twin to twin transfusion syndrome
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
TWIN TO TWIN TRANSFUSION
SYNDROME
OLEH :
Laili Khairai
H1A 007 033
PEMBIMBING :
dr. Agus Thoriq, Sp.OG
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI LAB/SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB
2012
1
KATA PENGANTAR
Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karuniaNyalah sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan dari Lab/
SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram/
RSUP NTB. Dalam penyusunan laporan yang berjudul “Twin to twin transfusion syndrome” ini
penulis memperoleh bimbingan, petunjuk serta bantuan moral dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan kepada penulis:
1. dr. Agus Thoriq, SpOG selaku dosen pembimbing laporan kasus ini.
2. dr. A. Rusdhy H. Hamid, SpOG selaku kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSU
Mataram.
3. dr. H. Doddy Ario K., SpOG(K) selaku supervisor.
4. dr. I Made Putra Juliawan, SpOG selaku supervisor.
5. dr. Edi Prasetyo W., SpOG selaku supervisor.
6. dr. Made Punarbawa, SpOG, selaku supervisor.
7. dr. I Made W. Mahayasa, SpOG selaku supervisor.
8. Rekan-rekan dokter muda.
9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan
masukan, bantuan dan informasi dalam pengumpulan bahan tinjauan pustaka.
Menyadari masih terdapat banyak kekurangan, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus
ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada
pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter.
Mataram, Oktober 2012
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan kembar atau kehamilan multipel adalah suatu kehamilan dengan dua janin
atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/gemeli (2 janin), triplet ( 3 janin ),
kuadruplet ( 4 janin ), Quintiplet ( 5 janin ) dan seterusnya dengan frekuensi kejadian yang
semakin jarang. Hukum Hellin menyatakan bahwa perbandingan antara kehamilan ganda dan
tunggal adalah 1: 89, untuk triplet 1 : 89, untuk kuadruplet 1 : 89, dan seterusnya. Kehamilan
kembar dapat didefinisikan sebagai kehamilan dimana 2 atau lebih embrio terbentuk secara
simultan. Kehamilan kembar terjadi 1% dari seluruh kehamilan. “Two for the price of one” atau
“Instant family” kedengarannya suatu hal yang baik hingga dapat disadari bahwa pada
kehamilan kembar dapat terjadi peningkatan seluruh komplikasi obstetrik kecuali post maturitas.
Hiperemesis, keguguran, premature partum bleeding, pertumbuhan fetus yang terganggu,
kematian fetus, presentasi abnormal, malformasi dan perdarahan post partum seluruhnya dapat
meningkat. Pada bayi kembar mortalitas perinatal 3-6 kali lebih besar dan resiko terjadinya
cerebral palsy 6 kali lebih besar.1
Kehamilan kembar ini penting untuk dibicarakan karena beberapa sebab :
1. Tingginya angka mortalitas dan morbiditas sebagian besar dihubungkan dengan prematuritas,
pertumbuhan janin terhambat, malformasi janin dan sindroma twin-twin transfusi. Penelitian
Scotland menyatakan bahwa angka kejadian mortalitas pada hamil kembar 6x lebih sering
dibandingkan hamil tunggal.
2. Faktor resiko dari semua komplikasi kehamilan pada hamil kembar lebih besar dibandingkan
hamil tunggal.
3. Peningkatan jumlah kembar akhir-akhir ini disebabkan meningkatnya penggunaan obat-
obatan pemicu ovulasi.
Twin to twin transfusion syndrome (TTTS) merupakan suatu keadaan dimana terjadi
transfuse darah intrauterine dari janin ke janin yang lain pada kehamilan kembar monochorionik
3
dimana dari gambaran sonografi terlihat ditemukan polihidroamnionik pada satu kantong dan
oligohidroamnion pada kantong yang lainnya pada suatu kehamilan ganda monochorionik-
diamniotik.
Angka terjadinya TTTS beriksar antara 4% sampai 35% dari seluruh kehamilan kembar
monochorionik dan menyebabkan kematian pada lebih dari 17% dari seluruh kehamilan kembar.
Bila tidak diberikan penanganan adekuat, > 80% janin dari kehamilan tersebut akan mati
intrauterin atau mati selama masa neonatus. Kematian dari satu janin intrauterine akan membawa
konsekuensi terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC). Kehamilan kembar
monochorion menunjukkan adanya peningkatan resiko gangguan perkembangan substansi alba
dari jaringan otak pada periode antenatal.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Kehamilan Kembar
2. 1. 1. Definisi
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kembar
dizigotik memiliki dua amnion (diamniotik) dan dua plasenta (dikorionik). Pada kembar
monozigot dapat terbentuk satu plasenta (monokorionik), satu amnion (monoamniotik) atau
bahkan satu organ fetal (kembar siam).1
2. 1. 2. Epidemiologi
Kembar terjadi pada 1% dari semua kehamilan dengan dua pertiga (70%) adalah dizigot dan
sepertiga (30%) adalah monozigot. Insiden dari kembar bervariasi menurut :
Kelompok etnik (1:50 kehamilan ras Afrika, 1 : 80 kehamilan pada ras Caucasia, 1:50
kehamilan pada ras Asia dan paling sedikit pada ras Mongoloid)
Usia maternal (2% setelah 35 tahun). Paling tinggi pada wanita yang berusia 37 tahun,
dimana terjadi stimulasi hormonal yang maksimal
Paritas (2% setelah kehamilan keempat)
Metode konsepsi (20% dengan induksi ovulasi)
Riwayat keluarga
Insidensi kembar monozigot sama pada semua kelompok etnis dan tidak berbeda oleh usia maternal,
paritas maupun metode konsepsi yaitu 3,4/1000 kelahiran. Insidensi untuk kehamilan kembar
menurut Hukum Hellin adalah 1 dalam 80n-1 kehamilan, misalnya gemelli 1: 80 kehamilan, triplet
1:802, kuadriplet 1 : 803, dan seterusnya.1
2. 1. 3. Etiologi
Janin yang kembar lebih sering terjadi akibat fertilisasi dua buah ovum yang terpisah (ovum-
ganda, kembar dizigot atau kembar “fraternal”). Sekitar sepertiga di antara kehamilan kembar
5
berasal dari ovum tunggal yang dibuahi, dan selanjutnya membagi diri menjadi dua buah struktur
yang serupa, masing – masing dengan kemampuan untuk berkembang menjadi ovum tunggal
tersendiri (kehamilan monozigot ataukembar identik). Salah satu atau kedua proses dapat terlibat
dalam pembentukan fetus dengan jumlah yang lebih besar. Sebagai contoh, kembar empat atau
kuadruplet dapat timbul dari satu, dua, tiga, atau empat buah ovum.
2. 1. 4. Klasifikasi
Kehamilan kembar dapat dibagi atas beberapa tipe :
1. Kembar dizigotik (Binovular-fraternal twins) (66%): yaitu
Fertilisasi dari 2 ovum oleh 2 sperma
Dikorionik, korion yang terpisah, memiliki 2 plasenta.
Diamniotik, amnion yang terpisah (kantung amnion)
2. Kembar monozigotik (Mono ovular-identical twins) (33%) yaitu :
Pembelahan dari 1 ovum, fertilisasi oleh 1 sperma
Jika pembelahan terjadi sebelum terbentuknya inner cell mass (morula), dalam 3 hari (72
jam pertama) dari fertilisasi, yang terjadi pada 1/3 dari kembar monozigotik maka setiap
fetus akan memiliki kantong amnion dan plasenta masing-masing (kembar dikorionik
diamniotik) sekitar 96%.
Jika pembelahan embrio terjadi setelah 3 hari fertilisasi (antara 4-8 hari), dimana morulla
sudah terbentuk, maka akan terjadi komunikasi antara sirkulasi plasenta sehingga terjadi
kembar diamniotik monokorionik sekitar 4%.
Pembelahan ovum pada hari 8-13 setelah fertilisasi, dimana lapisan amnion sudah
terbentuk akan menjadi kembar monokorionik, monoamniotik
Pembelahan ovum > 13 hari setelah fertilisasi, dimana segmentasi terhambat dan setelah
primitive streak terbentuk maka akan terjadi kembar dempet (kembar siam). Dapat dibagi
sesuai lokasi anatomis dempetnya.
6
3. Fetus papyraceous
Salah satu fetus yang kembar tidak berkembang
Tak berbentuk, mengkerut, dan rata.1,3
7
2.1.5. Faktor Resiko
Faktor – faktor yang menyebabkan matangnya 2 atau lebih folikel de Graaf atau terbentuknya 2
ovum atau lebih dalam satu folikel :
1. Ras
Ras Afrika – Amerika memiliki kecenderungan untuk kehamilan kembar paling besar
dibandingkan ras lain. Myrianthopoulus (1970) mendapatkan bahwa pada wanita kulit putih
terdapat 1 kehamilan kembar dari 100 kehamilan, dan 1 banding 80 pada wanita kulit hitam.
Kehamilan kembar di Asia lebih sedikit. Di Jepang angka kejadian angka kejadian hanya 1 dari
155 kehamilan.
8
2. Usia
Kejadian kehamilan kembar mulai dari pubertas di mana aktivitas ovarium minimal, dan
mencapai puncaknya pada usia 37 tahun. Dari penelitian – penelitian disimpulkan bahwa wanita
berusia lebih dari 30 tahun mempunyai kesempatan lebih besar mendapatkan hasil konsepsi
ganda. Setelah usia 40 tahun frekuensi kehamilan kembar menurun kembali.
3. Paritas
Wanita yang telah hamil satu kali atau lebih sebelumnya, terutama kehamilan kembar
meningkatkan risiko hamil kembar.
4. Hereditas
Riwayat kehamilan kembar pada keluarga meningkatkan kemungkinan untuk kehamilan
kembar, genotip ibu jauh lebih penting daripada ayah dan pada umumnya terbatas pada
kehamilan dizigotik.
5. Faktor – faktor lain
Induksi ovulasi dengan menggunakan preparat gonadotropin (FSH + chorionic
gonadotropin) atau klomifen, akan meningkatkan secara nyata kemungkinan ovulasi ovum yang
jumlahnya lebih dari satu, yang jika dibuahi akan menghasilkan janin kembar. Obat klomid dan
hormone gonadotropin yang dipergunakan untuk menimbulkan ovulasi dilaporkan menyebabkan
kehamilan dizigotik. Tekhnologi reproduksi yang berkembang, seperti in vitro fertilization (IVF)
dan tekhnik – tekhnik lain menghasilkan telur multipel yang kemudian dibuahi dan dikembalikan
ke dalam uterus memiliki kemungkinan kehamilan kembar yang tinggi. 2,4,5
2. 1. 6. Patofisiologi
Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan
seringkali terjadi partus prematurus. Lama kehamilan kembar dua rata-rata 260 hari, triplet 246
hari dan kuadruplet 235 hari. Berat lahir rata-rata kehamilan kembar ± 2500 gram, triplet
1800gram, kuadriplet 1400 gram. Penentuan zigositas janin dapat ditentukan dengan melihat
plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan. Bila terdapat satu amnion yang tidak
dipisahkan dengan korion maka bayi tesebut adalah monozigotik.
9
Secara umum, derajat dari perubahan fisiologis maternal lebih besar pada kehamilan
kembar dibanding dengan kehamilan tunggal. Pada trimester 1 sering mengalami nausea dan
muntah yang melebihi yang dikarateristikan kehamilankehamilan tunggal. Perluasan volume
darah maternal normal adalah 500 ml lebih besar pada kehamilan kembar, dan rata-rata
kehilangan darah dengan persalinan vagina adalah 935 ml, atau hampir 500 ml lebih banyak
disbanding dengan persalinan dari janin tunggal. Massa sel darah merah meningkat juga, namun
secara proporsional lebih sedikit pada kehamilan-kehamilan kembar dua dibanding pada
kehamilan tunggal, yang menimbulkan” anemia fisiologis” yang lebih nyata. Kadar
haemoglobin. kehamilan kembar dua rata-rata sebesar 10 g/dl dari 20 minggu ke depan.
Sebagaimana diperbandingkan dengan kehamilan tunggal, cardiac output meningkat
sebagai akibat dari peningkatan denyut jantung serta peningkatan stroke volume. Ukuran uterus
yang lebih besar dengan janin banyak meningkatkan perubahan anatomis yang terjadi selama
kehamilan. Uterus dan isinya dapat mencapai volume 10 L atau lebih dan berat lebih dari 20 pon.
Khusus dengan kembar dua monozygot, dapat terjadi akumulasi yang cepat dari jumlah cairan
amnionik yang nyata sekali berlebihan, yaitu hidramnion akut. Dalam keadaan ini mudah terjadi
kompresi yang cukup besar serta pemindahan banyak visera abdominal selain juga paru dengan
peninggian diaphragma. Ukuran dan berat dari uterus yang sangat besar dapat menghalangi
keberadaan wanita untuk lebih sekedar duduk.
Pada kehamilan kembar yang dengan komplikasi hidramnion, fungsi ginjal maternal
dapat mengalami komplikasi yang serius, besar kemungkinannya sebagai akibat dari uropati
obstruktif. Kadar kreatinin plasma serta urin output maternal dengan segera kembali ke normal
setelah persalinan. Dalam kasus hidramnion berat, amniosintesis terapeutik dapat dilakukan
untuk memberikan perbaikan bagi ibu dan diharapkan untuk memungkinkan kehamilan Berbagai
macam stress kehamilan serta kemungkinan-kemungkinan dari komplikasi-komplikasi maternal
yang serius hampir tanpa kecuali akan lebih besar pada kehamilan kembar.
2. 1. 7. Diagnosis
Gejala dan Tanda
Gangguan yang biasanya muncul pada kehamilan akan meningkat pada kehmilan
kembar. Efek dari kehamilan kembar pada pasien antar lain: tekanan pada pelvis yang lebih berat
dan lebih awal, nausea, sakit punggung, varises, konstipasi, hemoroid, distensi abdominal dan
kesulitan bernafas. Aktivitas fetus lebih banyak dan persisten pada kehamilan kembar.
10
Diagnosis kehamilan kembar 75% didapatkan dari penemuan fisik, tanda-tanda yang
harus diperhatikan pada kehamilan kembar adalah:
1. Uterus lebih besar (>4 cm) dibandingkan usia kehamilannya.
2. Penambahan berat badan ibu yang mencolok yang tidak disebabkan oleh edema atau
obesitas
3. Polihidramnion
4. Ballotement lebih dari satu fetus
5. Banyak bagian kecil yang teraba
6. Uterus terdiri dari tiga bagian besar janin
7. Terdengarnya denyut jantung janin yang letaknya berjauhan dengan perbedaan kecepatan
paling tidak 8 dpm
8. Palpasi satu atau lebih fetus pada fundus setelah melahirkan satu bayi.
Laboratorium
Nilai hematokrit dan hemoglobin dan jumlah sel darah merah menurun, berhubungan
dengan peningkatan volume darah. Anemia mikrositik hipokrom seringkali muncul pada
kehamilan kembar. Kebutuhan fetus terhadap besi (Fe) melebihi kemampuan maternal untuk
mensuplai Fe didapatkan pada trimester kedua. Pada tes toleransi glukosa didapatkan gestasional
DM dan gestasional hipoglikemi sering ditemukan pada kehamilan kembar. Pada kehmilan
kembar chorionic gonadotropin pada urin, estriol dan pregnanendiol meningkat. Kehamilan
kembar juga dapat didiagnosis dengan pemeriksaan peningkatan serum alfa fetoprotein ibu
walaupun pemeriksaan ini tidak dapat berdiri sendiri. Tidak ada tes biokimia yang dapat
membedakan kehamilan tunggal atau kembar.2,6,7
Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan USG yang teliti, kantung gestasional yang terpisah dapat
diidentifikasi pada awal kehamilan kembar. Identifikasi masing – masing kepala fetus harus bisa
dilakukan dalam bidang tegak lurus sehingga tidak tertukar dengan potongan lintang badan janin
dengan kepala janin yang kedua.6
Pada kehamilan kembar dikhorionik: jenis kelamin berbeda, plasenta terpisah dengan
dinding pemisah yang tebal (> 2mm) atau “twin peak sign” dimana membran melekat pada dua
11
buah plasenta yang menjadi satu.6 Pada kehamilan monokhorionik, mempunyai membran
pemisah yang sangat tipis sehingga tidak terlihat sampai trimester kedua. Tebal membran <
2mm.6
2. 1. 8. Tatalaksana
Penatalaksanaan dalam kehamilan
Untuk kepentingan ibu dan janin, perlu diadakan pencegahan terhadap pre-eklampsia dan
eklampsia, partus prematurus, dan anemia. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, perlu dibuat
diagnosis dini kehamilan kembar. Pemeriksaan antenatal perlu diadakan lebih sering. Mulai
kehamilan 24 minggu pemeriksaan dilakukan tiap 2 minggu, sesudah kehamilan 36 minggu tiap
minggu, sehingga tanda – tanda pre-eklampsia dapat diketahui dini dan penanganan dapat
12
dikerjakan dengan segera. Istirahat – baring dianjurkan lebih banyak karena hal itu dapat
menyebabkan aliran darah ke plasenta meningkat, sehingga pertumbuhan janin lebih baik.2
Setelah kehamilan mencapai 30 minggu, perjalanan jauh dan koitus sebaiknya dilarang
karena dapat merupakan faktor predisposisi partus prematurus. Oleh beberapa penulis dianjurkan
untuk merawat wanita dengan kehamilan kembar setelah kehamilan mencapai 30 minggu untuk
menghindarkan partus prematurus, tetapi berapa jauh pengaruhnya tidak diketahui dengan pasti.2
Anemia hipokrom tidak jarang terjadi pada kehamilan kembar karena kebutuhan besi dua
bayi dan penambahan volume darah ibu sangat meningkat. Pemberian sulfas ferrosus sebanyak 3
x 100 mg secara rutin perlu dilakukan. Selain besi, dianjurkan pula untuk memberikan asam folat
sebagai tambahan.2
Pemakaian korset sering meringankan beban pembesaran perut. Makanan dianjurkan
mengandung banyak protein dan makan dilaksanakan lebih sering dalam jumlah lebih sedikit.2
Penatalaksanaan dalam persalinan
Mengingat banyaknya komplikasi kehamilan dan persalinan kembar, maka diperlukan perhatian
khusus. Rekomendasi untuk penatalaksanaan intrapartum meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Tersedia tenaga professional yang senantiasa mendampingi proses persalinan dan
memonitor keadaan janin.
2. Tersedia produk darah untuk transfuse
3. Terpasang akses intravena
4. Pemberian ampisilin 2 gram tiap 6 jam bila terdapat persalinan prematur untuk mencegah
infeksi neonatus.
5. Tersedia obstetrisian yang mampu mengidentifikasi bagian janin intrauterin dan
melakukan manipulasi intrauterin.
6. Jika memungkinkan tersedia mesin ultrasonografi
7. Ada dokter anestesi yang dapat segera dipanggil jika diperlukan
8. Ada tenaga terlatih untuk melakukan resusitasi neonatus
9. Tempat persalinan cukup luas agar memungkinkan anggota tim bekerja secara efektif.
2. 1. 9. Prognosis
13
Bahaya bagi ibu pada kehamilan kembar lebih besar daripada kehamilan tunggal karena
lebih seringnya terjadi anemia, pre-eklampsia dan eklampsia, operasi obstetrik, dan perdarahan
postpartum.
Kematian perinatal anak kembar lebih tinggi daripada anak kehamilan tunggal.
Prematuritas merupakan sebab utama. Selain itu, juga lebih sering terjadi pre-eklampsia dan
eklampsia, hidramnion, kelainan letak, prolapsus funikuli dan operasi perdarahan serebral dan
kemungkinan adanya kelainan bawaan pada bayi.
Kematian anak kedua lebih tinggi daripada yang pertama karena lebih sering terjadi
gangguan sirkulasi plasenta setelah anak pertama lahir, lebih banyaknya terjadi prolapsus
funikuli, solusio plasenta, serta kelainan letak pada janin kedua.
Kematian anak pada kehamilan monozigotik lebih besar daripada kehamilan dizigotik
karena pada yang pertama dapat terjadi lilitan tali pusat antara janin pertama dan kedua.
2. 2. Twin to Twin Transfusion Syndrome
2. 2. 1. Definisi
Twin to twin transfusion syndrome adalah suatu keadaan dimana terjadi transfuse darah
intrauterine dari janin satu ke janin yang lainnya pada kehamilan kembar. TTTS merupakan
komplikasi dari kehamilan kembar monochorionik dimana dari gambaran sonografi terlihat
ditemukan polihidroamnion pada satu kantong dan oligohidroamnion pada kantong lainnya pada
suatu kehamilan ganda monochorionik-diamniotik.8
Darah ditransfusikan dari kembar donor ke kembarannya sebagai resipien sedemikian
rupa sehingga donor menjadi anemic dan pertumbuhannya terganggu, sementara resipien
menjadi polisitemik dan mungkin mengalami kelebihan beban sirkulasi yang bermanifestasi
sebagai hidrops.6
2. 2. 2. Epidemiologi
Angka kejadian TTTS berkisar antara 4% sampai 35% dari seluruh kehamilan kembar
monochorionic dan menyebabkan kematian pada lebih dari 17% dari seluruh kehamilan kembar.
Bila tidak diberikan penanganan adekuat, > 80% janin dari kehamilan tersebut akan mati
14
intrauterine atau mati selama masa neonatus. Kematian dari satu janin intrauterine akan
membawa konsekuensi disseminated intravascular coagulation (DIC).8
2. 2. 3. Klasifikasi
Twin to twin transfusion syndrome (TTTS) berdasarkan berat ringannya penyakit dibagi atas:
1. TTTS tipe berat, biasanya terjadi pada awal trimester ke II, umur kehamilan 16-18
minggu. Perbedaan ukuran besar janin lebih dari 1,5 minggu kehamilan. Ukuran tali
pusat juga berbeda. Konsentrasi Hb biasanya sama pada kedua janin. Polihidroamnion
terjadi pada kembar resipien karena adanya volume overload dan peningkatan jumlah
urin janin. Oligohidroamnion terjadi pada kembar donor oleh karena hipovolemia dan
penurunan jumlah urin janin. Oligohidroamnion yang berat bisa menyebabkan terjadinya
fenomena stuck-twin dimana janin terfiksir pada dinding uterus.
2. TTTS tipe sedang, terjadi pada akhir trimester ke II, umur kehamilan 24-30 minggu.
Walaupun terdapat perbedaan ukuran besar janin lebih dari 1,5 minggu kehamilan,
polihidroamnion dan oligohidroamnion tidak terjadi. Kembar donor menjadi anemia,
hipovolemia dan pertumbuhan terhambat. Sedangkan kembar resipien mengalami
plethoric, hipovolemia, dan makrosomia. Kedua janin bisa berkembang menjadi hidrops.
3. TTTS tipe ringan, terjadi secara perlahan pada trimester III. Polihidramnion dan
oligohdroamnion biasanya tidak terjadi. Konsentrasi Hb berbeda lebih dari 5 gr%.
Ukuran besar janin berbeda lebih drai 20%.8
Twin to twin transfusion syndrome juga dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronik.
Patofisiologi yang mendasar penyakit ini, gambaran klinis, morbiditas dan mortalitas pada kedua
tipe ini sangat berbeda. Angka kematian perinatal yang tinggi pada twin to twin transfusion
syndrome terutama disebabkan oleh tipe yang kronik.
a. Tipe akut jika terjadi transfuse darah secara akut/tiba-tiba dari satu janin ke janin yang
lain, biasanya pada trimester ke tiga atau selama persalinan dari kehamilan monokorionik
yang tidak berkomplikasi, menyebabkan hipovolemia pada kembar donor dan
hipervolemia pada kembar resipien, dengan berat badan lahir yang sama. Transfuse dari
kembar pertama ke kembar kedua saat kelahiran kembar pertama. Namun demikian, bila
15
tali pusat kembar pertama terlambat dijepit, darah dari kembar yang belum dilahirkan
dapat ditransfusikan ke kembar pertama. Diagnosis biasa dibuat pada saat postnatal.
b. Tipe Kronik biasanya terjadi pada kehamilan dini (umur kehamilan 12-26 minggu).
Kasus tipe ini merupakan yang paling bermasalah karena bayinya masih imatur dan tidak
dapat dilahirkan, sehingga dalam pertumbuhannya di uterus, bisa mengalami kelainan
akibat dari twin-to-twin transfusion syndrome seperti hydrops. Tanpa terapi, sebagian
besar bayi tidak dapat bertahan hidup atau bila survival, akan timbul kecacatan.
Walaupun arah transfuse darah menuju kembar resipien, tetapi thrombus dapat secara
bebas berpindah arah melalui anstomosis pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan
infark atau kematian pada kedua janin.8
2. 2. 4. Patofisiologi
Ada beberapa factor yang mempengaruhi patofisiologi terjadinya TTTS menurut Bajoria,
Rekha(1998), yakni:
1. Tipe dan jumlah dari anstomosis yang ada ( Machin et all, 1996), juga dipengaruhi letak
yang sangat bergantung pada ukuran zona plasenta dan insersi tali pusat (sentral,
eksentrik, marginal, velamentosa)
2. Tekanan yang abnormal pada insersi dari umbilical cord ( Fries et al,1993)
3. Insufisiensi aliran uteroplasenta ( Saunders et al, 1992 )
Teori yang banyak difahami adalah bahwa transfusi darah dari donor kepada penerima
kembar terjadi melalui anastomosis vaskular plasenta. Dimana koneksi vaskuler antar janin
kembar terdiri dari 2 tipe, yaitu: Pertama tipe superficial dan kedua tipe profunda. Masing-
masing tipe mempunyai karakteristik aliran, pola resistensi tersendiri yang mempengaruhi
pertumbuhan janin kembar monokorionik. Koneksi tipe superficial seperti arterioarteriosa
(a↔a); venovenosa (v↔v). Gambaran ini terlihat jelas pertemuannya di atas lempeng korion,
dimana hubungan ini jarang menimbulkan antenatal TTS. Justru hubungan ini akan melindungi
supaya tidak berkembang menjadi TTS. Koneksi arterioarteriosa lebih sering dibanding koneksi
venavenosa. Dalam Shandra Rajene, 1999 Koneksi arterioarteriosa dan venavenosa memberikan
pembagian darah yang seimbang pada kedua janin dan tidak ada anastomosis arteriovenosa.
16
Koneksi tipe profunda atau sirkulasi ketiga bersifat arteriovenosa (a-v) dimana salah satu janin
bersifat sebagai donor dan janin yang lain sebagai resipien. Anastomosis ini tidak tampak pada
lempeng korionik dikarenakan adanya perbedaan tekanan (gradien) yang terjadi pada sirkulasi
tersebut. Anastomosis ini jarang terjadi, kebanyakan jika terjadi anastomosis arteriovenosa
diikuti dengan anastomosis arterioarteriosa yang melindungi terjadinya sirkulasi ketiga. Karena
sirkulasi menghasilkan keseimbangan dinamis dimana disamping terjadinya penurunan tekanan
donor juga terjadi peningkatan resipien.
2. 2. 5. Diagnosis
Diagnosis prenatal TTTS dibuat dengan menggunakan ultrasonografi. Dengan berbagai variasi,
para ahli memberikan criteria untuk diagnosis TTTS antenatal sebagai berikut:
17
Table 1.
Keadaan pada trimester I untuk diagnosis twin to twin transfusion syndrome:
Kehamilan monokorionik
Ukuran nuchal translucency > 3 mm pada umur kehamilan 10-14 minggu
Ukuran crown-rump length yang kurang pada satu janin
Membrane pemisah pada umur kehamilan 10-13 minggu
Criteria diagnostic trimester kedua dan awal trimester ketiga termasuk, kehamilan
monochorionik, kembar dengan jenis kelamin sama, kombinasi polihidroamnion pada satu
kantong dan oligohidroamnion pada kantong yang lainnya, dan kecil atau tidak terlihatnya
kandung kemih pada donor sementara pada resipien memiliki kandung kemih yang besar. (Tabel.
2)
Table 2.
Criteria diagnostic twin to twin transfusion syndrome pada trimester kedua atau awal trimester ketiga
(Kriteria diagnostic Ultrasonografi)
Kehamilan monokorionik
Jenis kelamin yang sama
Satu massa plasenta
Membrane pemisah yang tipis
Kelainan volume cairan amnion
Satu kantong amnion oligohidroamnion, ukuran vertical 2,0 cm
Satu kantong amnion polihidroamnion, ukuran vertical 8,0 cm
Kantung kencing yang persisten
Kantung kencing yang kecil atau tidak tampak pada kembar oligohdroamnion
Tampak kantung kencing yang besar pada kembar polihidroamnion
Tambahan untuk membantu diagnosis
18
Perkiraan perbedaan berat janin (20% lebih berat kembar besar)
Adanya stuck twin
Hindrops fetalis (adanya satu atau lebih gejala: edema kulit [tebal 5 mm], efusi
pericardial, efusi pleura, dan ascites)
Membrane pembungkus pada umur kehamilan 14-17 minggu
*criteria diagnosis TTTS ini diterapkan pada trimester kedua atau awal trimester ketiga
kehamilan. Ultrasonografi serial sangat dianjurkan.
19
Diagnosis postnatal TTTS dapat ditegakkan dengan :
a) Adanya perbedaan berat badan kedua janin yang > 500 g, atau perbedaan>20 % pada
janin pretemi (untuk TTTS yang kronis).
b) Terdapat perbedaan kadar Hemoglobin dan Hematokrit dari kedua janin, janin donor
dapat mencapai 8 g% atau kurang, dan janin resipien bisa mencapai 27%.
c) Perbedaan ukuran pada organ-organ jantung, ginjal, hepar dan thymus.8
2. 2. 6. Tatalaksana
Beberapa jenis teknik terapi telah dilakukan dalam usaha memperbaiki hasil luaran kehamilan
kasus twin-to-twin transfusion syndrome. Pendekatan ini meliputi terapi amniosentesis,
septostomi, ablasi laser terhadap anastomosis pembuluh darah, selektif feticide, dan terapi ibu
dengan memakai digoksin.
Table 3
Pilihan Terapi
Pemeriksaan antenatal dengan ultrasonografi, analisa aliran darah dengan Doppler,
echokardiografi fetus dan kardiotokografi fetus atau non stress test , pemberian tokolisis
untuk mencegah partus prematurus.
Pengurangan volume cairan amnion secara serial (amnioreduksi)
Oklusi fetoskopik dengan penggunaan laser pada Pembuluh darah plasenta
Septostomi
Terminasi selektif
Histerotomi dengan mengangkat salah satu janin
Ligasi tali pusat secara endoskopi atau percutaneus
Terapi amniosentesis dilakukan dengan mengurangi cairan amnion yaug berlebihan pada
kantung amnion kembar resipien. Terapi ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu: memberi
ruang yang lebih pada kembar yang lebih kecil (stuck twin), menstabilkan kembar yang besar,
mengurangi ketidaknyamanan ibu akibat jumlah cairan amnion yang banyak, dan kehamilan
dapat berlanjut lebih aman dengan berkurangnya risiko persalinan prematur. Komplikasi terapi
20
ini (sekitar 8%) meliputi korioamnionitis, persalinan prematur, ketuban pecah dini, dan solusio
plasenta. Secara keseluruhan. keberhasilan terapi amniosintesis cukup baik. Dengan sekitar 44%
kehamilan kedua janin hidup. dan 66% satu janin hidup, survival rate 30%-83%, namun kelainan
neurologi masih tinggi 5%-32%.6
Septostomi (diperkenalkan oleh Dr. George Saade dkk dari Amerika) dilakukan dengan
cara membuat lubang kecil pada membran pemisah, yang akan berfungsi sebagai tempat
lewatnya cairan amnion dari satu kantung amnion ke kantung amnion yang lain sehingga terjadi
keseimbangan cairan amnion. Komplikasi terapi ini meliputi pecahnya selaput pemisah, terjadi
pertautan tali pusat kedua janin dan kematian janin.
Terapi laser (dipelopori Dr. Julian De Lia dkk dari Amerika Serikat) dilakukan dengan
memasang endoskopi melalui perut ibu ke kantung amnion kembar resipien. Fetoskop dan laser
dilewatkan melalui endoskop. Dengan bantuan USG dan petunjuk pada video realtime . laser
digunakan untuk mengkoagulasi atau merusak anastomosis pembuluh darah secara selektif.
Selektif feticide dilakukan pada kronik twin-to-twin transfusion syndrome sebelum umur
kehamilan 25 minggu. Cara yang dipergunakan berupa ligasi tali pusat dengan bantuan USG dan
injeksi larutan NaCl kedalam kaviun pericardial sehingga terjadi tamponade jantung. Pemakaian
digoksin bertujuan mengatasi gagal jantung kembar resipien, namun sering tidak berhasil oleh
karena digoksin tidak dapat melewati plasenta dalam jumlah yang cukup untuk terapi tersebut.
Pilihan penanganan kasus dengan kematian satu janin adalah persalinan preterm elektif
terhadap janin yang hidup (dengan steroid untuk mematangkan paru) dengan segala risiko
prematuritas atau konservatif yang juga berisiko kematian janin dalam uterus dan kelainan
neurologis.6,7,8
2. 2. 7. Prognosis
Hasil tergantung pada usia kehamilan pada saat kelahiran dan apakah iskemia otak janin
intrauterin terjadi. Semakin rendah saat lahir usia kehamilan semakin besar risiko lama sequele
neurologis atau paru-paru.
BAB III
21
STATUS OBSTETRI
I. IDENTITAS
Nama : Ny. F
Usia : 19 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Dusun Tereng, Tanak Beak, Narmada
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : nyeri pinggang menjalar sampai perut
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien rujukan dari Segerongan dengan G1P0A0H0 A/G/H-H/ intra uterin letkep-letsu
keadaan umum ibu dan janin baik, serta membawa hasil USG dengan bayi kembar. Pasien
mengeluhkan keluar air sejak pertengahan bulan juli. Dan pada saat itu pasien diberikan obat
penguat kehamilan oleh Sp.OG. Pasien mengeluhkan nyeri pinggang yang menjalar ke perut
sejak pukul 22.00 (22/08//2012) dan keluar air dari jalan lahirnya sejak pukul 18.30
(15/07/2012) sebulan yang lalu. Bloody slim (+), FM (+).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, ataupun asma disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluarga memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, maupun penyakit
berat lainnya disangkal. Pasien memiliki keturunan kembar dari suaminya.
Riwayat Alergi :
Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.
Riwayat Obstetri :
22
Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut :
1. Ini
HPHT : lupa
Taksiran Persalinan : -
Riwayat ANC : > 4 kali di Puskesmas & Sp.OG
ANC Terakhir : 23 Juli 2012
Riwayat USG : 2 kali
Terakhir USG : 23/08/2012
Hasil : Gamelli, presentasi kepala/ Presentasi bokong, Usia kehamilan :
39 minggu, TBJ 1). 3000 gr, 2). 3000 gr.
Riwayat KB : (-)
Rencana KB : IUD
Kronologis di Puskesmas Segerongan :
S : Pasien hamil 9 bulan datang ke Puskesmas dengan membawa USG yang hasilnya adalah Gemelli.
O :
Keadaan Umum : Baik
TD : 110/70 mmHg
N : 84 bpm
RR : 24 bpm
T : 36,5oC
L1 : bokong & kepala
L2 : punggung sebelah kiri – punggung sebelah kanan
L3 : kepala
L4 : 4/5
TFU : 40 cm
23
DJJ I : 11-11-12 (136 bpm)
DJJ II : 12-12-12 (144 bpm)
A : G1P0A0L0 A/G/H-H/IU Presentasi kepala – presentasi bokong, dengan keadaan ibu dan janin baik
P : Rujuk ke RSUP NTB
III. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : baik
Kesadaran : E4V5M6
Tanda Vital
- Tekanan darah : 120/60 mmHg
- Frekuensi nadi : 80 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,6oC
Pemeriksaan Fisik Umum
- Mata : anemis -/-, ikterus -/-
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-)
- Abdomen : bekas luka operasi (-), striae gravidarum (+)
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
- - + +
IV. STATUS OBSTETRI
L1 : kepala, bokong
L2 : punggung di sebelah kanan, punggung sebelah kiri
L3 : bokong, kepala
L4 : 4/5
TFU : 40 cm
HIS : 1 x 10’ ~ 15”
24
DJJ : kiri: 12-12-12 (144 x/menit)
Kanan : 13-12-12 (148 x/menit)
VT : Ø 2cm, eff 25%, ketuban (-), teraba kepala ↓ H1, tak teraba bagian kecil
janin/tali pusat.
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
- HGB : 10,4 g/dl
- RBC : 4,13 x 106/µL
- WBC : 6,9 x 103/µL
- PLT : 215 x 103/µL
- HCT : 35,0 %
- HBsAg : (-)
VI. DIAGNOSIS
G1P0A0H0 A/G/H-H/IU, Letkep – Letsu, dengan KPD > 12 jam.
VII. TINDAKAN
Observasi kesra ibu dan janin
Cek darah lengkap, HbSAg.
DM konsul ke Supervisor: pro terminasi kehamilan perabdominal (SC). Supervisor
advice :
- Acc SC
- Preop
- Injeksi Ampisilin 2 gr IV
- Pasang dower catheter
VIII. BAYI LAHIR
Jenis persalinan : SCTP + IUD
Indikasi : Gemelli dengan KPD
Lahir tanggal, jam : Bayi 1: 24/08/2012, pukul 16.05 WITA
25
Bayi 2 : 24/08/2012, pukul 16.10 WITA
Jenis kelamin : Bayi 1 : Laki-laki
Bayi 2 : Laki-laki
APGAR Score : Bayi 1 : 7-9
Bayi 2 : 7-9
Lahir : Bayi 1 : Hidup
Bayi 2 : Hidup
Berat : Bayi 1 : 3000 gr
Bayi 2 : 2000 gr
Panjang : Bayi 1 : 49 cm
Bayi 2 : 47 cm
Kelainan kongenital : Bayi 1 : (-)
Bayi 2 : (-)
Anus : Bayi 1 : (+)
Bayi 2 : (+)
Follow Up
26
Jam Subjektif Objektif Assessment Planning
24/08/201210.30
Pasien rujukan dari Segerongan dengan G1P0A0H0 A/G/H-H/ intra uterin letkep-letsu keadaan umum ibu dan janin baik, serta membawa hasil USG dengan bayi kembar. Pasien mengeluhkan keluar air sejak pertengahan bulan juli. Dan pada saat itu pasien diberikan obat penguat kehamilan oleh Sp.OG. Pasien mengeluhkan nyeri pinggang yang menjalar ke perut sejak pukul 22.00 (22/08//2012) dan keluar air dari jalan lahirnya sejak pukul 18.30 (15/07/2012) sebulan yang lalu. Bloody slim (+), FM (+).Riwayat menderita DM, HT, asma, disangkal oleh pasien.
HPHT : LupaEDD : - Riwayat ANC : >4x di PosyanduANC Terakhir : 23/08/2012Hasil : gamelli Riwayat USG : 2x di dokterTerakhir USG : 23/08/2012Hasil : Gamelli, presentasi kepala/ Presentasi bokong, Usia
General Status
GC : E4V5M6Kesadaran : CM TD : 120/60 mmHgN : 88 bpmRR : 20 bpm T : 36,6 oC
Mata : an (-/-), ikt (-/-)Thorak: Cor : S1S2 tunggal reguler, M (-), G (-)Pulmo : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-).Abdomen : scar (-), striae (+), linea nigra (+). Ekstremitas atas : edema (-/-), akral hangat (+/+)Ekstremitas bawah : edema (-/-), akral hangat (+/+)Obstetrical Status
L1 : kepala - bokong L2 : Punggung kanan – punggung
kiri L3 : kepalaL4 : 4/5 TFU : 40 cm His : 1x/10’~15” DJJ I : 12-12-12 (144 bpm) DJJ II : 13-12-12 (148 bpm)
G1P0A0L0 A/ G/H-H/IU
presentasi kepala – presentasi
bokong dengan KPD > 12 jam
• Observasi kesra ibu dan janin
• DM coo SPV : -
27
kehamilan : 39 minggu
Riwayat KB sebelumnya: (-)Rencana KB : IUD
Riwayat Obstetri:I. Ini
VT : Ø 2 cm, eff 25%, amnion (-), teraba kepala ↓H I, denominator belum jelas, tak teraba bagian kecil janin atau tali pusat.
Kronologis di Puskesmas Segerongan : S : Pasien hamil 9 bulan datang ke Puskesmas dengan membawa USG yang hasilnya adalah Gemelli. O : Keadaan Umum : BaikTD : 110/70 mmHgN : 84 bpm RR : 24 bpm T : 36,5oC
L1 : bokong & kepala L2 : punggung sebelah kiri – punggung sebelah kananL3 : kepalaL4 : 4/5TFU : 40 cm DJJ I : 11-11-12 (136 bpm) DJJ II : 12-12-12 (144 bpm) A : G1P0A0L0 A/G/H-H/IU Presentasi kepala – presentasi bokong, dengan keadaan ibu dan janin baik
Evaluasi Pelvis :
Spina ischiadica not prominent
Os coccigeous mobile
Pubic arch > 900
Lab Evaluation
HB : 10,4 g/dl
RBC : 4,13 M/dl
HCT : 35,0 %
WBC : 6,9 K/dl
PLT : 215 K/dl
HbSAg : (-)
•
28
P :• Rujuk ke RSUP NTB
14.00 Keadaan umum: well
Kesadaran: CM
TD : 120/70 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,7 oC
His : 1x/10’~20”
DJJ I : 11-11-11 (132 bpm)
DJJ II : 12-11-11 (136 bpm)
• DM co SPV pro SC, advice : Acc CS
• Skin test & inj. Ampi 2 g/IV
• Memasang DC
16.00
16.05
16.10
SC dimulai• Bayi lahir. • Laki-laki, 3000
gram, A-S 7-9, BL: 49 cm, anus (+), Kelainan kongenital (-)
• Laki-laki, 2000 gram, A-S 7-9, BL: 47 cm, anus (+), Kelainan kongenital(-)
• Air ketuban: clear
• Plasenta dilahirkan, manual, komplete.
29
Perdarahan 300cc 18.00 Ibu mengeluhkan nyeri pada
bekas operasiKeadaan Umum : Baik
Kesadaran : CM
TD : 130/70 mmHg
N : 96 x/menit
RR : 24 x/menit
T : 36,7oC
UC : (+) well
TFU : 1 jari dibawah umbilicus Perdarahan aktif : (-)
Urin tampung : 200 cc
2 jam post SC • Observasi keadaan umum ibu dan bayi
• Observasi vital sign dan perdarahan
25/08/201207.00
Ibu mengeluhkan nyeri pada bekas operasinya
Keadaan Umum : well
TD : 120/60 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,40C
TFU : 3 finger below umbilicus
Kontraksi uters : (+) well
Lochea rubra : (+)
Bayi di NICU:
Bayi 1
HR :160 bpm
RR : 52 bpm
T : 37,20C
1 hari post SC • Observasi keadaan umum ibu dan bayi
• Menyarankan ibu untuk mobilisation, makan, minum dan minum obat teratur.
30
Bayi 2
HR : 154 bpm
RR : 56 bpm
T : 36,7 0C
26/08/2012 - Keadaan Umum : well
TD : 110/60 mmHg
N : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 35,40C
TFU : 3 finger below umbilicus
Bayi 1 : Rawat Bersama dengan ibu
HR: 144 x/menit
RR: 46 x/menit
T : 36,8 ⁰C
Bayi 2 : di NICU
HR: 156 x/menitRR: 50 x/menitT: 36,4⁰C
2 hari post SC • Observasi keadaan umum ibu dan bayi
• Menyarankan ibu untuk mobilisation, makan, minum dan minum obat teratur.
Bayi 1:Diberikan ASI
Bayi 2:Observasi keadaan umun dan Vital SignBerikan PASI 10 cc / 8 jam
27/09/2012 - Keadaan Umum : well
TD : 120/70 mmHg
3 hari post SC • Observasi keadaan umum ibu dan bayi
31
N : 78 x/menit
RR : 18 x/menit
T : 36,00C
Bayi 1 : Rawat Bersama dengan ibu
HR: 140 x/menit
RR: 42 x/menit
T : 36,0⁰C
Bayi 2 : di NICU
HR: 138 x/menitRR: 40 x/menitT: 36,4⁰C
• Menyarankan ibu untuk mobilisation, makan, minum dan minum obat teratur.
Bayi 1:Diberikan ASI
Bayi 2:Observasi keadaan umun dan Vital Sign• Berikan PASI
10 cc / 8 jam
28/09/2012 Keadaan Umum : well
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 19 x/menit
T : 35,80C
Bayi 1 : Rawat Bersama dengan ibu
HR: 138 x/menit
RR: 40 x.menit
4 hari post SC • Observasi keadaan umum ibu dan bayi
• Menyarankan ibu untuk mobilisation, makan, minum dan minum obat teratur.
Bayi 1 & 2Diberikan ASI
32
T: 36,5⁰C
Bayi 2 : di NICU
HR: 124 x.menitRR: 54 x/menitT: 36,0 ⁰C
GDS : 96
29/08/2012 - Keadaan Umum : well
TD : 120/60 mmHg
N : 87 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36,20C
Bayi 1 : Rawat Bersama dengan ibu
HR: 140 x/menit
RR: 38 x.menit
T : 36,6 ⁰C
Bayi 2 : di NICU
HR: 148 x/menitRR: 44 x/menitT: 36,3 ⁰C
5 hari post SC • Observasi keadaan umum ibu dan bayi
• Menyarankan ibu untuk mobilisation, makan, minum dan minum obat teratur.
Bayi 1 & 2:Diberikan ASI
33
34
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini di rujuk dan membawa hasil USG-nya dengan G1P0A0L0 A/G/H-H/IU
presentasi kepala – presentasi bokong dengan keadaan ibu dan janin baik. Dari anamnesis
didapatkan pasien memiliki riwayat kembar dari suaminya. Dan berdasarkan teori didapatkan
bahwa salah satu resiko terjadinya kehamilan kembar yaitu herediter.
Pada kehamilan kembar didapatkan berbagai macam komplikasi yang dapat mengancam
ibu ataupun bayinya. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada kehamilan kembar yaitu twin
to twin transfusion syndrome dimana bayi kembar yang satu mentransfusikan darahnya ke bayi
kembar yang lainnya, sehingga bayi yang mendapatkan transfuse akan menjadi lebih besar
dibandingkan bayi yang memberikan transfuse. Salah satu penandanya yaitu pada post partum
didapatkan berbedaan berat badan > 5% atau > 500 gram dari kedua bayi tersebut. Pada pasien
ini didapatkan perbedaan berat badan yang signifikan yaitu pada bayi pendonor didapatkan berat
badan lahir 2.000 gram dan bayi yang mendapatkan donor berat badannya 3.000 gram.
Berdasarkan berat badan bayi yang berbeda secara signifikan, didapatkan pada kedua
bayi tersebut mengalami TTTS tipe sedang, yang pada bayi satu mengalami pertumbuhan
terhambat sedangkan bayi satunya berkembang baik.
Pada pasien ini terdeteksi mengalami twin to twin transfusion syndrome setelah pasien
post partum, dan dari USG tidak dapat mendiagnosis keadaan tersebut.
35
Daftar Pustaka
1. Lubis, Muara. Dr. Sp.OG. 2010. “KEHAMILAN KEMBAR (GEMELLI)”. Departemen
Obstetri Ginekologi. USU.
2. Winknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan Edisi ketiga. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2007
3. Kalaichandran S. Twin Pregnancy Double Trouble or Twice The Joy. Lecturere
University of Ottawa Obstetric and Gynaecology,
http://www.twinspregnancy/obstetric.html
4. Kliegman RM. Kehamilan multiple. Dalam: Wahab AS, editor bahasa Indonesia. Ilmu
kesehatan anak. Volume 1 edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2000.
5. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri Jilid I. Obstetri fisiologi. Jakarta: EGC. 1998
6. Cunningham, Mc Donald, Gant. Multifetal Gestation. William Obstetrik, 22st
USA.Prentice Hall International,1 2005. Confirmed Twin Pregnancy. Available from:
www.nice.org.uk/nice/medialive.
7. Rusda, Muhammad, et all. 2005. “TWIN TO TWIN TRANSFUSION SYNDROME”.
Departemen Obstetri Ginekologi. USU
8. Bebbington, Michael. 2010. “Twin-to-twin transfusion syndrome: current understanding
of pathophysiology, in-utero therapy and impact for future development”.
www.elsevier.com/locate/siny
36