upaya penurunan angka kematian ibu (dr. adi).docx

Upload: maida-khoirina

Post on 09-Oct-2015

97 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    1/23

    UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    2/23

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Program kesehatan Ibu dan Anak merupakan salah satu prioritas

    Kementerian Kesehatan dan keberhasilan program KIA menjadi salah satu

    indikator utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

    (RPJPN) 2005 2025. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia

    membuat pemerintah menempatkan upaya penurunan AKI sebagai programprioritas dalam pembangunan kesehatan.

    Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI),

    angka kematian ibu (AKI) per 100.000 kelahiran hidup menurun secara

    bertahap, dari 390 (1991) menjadi 334 (1997), 307 (2003), dan 228 (2007) dan

    tahun 2012 melonjak 359/100.000 Kelahiran Hidup (SDKI,2012).

    AKI di Indonesia masih cukup tinggi. Tingginya AKI terkait dengan

    penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Factor penyebab langsung

    didominasi oleh Perdarahan (32%), disusul Hipertensi dalam kehamilan

    (25%), Infeksi (5%), Partus lama (5%), dan Abortus (1%). Penyebab Lain-lain

    (32%) cukup besar, termasuk di dalamnya penyebab penyakit non obstetrik.

    Faktor penyebab tidak langsung kematian ibu karena masih banyaknya kasus

    3 TERLAMBAT dan 4 TERLALU. TIGA TERLAMBAT yaitu meliputi

    terlambat mengenali tanda bahaya persalinan dan mengambil keputusan,

    terlambat dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan dan terlambat ditangani

    oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. EMPAT TERLALU

    meliputi terlalu tua hamil (di atas usia 35 tahun) sebanyak 27%, terlalu muda

    untuk hamil (di bawah usia 20 tahun) sebanyak 2,6%, terlalu banyak (jumlah

    anak lebih dari 4) sebanyak 11,8%, terlalu dekat (jarak antar kelahiran kurang

    dari 2 tahun) (Riskesdas, 2010).

    Program percepatan penurunan AKI diupayakan terus untuk mencapai

    target Millenium Development Goals (MDGs) 102/100.000 KH pada tahun

    2015. Tingginya angka kematian ibu dapat menunjukkan masih rendahnya

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    3/23

    kualitas pelayanan kesehatan. Penurunan AKI juga merupakan indikator

    keberhasilan derajat kesehatan suatu wilayah. Untuk itu pemerintah berupaya

    bahu membahu membuat berbagai strategi untuk akselerasi menurunkan

    AKI.

    Pemerintah telah berupaya mengambil Kebijakan akselerasi penurunan

    AKI melahirkan dengan adanya Dasar Hukum yang jelas dan kuat, melalui

    Program-program akselerasi Penurunan AKI melahirkan yaitu:

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    4/23

    BAB II

    PEMBAHASAN

    Angka Kematian Ibu

    A.Definisi

    Kematian ibu adalah kematian dari setiap wanita waktu hamil, persalinan,dan dalam 90

    hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, tanpamemeperhitungkan

    tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan (WHO).

    Kematian ibu adalah kematian dari setiap wanita waktu hamil, persalinan,dan

    dalam 90 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun,tanpamemeperhitungkan tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan

    untuk mengakhiri kehamilan (WHO).Angka Kematian Ibu (AKI) adalah

    banyaknya kematian perempuan padasaat hamil atau selama 42 hari sejak

    terminasi kehamilan tanpa memandang lamadan tempat persalinan, yang

    disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-

    sebab lain, per 100.000 kelahiranhidup.

    WHO in Indonesia, 2002.The Millennium Development Goals for Health: A

    review of the indicators, Jakarta.

    tujuan kelima Milenium Development Goals (MDGs)difokuskan pada kesehatan ibu,

    untuk mengurangi kematian ibu.

    Upaya penurunan angka kematian ibu ( AKI) yaitu :

    A.

    Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Terlatih

    Pertolongan persalinan dengan bantuan tenaga kesehatan terlatih merupakan salah satu

    cara yang paling efektif untuk menurunkan AKI di Indonesia. Persentase persalinan yang

    ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih meningkat dari 66,7% pada tahun 2002 menjadi

    77,34% pada tahun 2009 (Susenas). Angka tersebut terus meningkat menjadi 82,3%

    pada tahun 2010 (Riskesdas, 2010).

    B. Meningkatkan angka pemakaian Kontrasepsi

    Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate-CPR)

    menunjukkan peningkatan dalam lima tahun terakhir. Capaian CPR semua cara

    secara nasional meningkat dari 49,7% pada tahun 1991 menjadi 61,4% pada

    tahun 2007. Sementara itu, untuk CPR cara modern meningkat dari 47,1% pada

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    5/23

    tahun 1991 menjadi 57,4% pada tahun 2007 (SDKI). Selanjutnya, di antara CPR

    cara modern, KB suntik merupakan cara yang paling banyak digunakan (32%),

    diikuti pil KB sebesar 13% (SDKI, 2007).17

    C. Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Dasar ( PONED )

    Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) adalah

    pelayananuntuk menanggulangi kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal

    yang terjadi pada ibu hamil, ibu bersalin maupun ibu dalam masa nifas dengan

    komplikasiobstetri yang mengancam jiwa ibu maupun janinnya. PONED

    merupakan upaya pemerintah dalam menanggulangi Angka Kematian Ibu

    (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia yang masih tinggi

    dibandingkan di Negara-negara Asean lainnya.

    Pelayanan obstetri dan neonatal regional merupakan upayapenyediaan pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir secara terpadu dalam

    bentuk PelayananObstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di

    Rumah Sakit dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar (PONED) di

    tingkatPuskesmas.

    Puskesmas PONED adalah puskesmas yang memiliki fasilitas dankemampuan

    memberikan pelayanan untuk menanggulangi kasuskegawatdaruratan obstetri

    dan neonatal selama 24 jam. Sebuah PuskesmasPONED harus memenuhi

    standar yang meliputi standar administrasi danmanajemen, fasilitas bangunan

    atau ruangan, peralatan dan obat-obatan, tenagakesehatan dan fasilitas

    penunjang lain. Puskesmas PONED juga harus mampumemberikan pelayanan

    yang meliputi penanganan preeklampsi, eklampsi, perdarahan, sepsis, sepsisneonatorum, asfiksia, kejang, ikterus, hipoglikemia,hipotermi, tetanus

    neonatorum, trauma lahir, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),sindroma

    gangguan pernapasan dan kelainan kongenital.

    Alur pelayanan puskesmas PONED, setiap kasus emergensi yang datang

    disetiap puskesmas mampu PONED harus langsung ditangani, setelah itu

    baruPelayanan yang diberikan harus mengikuti Prosedur Tetap (PROTAP).

    Pelayanan yang Diberikan Puskesmas PONED :

    Puskesmas PONED harus memiliki tenaga kesehatan yang telah dilatih

    PONEDyaitu TIM PONED (Dokter dan 2 Paramedis). Pelayanan yang dapat

    diberikan puskesmas PONED yaitu pelayanan dalam menangani

    kegawatdaruratan ibu dan bayi meliputi kemampuan untuk menangani dan

    merujuk:

    1.

    Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia)

    2. Tindakan pertolongan Distosia Bahu dan Ekstraksi Vakum pada

    Pertolongan Persalinan

    3. Perdarahan post partum

    4.

    infeksi nifas

    5. BBLR dan Hipotermi, Hipoglekimia, Ikterus, Hiperbilirubinemia,

    masalah pemberian minum pada bayi

    6.

    Asfiksia pada bayi

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    6/23

    7. Gangguan nafas pada bayi

    8. Kejang pada bayi baru lahir

    9.

    Infeksi neonatal10.Persiapan umum sebelum tindakan kedaruratan Obstetri Neonatal antara

    lain Kewaspadaan Universal Standar.

    Dewiyana. 2010. PONED sebagai Strategi untuk Persalinan yang Aman.FKM UNAIR 2010

    di Seksi Info & Litbangkes Dinas Kesehatan ProvinsiJawa Timur

    D. Making Pregnancy Safer( MPS )

    Strategi MPSmendukung target internasional yang telah disepakati.

    Dengan demikian, tujuan global MPS adalah untuk menurunkan kesakitandan kematian ibu dan bayi baru lahir sebagai berikut:

    a. Menurunkan angka kematian ibu sebesar 75% pada tahun 2015 dari AKI

    tahun 1990.

    b. Menurunkan angka kematian bayi menjadi kurang dari 35/1.000

    kelahiran hidup pada tahun 2015.

    Berdasarkan lesson learned dari upaya Safe Motherhood,maka pesan-

    pesan kunci MPS adalah:

    a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.

    b. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yangadekuat.

    c. Setiap perempuan usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan

    kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.

    Empat strategi utama tersebut adalah:

    a. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru

    lahirberkualitas yang cost-effective dan berdasarkan bukti.

    b. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas

    sektor dan mitra lainnya untuk melakukan advokasi guna memaksimalkansumber daya yang tersedia serta meningkatkan koordinasi perencanaan dan

    kegiatan MPS.

    c. Mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga melalui peningkatan

    pengetahuan untuk menjamin perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan

    kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

    d. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan

    pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

    http://bidanlia.blogspot.com/2009/05/making-pregnancy-safer-mps.html

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    7/23

    Making pregnancy safer adalah :

    strategi sektor kesehatan yang ditujukan untuk mengatasimasalah kesehatan akibat kematian dan kesehatan ibu danbayi

    merupakan penekanan / fokus dari upaya safe motherhood

    Tujuan :menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir

    Fokus Sasaran :

    1. persalinan oleh tenaga kesehatan2. penanggulangan komplikasi3. pencegahan kehamilan tidak diinginkan dan penanganan

    komplikasi keguguran

    Tiga Pesan Kunci MPS :

    1.

    setiap persalinan ditolong tenaga kesehatan terampil2. setiap komplikasi obstetri dan neonatal ditangani secara

    adekuat3. setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap

    pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan danpenanggulangan komplikasi keguguran tidak aman.

    Target :

    1. menurunkan angka kematian ibu menjadi 125/100.000

    kelahiran hidup2. menurunkan angka kematian neonatal menjadi 15/1000

    kelahiran hidup3. menurunkan anemia gizi besi menjadi 20%4. menurunkan angka kehamilan yang tidak diingini dari 17%

    menjadi 3%

    Kebijakan Komponen KIA Dalam Kesehatan reproduksi :

    1. setiap ibu menjalani kehamilan dan persalinan dengan

    sehat dan selamat serta bayi lahir sehat

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    8/23

    2. setiap anak hidup sehat, tumbuh dan berkembang secara

    optimal.

    http://saraswatimbozo.blogspot.com/2010/06/making-pregnancy-safer-mps.html

    MPS

    Untuk menangani hal tersebut pemerintah sudah mengupayakan berbagai program

    seperti safe motherhooddan MPS (Making Pregnancy Safer), yang semuanya bertujuan

    menjamin keselamatan ibu selama kehamilan, persalinan dan saat nifas serta

    melahirkan bayi yang sehat. Dalam strategi MPS di kemukakan bahwa setiap persalinan

    harus di tolong oleh tenaga kesehatan, komplikasi obsteri dan neonatal harus

    mendapatkan pelayanan yang adekuat serta wanita usia subur diharapkan mempunyai

    akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan keluarga

    berencana. Adapun strategi yang dikembangkan di dalam program MPS diantaranya

    adalah pemberdayaan perempuan, perempuan diharapkan mempunyai pengetahuan

    dan informasi yang cukup memadai tentang kondisi kesehatannya selama hamil,

    bersalin dan masa nifas sehingga perempuan tersebut dapat bertanggung jawab

    terhadap kondisi kesehatannya sendiri dan dapat mengakses palayanan kesehatan yang

    dibutuhkan. Selain pemberdayaan perempuan, strategi yang lain adalah pemberdayaan

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    9/23

    masyarakat, masyarakat diharapkan dapat berperan serta dalam penyediaan dan

    pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan anak, kerjasama lintas sektor dan kualitas

    cakupan pelayanan juga menjadi faktor penting untuk mencapai keberhasilan program

    MPS.

    Peningkatan kualitas pelayanan kebidanan menjadi hal yang harus mendapatkan

    perhatian, bidan sebagai sahabat perempuan yang membantu dalam proses kehamilan

    dan persalinan dituntut untuk meningkatkan profesionalisme dalam setiap asuhan

    kebidanan yang diberikan. Sepertinya semua pihak harus bekerja sama dalam upaya

    menurunkan AKI di Indonesia, tugas besar ini bukan hanya menjadi tanggung jawab

    pemerintah atau tenaga kesehatan akan tetapi juga menjadi tanggung jawab kita semua,

    karena kehamilan dan persalinan adalah proses yang alamiah yang dialami oleh seorang

    perempuan, sehingga seharusnya tidak ada lagi ibu yang meninggal baik karena sebab

    langsung maupun sebab yang tidak langsung.

    http://purnamawatidewi.blogspot.com/2011/10/mps-sebagai-upaya-akselerasi-

    penurunan.html

    Banyak Negara yang tidak bisa mencapai sasaran yang ditetapkan dalam

    Millenium Development Goals (MDGs).1 Hal ini karena kurangnya pelibatan

    semua pihak yang berkaitan dengan pembangunan, khususnya pelibatan

    masyarakat sipil yang merasakan permasalahan yang ada serta mengetahui

    kebutuhan paling signifikan untuk dipenuhi.2 Berangkat dari semangat untukmenerapkan proses pelibatan semua pengalaman kerja dalam mengatasi

    permasalahan kesehatan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasi

    masyarakat sipil di beberapa wilayah Indonesia maka dibuatlah usulan untuk

    permasalahan kesehatan yang perlu diperhatikan. Termasuk membahas yang

    sudah atau belum dicapai sehubungan dengan target MDGs terkait permasalahan

    kesehatan, khususnya Angka Kematian Ibu (AKI).

    AKI adalah banyaknya perempuan yang meninggal dari suatu penyebab kematian

    terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk

    kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa

    nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per

    100.000 kelahiran hidup. AKI diperhitungkan pula pada jangka waktu enam

    minggu hingga setahun setelah melahirkan.3

    AKI merupakan salah satu target yang masih sulit dicapai di Indonesia, dimana

    target MDGs 2015 ialah menurunkan AKI menjadi 102/100.000 kelahiran hidup

    namun hingga 2007 AKI di Indonesia masih 228/100.000 kelahiran hidup.4

    http://purnamawatidewi.blogspot.com/2011/10/mps-sebagai-upaya-akselerasi-penurunan.htmlhttp://purnamawatidewi.blogspot.com/2011/10/mps-sebagai-upaya-akselerasi-penurunan.htmlhttp://purnamawatidewi.blogspot.com/2011/10/mps-sebagai-upaya-akselerasi-penurunan.htmlhttp://purnamawatidewi.blogspot.com/2011/10/mps-sebagai-upaya-akselerasi-penurunan.htmlhttp://purnamawatidewi.blogspot.com/2011/10/mps-sebagai-upaya-akselerasi-penurunan.html
  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    10/23

    Tulisan ini mencoba mengidentifikasi mengapa penurunan AKI masih sulit

    dicapai di Indonesia. Berkaca dari pengalaman dan identifikasi kelompok atau

    organisasi masyarakat sipil mengenai permasalahan kesehatan yang seyogyanyaterpenuhi sesuai dengan target MDGs, akan diusulkan apa yang perlu menjadi

    agenda kerja untuk mengurangi AKI di Indonesia pada Pasca 2015.

    Perspektif gender secara jelas dapat melihat perbedaan-perbedaan serta mampu

    menunjukkan hubungan antara konsep gender equity dan gender equality. Gender

    equity adalah konsep yang menunjukkan adanya proses yang sama bagi

    perempuan dan laki-laki serta memastikan adanya kesamaan dalam perlakuan

    (fairness) terhadap perempuan dan laki-laki. Gender equality adalah sebuah

    konsep yang menunjukkan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kondisisetara untuk mengaktualisasikan hak-hak dan potensinya sebagai manusia agar

    dapat menyumbangkan serta mendapatkan manfaat dari program-program yang

    tersedia serta kebijakan-kebijakan yang ada. Gender equality merupakan bentuk

    pengakuan terhadap perbedaan perempuan dan laki-laki serta menghargai peran

    yang mereka lakukan. Dengan demikian, gender equity adalah strategi yang

    digunakan untuk memperoleh gender equality. Gender equity adalah sebuah cara

    untuk mencapai hasil dan gender equality adalah hasil yang dicapai.

    Persoalan kematian ibu ketika melahirkan dilihat dengan kerangka berpikir yang

    menggunakan perspektif gender agar bisa diperoleh gambaran yang utuh

    mengenai bagaimana upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi

    persoalan kematian ibu di Indonesia. Penurunan kematian ibu sangat penting bagi

    pembangunan karena merupakan prasyarat serta indikator sekaligus hasil sebuah

    capaian kemajuan dalam pembangunan sebuah negara. Perhatian terhadap

    masalah kesehatan ibu dengan menghargai dan melindungi hak asasi manusia

    setiap perempuan, dapat menjadi kekuatan yang berpotensi mendorong kemajuan

    dalam upaya memenuhi prioritas pembangunan, termasuk di sini penyelesaian

    permasalahan ketimpangan gender, kesehatan, ketahanan pangan dan ketersediaan

    air serta anggaran seluruh aspek kesehatan agar dapat mencapai tujuankesejahteraan masyarakat.

    Pembahasan mengenai persoalan kematian ibu ketika melahirkan sangat penting

    karena sesuai dengan pasal 12.1 International Covenant on Economic, Social &

    Cultural Rights (1966), yang menyebutkan bahwa kesehatan, termasuk kesehatan

    reproduksi dan seksualitas, sangat penting dalam pengembangan potensi manusia

    serta pembangunan dan diakui sebagai hak asasi yang wajib dipenuhi.

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    11/23

    Banyak yang menyebutkan bahwa target MDGs untuk kesehatan masih belum

    selesai, dan masih sangat relevan, misalnya target penurunan angka kematian ibu

    menjadi 102/100,000 pada tahun 2015 yang tampaknya masih belum bisatercapai.5 Selain itu kesehatan reproduksi dan seksualitas baru masuk menjadi

    bagian dari target MDGs (goal 5b) lima tahun yang lalu. Oleh karenanya masih

    diperlukan lebih banyak waktu untuk mengimplementasikan dan melakukan

    monitoring atas capaian ini. Oleh karena itu, kesehatan ibu, termasuk penyelesaian

    persoalan kematian ibu ketika melahirkan, perlu tetap menjadi prioritas dalam

    agenda Pasca 2015. Untuk mengkaji persoalan kematian ibu ketika melahirkan di

    Indonesia dan bagaimana upaya untuk mengurangi tingginya angka kematian ibu,

    perlu dilihat:

    1. Pelayanan kesehatan reproduksi;

    2.

    Anggaran yang tersedia untuk kesehatan ibu baru kemudian kita bisamelihat poin selanjutnya;

    3. Angka Kematian Ibu di Indonesia.

    Pelayananan Kesehatan Reproduksi

    Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap warga Negara yang wajib dipenuhi

    oleh Negara. Amanah Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

    Pasal 171 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa pemerintah pusat harusmengalokasikan 5% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/APBN (di

    luar gaji) dan pemerintah daerah harus mengalokasikan 10% dari Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD (di luar gaji) untuk kesehatan. Pasal 171

    Ayat (3) mempertegas bahwa 2/3 dari anggaran tersebut harus digunakan untuk

    kepentingan pelayanan kesehatan. Untuk menjamin terselenggaranya pelayanan

    kesehatan yang memadai, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI

    mengeluarkan kebijakan Standar Pelayanan Minimal (SPM). SPM merupakan

    salah satu cara yang ditempuh untuk mendorong pemerintah daerah melakukan

    pelayanan publik yang tepat bagi masyarakat, dan sekaligus mendorong

    masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap kinerja pemerintah di bidang

    pelayanan publik.6

    Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008 menjelaskan

    SPM untuk wilayah kabupaten/kota. Tujuannya agar standar yang dibuat daerah

    sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan serta prioritas daerah masing-masing.

    Secara umum indikator SPM mecakup Pelayanan kesehatan dasar, Pelayanan

    kesehatan rujukan, Penyelidikan Epidemiologi dan penanggulangan Kejadian

    Luar Biasa (KLB), serta Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.

    Sayangnya indikator yang dibangun hanya merupakan ukuran kuantitatif dengan

    membandingkan target tahunan atas kondisi capaian di lapangan. Selain itu,

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    12/23

    indikator yang dibuat belum memuat kebutuhan masyarakat secara umum. Dalam

    Pelayanan kesehatan dasar misalnya, pemerintah hanya memasukkan kunjungan

    pemeriksaan kehamilan, persalinan, bayi, siswa SD dan setingkat serta pelayananuntuk beberapa penyakit. Pelayanan kesehatan reproduksi yang menjadi

    kebutuhan masyarakat belum masuk ke dalam SPM sehingga pelaksanaan di

    fasilitas kesehatan belum dianggap sebagai prioritas.

    Dalam satu dekade ini kebutuhan akan informasi kesehatan reproduksi semakin

    menjadi kebutuhan bagi masyarakat dan mendesak untuk segara diberikan.

    Karena ada begitu banyak kerugian yang dapat ditimbulkan dengan minimnya

    pengetahuan akan kesehatan reproduksi. Dalam Pelayanan kesehatan dasar di

    SPM, pemerintah hanya memasukkan satu unsur kesehatan reproduksi, itu punhanya sebatas penggunaan KB aktif.7Kebutuhan untuk mendapatkan pengetahuan

    tentang kesehatan reproduksi tidak hanya pada pelayanan alat kontrasepsi semata,

    tetapi bagaimana masyarakat mengetahui beberapa penyakit atau infeksi menular

    seksual yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi mereka. Tidak heran jika

    angka penyakit yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi semakin meningkat,

    mengingat budaya di masyarakat masih menganggap tabu apabila membicarakan

    masalah kesehatan reproduksi.

    Lebih jauh lagi, pemerintah juga kurang memperhatikan kebutuhan remaja untuk

    mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi. Dalam Pelayanan Promosi

    kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, dikatakan target pemenuhannya

    hanyalah cakupan desa siaga aktif, padahal banyak kebutuhan promosi kesehatan

    yang menjadi kebutuhan masyarakat, khususnya remaja dalam mendapatkan

    pendidikan kesehatan. Promosi kesehatan yang menjadi salah satu pelayanan,

    misalnya Puskesmas belum memiliki kewajiban untuk menyediakan pelayanan

    kesehatan reproduksi remaja. Padahal remaja sangat membutuhkan informasi

    sebanyak-banyaknya dalam menentukan pilihan hidup mereka masing-masing,

    termasuk kebutuhan informasi kesehatan reproduksi.

    Kurangnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi berkait terhadap

    tingginya kasus Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), baik oleh remaja maupun

    perempuan yang telah menikah.8 Ketidaktahuan ini berlanjut dengan proses

    pemulihan haid dengan cara yang tidak aman. Sebagai contoh mereka

    mengkonsumsi jamu, obat, atau minuman tradisional untuk pemulihan haid. Tidak

    sedikit yang menggunakan cara fisik seperti melompat dan sejenisnya untuk

    menggugurkan kandungan, sebagian bahkan memilih melakukan aborsi yang

    tidak aman untuk mengakhiri KTD. Belum adanya layanan aborsi yang aman dari

    pemerintah memunculkan banyak praktik aborsi tidak aman, disamping tidak

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    13/23

    adanya fasilitas bagi remaja atau ibu yang mengalami KTD yang ingin

    mendapatkan konseling. Stigma masyarakat, bahkan petugas kesehatan, justru

    memojokkan posisi dan kondisi perempuan yang mengalami KTD. Jika ditelitilebih dalam, praktik pemulihan haid dan aborsi yang tidak aman akan

    menimbulkan kerugian bagi kesehatan reproduksi perempuan, bahkan mereka bisa

    sampai mengalami kematian. Itulah sebabnya di Indonesia AKI masih cukup

    tinggi karena minimnya fasilitas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

    reproduksi bagi perempuan.

    Anggaran Responsif Gender dalam Kesehatan

    Pemerintah sebenarnya sudah memiliki dasar hukum yang jelas yaitu Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Pasal 3 tentang kewajiban memberikan pelayanan

    untuk masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan. Selain itu ketetapan tentang

    anggaran kesehatan juga sudah di atur baik untuk pemerintah pusat, yaitu sebesar

    5% dari total APBN untuk kesehatan diluar gaji dan 10% untuk pemerintah

    daerah diluar gaji.9 Penetapan anggaran kesehatan ini ternyata tidak serta merta

    membuat kondisi kesehatan di Indonesia membaik.

    Alokasi anggaran kesehatan reproduksi perempuan dapat dilihat melaluiidentifikasi program dan kegiatan yang berhubungan dengan penurunan AKI.

    Hasil penelitian Women Research Institute (WRI) mengenai Akses dan

    Pemanfaatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Reproduksi bagi Perempuan Miskin,

    2007-2008 yang dilakukan di tujuh wilayah (Jembrana, Lebak, Lombok Tengah,

    Sumba Barat, Lampung Utara, Surakarta dan Indramayu) menunjukkan bahwa

    hanya Kabupaten Jembrana (10%) dan Kabupaten Lebak (10,7%) yang

    menjalankan mandat Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan.

    Daerah lainnya menjadikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil

    (DBH) serta Dana Alokasi Umum (DAU) untuk memenuhi kebutuhan daerah. Hal

    ini dijadikan alasan daerah tidak dapat menjalankan amanah UU tersebut. Hal ini

    menjadi ironi sebab Lombok Tengah, Sumba Barat, dan Lampung Utara memilikikemampuan fiscal yang sama dengan Jembrana dan Lebak. Lebih ironis lagi,

    Surakarta dan Indramayu yang kemampuannya dua kali lipat dari Jembrana dan

    Lebak, mengaku tidak mampu menjalankan amanah Undang-Undang tersebut.10

    Jadi dapat diketahui bahwa yang dapat menyelamatkan hidup perempuan miskin

    adalah kemampuan politik pemerintah dalam memenuhi mandat Undang-Undang

    Kesehatan, bukan DAU atau PAD.

    Hasil penelitian FITRA tentang APBD di 41 Kabupaten/Kota menunjukan bahwa

    alokasi anggaran untuk kesehatan dalam anggaran daerah sangat minim. Hanya 12

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    14/23

    dari 41 kabupaten/kota yang diteliti mengalokasikan 10-16% anggaran APBD

    untuk kesehatan, sementara sisanya hanya mengalokasikan kurang dari 10%. 11Di

    Indonesia, tingginya AKI masih menjadi persoalan di beberapa daerah. Lebih jauhlagi, dari penelitian yang dilakukan FITRA perhatian dari pemerintah daerah

    terhadap anggaran Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) seringkali kurang memadai.

    Dari 34 kabupaten/kota yang dianalisis, 32 diantaranya memiliki belanja program

    KIA per kapita kurang dari Rp.46.000,- sementara hasil penelitian lain

    menetapkan standar kelayakan program KIA setidaknya sebesar Rp.65.000,- per

    kapita. Di Kendal misalnya, belanja program KIA per kapita hanya sebesar

    Rp.2.000,- per tahun. Anggaran sebesar ini tentu kurang memadai, apalagi jika

    daerah mengalami masalah kesehatan ibu dan anak yang berat.12Selama periode

    20062012 rata-rata pertumbuhan anggaran kesehatan Indonesia adalah 14%.

    Anggaran kesehatan yang didistribusikan ke daerah berkontribusi terbesar untuk

    peningkatan pertumbuhan anggaran kesehatan selama periode 20102011. Terjadipeningkatan DAK Kesehatan sebesar Rp.913,3 milyar dari Rp.2,7 triliun pada

    2010 menjadi Rp.3,6 triliun di tahun 2011.13 Namun demikian, anggaran

    kesehatan masih saja di bawah 5% dari belanja APBN.

    Dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, tertuang jelas

    amanat untuk mengalokasikan dana 5% APBN dan 10% APBD di luar gaji untuk

    anggaran kesehatan. Meskipun secara nominal, sejak tahun 20052012 anggaran

    kesehatan mengalami kenaikan sebesar 167% tetapi proporsi anggaran kesehatan

    tidak pernah lebih dari 3% total belanja APBN.14

    Angka Kematian Ibu (Maternal Mortali ty Rate)

    Dari semua target MDGs, kinerja penurunan angka kematian ibu secara global

    masih rendah. Di Indonesia, Angka Kematian Ibu (AKI/MMR (Maternal

    Mortality Rate) menurun dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000

    kelahiran hidup pada tahun 2007. Target pencapaian MDG pada tahun 2015

    adalah sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, sehingga diperlukan kerja kerasuntuk mencapai target tersebut. Walaupun pelayanan antenatal dan pertolongan

    persalinan oleh tenaga kesehatan telah cukup tinggi, beberapa faktor seperti risiko

    tinggi pada saat kehamilan dan aborsi perlu mendapat perhatian.15 Berdasarkan

    angka di atas diketahui bahwa target penurunan AKI di Indonesia bahkan belum

    mencapai setengah angka yang diharapkan.

    Pertolongan persalinan dengan bantuan tenaga kesehatan terlatih merupakan salah

    satu cara yang paling efektif untuk menurunkan AKI di Indonesia. Persentase

    persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih meningkat dari 66,7%

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    15/23

    pada tahun 2002 menjadi 77,34% pada tahun 2009 (Susenas). Angka tersebut

    terus meningkat menjadi 82,3% pada tahun 2010 (Riskesdas, 2010). Disparitas

    pertolongan persalinan oleh tenaga terlatih antarwilayah masih merupakanmasalah. Data Susenas tahun 2009 menunjukkan capaian tertinggi sebesar 98,14%

    di DKI Jakarta sedangkan terendah sebesar 42,48% di Maluku.16

    Untuk memastikan kesehatan ibu selama kehamilan, diperlukan pelayanan

    antenatal (antenatal care/ANC), hal ini juga dilakukan untuk menjamin ibu untuk

    melakukan persalinan di fasiltas kesehatan. Sekitar 93% ibu hamil memperoleh

    pelayanan antenatal dari tenaga kesehatan profesional selama masa kehamilan.

    Terdapat 81,5% ibu hamil yang melakukan paling sedikit empat kali kunjungan

    pemeriksaan selama masa kehamilan, namun baru 65,5% yang melakukan empatkali kunjungan sesuai jadwal yang dianjurkan.

    Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate-CPR)

    menunjukkan peningkatan dalam lima tahun terakhir. Capaian CPR semua cara

    secara nasional meningkat dari 49,7% pada tahun 1991 menjadi 61,4% pada tahun

    2007. Sementara itu, untuk CPR cara modern meningkat dari 47,1% pada tahun

    1991 menjadi 57,4% pada tahun 2007 (SDKI). Selanjutnya, di antara CPR cara

    modern, KB suntik merupakan cara yang paling banyak digunakan (32%), diikutipil KB sebesar 13% (SDKI, 2007).17

    Angka unmet need cenderung bervariasi antar-provinsi, antar-daerah dan antar-

    status sosial-ekonomi. Unmet need terendah terdapat di Bangka Belitung (3,2%)

    dan tertinggi di Maluku (22,4%). Unmet need di perdesaan (9,2%) lebih tinggi

    dibandingkan di perkotaan (8,7%). Unmet needpada perempuan dengan tingkat

    pendidikan rendah lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan dengan tingkat

    pendidikan tinggi (11% berbanding 8%). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin

    tinggi tingkat pendidikan dan kesejahteraan, maka akan semakin tinggi pula aksesakan informasi dan layanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.

    Tingginya unmet need disebabkan oleh ketakutan terhadap efek samping dan

    ketidaknyamanan dalam penggunaan kontrasepsi. Sebesar 12,3% perempuan usia

    15-19 tahun tidak ingin menggunakan alat atau obat kontrasepsi karena takut efek

    samping, 10,1% karena masalah kesehatan dan 3,1% karena dilarang oleh

    suami.18

    Dari data yang dijelaskan di atas, ternyata masih banyak ditemukan tantangan dan

    kendala selama proses penurunan AKI di Indonesia.

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    16/23

    1. Terbatasnya akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan

    yang berkualitas, terutama bagi penduduk miskin di daerah tertinggal,

    terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK).2. Terbatasnya ketersediaan tenaga kesehatan baik dari segi jumlah,

    kualitas dan persebarannya, terutama bidan.

    3. Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan

    pentingnya menjaga kesehatan dan keselamatan ibu.

    4. Masih rendahnya status gizi dan kesehatan ibu hamil.

    5.

    Masih rendahnya angka pemakaian kontrasepsi dan tingginya unmet

    need.

    6. Pengukuran AKI masih belum tepat, karena sistem pencatatan penyebab

    kematian ibu masih belum adekuat.

    Upaya peningkatan kesehatan ibu ke depannya perlu diprioritaskan pada perluasan

    pelayanan kesehatan berkualitas, pelayanan obstetrik yang komprehensif,

    peningkatan pelayanan keluarga berencana dan penyebarluasan komunikasi,

    informasi dan edukasi kepada masyarakat. Penyediaan fasilitas pelayanan

    obstetrik neonatal emergensi komprehensif (PONEK), pelayanan obstetrik

    neonatal emergensi dasar (PONED), posyandu dan unit transfusi darah yang

    belum merata dan belum seluruhnya terjangkau oleh seluruh penduduk harus

    menjadi prioritas pemerintah sebagai upaya penurunan AKI di Indonesia. Sistem

    rujukan dari rumah ke puskesmas dan ke rumah sakit juga belum berjalan optimal.

    Ditambah lagi, dengan kendala geografis, hambatan transportasi, dan faktor

    budaya. Selain itu pemerintah juga harus merapikan sistem pencatatan terkait

    upaya penurunan AKI di Indonesia sehingga data yang ditampilkan benar-benar

    menggambarkan kondisi kesehatan perempuan Indonesia saat ini.

    Mengingat pentingnya AKI sebagai salah satu indikator pembangunan Negara,

    maka sudah sewajarnya pemerintah membuat sebuah kebijakan mengenai

    anggaran untuk meningkatkan kesehatan perempuan. Tidak hanya menggunakan

    indikator angka sebagai target tetapi juga indikator input dan proses sepertipenetapan anggaran kesehatan perempuan, pemerataan jumlah tenaga kesehatan

    yang terjangkau, serta pendidikan kesehatan reproduksi untuk perempuan.

    Analisis

    Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa AKI masih merupakan masalah

    serius yang terjadi di Indonesia. Dubutuhkan upaya lebih keras untuk memastikan

    pemenuhan target penurunan AKI di Indonesia menjadi 102/100.000 kelahiran

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    17/23

    hidup pada tahun 2015. Beberapa kesimpulan terkait tantangan dan kendala untuk

    penurunan AKI antara lain:

    Belum adanya kesamaan persepsi antara pemerintah pusat, pemerintah

    daerah, dan stakeholder yang menangani permasalahan AKI di Indonesia

    Belum adanya komitmen dari pemerintah pusat dan daerah untuk

    menjalankan amanah Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang

    kesehatan untuk mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 5% APBN

    dan 10% APBD di luar gaji

    Dari anggaran kesehatan yang ada, hampir semua daerah tidak memiliki

    alokasi khusus untuk penanganan masalah kematian ibu

    Belum ada semangat memberikan pelayanan kesehatan reproduksi sebagaiupaya mencegah terjadinya kematian ibu

    Beberapa kebijakan untuk mengurangi AKI memang sudah dibuat oleh

    pemerintah namun implementasi dan monitoring terhadap pelaksanaan

    masih sangat kurang maksimal dijalankan

    Kebutuhan akan alat kontrasepsi masih belum dapat dipenuhi serta angka

    unmet need masih cukup tinggi

    Kurangnya sosialisasi dan pelibatan masyarakat terhadap upaya penurunan

    AKI, khususnya di daerah terpencil

    Belum meratanya fasilitas kesehatan di daerah terpencil, sekalipun ada

    fasilitas kesehatan tidak selalu memiliki tenaga kesehatan yang memadai

    untuk melakukan pemeriksaan kehamilan dan bantuan persalinan kepada

    ibu melahirkan

    Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang

    pencegahan AKI di Indonesia, ditambah sebagian besar daerah terpencil

    Indonesia masih mengalami masalah kelaparan dan kurang gizi yang juga

    menimpa ibu hamil yang membutuhkan banyak asupan makanan sehat

    Strategi

    Pemerintah harus mengambil tindakan untuk segera meningkatkan pelayanan

    kesehatan reproduksi perempuan. Kebijakan untuk memberikan fasilitas

    pelayanan kesehatan reproduksi bagi perempuan dan remaja harus segera

    diberikan. Selain itu, kebijakan anggaran kesehatan, khususnya kesehatan

    perempuan pun harus menjadi komitmen pemerintah untuk menjalankan amanah

    Undang-Undang Kesehatan. Semakin lambat kebijakan tersebut diberikan dapat

    dipastikan angka KTD dan AKI di Indonesia akan terus meningkat. Rekomendasi

    untuk pelayanan kesehatan pasca 2015 di Indonesia antara lain:

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    18/23

    1. Memiliki persepsi bahwa kesehatan merupakan hak asasi setiap warga

    negara

    2.

    Pemerintah berkomitmen mengalokasikan dana kesehatan 5% APBN 2013serta memastikan daerah-daerah untuk menganggarkan 10% APBD untuk

    kesehatan diluar gaji

    3. Memastikan bahwa 2/3 dari total anggaran kesehatan untuk kepentingan

    pelayanan kesehatan dan bukan untuk insfrastruktur seperti yang selama

    ini banyak dilakukan pemerintah daerah

    4.

    Pemerintah membuat kebijakan mengenai anggaran untuk meningkatkan

    kesehatan perempuan, misalnya dengan mengharuskan 20% anggaran

    kesehatan untuk kegiatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan memastikan

    anggaran tersebut tepat sasaran

    5. Penyediaan fasilitas pelayanan obstetrik neonatal emergensi komprehensif

    (PONEK), pelayanan obstetrik neonatal emergensi dasar (PONED),posyandu dan unit transfusi darah yang belum merata dan belum

    seluruhnya terjangkau oleh seluruh penduduk

    6. Menjamin kebutuhan tenaga kesehatan di daerah terpencil, untuk

    mendukung kinerja mereka sebagai ujung tombak pemberi pelayanan

    kesehatan untuk ibu hamil dan melahirkan

    7.

    Memastikan sistem rujukan dari rumah ke puskesmas dan ke rumah sakit

    berjalan optimal

    8. Memperbaiki infrastruktur jalan dan fasilitas kesehatan sebagai upaya

    multisektor

    9. Memperbaiki sistem pencatatan terkait upaya penurunan AKI di Indonesia

    sehingga data yang ditampilkan menggambarkan kondisi kesehatan

    perempuan Indonesia saat ini.

    10.Memasukkan fasilitas pelayanan kesehatan reproduksi (melalui pendidikan

    kesehatan reproduksi) untuk remaja dan perempuan ke dalam indikator

    SPM serta mengupayakan tersedianya layanan kesehatan reproduksi

    remaja di Puskesmas yang secara aktif juga memberikan pendidikan

    kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah sesuai jenjang pendidikan

    11.Membentuk peer conseling untuk remaja terkait kesehatan reproduksi

    12.

    Menyediakan fasilitas konsultasi KTD hingga pelayanan aman untuk

    pemulihan haid

    13.

    Menghapus praktik aborsi tidak aman yang berpotensi menyebabkan AKIdi Indonesia

    14.Melakukan pendekatan budaya kepada masyarakat untuk mengubah pola

    pikir agar permasalahan kesehatan reproduksi, khususnya kesehatan

    reproduksi remaja, merupakan masalah bersama dan tidak lagi

    menganggapnya sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan

    15.Pemerintah tidak hanya menggunakan indikator angka sebagai target tetapi

    juga indikator input dan proses seperti penetapan anggaran kesehatan

    perempuan, pemerataan jumlah tenaga kesehatan yang terjangkau, serta

    pendidikan kesehatan reproduksi untuk perempuan.

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    19/23

    1. http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2012/06/23/8054.html,

    MDGs akan Diganti SDGs dengan Evaluasi Obyektif (diakses pada 18

    Januari 2013 Pkl. 10.12 WIB)

    2. Heru Prasetyo, Deputi I Pengawasan Pengendalian Inisiatif Perubahan

    Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan UKP4, disampaikan pada Seminar

    dan Pemutaran Film WRI, Desember 2012

    3.

    http://mdgs-dev.bps.go.id (diakses pada 18 januari 2013 Pkl.10.58 WIB)

    4.

    SDKI 20075.

    Lihat Meeting the MDGs in South East Asia: Lessons & Challenges from

    the MDG Acceleration Framework, Biplove Choudhary, Programme

    Specialist UNDP Asia Pacific Regional Centre, paper presented in

    Escap/ADB/UNDP sub-regional accelerated achievement of MDGs & the

    Post 2015 Development Agenda in South East Asia, 21-23 November

    2012, UNCC Bangkok, Thailand.

    6.

    Kushandajani, Standar Pelayananan Minimal (SPM) dan peningkatan

    Pelayanan di Era Otonimi Daerah,

    7. Tabel Indokator SPM Nasional tahun 2012,

    http://www.spm.depkes.go.id/tabelindikator_18indikator.php (diaksespada 11 Januari 2013 Pkl. 14.42 WIB)

    8.

    Hasil Penelitian PKBI Pusat, Fakta Kebutuhan Perempuan Terhadap

    Layanan Pemulihan Haid di 13 Kota tahun 2008 2011. Dipresentasikan

    saat Diseminasi hasil penelitian PKBI tanggal 18 Desember 2012

    9. Pasal 171 ayat (1) dan (2) UU NO.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

    10.

    Mencari Ujung Tombak Penurunan Angka Kematian Ibu di Indonesia,

    Women Research Institute, 2011

    11.

    FITRA, Analisis Anggaran Daerah di Indonesia: Kajian Pengelolaan

    APBD di 41 Kabupaten/kota, 2010, hlm.32

    12.Yuna Farhan, Kebijakan Publik Berbasis HAM dalam Fungsi Anggaran,

    dalam Buku Panduan Pembuatan Kebijakan Publik Berbasis Hak AsasiManusia (HAM) untuk Anggota Legislatif, Demos, 2011

    13.

    Arah Kebijakan Belanja Negara APBN Alternatif TA.2013, FITRA

    14.Ibid

    15.

    Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia 2010.

    Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2010, hal. 66

    16.

    Ibid, hal. 67

    17.Ibid, hal. 68

    18.

    Ibid, hal. 69

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    20/23

    Pemakaian KB

    Dalam upaya penurunan AKI, bidan mempunyai peran yang sangat

    strategis. Hal ini dikarenakan bidan mempunyai kapasitas untukmemudahkan akses pelayanan persalinan, promosi dan

    pendidikan/konseling kesehatan ibu dan anak, serta melakukan deteksi dini

    pada kasus-kasus rujukan terutama di perdesaan. Selain itu, bersama-sama

    dengan dokter, bidan mempunyai peran dalam meningkatkan tingkat

    pemakaian KB sebagai tindakan preventif terutama bagi wanita dengan

    resiko 4 (empat) terlalu, yaitu terlalu muda (usia di bawah 20 tahun),

    terlalu tua (usia di atas 35 tahun), terlalu dekat (jarak kelahiran antara anak

    yang satu dengan yang berikutnya kurang dari 2 tahun), dan terlalu banyak

    (mempunyai anak lebih dari 2). Pendidikan/konseling KB yang dilakukan

    oleh dokter maupun bidan akan signifikan dalam menggugah kesadaran

    masyarakat untuk ber-KB karena pada umumnya masyarakat lebihmempercayai dokter atau bidan.

    19.

    20.Dalam upaya peningkatan pemakaian KB, dokter maupun bidan wajib

    memberikan informed choice sebelum calon peserta membuat keputusan

    dan memilih alat kontrasepsi. Selain memudahkan calon peserta untuk

    memilih alat kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi

    kesehatan mereka, pemberian informed choice juga secara signifikan dapat

    mencegah drop out pemakaian kontrasepsi sehingga dapat meningkatkan

    jumlah peserta KB aktif (PA).

    21.

    22.

    BKKBN meminta peran serta bidan dan dokter untuk mempromosikan

    pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP), yang terdiri atas

    implan, IUD, tubektomi, dan vasektomi. Berdasarkan hasil sementara

    SDKI 2012, suntik dan pil adalah dua alat kontrasepsi yang paling populer

    sedangkan tingkat pemakaian MKJP hanya 10,6% atau menurun dari

    10,9% (SDKI 2007). Padahal, MKJP adalah alat kontrasepsi yang paling

    efektif dan efisien.

    23.

    24.

    Salah satu faktor yang dianggap mempengaruhi pemilihan alat kontrasepsi

    adalah citra (image) dan persepsi negatif terhadap salah satu alat

    kontrasepsi. Misalnya, adanya isu bahwa minyak pelumas kondommenimbulkan gatal-gatal pada alat reproduksi wanita. Karena itu,

    diperlukan edukasi, khususnya oleh tenaga kesehatan yang berhubungan

    langsung dengan calon peserta KB, agar pemilihan alat kontrasepsi

    menjadi rasional sesuai tujuan (untuk menunda, menjarangkan, atau

    membatasi kehamilan) maupun kondisi kesehatan calon peserta KB yang

    bersangkutan.

    25.

    26.Masalah lain yang sering dihadapi dalam upaya peningkatan pemakaian

    KB adalah keterbatasan jumlah tenaga kesehatan yang terlatih untuk

    melakukan prosedur medis pelayanan MKJP dan ketersediaan sarana

    penunjang pelayanan KB MKJP. Untuk mengatasi masalah ini, sampai

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    21/23

    tahun 2012, BKKBN telah melakukan pelatihan Contraceptive

    Technology Update (CTU) kepada sebanyak 8.425.000 bidan dan

    3.024.000 dokter. Pada tahun 2013 BKKBN menargetkan untukmemberikan pelatihan CTU kepada sebanyak 6.129 bidan dan 384 dokter.

    27.

    28.Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

    Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun

    2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, pada tanggal 18

    Januari 2013 yang lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah

    menandatangani Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang

    Jaminan Kesehatan. Dalam Perpres ini dinyatakan bahwa pelayanan KB

    merupakan bagian dari manfaat pelayanan promotif dan preventif.

    Pelayanan KB tersebut meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi,

    dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluargaberencana. Bidan dan dokter akan menjadi mitra kerja BKKBN dalam

    pelaksanaan pelayanan KB sebagai bagian dari jaminan kesehatan bagi

    semua warga negara Indonesia.

    29.

    30.Penyelenggaraan jaminan kesehatan semesta (disingkat jamkesta,

    universal health coverage) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

    (BPJS) direncanakan untuk diimplementasikan mulai tanggal 1 Januari

    2014. Namun, pemberlakuan jamkesta ini akan membawa implikasi bagi

    BKKBN dalam hal penyediaan alat kontrasepsi gratis. Hal ini dikarenakan

    selama ini BKKBN menyediakan alat kontrasepsi gratis hanya bagi

    pasangan usia subur (PUS) dari kelompok prakeluarga sejahtera (pra-KS)

    dan keluarga sejahtera I (KS I) atau keluarga miskin (gakin). Padahal,

    dalam Perpres di atas disebutkan bahwa Peserta Jaminan Kesehatan adalah

    Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan (meliputi orang yang

    tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu) dan bukan PBI Jaminan

    Kesehatan (merupakan peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan

    orang yang tidak mampu). Dengan demikian, alat kontrasepsi gratis akan

    harus diberikan kepada seluruh masyarakat, termasuk seluruh PUS dari

    berbagai status sosial ekonomi. Implikasi ini harus segera disikapi dan

    ditanggapi oleh BKKBN dengan merumuskan kebijakan dan langkah

    strategis sekaligus mencermati tugas dan fungsi BKKBN sebagaimanayang ditetapkan dalam Perpres terkait.

    31.

    32.Dapat disimpulkan bahwa kemitraan antara BKKBN dengan IDI dan IBI

    dalam jangka pendek ditujukan untuk mengoptimalkan akses dan kualitas

    pelayanan KB dan KR bagi masyarakat. Dalam jangka panjang, kemitraan

    BKKBN dengan IDI dan IBI ini diharapkan akan mampu membantu

    pencapaian target MDG menurunkan AKI, AKA, dan AKB, serta

    mendukung pencapaian terwujudnya keluarga kecil bahagia sejahtera

    untuk mencapai penduduk tumbuh seimbang. (Humas/AH/AT)

    http://www.jdih.net/web_bppkb/berita/269/bkkbn-gandeng-ibi-dan-idi-demi-

    capai-target-mdgs-2015

    http://www.jdih.net/web_bppkb/berita/269/bkkbn-gandeng-ibi-dan-idi-demi-capai-target-mdgs-2015http://www.jdih.net/web_bppkb/berita/269/bkkbn-gandeng-ibi-dan-idi-demi-capai-target-mdgs-2015http://www.jdih.net/web_bppkb/berita/269/bkkbn-gandeng-ibi-dan-idi-demi-capai-target-mdgs-2015http://www.jdih.net/web_bppkb/berita/269/bkkbn-gandeng-ibi-dan-idi-demi-capai-target-mdgs-2015http://www.jdih.net/web_bppkb/berita/269/bkkbn-gandeng-ibi-dan-idi-demi-capai-target-mdgs-2015
  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    22/23

    Revitalisasi program Keluarga Berencana diyakini mampu menekan angka

    kematian ibu melahirkan di Indonesia. Revitalisasi KB akan diikuti upaya

    menghidupkan kembali infrastruktur di daerah, salah satunya pos KB.

    Hal itu dikemukakan Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional

    (BKKBN) Sugiri Syarief dalam pertemuan dengan wartawan bertajuk

    Penggunaan Kontrasepsi untuk Mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) di

    Indonesia, Selasa (5/7), di Jakarta.

    program KB akan mengurangi risiko kematian ibu melahirkan. Kalau semua ibu

    ikut program KB dan persalinan ditangani petugas kesehatan, dengan sendirinya

    risiko kematian ibu saat melahirkan akan berkurang, katanya. Dalam hal ini, KB

    menjarangkan dan menurunkan jumlah kelahiran.

    Ia menambahkan, AKI di Indonesia saat ini 228 per 100.000 kelahiran hidup.

    Sebagai perbandingan, Malaysia memiliki AKI 31 per 100.000 kelahiran hidup.

    AKI di Indonesia sama dengan Myanmar yang kondisi negaranya jauh lebih

    miskin.

    Tingginya laju pertambahan penduduk, yaitu 1,49 persen per tahun saat ini,

    mempersulit upaya menekan AKI di Tanah Air. Kalau tak ada upaya besar

    menekan (laju pertambahan penduduk), target MDG (Millenium Development

    Goals), yaitu AKI 102 per 100.000 kelahiran hidup sulit tercapai pada 2015,

    ujarnya.

    Salah satu program strategis pemerintah merevitalisasi KB adalah menghidupkan

    kembali fungsi petugas lapangan KB (PLKB) dan pos-pos KB di daerah, selain

    mempromosikan alat-alat kontrasepsi yang terjangkau. Sugiri mengakui, jumlah

    PLKB se-Indonesia kini berkurang drastis, dari idealnya 75.000 orang kini hanya

    24.000 orang.

    Untuk mendukung KB sekaligus menekan AKI, tahun ini pemerintah

    menggulirkan program Jaminan Persalinan (Jampersal) yang meliputi paket

    layanan mulai dari konsultasi kehamilan, persalinan, hingga pemilihan alat KB.

    IUD lebih baik

    Pembicara lain, Country Director DKT Indonesia Todd Callahan mengatakan,

    kematian ibu saat melahirkan bisa dicegah melalui perencanaan keluarga yang

    baik. Menurut dia, untuk negara berkembang seperti Indonesia, IUD (intra-uterine

    device) atau dikenal sebagai spiral sangat disarankan karena harganya terjangkau

    mulai dari Rp 15.000, tanpa efek samping, dan jangka waktu pemakaian hingga

    10 tahun untuk sekali pasang.

    Tidak seperti anggapan yang ada selama ini, sebetulnya hampir tidak ada efek

    samping dari IUD. Alat ini tidak lebih berisiko dari implant (susuk KB) yang

  • 5/19/2018 UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (DR. adi).docx

    23/23

    bersifat hormonal, kata Djajadilaga, dokter ahli kandungan dari Perkumpulan

    Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI).

    Saat ini, penggunaan IUD di Indonesia kalah populer dibandingkan kontrasepsi

    jenis lain, seperti suntik, pil, dan susuk KB. Dari 29 juta pemakai alat kontrasepsi

    di Tanah Air, hanya 8 persen yang memakai IUD. (JON)

    http://health.kompas.com/read/2011/07/06/04275324/.KB.Tekan.Angka.Kematian

    .Ibu