status ujian koass choi revisi dr. adit

45
BAB I LAPORAN KASUS STATUS PEDIATRIK I. IDENTIFIKASI a. Nama : An. JM b. Umur : 15 tahun c. Jenis Kelamin : Perempuan d. Nama Ayah : Tn. A e. Nama Ibu : Ny. S f. Bangsa : Sumatera g. Alamat : Batu Raja h. Dikirim oleh : RSUD Batu Raja i. MRS Tanggal : 19 Februari 2015 II. ANAMNESIS (Subjektif/S) Tanggal : 9 Maret 2015 Diberikan oleh : Ibu pasien dan pasien A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG 1. Keluhan Utama : Demam tinggi 2. Keluhan Tambahan : Korengan dan nyeri sendi berpindah-pindah 3. Riwayat Perjalanan Penyakit: Sejak ± 1,5 bulan SMRS, anak mengalami demam tinggi. Demam tinggi dirasakan terus menerus. Nyeri menelan (+) yang disertai batuk. Nyeri menelan lebih terasa ketika anak menelan makanan padat. Anak juga mengeluh sesak. Sesak dirasakan saat berbaring, tidak dipengaruhi aktivitas dan cuaca, mengi tidak ada, anak nyaman tidur dengan 2 bantal. Anak sering terbangun malam hari karena sesak. Anak mengaku sebulan sebelumnya pernah merasa sesak, namun sesak dirasakan setelah anak 1

Upload: risha-meilinda-marpaung

Post on 21-Dec-2015

38 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Status

TRANSCRIPT

Page 1: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

BAB I

LAPORAN KASUS

STATUS PEDIATRIK

I. IDENTIFIKASIa. Nama : An. JMb. Umur : 15 tahunc. Jenis Kelamin : Perempuand. Nama Ayah : Tn. Ae. Nama Ibu : Ny. Sf. Bangsa : Sumaterag. Alamat : Batu Rajah. Dikirim oleh : RSUD Batu Rajai. MRS Tanggal : 19 Februari 2015

II. ANAMNESIS (Subjektif/S)Tanggal : 9 Maret 2015Diberikan oleh : Ibu pasien dan pasien

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG1. Keluhan Utama : Demam tinggi2. Keluhan Tambahan : Korengan dan nyeri sendi berpindah-pindah3. Riwayat Perjalanan Penyakit:

Sejak ± 1,5 bulan SMRS, anak mengalami demam tinggi. Demam tinggi dirasakan terus menerus. Nyeri menelan (+) yang disertai batuk. Nyeri menelan lebih terasa ketika anak menelan makanan padat. Anak juga mengeluh sesak. Sesak dirasakan saat berbaring, tidak dipengaruhi aktivitas dan cuaca, mengi tidak ada, anak nyaman tidur dengan 2 bantal. Anak sering terbangun malam hari karena sesak. Anak mengaku sebulan sebelumnya pernah merasa sesak, namun sesak dirasakan setelah anak beraktifitas. Jantung berdebar-debar (+). Nyeri sendi (+). Nyeri yang dirasakan sangat berat dan berlangsung terus menerus. Pertama-tama nyeri dirasakan di lutut kanan, selanjutnya pindah ke lutut kiri, lalu pindah ke pergelangan kaki dan bahu. Anak tidak bisa berjalan dikarenakan lututnya sakit bila digerakkan dan anak hanya beristirahat. Bengkak pada lutut (+). Merah pada lutut (-). Koreng di tubuh (+). Koreng pertama sekali muncul di paha kanan, berbentuk bulat dan berwarna merah dengan warna putih pada tengah lesi, tidak gatal. Pasien dibawa ke puskesmas, oleh Bidan, anak dikatakan menderita malaria. Anak diberi obat antimalaria. Demam menurun, namun keluhan lain masih ada.

1

Page 2: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

± 2 minggu SMRS, anak kembali mengalami demam tinggi. Demam dirasakan terus menerus. Nyeri menelan (+), batuk (-), pilek (-), sesak (-). Nyeri sendi berpindah-pindah (+), makula merah di kulit masih (+). Timbul pustula pada lesi dan terdapat rasa gatal pada lesi tersebut. Pasien dibawa ke RSUD Batu Raja. Anak mendapat pengobatan dan dirawat inap selama 3 hari 2 malam. Anak dikatakan menderita penyakit jantung rematik. Untuk mendapat pengobatan lanjutan, anak dirujuk ke RSMH Palembang.

± 21 hari anak dirawat RSMH. Anak mendapat pengobatan, dilakukan pemeriksaan rontgen dan echokardiografi. Anak mengaku semua keluhannya berkurang selama dirawat di RSMH.

B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Masa Kehamilan : 9 bulan 10 hariPartus : NormalTempat : Batu RajaDitolong oleh : BidanTanggal : 5 Maret 2015BB : 3,5 kgPB : ibu lupaLingkar kepala : ibu lupa

2. Riwayat Makanan:ASI : 0-1,5 tahunSusu botol : usia 6 bulanBubur Nasi : usia 6 bulanNasi Tim/lembek: 9-12 bulanNasi Biasa : usia 1 tahun

Anak mempunyai riwayat susah diajak makan. Makan harus dipaksa. dalam sehari anak menghabiskan ±3 piring namun sering tidak habis.

3. RIWAYAT IMUNISASI

IMUNISASI DASAR ULANGANUmur Umur Umur Umur

BCG +DPT 1 + DPT 2 + DPT 3 +HEPATITIS B 1

+ HEPATITIS B 2

+ HEPATITIS B 3

+

Hib 1 - Hib 2 - Hib 3 -POLIO 1 + POLIO 2 + POLIO 3 +CAMPAK + POLIO 4 +

2

Page 3: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

KESAN : imunisasi cukup

4. RIWAYAT KELUARGA Perkawinan :

Umur : Pendidikan : Penyakit yang pernah diderita:

5. RIWAYAT PERKEMBANGANGigi Pertama : 5 bulan Berdiri : 1 tahunBerbalik : 3 bulan Berjalan : 1,5 tahunTengkurap : 3 bulan Berbicara : 9 bulanMerangkak : 5 bulan Kesan : baikDuduk : 8 bulan

6. RIWAYAT PERKEMBANGAN MENTAL

Isap Jempol : -Ngompol : -Sering Mimpi : -Aktivitas : -Membangkang : -Ketakutan : -Kesan : -

8. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITAAnak pernah mengalami keluhan yang serupa pada saat anak kelas 1 dan kelas 5 dan hanya diobati dengan cara tradisional.

III. PEMERIKSAAN FISIK ( Objektif / O)A. PEMERIKSAAN FISIK UMUM

Keadaan Umum : tampak baikKesadaran : compos mentisBB : 34 Kg PB atau TB : 145 CmStatus gizi :

BB/U : 34/52 ×100%= 65,38% = moderate wasting TB (PB)/U : 145/164×100%= 88,41% = mild stunting BB/TB (PB) : 34/38×100%= 89,47% = Gizi kurangLingkar kepala : 51,8 Cm ( antara mean dan -2 SD) = normosefaliEdema ( - / - ), sianosis ( - / - ), dispnue ( - / - ), anemia ( - / - ), ikterus ( - / - ), dismorfik ( - / - )Suhu : 36,2 oC = NormalRespirasi : 21 x/menit = Normal, Tipe Pernapasan : torakoabdominal

Tekanan Darah : 120/70 mmHg = NormalNadi : 108 x/ menit = Takikardi, Isi/kualitas: cukup, Regularitas: teratur

3

Page 4: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

Kulit : warna sawo matang, tampak bekas eritem marginatum di paha, lutut, abdomen, dan tungkai kiri dan kanan.

B. PEMERIKSAAN KHUSUSKEPALA : MATA : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

MULUT : Sianosis (-), cheilosis (-), anemis (-) GIGI : gigi 3-6 sisa akar, 4-6 mulai terbentuk caries.

LIDAH : normal FARING/TONSIL

HIPEREMIS : -BESLAG : -TONSIL : T1/T1

LEHERINSPEKSI : statis simetris, struma (-)

PALPASI : JVP 5+0 cmH2O, pembesaran KGB (-)

THORAX INSPEKSI : statis simetris, bentuk dada normal.

PALPASI : normal

A. PARU PERKUSI : sonor di kedua lapang paruAUSKULTASI Vesikuler : normalRonkhi : -Wheezing : -

B. JANTUNGPERKUSI : batas jantung kanan ICS V, batas atas ICS II, batas bawah ICS V

linea midklavikularis

AUSKULTASI : Bunyi jantung IMitral : murmur diastolik (+) Trikuspid : normal

Bunyi jantung II

4

Page 5: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

Pulmonal : normalAorta : murmur (+)Bising jantung : mumur (+)

ABDOMEN

INSPEKSI :datar

PALPASI : lemas

PERKUSI : tympani, shifting dullness (-)

AUSKULTASI : Bu(+) normal

HEPAR : tidak teraba

LIEN : tidak teraba

GINJAL : tidak teraba, nyeri ketok CVA (-)

EKSTREMITAS INSPEKSI

Bentuk : normalDeformitas : tidak adaEdema : tidak adaTrofi : tidak adaPergerakan : normalTremor : tidak adaChorea : tidak adaAkral : pucat (-)Lain-lain : tidak ada

INGUINALKelenjar Getah Bening : tidak membesarLain-lain : tidak ada

GENITALIALAKI-LAKI :

Phimosis : -Testis : -Scrotum : -

5

Page 6: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

PEREMPUAN Labia mayora : normalLabia minora : normalVagina : normal

STATUS PUBERTAS : baik

STATUS NEUROLOGISLengan Tungkai

Kanan kiri Kanan KiriFungsi motorik

Gerakan N N N N

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus N N N N

Klonus - - - -

Reflex fisiologis + + + +

Reflex patologis - - - -

Gejala rangsang meningeal - - - -

Fungsi sensorik N N N N

Nervi craniales N N N N

Reflex primitive - - - -

6

Page 7: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

V. RESUMESeorang anak perempuan, umur 15 tahun datang dengan keluhan demam tinggi disertasi eritem di kulit, nyeri sendi, dan kaku. Pasien didiagnosis penyakit jantung rematik. Pasien dirawat di RSMH sampai saat ini sudah 22 hari. Pasien telah mengalami perbaikan.

Pemeriksaan fisik:Sensorium : compos mentisNadi : 108 x/menitRR : 21 x/menitTD : 120/70 mmHgSuhu : 36,2 °C

Kepala : tidak ada kelainanLeher : JVP 5+0 cmH2OThoraks

Paru : tidak ada kelainanJantung: ictus cordis terlihat dan teraba di ICS IV LMC, murmur diastolik (+) grade

2/6 di ICS III/IV, gallop (-)Abdomen : tidak ada kelainanEkstrimitas : tampak bekas eritem marginatum di paha, lutut, dan tungkai kiri dan kanan.

VI. DAFTAR MASALAH1. Demam 2. Nyeri sendi3. Eritem marginatum4. Sesak

VII. DIAGNOSIS BANDING- Juvenil remathoid arthtritis- Systemik Lupus Eritematosus

VIII. DIAGNOSIS KERJARemathoid hearth disease (RHD)

IX. TATALAKSANA (Planning / P)a. PEMERIKSAAN ANJURAN

o Pemeriksaan darah rutin, CRP, LED o Pemeriksaan ASTO dan kultur apusan tenggorokano Rontgeno EKGo Echocardiografi

b. TERAPI ( SUPORTIF –SIMPTOMATIS-CAUSATIF)

FARMAKOLOGIS Benzatin penisilin B 1,2 juta unit jika terbukti infeksi streptokokus

7

Page 8: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

Aspirin 2x850 mg (PO) Paracetamol 3 × 500 mg (PO) jika demam >38,5°C

c. DIETKalori untuk 1600 kalori dengan perbandingan karbohidrat:protein:lemak=55:15:30

d. MONITORINGTanda vitalCek darah rutin, CRP, LED

e. EDUKASIo Minum obat secara teratur untuk mencegah kekambuhan dimana pengobatan

penyakit jantung rematik biasanya berlangsung bertahun-tahun.o Mengurangi aktifitas fisik dan stress, istirahat total selama empat minggu.o Menjaga personal hygiene, terutama kebersihan gigi dan mulut

X. PROGNOSIS

a. Qua ad vitam : dubia ad bonam

b.Qua ad functionam : dubia ad bonam

c. Qua ad sanationam : dubia ad bonam

8

Page 9: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik

Definisi

Katup-katup jantung rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan

infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Group A β-hemolytic streptococcus

(GABHS) (contoh: Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa menyebabkan demam rematik.

Streptococcus merupakan bakteri gram-positif berbentuk bulat, yang mempunyai

karakteristik dapat membentuk pasang atau rantai selama pertumbuhannya. Streptococcus

termasuk kelompok bakteri yang heterogen.

Sebagian besar dari streptococcus group A,B, dan C memiliki kapsul yang terdiri dari

asam hialuronat, yang menghalangi fagositosis. Dinding sel terdiri dari protein ( antigen M,

T, dan R ), karbohidrat (kelompok spesifik), dan peptidoglikan. Pili terdapat pada grup A,

yang berisi sebagian dari protein M dan dilindungi oleh asam lipoteichoic, merupakan

komponen penting untuk perlekatan streptococcus pada sel epithelial.

Protein M. Merupakan faktor utama S.pyogenes grup A, yang menjadikan bakteri virulen

dan akan menolak fagositosis oleh PMN. Terdapat lebih dari 80 jenis protein M, sehingga

menyebabkan seseorang dapat terinfeksi berkali-kali. Memiliki molekul berbentuk seperti

batang yang menggulung yang memisahkan fungsi utamanya. Struktur seperti ini

memungkinkan terjadinya perubahan urutan yang bessar ketika mempertahankan fungsinya,

dengan 2 kelas struktur utama pada protein M yaitu kelas I dan kelas II.

Protein M dan antigen dinding sel bakteri streptococcus yang lain memiliki peranan

penting dalam patogenesis pada demam rematik. Komponen dinding sel pada jenis M tertentu

yang dapat mengakibatkan antibodi bereaksi denga jaringan otot jantung.

9

Page 10: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

Epidemiologi

Demam rematik jarang terjadi sebelum usia 5 tahun dan setelah usia 25 tahun, paling

banyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidens tertinggi terdapat pada anak

usia 5-15 tahun dan di negara tidak berkembang atau sedang berkembang dimana antibiotik

tidak secara rutin digunakan untuk pengobatan faringitis.

Baik pada negara maju dan negara berkembang, faringitis dan infeksi kulit (impetigo)

adalah infeksi yang paling sering disebabkan oleh Group A β-hemolytic streptococcus

(GABHS), yang merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan faringitis, dengan

insidens puncak pada anak usia 5-15 tahun. Faringitis streptokokal jarang terjadi pada 3 tahun

pertama kehidupan dan diantara orang tua. Diperkirakan sebagian besar anak-anak

mengalami 1 episode faringitis per tahun, dimana 15-20% disebabkan oleh Group A β-

hemolytic streptococcus (GABHS) dan hampir 80% oleh virus patogen.

Penyakit Jantung Rematik (PJR), adalah penyebab terutama mitral stenosis dengan 60%

mitral stenosis murni dengan riwayat demam rematik akut. Dengan insidens terjadi lebih

sering pada perempuan dibandingkan laki-laki (2:1). Pada negara berkembang, penyakit ini

memiliki periode laten 20-40 tahun sampai beberapa dekade untuk gejala penyakit ini

memerlukan intervensi bedah. Pada gejala yang terbatas 0-15% survival rate tanpa terapi.

Diperkirakan seperlima dari pasien dengan penyakit jatung postreumatik memiliki insufisensi

10

Gambar 1: Struktur permukaan sel Streptococcus pyogenes dan sekresi produk yang berperan dalam virulensi.

Page 11: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

murni, 45% memiliki stenosis dengan insufisiensi, 34% murni stenosis, dan 20% murni

insufisiensi.

Gambar 2: Prevalensi Penyakit Jantung Rematik (cases per 1000).

Patofisiologi

Demam reumatik merupakan kelanjutan dari infeksi faring yang disebabkan Group A

β-hemolytic streptococcus (GABHS). Reaksi autoimun terhadap infeksi Streptococcus secara

hipotetif akan menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam reumatik, sebagai

berikut

1. Group A β-hemolytic streptococcus (GABHS). akan menyebabkan infeksi pada faring

2. Antigen GABHS akan menyebabkan pembentukan antibodi pada hospes yang hiperimun

3. Antibodi akan bereaksi dengan antigen GABHS, dan dengan jaringan hospes yang secara

antigenik sama seperti GABHS ( dengan kata lain antibodi tidak dapat membedakan

antara antigen GABHS dengan antigen jaringan jantung),

4. Autoantibodi tesebut bereaksi dengan jaringan hospes sehingga mengakibatkan

kerusakan jaringan.

Patogenesis yang dimediasi imun pada demam rematik akut dan PJR diduga adanya

reaksi silang antara komponen GABHS dan sel mamalia.4 Diperkirakan terjadi reaksi silang

oleh karena adanya kemiripan molekul (molekul mimikri) antara protein M ( subtipe

11

Page 12: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

1,3,5,14,18,19 dan 24 )5 dari GABHS dengan antigen glikoprotein jantung, sendi dan jaringan

lainnya.

M protein pada GABHS (M1, M5, M6, dan M19) bereaksi silang dengan glikoprotein

pada jantung seperti miosin dan tropomiosin, dan endotelium katup.

Antibodi antimiosin mengenali laminin, sebuah matriks ekstraseluler alfa-heliks koil

protein yang adalah bagian dari struktur membran katup. Katup yang paling sering terkena

secara urutan mulai dari yang tersering adalah mitral, aorta, trikuspid, dan pulmonal. Dalam

banyak kasus katup mitral diikuti 1 atau 3 katup lainnya.

Sel T yang responsif terhadap protein M menginfiltrasi katup melewati endotelium katup

diaktivasi oleh ikatan antistreptokokal kabohidrat dengan pelepasan TNF dan Interleukin.

Selama demam rematik akut fokal inflamasi ditemukan pada berbagai jaringan yang

terutama dapat dibedakan di dalam jantung yang disebut badan Aschoff. Badan Aschoff ini

terdiri dari fokus-fokus eosinofil yang menelan kolagen dikelilingi limfosit, terutama sel T

terkadang plasma sel dan makrofag besar yang disebut sel Anitschkow, yang merupakan

patognomonik dari demam rematik. Sel yang berbeda ini memiliki sitoplasma yang

berlimpah dan nuklei semtral bulat-panjang dimana kromatin ditengah, ramping, seperti pita

bergelombang yang disebut caterpillar cell. Selama fase akut, inflamsi difus dan badan

Aschoff dapat ditemukan pada ketiga lapisan dari jantung, perikardium, miokardium dan

endokardium yang disebut sebagai pankarditis.

Pada perikardium, inflamasi diikuti oleh eksudat fibirinous atau serofibrinous sehingga

diistilahkan perikarditis bread and butter yang biasanya akan bersih tanpa sekule. Pada

miokarditis, badan Aschoff tersebar luas pada jaringan intersitial dan sering juga

perivaskulat. Keterlibatan terus menerus endokardium dan katup sisi kiri oleh fokus-fokus

inflamasi menghasilkan nekrosis fibrinoid didalam cusps atau sepanjang korda tendinae

dimana terletak vegetasi kecil berukuan 1-2mm yang disebut veruka di sepanjang garis

penutupan. Proyeksi ieregular seperti kutil ini mungkin timbul dari presipitasi fibrin pada

daerah erosi, berhubungan dengan inflamasi yang terjadi dan degenrasi kolagen dan

menyebabakan gangguan kecil fungsi jantung.

Secara mikroskopis terdapat fibrosis difus dan sering terdapat neovaskularisasi yang

menguranig lapisan awal dan susunan daun katup avaskular. Badan Aschoff digantikan oleh

12

Page 13: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

jaringan parut fibrosis sehingga bentuk diagnostik dari lesi ini jarang ditemukan pada

spesimen jaringan autopsi dari pasien dengan PJR kronik.

PJR kronik secara keseluruhan adalah penyebab tersering dari stenosis mitral (99%

kasus). Dengan adanya mitral stenosis, atrium kiri berdilatasi secara progresif dan mungkin

terdapat trombus mural apakah pada tepi atau sepanjang dinding. Kongestif paru yang lama

memulai perubahan vaskular paru dan perubahan parenkimal dan menuju kepada hipertrofi

ventrikel kanan.

Gambar 3 Patofisiologi penyakit jantung rematik

Diagnosis

Penegakan diagnosis dahulu berdasarkan kriteria Jones, tetapi saat ini telah ada

kriteria yang diperbaharui oleh AHA dan WHO tahun 2002-2003. Dimana melalui kriteria

yang terlah diperbaharui ini dapat dilakukan diagnosis :

1. Episode pertama demam rematik

2. Serangan berulang demam rematik pada pasien tanpa PJR

3. Serangan berulang demam rematik pada pasien dengan PJR

4. Reumatik Chorea

5. Onset awal Karditis Rematik

6. PJR Kronik

13

Page 14: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

Tabel 1: Kriteria WHO untuk diagnosis demam rematik dan penyakit jantung rematik tahun

2002-2003.

Demam rematik akut didiagnosis dengan menggunakan kriteria Jones. Kriteria

tersebut dibagi menjadi tiga bagian : (1) lima gejala mayor, (2) empat gejala minor, dan (3)

bukti pemeriksaan yang mendukung adanya infeksi GABHS.

Gejala Mayor Karditis Poliartritis Khorea

14

Page 15: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

Eritema marginatum Nodul subkutan

Gejala Minor

Temuan klinis :

Riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik Poliarthralgia DemamTemuan laboratorium:

Peningkatan reaktan fase akut ( laju pengendapan eritrosit, protein C-reaktif, leukositosis)

Pemanjangan interval PR (elektrokardiogram)Bukti yang

mendukung adanya infeksi Group A β-

hemolytic streptococcus

(GABHS)

Peningkatan titer antistreptolisin O (ASTO) atau titer antibodi streptococcus lainnya

Kultur tenggorok Group A beta-hemolytic streptococci atau pemeriksaan antigen streptokokus hasilnya (+)

Rapid direct Group A strep carbohydrate antigen test (+) Riwayat Scarlet fever baru-baru ini.

Tabel 2 : Kriteria Jones

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis pada mereka yang menderita PJR adalah untuk mengeliminasi

faringitis SGA (bila masih ada), mensupresi inflamasi dari respon autoimun, dan memberikan

tatalakasana suportif bagi penderita gagal jantung.

Pada tahap resolusi episode akut, terapi ditujukan mencegah kekambuhan PJR pada

anak dan memonitoring komplikasi dan sequele dari PJR pada orang dewasa.

Medika Mentosa

1. Antibiotik

Penisilin V oral dalah obat pilihan untuk terapi infeksi GABHS faringitis. Dengan

dosis: 250mg tablet 2 kali sehari untuk anak-anak. 500mg tablet 2 kali sehari untuk dewasa.

Pengobatan selama 10 hari.

Bila penisilin oral tidak ada, dosis tunggal intramuskular benzathine penisilin G atau

benzathine/prokain penisilin kombinasi adalah terapinya. Dengan dosis: 1,200,000 U jika

berat badan lebih 20kg atau 600,000 U jika berat badan kurang 20kg.

15

Page 16: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

Pada pasien yang alergi dengan penisilin, pemberian eritromisin atau serfalopsporin

generasi pertama, pilihan lainnya meliputi claritromisin selama 10 hari, azitromisin selama 5

hari, atau spektrum sempit (generasi pertama) sefalosporin selama 10 hari. Untuk grup

rekurren GABHS faringitis, 10 hari kedua dengan antibiotik yang sama dapat diulang. Obat

pilihan lainnya meliputi sefalosporin spektrum sempit, amoksisilin-klavulanat, dicloxacillin,

eritromisin, dan makrolid lainnya.

Tabel 3: Antibiotic regimens for treatment of group A streptococcal pharyngeal infections.

Antibiotik Dosis Durasi

Penicillin V 250 mg by peroral 2 to 3 kali sehari (≤27 kg) atau 500 mg peroral 2 to 3 kali sehari (>27 kg)

10 hari

Benzathine penicillin G 600,000 units intramuscular (≤27 kg) atau1,200,000 units intramuscular (>27 kg)

1x

Amoxicillin 50 mg/kg peroral setiap hari 10 hari

Cephalosporina (first generation)

Drug-dependent 10 hari

Clindamycina 20 mg/kg/hari terbagi 3 dosis peroral 10 hari

Clarithromycina 15 mg/kg/hari terbagi 2 dosis peroral 10 hari

Azithromycina 12 mg/kg peroral setiap hari 5 hari

2. Anti-Inflamasi untuk Arthritis, Athralgia dan Karditis

Agen anti-inflamasi yang digunakan adalah dari golongan salisilat iaitu Aspirin.

Untuk karditis ringan hingga sedang, penggunaan aspirin saja sebagai anti inflamasi

direkomendasikan dengan dosis 4-8g/hari yang dibagi dalam 4 sampai 6 dosis.Untuk arthritis,

terapi aspirin selama 2 minggu dan dikurangi secara bertahap selama lebih dari 2 sampai 3

minggu. Adanya perbaikan gejala sendi dengan pemberian aspirin merupakan bukti yang

mendukung arthritis pada demam rematik akut. Setelah perbaikan, terapi dikurangi secara

16

Page 17: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

bertahap selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan fase akut. Pemberian prednisone

diindikasikan hanya pada kasus karditis berat.

3. Sydenham Chorea

Penanganan khorea Sydenham dilakukan dengan mengurangi stres fisik dan

emosional karena chorea adalah self-limiting. Jika chorea dengan gejala yang parah chorea

dapat diberikan antikonvulsi, seperti asam valproik atau carbamazepine.

4. Demam

Demam tidak memerlukan tertentu rawatan khusus. Demam biasanya akan bertindak balas

dengan baik terhadap terapi aspirin.

5. Carditis

Pasien dengan demam rematik akut dan gagal jatung mendapat terapi meliputi digoxin,

diuretik, reduksi afterload, suplemen oksigen, tirah baring dan retriski cairan dan natirum.

Glucocorticoids: Bila terdapat karditis sedang hingga berat di indikasikan adanya

kardiomegali, gagal jantung kongestif, blok jatung derajat III, ganti salisilat dengan prednison

per oral. Pemberian prednison selama 2-6 minggu bergantung tingkat keparahan karditis dan

tapering prednisone selama minggu terakhir. Prednison diberikan dengan dosis 1-2mg/kg/hari

maksimal 80mg/hari dalam pemberian tunggal atau dalam dosis terbagi. Diberikan selama 2-

3 minggu kemudia diturunkan 20-25% setiap minggunya.

Digoxin: Digoxin peroral atau IV dengan dosis 125-250mcg/hari.

Diuretics: Furosemid peroral atau IV dengan dosis 20-40mg/jam selama 12-24 jam jika

terdapat indikasi.

Agen pengurang afterload: ACE inhibitor-captopril mungkin efektif untuk memperbaiki

curah jantung, terutama dengan adanya insufisiensi mitral dan aorta. Mulai dengan dosis

initial yang kecil dan berikan hanya bila telah dilakukan koreksi hipovolemia

6. Profilaksis Sekunder

17

Page 18: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

Injeksi benzathine penisilin G intramuskular setiap 3-4 minggu direkomendasikan untuk

profilaksis sekunder. Injeksi diberikan sebanyak 13 kali harus diberikan setiap tahun nya bila

di resepkan setiap 4 minggu, dan 17 kali bila diresepkan 3 minggu.

Pasien dengan demam rematik dan gangguan katup memerlukan dosis tunggal antibiotik 1

jam sebelum prosedur bedah dan prosedur gigi untuk mencegah endokarditis bakterial. Pasien

demam rematik tanpa masalah katup tidak memerlukan profilaksis endokartiditis

Jangan menggunakan penisilin, ampisilin atau amoksisilin untuk profilaksis endokarditis

pada pasien yang sudah menerima penisilin sebagai profilaksis sekunder demam rematik.

Pilihan obat lain yang direkomendasikan oleh AHA meliputi klindamisin (20mg/kg untuk

anak-anak dan 600 mg untuk orang tua) dan azitromisin atau claritromisin (15mg/kg untuk

anak-anak dan 500mg untuk orang dewasa)

Tabel 4 Antibiotic regimen for secondary prophylaxis of acute rheumatic fever.

Non Medika Mentosa

1. Diet

Diet bernutrisi dan tanpa restriksi kecuali pada pasien dengan gagal jantung, yang mendapat

pembatasan cairan dan asupan garam. Suplemen kalium mungkin diperlukan bila digunakan

steroid dan diuretik.

18

Antibiotic Dose

Benzathine penicillin G 600,000 units intramuscular (≤27 kg) or 1,200,000 units

intramuscular (>27 kg) Every 4 weeks (3 weeks in high-risk

areas/populations)

Penicillin V 250 mg by mouth twice daily

Sulfadiazine 0.5 g by mouth daily (≤27 kg) or

1 g by mouth daily (>27 kg)

Macrolidea Drug-dependent

Page 19: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

2. Aktivitas

Pasien tirah baring dan melakukan aktivitas didalam rumah sebelum diperbolehkan

bersekolah kembali. Aktivitas sepenuhnya tidak diperbolehkan sampai fase akut reaktan

kembali normal.

3. Edukasi

Ketika diagnosis demam rematik akut ditegakkan, diperlukan edukasi kepada pasien dan

orang tuanya tentang perlunya pemakaian antibiotik secara berkelanjutan untuk mencegah

infeksi streptokokus berikutnya. Adanya keterlibatan jantung, diperlukan pemberian

profilaksis untuk menangani endokarditis infektif.

Penatalaksanaan Operatif

1. Mitral stenosis

— Prinsip dasar pengelolaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang menyempit,

tetapi indikasi intervensi ini hanya untuk penderita kelas fungsional III ke atas. Intervensi

dapat bersifat bedah (valvulotomi, rekonstruksi aparat sub valvular, kommisurotomi atau

penggantian katup.

2.  Insufisiensi Mitral

Tindakan bedah hendaknya dilakukan sebelum timbul disfungsi ventrikel kiri. Jika

mobilitas katup masih baik, mungkin bisa dilakukan perbaikan katup (valvuloplasti,

anuloplasti). Bila daun katup kaku dan terdapat kalsifikasi mungkin diperlukan penggantian

katup (mitral valve replacement). Katup biologik (bioprotese) digunakan terutama digunakan

untuk anak dibawah umur 20 tahun, wanita muda yang masih menginginkan kehamilan dan

penderita dengan kontra indiksi pemakaian obat-obat antikoagulan. Katup mekanik misalnya

Byork Shiley, St.Judge dan lain-lain, digunakan untuk penderita lainnya dan diperlukan

antikoagulan untuk selamanya.

3.  Stenosis Aorta

Pasien dengan gejala-gejala akibat stenosis aorta membutuhkan tindakan operatif.

Pasien tanpa gejala membutuhkan penanganan yang sangat hati-hati serta follow up untuk

19

Page 20: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

menentukan kapan tindakan bedah dilakukan. Penanganan stenosis dengan pelebaran katup

aorta memakai balon masih diteliti. Pasien-pasien dengan gradien sistolik 75 mmHg harus

dioperasi walaupun tanpa gejala. Pasien tanpa gejala tetapi perbedaan tekanan sistolik kurang

dari 75 mmhg harus dikontrol setiap 6 bulan. Tindakan operatif harus dilaksanakan bila

pasien menunjukkan gejala terjadi pembesaran jantung, peningkatan tekanan sistolik aorta

yang diukur denagn teknik Doppler. Pada pasien muda bisa dilakukan valvulotomi aorta

sedangkan pada pasien tua membutuhkan penggantian katup. Risiko operasi valvulotomi

sangat kecil, 2% pada penggantian katup dan risiko meningkat menjadi 4% bila disertai

bedah pintas koroner. Pada pembesaran jantung dengan gagal jantung, risiko naik jadi 4

sampai 8%. Pada pasien muda yang tidak bisa dilakukan valvulotomi penggantian katup

perlu dilakukan memakai katup sintetis. Keuntungan katup jaringan ini adalah kemungkinan

tromboemboli jarang, tidak diperlukan antikoagulan, dan perburukan biasanya lebih lambat

bila dibandingkan dengan memakai katup sintetis.

4. Insufisiensi Aorta

Pilihan untuk katup buatan ditentukan berdasarkan umur, kebutuhan, kontra indikasi

untuk koagulan, serta lamanya umur katup. Penderita dengan katup jaringan, baik porsin atau

miokardial mungkin tidak membutuhkan penggunaan antikoagulan jangka panjang. Risiko

operasi kurang lebih 2% pada penderita insufisiensi kronik sedang dengan arteri koroner

normal. Sedangkan risiko operasi pada penderita insufisiensi berta dengan gagal jantung, dan

pada penderita penyakit arteri, bervariasi antara 4  sampai 10%. Penderita dengan katup

buatan mekanis harus mendapat terapi antikoagulan jangka panjang.

Pencegahan

1. Pencegahan primer

Pencegahan primer dari demam rematik dimungkinkan dengan terapi penisilin selama

10 hari untuk faringitis karena streptokokus. Namun, 30% pasien berkembang menjadi

subklinis faringitis dan oleh karena itu tidak berobat lebih lanjut. Sementara itu, 30% pasien

lainnya berkembang menjadi demam rematik akut tanpa keluhan dan tanda klinis faringitis

streptokokus.

2. Pencegahan sekunder

Pasien dengan riwayat demam rematik, termasuk dengan gejala khorea dan pada

pasien dengan tidak adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan pasien menderita demam

20

Page 21: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

rematik akut harus diberikan profilaksis. Sebaiknya, pasien menerima profilaksis dalam

jangka waktu tidak terbatas.

Kategori Durasi

Demam rematik tanpa karditis Minimal selama 5 tahun atau sampai usia 21 tahun, yang mana lebih lama

Demam rematik dengan karditis tetapi tanpa penyakit jantung residual (tidak ada kelainan katup)

Minimal 10 tahun atau hingga dewasa, yang mana lebih lama

Demam rematik dengan karditis dan penyakit jantung residual (kelainan katup persisten)

Minimal 10 tahun sejak episode terakhir dan minimal sampai usia 40 tahun, kadang-kadang selama seumur hidup

Tabel 5: Durasi profilaksis untuk demam rematik

Prognosis

Perkembangan penyakit jantung sebagai akibat demam rematik akut diperngaruhi

oleh tiga faktor, yaitu:

1. Keadaan jantung pada saat memulai pengobatan. Lebih parahnya kerusakan jantung pada

saat pasien pertama datang, menunjukkan lebih besarnya kemungkinan insiden penyakit

jantung residual.

2. Kekambuhan dari demam rematik : Keparahan dari kerusakan katup meningkat pada

setiap kekambuhan.

3. Penyembuhan dari kerusakan jantung : terbukti bahwa kelainan jantung pada serangan

awal dapat menghilang pada 10-25% pasien. Penyakit katup sering membaik ketika

diikuti dengan terapi profilaksis.

Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada permulaan serangan akut demam rematik.

Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit demam rematik dan penyakit jantung rematik

tidak membaik bila bising organik katup tidak menghilang.

Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata demam rematik akut

dengan payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun.

Dari data penyembuhan ini akan bertambah bila pengobatan pencegahan sekunder dilakukan

secara baik.

Penyakit Katup Jantung Akibat Demam Rematik

21

Page 22: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

Gambar 2.2. Katup-katup Jantung

Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara

adekuat, maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik.

Infeksi oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus group A yang menyebabkan

seseorang mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya peradangan pada

saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurang

terarah menyebabkan racun/toksin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah

dan mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup

mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga

kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.

Stenosis Mitral

Patofisiologi

Stenosis mitral reumatik adalah akibat fibrosis cincin mitral, perlekatan

komisura, dan kontraktur daun katup, korda dan muskulus papilare selama periode

waktu yang lama. Stenosis ini biasanya 10 tahun atau lebih agar lesi betul-betul bisa

tegak, walauun prosesnya kadang-kadang bisa dipercepat. Stenosis mitral reumatik

jarang ditemukan sebelum remaja dan biasanya tidak dikenali sampai umur dewasa.

Stenosis mitral secara klinis diketahui jika lubang katup mengurang aampai 25% atau

kurang dari lubang katup yang diharapkan normal. Pengurangan demikian berakibat

kenaikan tekanan dan pembesaran serta hipertrofi atrofi kiri. Kenaikan tekanan

menyebabkan hipertensi vena pulmonalis, kenaikan tahanan vaskuler pulmonal dan

22

Page 23: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

hipertensi pulmonal. Dilatasi ventrikel dan atrium kanan, dan terjadi hipertrofi

dengan disertai gagal jantung sisi kanan.

Gambar 2.4. Stenosis Mitral

Manifestasi Klinis

Biasanya ada korelasi yang baik antara gejala dan keparahan obstruksi.

Penderita dengan lesi ringan tidak bergejala. Derajat obstruksi yang lebih berat

disertai dengan tidak tahan kerja dan dispnea. Lesi berat dapat ortopnea, dispnea

nokturnal paroksismal, dan edema paru yang nyata. Gejala-gejala ini dapat dipercepat

oleh takikardia yang tidak terkendali, fibrilasi atrium, atau infeksi paru. Gagal jantung

kongestif biasanya ada tetapi tidak selalu disertai dengan hipertensi pulmonal berat.

Dilatasi ventrikel kanan dapat menyebabkan insufisiensi trikuspidal fungsional,

hepatomegali, asites dan edema. Hemoptisis karena robekan vena bronkhial atau vena

pleurohilus, dan kadang-kadang dapat terjadi infark paru. Sputum dengan bercak

darah tampak selama episode edema paru. Pada stenosis mitral berat kronis, tampak

sianosis dan kemerahan pipi.

Tekanan vena jugularis naik bila ada gagal jantung kongestif, penyakit katup

trikuspidalis atau penyakit hipertensi pulmonal berat. Ukuran jantung normal pada

penyakit minimal. Kardiomegali sedang biasanya ada pada stenosis mitral berat dan

irama sinus, tetapi pembesaran jantung dapat masif terutama bila timbul fibrilasi atrial

dan gagal jantung. Impuls apeks normal, tetapi kuat angkat ventrikel kanan

parasternal dapat diraba bila tekanan pulmonal tinggi. Tanda auskultasi utama adalah

bunyi jantung pertama keras, opening snap katup mitral, dan bising diastolik mitral

rumbel, panjang, nada rendah dengan pergeseran presistolik pada apeks. Bising

diastolik mitral sebenarnya mungkin tidak ada pada penderita yang dalam keadaan

23

Page 24: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

gagal jantung kongestif. Bising holosistolik karena insufisiensi trikuspidal mungkin

juga dapat didengar. Bila ada hipertensi pulmonal, komponen pulmonal bunyi jantung

ke-2 keras. Bising diastolik awal dapat disebabkan oleh insufisiensi aorta yang terkait

atau insufisiensi katup pulmonal sekunder (bising Graham Steell).

Elektrokardiogram dan roentgenogram normal jika lesi ringan; bila keparahan

bertambah, ada gelombang P berlekuk dan mencolok dan berbagai tingkat hipertrofi

ventrikel kanan. Fibrilasi atrium merupakan manifestasi lambat yang sering. Lesi

sedang atau berat yang disertai dengan tanda-tanda roentgenografi pembesaran atrium

kiri, penonjolan arteria pulmonalis dan ruang jantung sisi kanan, dan aorta serta

ventrikel kiri normal atau kecil; mungkin ada kalsifikasi yang tampak pada daerah

katup mitral. Obstruksi berat disertai dengan pembagian kembali aliran darah

pulmonal sehingga apeks paru mempunyai perfusi lebih besar (kebalikan normal).

Garis sekat pada sudut kostofrenikus mungkin juga ada. Ekokardiografi

menampakkan penyempitan lubang mitral yang nyata selama diastole dan

pembesaran atrium kiri.

Penatalaksanaan

Pembedahan terindikasi bila ada tanda-tanda klinis dan bukti hemodinamik

obstruksi berat tetapi sebelum manifestasi berat tampak lebih awal. Valvotomi mitral

balon kateter atau pembedahan biasanya menghasilkan hasil yang baik; penggantian

katup dihindari kecuali kalau sangat diperlukan. Valvuloplasti balon terindikasi pada

katup penderita yang tidak mengapur, lunak, stenotik bergejala tanpa aritmia atrium

atau trombus.

Regurgitasi Trikuspid

Etiologi dan Patologi

Regurgitasi tricuspid adalah suatu keadaan kembalinya sebagian darah ke

atrium kanan pada saat sistolik. Keadaan ini dapat terjadi primer akibat kelainan

organic katup, ataupun sekunder karena hipertensi pulmonal, perubahan fungsi

maupun geometri ventrikel berupa dilatasi ventrikel kanan maupun annulus tricuspid.

Tabel 6. Penyebab Regurgitasi Trikuspid

Anatomis katup abnormal

24

Page 25: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

Penyakit jantung reumatik Bukan reumatik :

o Endokarditis infektifo Anomali Ebstein’so Prolaps katup tricuspido Kongenital, Defak kanan atrio-ventrikularo Karsinoid (dengan hipertensi pulmonal)o Infark miokard, iskemi/rupture muskulus papilariso Traumao Kelainan jaringan ikat (sindrom Marfan)o Artritis rheumatoido Radiasi, dengan akibat gagal jantungo Fibrosis endomiokard

Anatomis katup normal

Kenaikan tekanan sistolik ventrikel kanan oleh berbagai sebab (dilatasi annulus)

Lain – lain

Kawat pacu jantung (jarang) Hipertiroidisme Endokarditis Loeffler Aneurisma sinus valsava

Penyakit jantung reumatik, dapat mengenai katup tricuspid secara langsung

walupun lebih sering disertai dengan katup jantung lain. Biasanya bila penyebabnya

penyakit jantung reumatik, selain regurgitasi disertai pula dengan stenosis.

Hemodinamik

Pada regurgitasi tricuspid baik organic maupun sekunder, akan terjadi kenaikan

tekanan akhir diastolic pada atrium dan ventrikel kanan. Tekanan atrium kanan akan

meningkat mendekati tekanan ventrikel kanan sesuai dengan kenaikan tekanan

ventrikel kanan, yaitu sesuai dengan kenaikan derajat regurgitasi tricuspid.

Tekanan sistolik arteri pulmonalis dan ventrikel kanan dapat dipakai sebagai

petunjuk kasar terhadap regurgitasi primer atau sekunder. Bila tekanan kurangg dari 40

mmHg, lebih menunjukkan kelainan primer dibandingkan bila tekanan lebih dari 40

mmHg. Curah jantung biasanya sangat menurun.

25

Page 26: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

Manifestasi Klinis

Regurgitasi tricuspid tanpa hipertensi pulmonal biasanya tidak memberikan

keluhan dan dapat ditoleransi dengan baik. Rasio wanita terhadap pria adalah 2 : 1,

dengan rata – rata umur 40 tahun. Oleh karena lebih sering bersamaan dengan stenosis

mitral, maka symptom oleh stenosis mitral biasanya lebih dominant. Riwayat sesak

napas pada latihan yang progresif, mudah lelah dan juga timbul batuk darah. Bila

keadaan lebih berat dan timbul keluhan bengkak tungkai, perut membesar, maka

kelelahan/fatig dan anoreksia merupakan keluhan yang paling mencolok. Adanya

asites dan hepatomegali akan menimbulkan keluhan kurang enak pada perut kanan atas

dan timbul pulsasi pada leher, akibat pulsasi regurgitasi vena. Pada keadaan ini justru

pasien dapat tidur berbaring dengan rata.

Pemeriksaan Fisis

Pada inspeksi selalu terlihat adanya gambaran penurunan berat badan,

kakeksia, sianosis dan ikterus. Biasanya selalu dijumpai pelebaran vena yugularis,

gambaran gelombang x dan x1 yang normal akan menghilang, sedangkan y descent

akan menjadi nyata, terutama pada inspirasi. Akan terlihat juga impuls ventrikel kanan

yang mencolok hiperdinamik. Pada saat sistolik juga dapat teraba impuls atrium kanan

pada garis sternal kiri bawah. Biasanya pada fase awal dapat teraba pulsasi sistolik

pada permukaan hati, namun pada keadaan sirosis kongestif pulsasi menghilang karena

hati menjadi tegang dan keras. Selain itu terlihat juga asites dan edema.

Pada auskultasi dapat terdengar S3 dari ventrikel kanan yang terdengar lebih

keras pada inspirasi, dan bila disertai hipertensi hipertensi pulmonal suara P2 akan

mengeras. Bising pansistolik dengan nada tinggi terdengar paling keras di sela iga 4

garis parasternal kiri dan dapat pula sampai ke subsifoid. Bila regurgitasi ringan, bising

sistolik pendek, tetapi bila ventrikel kanan sangat besar bising dapat sampai ke apeks

dan sulit dibedakan dengan regurgitasi mitral. Perlu diingat bahwa derajat bising pada

regurgitasi tricuspid akan meningkat pada inspirasi (Rivero-Carvello’s sign). Adanya

kenaikan aliran melalui katup tricuspid dapat menimbulkan bising diastolic pada

daerah parasternal kiri.

26

Page 27: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

Gambaran Radiologis

Adanya kardiomegali yang mencolok akibat pembesaran ventrikel kanan.

Kadang – kadang akibat tingginya tekanan ventrikel kanan yang akan berlangsung

lama dapat terjadi kalsifikasi pada annulus trikuspidalis. Dapat terjadi gambaran

hipertensi pulmonal, dan pada fluoroskopi terlihat pulsasi sistolik pada atrium kanan.

Elektrokardiogram

Biasanya tidak spesifik, dapat berupa blok cabang bundle kanan, tanda

pembesaran atrium dan ventrikel kanan, dan sering juga terjadi fibrilasi atrium.

Ekokardiografi

Pulsed color doppler echocardiography, merupakan sarana yang mempunyai

akurasi, sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dalam menentukan adanya regurgitasi

tricuspid. Disini dapat dilihat morfologi katup mitral, sehingga dapat diketahui

berbagai penyebab yang mendasari regurgitasi tricuspid ini. Demikian pula dapat

dilakukan pemeriksaan semikuantitatif terhadap tekanan ventrikel kanan, maupun

arteri pulmonalis.

Kateterisasi

Dengan kateterisasi berupa ventrikulografi ventrikel kanan dapat diketahui

adanya regurgitasi, namun adanya kateter pada katup dapat juga menimbulkan

regurgitasi positif palsu

Pengobatan

Konservatif

Ditujukan terutama bila terdapat tanda – tanda kegagalan fungsi jantung, berupa

istirahat, pemakaian diuretitk dan digitalis.

Pembedahan

Tanpa suatu tanda hipertensi pulmonal biasanya tidak diperlukan suatu tindakan

pembeda han. Tetapi pada keadaan tertentu dapat dilakukan tindakan anuloplasti dan

pada yang lebih berat dilakukan penggantian katup dengan prostesis.

27

Page 28: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

BAB III

ANALISIS KASUS

Keluhan utama pada pasien ini yakni demam tinggi sejak 2 minggu SMRS. Demam

tinggi dapat dipengaruhi oleh adanya suatu infeksi di dalam tubuh. Hal ini didukung dari

anamnesis yang didapatkan, yaitu adanya keluhan lain seperti nyeri menelan dan batuk.

Selain itu, anak juga mengeluh sesak nafas. Sesak nafas dapat dipengaruhi oleh oksigenasi

jaringan menurun, kebutuhan oksigen meningkat, kerja pernapasan meningkat, rangsangan

pada sistem saraf pusat. Untuk penyebabnya, sesak na7fas bisa disebabkan oleh berbagai hal,

yakni penyakit jantung dengan gagal jantung kongestif yang terlihat tanda-tanda bendungan

paru sehingga terjadi hambatan pada respiratory dan ventilatory work, penyakit saluran

pernapasan, terutama pada paru-paru yang mengalami hambatan ventilasi dalam rongga dada

(cavity ventilation) dan hambatan difusi udara pernapasan (actual ventilation), kelainan

dinding dada, otot pernapasan atau gangguan persarafan pada otot pernapasan sehingga

menyebabkan hambatan mekanis pada pernapasan (restrictive work yang menghambat),

gangguan psikologis, misalnya pada keadaan neurosis atau keadaan cemas, intoksikasi,

asidosis dan gangguan metabolisme yang lain, serta gangguan hematologi seperti anemia,

hipoksia dan lain lain.

Dari anamesis didapatkan sesak yang dipengaruhi aktivitas yang diawali dengan

gangguan pada aktifitas berat-sedang lalu seiring waktu sesak timbul bahkan saat melakukan

aktivitas ringan. Sesak ini khas pada sesak yang disebabkan oleh organ jantung. Sesak tidak

dipengaruhi cuaca, dapat disimpulkan bahwa sesak tidak berasal dari reaksi alergi pada

saluran pernafasan seperti pada asma bronchial. Terlebih lagi ditambah dengan penjelasan

bahwa tidak terdapat mengi semakin dapat menyingkirkan kemungkinan asma bronkial.

Selain itu tidak terdapat keluhan pada BAK yang menunjukkan tidak ada keterlibatan ginjal.

Dari anamnesis diperoleh informasi bahwa pasien sesak timbul saat beraktivitas

(dyspneu d’effort), kemudian sesak timbul saat berbaring (ortopneu) dan anak sering

terbangun pada malam hari karena sesak (paroxysmal nocturnal dyspneu). Pada pemeriksaan

fisik umum didapatkan tekanan darah dan nadi dalam batas normal, regular, isi dan tegangan

cukup, serta pernafasan dalam batas normal. Benjolan pada leher tidak teraba. Kemudian

didapatkan peningkatan JVP (5+0) cmH20 yang menandakan adanya bendungan vena

jugularis.

28

Page 29: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

Pada inspeksi statis dan dinamis simetris kanan dan kiri, tidak ada spider nevi yang

merupakan tanda sirosis hati. Pada auskultasi jantung ditemukan murmur diastolik grade 3/6

di ICS III-IV, gallop S3(-). Ictus kordis terlihat dan teraba di ICS IV LMC sinistra.

Berdasarkan kriteria Framingham, kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara

luas untuk mendiagnosis gagal jantung kongestif, diagnosis gagal jantung kongestif

mensyaratkan minimal dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor disertai dua kriteria minor.

Kriteria mayor dan minor dari Framingham untuk gagal jantung kongestif adalah: Kriteria

mayor berupa paroxysmal nocturnal dyspneu, ronkhi basah halus, bunyi jantung S3, refluks

hepatojugular, edema paru, kardiomegali, peninggian tekanan vena jugularis dan kriteria

minor berupa batuk malam hari, edema ekstremitas, dyspnea d’effort, hepatomegali,

takikardi, efusi pleura, penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat ditegakkan diagnosis kerja kasus ini

adalah RHD (Rheumatic Heart Disease). Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan kriteria Jones

yang dimodifkasi oleh AHA, yaitu kriteria mayor berupa poliartritis migrans, karditis, korea,

nodul subkutaneus, eritema marginatum dan kriteria minor berupa suhu tinggi, atralgia, dan

riwayat pernah menderita DR/PJR.

Dari kriteria di atas, ditemukan 3 kriteria mayor yaitu poliarthritis migrans, eritem

marginatum, serta carditis dimana ditemukannya murmur pada katup jantung. Kriteria minor

yaitu pasien sering mengalami demam yang hilang timbul, sakit tenggorokan, dan batuk yang

berulang-ulang sejak kecil. Dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita RHD.

Terapi pada pasien ini terdiri dari terapi farmakologis dan non farmakologis. Pada

terapi non farmakologis, pasien disuruh istirahat. Oksigen diberikan bila anak sesak.

Tatalaksana farmakologis pada pasien ini diberikan. Pada pasien yang telah terkena penyakit

jantung rematik sebaiknya dilakukan pencegahan sekunder agar tidak terjadi kekambuhan.

Pencegahan tersebut dalam bentuk pemberian Benzatin Penisilin G IM (1,2 juta unit untuk

BB>27 kg, 600ribu-900ribu unit BB ≤27kg). Lama pemberian berdasarkan kondisi penderita.

Pada penderita dengan demam rematik yang disertai penyakit katup jantung persisten

diberikan terapi selama 10 tahun atau sampai usia 40 tahun atau seumur hidup. Penderita

dengan demam rematik yang disertai karditis tanpa disertai penyakit jantung diterapi selama

10 tahun atau sampai 21 tahun. Pasien dengan riwayat demam rematik saja diterapi selama 5

tahun atau sampai usia 21 tahun. Pasien pada kasus ini anak direncanakan untuk diberikan

Benzatin Penisilin G IM 1,2 juta unit karena berat pasien >27kg. Pemberian antibiotic ini

diberikan satu bulan satu kali. Pilihan obat lain yang direkomendasikan oleh AHA (American

29

Page 30: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

Heart Association) meliputi klindamisin, eritromisin, sulfadiazin, dan azitromisin atau

laritromisin. Untuk mengurangi nyeri sendi, diberikan aspirin 2x850 mg (PO).

Prognosis pada pasien ini baik vitam adalah dubia functionam dubia ad bonam karena

belum mengalami komplikasi lanjut.

30

Page 31: Status Ujian Koass Choi Revisi Dr. Adit

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganong. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta, 2002.

2. Hanafi,Idrus Alwi, Muin Rahman,S Harun. Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Jakarta: FKUI,

2006, hal 1606-1633.

3. Panggabean MM. Gagal Jantung.Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Pusat

Penerbitan IPD FK UI: Jakarta, 2006, 1503-1504.

4. Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

EGC: Jakarta, 2005.

5. Gray, HH., Dawkins, KD., Morgan, JM., Simpson, IA. Lecture Notes Kardiologi. Alih

bahasa : Azwar Agoes & Asri Dwi Rachmawati. Edisi 4. Jakarta. Penerbit Erlangga.

2005.

6. Madiyono, B. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik pada Anak di Akhir

Milenium Kedua dalam Penyakit Kardiovaskular dari Pediatrik Sampai Geriatrik.

Editor : Kaligis RWM., Kalim H., Yusak M., et al. Jakarta. Balai Penerbit Rumah Sakit

Jantung Harapan Kita. 2001.

7. Harimurti, GM. Demam Reumatik dalam Buku Ajar Kardiologi. Editor : Lily Ismudiati

Rilantono, Faisal Baraas, Santoso Karo Karo, & Poppy Surwianti Roebiono. Jakarta.

Balai Penerbit FKUI. 2001.

8. Mycek, MJ., Harvey, RA., Champe, PC. Farmakologi Ulasan Bergambar. Alih bahasa:

Azwar Agoes. Edisi 2. Jakarta. Widya Medika. 2001.

9. Prabowo, P. Gagal Jantung dalam Ilmu Penyakit Jantung. Editor : Boedi Soesetyo

Joewono. Surabaya. Airlangga University Press. 2003.

10. Price, SA. & Wilson, LM. Patofisologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol 1.

Edisi 6. Alih bahasa : Brahm U. Pendit, dkk. Jakarta. EGC. 2006.

11. Soemantri, D. & Atmoko, R. Demam Rheuma Akut dalam Ilmu Penyakit Jantung. Editor

: Boedi Soesetyo Joewono. Surabaya. Airlangga University Press. 2003.

12. Stollerman GH. Rheumatic Fever As We Enter The 21st Century. Available from:

http://www/rheumatic%20fever%20as%20we%20enter%20the%2021st% 20century.htm

13. Yusak, M. Stenosis Mitral dan Insufisiensi Mitral dalam Buku Ajar Kardiologi. Editor :

Lily Ismudiati Rilantono, Faisal Baraas, Santoso Karo Karo, & Poppy Surwianti

Roebiono. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2001.

31