tugas ujian dr. umar

Upload: bunga-jelita-tarmizi

Post on 04-Apr-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    1/24

    1. DIAGNOSIS DIABETES MELITUS

    Diagnosis diabetes melitus (DM) harus didasarkan pada pemeriksaan kadar glukosa

    dalam darah. Untuk diagnosis, dianjurkan untuk pemeriksaan glukosa dengan cara

    enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Ada perbedaan antara uji diagnostik dan

    pemeriksaan penyaring DM. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang

    menunjukan gejala/tanda DM sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk

    mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala yang mempunyai resiko DM. Serangkaian

    uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan

    penyaringnya positif untuk memastikan diagnosis definitif.

    Pemeriksaan penyaring dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor resiko:

    Usia > 45 tahun

    BMI > 23 kg/m2

    Hipertensi ( 140/90 mmHg)

    Riwayat DM dalam garis keturunan

    Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi >

    4000 gram

    Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 250 mg/dl

    Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif,pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun. Sedangkan, bagi mereka yang

    berusia > 45 tahun maka pemeriksaan penyaring dilakukan setiap 3 tahun.

    Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan

    diagnosis DM

    Asal darah Bukan DMBelum pasti

    DMDM

    Kadar glukosa

    darah sewaktu

    (mg/dl)

    Plasma vena < 110 110-119 200

    Darah kapiler < 90 90-199 200

    Kadar glukosa

    darah puasa

    (mg/dl)

    Plasma vena

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    2/24

    Langkah-langkah untuk Menegakkan Diagnosis Diabetes Melitus dan Gangguan

    Toleransi Glukosa

    Diagnosis DM umumnya

    akan dipikirkan bila ada

    keluhan khas berupa

    poliuria, polidipsi,

    polifagi dan penurunan

    berat badan yang tidak

    dapat dijelaskan sebabnya.

    Keluhan lain yang

    mungkin dikemukakan

    pasien adalah lemah,

    kesemutan, gatal, mata

    kabur dan disfunsgsi

    ereksi pada pria, serta

    pruritus vulva pada

    wanita.

    Jika keluhan khas,

    pemeriksaan glukosa

    darah sewaktu 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. hasil

    pemeriksaan glukosa darah puasa 126 mg/dL juga digunakan untuk patokan diagnosis

    DM.

    Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang

    baru satu kali saja abnormal belum cukup kuat untu menegakkan diagnosis DM.

    Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik

    kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dL pada

    hari yang lain atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa

    darah pasca pembebanan 200 mg/dL.

    Cara Penatalaksanaan TTGO:

    Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup). Kegiatan

    jasmani seperti biasa dilakukan.

    Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih

    diperbolehkan

    2

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    3/24

    Diperiksa kadar glukosa darah puasa

    Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/KgBB (anak-anak),

    dilarutkan dalam 250 mL air dan diminum dalam waktu 5 menit.

    Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.

    Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istrahat dan tidak merokok.

    2. HIPERTENSI

    Hipertensi merupakan suatu keadaan peningkatan tekanan darah diatas normal

    akibat gangguan autoregulasi pembuluh darah.

    Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Insidensi

    meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi hipertensi ringan sebesar 2% pada usia

    25 tahun atau kurang, meningkat menjadi 25% pada usia 50 tahun dan 50% pada usia 70

    tahun. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai

    hipertensi primer (hipertensi esensial atau idioptik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang

    dapat ditetakan penyebabnya (hipertensi sekunder). Tidak ada data akurat mengenai

    prevalens hipertensi sekunder dan sangat tergantung di mana angka itu diteliti.

    Diperkirakan terdapat sekitar 6% pasien hipertensi sekunder sedangkan di pusat rujukan

    dapat mencapai sekitar 35%. Hampir semua hipertensi sekunder didasarkan pada dua

    mekanisme, yaitu gangguan sekresi hormon dan gangguan fungsi ginjal. Pasien hipertensi

    sering meninggal dini karena komplikasi jantung (penyakit jantung hipertensi). Juga

    dapat menyebabkan strok, gagal ginjal, atau gangguan retina mata.

    3

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    4/24

    Hipertensi biasanya asimtomatik, sampai terjadi kerusakan organ target. Sebagian

    besar nyeri kepala pada hipertensi tidak berhubungan dengan tekanan darah. Fase

    hipertensi yang berbahaya bisa ditandai oleh nyeri kepala dan hilangnya penglihatan

    (papiledema).

    Diagnosis hipertensi dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran tekanan darah.

    Klasifikasi Tekanan Darah, JNC VII 2003, untuk usia > 18 tahun

    Kategori Tekanan sistolik (mmHg) Tekanan diastolik (mmHg)

    Normal < 120 < 80Prehipertensi 120-139 80-89

    Hipertensi

    Derajat 1

    Derajat 2

    140-159

    160

    90-99

    100

    4

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    5/24

    Algoritma penatalaksanaan hipertensi

    5

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    6/24

    3. AKOMODASI & PRESBIOPIA

    Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat

    maupun jauh dapat difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa

    bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris.

    Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di

    sebelah anterior. Korpus siliaris memiliki dua komponen utama: otot siliaris dan jaringan

    kapiler yang manghasilkan aqueos homor. Otot siliaris adalah sebuah otot polos

    melingkar yang melekat ke lensa melalui ligamentum suspensorium.

    Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium tegang dan menarik lensa,

    sehingga lensa berbentuk gepeng dengan kekuatan refraksi minimal. Ketika berkontraksi,

    garis tengah otot ini berkurang dan tegangan di ligamentum suspensorium mengendur.

    Sewaktu lensa kurang mendapat tarikan dari ligamentum suspensorium, lensa mengambil

    bentuk yang lebih sferis (bulat) karena elastisitas inherennya. Semakin besar

    kelengkungan lensa (karena semakin bulat), semakin besar kekuatannya, sehingga berkas-

    berkas cahaya lebih dibelokkan.

    Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh,

    tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan

    6

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    7/24

    lebih kuat untuk penglihatan dekat. Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf otonom. Serat-

    serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara

    sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat.

    Lensa adalah suatu struktur elastis yang terdiri dari serat-serat transparan. Kadang-

    kadang serat-serat ini menjadi keruh (opak) sehingga berkas cahaya tidak dapat

    menembusnya, suatu yang dikenal sebagai katarak. Lensa defektif ini biasanya dapat

    dikeluarkan secara bedah dan penglihatan dipulihkan dengan memasang lensa buatan atau

    kacamata kompensasi.

    Seumur hidup, hanya sel-sel di tepi luar lensa yang diganti. Sel-sel di tengah lensa

    mengalami kesulitan ganda. Sel-sel tersebut tidak saja merupakan sel tertua, tetapi

    terletak palig jauh dari aqueous humor, sumber nutrisi bagi lensa. Seiring dengan

    pertambahan usia, sel-sel di bagian tengah yang tidak dapat diganti ini mati dan menjadi

    kaku. Dengan berkurangnya kelenturan, lensa tidak lagi mampu mengambil bentuk sferis

    yang diperlukan untuk akomodasi untuk penglihatan dekat. Penurunan kemampuan

    akomodasi yang berkaitan dengan usia ini, yaitu, presbiopia, mengenai sebagian besar

    orang pada usia pertengahan (45 sampai 50 tahun), sehingga mereka memerlukan lensa

    korektif untuk penglihatan dekat (membaca).

    Presbiopia dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengejar daya focus

    lensa yang hilang. Lensa plus dapat digunakan dalam beberapa cara. Kacamata baca

    memiliki koreksi dekat di seluruh bukaan kacamata, sehingga kacamata tersebut baik

    untuk membaca tetapi melihat benda-banda jauh menjadi kabur. Untuk mengatasi

    gangguan ini, dapat digunakan kacamata separuh yaitu kacamata yang bagian atasnya

    terbuka dan tidak dikoreksi untuk penglihatan jauh. Kacamata bifocal melakukan hal

    serupa tetapi memungkinkan koreksi kesalahan refraksi yang lain. Kacamata trifocal

    memperbaiki penglihatan jauh di segmen atas, penglihatan sedang di segmen tengah, dan

    penglihatan dekat di segmen bawah.

    Pada pasien presbiopia, kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat yang

    berukuran tertentu, biasanya:

    + 1.0 D untuk usia 40 tahun

    + 1.5 D untuk usia 45 tahun

    + 2.0 D untuk usia 50 tahun

    + 2.5 D untuk usia 55 tahun

    + 3.0 D untuk usia 60 tahun

    7

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    8/24

    Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3.0 D adalah lensa positif terkuat

    yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi

    bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca terletak pada titik api lensa +

    3.0 D sehingga sinar yang keluar akan sejajar.

    Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan jarak kebutuhan pasien

    pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subjektif sehingga angka-angka di atas tidak

    merupakan angka yang tetap. Ada banyak cara pemeriksaan presbiopia. Yang paling

    sederhana dan banyak dipergunakan adalah tes subjektif. Kelainan refraksi jauh

    dikoreksi terlebih dahulu, lalu pasien memegang bacaan surat kabar kecil atau lembaran

    tes baca. Tes dilakukan pada posisi jarak baca normal dengan dua mata (binokuler).

    4. ANATOMI KONJUNGTIVA DAN PALPEBRA

    Kojungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus

    permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior

    sclera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak

    (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus.

    Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu: konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus,

    konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan

    mudah digerakkan dari sklera di bawahnya. Konjungtiva fornises atau forniks

    konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva

    bulbi.

    8

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    9/24

    Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.

    Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva

    yang umumnya mengikuti pola arterinya-membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva

    yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superficial dan

    lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga

    membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari

    percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini hanya sedikit relative mempunyai

    serat nyeri.

    9

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    10/24

    5. DIAGNOSTIK PERFORASI KORNEA

    Untuk mengetahui letak dan adanya kebocoran/ perforasi kornea dapat dilakukan

    pemeriksaan dengan uji fistel, disebut juga uji Seidel.

    Pada konjungtiva inferior ditaruh kertas fluoresein atau diteteskan fluoresein.

    Kemudian dilihat adanya cairan mata yang keluar dari fistel kornea. Bila terdapat

    kebocoran kornea adanya fistel kornea akan terlihat pengaliran cairan mata yang

    berwarna hijau mulai dari lubang fistel. Cairan mata terlihat bening dengan disekitarnya

    terdapat larutan fluoresein yang berwarna hijau.

    6. IMUNITAS

    10

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    11/24

    Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama terhadap penyakit infeksi.

    Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi

    disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi selsel, molekulmolekul terhadap

    mikroba dan bahan lainnya disebut respon imun. Pertahanan imun terdiri atas sistem imun

    alamiah atau non spesifik (innate) dan didapat (acquired). Mekanisme imunitas

    nonspesifik (sawar mekanis, fagosit, sel NK dan sistem komplemen) memberikan

    pertahanan terhadap infeksi. Imunitas spesifik ( respon limfosit ) timbul lebih lambat.

    SISTEM IMUN NON SPESIFIK

    Mekanisme fisiologi imunitas nonspesifik berupa komponen yang selalu

    ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan

    capat menyingkirkannya. Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan tehadap mikroba

    tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir.

    1. Pertahanan fisik/mekanik

    Meliputi kulit, selaput lendir, silia saluran nafas, batuk dan bersin dan lain-lain.

    Keratinosit dan lapisan epidermis kulit sehat dan epitel mukosa yang utuh tidak dapat

    ditembus oleh kebanyakan mikroba.

    2. Pertahanan biokimia

    Beberapa mikroba dapat masuk ke dalam tubuh melalui kelenjar sebasea dan folikel

    rambut. pH asam keringat dan sekresi sebaseus, berbagai asam lemak yang dilepas

    kulit mempunyai efek denaturasi terhadap protein membran sel sehingga dapat

    mencegah infeksi yang terjadi melalui kulit. Lisozim dalam keringat, ludah, air mata

    11

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    12/24

    dan air susu ibu, melindungi tubuh terhadap kuman positif-gram karena dapat

    menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding bakteri. Air susu ibu juga mengandung

    laktooksidase dan asam neuraminik yang mempunyai sifat antibakterial terhadap

    E.Coli dan stafilokok. Saliva mengandung enzim seperti lakto oksidase yang merusak

    dinding sel mikroba dan menimbulkan kebocoran sitoplasma. Asam hidroklorida dan

    lambung enzim proteolitik, antobodi dan empedu dalam usus halus dapat mencegah

    infeksi mikrobat.mukus yang kental melindung sel epitel mukosa, dapat menangkap

    bakteri dan lainya yang selanjunya di keluarkan oleh ferakan silia.

    3. Pertahanan humoral

    3.1 Komplemen

    Serum normal dapat memusnahkan dan menghancurkan beberapa bakteri

    negatif/gram. Komplemen terdiri atas sejumlah besar protein dan bila di aktifkan akan

    memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon inflamasi.

    Komplemen dengan spektrum aktifitas yang luas diproduksi oleh hepatosit dan

    monosit. Komplemen dapat di aktifkan secara langsung oleh mikroba atau oleh

    antibodi. Komlemen berperan sebagai opsonin yang meningkatan fagositosis, sebagai

    faktor kemotaktik dan juga menimbulkan destruksi/lisis bakteri dan parasit.

    3.2 Interferon.

    Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi oleh makrofag yang

    diaktifkan sel NK dan berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan dilepas

    sebagai respon terhadap infeksi virus. Sel NK memusnahkan sel terinfeksi virus

    interseluler sehingga dapat menyingkirkan sumber infeksi. Sel NK memberikan

    respon terhadap IL/12 yang diproduksi makrofag dan melepaskan IFN- yang kembali

    mengaktifkan makrofag untuk memusnahkan mikroba. IFN dapat di bagi dua tipe

    yaitu, tipe 1 yang terdiri atas IFN- yang disekresikan makrofag dan leukosit, IFN-

    disekresi vibroblas. IFN tipe 2 adalah IFN-(IFN imun) disekresi sel T setelah

    dirangsang oleh anmti gen spesifik IFN juga meningkat kan aktifitas sel T, makrofag,

    spresi MHC dan efek sitoksik sel NK. MHC berfungsi untuk mengikat peptida dalam

    presentasi ke sel T.

    3.3 CRP( C-Reaktif protein)

    CRP merupakan salah satu protein fase akut yang kadarnya dalam darah dapat

    meningkat bila terjadi infeksi sebagain imunitas nonspesifik. CRP dapat meningkat

    100 X atau lebih dan berperan pada imunitas nonspesifik dengan bantuan Ca2+

    dapat

    mengikat berbagai molekul bakteri atau jamur.peningkatan sitensis CRP akan

    12

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    13/24

    meningkatkan viskositas plasma sehingga laju endap darah juga akan meningkat.

    Adanya CRP yang tetap tinggi menunjukan infeksi yang persisten.

    4. Pertahanan seluler

    4.1 Fagosit

    Walaupun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis, yang berperan

    utama dalam pertahanan nonspesifik adalah sel mononuklear (monosit dan makrofag)

    serta sel polimorfonuklear atau granulosit (neutrofil, eosinofil, dan basofil). Sel

    terseebut berperan sebagai penangkap antigen, mengolah dan selanjutnya

    mempresentasikan kepada sel T, yang di kenal sebgai sel penyaji atau APC.

    4.2 Makrofag

    Monosit jumlahnya yang lebih sedikit dalam sirkulasi bermigrasi ke jaringan dan

    berdiferensiasi menjadi makrofag yang hidup dalam jarigan sebagai makrofag residen.

    Sel Kupfer adalah makrofag dalam hati, histiosit dalam jaringan ikat, sel glia di otak

    dan sel langerhans di kulit.

    4.3 Sel NK

    Limfosit terdiri atas sel B, sel T, dan sel NK sel tersebut. Berfungsi dalam imunitas

    non spesifik terhadap virus dan sel tumor sel NK merupakan limfosit dengan granul

    besar.

    4. 4 Sel mast.

    Berperan dalam reksi alergi yang dan juga pertahanan penjamu berbagai faktor non

    imun seperti latihan jasmani tekanan, trauma, panas dan dingin dapat mengaktifkan

    dan degranulasi sel mast.

    SISTEM IMUN SPESIFIK

    A. Sistem Imun Spesifik Humoral

    Limfosit B atau sel B berperan utama. Sel B berasal dari sel asal multipoten di

    sumsum tulang. Pada sumsum tulang, sel B akan berdiferensiasi menjadi sel B yang

    matang. Bila sel B dirangsang oleh benda asing, sel tersebut akan berproliferasi,

    berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Sel

    B melepas antibodi untuk menyingkirkan mikroba ekstraselular. Antibodi yang

    dilepas dapat ditemukan dalam serum. Fungsi utama antibodi ini adalah pertahanan

    terhadap infeksi ekstraselular, virus dan bakteri serta menetralisasi toksinnya.

    13

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    14/24

    Pematangan sel B terjadi dalam beberapa tahap. Fase-fase pematangan sel B

    berhubungan dengan Ig yang diproduksi.

    Antibodi

    Molekul antibodi yang digolongkan dalam protein disebut globulin dan sekarang

    dikenal sebagai imunoglobulin. Dua cirinya yang penting adalah spesifitas dan

    aktivitas biologik. Imunoglobulin dibentuk oleh plasma yang berasal dari proliferasi

    sel B yang terjadi setelah kontak dengan antigen. Antibodi yang terbentuk secara

    spesifik akan mengikat antigen baru lainnya yang sejenis. Semua molekul

    imunoglobulin mempunyai 4 rantai polipeptida dasar yang terdiri atas 2 rantai berat

    dan 2 rantai ringan yang identik.

    Kelas dan sifat imunoglobulin

    Ig1-4 IgA IgM IgD IgE

    Sifat

    utama

    Paling banyak

    ditemukan

    dalam cairan

    tubuh terutama

    ekstravaskular

    untuk

    memerangi

    mikroorganisme

    dan toksinnya

    Ig utama

    dalam

    sekresi

    seromukosa

    untuk

    menjaga

    permukaan

    luar tubuh

    Aglutinator

    yang sangat

    efektif dini

    pada respon

    imun.

    Pertahanan

    terdepan

    terhadap

    bakteri

    Umumnya

    ditemukan

    pada

    permukaan

    limfosit

    Pengerahan

    antigen anti

    mikrobial.

    Meningkat

    pada infeksi

    parasit.

    Berperan

    dalam gejala

    alergi atopi.

    14

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    15/24

    Fungsi

    Opsonisasi

    ADCC imunitas

    neonatal

    Ditemukan

    dalam

    sekresi

    (asam

    lambung)proteksi

    terhadap

    mukosa

    disekresikan

    dalam air

    susu

    Mengikat

    komplemen

    Opsonin

    baik

    Menimbulkan

    alergi, syok

    anafilaksis,

    pertahanan

    terhadapparasit

    Ikatan

    sel

    Mononuklear,

    limfosit,

    netrofil,

    trombosit

    Limfosit,

    netrofil

    Limfosit,

    reseptor sel

    B

    Reseptor

    sel B

    Sel mast,

    basofil,

    limfosit

    Antigen

    Istilah antigen mengandung dua arti. Pertama untuk menggambarkan molekul yang

    memacu respon imun ( juga disebut imunogen ) dan kedua untuk menunjukkan

    molekul yang dapat bereaksi dengan antibody atau sel T yang sudah disensitisasi.

    Secara fungsional antigen dibagi menjadi imunogen dan hapten. Kompleks yang

    terdiri atas molekul kecil (disebut hapten) dan molekul besar (disebut molekul

    pembawa) dapat berperan sebagai imunogen. Hapten membentuk epitop pada molekul

    pembawa yang dikenal sistem imun dan merangsang pembentukan antibodi. Epitop

    adalah bagian dari antigen yang dapat membuat kontak fisik dengan reseptor antibodi,

    menginduksi pembentukan anibodi yang dapat diikat dengan spesifik oleh bagian dari

    antibodi atau oleh reseptor antibodi. Paratop adalah bagian dari antibodi yang

    mengikat epitop.

    B. Sistem Imun Spesifik Selular

    Limfosit T atau sel T berperan utama. Sel tersebut berasal dari sel asal yang sama

    seperti sel B. Pada orang dewasa, sel T dibentuk dalam sumsum tulang tetapi

    proliferasi dan diferensiasinya terjadi di dalam kelenjar timus atau pengaruh berbagai

    faktor asal timus. 90-95% dari semua sel T dalam timus tersebut mati dan hanya 5-

    10% menjadi matang dan meninggalkan timus untuk masuk ke dalam sirkulasi. Faktor

    timus (timosin) dapat ditemukan dalam peredaran darah sebagai hormon asli dan

    dapat mempengaruhi diferensiasi sel T di perifer. Sel T terdirri atas beberapa sel

    subset dengan fungsi yang berlainan yaitu sel Th1, Th2, Tdth, CTL atau Tc, Ts atau

    15

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    16/24

    sel Tr atau Th3. Fungsi utama sistem imun spesifik selular adalah untuk pertahanan

    terhadap bakteri yang hidup intraselular, virus, jamur, parasit dan keganasan. Yang

    berperan adalah sel CD4+ yang mengaktifkan sel Th1 yang selanjutnya mengaktifkan

    makrofag untuk menghancurkan mikroba dan sel CD8+ yang memusnahkan sel

    terinfeksi.

    Perbedaan imunitas humoral dan spesifik

    Perbedaan sel B dan sel T

    Perbedaan Sel T dan Sel B

    Kerja sama antara sistem imun nonspesifik dan spesifik

    Keduanya berinteraksi dalam menghadapi infeksi. Sistem imun nonspesifik bekerja

    dengan cepat dan sering diperlukan untuk merangsang sistem imun spesifik. Mikroba

    ekstraselular mengaktifkan komplemen melalui jalur lektin. Kompleks antigen-

    antibodi mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik. Virus intraselular merangsang

    sel yang diinfeksinya untuk melepas IFN yang mengerahkan dan mengaktifkan sel

    16

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    17/24

    NK. Sel dendritik yang memakan antigen bermigrasi ke kelenjar getah bening dan

    mempresentasikan antigen ke sel T. Sel T bermigrasi ke tempat infeksi dan

    memberikan bantuan ke sel NK dan makrofag.

    7. ILFILTRAT DAN SIKATRIKS KORNEA

    Infiltrat adalah timbunan sel-sel radang yang terdri dari sel mononuclear, sel plasma,

    leukosit, sel polimorfonuklear dan fibrin pada kornea berupa bercak putih, abu-abu

    keruh, disertai tanda-tanda radang, terdapat edeme kornea, permukaan buram, tidak

    licin, pada infeksi purulen berwarna kuning, dengan batas tidak jelas. Dapat

    memberikan uji plasido positif.

    Sikatriks adalah jaringan parut pada kornea yang mengakibatkan permukaan kornea

    ireguler sehingga memberikan uji plasido positif. Terdapat beberapa bentuk sikatriks,

    yaitu:

    a) Nebula adalah kabut halus paa kornea yang sukar terlihat.

    b) Makula kekeruhan kornea yang berbatas tegas

    c) Leukoma adalah kekeruhan kornea yang berwarna putih padat

    17

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    18/24

    d) Leukoma adheren adalah kekeruhan kornea dengan menempelnya iris di dataran

    belakang.

    Infiltrat Sikatriks

    8. PEWARNAAN GRAM

    18

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    19/24

    Pewarnaan Gram sangat berguna dalam disgnostik mikrobiologi. Seluruh specimen

    yang dicurigai adanya infeksi bakteri seharusnya diletakkan di object glass, dilakukan

    pewarnaan Gram, dan dilihat di bawah mikroskop. Gram positif memberikan warna ungu,

    sedangkan warna merah menunjukkan gram negatif. Selain itu morfologi dari bakteri juga

    dapat dilihat (kokus, batang, fusiform, dan lain-lain). Pewarnaan Gram tidak dapat

    mengidentifikasi spesies bakteri. Adanya kokus gram positif mengarahkan pada spesies

    Staphylococcus atau Streptococcus, tetapi tidak dapat menyeutkan spesiesnya secara

    definitif. Dengan pewarnaan Gram juga dapat dilihat adanya sel-sel radang monoklear

    dan polimorfonuklear yang dapat diidentifikasi dengan melihat jumlah inti dan jumlah

    lobus dalam inti dari masing-masing sel tersebut. Netrofil ( 1 inti terdiri dari 2-5 lobus),

    eosinofil (1 inti berlobus 2), basofil (berinti satu dengan sitoplasma berisi granul), limfosit

    (bulat besar menempati sebagian besar sel. sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin inti

    padat,Sitoplasma sedikit sekali,sedikit basofilik), monosit (inti berbentuk oval atau seperti

    ginjal, ada lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda).

    19

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    20/24

    9. KERATOPLASTI

    Transplantasi kornea (keratoplasti) diindikasikan bagi banyak kondisi kornea yang

    serius, misal parut, edema, penipisan, dan distorsi. Istilah keratoplasti penetrans berarti

    penggantian kornea seutuhnya; keratoplasti lamellar berarti penggantian sebagian dri

    ketebalan kornea.

    Donor lebih muda lebih disukai untuk keratoplasti penetrans; terdapat hubungan

    langsung antara umur dengan kesehatan dan jumlah sel endotel. Karena sel endotel sangat

    cepat mati, mata hendaknya diambil segera setelah donor meninggal dan segera

    dibekukan. Mata utuh harus dimanfaatkan dalam 48 jam, sebaikya dalam 24 jam. Media

    penyimpan modern memungkinkan penyimpanan lebih lama. Tudung korneasklera yangdisimpan dalam media nutrient boleh dipakai sampai 6 hari setelah donor meninggal, dan

    pengawetan dalam media biakan jaringan dapat tahan sampai 6 minggu.

    Untuk keratoplasti lamellar, kornea itu dapat dibekukan, didehidrasi, atau disimpan

    dalam lemari es selama beberapa minggu; sel endotel tidak penting untuk prosedur ini.

    Teknik

    Mata penerima disiapkan dengan menghilangkan sebagian ketebalan kornea pada

    selingkaran kornea yang sakit dengan trephine penghisap (cooky cutter action) dan

    seluruh ketebalan kornea dengan gunting atau sebagian ketebalan dengan diseksi.

    Mata donor disiapkan dengan dua cara. Untuk keratoplasti peetrans tudung

    korneasklera diletakkan di atas blok Teflon dengan endotel menghadap ke atas; trephine

    ditekankan ke kornea, dan dikeluarkan sepotong kornea(tebal seluruhnya). Pada

    keratoplasti lamellar, dibuat insisi trephine sebagian tebal pada kornea bola mata utuh dan

    kancing lamellar dibebaskan. Mungkin diperlukan teknik penghalusan tertentu, seperti

    cangkokan tangan bebas.

    Tahun-tahun belakangan ini, benang dan peralatan yang diperhalus, dan mikroskop

    bedah serta sistem penerangan yang canggih, nyata-nyata memperbaiki prognosis pada

    semua pasien yang memerlukan transplantasi kornea. Kecocokan golongan darah tidak

    banyak artinya dalam bedah transplantasi kornea. Penolakan cangkokan kornea tetap

    merupakan masalah utama; demikian juga kesulitan mengendalikan astigmatisma pasca

    pencangkokan.

    Reaksi transplantasi kornea

    20

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    21/24

    Kenyataan bahwa penerima transplant konea umumnya dapat dapat mentoleransi

    tindakan tersebut dapat disebabkan oleh (1) tidak adanya pembuluh darah atau limfe di

    kornea normal, (2) tidak adanya prasenstisasi terhadap antigen-antigen spesifik jaringan

    di sebagian besar resipien, dan (3) dan deviasi imun didapat kamera okuli anterior. Ini

    adaah serangkaian sifat imunologik khas kamera okuli anterior, yakni yang terpenting

    dalah hipersensitivitas tipe lambat. Namun, reaksi terhadap transplant kornea tetap terjadi

    terutama pada individu yang korneanya sendiri pernah mengalami kerusakan akibat

    penyakit peradangan sebelumnya. Kornea tersebut mungkin telah membentuk pembuluh

    darah dan limfe, sehingga terdapat saluran aferan dan eferen untuk reaksi imunologik

    terhadap kornea yang ditransplantasi.

    10. UVEITIS

    21

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    22/24

    Uveitis anterior (iritis) umumnya bersifat unilateral. Sedangkan uveitis intermediet

    (siklitis) dan posterior (koroiditis) dapat bersifat bilateral.

    22

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    23/24

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Reno Gustoviani. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam Buku Ajar Ilmu

    Penyakit Dalam Jilid III. Edisi IV. Editor, Sudoyo AW, Alwi I, Setiati S, dkk. Jakarta:

    FKUI ; 2006. Hal 1879-81.

    23

  • 7/31/2019 Tugas Ujian Dr. Umar

    24/24

    2. Marulam M. Panggabean. Penyakit Jantung Hipertensi. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

    Dalam Jilid III. Edisi IV. Editor, Sudoyo AW, Alwi I, Setiati S, dkk. Jakarta: FKUI ;

    2006. Hal 1879-81.

    3. Braunwald,E. Harrisons Principles of Internal Medicne. Vol 2. 16th edition.USA: Mc

    Graw Hill; 2005.

    4. Davey Patrick. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga; 2005. hal. 138-39.

    5. Sherwood, L. Human Physiology from Cells to System. 5th Edition. USA: Thomson

    Brookscole: 2004. p 194-212.

    6. Bickley, LS. Bates Guide to Physical Examination and History Taking. 9 th Edition.

    Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins ; 2007. p 109-10.

    7. Baratawidjaja Karnen G. Imunologi Dasar. Edisi ke-7. Jakarta: FKUI; 2006. hal. 6-20.

    8. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika;

    2000. hal. 150-51, 359, 431.

    9. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI; 2008.

    10. K. Lang Gerhard. Ophtalmology. A Short Textbook. New York : Thieme Stuttgart ;

    2000. P. 208-14.

    11. Schlolte T, Rohrbach J. Pocket Atlas of Ophtalmology. New York : Thieme Stuttgart ;

    2000.

    12. Jawetz, Melnick, & Adelberg's Medical Microbiology, 24th Edition. The McGraw-Hill Companies:

    2007.