tugas profesi pendidikan.docx
TRANSCRIPT
Profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang
ditekankan pada pekerjaan mental; yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai
instrumen
untuk melakukan perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual. Jadi suatu profesiharus
memiliki tiga pilar pokok, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.
Menurut Ornstein dan Levine (1984) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang
sesuai
dengan pengertian profesi di bawah ini:
Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat.
Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai.
Menggunakan hasil penelitin dan aplikasi dari teori ke praktik.
Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang
Terkendali berdasarkan lisensi buku dan atau mempunyai persyaratan yang masuk.
Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu
Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang
ditampilkan yang gerhubungan denan layanan yang diberikan
Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien
Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya relatif bebas dari
supervisi dalam jabatan
Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri
Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui
keberhasilan anggotanya
Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan
yang berhubungan denan layanan yang diberikan
C. Perkembangan Profesi Keguruan
Kalau kita ikuti perkembangan profesi keguruan indonesia, jelas bahwa pada mulanya
guru-guru indonesia diangkat dari orang-orang yang tidak berpendidikan khusus untuk
memengku jabata guru. Dalam bukunya Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution (1987)
sejarah jelas melukiskan perkembangan guru di indonesia. Pada mulanya guru diangkat dari
orang-orang yang tidak memiliki pendidikan khusus yang ditambah dengan orang-orang yang
lulus dari sekolah guru (kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852. karena
mendesaknya kaperluan guru maka Pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam
guru yaitu:
a. Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh.
b. Guru yang bukan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru.
c. Guru bantu, Yakni yang lulus ujian guru bantu.
d. Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan calon guru.
e. Guru yang diangkat karena keadaan yang sangat mendesak yang berasal dari warga yang
pernah mengecap pendidikan.
Walaupun jabatan guru tidak harus disebut sebadai jabatan profesional penuh, status
mulai membaik. Di indonesia telah ada Persatuang Guru Republik Indonesia (PGRI) yang
mewadahi persatuan guru, dan juga mempunyai perwakilan di DPR/MPR.
Dalam sejarah pendidikan guru indonesia, guru pernah
mempunyai status yang sangat tinggi di masyarakat, mempunyai wibawah yang sangat tinggi,
dan dianggap sebagai orang yang serba tahu. Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik
anak di depan kelas, mendidik masyarakat, tempat masyarakat untuk bertanya, baik untuk
memecahkan masalah pribadi maupun sosial. Namun, wibawah guru mulai memudar sejalan
dengan kamajuan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan keperluan guru
yang meningkat tentang imbalan atau balas jasa.
D. Kode Etik Profesi Keguruaan
a. Kode Etik
1. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian, pasal 28
Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “ Pegawai Negeri Sipil mempunyai
kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan didalam dan diluar kedinasan.”
2. Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII,Basumi sebagai ketua umum PGRI
menyatakan bahwa kode atik guru indonesia merupakan landasan moral dan pedoman
tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggalilan pengabdiannya bekerja
sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat ketua umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa dalam kode etik guru indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: (1) sebagai landasan
moral. (2) sebagai pedona tingkah laku.
Dari uraian diatas terlihat bahwa kode atik profesi adalah norma-norma yang harus
diindahkan oleh onggota profesi didalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam
hidupnya di masyarakat.
b. Tujuan Kode Etik
Menurut R. Hermawan S (1979) secara umum tujuan kode etik adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
2. Untuk menjaga dam memelihara kesejahteraan para anggotanya
3. Untuk meningkatkan penabdian para anggota profesi
4. Untuk meningkatkan mutu profesi
5. Untuk meningkatkan mutu oranisasi profesi
c. Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan memikat
para anggotanya. Penetapan kode etik lasim ditetapkan pada suatu kongres organisasi profesi.
Dengan demikian, penetapan kode etik tidak dapat dilakukan oleh orang secara perorangan,
melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota
profesi daro organisasi tersebut.
d. Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Sering juga kita jumpai, bahwa ada kalanya negara memcampuri urusan profesi, sehingga
hal-hal yag semula hanya merupaka kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat
menjuadi perturan hukum atau undang-undang. Apabila hanya demikian, maka aturan yang
mulanya seagai sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meninkat menjadi aturan
yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata
maupun sanksi pidana.
e. Kode Etik Guru Indonesia
Kode etik guru indonesi dapat dirumuskan sebaai himpunan nilai-nilai dan norma-norma
profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan
bulat. Fungsi kode guru indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku
tiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugasnya mengabdi sebagai guru, baik di dalam
maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat. Dengan demikian
kod etik guru indonesia merupakan alat yang amat penting untuk membentuk sikap
profesional pada anggota profesi keguruan.
E. Organisasi Profesi Keguruan
a. Fungsi organisasi profesional keguruan
Seperti yang tekah disebutkan dalam salah satu kriteria jabatan profesi harus mempunyai
wadah untuk menyatukan gerak lankah dan mengendalikan keseluruhan profesi, yakni
organisasi profesi. Bagi guru-guru kita, itu telah ada yakni Persatuan guru Republik indonesia
atau yang lebih dikenal denga PGRI yang didirikan di Surakarta pada tanggal 25 November
1945.
b. Jenis-jenis organisasi keguruan
Disamping PGRI yang satu-satunya organisasi yang diakui oleh pemerinta juga terdapat
organisasi lain yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang didirikan atas
anjuran Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.
Sayangnya, organisasi ini tidak ada kaitan yang formal dengan PGRI.
Selain itu ada juga organisasi profesional guru yang lain yaitu ikatan serjana pendidikan
indonesia (ISPI), yang sekarang suda mempunyai nanyak devisi yaitu Ikatan Petugas
Bimbingan Belajar (IPBI), Himpunan Serjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HSPBI),
dan lain-lain, hubungannya secara formal dengan PGRI juga belum tampak secara nyata,
sehingga belum didapatkan kerjasama yang saling menunjang dalam meningkatkan mutu
anggotanya.
Profesi Kependidikan
Senin, 27 Mei 2013
BAB I
KONSEP DASAR PROFESI
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan memiliki kompetensi:
1. Mengungkapkan kembali pendekatan kajian akademik profesi secara umum.
2. Mendefinisikan pengertian profesi.
3. Menjelaskan ciri khusus (karakteristik) profesi.
4. Membedakan antara pekerjaan yang tergolong profesi profesional dan yang bukan profesi
yang profesional berdasarkan syarat-syarat keprofesian menurut kajian akademik.
A. PERIHAL PROFESI DAN PENGERTIANNYA
Menurut Waddington (1996), istilah profesi pada awalnya berarti sejumlah pekerjaan terbatas
yaitu pekerjaan-pekerjaan yang hanya ada dalam era pra-industri di eropa, yang membuat
orang-orang berpenghasilan mampu hidup tanpa tergantung pada perdagangan atau pekerjaan
manual. Hukum, kedokteran, dan keagamaan merupakan tiga profesi klasik, tetapi pejabat
angkatan darat dan angkatan laut kemudian juga dimasukan ke dalam profesi. Proses
indrustrialisasi dikaitkan dengan perubahan besar dalam struktur profesi lama ini, dan dengan
pertumbuhan lapangan kerja baru yang pesat, banyak dari pekerjaan ini kemudian
mendapatkan status profesional. Perubahan-perubahan dalam struktur pekerjaan tersebut
direfleksikan dalam literatur sosiologi, misalnya studi klasik oleh Carr-Saunderrs dan Wilson
(1993), dalam usaha untuk mendefinisikan ciri atau karakteristik dari profesi modern.
Pendekatan ini kadang-kadang disebut dengan pendekatan “ciri” atau “daftar periksa” –
bagaimanapun juga belum mendapatkan persetujuan luas, seperti misalnya, apa definisi
profesi yang bermanfaat dan memadai.
Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa ada dua istilah yang jika tidak dijelaskan
akan membingungkan, karena dewasa ini kedua istilah itu sering kali dipertukarkan atau
disebut secara bergantian, yaitu istilah pekerjaan dan istilah profesi. Sama atau berbedakah
pengertian kedua istilah tersebut? Wirawan (2009), berpendapat, pekerjaan adalah aktivitas
menyelesaikan sesuatu atau membuat sesuatu yang hanya memerlukan tenaga dan
keterampilan tertentu seperti yang dilakukan oleh pekerja kasar atau blue collar worker.
Dicontohkan termasuk dalam kategori pekerjaan misalnya sopir bus, pembantu rumah tangga,
tukanag cukur, pengantar surat pos, dan tukang kayu. Sementara yang dimaksud profesi
menurut Wirawan (2009), adalah suatu pekerjaan yang untuk menyelesaikannya memerlukan
penguasaan dan penerapan teori ilmu pengetahuan yang dipelajari dari lembaga pendidikan
tinggi seperti yang dilakukan oleh para profesional atau white collar worker. Contoh profesi
adalah pekerjaan yang dilakukan oleh manajer, dokter, guru dan dosen, hakim, jaksa,
advokad atau pengacara, perawat, akuntan, dan lain-lain.
Hal menarik sebetulnya jauh-jauh hari pernah dikemukakan Millerson (1964),
setelah meneliti literatur dengan cermat, mendaftar tidak kurang dari 23 unsur, yang
dipisahkan dari karya 21 penulis, yang telah memasukkan berbagai definisi profesi. Hasilnya
adalah, tidak ada item tunggal yang dapat diterima oleh penulis sebagai karakteristik
profesiyang dibutuhkan, dan tidak ada dua penulis yang sepakat mengenai kombinasi elemen
mana yang dapat dimbil sebagai definisi. Akan tetapi ada enam karakteristik yang disebut-
sebut yaitu: memiliki keahlian berdasarkan pengetahuan teoretis, adanya pelatihan dan
pendidikan, uji kemampuan anggota, organisasi, terikat dengan aturan pelaksanaan, dan
adanya pemberian jasa altruistik.
Secara historis, sepanjang tahun 1950-an dan 1960-an banyak ahli sosiologi
menggunakan pendekatan “daftar periksa” (check-list) untuk mempelajari pekerjaan, seperti
kerja sosial, pengajar, perawat dan pustakawan, untuk melihat apakah pekerjaan itu bisa
disebut sebagai profesi atau tidak. Namun demikian, sejak awal 1970-an pendekatan
deskriptif ini semakin ditinggalkan karena banyaknya kritik tajam. Freidson (1970), dan
Johnson (1972), misalnya, mengkritik bahwa ciri-ciri yang dipakai untuk mendefinisikan
profesi seringkali, secara analitik dan empirik, bersifat mendua, sedangkan daftar dari elemen
yang berfungsi mendefinisikan dibentuk secara sewenang-wenang, dan juga tidak banyak
usaha untuk mengartikulasikan hubungan antara elemen-elemen secara teoretis. Akhirnya
para kritikus merasa bahwa pendekatan ini cenderung mereflesikan gambaran ideologis yang
oleh para profesional berusaha disampaikan dari karya-karya mereka sendiri.
Sejak tahun 1970-an literatur tentang profesi menjadi lebuh kritis dan cenderung
terfokus pada analisis kekuasaan profesional, dan posisi profesi di dalam pasar tenaga kerja.
Berkaitan dengan posisi profesi tersebut, Berlant (1975), misalnya, melihat profesionalisasi
sebagai proses monopolisasi; sedangkan Larson (1977), melihatnya sebagai sesuatu proses
mobilitas pekerjaan berdasarkan pada kontrol terhadap pasar tertentu. Namun demikian
pengaruh yang dominan sepanjang 1970-an dan 1980-an barangkali dari Freidson dan
Johnson, karena keduanya memokuskan diri pada kekuasaan profesional.
Freidson (1986), berpendapat bahwa otonomi profesional, yakni kekuasaan profesi
untuk mendefinisikan dan mengontrol pekerjaan merekalah yang membedakan karakteristik
dari profesi. Dalam perspektif ini pengetahuan yang khusus atau perilaku altruistik tidak
dipandang sebagai karakteristik esensial dari profesi. Namun, klaim terhadap atribut-atribut
semacam itu, terlepas dari soal valid atau tidak, barangkali penting dalam proses
Profesionalisasi sepanjang atribut-atribut tersebut merupakan retorika dipandang dari segi
kelompok pekerja yang berusaha untuk mendapatkan hak-hak istimewa seperti sistem lisensi,
pengaturan sendiri, dan situasi pasar yang terjaga. Oleh karena itu proses profesionalisasi
dilihat bersifat politis dalam karakternya, suatu proses “dimana kekuasaan retorika persuasif
lebih diutamakan ketimbang karakter objektif dari pengetahuan, pelatihan dan pekerjaan.”
Karya Johnson (1972), berpusat pada analisis hubungan praktisi-klien. Dia mencatat
bahwa pekerjaan yang secara konvesional disebut sebagai “profesi” telah, diberbagai waktu
dan tempat, menjadi tunduk pada kekuatan klien (patronase), atau hubungan praktisi-klien
mungkin diperantai oleh kelompok ketiga, seperti gereja atau negara (kontrol penengah).
Istilah profesionalisme digunakan untuk bentuk khusus dari kontrol pekerjaan, yang
melibatkan pengaturan sendiri tingkat tinggi dan kemandirian dari kontrol eksternal yang
dalam bentuknya yang paling berkembang, merupakan produk dari kondisi sosial tertentu
pada abad 19 di Inggris dan Amerika.
Abbott (1998; 1991), menyatakan bahwa profesi adalah kelompok pekerjaan
eksklusif yang melakukan yuridiksi pada bidang pekerjaan tertentu. Yuridiksi ini
dilaksanakan berdasarkan kontrol yang kurang lebih abstrak, esoterik dan pengetahuan
intelektual; kelompok yang kurang pengetahuannya (misalnya polisi dibandingkan dengan
pengacara) umumnya gagal dalam mempertahakan profesionalismenya. Apa yang berbeda
dari pendekatan Abbott bukanlah definisi profesinya tetapi penegasannya bahwa
profesionalisasi tidak dapat dipahami hanya sebagai perkembangan linier sederhana dari
pekerjaan individu yang dilihat secara tersendiri, karena perkembangan berbagai profesi
harus dipandang sebagai saling ketergantungan.
Ada sejumlah, dan kadang-kadang bertentangan, definisi dari profesi. Abbott (1991),
telah mencatat kebingungan ini dan menyarankan bahwa “memulai dengan definisi bukan
berarti memulai semuanya.” Barangkali yang lebih membantu adalah Freidson (1986), yang
menunjukkan perbedaan penting antara profesi di Amerika Serikat dan di Inggris dan status
jabatan yang tinggi di daratan Eropa, dan berpendapat bahwa profesionalisme adalah
“penyakit Anglo-Amerika.” Ia berpendapat bahwa masalah tidak diciptakan: “dengan
memasukan ciri pembawaan dan atribut dalam definisi. Masalah, terletak lebih dalam
ketimbang hal tersebut. Masalah tercipta karena ada usaha untuk memperlakukan pekerjaan
(profession) seolah-olah sebagai konsep generik ketimbang konsep historis yang berubah
dengan akar yang bersifat unik di dalam negara industri yang sangat dipengaruhi oleh
institusi Anglo-Amerika.”
Secara harfiah, kata profesi merupakan terjemahan istilah bahasa Inggris profession,
yang artinya adalah pekerjaan. Berdasarkan kajian akademik, selain pengertian sebagaimana
dikemukakan Waddington (1996), Wirawan (2009), dan Abbott (1988, 1991), di atas, ada
pengertian lain profesi yang sejalan. Arifin (1995), misalnya, mengemukakan bahwa
profession mengandung arti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang
memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latian khusus. Menurut
Kunandar (2007), profesi adalah suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh
seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang
mensyaratkan pengetahhuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan
akademis yang intensif. Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut
keahlian tertentu. Sedangkan menurut Martinis Yamin (2007), profesi mempunyai pengertian
seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur
berlandaskan intelektualitas. Sementara Jasin Muhammad dalam Muhamad Yunus Namsa
(2006), mengemukakan bahwa profesi adalah suatu lapangan pekerjaan yang dalam
melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi serta cara
menyikapi lapangan pekerjaan yang berorientasi pada pelayanan yang ahli. Pengertian profesi
ini mengandung makna bahwa di dalam suatu pekerjaan profesional diperlukan teknik serta
prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual yang mengacu pada pelayanan keahlian.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi
adalah suatu pekerjaan atau keahlian yang mensyaratkan kompetensi intelektual, perilaku
ilmiah berbasis ilmu pengetahuan dan keterampilan tertentu, memiliki etika tertentu,
memiliki kesesuaian dengan kebutuhan dan permintaan pasar tenaga kerja, dan diperoleh
seseorang melalui proses pendidikan dan pelatihan akademik di perguruan tinggi.
B. KARAKTERISTIK PROFESI
Sudah menjadi pemahaman kolektif bahwa profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan,
namun tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat disebut sebagai profesi. Menurut Brian
Rowan (1994), ada suatu metode untuk menjadikan jabatan atau peekerjaan sebagai atau
profesi yang disebut profesiisme. Profesiisme adalah suatu upaya untuk menerapkan faham
profesi terhadap jabatan atau pekerjaan tertentu dan membandingkannya dengan jabatan lain
sehingga menjadi jabatan atau pekerjaan tersebut sebagai profesi yang profesional. Salah satu
teknik yang digunakan ialah membandingkan atau menganilisis karakteristik suatu pekerjaan
yang sehingga pekerjaan tersebut dapat disebut sebagai profesi.
Perihal karakteristik profesi, Ornstein dan Levine (1984), mengemukakan bahwa
suatu pekejaan atau jabatan disebut profesi apabila memenuhi sejumlah karakteristik berikut
ini.
1. Memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat, dalam arti pelayanan jasa tersebut
merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat, tidak berganti-ganti pekerjaan.
2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkuan khalayak ramai, artinya,
tidak setiap orang dapat melakukannya.
3. Pekerjaan yang dilakukan berangkat dari teori ke praktik dan hasil-hasil penelitian tentang
pekerjaan itu sehingga sangat dimungkinkan adanya teori baru dan praktik baru pekerjaan.
4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang relatif lama (panjang).
5. Terkendali berdasarkan “lisensi” baku dan atau mempunyai persyaratan masuk. Artinya,
untuk mendapatkan pekerjaan tau jabatan tersebut diperlukan izin khusus atau sertifikasi serta
persyaratan khusus yang dikeluarkan oleh organisasi atau birokrasi pemerintahan.
6. Memiliki otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu yang tidak
teratur oleh pihak luar.
7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan kinerja yang ditampilkan
yang berhubungan dengan layanan yang diberikan. Artinya, pertanggungjawaban bersifat
personal terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindah ke pihak atasan atau instansi, baik
horisontal maupun vertikal.
8. Mempunyai sekumpulan kinerja terstandar (baku mutu).
9. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien; dengan penekanan terhadap layanan yang
akan diberikan.
10. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya. Sebut misalnya, dokter,
memakai tenaga administrasi (ahli rekam medis) untuk mendata klien dan mencatat segala
segala kemajuan kesehatan klien berikut obat-obat apa saja yang telah diberikan sepanjang
layanan medik.
11. Relatif bebas dari supervisi dalam jabatan, artinya tidak ada supervisi dari pihak luar terhadap
pekerjaan yang dilakukan.
12. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri. Mempunyai asosiasi profesi
dan atau kelompok “elit” untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya,
termasuk di dalamnya kewenangan organisasi profesi untuk menindak anggotanya yang
“malpraktik” dengan berpegangan pada kode etik profesi yang telah disepakati bersama.
13. Mempunyai kode etik (code of conduct) untuk menjelaskan hal-hal meragukan atau
menyangsikan berhubungan dengan layanan pekerjaan yang diberikan.
14. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap
anggotanya.
15. Secara umum dipandang sebagai suatu status sosial dan status ekonomi yang tinggi apabila
dibandingkan dengan pekerjaan atau jabatan lainnya.
Sejalan dengan karakteristik tersebut, Achmad Sanusi, dkk. (1991), mengemukakan
bahwa karakteristik suatu profesi adalah berikut ini.
1. Suatu jabatan yaang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan (crusial).
2. Jabatan yang menuntut keterampilan atau keahlian tertentu.
3. Keterampilan atau keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah
dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu (body of knowledge) yang jelas,
sistematik, eksplisit, dan bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum (publik).
5. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat pergguruan tinggi dengan waktu yang cukup
lama.
6. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai
profesional itu sendiri.
7. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi berpegang teguh pada kode
etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
8. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan pendapat ahli (judgement)
terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
9. Dalam praktik memberikan pelayanan kepada masyarakat, anggota profesi bersifat otonom
dan bebas dari campur tangan pihak luar.
10. Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh karenanya – secara
umum, dan semestinya – memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Berdasarkan karakteristik tersebut sekarang menjadi jelas bahwa tidak setiap
pekerjaan atau jabatan bisa disebut sebagai profesi. Sudah dapat diidentifikasi apakah tukang
becak, penderes karet, petani, masinis, pilot, dokter, guru, dosen, wartawan, reporter, penyiar
radio, nelayan, penyanyi, artis, aktor, operator kompurter, pencatat kegunungapian, perawat,
bidan, dan lain-lain adalah pekerjaan ataukah profesi.
C. PROFESIONALISME PROFESI
Pada akhir abad 20 dan dasa warsa pertama abad 21, cukup banyak kosa kata yang semula
tidak populer menjadi sangat populer, salah satu diantaranya ialah kosa kata
“profesionalisme.” Kosa kata profesionalisme, setelah perang dunia II, beriringan dengan
kata “evaluasi kinerja” berkembang luas (Poels, 2003). Ketika pengalaman dalam kedua
bidang tersebut berkembang, kritik atas metode-metode yang digunakan juga meningkat,
sebab dasar ilmiahnya hingga saat ini belum ada. Kritik gencar datang dari kalangan
akademis, terutama psikolog. Kata profesionalisme lebih menemukan relevansinya di atas
semua perdebatan tentangnya, terutama dalam praktik dan disiplin manajemen. Dibandingkan
dengan disiplin lain, disiplin dan praktik manajemen telah mengembangkan batasan
profesionalisme jauh lebih progresif dengan cara-cara yang sangat fleksibel, yakni dengan
melakukan analisis suatu pekerjaan, memberikan suatu skor atau poin, dan
memeringkatkannya, dan menentukan basis remunerasinya (penggajian).
Pertanyaannya ialah, apakah semua profesi memiliki domain profesionalisme?
Secara akademik yang disebbut profesionalisme identik dengan profesiisme menurut Rowan
(1994); profesionalisasi menurut Abbott (1998; 1991); bentuk khusus dari kontrol pekerjaan
menurut Johnson (1972); sebagai proses monopolisasi menurut Berlant (1975); dan suatu
proses mobilitas pekerjaan berdasarkan pada kontrol terhadap pasar tertentu menurut Larson
(1977).
Akan tetapi ada baiknya pengertian profesionalisme secara umum dan hubungannya
dengan profesi diketengahkan agar diperoleh pemahaman yang komprehensif.
Profesioanlisme ialah sifat-sifat, yakni kemampuan, kemahiran, cara pelaksanaan sesuatu dan
lain-lain, sebagaimana yang sewajarnya terdapat pada atau dilakukan oleh seseorang
profesional. Profesionalisme berhubungan dengan dan memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalakannya (KBBI, 1994).
Profesionalisme adalah tingkah laku, kepakaran atau kualitas daari seseorang yang
profesional (Longman, 1987). Dalam kamus kata-kata serapan asing dalam bahasa indonesia,
karya Badudu (2003), profesionalisme didefinisikan sebagai mutu, kualitas, dan tindak
tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau ciri seorang yang profesional. Sementara kata
profesional sendiri berarti, bersifat profesi, memiliki keahlian dan keterampilan karena
pendidikan dan latihan, serta beroleh bayaran karena keahliannya itu.
Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-
kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan
rasa keterpanggilan, serta ikrar untuk menerima panggilan tersebut dengan semangat
pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung
kesulitan di tengah gelapnya kehidupan (Wignjodoebroto, 1999).
Profesionalisme adalah sebutan yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk
komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan
kualitas profesionalnya. Seseorang yang memiliki jiwa profesionalisme senantiasa
mendorong dirinya untuk mewujudkan kerja-kerja yang profesional. Kualitas profesionalisme
didorong oleh ciri-ciri sebagai berikut:
1. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati piawai ideal. Seseorang yang
memiliki profesionalisme tinggi akan selalu berusaha mewujudkan dirinya sesuai dengan
piawai yang telah ditetapkan. Ia akan mengidentifikasi dirinya kepada seseorang yang
dipandang memiliki kepiawaian tersebut. Maksud “piawai ideal” ialah suatu perangkat
perilaku yang dipandang paling sempurna dan dijadikan sebagai rujukan.
2. Meningkatkan dan memelihara citra profesi.
Profesionalisme yang tinggi ditunjukkan oleh besarnya keinginan untuk selalu meningkatkan
dan memelihara citra profesi melalui perwujudan perilaku profesional. Perwujudannya
dilakukan melalui berbagai cara misalnya penampilan, cara percakapan, penggunaan bahasa,
sikap dan bahasa tubuh, perilaku sehari-hari, dan bagaimana memelihara hubungan dengan
individu lainnya.
3. Keinginan untuk senantiasa mengejar peluang dan kesempatan pengembangan karier yang
dapat meningkatkan memperbaiki kualitas pengetahuan dan keterampilannya.
4. Mengejar kualitas dan cita-cita keprofesian.
Profesionalisme ditandai dengan kualitas dan rasa bangga akan profesi yang disandangnya.
Dalam hal ini dihaarapkan agar seseorang itu memiliki rasa bangga dan percaya diri akan
profesinya.
Profesonalisme biasanya juga dipahami sebagai suatu kualitas yang wajib dimiliki
oleh setiap eksekutif yang baik dengan ciri-ciri berikut ini.
1. Mempunyai keterampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam
menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan
dengan bidang tadi.
2. Mempunyai ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganilisis suatu masalah dan
peka dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan
terbaik.
3. Mempunyai sikap berorientasi ke depan sehingga memiliki kemampuan mengantisipasi
perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya.
4. Mempunyai sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka
menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik
bagi diri dan perkembangan dirinya.
Adapun perilaku yang dipandang mencerminkan profesionalisme, antara lain berikut
ini.
1. Bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan.
2. Memberi arahan tugas dengan jelas.
3. Membina bawahan dengan memberikan kesempatan untuk maju dan berkembang serta
mengalokasikan sumber daya manusia dalam mengantisipasi hal yang terjadi di kemudian
hari.
4. Mampu menyelesaikan tugas tepat waktu dan tuntas.
5. Memberi laporan secara akurat dan objektif.
6. Terbuka terhadap saran dan kritik.
7. Selalu berusaha meningkatkan kemampuan dan keterampilan.
8. Proaktif mengikuti perkembangan bidang yang berhubungan dengan pekerjaannya.
9. Proaktif mengajukan usulan yang kreatif dan konstruktif.
10. Bertanggung jawab terhadap aset perusahaan dan menggunakannya secara profesional.
11. Mengontrol dan mengawasi mitra kerja, sesuai dengan perjanjian kerja sama yang disepakati.
12. Selalu mengevaluasi semua tugas yang dilaksanakan untuk pengembangan selanjutnya.
Berdasarkan uraian panjang tersebut dapatlah ditarik benang merah pola hubungan
antara profesionalisme dan profesi. Profesionalisme itu paham profesi. Apabila suatu profesi
ingin dipandang sebagai profesi yang profesional, maka jelas profesi tersebut harus melalui
prinsip well educated, well trained, dan well paid. Pada profesi yang profesional melekat dua
hal yang harus ada (qondisio sine quanon), yakni kompetensi dan kinerja. Kompetensi adalah
atribut-atribut yang dimiliki oleh suatu pekerjaan dan membedakannya dengan pekerjaan
lainnya (Armstrong, 2003), sedangkan kinerja merupakan akronim dari kinetik energi kerja
atau yang dalam bahasa Inggris disebut perfomance (Wirawan, 2009). Kinerja mempunyai
hubungan kausal dengan kompetensi. Kinerja merupakan fungsi dari kompetensi, perilaku
dan sikap, dan tindakan kerja. Kompetensi melukiskan karakteristik pengetahuan,
keterampilan, perilaku, dan pengalaman untuk melakukan suatu pekerjaan atau peran tertentu
secara efektif. Kompetensi secara objektif dapat diukur dan dikembangkan melalui supervisi,
manajemen kinerja, dan program pengembangan sumber daya manusia. Pengetahuan
mengidikasikan apa yang terdapat dalam kepala (otak) seseorang, mengetahui kesadaran atau
pemahaman mengenai sesuatu, terutama pekerjaan. Keterampilan mereflesikan kemampuan
seseorang yang dapat diukur yang telah dikembangkan melalui praktik, pelatihan, dan atau
pengalaman.
D. ISU PRESENTASI DAN SEMINAR
1. Di Amerika Serikat, ada dokumen yang disebut Dictionary of Occupation Title (DOT) yang
dipublikasikan oleh Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat. Dokumen tersebut memuat
ribuan jenis pekerjaan atau jabatan, baik yang memerlukan keahlian maupun yang tidak
memerlukan keahlian khusus. Di Indonesia juga banyak pekerjaan atau jabatan yang tersedia
sesuai dengan pasar tenaga kerja. Cobalah anda daftar pekerjaan apa saja yang anda ketahui,
pilihlah pekerjaan atau jabatan apa yang dapat dikategorikan profesi, profesi yang
profesional, atau hanya pekerjaan saja. Gunakan karakteristik profesi sebagaimana
dikemukakan para ahli untuk menjustifikasi. Presentasikan dan seminarkan isu tersebut!
2. Perhatikan, di Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau dokumen lain seperti Kartu Keluarga (KK),
SIM, dan sebagainya, selain terdapat kolom identitas diri, juga ada kolom “pekerjaan.” Sudah
tepatkah penempatan kolom “pekerjaan” tersebut? Jadikan isu ini sebagai perdebatan yang
argumentatif dan konstruktif!
Berikut ini adalah penjelasannya 4 kompetensi guru profesional:
1. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi ini menyangkut kemampuan seorang guru dalam memahami karakteristik atau kemampuan yang dimiliki oleh murid melalui berbagai cara. Cara yang utama yaitu dengan memahami murid melalui perkembangan kognitif murid, merancang pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi hasil belajar sekaligus pengembangan murid.
2. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian ini adalah salah satu kemampuan personal yang harus dimiliki oleh guru profesional dengan cara mencerminkan kepribadian yang baik pada diri sendiri, bersikap bijaksana serta arif, bersikap dewasa dan berwibawa serta mempunyai akhlak mulia untuk menjadi sauri teladan yang baik.
3. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah salah satu unsur yang harus dimiliki oleh guru yaitu dengan cara menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam.
4. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik melalui cara yang baik dalam berkomunikasi dengan murid dan seluruh tenaga kependidikan atau juga dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar
Sebagai public figure, ada sepuluh kemampuan guru yang harus dikuasai. Guru merupakan agen perubahan dalam pola pikir generasi bangsa dan mengemban tugas untuk meluruskan pola pikir irasional menuju cara berpikir rasional. Jika dilihat di masyarakat, tidak bisa dipungkiri bahwa guru dianggap sebagai orang yang serba bisa khususnya di pedesaan. Penguasaan sepuluh kemampuan guru akan sangat menunjang pembentukan karakter guru sebagai tenaga profesional sekaligus sebagai individu di dalam masyarakat. Berikut ini adalah sepuluh kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh guru.
1. Punya kemampuan untuk mengembangkan kepribadian.
Disini guru dituntut untuk bertakwa kepada Tuhan, turut berperan dalam masyarakat sebagai warga yang berjiwa Pancasila serta mengembangkan sifat-sifat terpuji yang menjadi syarat bagi guru.
2. Menguasai semua landasan pendidikan.
Landasan pendidikan yang harus dikuasai adalah dengan mengenal tujuan pendidikan untuk pencapaian tujuan pendidikan nasional, mengenal sekolah di dalam masyarakat serta mengenal prinsip-prinsip psikologi yang bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran.
3. Mampu untuk menguasai bahanpengajaran.
Seorang guru diharapkan mempunyai kemampuan untuk menguasai bahan pengajaran kurikulum dan menguasai bahan pengayaan.
4. Mampu untuk menyusun program pengajaran.
Kemampuan ini adalah untuk menetapkan tujuan pengajaran, memilih dan menetapkan bahan pengajaran, memilih dan mengembangkan strategi pengajaran, memilih dan memanfaatkan
sumber belajar yang tersedia dan memilih serta mengembangkan media pengajaran yang sesuai.
5. Melaksanakan semua program pengajaran.
Dalam hal ini guru diharuskan menciptakan iklim belajar mengajar yang sehat, mengelola interaksi belajar mengajar dan mengatur ruang belajar.
6. Menilai hasil serta proses belajar mengajar yang sudak dilaksanakan.
Guru harus bisa menilai prestasi murid dan menilai proses belajar mengajar yang telah dijalankan.
7. Program bimbingan belajar.
Guru harus bisa membimbing murid yang mengalami kesulitan belajar, siswa yang berkelainan dan berbakat khusus serta bisa membimbing murid untuk menghargai pekerjaan di masyarakat.
8. Melaksanakan administrasi instansi.
Guru harus mengenal pengadministrasian kegiatan sekolah sekaligus melaksanan kegiatan tersebut.
9. Berinteraksi dengan sejawat serta msyarakat.
Guru harus bisa berinteraksi dengan rekan sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional dan berinteraksi dengan masyarakat untuk memenuhi misi pendidikan.
10. Melakukan penelitian yang sederhana.
Kemampuan guru ini adalah untuk mengkaji konsep dasar penelitian ilmuwan dan melakukan penelitian sederhana.