tugas keperawatan keluarga.docx
TRANSCRIPT
![Page 1: Tugas keperawatan keluarga.docx](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072110/563db866550346aa9a935674/html5/thumbnails/1.jpg)
TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN KELUARGA
PENELANTARAN PADA ANAK
Disampaikan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok
Pada Mata Keperawatan Keluarga
Disusun Oleh:
Kelompok 3
Neni Rochmayanti NPM 220110140202
Erlin Marlinda NPM 220110140203
Ida Rosida NPM 220110140204
Ana Ratnaningsih NPM 220110140205
Rochmah NPM 220110140206
Neni Mulyani NPM 220110140207
Bachtiar NPM 220110140208
Cencen Hendra S NPM 220110140209
M. Khairuddin NPM 220110140210
Rasni NPM. 220110140211
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
![Page 2: Tugas keperawatan keluarga.docx](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072110/563db866550346aa9a935674/html5/thumbnails/2.jpg)
TAHUN 2015
Tugas keperawatan keluarga
Trend dan issue keperawatan keluarga pada kasus penelantaran anak
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan, demikian disebutkan di dalam Pasal 1 UU No 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai
manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia
yang termuat dalam UUD 45, Konvensi Hak Anak dan UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
Anak mempunyai hak yang bersifat asasi sebagaimana yang dimiliki orang dewasa, hak
asasi manusia (HAM). Namun pemberitaan yang menyangkut hak anak tidak segencar
sebagaimana hak-hak orang dewasa atau isu gender, yang menyangkut hak
perempuan.Kekerasan dan penelantaran pada anak bukanlah masalah baru, bahkan sudah
menjadi masalah global dan terjadi pada hampir tiap negara didunia, tidak terkecuali Indonesia.
Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung-jawab untuk menjaga dan memelihara
hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum.Demikian pula dalam
rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung-jawab
menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan
perkembangannya secara optimal dan terarah.
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-
haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
(Pasal 1 UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).
Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam
kandungan sampai anak berumur 18 tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang
utuh, menyeluruh, dan komprehensif, kewajiban memberikan perlindungan anak didasarkan atas
![Page 3: Tugas keperawatan keluarga.docx](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072110/563db866550346aa9a935674/html5/thumbnails/3.jpg)
asas-asas : non diskriminatif, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup –
kelangsungan hidup dan perkembangan, dan penghargaan terhadap pendapat anak.
Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan anak, anak
korban kekerasan, anak korban perlakuan salah dan penelantaran, dilakukan melalui berbagai
upaya seperti sosialisasi peraturan perundang-undangan, pengawasan, perlindungan, pencegahan,
perawatan, dan rehabilitasi, baik dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.
Kekerasan dan penelantaran anak merupakan suatu tindakan yang dpat memberikan
dampak dan efek yang panjang, baik untuk anak tersebut dan masa depannya juga dengan
lingkungan dimana terdapat anak yang menerima perlakuan menyimpang.
Kasus penelantaran anak yang dilakukan oleh orang tua merupakan salah satu fenomena
gunung es, dimana pada kondisi ini keluarga tidak mampu menjadi suatu pengikat yasng benar-
benar memberikan rasa aman dan nyaman di lingkungan keluarga. Masih banyak peran orang tua
yang benar-benar belum mampu bias menjadi orang tua sebagai pendidik, pelindung dan kasih
sayang.
Sesuai dengan pasal 1 no.6 UU no.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
mendefinisikan bahwa ana terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secarab
wajar, baik fisik, mental, spiritual maupun social.
Penelantaran anak (child neglect) adalah kegagalan dalam menyediakan segala sesuatu
yang dibutuhkan untuk tumbuh kembangnya, seperti : kesehatan, pendidikan, perkembangan
emosional, nutrisi, rumah atau tempat bernaung, dan keadaan hidup yang aman, di dalam
konteks sumber daya yang layaknya dimiliki oleh keluarga atau pengasuh, yang mengakibatkan
atau sangat mungkin mengakibatkan gangguan kesehatan atau gangguan perkembangan fisik,
mental, spiritual, moral dan sosial. Termasuk didalamnya adalah kegagalan dalam mengawasi
dan melindungi secara layak dari bahaya atau gangguan.(WHO).
Berdasarkan laporan dari United Nations International Children’s Emergency Fund
(UNICEF) pada tahun 2012, menunjukan 443 juta anak indonesia terkena dampak kemiskinan.
![Page 4: Tugas keperawatan keluarga.docx](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072110/563db866550346aa9a935674/html5/thumbnails/4.jpg)
Sedangkan berdasarkan data dari kemensos 41 juta anak terlantar di Indonesia yang berarti 48 %
dari jumlah anak di Indonesia.
Tindakan tentang penelantaran anak telah diatur oleh Undang-undang, yakni UU 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak yang mengancam pidana bagi pelaku tindakan diskriminasi,
penelantaran, pembiaran anak yang berada dalam keadaan darurat, tindakan kekerasan, jual-beli
organ anak, eksploitasi ekonomi dan/atau seksual, pemanfaatan anak dalam kegiatan napza, dll.
(KUHP)
Ada banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya tindak kekerasan pada anak termasuk
penelantaran / Neglect pada anak. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penelantaran
adalah:
1. Trauma masa lalu pada orang tua.
Perlakuan dimasa lalu yang dialami biasanya akan membekas dalam benak seseorang dan
akan melakukan seperti hal yang sama dimasa dewasanya dan ia akan mengadopsi perilaku
yang sesuai dengan nilai orang tuanya (Paul Henry Mussen, 1989).
2. Masalah ekonomi
Masalah ekonomi juga menjadi penyebab orang tua bersikap demikian kepada anaknya.Pada
tahun 1976, Biro Anak-anak Nasional menerbitkan hasil dari suatu survei yang
memperlihatkan bahwa ketidakberuntungan yang dialami oleh anak bukanlah disebabkan
hanya karena berasal dalam keluarga orang tua tunggal, tetapi juga disebabkan oleh
kemiskinan. (Rosa M Sacharin 1994)
3. Jumlah anak dalam keluarga
Keluarga dengan anggota keluarga lebih dari 4 anak bisanya cenderung untuk tak terlalu
memperhatikan perkembangan dari setiap anak-anaknya. Terdapat kecenderungan bagi anak
pertama dan anak bungsu untuk mengalami perlakuan yang buruk yakni pada saat anak belum
mampu untuk berkomunikasi dan bergerak (Rosa M Sacharin, 1994)
![Page 5: Tugas keperawatan keluarga.docx](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072110/563db866550346aa9a935674/html5/thumbnails/5.jpg)
4. Anak yang tidak diharapkan
Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak. Ada beberapa pandangan orang tua
yang melihat anak mereka berbeda dari anak lain. Hal ini dapat terjadi pada anak yang tidak
diinginkan atau anak yang tidak direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif, cengeng, anak dari
orang lain yang tidak disukai, misalnya anak mantan suami/istri, anak tiri, serta anak dengan
berat lahir rendah.
Terdapat juga kemungkinan penyakit organic yang terkait dengan anak atau kepribadian dan
perilaku anak yang mengakibatkan orang tua tidak menginginkan anak tersebut (Rosa M
Sacharin 1994).
5. Kelainan mental orang tua
Mental orang tua ikut mempengaruhi terjadinya penelantaran pada anak. Orang tua yang
mengkonsumsi alcohol, penggunaan obat, biasanya akan mengalami gangguan proses piker
dan cenderung deprivasi social dan tidak peduli lagi dengan lingkungan sekitarnya.
Adanya penelantaran terhadap anak juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan
psikologi kejiwaan. Anak akan merasa tertekan, sehingga memunculkan respon tubuh yakni
stres. Stres akan mengaktivasi pusat stres yakni hipotalamus. Hipotalamus juga dinamakan pusat
stres otak karena fungsi gandanya dalam keadaan darurat. Fungsi pertamanya adalah
mengaktivasi cabang simpatis dan sistem saraf otonomik. Sistem simpatis juga menstimulasi
medulla adrenal untuk melepaskan hormon Epineprin dan noreprineprin ke dalam pembuluh
darah. Epineprin memiliki efek yang sama pada otot dan organ seperti sistem saraf simpatis dan
dengan demikian berfungsi memperkuat tingkat rangsangan. Norepineprin mengaktivasi pada
kelenjar hipofisis, bertanggung jawab secara tidak langsung untuk pelepasan gula dari hati.
Pada anak terlantar yang tidak mendapatkan perhatian akan mengalami defisit perawatan
diri. Yang diantaranya akan mengakibatkan higiene buruk, penampilan lusuh dan kotor serta
kebutuhan makan tidak tercukupi. Higiene yang buruk secara tidak langsung akan menyebabkan
anak mengalami radang gusi, rambut berwarna merah dan kulit gatal karena kebutuhan higiene
diri yang menyangut kebutuhan mandi kurang terpenuhi.
![Page 6: Tugas keperawatan keluarga.docx](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072110/563db866550346aa9a935674/html5/thumbnails/6.jpg)
Seorang anak yang terlantar, cenderung mengalami kebutuhan makan yang tidak
terpenuhi pula, hal ini akan mengakibatkan asupan nutrisinya menurun, mengalami kurang gizi
sehingga menyebabkan imunitasnya ikut turun dan anak akan mudah sakit. Selain itu anak akan
mengalami dehidrasi berat, kelaparan, kurus dan gangguan pencernaan lain serta kemungkinan
besar akan terjadi gagal tumbuh kembang. (Potter Perry 2005)
Pada anak terlantar juga dimungkinkan besar akan terjadi isolasi social di dalam dirinya.
Anak yang sejak kecil terbiasa ditelantarkan akan menimbulkan kepercayaan pada dirinya bahwa
orang lain adalah hal yang menakutkan baginya. Dia tidak menyukai siapapun orang baru yang
berada di lingkungannya atas factor kebiasaan perlakuan buruk yang ia alami sebelumnya.
Peran perawat keluarga yang seharusnya dalam menyikapi permasalahan kasus penelantaran
anak, diantaranya :
1. Peranan sebagai Motivator
Perawat dapat berperan untuk memberikan motivasi kepada anak terlantar dan orang tuanya
dalam mengatasi permasalahan yang dialami.
2. Peranan sebagai Enabler
Perawat berperan sebagai pemungkin atau orang yang meyakinkan anak terlantar dan
orantuanya bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengatasi permasalahan yang
dihadapi dengan pemanfaatan berbagai sistem sumber yang ada.
3. Peranan sebagai Fasilitator dan mediator.
Peran pekerja sosial memfasilitasi anak terlantar dan orangtuanya untuk mampu melakukan
perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama. Perawat bisa melakukan peran
mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Peran mediator diperlukan terutama pada
saat terdapat beberapa perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai
pihak. Perawat dapat memerankan sebagai fungsi kekuatan ketiga untuk menjembatani antara
keluarga dan anak dari factor-faktor pencetusnya. Kegiatan yang dilakukan sebagai mediator
yaitu menghubungkan anak terlantar dan keluarganya dengan sistem sumber yang ada dalam
masyarakat baik sistem sumber informal maupun formal.
4. Peranan sebagai Public Educator
![Page 7: Tugas keperawatan keluarga.docx](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072110/563db866550346aa9a935674/html5/thumbnails/7.jpg)
Memberikan dan menyebarluaskan informasi mengenai masalah dan pelayanan-pelayanan
sosial yang tersedia.
5. Peranan sebagai Advocate
Peran advocate atau pembelaan merupakan salah satu praktek pekerjaan sosial yang
bersentuhan dengan kegiatan politik. Peran ini dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak
dan kewajiban anak terlantar.
Contoh kasus penelantaran anak
Anak Terlantar di Prop. Sumatera Selatan
Menurut data Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan yang dalam hal ini disampaikan oleh Wakil
Gubernur Sumatera Selatan, Prop.Dr. Mahyuddin, saat bertemu dengan Tim Komisi VIII DPRD-
RI di Palembang, di kantor Pemerintah Sumatera Selatan, Jalan Kapten A. Rivai Palembang,
anak terlantar di Sumatera Selatan pada tahun 2008 mencapai 5.088 anak. Dijelaskannya pula,
dari jumlah itu, baru 4.105 anak terlantar yang dibina oleh 107 panti. Yakni di Palembang
mencapai 2.100 anak, Ogan Komering Ilir 340 anak, Banyuasin 325 anak, serta beberapa
kabuapten dan kota lainnya rata-rata kurang dari 200 anak. Sedangkan di Pagaralam hanya 30
anak terlantar yang dibina (Wijaya, 2008)
Hingga kini bila kita amati masih terdapat ratusan anak terlantar di Kota Palembang, Sumatera
Selatan, yang telantar dan tidak mendapatkan pelayanan pendidikan memadai. Mereka pada
umumnya berkeliaran di beberapa tempat mangkal, seperti di Simpang Polda, Simpang Rumah
Sakit Charitas, Simpang DPRD, Simpang Jakabaring, atau stasiun kereta api di Kertapati.
Sebagian besar mengaku putus atau tidak melanjutkan sekolah karena masalah ekonomi atau
tidak cocok dengan sistem pendidikan yang dinilai terlalu mengekang.
Dijalanan mereka hidup tanpa aturan yang bersifat legalistik, yang ada adalah aturan-aturan yang
mereka buat sendiri, sehingga seringkali aturan yang berlaku cenderung menjadi hokum rimba.
Dengan kata lain, didalam kehidupan anak terlantar “siapa kuat dia yang berkuasa” merupakan
aturan yang harus selalui dipatuhi.
![Page 8: Tugas keperawatan keluarga.docx](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072110/563db866550346aa9a935674/html5/thumbnails/8.jpg)
Anak terlantar yang hidup dijalanan hidup mengandalkan penghasilan mengamen, menjajakan
makanan kecil, atau berjualan koran. Mereka rata-rata bekerja dari pagi sampai sore hari dan
mendapat penghasilan Rp 15.000 sampai Rp 25.000 per hari. Jika tidak diantisipasi, kondisi ini
bisa menurunkan kualitas sumber daya manusia generasi muda pada masa mendatang (Wijaya,
2008)
Dinas Sosial Palembang selaku instansi yang bertanggung jawab menangani masalah anak
terlantar khususnya di kota Palembang hanya bisa menampung dan membina sebagian kecil dari
anak terlantar. Mereka antara lain dibina di Panti Bina Anak Remaja dan Panti Rehabilitasi Anak
Nusantara di Kelurahan Sukabangun, Kecamatan Sukarame, serta di Panti Rehabilitasi
Pengemis, Gelandangan, dan Orang Telantar di Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Sako.
Analisis kelompok
Bahwa masalah penelantaran anak belum bisa ditangani oleh instansi yang bertanggung jawab
yaitu dinas social. Hal ini dikarenakan kurangnya instansi-instansi binaan serta sumber daya
manusia yang ada didalamnya. Dengan kondisi tersebut maka, profesi perawatan sangat
diperlukan untuk membantu mengurangi masalah penelantaran anak.
1. Peran perawat sebagai motivator dalam kasus adalah perawat dapat memberikan
dorongan secara psikologis kepada orang tua untuk lebih memberikan kasih saying dan
perlindungan kepada anaknya
2. Perfan perawat sewbagai advocator dalam kasusu ini menjalin hubungan dengan lembaga
dinas social lainnya seperti KPAI.
3. Peran perwat bagai educator dalam kasus ini memberikan edukasi bersama dengan
psikologi anak untuk mendidik dan merubah prilaku anak tersebut kearah yang lebih baik
dengan cara pendekatan yang sesuai dengan umur anak tersebut.
4. Peran sebagai fasilitator dan mediator adalah memfasilitasi anak yang telantar untuk
hidup dengan layak atau bertemu dengan keluarganya melalui dnas social maupun KPAI.
![Page 9: Tugas keperawatan keluarga.docx](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022072110/563db866550346aa9a935674/html5/thumbnails/9.jpg)