tugas blks kel 9 smster2

31
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zakat adalah untuk memberantas kemiskinan, dengan harapan dapat mengubah mereka para penerima zakat (mustahiq) menjadi pembayar zakat (muzakki), sehingga pemberdayaan dan pemerataan zakat menjadi lebih bermakna. 1 Zakat merupakan bagian dari harta yang harus disampaiakan kepada yang berhak menerimanya yang disebut mustahiq, sehingga zakat memiliki dimensi sosial yang diharapkan mampu menolong atau membantu ummat Islam yang tidak mampu sehingga mereka mampu menghidupi kebutuhan mereka. Maka oleh sebab itu Allah mewajibkan bagi setiap muslim untuk mengeluarkan sebagain dari hasil usahanya, Sebagaimana firman Allah dalam al-Quran surah al-Baqarah ayat 267 sebagai berikut : Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri 1 Ahmad Rofiq, Fiqh Aktual, Ikhtiar Menjawab Berbagai Persoalan Umat, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 2004), hlm. 268 1 | Page

Upload: mega-ropiyani

Post on 20-Nov-2015

238 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zakat adalah untuk memberantas kemiskinan, dengan harapan dapat mengubah mereka para penerima zakat (mustahiq) menjadi pembayar zakat (muzakki), sehingga pemberdayaan dan pemerataan zakat menjadi lebih bermakna.

Zakat merupakan bagian dari harta yang harus disampaiakan kepada yang berhak menerimanya yang disebutmustahiq, sehingga zakat memiliki dimensi sosial yang diharapkan mampu menolong atau membantu ummat Islam yang tidak mampu sehinggamereka mampu menghidupi kebutuhan mereka.Maka oleh sebab itu Allah mewajibkan bagi setiap muslim untuk mengeluarkan sebagain dari hasil usahanya, Sebagaimana firman Allah dalam al-Quran surah al-Baqarah ayat 267 sebagai berikut :Artinya:Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Hukum Islam merupakan perpaduan antara wahyu Allah Swt. dengan kondisi masyarakat yang ada pada saat wahyu itu diturunkan. Misi hukum Islam sebagai aturan untuk mengejawantahkan nilai-nilai keimanan dan aqidah mengemban misi utama yaitu mendistribusikan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat, baik keadilan hukum, keadilan social maupun keadilan ekonomi.

B. Rumusan MasalahBAB II

PEMBAHASAN

A. LEMBAGA ZAKAT1. Pengertian Zakat dan Kedudukan Hukum ZakatZakat dari istilah fikih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Sedekah berasal dari kata shidq yang berarti benar yang bila di artikan secara luas maka kata shidq yaitu benar dalam hubungan dengan sejalannya perbuatan dan ucapan serta keyakinan.

Zakat bermakna suci, tumbuh, berkembang, dan berkah. Istilah lainnya yaitu bagian harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu dengan syarat tertentu. Zakat menurut UU. NO 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Rasulullah Saw bersabda, sedekah itu bukti. Hadits ini bisa dikategorikan sebagai sindiran kepada umat Islam. Kebanyakan umat Islam membenarkan al-Quran dan Hadits sebagai dasar hukum yang mengatur perilaku hidup muslim akan tetapi kebanyakan dari kita menyingkirkannya. Sedekah atau zakat merupakan bukti akan adanya pembenaran atau keyakinan dari umat Islam akan kebenaran al-Quran dan Hadits.

Secara implisit Undang-Undang menyatakan peran substantif pemerintah dalam mengelola zakat. Dalam Bab I pasal 3 disebutkan bahwa, Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzzaki, mustahiq, dan amil zakat. Begitu juga, dalam Bab III pasal 6 disebutkan bahwa, Pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah.

Peran pemerintah terhadap zakat tercantum dalam bab III pasal 9 dan Bab VIII pasal 23. Berturut-turut pasal itu berbunyi, Dalam pelaksanaan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya selanjutnya, Dalam menunjang pelaksanaan tugas badan amil zakat pemerintah wajib membantu biaya operasionalitas badan amil zakat.

Di Indonesia, pengelolaan zakat diatur berdasarkan UU No.38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No.581 tahun 1999 tentang pelaksanaan UU No.38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No.D/291 tahun 2000 tentang pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Beberapa ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang zakat diantaranya yaiu: QS. Al-bayyinah, ayat 5:(((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.

Dari ayat yang, menjelaskan tentang zakat tersebut, maka pada ahirnya dapat ditarik beberapa kesimpulan, pertama, zakat adalah predikat untuk jenis barang tertentu yang harus dikeluarkan oleh umat predikat untuk jenis barang tertentu yang harus dikeluarkan oleh umat Islam dan dibagi-bagikan kepada golongan yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan yang ada dalam syariat Islam. Kedua,zakat merupakan kosekuensi logis dari prinsip harta milik dalam ajaran Islam yang fundamental, yakni berupa haqqullah atau harta milik Allah yang dititipkan kepada manusia dalam rangka pemerataan kekayaan dengan dimensi ketuhanan saja (gharu mahdhah), tetapi juga merupakan bagian ibadah dari islam yang mencangkup dimensi sosial kemanusiaan.

Landasan kewajiban zakat disebutkan dalam Al-Quran, sunnah, dan Ijma Ulama.

1. QS. Al- baqaraah ayat 43 :(((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((Artinya: dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.

2. QS. surat at-Taubah ayat 103(((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((Artinya: zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

Menurut para ahli hukum Islam, kekayaan yang wajib dizakatkan pada dasarnya memiliki dua persyaratan pokok, yaitu barang tersebut dapat dimiliki dan juga dapath diambil manfaatnya. Dari dua persyaratan agar zakat dapat diambil manfaatnya. Dari dua persyaratan pokok, yaitu barang tersebut dapat dimiliki dan juga dapat diambil manfaatnya. Diri dua persyaratan agar zakat dapat dikenakan pada harta kekayaan yang dimiliki oleh seseorang muslim.2. Sejarah Zakat Zakat diwajibkan pada tahun ke-9 Hijrah, sementara shodaqoh fithrah pada tahun ke-2 Hijrah. Akan tetapi ahli hadits memandang zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke-9 Hijah ketika Maulana Abdul Hasan berkata zakat diwajibkan setelah hijrah dan dalam kurun waktu lima tahun setelahnya. sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum. Peraturan mengenai pengeluaran zakat muncul pada tahun ke-9 hijrah ketika dasar Islam telah kokoh, wilayah Negara berekspansi dengan cepat dan orang mulai berbondong-bondong masuk Islam. Zakat dan ushr sebagai pendapatan utama bagi Negara di masa Rasulullah Saw. Keduanya berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan seperti pajak. Zakat dan ushr merupakan kewajiban agama dan termasuk salah satu pilah Islam. Serta pengeluaran zakat tidak dapat dibelanjakan untuk pengeluaran umum Negara. Pengeluaran zakat sudah diuraikan secara jelas dan eksplisit di dalam al-Quran surat at-Taubah (9) ayat 60: ((((((( (((((((((((( (((((((((((((( (((((((((((((((( (((((((((((((((( ((((((((( (((((((((((((((( ((((((((((( ((((( ((((((((((( (((((((((((((((( ((((( ((((((( (((( (((((((( (((((((((( ( ((((((((( ((((( (((( ( (((((( ((((((( ((((((( ((((

Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.Dengan demikian, pemerintah pusat berhak menerima keuntungan hanya bila terjadi surplus yang tidak dapat didistribusikan lagi kepada orang-orang yang berhak, dan ditambah kekayaan yang dikumpulkan di Madinah. Pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada hal-hal berikut:

1. Benda logam yang terbuat dari emas, seperti koin, perkakas, dan sebagainya.2. Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, dan sebagainya.3. Binatang ternak unta, sapi, domba, dan kambing.

4. Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.

5. Hasil pertanian termasuk buah-buahan.

6. Luqta, harta benda yang ditinggalkan musuh.7. Barang temuan.

Di masa pemerintahan Abu Bakar, masalah keakuratan perhitungan zakat sangat diperhatikan seperti yang ia katakan pada Anas (seorang amil) bahwa Jika seorang yang harus membayar satu unta berumur setahun sedangkan dia tidak memilikinya dan ia menawarkan untuk memberikan seekor unta betina yang berumur dua tahun. Hal tersebut dapat diterima. Kolektor zakat akan mengembalikan 20 dirham atau dua kambing padanya (sebagai kelebihan pembayarannya).

Abu Bakar menginstruksikan pada amil yang sama bahwa kekayaan dari orang yang berbeda tidak dapat digabung, atau kekayaan yang telah digabung tidak dapat dipisahkan. Hal ini ditakutkan akan terjadi kelebihan pembayaran atau kekurangan penerimaan zakat. Menurut Imam Suyuti, ketika berita wafatnya Rasulullah Saw tersebar ke seluruh penjuru Madinah, banyak suku-suku Arab yang meninggalkan Islam dan menolak membayar zakat. Alasannya, karena bagi masyarakat Arab yang dapat meminta zakat hanyalah Rasulullah Saw. Pada saat pemerintahan Umar bin Khatab memposisikan zakat sebagai sumber pendapatan utama negara Islam. Zakat dijadikan ukuran fiscal utama dalam rangka memcahkan masalah ekonomi secara umum. Pengenaan zakat atas harta berarti menjamin penanaman kembali dalam perdagangan dan perniagaan yang tidak perlu dilakukan dalam pajak pendapatan. Hal ini juga akan member keseimbangan antara perdagangan dan pengeluaran. Dengan demikian dapat dihindari terjadinya suatu siklus perdagangan yang membahayakan. Semua surplus pendapatan dalam jumlah-jumlah tertentu harus diserahkan kepada negara, kemudian dana itu dikelola sedemikian rupa sehingga tak seorang pun yang memerlukan bantuan, perlu merasa malu mendapatkan sumbangan. Hal ini juga berkaitan dengan hukuman berat bagi orang yang tidak mau membayar zakat sehingga orang tersebut dapat didenda sebesar 50% dari jumlah kekayaannya. Pada masa pemerintahan Usman Bin Affan dilaporkan bahwa untuk mengamankan dari gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa pengumpul yang nakal, Usman mendelegasikan kewenangan kepada para pemilik untuk menaksir kepemilikannya sendiri. Pelaksanaan pemungutan zakat di masa pemerintahan Rasulullah Saw dan Khulafaur Rasyidin menjadi bukti arti penting zakat bagi pembangunan negara. Sehingga, sebenarnya tidak beralasan bagi sebagian pendapat yang meragukan kefektifan zakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3. Rukun dan Syarat Wajib Zakat Adapun yang termasuk rukun zakat adalah:

a. Pelepasan atau pengeluaran hak milik pada sebagaian harta yang dikenakan wajib zakatb. Penyerahan sebagian harta tersebut dari orang yang mempunyai harta kepada orang yang bertugas atau orang yang mengurusi zakat (amil zakat).c. Penyerahan amil kepada orang yang berhak menerima zakat sebagai milik.

Adapun syarat-syarat wajib zakat adalah:1.Kemilikan yang sah dan pasti

3.Mencapai nisab

4.Melebihi kebutuhan pokok

5.Bersih dari hutang

6.Mencapai haul yaitu perputaran satu tahun.4. Benda yang wajib dizakatia. Emas, perak, dan uang

Emas dan perak merupakan logam mulia yang sering dijadikan perhiasan.

b. Perdagangan dan perusahaan

c. Hasil pertanian dan hasil perkebunan

Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis yang bernilai biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, dan lain-lain

d. Hasil pertambangan

Madin (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat didalam perut bumi.

e. Hasil pertenakan Hasil pendapatan dan jasa (zakat profesi).5. Hikmah Pengelolaan Zakat

Dari berbagai hikmah zakat yang ada, beberapa hikamh zakat dapat dikemukakan sebagai berikut:

Menghindari kesenjangan sosial antara aghniya dan dhuafa. Membersihkan dan mengkikis akhlak yang buruk.

Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.

Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah telah berikan. Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam. Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi umat. Membantu, menolong, membina, dan membangun kaum dhuafa yang lemah. Memberantas penyakit iri hati, rasa benci, dan dengki dari diri orang-orang yang tidak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan kepada mereka. Sebagi sarana dimensi sosial dan ekonomi yang penting dlam Islam sebagai ibadah Maliyah.

6. Tujuan Zakat

a. Mengangkat derajat fakir miskinb. Membina tali persaudaraan sesame umat muslim

c. Menghilangkan sifat kikir orang kaya

d. Menghilangkan sifat dengki, iri hati orang yang miskine. Menjembatani jurang pemisah orang kaya dan orang miskin

f. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorangg. Adanya pemerataan rezeki untuk mencapai keadilan sosial 10. Organisasi dan Manejemen Lembaga Pengelola Zakat

Undang-undang No.38 tahun 1999 tentang pengelola Zakat Bab III pasal 6 dan pasal 7 menyatakan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri atas dua kelompok institusi, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ dibentuk pemerintah, sedangkan LAZ dibentuk oleh masyarakat. Badan amil zakat (Baz)

BadanAmil Zakat adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah yang terdiri dan unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.

Pembentukan BAZ merupakan hak otoritatif pemerintah, sehingga hanya pemerintah yang berhak membentuk BAZ, baik untuk tingkat nasional sampai tingkat kecamatan.

Lembaga amil zakat (Laz)

Sebelum berlakunya undang-undang pengelolaan zakat, sebenarnya fungsi pengumpulan, pengelolaan, dan pendistribusian zakat telah eksis terlebih dahulu ditengah-tengah masyarakat. Fungsi ini dikelola oleh masyarakat sendiri, baik Secara perorangan maupun kelompok (kelembagaan). Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Bagian yang tak terpisahkan dari pengelolaan zakat adalah muzakki dan harta yang dizakati, mustahik, dan amil.

Mustahik adalah seorang muslim yang berhak memperoleh bagian dari harta zakat disebabkan termasuk dalam salah satu 8 asnaf (golongan penerima zakat), yaitu fakir, miskin, amil, mualaf, untuk memerdekakan budak, orang yang berutang, fi sabilillah, orang yang sedang dalam perjalanan. Amil adalah badan atau lembaga yang ditugaskan untuk mengumpulkan zakat dari muzakki (seorang muslim yang berani dibebani kewajiban mengeluarkan zakat desebabkan terdapat kemampuan harta setelah sampai nisab dan haul-nya.) dan mendistribusikan harta zakat tersebut kepada para mustahik.7. Penyaluran ZakatZakat disalurkan menurut ketentuan disalurkan kepada tujuh golongan, yaitu:

1. Fakir dan miskin, termasuk biaya penyantunan orang-orang miskin di lembaga-lembaga sosial, panti-panti asuhan dan lembaga modal bagi fakir miskin agar mereka dapat berusaha secara produktif. 2. Kelompok amil (petugas zakat), biaya-biaya administrasi dan organisasi amil serta aktivitas yang dilakukannya untuk meningkatkan kesadaran berzakat.

3. Kelompok muallaf (orang yang baru masuk Islam). Diadakan dana untuk membantu penyantunan dan pembinaan orang-orang yang baru masuk Islam.

4. Memerdekakan budak belian, pengertian lain yakni dana untuk membebaskan petani, pedagang, dan nelayan kecil dari hisapan lintah darat, dan renternir.

5. Kelompok gharimin atau kelompok yang berutang. Orang yang jatuh pailit atau yang mempunyai tanggungan utang sebagai pelaksanaan kegiatan yang baik. 6. Fi sabilillah, segala keperluan peribadatan, pendidikan, dakwah, penelitian. 7. Ibnu sabil, orang yang terputus bekal di perjalanan, segala usaha untuk membantu biaya perjalanan seseorang yang kehabisan biaya, beasiswa, dan biaya ilmiah. B. WAKAF 1. Pengertian Wakaf dan Kedudukan Hukum Dasar WakafWakaf diambil dari kata waqafa, menurut bahasa berarti menahan atau berhenti. Dalam hukum Islam, wakaf berarti menyatakan suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada seorang nadzir (penjaga wakaf), baik berupa perorangan maupun badan pengelola dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan syariat Islam. Harta yang telah diwakafkan keluar dari hak milik yang mewakafkan, dan bukan pula menjadi hak milik nadzir, tetapi menjadi hak milik Allah dalam pengertian hak masyarakat umum. Istilah fiqih yang semakna dengan wakaf antara lain, al-habs dan as-sabiil, maka tidak heran didalam kitab Imam SyafiI dan alKutub as-Sittah menyebut wakaf dengan menggunakan lafaz al-habs. Dari segi oknumologi, para ulama memililki beragam pemahaman sehingga menimbulkan perbedaan dalanm aplikasi wakaf.

Sebagai suatu istilah dalam islam Wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (al-ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnaya (al-manfaah). Dalam UU Nomor 41 Tahun 2004, wakaf diartikan denga perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan /atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Kedudukan Sumber hukum wakaf dijelaskan secara rinci dalam surat Ali Imran (3) ayat 92 yang berbunyi: ((( (((((((((( (((((((( (((((( (((((((((( ((((( ((((((((( ( ((((( (((((((((( ((( (((((( (((((( (((( ((((( ((((((( ((((

Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.Sedangkan di dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim dijelaskan bahwa, Apabila manusia wafat, terputuslah amal perbuatannya, kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan atau anak yang menjadi bekal amal akhiratnya.Wakaf mempunyai peran penting dalam pembangunan masyarakat dan bahkan dalam pembangunan peradaban manusia. Dalam hal ini adanya kesinambungan manfaat pada donasi wakaf, kaum muslimin, disepanjang sejarah Islam menemukan bahwa bentuk khusus dari sumbangan karikatif ini menjelaskan keterkaitan mereka dengan ajaran Islam.

Wakaf merupakan salah satu lembaga penting dalam sistem sosio-ekonomi Islami. Wakaf memerankan peran yang berharga sepanjang sejarah Islam, khususnya semasa kekhalifahan Ottoman. Banyak lembaga, organisasi dan bahkan fasilitas infrastruktur yang dibangun dari properti wakaf. Posisi penting wakaf adalah pada bentuk properti yang didonasikan dan dapat digunakan untuk segala macam keperluan yang berhubungan dengan kepentingan umum.

2. Sejarah WakafKeberadaan wakaf sejak masa Rasulullah Saw, diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, bahwa Umar bin Khattab mendapat sebidang tanah di Khaibar. Lalu Umar bin Khattab menghadap Rasulullah Saw untuk memohon petunjuk tentang apa yang sepatutnya ia lakukan terhadap tanah tersebut. Lalu Rasulullah menyarankan agar tanah tersebut ditahan dan disedekahkan. Kemudian Umar sedekahkan mensyaratkan bahwa tanah itu tidak boleh diwariskan. Umar salurkan hasil tanah itu untuk orang-orang fakir, ahli keluarganya, membebaskan budak, fisabilillah, dan sebagainya. Sumber lain menyebutkan bahwa wakaf Umar bin Khattab adalah wakaf pertama kali dalam Islam.3. Rukun dan Syarat-syarat Wakaf Dalam wakaf terdapat 5 rukun, yaitu:

1) Al-Wakif atau orang yang melakukan perbuatan wakaf, hendaklah dalam keadaan sehat rohaninya dan tidak dalam keadaan terpaksa atau dalam keadaan dimana jiwanya tertekan. Wakif menurut PP No. 28 Tahun 1977 Pasal 1 ayat 2 adalah satu orang, dsekelompok aturan pemerintah ini memperluas pengertain Wakif yang dalam fiqih klasik hanya menunjukan perseorangan.2) Al-Mawquf atau harta benda yang akan diwakafkan, harus jelas wujudnya atau zatnya dan bersifat abadi. Artinya, bahwa harta itu tidak habis sekali pakai dan dapat di ambil manfaatnya untuk jangka waktu yang lama.

3) Al-Mawqulalaih atau sasaran yang berhak menerima hasil atau manfaat wakaf, dapat dibagi menjadi dua yaitu, wakaf khairy dan wakaf dzurry. Wakaf khairy adalah wakaf dimana wakifnya tidak membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu tetapi untuk kepentingan umum. Sedangkan wakaf dzurry adalah wakaf dimana wakifnya membatasi sasaran wakafnya untuk pihak tertentu yaitu keluarga keturunannya. 4) Sighah atau pernyataan pemberian wakaf, baik dengan lafadz, tulisan maupun isyarat. 5) Nadzir (pengelola wakaf). PP No.28 Tahun 1997 menyatakan, nadzir merupakan sekelompok orang atau hukum yang memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sesuai dengan tujuannya. Adapun syarat-syarat wakaf antara lain:

1. Syarat-syarat orang yang berwaqaf (al-waqif). Syarat-syarat al-waqif ada empat, yaitu:

a. Orang yang berwaqaf ini mestilah memiliki Secara penuh harta itu.

b. Orang yang berakal.

c. Baligh

d. Orang yang mampu bertindak Secara hukum (rasyid).

2. Syarat-syarat harta yang diwaqafkan (al-mauquf). Harta yang di waqafkan itu tidak sah dipindah milikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:

a. Barang yang diwaqafkan mesti barang yang berharga

b. Harta mesti diketahui jumlahnya (majhul)

c. Harta yang diwaqafkan itu pasti dimiliki orang yang berwaqaf (waqif)

3. Syarat-syarat yang menerima manfaat waqaf(al-mauquf alaih), ada dua macam yaitu: tertentu (muayyan), dan tidak tertentu (ghaira muayyan).

4. Syarat-syarat shigah berkaitan dengan isi ucapan (sighah).

4. Tujuan WakafTujuan dari penggalangan wakaf tunai dari masyarakat antara lain sebagai berikut:

a) Menggalang tabungan sosial menjadi modal sosial serta membantu mengembangkan pasar modal sosial.b) Meningkatkan investasi sosialc) Menyisihkan sebagian keuntungan dari sumber daya orang kaya atau berkecukupan kepada fakir miskin dan anak-anak generasi berikutnya.

d) Menciptakan kesadaran di antara orang-orang kaya atau berkecukupan menggali tanggung jawab mereka terhadap masyarakat sekitarnya. e) Menciptakan integrasi antara keamanan sosial dan kedamaian sosial serta meningkatkan kesejahteraan. f) Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama.g) Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.

5. Hikmah Wakaf

Melaksanakan perintah Allah SWT untuk selalu berbuat baik. Firman Allah SWT:Artinya: Hai orang-orang yang beriman, rukulah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. (QS Al Hajj : 77)

Memanfaatkan harta atau barang tempo yang tidak terbatas

Kepentingan diri sendiri sebagai pahala sedekah jariah dan untuk kepentingan masyarakat Islam sebagai upaya dan tanggung jawab kaum muslimin. 6. Konsep Wakaf Uang Tunai

Hukum mewakafkan uang tunai merupakan permasalahan yang diperdebatkan di kalangan para ulama fikih. Hal ini disebabkan karena cara yang lazim dipakai oleh masyarakat dalam mengembangkan harta wakaf berkisar pada penyewaan harta wakaf, seperti tanah, gedung, rumah dan semacamnya. Oleh karena itu para ulama yang berpendapat bahwa hukumnya mewakafkan uang dirham dan dinar adalah boleh. Dengan uang sebagai aset wakaf, maka penggunaannya akan berhubungan dengan praktek riba.

Adapun alasan para ulama yang tidak membolehkan berwakaf dengan uang, dapat dijelaskan lebih jauhnya sebagai berikut:1) Bahwa uang bisa habis zatnya sekali pakai. Uang hanya bisa dimanfaatkan dengan membelanjakan bendanya lalu lenyap, sedangkan inti ajaran wakaf adalah pada kesinambungan hasil dari modal dasar yang tetap lagi kekal. Oleh karena itu persyaratan benda yang akan diwakafkan adalah benda yang tahan lama dan tidak habis pakai.2) Uang seperti dirham dan dinar diciptakan sebagai alat tukar yang mudah, orang melakukan transaksi jual-beli, bukan untuk untuk ditarik manfaatnya dengan mempersewakan zatnya.

Dikalangan Malikiyah popular dengan pendapat yang membolehkan berwakaf dalam bentuk uang tunai seperti dilihat dalam kitab Al-Majmu oleh Imam Nawawi yang mengatakan, dan para sahabat kita berbeda pendapat tentang berwakaf dengan dana dirham dan dinar. Orang yang membolehkan mempersewakan dirham dan dinar membolehkan wakaf dengannya dan yang tidak memperbolehkan mempersewakan tidak mewakafkannya. Ibnu Taimiyah dalam al-Fatwa,meriwayatkan satu pendapat dari kalangan Hanafi yang membolehkan berwakaf dalam bentuk uang dan hal yang sama dikatakan pila oleh Ibnu Qudamah dalam bukunya al-Mughni.

7. Pengelolaan Wakaf TunaiA. Wakaf Tunai di Kelola Bank Syariah

Beberapa peran bisa di unggulkan bila wakaf tunai dikelola oleh bank:

1. Jaringan kantor.

2. Kemampuan sebagai Fund Manager.

3. Pengalaman, jaringan informasi dan peta distribusi.

4. Citra positif.

Skema alternatif bila bank syariah sebagai nadzir penerima dan penyalur dana wakaf.

Gambar 1.2Bank sebagai Penerima dan Penyalur

B. Wakaf Tunai di Kelola Lembaga Swasta

Keunggulan yang didapat bila wakaf tunai dikelola oleh swasta:a) Sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat.b) Ada control langsung oleh masyarakat.

c) Menumbuhkan solidaritas masyarakat.

Lembaga swasta ini misalnya bergerak di bidang pendidikan, dapat dibuat skema sebagai berikut:Gambar 1.3Lembaga sebagai Penerima dan Penyalur

BAB IIIPENUTUPKesimpulanZakat adalah sedekah yang diwajibkan atas harta seorang muslim yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh syariat Islam, dan Islam telah mengatur besaran zakat, jenis zakat, dan peruntukan zakat. Zakat wajib bagi setiap muslim yang telah dewasa, merdeka, berakal sehat, dan telah memiliki harta itu setahun penuh dalam memenuhi nisab. Zakat itu dapat berupa: emas, perak, barang dagangan, binatang ternak tertentu, barang tambang, harta karun, dan hasil panen. Lembaga pengelolaan zakat di Indonesia terdiri dari dua macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat.

Wakaf adalah harta yang secara sukarela diserahkan kepemilikannya oleh seorang muslim (wakif) kepada seorang nadzir (penjaga wakaf) lalu harta itu menjadi hak milik Allah, dengan ketentuan bahwa digunakan untuk kemaslahatan umat Islam dan digunakan sesuai syariat Islam. Harta benda waqaf terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak.Saran

Ekonomi dalam Islam mengajarkan seorang muslim harus memperhatikan ketentuan-ketentuan syariat, dimanaIslam sebagai way of life, sebagai rahmatan lil alamintelah memberikan petunjuk kepada kita tentang bagaimana suatu keteraturan itu dibentuk disemua lini kehidupan baik dunia maupun akhirat, termasuk aturan dalam bermuamalah atau kita persempit lagi, aturan berekonomi. Dalam perekenomian Islam tersebut sangat dilarang yang namanya riba dan sejenisnya. Hal ini dilarang karena dapat merugikan baik dalam bentuk materi atau lainnya. Oleh karna itu, hendaknya kita melakukan suatu usaha ekonomi secara jujur, terbuka tanpa ada suatu hal yang ditutupi agar tidak ada pihak yang dirugikan.Daftar PustakaHeri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, Ekonisia (Kampus Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia) Condongatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 2013Filantropi Islam, Amelia Fauzia, Chaider S. Bamualim, Irfan Abubakar, Karlina Helmanita, Ridwan al- Makassary, sukron kamil, Tuti Alawiyah, Penerbit, Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003.Didin Hafihuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak, Sedekah (Jakarta, Gema Insani, 2002) hal. 14-15

Didin Hafihuddin, ibid, hal. 15

Direktorat pemberdayaan wakaf, Fiqih Wakaf (Jakarta, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Departemen Agama RI, 2007) hal. 1-3Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2009)

http://tata-cara-berzakat.blogspot.com/syarat-wajib-zakat. Pada Tanggal 15 febuari 2015 (21:51 WIB).html

http://www.badanwakafnusantara.com/syarat-dan-rukun-zakat. Pada Tanggal 15 febuari 2015, (21:26).html

Nurul, Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, cet. 1 ( Jakarta : Prenada media group, 2010), hlm.298

https://hbis.wordpress.com/2008/12/15/hukum-islam-tentang-wakafinfaq-dan-haji/ pada Tanggal 15 Febuari 2015 (19:57 WIB).

https://zentadacon.wordpress.com/makulzen/pengelolaan-zakat/ pada tanggal 15 febuari 2015 (17:51 WIB)

Undang-undang RI NO.41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Departemen Agama RI, Dirjen bimas Islam dan Penyelenggaraan haji, 2005.

Yafie, Ali Menggagas fiqih sosial, (Mizan Bandung,1994).

Rofiq, Ahmad, Fiqh Aktual, Ikhtiar Menjawab Berbagai Persoalan Umat, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 2004).

QS Al Baqarahayat:267Qahar, Mundzir, Manajeman wakaf produktif, PT Khalifa, Jakarta : 2005

Wakif

Bank Syariah

Al-Mawqufalaih

Badan Wakaf Nasional

Rugi

Laba

Lembaga Penjamin

Pengelola Dana

Wakif

Lembaga Pendidikan

Al-Mawqufalaih

Badan Usaha Lembaga Pendidikan

Lembaga Penjamin

Rugi

Laba

Ahmad Rofiq, Fiqh Aktual, Ikhtiar Menjawab Berbagai Persoalan Umat, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 2004), hlm. 268

QS Al Baqarahayat:267

Mundzir Qahar, Manajeman wakaf produktif, PT Khalifa, Jakarta : 2005 hal 5

Bank & Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, Heri Sudarsono. Ekonisia (Kampus Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia) Condongatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 2013

Alvien Septian Haerisma SEI.MSI, Filantropi Islam dan Keuangan Publik Islam

Huda nurul dan mohamad haeykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, cet. 1(Jakarta : Prenada media group, 2010), hlm.293.

Bandingkan Yusuf Qardawi, (1991), Hukum Zakat, Pustaka Litera Antar Nusa, Bogor, h.34-40. Baca juga, Muhammad Daud, (1998), Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, UI Press, Jakarta, h.26-27.

QS. Al-bayyinah, ayat 5.

QS. Al- baqaraah, ayat 43

QS. surat at-Taubah ayat 103

Abdul Hasan Ali Nadwi (1975), The Four Pillars of Islam, Edisi kedua, Majlis Nashreyat- e-Islam, Karachi, h.98 dalam Adiwarman A Karim (2001), Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, IIIT, Jakarta, h.3.

Zakat atas hasil pertanian dan buah-buahan inilah yang dinamakan ushr.

Adiwarman A Karim (2001), Ibid, h.35.

HYPERLINK " Http://www.badanwakafnusantara.com/syarat-dan-rukun-zakat" Http://www.badanwakafnusantara.com/syarat-dan-rukun-zakat. Pada Tanggal 15 febuari 2015, (21:26).html

Didin Hafidhuddin, (2002), Zakat dalam Perekonomian Modern, Gema Insani Press, Jakarta, h.9-14.

Huda nurul dan mohamad heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, cet. 1 ( Jakarta : Prenada media group, 2010), hlm.298

Alvien Septian Haerisma SEI.MSI, Filantropi Islam dan Keuangan Publik Islam

Andri soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2009), hlm. 412

Ibid. hlm. 413

Mohammad Daud (1988), Op Cit, h.68.

Syekh Abid As-Sindi, (2000), Musnad Syafii, Sinar Baru Algensindo, Bandung, h.1290.

Huda nurul dan mohamad haeykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, cet. 1 ( Jakarta : Prenada media group, 2010), hlm.308.

Undang-undang RI NO.41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Departemen Agama RI, Dirjen bimas Islam dan Penyelenggaraan haji, 2005, hlm.3

Boudjellal Mohammad, (2002), Kontribusi Pengembangan Wakaf (Tunai) di Indonesia, dalam Proceedings Simposium Nasional Sistem Ekonomi Islami, P3EI dan BI, Yogyakarta, h.494.

Internasional University Malaysia, Kuala Lumpur, dalam Ahmad Thohirin, (2002), Kontribusi Pengembangan Wakaf (Tunai) di Indonesia, dalam Proceedings Simposium Nasional Sistem Ekonomi Islami, P3EI dan BI, Yogyakarta, h.494.

HYPERLINK "Https://zentadacon.wordpress.com/makulzen/pengelolaan-zakat/" Https://zentadacon.wordpress.com/makulzen/pengelolaan-zakat/ pada tanggal 15 febuari 2015 (17:51 WIB).

Biro perbankan syariah, (2001), Ibid, h.9.

Biro perbankan syariah, (2001), Op.Cit, h.13-15.

2 | Page