tugas dr adi weny 2.docx

23
TUGAS BLOK OKUPASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT INFEKSI DI RUMAH SAKIT Nama : Elfath Rahmaweny NPM : 61111022 Kelompok : II Angkatan : 2011 Semester : VII FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM

Upload: mardoni-efrijon

Post on 16-Feb-2016

225 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas dr Adi weny 2.docx

TUGAS BLOK OKUPASI

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT INFEKSI

DI RUMAH SAKIT

Nama : Elfath Rahmaweny

NPM : 61111022

Kelompok : II

Angkatan : 2011

Semester : VII

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BATAM

2014

Page 2: Tugas dr Adi weny 2.docx

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TB

DI RUMAH SAKIT

Penatalaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) TB sangatlah 

penting peranannya untuk mencegah tersebarnya Mycobacterium tuberculosis ini.

Hal ini penting dilaksanakan bukan saja untuk mencegah penularan dari pasien ke

petugas kesehatan saja, tetapi juga untuk mencegah penularan dari pasien ke pasien.

Dalam pelayanan tuberkulosis, mengingat situasi TB di dunia yang makin memburuk

dengan jumlah kasus yang meningkat  dan  banyak  diantaranya  yang  tidak  berhasil 

disembuhkan. Sesuai  dengan karakteristik penularan MTb melalui udara, maka 

kewaspadaan transmisi airborne‐ lah  yang  harus  menjadi  fokus  utama  upaya  PPI 

TB  di  fasilitas  pelayanan  kesehatan  yang  memberikan pelayanan tuberkulosis.   

Sebagai  acuan  dasar  penatalaksanaan  pencegahan  dan  pengendalian  infeksi 

dipakai  buku  “Pedoman  Pencegahan  dan  Pengendalian  Infeksi  di  Rumah  Sakit 

dan  Fasilitas  Pelayanan  Lainnya”,  Depkes  2008.  Sedangkan  sebagai  acuan 

manajerial  PPI  dipakai  buku  “Pedoman  Manajerial  Pencegahan  dan 

Pengendalian  Infeksi  di  Rumah  Sakit  dan  Fasilitas  Pelayanan  Lainnya”, 

Depkes  2008.

Page 3: Tugas dr Adi weny 2.docx

RENCANA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

TUBERKULOSIS 

Rencana PPI TB ini perlu disusun oleh kelompok PPI TB sebagai bagian dari 

dan terintegrasi  dengan Program PPI RS. Rencana PPI TB ini meliputi: 

Prosedur penyaringan pasien dengan Triase

Segera  setelah pasien datang di fasilitas pelayanan kesehatan adalah penting u

ntuk  bisa  segera  mengenali  orang  yang  mempunyai  gejala  TB,  atau 

orang  yang  sedang  dalam  investigasi  TB  maupun  pengobatan  TB,  untuk 

dipisahkan dari pasien lain.

Pendidikan pasien mengenai etiket batuk. 

Penyediaan tisu dan masker, serta tempat pembuangan tisu  maupun pembuan

gan dahak yang benar. 

Menempatkan  semua  suspek  dan  pasien  TB  di  ruang  tunggu 

yang mempunyai  ventilasi baik .  

Mempercepat  proses  penatalaksanaan  pelayanan  bagi  mereka,  sehingga 

waktu  mereka berada di fasilitas dapat dikurangi seminim mungkin. 

Memberikan  pelayanan  segera  bagi  pasien  dengan  suspek  TB,  pastikan 

bahwa  proses  investigasi  diagnostik  dilakukan  dengan  cepat,  termasuk 

segera merujuk ke tempat pemeriksaan diagnostik bila harus dibawa ketempat 

lain. 

Menjalankan  dan  mempertahankan  upaya  pengendalian  lingkungan  (baca   

Pilar  Pengendalian Lingkungan) 

Menjamin  dilaksanakannya  upaya  perlindungan  diri  yang  adekuat  bagi 

petugas  kesehatan dan mereka yang bertugas ditempat pelayanan  

Page 4: Tugas dr Adi weny 2.docx

Melaksanakan  pelatihan  dan  pendidikan  mengenai  TB  dan  Rencana 

Kerja  TB  bagi  semua petugas kesehatan.

Melakukan  pemeriksaan  kesehatan  bagi  petugas  untuk  penyaringan 

kemungkinan  terkena  TB,  serta  menyediakan  pelayanan  bagi  mereka. 

Termasuk  juga  pelayanan  VCT  bagi  petugas  kesehatan,    bila  mereka 

memerlukannya,    disertai  dengan  akses  terhadap ARV/pengobatan. 

Melakukan  pemantauan  akan  pelaksanaan  Rencana  Kerja    PPI‐TB,  dan 

melakukan 

koreksi terhadap praktek yang tidak berjalan atau kegagalan menerapkan kebij

akan  dan prosedur PPI TB.

PILAR PENGENDALIAN ADMINISTRATIF     

Pengendalian Administratif adalah upaya utama yang penting dilakukan untuk

mengurangi pajanan MTb kepada petugas kesehatan dan pasien, dengan mengurangi 

adanya percik renik di udara. Risiko ini tidak dapat dihilangkan 100%, tetapi dapat

diturunkan secara signifikan dengan upaya administratif yang benar.  

Upaya ini mencakup: 

• Melaksanakan triase dan pemisahan kasus berpotensi infeksius, 

• Menerapkan etiket batuk untuk mencegah persebaran kuman patogen, dan  

• Mengurangi waktu pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan kesehatan.

Page 5: Tugas dr Adi weny 2.docx

PILAR PENGENDALIAN LINGKUNGAN

Pengendalian  Lingkungan  adalah  upaya  dengan  menggunakan  technologi  yang 

bertujuan untuk mengurangi penyebaran dan menurunkan kadar percik renik di udara, 

sehingga  tidak  menularkan  orang  lain.  Upaya  pengendalian  dapat  dilakukan 

dengan  sistem  ventilasi  yang  menyalurkan  percil  renik  kearah  tertentu  atau 

ditambah  dengan  penggunaan  radiasi  Utraviolet sebagai germisida.

Penggunaan Sistem Ventilasi: Sistem  Ventilasi  adalah  suatu  sistem  yang 

menjamin udara di dalam gedung bergerak dan terjadi pertukaran antara udara didala

m gedung dengan udara dari luar. 

Secara garis besar ada dua jenis sistem ventilasi yaitu: 

• Ventilasi  Alamiah:  adalah  sistem  ventilasi  yang  mengandalkan  pada  pintu 

dan  jendela  terbuka,  serta  skylight  bagian  atap  yang  bisa  dibuka)  untuk 

mengalirkan  udara dari luar kedalam gedung dan dari dalam keluar gedung.  

• Ventilasi  campuran  (hybrid):  adalah  sistem  ventilasi  alamiah  ditambah  dengan 

penggunaan  peralatan  mekanik  untuk  menambah  efektifitas  panyaluran  udara

Penggunaan  kipas  angin/exhaust  fan  juga  termasuk  dalam  jenis  ventilasi  ini 

karena  dapat menyalurkan/menyedot udara ke arah tertentu.  Ventilasi  Mekanik: 

adalah  sistem  ventilasi  yang  menggunakan  peralatan  mekanik 

untuk mengalirkan dan mensirkulasi udara di dalam gedung. Termasuk disini adalah 

AC dan sistem pemanas udara ( di negara dingin).  : Ventilasi  yang  adekuat  di 

fasilitas  pelayanan  kesehatan  sangat  penting  untuk  mencegah  transmisi  penyakit 

yang  menular  melalui  udara  (airborne)  dan  sangat  direkomendasikan  untuk 

pengendalian  penyebaran  penyakit  TB.  Ventilasi  yang  baik  mengurangi  risiko 

Page 6: Tugas dr Adi weny 2.docx

infeksi  dengan  dilusi  atau  menghilangkan  pajanan.  Apabila  udara  bersih  atau 

segar  masuk  ke  ruangan  melalui  sistem  ventilasi  alamiah  maupun  mekanik 

maka  terjadi  dilusi  partikel  di  udara  ruangan  seperti  percik  renik.  Sehingga 

risiko  penularan  menjadi  lebih  kecil.    Hal  ini  hanya  dapat  terjadi  bila  udara 

ruangan  dialirkan  keluar  ke  tempat  yang  aman  (menjauhi  orang‐orang)  atau  di 

filter/radiasi sehingga percik renik yang mengandung bakteri M.Tuberkulosis terjarin

g atau menjadi tidak aktif. Jenis  sistem  ventilasi  yang  perlu  digunakan tergantung 

pada jenis fasilitas dan keadaan setempat. Setiap sistem ventilasi yang dipilih harus di

lakukan monitoring dan pemeliharaan secara periodik, oleh karena itu sumber daya 

(tenaga dan dana) yang cukup, perlu disediakan.   

Ventilasi dalam gedung perlu memperhatikan 3 elemen dasar, yaitu:

Ventilation  Rate:    Jumlah  udara  luar  berkualitas  baik  yang  masuk  dalam 

ruangan  pada waktu tertentu  

• Arah  aliran  udara:    Arah  umum  aliran  udara  dalam  gedung,  yang  seharusnya 

dari  area bersih, ke area terkontaminasi 

• Distribusi  udara  atau  pola  aliran  udara  (airflow  pattern):  Udara  luar  perlu 

terdistribusi ke setiap bagian dari ruangan dengan cara yang efisien dan kontaminan 

airborne yang ada dalam ruangan dialirkan keluar dengan cara yang efisien juga.

Kebutuhan  ventilasi  yang  baik,  bervariasi  tergantung  pada  jenis  ventilasi  yang 

digunakan,  seperti  resirkulasi  udara  atau  aliran  udara  segar.  Ada  dua  cara 

untuk mengukur rate ventilasi, yaitu dengan memperhitungkan volume ruangan: Pert

ukaran udara per jam  (ACH = airchanges per hour)  atau  dengan  memperhitungkan 

jumlah  orang  dalam  ruangan:  Liter/detik/orang. Penggunaan  ukuran  berdasarkan 

jumlah  orang  dalam  ruangan,  berdasarkan  pada  fakta,  bahwa  setiap  orang 

Page 7: Tugas dr Adi weny 2.docx

dalam ruangan memerlukan sejumlah udara segar tertentu. Sudah terbukti, bahwa rua

ngan non‐isolasi dengan rate ventilasi dibawah 2 ACH, berhubungan  dengan  angka 

konversi  TST  yang  lebih  tinggi  pada  petugas  kesehatan.  Rate  ventilasi  yang 

lebih  tinggi  memiliki  kemampuan    mendilusi  patogen  airborne  lebih 

tinggi, sehingga  menurunkan risiko penularan infeksi melalui udara.   Rekomendasi 

WHO  saat  ini  untuk  ruangan  dengan  risiko  tinggi  penularan  melalui  udara 

adalah minimal 12 ACH yang berarti : 80 l/detik/pasien untuk ruangan dengan

volume 24m3.

Ada beberapa laporan yang menyatakan, bahwa terjadi penularan TB di fasilitas pela

yanan yang tidak memiliki sistem ventilasi yang baik.  Bukti yang ada mengenai peng

aruh ventilasi masih lemah, namun konsisten, sehingga  untuk pengendalian penulara

n TB, ventilasi masih sangat dianjurkan. Pemilihan  sistem  ventilasi  yang  alamiah, 

mekanik atau campuran, perlu memperhatikan kondisi lokal, seperti struktur banguna

n, cuaca, biaya dan kualitas udara luar. Rumah Sakit perlu memasang vantilasi yang 

mengalirkan udara dari sumber penularan ke titik exhaust atau ke tempat dimana dilu

si udara adekuat.

Ventilasi alamiahdan campuran: Gedung yang tidak menggunakan sistem pendingin u

dara sentral, sebaiknya menggunakan ventilasi alamiah dengan exhaust fan atau kipas 

angin agar udara luar yang segar dapat masuk kesemua ruangan di gedung tersebut. P

intu, jendela maupun langit‐langit di ruangan di mana banyak orang berkumpul 

seperti ruang tunggu, hendaknya dibuka selebar mungkin. Sistem ventilasi campuran 

(alamiah  dengan  mekanik), yaitu dengan penggunaan exhaust fan/Kipas angin  yang

dipasang dengan benar dan dipelihara dengan baik, dapat membantu untuk

mendapatkan dilusi yang adekuat, bila ventilasi alamiah saja tidak dapat mencapai 

Page 8: Tugas dr Adi weny 2.docx

rate ventilasi yang cukup. Ruangan dengan jendela terbuka dan exhaust fan/kipas ang

in cukup efektif untuk mendilusi udara ruangan dibandingkan dengan ruangan 

dengan jendela terbuka saja atau ruangan tertutup. 

PILAR PENGENDALIAN DENGAN PERLINDUNGAN DIRI

Alat Pelindung Diri Pernafasan melindungi petugas kesehatan di tempat, di mana 

kadar percik renik tidak dapat dihilangkan dengan upaya administrative dan

lingkungan.  Petugas  kesehatan  perlu  menggunakan respirator

pada saat melakukan prosedur yang berisiko tinggi, misalnya bronkoskopi, intubasi, 

induksi  sputum,  aspirasi  sekret  saluran  napas,  dan  pembedahan  paru.  Selain itu, 

respirator ini juga perlu digunakan saat memberikan perawatan pasien atau tersangka 

pasien MDR‐TB dan XDR‐TB. Petugas kesehatan dan pengunjung perlu

mengenakan respirator jika berada bersama pasien TB di ruangan tertutup. Pasien

atau tersangka TB tidak perlu menggunakan respirator partikulat  tetapi cukup

menggunakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar.

Pemakaian Respirator Partikulat: Respiratorpartikulat  (N95  atau  FFP2)  merupakan 

masker khusus dengan efisiensi tinggi untuk melindungi seseorang dari partikel beruk

uran < 5 mikron yang dibawa melalui udara. 

Pelindung ini terdiri dari beberapa lapisan penyaring dan harus dipakai menempel

erat pada wajah tanpa ada kebocoran. Masker ini membuat pernapasan pemakai

menjadi lebih berat. Harganya lebih mahal daripada masker bedah. Sebelum memakai 

masker ini, petugas kesehatan perlu melakukan fit test. 

Yang dimaksud dengan fit test,  adalah petugas kesehatan harus antara lain: 

Page 9: Tugas dr Adi weny 2.docx

• Memeriksa  sisi  masker  yang  menempel  pada  wajah  untuk  melihat  adanya 

cacat  atau  lapisan  yang  tidak  utuh.  Jika  cacat  atau  terdapat  lapisan  yang  tidak 

utuh,  maka    tidak  dapat digunakan.

• Memeriksa  tali  masker  apakah  tersambung  dengan  baik.  Tali  harus  menempel 

dengan  baik di semua titik sambungan 

•Memastikan klip hidung yang terbuat dari logam (jika ada) berada pada tempatnya d

an  berfungsi baik  

Fungsi alat ini akan menjadi kurang efektif bila tidak menempel erat pada wajah. Beb

erapa  keadaan yang dapat menimbulkan keadaan demikian, yaitu: 

• Adanya janggut atau rambut yang tumbuh pada wajah bagian bawah 

• Adanya gagang kacamata 

• Ketiadaan  satu  atau  dua  gigi  pada  kedua  sisi  yang  dapat  mempengaruhi 

perlekatan  bagian wajah masker.

Cara melakukan fit test respirator:

1. Genggamlah    respirator  dengan  satu  tangan,  posisikan  sisi  depan  bagian 

hidung  pada  ujung  jari‐jari  Anda,  biarkan  tali  pengikat  respirator  menjuntai 

bebas  di  bawah  tangan  Anda. 

2. Posisikan respirator di bawah dagu Anda dan sisi untuk hidung berada di atas 

3.Tariklah tali pengikat respirator yang bawah dan posisikan tali di bawah telinga. Ta

riklah 

Page 10: Tugas dr Adi weny 2.docx

tali pengikat respirator yang atas dan posisikan tali agak tinggi di belakang kepala An

da,  di atas telinga 

4. Letakkan  jari‐jari  kedua  tangan  Anda  di  atas  bagian  hidung  yang  terbuat 

dari logam.  Tekan sisi logam, dengan dua jari untuk masing‐

masing tangan, mengikuti bentuk hidung  Anda.  Jangan  menekan  dengan  satu 

tangan  karena  dapat  mengakibatkan  respirator  bekerja kurang efektif 

5.Tutup bagian depan respirator dengan kedua tangan, dan hati‐hati agar posisi respir

ator tidak berubah

Edukasi dan penerapan etiket batuk

Petugas harus dapat memberi pendidikan mengenai pentingnya menjalankan etiket

batuk kepada pasien untuk mengurangi penularan. Pasien yang batuk diinstruksikan 

untuk memalingkan kepala dan menutup mulut / hidung dengan tisu Kalau tidak

memiliki tisu maka mulut dan hidung ditutup dengan tangan atau pangkal lengan. Ses

udah batuk, tangan dibersihkan, dan tisu dibuang pada tempat sampah yang khusus

disediakan untuk ini. Petugas yang sedang sakit sebaiknya tidak merawat pasien. Apa

bila tetap merawat pasien, maka petugas harus mengenakan masker bedah. Apabila p

etugas bersin atau batuk, maka etiket batuk dan kebersihan

tangan seperti di atas harus diterapkan. 

Keselamatan dan Keamanan Laboratorium Tb

Page 11: Tugas dr Adi weny 2.docx

Konsep perlindungan diri petugas Laboratorium tetap mengacu pada Kewaspadaan St

andar  dan  Kewaspadaan  Berdasarkan  Transmisi  melalui  udara  (airborne)  dan 

Transmisi melalui Kontak apabila sedang memroses spesimen. Petugas Lab yang me

nangani pemeriksaan Tb berhak mandapatkan pemeriksaan kesehatan rutin setiap

tahun. Kehati‐hatian dalam melakukan prosedur laboratorium perlu ditekankan teruta

ma apabila menimbulkan aerosol. Pekerjaan harus dilakukan dalam lemari Biologic S

afety Cabinet kelas I atau IIA dengan keamanan tingkat 2 (Biosafety level 2) yang dil

engkapi laminar‐airflow dan filter HEPA. Sebelum bekerja, meja kerja kabinet dialasi 

dengan bahan penyerap yang sudah dibasahi larutan disinfektans. Setiap selesai beker

ja, permukaan kabinet harus dibersihkan dengan disinfektans. Lampu UV harus

selalu dinyalakan apabila kabinet dalam keadaan tidak digunakan. Untuk pemeliharaa

n  perlu  dilakukan  pengecekan  berkala  oleh  teknisi  yang  kompeten.  Untuk 

pemeriksaan  kultur  dan  resistensi  perlu  dilakukan  dengan  tingkat 

keamanan 3 dengan akses yang sangat dibatasi.     Sistem  ventilasi  udara 

laboratorium  Tb  harus  diatur  sedemikian  rupa  sehingga  udara 

mengalir masuk sesuai area bersih ke area tercemar dan keluar ke udara bebas yang ti

dak  dilalui  lalu  lintas  manusia.  Ruang  pemrosesan  dianjurkan  selalu  terpasang 

lampu  UV  bila  dalam  keadaan  tidak  digunakan.  Lampu  harus  selalu  dalam 

keadaan bersih dan efek germisidal lampu diperiksa  secara rutin setiap bulan menggu

nakan alat pengukur.

Keamanan Cara Penampungan sputum

Page 12: Tugas dr Adi weny 2.docx

Penampungan  sputum  oleh  pasien  harus  dilakukan  dalam  ruangan  dengan 

konsep AII (airborne infection isolation) atau boks khusus dengan pengaturan sistem 

ventilasi (well‐ ventilated  sputum  induction  booth). Udara  dalam  boks  dialirkan 

ke udara bebas di tempat yang bebas lalu lintas manusia. Petugas yang mendampingi 

harus menggunakan respirator partikulat. Pasien harus tetap dalam ruangan sampai ba

tuk mereda dan tidak  batuk  lagi.  Ruangan  harus  dibiarkan  kosong  sampai 

diperkirakan  udara  sudah  bersih  sebelum  pasien  berikutnya  diperbolehkan 

masuk.  Untuk  sarana  dengan  sumber  daya  terbatas,  pasien  diminta 

mengumpulkan sputum di luar gedung, di tempat terbuka, bebas lalu lintas manusia, j

auh dari orang yang menemani atau orang lain, jendela atau  aliran udara masuk.   

Untuk  penampungan  sputum  yang  baik,  pasien  perlu  mendapat  penjelasan  oleh 

petugas. Pasien diminta menarik napas dalam sebanyak 3 x kemudian pada tarikan ke

3 menahan napas kemudian batuk dengan tekanan. Wadah sputum harus bermulut leb

ar  dan  bertutup  ulir.  Wadah  tidak  perlu  steril  tetapi  harus  bersih  dan  kering. 

Sedapat  mungkin  menggunakan  wadah  yang  disediakan  khusus  oleh 

laboratorium. Waktu pengambilan dilakukan dengan metode SPS yaitu sewaktu saat 

berobat ke RS/Poliklinik,  pagi hari keesokannya di rumah dan sewaktu saat kontrol 

dan membawa sputum  pagi  hari ke RS/Poliklinik.

Kebersihan tangan setelah menampung sputum

Pasien  perlu  diberitahu  untuk  membersihkan  tangan  setelah  menampung 

sputum  baik  dengan  air  mengalir  dan  sabun,  atau  dengan  larutan  handrubs. 

Fasilitas  pelayanan  kesehatan harus menyediakan sarana tersebut.

Proteksi saat transportasi pasien    

Page 13: Tugas dr Adi weny 2.docx

Apabila  pasien  akan  ditransportasikan  keluar  dari  ruang  isolasi,  maka  pasien 

harus  dipakaikan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar.

DAFTAR PUSTAKA   

Page 14: Tugas dr Adi weny 2.docx

− Departemen  Kesehatan  RI.  Direktorat  Jenderal  Bina  Pelayanan  Medik. 

Pedoman  manajerial  pencegahan  dan  pengendalian  infeksi  di  rumah  sakit 

dan  fasilitas  pelayanan  kesehatan  lainnya. Jakarta  :  Departemen  Kesehatan 

RI.  Cetakan  kedua.  2008 

− Departemen Kesehatan RI Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di ruma

h  sakit  dan  fasilitas  pelayanan  kesehatan  lainnya. 2008. Jakarta  :  Departemen 

Kesehatan  RI. Cetakan kedua.

− Departemen Kesehatan RI JHPIEGO.2004.Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasi

litas Pelayanan  dengan Sumber Daya Terbatas. 

− Departemen  Kesehatan  RI. 2007.  Pedoman  Nasional  Penanggulangan 

Tuberkulosis.  Depkes .

− Francis  J.  Curry  National  Tuberculosis  Center,  2007:  Tuberculosis  Infection 

Control:  A  Practical Manual for Preventing TB  

− World  Health  Organization.  WHO  policy  on  TB  infection  control  in  health‐care  facilities,  congregate settings and households. WHO 2009 

− World  Health  Organization.  Guidelines  for  the  Prevention  of  Tuberculosis  in 

Health Care Facilities in Resource‐Limited Settings. Geneva, World Health Organi

zation, 1999. 

− Tuberculosis Infection Control In The Era Of Expanding Hiv Care And Treatment

Addendum to WHO Guidelines for the Prevention of Tuberculosis in Health Care 

Facilities  in Resource‐ Limited  Settings. US Department of HHS,US 

CDC, US President’s Emergency Plan for AIDS 

Relief, The World Health Organization and The International Union Against Tuber

culosis and  Lung Disease, 1999.