prinsip penentuan ukuran desain twin block

13
PRINSIP PENENTUAN UKURAN DESAIN TWIN BLOCK A. Pemeriksaan Sefalometrik Terdapat 2 metode penentuan ukuran desain twin block, sehingga kalkulasi matematis kurva rahang terhadap maloklusi tidak berubah, juga mengantisipasi tujuan pemakaian aplikasi. 2 metode tersebut adalah; a. Pemeriksaan Sefalometrik b. Pembuatan Gigitan Malam Untuk mendeteksi pengukuran overbite dan overjet maupun kelainan Maloklusi Kelas II Divisi I (bisa juga Maloklusi kelas lainnya) digunakan prinsip sefalometrik, yaitu, pengukuran berdasarkan profil tulang kepala, yang dilakukan secara klinis juga radiografis. Perkembangan tulang kepala diukur terlebih dahulu untuk mengetahui maturitasnya. Tulang kepala yang masih berkembang, tidak dianjurkan untuk dilakukan manipulasi ortodontik. Lalu, pengukuran dilakukan dengan sefalogram, pasien dalam gigitan oklusi sentrik, dan bibir mengatup posisi istirahat fisiologis.

Upload: jennifer-abella-brown

Post on 26-Oct-2015

203 views

Category:

Documents


29 download

DESCRIPTION

orto

TRANSCRIPT

Page 1: Prinsip Penentuan Ukuran Desain Twin Block

PRINSIP PENENTUAN UKURAN DESAIN TWIN BLOCK

A. Pemeriksaan Sefalometrik

Terdapat 2 metode penentuan ukuran desain twin block, sehingga kalkulasi

matematis kurva rahang terhadap maloklusi tidak berubah, juga mengantisipasi

tujuan pemakaian aplikasi. 2 metode tersebut adalah;

a. Pemeriksaan Sefalometrik

b. Pembuatan Gigitan Malam

Untuk mendeteksi pengukuran overbite dan overjet maupun kelainan

Maloklusi Kelas II Divisi I (bisa juga Maloklusi kelas lainnya) digunakan prinsip

sefalometrik, yaitu, pengukuran berdasarkan profil tulang kepala, yang dilakukan

secara klinis juga radiografis. Perkembangan tulang kepala diukur terlebih dahulu

untuk mengetahui maturitasnya. Tulang kepala yang masih berkembang, tidak

dianjurkan untuk dilakukan manipulasi ortodontik. Lalu, pengukuran dilakukan

dengan sefalogram, pasien dalam gigitan oklusi sentrik, dan bibir mengatup posisi

istirahat fisiologis.

Twin block bekerja dalam mekanisme fisis angular dan linear, sehingga

pembacaan jarak pada relasi rahang secara vertikal dan horizontal dapat dicapai.

Terhadap relasi rahang angular, maka hitungan dilakukan pada;

a. Konveksitas sudut jaringan lunak (N '-Sn-Pog)

b. Konveksitas suduh seluruh jaringan lunak (N'-No-Pog)

c. Sudut fasial jaringan lunak (FH-N'-Pog)

d. Lipatan monolabial (Li-Si-Pog)

e. Sudut H (N'-Pog-tangent-upper lip)

Page 2: Prinsip Penentuan Ukuran Desain Twin Block

Gambar 1. Pengukuran angular sefalometris

Sementara, pengukuran vertikal atau angular dilakukan pada sejumlah

poin-poin yang diukur berdasarkan referensi penampang SN. Penampang SN

adalah penampang yang terbentuk dalam lintasan vertikal dan tegak lurus

terhadap penampang horizontal. Poin yang diukur adalah;

a. STPog- S vertikal

b. Si-S vertikal

c. Li-S vertikal

d. Ls-S vertikal

Page 3: Prinsip Penentuan Ukuran Desain Twin Block

e. Ss-S vertikal .

f. Sn-S vertikal

g. ST tinggi total wajah (N'- Me)

h. Ls-E- line

i. Li-E- line

Gambar 2. Pengukuran angular desain twin block

Keadaan sebelum dan sesudah perawatan dapat dilakukan menggukan

statistik analisis dalam pembacaan superimposednya. Beberapa hasil perubahan

terkait perawatan twin block biasanya adalah;

a. Ketebalan konstan jaringan lunak wajah.

b. Ketebalan sulkus labial superior mengalami peningkatan sebesar

kurang lebih 5 mm.

c. Ketebalan jaringan lunak pada dagu juga meningkat sebesar 2 mm.

B. Pembuatan Gigitan Malam

Sebelum memasuki prosedur produksi desain twin block ke lab, seorang

dokter gigi perlu membuat bite registration atau pencatatan gigitan yang sesuai

Page 4: Prinsip Penentuan Ukuran Desain Twin Block

dengan kondisi pasien. Dalam pembuatan bite registration sebisa mungkin

didapatkan gigitan yang baik, karena akan berpengaruh pada keakuratan bentuk

twin block dan keefektifan dari perawatan twin block. Bite registration juga

ditujukan untuk menghindari tindakan pengulangan tahapan pembuatan twin

block bila saat insersi tidak sesuai dengan gigi pasien.

Cara untuk mendapatkan hasil pencatatan gigitan dapat dilakukan dengan

cara berikut;

a. Menggunakan malam yang dibentuk kotak yang cukup untuk menutup

lengkung rahang atas dari incisivus rahang atas hingga gigi molar satu

permanen pada kedua sisi lengkung rahang. Umumnya malam yang

digunakan telah dibentuk dengan ketebalan malam sekitar 8-10 mm

(Shah dan Sandler, 2009).

Gambar 4. Wax dilipat hingga keebalan 8-10 mm

b. Setelah itu malam dihaluskan dengan memasukkan ke dalam air

hangat sebentar lalu dimasukkan ke dalam mulut pasien hingga malam

berada di palatal gigi incisivus atas dan ditekan pada gigi-geligi rahang

atas sampai masuk sehingga di dapatkan tanda pada malam dari gigi

Page 5: Prinsip Penentuan Ukuran Desain Twin Block

incisivus hingga region molar satu permanen. Hal ini akan membuat

operator secara akurat menaruh pada model studi (Shah dan Sandler,

2009).

Gambar 5. Rahang atas dan palatum dicetak

c. Pada saat awal tahap penggigitan malam, pasien harus diinstruksikan

bagaimana cara untuk menggigit, karena untuk mengantisipasi

terjadinya posisi mandibula yang maju. Lalu mengecek agar pasien

tetap nyaman menjaga kondisi tersebut (Shah dan Sandler, 2009).

Pada kasus Maloklusi Kelas II Divisi ringan dengan overjet

kecil atau Maloklusi Kelas II Divisi II, aktivasi protrusi mungkin

melebihi posisi edge-edge untuk mendapat aktivasi otot yang cukup

untuk mengoreksi relasi Kelas II pada segmen bukal. Jika terdapat

diskrepansi gigi anterior rahang atas dan bawah serta penyebab

diskrepansi tersebut makan harus dikoreksi. Jika diskrepansi gigi

tersebut dikoreksi kemudian hari maka harus membuat ulang

pencatatan gigitan malam (Shah dan Sandler, 2009).

Page 6: Prinsip Penentuan Ukuran Desain Twin Block

d. Pencatatan gigitan yang benar pada midline dapat dibantu dengan

memberikan pasien kaca, khususnya jika prosedur ini diulang-ulang

sebelum memakai malam yang telah dihaluskan. Kemudian pasien

diminta untuk menggigit dengan posisi mandibula ke depan, tetapi hal

ini dilakukan dengan pelan-pelan sehingga beberapa intruksi penting

untuk merubah posisi mandibula dapat diberikan kepada pasien dan

direspon dengan baik oleh pasien dengan mereka menutup gigi mereka

(Shah dan Sandler, 2009).

Gambar 6. Gigi rahang bawah diarahkan pada posisi edge-edge

e. Setelah itu hasil penggigitan malam dikeluarkan dari mulut dan

menggunakan gunting atau alat pemotong malam untuk memotong

setengah bagian permukaan oklusal pada gigi posterior dan ujung

incisal gigi anterior (Shah dan Sandler, 2009).

Menurut Shah dan Sandler (2009), hal yang penting dalam tahap

pembuatan gigitan malam adalah tepi dari gigitan malam berakhir pada

permukaan oklusal gigi. Setelah memotong hasil gigitan malam, gigitan tersebut

Page 7: Prinsip Penentuan Ukuran Desain Twin Block

perlu dicek ulang di dalam mulut pasien untuk memastikan posisi antero-

posterior, lateral dan vertikal mandibula sudah didapatkan.

Gigitan malam yang ideal adalah dengan ketebalan sekitar 7-8 mm pada

region premolar. Saat memposisikan malam, pasien dianjurkan untuk

melakukannya secara perlahan, sehingga operator dapat meminta pasien untuk

berhenti ketika posisi dengan ketebalan 8 mm telah didapat. Dengan pembuatan

gigitan malam sekitar 7-8 mm pada region premolar adalah pada ketebalan

tersebut dapat mendorong pasien untuk menggigit pada posisi mandibula ke depan

yang cukup dan benar.

(a) (b) (c)

Gambar 6. Ketebalan gigitan malam yang benar. (a) Operator

memposisikan untuk meyakinkan ketebalan 7-8 mm, (b) Peninjauan

ketebalan malam, (c) Hasil akhir gigitan malam.

Pencatatan gigitan dapat juga dilakukan dengan menggunakan the

exactobiter atau projet bite gauge yang didesign untuk merekam catatan

interoklusal yang protrusif atau pencatatan gigitan pada wax untuk pembuatan

alat twin block (Clark, 2002). Dilakukan gigitan dengan hubungan incisal yang

edge-edge dengan 2-3 mm gigitan

terbuka antara incisivus

Page 8: Prinsip Penentuan Ukuran Desain Twin Block

sentralis (Jena and Duggal., 2010). Hal ini akan menyediakan ruang pada

pemisahan anterior dari incisivus dengan variasi pada openbite posterior ( Lee

dkk., 2007).

Gambar 7. Projet bite gauge

Page 9: Prinsip Penentuan Ukuran Desain Twin Block

REFERENSI

Clark, W.J., 2002, Twin Block Functional Therapy, 2nd ed., Mosby, Sydney, hal:20-21.

Clark, W., Broadbent, J., Mahony, D., Gerber, J., 2004, Twin Block Designs Manual, Johns Dental Laboratories Technical Bulletin, 800/457-0504, www.johnsdental.com.

Dewanto, Harkati. 1993. Aspek-aspek epidemiologi maloklusi.gadjah mada University press: Yogyakarta

Dyer, F.M.V., Mckeown, H.F., Sandler, P.J., 2001, The Modified Twin Block Appliance in the Treatment of Class II Division 2 Malocclusions, journal of Orthodontics, Vol.28:271-280

Illing, H.M., Moris, D.O., Lee, R.T., 1998, A prospective evaluation of Bass, Bionator and Twin Block appliances. Part I—the hard tissues, European Journal of Orthodontics, 20:501-516.

Jena, A.K and Duggal, R., 2010. Treatment Effects of Twin-Block and Mandibular Protraction Appliance-IV in the Correction of Class II Maloclution, Angle Ortodontist, 80(3):485- Kidner, G., Dibiase, A., Dibiase, D., 2003. Class III Twin Block: A Case Series. Journal of Orthodontics. 30: 197 – 201.491.

Lee, R.T., Kyi, C.S., Mack, G.J., 2007. A Controled Trial of the Effects of the Twin Block and Dynamax Appliance on the Hard and Soft Tissues, The European Journal of Orthodontics, 2993):272-282

Shah, A.A., Sandler, J., 2009, How to… Take a Wax Bite for a Twin Block Appliance, Journal of Orthodontics, 36:10-12