dalam saos tomat dapat memperbaiki mutu mikrobiologis dan mutu fisik.Bawang putih 2%, merica 1%, kayu manis 0,1%, gula pasir 15%, garam 4%

Dihaluskan

Bumbu

Penghancuran dengan air (1:1)

Penyaringan dengan saringan

Bubur tomat

Pencampuran bumbu ke dalam bubur tomat

Pemasakan dengan 100C selama 30 menit

Saos tomat

Ampas

Air

10 kg tomat buah

Sortasi, pembersihan, dan pencucian

Blansing uap 80C selama 10 menit

Penirisan serta pemisahan kulit dan daging buah

Air

Limbah

Kulit

10 kg tomat buah

Air

Limbah

Sortasi, pembersihan, dan pencucian

Blansing uap 80C selama 10 menit

Penirisan serta pemisahan kulit dan daging buah

Kulit

5