tugas akhir - repository.ppns.ac.idrepository.ppns.ac.id/2313/1/0815040035 - moh khoirul umam...
TRANSCRIPT
iv
i
` `
TUGAS AKHIR
PENGARUH MATERIAL PDM DAN ALLOY 31 TERHADAP
KOROSI DAN LIFE TIME IMPELLER POMPA PADA ALIRAN
FLUIDA ASAM PHOSPAT
MOH. KHOIRUL UMAM M.
NRP. 0815040035
DOSEN PEMBIMBING :
Budi Prasojo, S.T.,M.T.
Fipka Bisono, S.ST., M.T.
PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PERPIPAAN
JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
2019
i
TUGAS AKHIR 608457A
PENGARUH MATERIAL PDM DAN ALLOY 31 TERHADAP KOROSI DAN LIFE TIME IMPELLER POMPA PADA ALIRAN FLUIDA ASAM PHOSPAT
Moh. Khoirul Umam M NRP. 0815040035
DOSEN PEMBIMBING: Budi Prasojo, S.T .,M.T Fipka Bisono, S.ST .,M.T
PROGRAM STUDI TEKNIK PERPIPAAN JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019
ii
iii
LEMBAR PENGESAHAN
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
iv
v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Moh. Khoirul Umam M
NRP : 0814040035
Jurusan/Prodi : Jurusan Teknik Permesinan Kapal/Program Studi D4
Teknik Perpipaan
Dengan ini menyatakan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir yang saya kerjakan
dengan judul :
“PENGARUH MATERIAL PDM DAN ALLOY 31 TERHADAP KOROSI
DAN LIFE TIME IMPELLER POMPA PADA ALIRAN FLUIDA ASAM
PHOSPAT”
Adalah benar karya saya sendiri dan bukan plagiat dari karya orang lain. Apabila
dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah tersebut, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab.
Surabaya, 09 Agustus2019
Yang membuat pernyataan,
(Moh. Khoirul Umam M)
NRP. 0815040035
vi
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat,
ridho, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini
dengan baik dan lancar. Penulis juga mengucapkan shalawat serta salam semoga
senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarganya, dan para sahabat yang telah memberikan teladan bagi seluruh umat
manusia. Tugas akhir yang berjudul “Pengaruh Material PDM dan Alloy 31
Terhadap Korosi dan Life Time Impeller Pompa Pada Aliran Fluida Asam
Phospat” ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
pendidikan kuliah di Program Studi D-IV Teknik Perpipaan. Penulis menyadari
penyelesaian dan penyusunan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari kerjasama,
bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga penulis menyampaikan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc, FRINA., selaku Direktur Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya.
2. Bapak George Endri K, S.T., M.Sc.Eng., sebagai Ketua Jurusan Teknik
Permesinan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
3. Bapak R. Dimas Endro Witjonarko, S.T., M.T., sebagai Ketua Program Studi
Teknik Perpipaan, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
4. Bapak Budi Prasojo S.T., M.T., sebagai dosen pembimbing I yang telah
memberikan banyak bimbingan dan pengarahan selama pengerjaan tugas akhir.
5. Bapak Fipka Bisono S. ST, M.T., sebagai dosen pembimbing II yang telah
memberikan banyak bimbingan dan pengarahan selama pengerjaan tugas akhir.
6. Kedua orang tua (Alm. Moh. Aminullah dan Ibu Zainah Sunaryati) yang telah
memberikan banyak kasih sayang, nasehat hidup, doa, dukungan moril serta
materil, dan segalanya bagi penulis.
7. Kepada saudara dan saudari kandung Moh. Adriyansyah, Dwi Atika Meirina,
Yeyen Tri Ari Rukmana yang telah memberikan banyak kasih sayang , doa ,
dukungan moril, dan segalanya bagi penulis.
viii
8. Kepada saudara Mas Wahyu, Mas Ikhsan , dan rekan-rekan lainnya yang telah
banyak membantu dan memotivasi penulis.
9. Pembimbing PLTU Paiton POMI : Pak Bambang, Pak Rachmad dan
karyawan-karyawan lainnya yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu.
10. Staf pengajar Program Studi Teknik Perpipaan yang telah memberikan banyak
ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan.
11. Teman-teman Teknik Perpipaan angkatan 2015 yang telah memberikan
motivasi kepada penulis.
12. Teman-teman On The Job Training Divisi Engineering Bagas Harits Wibowo
dan Rival Ekananda yang telah memberikan semangat dan doa kepada penulis.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan.
Harapan penulis dapat mendapatkan kritik atau saran yang membangun agar
penelitian yang telah dilakukan menjadi lebih baik lagi. Semoga Tugas Akhir ini
bermanfaat bagi pembaca.
Surabaya,09 Agustus 2019
Moh. Khoirul Umam M
ix
PENGARUH MATERIAL PDM DAN ALLOY 31 TERHADAP
KOROSI DAN LIFE TIME IMPELLER POMPA PADA ALIRAN
FLUIDA ASAM PHOSPAT
Moh. Khoirul Umam M
ABSTRAK
Permasalahan yang terjadi pada pabrik petrochemical adalah sering
terjadinya korosi pada material yang disebabkan oleh fluida berjenis asam phospat
yang memiliki keasaman yang cukup tinggi. Untuk mengatasi masalah tersebut
maka dilakukan pergantian material yang lebih tahan lama terhadap korosi. Pada
tugas akhir ini akan membahas tentang pengujian material PDM serta Alloy 31
dengan sampel sebanyak 4 spesimen. Pada tugas akhir ini terdapat pengujian
Potentiostat Test untuk mengetahui laju korosi pada kedua material. Proses
pengujian elektro kimia mengacu pada pada ASTM G-102. Dari hasil pengujian
tersebut akan didapatkan hasil laju korosi yang akan bisa memperhitungkan nilai
life time pada material. Perhitungan manual dan pemodelan CFD menggunakan
software ANSYS. Bedasarkan hasil pengujian dan analisa yang telah di lakukan
mendapatkan nilai laju korosi PDM lebih besar dibandingkan material Alloy 31.
Nilai laju korosi material PDM sebesar 0,01724975 mm/year, sedangkan material
Alloy 31 sebesar 0,00985855 mm/year. Dari perhitungan kecepatan impeller pompa
sentrifugal secara manual adalah 95,58 m/s, sedangkan menggunakan pemodelan
ANSYS adalah 95,195 m/s. Nilai laju erosi material PDM sebesar 12,549 mm/year,
material Alloy 31 sebesar 11,0729 mm/year. Setelah itu dari hasil perhitungan life
time pada impeller didapatkan material Alloy 31 mampu bertahan hingga 5,068
bulan, sedangkan PDM hanya mampu sampai 2,981 bulan.
Kata kunci: Alloy 31, PDM , Erosion Rate, Corrosion Rate, Pengujian Potentiostat
x
xi
INFLUENCE OF PDM AND ALLOY 31 MATERIAL ON
CORROSION AND LIFE TIME IN PUMP IMPELLERS IN
PHOSPATIC ACID FLUID FLOWS
Moh. Khoirul Umam M
ABSTRACT
The problem that occurs in petrochemical plants is the frequent occurrence
of corrosion in materials caused by phosphoric acid type fluid which has a high
acidity. To overcome this problem, replacement of material which is more durable
to corrosion is carried out. In this final project will discuss about testing PDM
material and Alloy 31 with a sample of 4 specimens. In this final project, there is
Potentiostat Test to determine the corrosion rate of both materials. Electro
chemical testing process refers to ASTM G-102. From the results of these tests will
get the results of the corrosion rate that will be able to calculate the value of life
time on the material. Manual calculation and CFD modeling using ANSYS
software. Based on the results of tests and analyzes that have been done, the PDM
corrosion rate is greater than that of Alloy 31 material. The corrosion rate of PDM
material is 0.01724975 mm / year, while Alloy 31 is 0.00985855 mm / year. From
the calculation of the centrifugal pump impeller speed manually is 95.58 m / s, while
using ANSYS modeling is 95.195 m / s. PDM material erosion rate is 12,549 mm /
year, Alloy 31 material is 11,0729 mm / year. After that, from the results of life time
calculation on the impeller, it is found that Alloy 31 material can last up to 5,068
months, while PDM is only capable of up to 2,981 months..
Keyword: Alloy 31, PDM , Erosion Rate, Corrosion Rate, Potentiostat Test
xii
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
ABSTRACT .......................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ixii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xviix
DAFTAR SIMBOL .......................................................................................... xixii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2
1.4 Manfaat Tugas Akhir ..................................................................................... 3
1.5 Batasan .......................................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5
2.1 Definisi Erosi ................................................................................................. 5
2.2 Definisi Korosi .............................................................................................. 6
2.3 Aliran Fluida .................................................................................................. 7
2.4 Kecepatan Linier pada Impeller Pompa ......................................................... 7
2.5 Definisi Pompa .............................................................................................. 8
2.6 Pompa Sentrifugal ......................................................................................... 9
2.8 Definisi Impeller .......................................................................................... 15
2.9 Computational Fluid Dynamic (CFD) ....................................................... 18
2.10 Perhitungan Laju Korosi .......................................................................... 20
2.11 Erosion Rate .............................................................................................. 23
2.12 Kerangka Konseptional ............................................................................ 26
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 27
3.1 Diagram Alir ............................................................................................... 27
3.1.1 Persiapan Penelitian ............................................................................. 28
xiv
3.1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................ 28
3.1.3 Penetapan Tujuan ................................................................................ 28
3.1.4 Studi Literatur ..................................................................................... 28
3.1.5 Studi Lapangan .................................................................................... 29
3.1.6 Perancangan Penelitian ....................................................................... 29
3.1.7 Tahap pengolahan data ........................................................................ 29
3.1.8 Pengujian Korosi .................................................................................. 29
3.1.9 Menghitung Life Time (LT) ................................................................. 32
3.1.10 Perhitungan teknis ............................................................................... 32
3.1.11 Tahap Analisa ...................................................................................... 33
3.2 Kesimpulan dan Saran ................................................................................. 33
3.3 Tempat Penelitian ......................................................................................... 33
3.3 Waktu Penelitian ........................................................................................... 33
BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN .......................................................... 35
4.1 Data Penelitian ............................................................................................ 35
4.1.1 Data Hasil Pengujian Potentiostat ........................................................ 36
4.1.2 Nilai laju korosi dari hasil pengujian potentiostat ................................ 40
4.2 Perhitungan Kecepatan Fluida .................................................................... 41
4.2.1 Perhitungan kecepetan impeller secara manual .................................... 41
4.2.2 Perhitungan kecepatan dengan pemodelan software ANSYS ................ 41
4.3 Perhitungan Erosion Rate .......................................................................... 42
4.3.1 Perhitungan manual erosion rate .......................................................... 42
4.3.2 Pemodelan erosion rate dengan software ANSYS ............................... 47
4.4 Perhitungan Life Time ................................................................................. 49
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 53
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 53
5.2 Saran ........................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55
LAMPIRAN – LAMPIRAN
BIOGRAFI
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Konversi satuan laju korosi................................................................22
Tabel 2.2 Klasifikasi Ketahanan Material berdasarkan Laju Korosi.................23
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian................................................................34
Tabel 4.1 Data parameter aliran fluida...............................................................35
Tabel 4.2 Laju korosi material PDM dan Alloy 31.............................................40
Tabel 4.3 Perhitungan erosion rate secara manual pada material PDM dan Alloy
31........................................................................................................................47
Tabel 4.4 Erosion rate dengan perhitungan manual dan pemodelan ANSYS
pada material PDM dan Alloy 31........................................................................51
Tabel 4.5 Perhitungan life time pada ANSYS untuk material PDM dan Alloy
31........................................................................................................................50
Tabel 4.6 Perbandingan Keseluruhan Material.................................................51
xvi
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Lintasan Aliran Cairan Pompa Sentrifugal. .................................... 9
Gambar 2. 2 Komponen Utama Pompa Sentrifugal .......................................... 10
Gambar 2. 3 Pompa sentrifugal aliran radial ..................................................... 11
Gambar 2. 4 Pompa sentrifugal aliran campur. ................................................. 12
Gambar 2. 5 Pompa aliran aksial ....................................................................... 12
Gambar 2. 6 Impeller ......................................................................................... 12
Gambar 2. 7 Pompa volut .................................................................................. 13
Gambar 2. 8 Pompa aliran difuser ..................................................................... 14
Gambar 2. 9 Pompa Multistage ......................................................................... 14
Gambar 2. 10 Poros Vertikal dan Horisontal .................................................... 15
Gambar 2. 11 Radial Impeller .......................................................................... 16
Gambar 2. 12 Mixed Flow Impeller .................................................................. 17
Gambar 2. 13 Axial Impeller ............................................................................. 17
Gambar 2. 14 Pheriperal Impeller ..................................................................... 17
Gambar 2. 15 Erosion Response Model ............................................................ 23
Gambar 2. 16 Grafik function F(a) for typical „ductile‟ and „brittle‟ material
(DNVGL RP-O501-2015) ................................................................................. 23
Gambar 3. 1 Diagram Alir ................................................................................. 27
Gambar 3. 2 Ukuran Spesimen Uji ................................................................... 30
Gambar 3. 3 Rangkaian Uji Potensiostat ........................................................... 31
Gambar 3. 4 Timbangan .................................................................................... 31
Gambar 3. 5 Gelas baker ................................................................................... 32
Gambar 3. 6 Peralatan uji korosi ....................................................................... 32
Gambar 3. 7 Fluida Phosporic Acid Slurry (PAS) ............................................ 32
xviii
Gambar 4. 1 Hasil pengujian pertama potentiostat PDM fluida Phosporic Acid
Slury (PAS) ........................................................................................................ 38
Gambar 4. 2 Grafik hasil pengujian pertama potentiostat PDM fluida Phosporic
Acid Slury (PAS) ................................................................................................ 38
Gambar 4. 3 Hasil pengujian kedua potentiostat PDM fluida Phosporic Acid
Slury (PS) ........................................................................................................... 39
Gambar 4. 4 Grafik hasil pengujian kedua potentiostat PDM fluida Phosporic
Acid Slury (PAS) ................................................................................................ 39
Gambar 4. 5 Hasil pengujian pertama potentiostat Alloy 31 fluida Phosporic
Acid Slurry (PAS). ............................................................................................. 40
Gambar 4. 6 Grafik hasil pengujian pertama potentiostat Alloy 31 fluida
Phosporic Acid Slury (PAS) .............................................................................. 41
Gambar 4. 7 Hasil pengujian kedua potentiostat Alloy 31 fluida Phosporic Acid
Slurry (PAS) ...................................................................................................... 41
Gambar 4. 8 Grafik hasil pengujian kedua potentiostat Alloy 31 fluida
Phosporic Acid Slury (PAS) .............................................................................. 41
Gambar 4. 9 Grafik Perbandingan erosi material PDM dan Alloy 31 ............... 42
Gambar 4. 10 Pemodelan kecepatan pada impeller ........................................... 43
Gambar 4. 11 Grafik Fungsi F(α) ...................................................................... 46
Gambar 4. 12 Perhitungan life time menggunakan ANSYS pada material Alloy
31 ....................................................................................................................... 52
Gambar 4. 13 Perhitungan life time menggunakan ANSYS pada material PDM
........................................................................................................................... 52
xix
DAFTAR SIMBOL
PD = Design pressure [MPa]
Td = Design temperature [oC]
To = Operational temperature [oC]
Q = Debit [m3/s]
µm = Kekentalan campuran [kg/m.s]
ρt = Densitas material [kg/m3]
ID = Inside diameter [m]
OD = Outside diameter [m]
r = Jari-jari [m]
A = Luasan permukaan [m2]
V = kecepatan aliran [m/s]
xx
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Korosi erosi merupakan salah satu kerusakan yang sering terjadi pada
sistem perpipaan akibat adanya pergerakan relatif fluida korosif dengan
permukaan logam material. Selain itu dapat membuat pipa-pipa dan equiment
pada industri dapat mengalami kerusakan karena adanya pergerakan fluida
yang begitu korosif. Di Perusahan yang bergerak dalam bidang produksi unit
PA (Phosphoric Acid) masalah korosif dan erosif begitu sangat di perhatikan
terutama pada hal produksi unit PA tersebut yang dapat membuat material lebih
cepat rusak.
Seperti yang terjadi pada impeller pompa sentrifugal yang mangaliri
fluida berbentuk slurry dengan material alloy PDM terjadi tingkat korosi dan
erosi yg sangat tinggi menyebabkan bagian impeller khususnya terjadi korosi.
Pada pompa tersebut mengalirkan fluida asam phospat yang berbentuk slurry
dengan density 1.4 ton/jam, dengan suhu +- 70oC yang di pompa
menggunakan pompa sentrifugal (gambar di lampiran B).
Pada impeller pompa dengan material alloy PDM yang terjadi korosi
dan erosi dapat menyebabkan aus pada pompa. Tetapi walapun impeller pompa
tersebut di ganti dengan sparepart pompa yang baru, umur dari pompa tersebut
tidak kurang dari 3 bulan. Maka dari itu dilakukan penanganan menggunakan
metode yang digunakan untuk menghitung korosi yang terjadi pada material
impeller pompa dengan menggunakan standard ASTM G-102. Selanjutnya
mencari nilai life time dari material impeller pompa menggunakan hasil dari
pemodelan. Adapun cara untuk mengetahui laju korosi pada materialnya yaitu
dengan melakukan pengujian elektrokimia terhadap material PDM dan Alloy
31 dengan acuan standard ASTM G-102 “Standard Practice for Calculation
of Corrosion Rates and Related Information from Electrochemical
Measurements”.
2
Penelitian tentang korosi kerusakaan material impeller sudah pernah
dilakukan oleh (Ogi & Rachman, 2016), yaitu menghitung laju korosi pump
impeller di pertambangan batu bara dengan menggunakan metode pengujian
dan miroskop optik dengan obyek sample material impeller stainless steel AISI
304. Penelitian serupa dilakukan pada (Jurnal Internasional IJERSET Analysis
of Centrifugal Pump Impeller Using ANSYS 2018)(Sankar, n.d.) dengan obyek
impeller dianalisa menggunakan software ANSYS, serta (Wahyu, 2018)
dengan obyek pipa, reducer, gate valve, dan elbow. Pada Tugas Akhir ini (TA)
ini akan membahas tentang pengaruh mateial PDM dan Alloy 31 pada impeller
pompa sentrifugal terhadap fluida asam phospat.
1.2 Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan pokok permasalahan yang ada terdapat pada
latar belakang maka dalam penelitian ini diambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Berapa nilai laju korosi material PDM dan Alloy 31 dengan pengujian
potentiostat?
2. Berapa nilai kecepatan atau velocity putaran pada impeller pompa
menggunakan perhitungan manual dan software ANSYS?
3. Berapa erossion rate daengan perhitungan manual dan pemodelan dengan
software ANSYS yang terjadi pada impeller pompa menggunakan material
PDM dan Alloy 31?
4. Berapa nilai life time pada impeller pompa dengan material PDM dan
Alloy 31?
1.3 Tujuan
Penelitian pada tugas akhir ini memiliki beberapa tujuan yang ingin
dicapai yaitu:
1. Mengetahui velocity putaran pada impeller pompa menggunakan
perhitungan manual dan software ANSYS.
3
2. Mengetahui nilai erosion rate dengan pehitungan manual dan pemodelan
dengan software ANSYS yang terjadi pada impeller pompa menggunakan
material PDM dan Alloy 31 .
3. Mengetahui nilai laju korosi pada material PDM dan Alloy 31 dengan
pengujian potentiostat.
4. Mengetahui nilai life time pada impeller dengan material PDM dan Alloy
31.
1.4 Manfaat Tugas Akhir
Manfaat penelitian pada tugas akhir ini adalah :
1. Manfaat Bagi Mahasiswa :
Sebagai ilmu yang bisa dipelajari bagi mahasiswa terutama untuk
mengenal jenis jenis material lain yang terjadi korosi di bagian perusahaan
yang berhubungan dengan bahan kimia acid atau sejenisnya.
2. Manfaat Bagi Perusahaan :
Penelitian yang telah dilakukan bisa dijadikan opsi lain untuk menambah
umur dari material dan mengurangi terhadap korosi erosi serta abrasi yang
terjadi pada perusahaan yang bergerak di bidang produksi unit PA.
1.5 Batasan
Tugas akhir ini hanya membahas dengan batasan model sebagai berikut :
1. Jenis material yang dianalisa dan diuji adalah PDM dan Alloy 31
2. Pengujian yang dipakai adalah Potentiostat Test dengan mengacu pada
ASTM G-102
3. Fluida untuk analisa dan pengujian berupa Phosporic Acid Slurry (PAS)
4. Pemodelan hanya pada impeller pompa dengan menggunakan software
ANSYS
4
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Erosi
Erosi merupakan kerusakan pada permukaan logam yang disebabkan
aliran fluida yang sangat cepat, merusak permukaan metal dan lapisan film
pelindung. Erosi dapat pula terjadi pada permukaan yang bergerak cepat
sementara fluida disekitarnya mengandung partikel-partikel padat. Erosi
terbentuk ketika logam terserang akibat gerak relative antara partikel-
partikel padat dan permukaan logam. Erosi ini terutama diakibatkan oleh efek-
efek mekanik seperti pengausan, abrasi dan gesekan. Logam-logam lunak
sangat mudah terkena erosi jenis ini, misalnya, tembaga, kuningan, aluminium
murni dan timbal. Pada stainless steel, paduan nikel dan titanium biasanya
lebih tahan akan erosi, karena mereka ulet dan tahan lama pasif film. Pada
dasarnya erosi dapat dibedakan menjadi tiga jenis yakni:
1. Kondisi aliran laminar
2. Kondisi aliran turbulensi
3. Kondisi Peronggaan
Aliran laminer adalah aliran ideal dan disukai dalam aliran pipa. Aliran
turbulen merupakan aliran bergolak/berputar, hal ini biasanya terjadi pada
blower atau penurunan diameter secara drastis. Aliran turbulen adalah aliran
yang tidak disukai pada pipa, karena dapat menyebabkan erosi yang sangat
cepat pada pipa. Secara umum korosi erosi dipengaruhi oleh :
1. Sifat Logam Paduan Ketahanan
Kerentanan terhadap erosi lebih tergantung lunak pada bahan logam.
Dimana setiap bahan mempunyai ketahanan yang berbeda akan abrasi. Jadi
secara tidak langsung akan mempengaruhi ketahanan erosi. Untuk itu
kekerasan bahan sangat mempengaruhi ketahanan akan erosi.
2. Suhu/Temperatur
Temperatur mempengaruhi laju erosi, temperatur permukaan, heat flux,
dan konsentrasi permukaan yang terkait. Jadi dapat disimpulkan bahwa
6
peningkatan suhu akan menyebabkan serangan meningkat (erosi) pada suatu
bahan (logam dan non logam).
3. Kecepatan
Kecepatan lingkungan memainkan peran penting dalam erosi. Ini efek
penggunaan mekanis pada nilai tertinggi dan terutama ketika partikel padat
dalam bercampur dengan fluida lain seperti gas atau liquid. Ini sering
mempengaruhi mekanisme reaksi erosi. Meningkatnya kecepatan secara
drastis akan menyebabkan turbulensi aliran yang otomatis mempengaruhi
laju erosi yang akan semakin cepat.
2.2 Definisi Korosi
Korosi adalah suatu proses elektrokimia dimana atom-atom akan bereaksi
dengan zat asam dan membentuk ion-ion positif (kation). Hal ini akan
menyebabkan timbulnya aliran-aliran elektron dari suatu tempat ke tempat
yang lain pada permukaan metal. Korosi terjadi melalui jalan reaksi kimia atau
reaksi elektrokimia pada logam atau paduan logam yang berada pada
lingkungan yang korosif. Korosi dapat menjadi sesuatu yang sangat berbahaya
ketika itu tidak diharapkan terjadi sehingga ukuran – ukuran bahaya harus
ditentukan untuk mengatasi masalah ini.(Darto & Sunada, 2017)
Proses terjadinya korosi secara kimiawi terdiri dari reaksi anodik dan
reaksi katodik, jika salah satu reaksi terjadi maka menyebabkan korosi
pada logam. Baja yang tidak homogen akan mengalami korosi pertama
kali pada bagian permukaan dari paduan. Reaksi katodik yang berada
pada kondisi atmosfer atau kondisi yang dipaksakan akan menghasilkan ion
hydroxyl.
Proses korosi dapat terjadi apabila faktor-faktor yang terlibat dalam proses
ada, faktorfaktor itu antara lain: anode, katode, larutan elektrolit, adanya
lingkungan, terhubung arus listrik. Secara garis besar korosi ada dua jenis yaitu:
1. Korosi Internal
Korosi Internal yaitu korosi yang terjadi akibat adanya kandungan CO2
dan H2S pada minyak bumi, sehingga apabila terjadi kontak dengan air
akan membentuk asam yang merupakan penyebab korosi.
7
2. Korosi Eksternal
Korosi Eksternal yaitu korosi yang terjadi pada bagian permukaan dari
sistem perpipaan dan peralatan, baik yang kontak dengan udara bebas
dan permukaan tanah, akibat adanya kandungan zat asam pada udara dari
tanah.
2.3 Aliran Fluida
Pipa merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengalirkan fluida
dari satu tempat ke tempat lainnya. Fluida yang dialirkan bisa berupa
fluida cair maupun gas (Raswari, 1986). Fluida atau zat cair (termasuk
uap air dan gas) dibedakan dari benda padat karena kemampuannya
untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul dalam
fluida jauh lebih kecil dari ikatan molekul dalam zat padat, akibatnya
fluida mempunyai hambatan yang relatif kecil pada perubahan bentuk karena
gesekan. Zat padat mempertahankan suatu bentuk dan ukuran yang tetap,
sekalipun suatu gaya yang besar diberikan pada zat padat tersebut, zat
padat tidak mudah berubah bentuk maupun volumenya, sedangkan zat cair
dan gas, zat cair tidak mempertahankan bentuk yang tetap, zat cair mengikuti
bentuk wadahnya dan volumenya dapat diubah hanya jika diberikan padanya
gaya yang sangat besar dan gas tidak mempunyai bentuk dan maupun volume
yang tetap,gas akan berkembang mengisi seluruh wadah. Karena fase cair dan
gas tidak mempertahankan suatu bentuk yang tetap, keduanya mempunyai
kemampuan untuk mengalir. Dengan demikian kedua-duanya sering secara
kolektif disebut sebagai fluida. Setiap zat cair memiliki kekentalan yang
berbedabeda. Kekentalan fluida akan berpengaruh terhadap tegangan geser
saat fluida bergerak. Tegangan geser ini akan mengubah sebagian aliran dalam
bentuk energi lain, seperti panas, suara, dan sebagainya. Perubahan bentuk
energi tersebut menyebabkan terjadinya kehilangan energi (head losses).
2.4 Kecepatan Linier pada Impeller Pompa
Kecepatan linier pada impeller pompa akan dihitung menggunakan
perhitungan manual dengan menggunakan persamaan 2.1.
8
V : 2πrf........................................................................(Persamaan 2.1)
V = kecepatan linier impeller (m/s)
f = frekunsi aliran (Hz)
r = jari jari impeller (m)
π = konstanta lingkaran
2.5 Definisi Pompa
Menurut (Samudra, 1998) Pompa merupakan alat yang digunakan untuk
memindahkan suatu cairan dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara
menaikkan tekanan cairan tersebut. Kenaikan tekanan cairan tersebut
digunakan untuk mengatasi hambatan-hambatan pengaliran. Hambatan-
hambatan pengaliran itu dapat berupa perbedaan tekanan, perbedaan
ketinggian atau hambatan gesek. Klasifikasi pompa secara umum dapat
diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu pompa kerja positif (positive
displacement pump) dan pompa kerja dinamis (non positive displacement
pump). Positive displacement pump, pompa jenis ini merupakan pompa
dengan ruangan kerja yang secara periodik berubah dari besar ke kecil atau
sebaliknya, selama pompa bekerja. Energi yang diberikan kepada cairan ialah
energi potensial, sehingga cairan berpindah volume per volume.
Yang termasuk dalam kelompok pompa pemindah positif antara lain :
a. Pompa Reciprocating
- Pompa torak
- Pompa plunger
b. Pompa Diaphragma
- Pompa Rotari
- Pompa vane
- Pompa lobe
- Pompa screw
- Pompa roda gigi
Non positive displacement pump, pompa jenis ini adalah suatu pompa
dengan volume ruang yang tidak berubah pada saat pompa bekerja. Energi
yang diberikan pada cairan adalah enersi kecepatan, sehingga cairan berpindah
9
karena adanya perubahan energi kecepatan yang kemudian dirubah menjadi
energi dinamis di dalam rumah pompa itu sendiri.
Yang termasuk dalam kelompok pompa kerja dinamis antara lain:
a. Pompa kerja khusus
- Pompa Jet
- Pompa Hydran
- Pompa Elektromagnetik
2.6 Pompa Sentrifugal
Salah satu jenis pompa kerja dinamis adalah pompa sentrifugal yang
prinsip kerjanya mengubah energi kinetik (kecepatan) cairan menjadi energi
potensial melalui suatu impeller yang berputar dalam casing seperti yang
ditunjukan Gambar 2.1. Gaya sentrifugal yang timbul karena adanya gerakan
sebuah benda atau partikel melalui lintasan lengkung (melingkar).
Pompa sentrifugal paling banyak digunakan karena mempunyai bentuk
yang sederhana dan harga yang relatif murah. Keuntungan pompa sentrifugal
dibandingkan jenis pompa perpindahan positif adalah gerakan impeler yang
kontinyu menyebabkan aliran tunak dan tidak berpulsa, keandalan operasi
tinggi disebabkan gerakan elemen yang sederhana dan tidak adanya
katupkatup, kemampuan untuk beroperasi pada putaran tinggi, yang dapat
dikopel dengan motor listrik, motor bakar atau turbin uap ukuran kecil
sehingga hanya membutuhkan ruang yang kecil, lebih ringan dan biaya
instalasi ringan, harga murah dan biaya perawatan murah.
Gambar 2. 1 Lintasan Aliran Cairan Pompa Sentrifugal.
( Samudra, S. ;1998)
10
Secara umum bagian – bagian utama pompa sentrifugal dapat dilihat
seperti gambar berikut :
Gambar 2. 2 Komponen Utama Pompa Sentrifugal
( Hariady, S. ;2014)
a. Stuffing Box
Stuffing Box berfungsi untuk menerima kebocoran pada daerah dimana poros
pompa menembus casing.
b. Packing
Digunakan untuk mencegah dan mengurangi bocoran cairan dari casing
pompa melalui poros.
c. Shaft (poros)
Poros berfungsi untuk meneruskan momen puntir dari penggerak selama
beroperasi dan tempat kedudukan impeller dan bagian – bagian berputar
lainnya.
d. Shaft sleeve
Shaft sleeve berfungsi untuk melindungi poros dari erosi, korosi dan keausan
pada stuffing box.
e. Vane
Sudu dari impeller sebagai tempat berlalunya cairan pada impeller.
f. Casing
Merupakan bagian paling luar dari pompa yang berfungsi sebagai pelindung
elemen yang berputar, tempat kedudukan diffuser (guide vane), inlet dan outlet
11
nozel serta tempat memberikan arah aliran dari impeller dan mengkonversikan
energi kecepatan cairan menjadi energi dinamis (single stage).
g. Eye of Impeller
Bagian sisi masuk pada arah isap impeller.
h. Impeller
Impeller berfungsi untuk mengubah energi mekanis dari pompa menjadi
energi kecepatan pada cairan yang dipompakan secara kontinyu, sehingga
cairan pada sisi isap secara terus menerus akan masuk mengisi kekosongan
akibat perpindahan dari cairan yang masuk sebelumnya.
i. Chasing Wear Ring
Chasing Wear Ring berfungsi untuk memperkecil kebocoran cairan yang
melewati bagian depan impeller maupun bagian belakang impeller, dengan
cara memperkecil celah antara casing dengan impeller.
j. Discharge Nozzle
Discharge Nozzle berfungsi untuk mengeluarkan cairan dari impeller. Di
dalam nosel ini sebagian head kecepatan aliran diubah menjadi head tekanan.
Pompa sentrifugal diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Menurut jenis aliran dalam impeller :
a. Pompa aliran radial
Pompa ini mempunyai konstruksi sedemikian sehingga aliran zat
cair yang keluar dari impeler akan tegak lurus poros pompa (arah
radial).
Gambar 2. 3 Pompa sentrifugal aliran radial
( Samudra, S. ;1998)
12
b. Pompa aliran campur
Aliran zat cair didalam pompa waktu meninggalkan impeler akan
bergerak sepanjang permukaan kerucut (miring) sehingga komponen
kecepatannya berarah radial dan aksial.
Gambar 2. 4 Pompa sentrifugal aliran campur.
( Samudra, S. ;1998)
c. Pompa aliran aksial
Aliran zat cair yang meninggalkan impeler akan bergerak sepanjang
permukaan silinder (arah aksial).
Gambar 2. 5 Pompa aliran aksial
( Samudra, S. ;1998)
2. Menurut Jenis Impeler
a. Impeler tertutup
Sudu‐sudu ditutup oleh dua buah dinding yang merupakan satu
kesatuan,digunakan untuk pemompaan zat cair yang bersih atau sedikit
mengandung kotoran.
Gambar 2. 6 Impeller
( Samudra, S. ;1998)
13
b. Impeler setengah terbuka
Impeler jenis ini terbuka disebelah sisi masuk (depan) dan tertutup di
sebelah belakangnya. Sesuai untuk memompa zat cair yang sedikit
mengandung kotoran misalnya : air yang mengandung pasir, zat cair
yang mengauskan, slurry, dll.
c. Impeler terbuka
Impeler jenis ini tidak ada dindingnya di depan maupun di belakang.
Bagian belakang ada sedikit dinding yang disisakan untuk memperkuat
sudu. Jenis ini banyak digunakan untuk pemompaan zat cair yang
banyak mengandung kotoran.
1. Menurut Bentuk Rumah
a. Pompa volut
Bentuk rumah pompanya seperti rumah keong/siput (volute), sehingga
kecepatan aliran keluar bisa dikurangi dan dihasilkan kenaikan
tekanan.
Gambar 2. 7 Pompa volute
( Samudra, S. ;1998)
b. Pompa diffuser
Pada keliling luar impeler dipasang sudu diffuser sebagai pengganti
rumah keong.
14
Gambar 2. 8 Pompa aliran diffuser
( Samudra, S. ;1998)
c. Pompa aliran campur jenis volut
Pompa ini mempunyai impeler jenis aliran campur dan sebuah rumah
volut.
2. Menurut jumlah tingkat
a. Pompa satu tingkat
Pompa ini hanya mempunyai satu impeler. Head total yang
ditimbulkan hanya berasal dari satu impeler, jadi relatif rendah.
b. Pompa bertingkat banyak
Pompa ini menggunakan beberapa impeler yang dipasang secara
berderet (seri) pada satu poros. Zat cair yang keluar dari impeler
pertama dimasukkan ke impeler berikutnya dan seterusnya hingga
impeler terakhir. Head total pompa ini merupakan jumlahan dari head
yang ditimbulkan oleh masing ‐ masing impeler sehingga relatif tinggi.
Gambar 2. 9 Pompa Multistage
( Samudra, S. ;1998)
15
3. Menurut letak poros
Menurut letak porosnya, pompa dapat dibedakan menjadi poros horisontal
dan poros vertikal seperti pada gambar berikut ini:
Gambar 2. 10 Poros Vertikal dan Horisontal
( Samudra, S. ;1998)
2.8 Definisi Impeller
Impeller pada pompa adalah suatu bagian yang mengubah energi
mekanik (energi pada sudu-sudu impeller) diteruskan kepada daya pompa dan
akibat adanya efesiensi (adanya kerugian gesekan cairan) karena perubahan
arah aliran pada sudu-sudu impeller.
Pada pompa sentrifugal yang sederhana terdiri dari dua bagian yaitu :
1. Bagian yang berputar (rotating parts) biasanya terdiri dari : impeller,
poros dan lain-lain.
2. Bagian yang tetap (stationary parts) biasanya terdiri dari : rumah
pompa, packing dan lain-lain.
Impeller biasanya di cor dalam satu kesatuan dan terbuat dari besi cor atau
borns. Untuk cairan-cairan khusus, impeller dapat dibuat dari bahan baja
tahan karat, timah hitam, gelas/kaca, atau bahan-bahan yang sesuai untuk
keperluan. Impeller dipasang pada poros dengan suaian (fit) tekanan ringan,
dipasak, dan dikunci dengan baik pada tempatnya. Untuk mendapatkan
efesiensi yang tinggi yang tinggi yang biasa didapati pada pompa-pompa
modern, permukaan impeller haruslah dibuat sehalus mungkin, baik didalam
laluan sudu maupun pada bagian luar impeller tersebut.
16
Impeller pada pompa sentrifugal dapat dipasang/disangga dengan bantalan
pada kedua ujung porosnya maupun hanya salah satu ujungnya saja
(overhung). Pada pemasangan overhung menghemat satu seal tetapi akan
terjadi peningkatan dari lekukan/defleksi pada poros, sedangkan lainnya sama.
Pada impeller yang disangga pada kedua ujungnya. Untuk pompa dengan
kapasitas besar dapat di buat impeller dengan double suction, ini juga
direncanakan untuk menyetimbangkan gaya axial yang terjadi. Untuk
memenuhi kebutuhan akan total head yang tinggi maka dapat di konstruksikan
dengan pemasangan impeller lebih dari satu atau jamak (multi-stage). Untuk
membantu menghilangkan gaya aksial dari impeller jamak tersebut maka dapat
dilakukan pemasangan impeller dengan posisi berlawanan (back to back).
Dilihat dari bentuk arah aliran pada impeller maka bentuk impeller
secara garis besar di bagi menjadi empat, yaitu :
a. Radial impeller
Untuk membantu bentuk sudu-sudu tersebut maka pada setiap radial
impeller dilengkapi dengan cover plate pada bagian belakang dan juga
kadang-kadang pada bagian depannnya. Cover plate ini juga secara
otomatis menimbulkan kerugian akibat gesekan dengan cairan. Untuk
memperbaiki dalam hal ini meningkatkan efesiensi atau menurunkan nilai
NSPH, impeller harus dibuat beberapa sudu, seperti yang ditunjukkan
Gambar 2.11.
Gambar 2. 11 Radial Impeller
( Darto & Sunada, I. M ;2017)
b. Mixed flow impellet
Type impleller ini dapat dikatakan sama dengan radial impeller
hanya berbeda pada arah alirannya saja. Biasanya impeller ini dipergunakan
untuk memompakan cairan dengan kapasitas besar dengan total head yang
17
relatif rendah dibandingkan dengan radial impeller tapi lebih tinggi dari
axial impeller seperti yang ditunjukkan Gambar 2.12.
Gambar 2. 12 Mixed Flow Impeller
( Darto & Sunada, I. M ;2017)
c. Axial impeller
Axial flow impeller disebut juga propeller dimana dapat dipasang secara
tetap atau dapat diubah-ubah ketika pompa dibuka maupun diubah-ubah
pada saat pompa tersebut dioperasikan. Pompa dengan impeller ini
digunakan untuk memompa cairan dengan kapasitas yang besar tetapi
total head yang dicapai relatif rendah. Contoh penggunaan pompa axial
impeller ini adalah untuk pompa penanggulangan banjir, pompa irigasi,
pompa air pendingin pembangkit tenaga listrik dan lain-lain.
Gambar 2. 13 Axial Impeller
( Darto & Sunada, I. M ;2017)
d. Special impellers
Selain impeller-impeller yang telah di sebutkan diatas ada juga
impeller dengan tipe-tipe khusus, contohnya Pheriperal Impeller seperti yang
di tunjukkan Gambar 2.14.
Gambar 2. 14 Pheriperal Impeller
( Darto & Sunada, I. M ;2017)
18
2.9 Computational Fluid Dynamic (CFD)
Computational Fluid Dynamic (CFD) adalah metode penghitungan
dengan sebuah kontrol dimensi, luas dan volume dengan
memanfaatkan bantuan komputasi komputer untuk melakukan
penghitungan pada tiap-tiap elemen pembaginya. Prinsipnya adalah suatu
ruang yang berisi fluida yang akan dilakukan penghitungan dibagi menjadi
beberapa bagian, hal ini sering disebut dengan sel dan prosesnya
dinamakan meshing. Bagian-bagian yang terbagi tersebut merupakan
sebuah kontrol perhitungan. Kontrol-kontrol penghitungan ini merupakan
pembagian ruang atau meshing. Pada setiap kontrol penghitungan akan
dilakukan penghitungan dengan batasan domain dan bondary condition yang
telah ditentukan.
Secara umum proses penghitungan CFD terdiri atas 3 bagian utama
yaitu:
1. Preprocessor
2. Solver
3. Postprocessor
Langkah-langkah dalam tahap pre-processing yaitu:
1. Definisi geometri region yang telah dibuat
2. Pemecahan domain menjadi beberapa sub domain yang lebih kecil
dan non overlapping dari hasil meshing geometri
3. Pemilihan fenomena fisik yang perlu dimodelkan
4. Definisi properties fluida
5. Pemberian boundary condition/kondisi batas yang sesuai pada
sel-sel yang berhimpit dengan batas domain.
Akurasi CFD ditentukan oleh jumlah sel dalam grid. Secara umum,
semakin besar jumlah sel maka semakin baik keakurasiannya. Lama tidaknya
perhitungan dalam iterasi tergantung kepada halus atau rapatnya grid.
Pembuatan geometri pada FLUENT dapat dibuat secara langsung dari
FLUENT-Build maupun diimpor dari program CAD yang lainnya seperti
PATRAN, UNIGRAPHICS, CATIA, ACAD. PRO/ENGINEER dan lain-
lain. Langkah-langkah dalam tahap solver yaitu:
19
Dalam tahap ini akan dilakukan perhitungan terhadap model yang
dibuat pada tahap preprocessor. Terdapat 3 macam teknik solusi
numerik yaitu beda hingga (finite difference), elemen hingga (finite
element) dan metode spektral. Perbedaan ketiga metode tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Metode Beda Hingga (Finite Difference Method)
Menggambarkan variabel tidak diketahui Φ sebuah problem aliran
dengan cara sampel-sampel titik pada titik-titik nodal sebuah grid dari
garis koordinat. Ekspansi Deret Taylor terpotong sering dipakai untuk
membangun aproksimasi-aproksimasi beda hingga derivative Φ dalam
suku-suku sampel-sampel titik Φ di masing-masing titik grid dan
tetangga terdekat. Derivatif tersebut muncul dalam persamaan aljabar
untuk nilai-nilai Φ di setiap titik grid.
2. Metode Elemen Hingga (Finite Element Method)
Menggunakan fungsi-fungsi potong (piecewise) sederhana (misalnya
linier atau kuadratik) pada elemen-elemen untuk menggambarkan
variasi-variasi lokal variabel aliran yang tidak diketahui Φ. Persamaan
atur terpenuhi secara tepat oleh solusi eksak Φ. Jika fungsi-fungsi
aproksimasi potong untuk Φ disubstitusikan ke dalam persamaan,
terdapat sebuah ketidakpastian hasil (residual) yang didefinisikan untuk
mengukur kesalahan. Kemudian residual (kesalahan) diminimalkan
melalui sebuah pengalian dengan sebuah set fungsi berbobot dan
mengintegrasikannya. Hasilnya diperoleh sekumpulan persamaan aljabar
untuk koefisien-koefisien tak diketahui dari fungsi-fungsi aprosimasi.
Teori elemen hingga awalnya dikembangkan untuk analisis tegangan
struktur.
3. Metode Spektral (Spectral Method)
Mengaproksimasikan variabel Φ dengan deret fourier terpotong atau
deret Polinomial Chebyshev. Aproksimasi tidak secara lokal namun valid
di semua domain komputasional, mengganti tak diketahui dalam
persamaan atur deret-deret terpotong. Batasan yang membawa ke
20
persamaan aljabar untuk seluruh koefisien deret Fourier dan Chebyshev
diberikan oleh konsep residual berbobot mirip dengan elemen hingga
atau membuat fungsi aproksimasi serupa dengan solusi eksak pada
sebuah nilai dari titik-titik grid.
4. Metode Volume Hingga (Finite Elemen Method)
Awalnya dikembangkan untuk special formulasi beda hingga, algoritma
numerik terdiri dari langkah: intergrasi persamaan atur aliran fluida
diseluruh volume atur (hingga) dari domain solusi, diskretisasi dengan
substitusi beragam aproksimasi beda hingga untuk suku-suku persamaan
terintegrasi proses aliran seperti konveksi, difusi dan sumber. Akan
dikonversikan persamaan integral menjadi sebuah sistem persamaan
aljabar dan solusi persamaan-persamaan aljabar dengan metode iterative.
Langkah-langkah dalam tahap post-processing yaitu :
Hasil perhitungan modul solver berupa nilai-nilai numerik (angka-angka)
variabel-variabel dasar aliran seperti kecepatan aliran udara, tekanan,
temperatur dan fraksi-fraksi masa. Dalam post-processor hasil-hasilnya
disajikan dalam bentuk visualisasi ataupun kontur-kontur distribusi
parameter-parameter aliran fluida. Adapun data visualisasi model yang
bisa ditampilkan oleh post-processor adalah gambar geometri model,
gambar surface sifat fluida, animasi aliran fluida, tampilan vector
kecepatan, gerakan rotasi, translasi dan penyekalan serta arah aliran
fluida.
2.10 Perhitungan Laju Korosi
Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan
penurunan kualitas bahan terhadap waktu. Metode yang digunakan untuk
menghitung laju korosi adalah dengan metode elektrokimia atau polarisasi.
Polarisasi adalah proses pengutuban ion hidrogen secara kimia listrik
sehingga terbentuk gas hidrogen dengan bantuan pengikatan elektron yang
dihasilkan dari proses degradasi logam. Dalam konteks korosi, polarisasi
mengacu pada pergesaran potensial dari potensial rangkaian terbuka
(pontensial korosi bebas) dari sistem korosi, jika pergesaran potensial dalam
21
arah “positif” (atas icorr), hal itu disebut “polarisasi anodik”. Jika pergesaran
potensial dalam arah “negatif” (bawah Ecorr), hal itu disebut “polarisasi
katodik”. U ntuk semua logam dan paduan dalam lingkungan basah,
polarisasi katodik selalu mengurangi laju korosi. Proteksi katodik pada
dasarnya penerapan polarisasi katodik ke sistem korosi, untuk sistem yang
menunjukan transisi aktif ke pasif polarisasi anodik akan meningkatkan laju
korosi pada awalnya dan kemudian menyebabkan penurunan drastis laju
korosi.Perlindungan anodik dasarnya penerapan polarisasi anodik ke sistem
korosi. Metode elektrokimia adalah mengukur laju korosi dengan mengukur
beda potensial obyek hingga didapat laju korosi yang terjadi, metode ini
mengukur laju korosi pada saat diukur saja dimana memperkirakan laju
tersebut dengan waktu yang panjang (memperkirakan walaupun hasil yang
terjadi antara satu waktu dengan eaktu lainnya berbeda).
Kelemahan metode ini adalah tidak dapat menggambarkan secara
pasti laju korosi yang terjadi secara akurat karena hanya dapat mengukur laju
korosi hanya pada waktu tertentu saja, hingga secara umur pemakaian
maupun kondisi untuk dapat ditreatmen tidak dapat diketahui. Kelebihan
metode ini adalah kita langsung dapat mengetahui laju korosi pada saat
di ukur, hingga waktu pengukuran tidak memakan waktu yang lama.
Metode elektrokimia ini meggunakan rumus yang didasari pada ASTM G-
102 (lampiran E) yaitu menggunakan persamaan sebagai berikut :
Laju Korosi (mmpy) = K1 . 𝑖𝑐𝑜𝑟𝑟
ρ . Ew............................(Persamaan 2.2)
K1 = Berdasarkan ASTM G-102 hal. 3
icorr = Berdasarkan grafik tabel pengujian metode polarisasi pontensiostat
ρ = densitas material (g/cm3)
Ew = equivalent weight (g/mol)
Metode ini menggunakan pembanding dengan meletakkan salah
satu material dengan sifat korosif yang sangat baik dengan bahan yang akan
diuji hingga beda potensial yang terjadi dapat diperhatikan dengan
adanya pembanding tersebut. Ada beberapa satuan yang biasa
22
dipakai dalam menghitung laju korosi. Maka untuk memudahkan pembaca,
tabel dibawah ini adalah tabel pengkonversian satuan laju korosi :
Tabel 2. 1 Konversi satuan laju korosi
( Jones, D. A., & Denny, A. (n.d.). Principles and Prevention of Corrotion )
n = number of electrons freed by the corrosion reaction
M = atomic mass
d = density
Setiap material yang diekspos kedalam lingkungan korosif akan
menghasilkan laju korosi yang berbeda tergantung dari ketahanan
korosi material tersebut. Laju korosi material dapat digunakan untuk
menentukan dan mengklasifikasikan ketahanan material tersebut pada
lingkungan tempat diaplikasikan (Tabel 2.2).
Tabel 2. 2 Klasifikasi Ketahanan Material berdasarkan Laju Korosi
( Jones, D. A., & Denny, A. (n.d.). Principles and Prevention of Corrotion )
Hasil pengujian dan perhitungan laju korosi metode polarisasi akan
dikelompokan sesuai dengan (Tabel 2.2), pengelompokan hasil
perhitungan berdasarkan standart ASTM G-102 untuk mengetahui satuan
Relative Corrosion Resistance baik atau buruk hasil dari pengujian dan
perhitungan material tersebut.
23
2.11 Erosion Rate
Suatu sistem dimana terdapat parameter seperti high temperature, pressure fluida,
fluida yang mengandung uap, dan mengandung bubble di dalam fluida tersebut, maka
sangat rentan terjadinya erosion di material. Dalam sistem ini maka akan sangat
membutuhkan perhitungan erosion rate, dengan adanya perhitungan tersebut maka akan
mudah mengetahui bagaimana sifat material tersebut akan tahan atau lemah terhadap
erosion. Dalam melakukan perhitungan erosion rate menggunakan beberapa data
pendukung yang ada dalam DNVGL RP-O501 seperti pada Tabel 2.1 tentang material
properties, Gambar 2.16 tentang erosion response model, dan Gambar 2.12 tentang grafik
function F(a) for typical „ductile‟ and „brittle‟ material.
Gambar 2. 15 Erosion Response Model
(DNV RP O501-Rev 4.2-2007 “Parameter characterising erosion impact on a surface”)
Gambar 2. 16 Grafik function F(a) for typical „ductile‟ and „brittle‟ material
(DNVGL RP-O501-2015)
Menghitung erosion rate pada pipa menggunakan rumus sebagaimana persamaan
2.3 berikut (DNV RP-O501):
ER = 𝑘 . 𝑓(𝛼) .𝑈𝑝𝑛
𝑝𝑡 . 𝐴𝑡 . 𝐺. 𝐶1. 𝐺𝐹. 𝑚𝑝. 𝐶𝑢𝑛𝑖𝑡2.7.2 ..................................(Persamaan 2.3)
k = material konstanta [(m/s)-n]
24
F(α) = sudut tumbukan (⁰)
Up = kecepatan tumbukan partikel (m/s)
n = velocity exponent
ρt = density material (kg/m3)
At = luasan yang terkena erosi (m2)
G = the particle size correction
C1 = model geometri
GF = faktor geometri
mρ = laju massa partikel (kg/s)
ρ = laju massa partikel (kg/s)
Cunit = unit faktor konversi
Adapun langkah langkah Perhitungan erosion rate adalah sebagai berikut ini (DNVGL
RP-O501 2015):
1. Menghitung sudut tumbukan terdapat pada persamaan 2.4
α = arc tan . (1
√2.𝑅𝑐𝑢𝑟𝑡𝑎𝑣𝑢𝑟𝑒) ..................................(Persamaan 2.4)
dengan,
Rcurvature = internal diameter, m
α = arc tan . (1
√2𝑥0,610)
2. Menghitung the dimensionless parameter group, A menggunakan
persamaan 2.5 ;
A = 𝜌𝑚2. tan(𝛼) . 𝑈𝑝 . 𝐼𝐷
𝑃𝑝 .µ𝑚 ......................................(Persamaan 2.5)
dengan,
ρm = density fluida campuran (kg/m3) 3
Α = sudut tumbukan (°)
Up = kecepatan tumbukan partikel (m/s)
ID = diameter dalam (m)
Ρp = density partikel (kg/m3) 3
µm = viscosity fluida campuran (kg/m.s)
25
3. Menggunakan the dimensionless group, Adp, dari langkah 2untuk
mencari nilai critical particle diameter menggunakan persamaan 2.6,
dp,c :
γc = 𝜌𝑚
𝑃𝑝[1,88 .ln(𝐴)−6,04]...............................(Persamaan 2.6)
dengan,
A = the dimensionless parameter group
pm = density fluida campuran (kg/m)
pp = density partikel (kg/m)
4. Menghitung the particle size correction fungsi G menggunakan the critical
particle diameter yang dihitung pada langkah ke 3, menggunkaan
persamaan 2.7
γ = 𝑑𝑝
𝐼𝐷......................................................(Persamaan 2.7)
dengan,
dp = Partikel diameter, m
ID = Inside diamater, m
5. Menghitung the characteristic area exposed to erosion, menggunakan
persamaan 2.8 :
At = 𝜋𝐼𝐷2
4 sin (α) ..........................................(Persamaan 2.8)
dengan,
ID = Internal diameter,m
α = Sudut tumbukan
6. Mencari nilai fungsi F(α) dengan menggunakan sudut (α) dapat dicari
menggunakan grafik pada Gambar 2.16
7. Mencari nilai model geometry, C1 dapat menggunakan persamaan
2.9:
C1 = 2,5 ........................................................................(Persmaan 2.9)
26
IJERSET Journal
International (2018)
Analisys of Centrifugal Pump
Impeller Using ANSYS
2.12 Kerangka Konseptional
• Metode Computational Fluid
Dynamics (CFD)
• Obyek Impeller Pompa Sentrifugal
• Analisa kecepatan dengan simulasi
menggunakan software ANSYS
• Fluida berupa slurry
• Menggunakan pemodelan CFD
mencari velocity
• Menghitung erosion rate
menggunakan DNV GL-RP0501
• Menghitung minimum wall
thickness dengan ASME B31.3
• 5.Perhitungan Life Time
menggunakan API 570
• Pengujian Elektrokimia
• Obyek berupa elbow dan reducer
• Membandingkan 2 material yaitu
Super Duplex 2507 dan Hastelloy
G-30
Persamaan
Puguh Ogi Nur Rachman (2016)
(Analisa Laju Korosi pada Pump
Impeller di Industri Pertambangan
Batu Bara)
• Fluida Slurry
• Sample material stainless steel
AISI 314
• Software 342 Sotcorr Corrosion
Meansurement untuk membantu meihat laju korosi
• Foto optik untuk mengetahui
kondisi permukaan material
• Pengujian Potentiostat Test
• Mengacu pada standard G 102
Muhammad Wahyu (2018)
(Pengaruh Fluida Phosporic Acid Slurry Slurry Terhadap Laju Erosi
Korosi pada Material Super
Duplex 2507 dan Hastelloy G-30 Pada Sistem Perpipaan R-2304
menuju P-2302-B (Suction) Di PT.
PETRO JORDAN ABADI -GRESIK)
• Menggunakan
pemodelan
CFD untuk
memprediksi
erosi dari
viskositas
• Objek Impeller
Pompa
Persamaan
Persamaan
• Fluida slurry
• Potentiostat
Test untuk
melihat laju
korosi
• Material yang
dibandingkan
stainless steel
• Mengacu pada
standar ASTM
G-102
• Fluida berupa slurry
• Menggunakan
pemodelan CFD
untuk mencari
velocity
• Pengujian
Elektrokimia
• Perhitungan life time
• Membandingkan 2
material
Tugas Akhir
(2019)
Pengaruh
Material PDM
dan Alloy 31 terhadap Korosi
, Erosi , Life
Time Impeller Pompa pada
Aliran Fluida Asam Phosphat
• Fluida
Menggunakan
asam phospat
• Pengujian
Potentiostat Test
menggunakan
ASTM G-102
• Obyek Pump
Impeller
• Menggunakan
pemodelan CFD
untuk
mengetahui
velocity,erosi,
dan korosi
• Perhitungan life
time
27
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alir
Gambar 3.1 Langkah Penelitian
Menghitung Velocity Pengujian Korosi
Manual ANSYS Uji
Potentiostat
Material
PDM
Uji
Potentiostat
Material
Alloy 31
Menghitung ER
pada Material PDM
dan Alloy 31
Pemodelan ER Pada
Impeller
Perbandingan Hasil
Erotion Rate
Perbandingan hasil laju
korosi
Menghitung Niliai Life Time
Material PDM dan Alloy 31
Finish
Kesimpulan
dan Saran
Rancangan Penelitian
Identifikasi awal dan
penetapan tujuan
Studi Literatur Studi Lapangan
START
28
Untuk penelitian dan penyusunan tugas akhir ini diperlukan suatu
jadwal atau urutan pengerjaan yang digunakan untuk merencanakan langkah-
langkah penelitian yang sekirannya dapat memaksimalkan dalam
pelaksanaan tugas akhir sebagai acuan sebagaimana yang tercantum pada
gambar 3.1 diatas dengan detail sebagai berikut:
3.1.1 Persiapan Penelitian
Tahap persiapan dan pengumpulan data dilakukan untuk mempersiapkan
keperluan berupa rancangan penelitian dan data awal. Rancangan penelitian
merupakan tahapan yang menjadi pedoman dasar sebuah penelitian. Data
awal diperoleh melalui studi lapangan dan studi literatur.
3.1.2 Identifikasi Masalah
Pada tahap ini dilakukan identifikasi beberapa permasalahan yang
didapatkan pada saat melakukan pengamatan dan pemikiran sehingga bisa
dilakukan suatu penelitian.
3.1.3 Penetapan Tujuan
Setelah masalah itu diidentifikasi, kemudian dirumuskan masalah-
masalah yang akan diselesaikan pada penelitian ini. Pada tahap ini juga
dilakukan penetapan tujuan tentang apa yang ingin dicapai dan manfaatnya
bagi pihak terkait serta bagi penelitian selanjutnya. Tahap-tahap ini
merupakan dasar tentang apa yang dilakukan selama penelitian.
Dalam penelitian ini diangkat permasalahan mengenai pengujian
pengaruh fluida Phosporic Acid Slurry terhadap laju korosi pada material
PDM dan material Alloy 31 untuk mengetahui nilai life time dan pemilihan
material yang sesuai untuk impeller pompa.
3.1.4 Studi Literatur
Studi literatur berupa penggalian informasi dan pengumpulan informasi
yang dibutuhkan melalui sumber referensi, standar dan teori-teori yang
berhubungan dengan penelitian mengenai erosion rate dan pengujian
elektrokimia.
29
3.1.5 Studi Lapangan
Studi lapangan merupakan pengamatan awal untuk penggalian informasi
dan kondisi kerja mengenai equipment yang diperoleh dari hasil wawancara
dengan karyawan PT. Perusahaan yang bergerak di bidang produksi unit PA
serta dokumen dari perusahaan yang akan menjadi data untuk penelitian.
3.1.6 Perancangan Penelitian
1. Tahap pengolahan data merupakan tahap lanjutan dari penelitian
ini. Tahap ini terdiri dari langkah seperti : Temperatur, flow rate ,
density , pressure , PFD , P&ID , Data Fluida.
2. Rancangan Penelitian tahap ini merencanakan untuk penyelesaian
masalah yang di gunakan dalam penelitian seperti tahap pemodelan
menggunakan software ANSYS.
3.1.7 Tahap pengolahan data
Tahap pengolahan data merupakan tahap lanjutan dari penelitian ini.
Tahap ini terdiri dari langkah berikut :
1. Menghitung kecepatan
Dalam penelitian ini menggunakan 2 metode perhitungan untuk
menemukan kecepatan aliran, pertama menggunakan perhitungan
manual dan kedua mencari nilai kecepatan dengan menggunakan
pemodelan aliran menggunakan software ANSYS
2. Menghitung erosi
Dalam penelitian ini setelah mengetahui nilai erosi dari perhitungan
manual dan software ANSYS selanjutnya membandingkan hasil
perhitungan dengan mengacu pada standart DNVGL-RP-051 2015.
3.1.8 Pengujian Korosi
Tahap pengujian merupakan tahap lanjutan dari penelitian ini. Tahap ini
terdiri dari langkah berikut :
1. Pengambilan sampel
Tahap pengambilan sampel merupakan pengambilan sampel material
dan fluida :
30
a. Pengambilan sampel material PDM dan Alloy 31 dengan ukuran
panjang 20 mm, lebar 10 mm, dan tebal 5 mm.
Gambar 3. 2 Ukuran Spesimen Uji
b. Pengambilan sampel fluida Phosporic Acid Slury (PAS).
2. Persiapan pengujian korosi
- Persiapan pengujian
a. Pemotongan material dengan ukuran spesimen menyesuaikan gelas
reaksi dan bentuk material. Spesimen dipotong dengan mesin cutting
sepanjang 20 mm dan lebar 10 mm. Contoh bentuk dan dimensi
spesimen seperti pada Gambar 3.3.
b. Spesimen yang akan diuji akan dibersihkan menggunakan
methanol selama 5 menit, lalu di keringkan di udara.
c. Spesimen yang telah di potong dimasukkan ke dalam fluida
Phosporic Acid Slurry (PAS).
d. Menghubungkan elektroda kerja, elektroda pembanding, dan
elektroda bantu ke spesimen dan mesin potensiostat Autolab.
Rangkaian pengujian potensiostat yang akan dilakukan berdasarkan
standard ASTM G-05. Rangkaian uji potensiostat ditunjukan pada
Gambar 3.3 di bawah ini.
31
Gambar 3. 3 Rangkaian Uji Potensiostat
(Sumber : ASTM G-05 hal. 3)
Gambar 3.3 diatas merupakan rangkaian uji potentiostat yang memberi potensial
dan merekam respon arus yang merupakan karekteristik dari sampel uji
Gambar 3. 4 Timbangan
Gambar 3. 5 Gelas baker
32
Gambar 3. 6 Peralatan uji korosi
Gambar 3. 7 Fluida Phosporic Acid Slurry (PAS)
Dalam persiapan pengujian potentiostat yang dilakukan di lab elektrokimia
digunakan timbangan (Gambar 3.4) untuk menimbang berat material agar sesuai
dengan alat yang digunakan. Gelas beker (Gambar 3.5) untuk mengukur fluida yang
digunakan dalam proses pengujian agar sesuai dengan aturan pengujian. Peralatan
uji korosi (Gambar 3.6) untuk melakukan pengujian potentiostat hal yang paling
penting yaitu peralatan uji korosi dimana berperan dalam memperoleh hasil yang
yang akurat. Fluida phosporic acid slurry (PAS) (Gambar 3.7) untuk proses
pengujian dimana fluida sangat berperan penting sebagai media laju korosi itu
sendiri.
3.1.9 Menghitung Life Time (LT)
Dalam penelitian ini untuk mengetahui nilai life time pada impeller
kita mengacu pada Teori Abrasion / Acresion ANSYS.
3.1.10 Perhitungan teknis
1. Perhitungan laju korosi
33
2. Pehitungan laju erosi
3. Pengolahan data potentiostat test
3.1.11 Tahap Analisa
Tahap ini dilakukan analisis terhadap data yang diolah dan
membandingkan berdasarkan variabel yang telah ditentukan.
3.2 Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan merupakan tahap pengambilan keputusan dari analisa
dan pengolahan data yang telah dilakukan.
3.3 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di:
1. PT.Petro Jordan Abadi, Gresik.
2. Kampus Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
3. Lab. Elektrokimia – Teknik Material Metalurgi ITS Surabaya
3.3 Waktu Penelitian
Waktu pengerjaan tugas akhir ini dimulai pada akhir semester 7 diawali dengan
pengajuan proposal tugas akhir dan dilanjutkan pada semester 8 dengan waktu
efektif ± 5 bulan, sebagaimana yang telah dicantumkan pada tabel 3.1
mengenai jadwal penelitian
34
Tabel 3. 1 Jadwal Kegiatan Penelitian
35
BAB 4
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Penelitian
Dalam melakukan perhitungan laju erosi dan korosi yang terjadi
akibat adanya perubahan laju aliran diperlukan data-data yang menunjang
perhitungan. Data Fluida Asam Phospat, pengujian potentiostat test
menggunakan paramater densitas partikel sebesar 1922 kg/m3 sesuai dengan
densitas partikel fluida pada perusahaan Data parameter dari aliran fluida
terdapat pada Tabel 4.1 berikut: (lampiran A)
Tabel 4. 1 Data parameter aliran fluida
36
4.1.1 Data Hasil Pengujian Potentiostat
a. Phosporic Acid Slurry, Material PDM (Pengujian 1)
Gambar 4. 1 Hasil pengujian pertama potentiostat PDM fluida Phosporic Acid
Slury (PAS)
Dari Gambar 4.1 didapatkan nilai dari hasil pengujian potentiostat yaitu
untuk material PDM pengujian pertama dihasilkan nilai corrosion rate
sebesar 0.0052685 mm/year.
Gambar 4.2 Grafik hasil pengujian pertama potentiostat PDM fluida Phosporic Acid
Slury (PAS)
37
Dari Gambar 4.2 menunjukkan grafik tafel dari hasil pengujian potentiostat
material PDM untuk pengujian pertama.
b. Phosporic Acid Slurry, Material PDM (Pengujian 2)
Gambar 4. 3 Hasil pengujian kedua potentiostat PDM fluida Phosporic Acid Slury (PS)
Dari Gambar 4.3 didapatkan nilai dari hasil pengujian potentiostat yaitu untuk
material PDM pengujian kedua dihasilkan nilai corrosion rate sebesar
0.029231 mm/year.
Gambar 4. 4 Grafik hasil pengujian kedua potentiostat PDM fluida Phosporic Acid Slury
(PAS)
38
Dari Gambar 4.4 menunjukkan grafik tafel dari hasil pengujian potentiostat
material PDM untuk pengujian kedua.
c. Phosporic Acid Slurry, Material Alloy 31 (Pengujian 1)
Gambar 4. 5 Hasil pengujian pertama potentiostat Alloy 31 fluida Phosporic Acid Slurry
(PAS).
Dari Gambar 4.5 didapatkan nilai dari hasil pengujian potentiostat yaitu untuk
material Alloy 31 pengujian pertama dihasilkan nilai corrosion rate sebesar
0.011384 mm/year.
Gambar 4. 6 Grafik hasil pengujian pertama potentiostat Alloy 31 fluida Phosporic Acid
Slury (PAS)
39
Dari Gambar 4.6 menunjukkan grafik tafel dari hasil pengujian potentiostat
material Alloy 31 untuk pengujian pertama.
d. Phosporic Acid Slurry, Material Alloy 31 (Pengujian 2)
Gambar 4. 7 Hasil pengujian kedua potentiostat Alloy 31 fluida Phosporic Acid Slurry
(PAS)
Dari Gambar 4.7 didapatkan nilai dari hasil pengujian potentiostat yaitu untuk
material Alloy 31 pengujian kedua dihasilkan nilai corrosion rate sebesar
0.0083331 mm/year.
Gambar 4. 8 Grafik hasil pengujian kedua potentiostat Alloy 31 fluida Phosporic Acid
Slury (PAS)
40
Dari Gambar 4.8 menunjukkan grafik tafel dari hasil pengujian potentiostat
material Alloy 31 untuk pengujian kedua.
4.1.2 Nilai laju korosi dari hasil pengujian potentiostat
Setelah dilakukan pengujian potentiostat terhadap kedua material yaitu PDM
dan Alloy 31, kemudian merangkum nilai laju korosi yang didapat dari
pengujian tersebut seperti pada Tabel 4.2 di bawah ini :
Tabel 4. 2 Laju korosi material PDM dan Alloy 31
Material Pengujian Laju Korosi
(mm/year)
Rata Rata
(mm/year)
PDM 1
2
0,0052685
0,029231
0,01724975
Alloy 31 1
2
0,011384
0,0083331
0,00985855
Dari Tabel 4.2 menunjukkan nilai laju korosi yang didapatkan dari pengujian
potentiostat dimana material PDM menunjukkan nilai yang lebih besar
dibandingkan dengan material Alloy 31, ini menunjukkan bahwa material
PDM lebih cepat terjadi korosi karena memiliki nilai laju korosi yang lebih
tinggi.
Gambar 4. 9 Grafik Perbandingan laju korosi material PDM dan Alloy 31
Dari Gambar 4.9 menunjukkan grafik perbandingan laju korosi pada material
PDM dan Alloy 31 grafik menunjukkan perbedaan sebesar 0,01 dimana
41
material PDM memiliki nilai laju korosi yang lebih tinggi daripada material
Alloy 31.
4.2 Perhitungan Kecepatan Fluida
Perhitungan kecepatan dilakukan dengan 2 cara yaitu perhitungan
dengan cara manual dan dengan pemodelan software ANSYS. Data
perhitungan kecepatan yang dihasilkan kemudian akan digunakan untuk
menghitung nilai laju erosi.
4.2.1 Perhitungan kecepetan impeller secara manual
Kecepatan pada impeller pompa akan dihitung menggunakan
perhitungan manual. Data kecepatan merupakan nilai pertama yang
didapatkan untuk mengetahui laju erosi pada impeller pompa. Berikut
perhitungan manual kecepatan pada impeller tersebut:
r : 305 mm
f : 50 Hz
V : 2πrf...........................................................................(Persamaan 2.1)
: 2 π x 0,305 m x 50Hz
: 95,58 m/s
Hasil nilai hitung kecepatan secara manual pada impeller pompa
menggunakan hitungan manual didapatkan nilai sebesar 95,58 m/s dari hasil
ini kita bisa membandingkan dengan perhitungan pada software ANSYS.
4.2.2 Perhitungan kecepatan dengan pemodelan software ANSYS
Kecepatan pada impeller akan didapat dengan menggunakan sistem
pemodelan dengan menggunakan software ANSYS. Data kecepatan
merupakan nilai pertama yang didapatkan nantinya untuk mengetahui laju
erosi pada impeller.
Gambar 4. 10 Pemodelan kecepatan pada impeller
42
Dari Gambar 4.10 menunjukkan kecepatan pada impeller pompa yang
didapat dari sistem pemodelan dengan menggunakan software ANSYS
adalah sebesar 95,1957 m/s.
4.3 Perhitungan Erosion Rate
Standar perhitungan untuk menentukan laju erosion rate material
impeller pompa mengacu pada standart DNVGL RP-O501 (lampiran F).
Terdapat beberapa data pendukung untuk menemukan nilai laju erosi
tersebut.
4.3.1 Perhitungan manual erosion rate
• Menghitung sudut tumbukan
α = arc tan . (1
√2.𝑅𝑐𝑢𝑟𝑡𝑎𝑣𝑢𝑟𝑒) (Persamaan 2.4)
dengan,
Rcurvature = internal diameter, m
= 0,610 m
α = arc tan . (1
√2𝑥0,610)
= 42,1701
• Menghitung the dimensionless parameter group, A:
A = 𝜌𝑚2. tan(𝛼) . 𝑈𝑝 . 𝐼𝐷
𝑃𝑝 .µ𝑚 (Persamaan 2.5)
dengan,
ρm = density fluida campuran (kg/m3) 3
= 1760 kg/m
Α = sudut tumbukan (°)
= 42,1701
Up = kecepatan tumbukan partikel (m/s)
= 95,58 m/s
ID = diameter dalam (m)
= 0,610 m
Ρp = density partikel (kg/m3) 3
= 1922 kg/m
43
µm = viscosity fluida campuran (kg/m.s)
= 0,2 kg/m.s
A = 17602. tan(42,1701) . 95,58 . 0,610
1992 . 0,2
A = 410612,7078
• Menggunakan the dimensionless group, Adp, dari langkah 2
untuk mencari nilai critical particle diameter menggunakan
persamaan, dp,c :
γc = 𝜌𝑚
𝑃𝑝[1,88 .ln(𝐴)−6,04] (Persamaan 2.6)
dengan,
A = the dimensionless parameter group
= 410612,7078
pm = density fluida campuran (kg/m)
= 1760 kg/m3
pp = density partikel (kg/m)
= 1922 kg/m3
γc = 1760
1922[1,88 .ln(410612,7076)−6,04]
= 0,050
• Menghitung the particle size correction fungsi G menggunakan the
critical particle diameter yang dihitung pada langkah ke 3:
γ = 𝑑𝑝
𝐼𝐷 (Persamaan 2.7)
dengan,
dp = Partikel diameter, m
= 0,0000508 m
ID = Inside diamater, m
= 0,610 m
γ = 0,0000508
0,610
= 0,0009508
Karena y<yc, maka nilai G = 0,0009508
0,050
44
= 0,019016
• Menghitung the characteristic area exposed to erosion:
At = 𝜋𝐼𝐷2
4 sin (α) (Persamaan 2.8)
dimana,
ID = Internal diameter,m
= 0,610 m
α = Sudut tumbukan
= 42,1701
At = 𝜋 0,6102
4 sin (42,1701)
= 0,435 m
• Mencari nilai fungsi F(α)
Fungsi F(α) dapat di cari menggunakan grafik pada Gambar 4.11
menggunakan nilai sudut dampak (α) yaitu sebesar 42,1701 lalu ditarik
vertical sampai bertemu dengan kurva ductile material.
Gambar 4. 11 Grafik Fungsi F(α)
Dari Gambar 4.11 diatas dapat ditentukan bahwa fungsi F(α)
berdasarkan sudut dampak (α) bernilai sebesar 0,98.
• The model geometry, C1:
Dari standart DNV RP-O501 Faktor model geometri (C1) merupakan
ketetapan yaitu sebesar 2,5.
• Unit conversion factor (m/s mm/year)
Cunit = 1000 . 3600 . 24 . 365 (Persamaan 2.9)
45
= 3,15 x 10
Untuk mengetahui laju erosi pada impeller pompa menggunakan persamaan
di bawah ini untuk material PDM.
ER = 𝑘 . 𝑓(𝛼) .𝑈𝑝𝑛
𝑝𝑡 . 𝐴𝑡 . 𝐺. 𝐶1. 𝐺𝐹. 𝑚𝑝. 𝐶𝑢𝑛𝑖𝑡 (Persamaan 2.3)
dimana,
k = material konstanta [(m/s)-n]
= 2 x 10-9
F(α) = sudut tumbukan (⁰)
= 0,93
Up = kecepatan tumbukan partikel (m/s)
= 95,58 m/s
n = velocity exponent
= 2,6
ρt = density material (kg/m3)
= 7500 kg/m
At = luasan yang terkena erosi (m2)
= 0,435 m
G = the particle size correction
= 0,0019
C1 = model geometry
= 2,5
GF = faktor geometri
= 1
mρ = laju massa partikel (kg/s)
= 1,044 kg/s
ρ = laju massa partikel (kg/s)
= 1,044 kg/s
Cunit = unit faktor konversi
= 3,15 x 10
ER = Erosion Rate (mm/year)
46
= 𝑘 . 𝑓(𝛼) .𝑈𝑝𝑛
𝑝𝑡 . 𝐴𝑡 . 𝐺. 𝐶1. 𝐺𝐹. 𝑚𝑝. 𝐶𝑢𝑛𝑖𝑡
= 2 x 10−9 . 0,93 .95,58 2,6
7500 . 0,435 . 0,0019. 2,5 . 1 . 1,044 .3,15 x1010
= 12,549 mm/year
Untuk mengetahui laju erosi pada impeller pompa menggunakan persamaan
di bawah ini untuk material alloy 31.
ER = 𝑘 . 𝑓(𝛼) .𝑈𝑝𝑛
𝑝𝑡 . 𝐴𝑡 . 𝐺. 𝐶1. 𝐺𝐹. 𝑚𝑝. 𝐶𝑢𝑛𝑖𝑡
dimana,
k = material konstanta [(m/s)-n]
= 2 x 10-9
F(α) = sudut tumbukan (⁰)
= 0,93
Up = kecepatan tumbukan partikel (m/s)
= 95,58 m/s
n = velocity exponent
= 2,6
ρt = density material (kg/m3)
= 8050 kg/m
At = luasan yang terkena erosi (m2)
= 0,435 m
G = the particle size correction
= 0,0019
C1 = model geometry
= 2,5
GF = faktor geometri
= 1
mρ = laju massa partikel (kg/s)
= 1,044 kg/s
ρ = laju massa partikel (kg/s)
= 1,044 kg/s
Cunit = unit faktor konversi
47
= 3,15 x 10
ER = Erosion Rate (mm/year)
= 𝑘 . 𝑓(𝛼) .𝑈𝑝𝑛
𝑝𝑡 . 𝐴𝑡 . 𝐺. 𝐶1. 𝐺𝐹. 𝑚𝑝. 𝐶𝑢𝑛𝑖𝑡
= 2 x 10−9 . 0,93 .95,58 2,6
8050 . 0,435 . 0,0019. 2,5 . 1 . 1,044 .3,15 x1010
= 11,0729 mm/year
Hasil nilai laju erosi berdasarkan perhitungan erosion rate secara manual
pada 2 jenis material yang berbeda dapat dirangkum seperti pada Tabel 4.3
di bawah ini:
Tabel 4. 3 Perhitungan erosion rate secara manual pada material PDM dan Alloy 31
Perhitungan Manual
Laju Erosi (mm/year)
PDM Alloy 31
12,549 11,073
Dari Tabel 4.3 menunjukkan perbandingan nilai laju erosi pada material
PDM dan Alloy 31 dengan perhitungan manual didapatkan nilai material
PDM memiliki nilai laju erosi yang lebih besar dibandingkan dengan
material Alloy 31, ini berarti bahwa material PDM lebih cepat mengalami
erosi daripada material Alloy 31.
4.3.2 Pemodelan erosion rate dengan software ANSYS
Letak erosi yang terjadi pada impeller pompa material PDM yang didapat dari
pemodelan software ANSYS sesuai dengan Gambar 4.12
Gambar 4.12 Pemodelan erosion rate dengan software ANSYS
48
Erosion rate pada impeller pompa yang didapat dari sistem pemodelan
dengan menggunakan software ANSYS sebesar 2,985 x 10−6kg/m2s sesuai
dengan Gambar 4.12 kemudian dikonversi ke dalam satuan mm/year
seperti berikut:
ER . 1000 . 3600 . 365
= 2,986 𝑥 10−6 𝑥 1000 𝑥 3600 𝑥 24 𝑥 365
7500
= 12,551 mm/year
Kemudian letak erosi yang terjadi pada impeller pompa material Alloy
31 yang didapat dari pemodelan software ANSYS sesuai dengan
Gambar 4.13
Gambar 4.13 Pemodelan erosion rate dengan software ANSYS
Erosion rate pada impeller pompa yang didapat dari sistem pemodelan
dengan menggunakan software ANSYS sebesar 3,034𝑥 10−6kg/m2s sesuai
dengan Gambar 4.12 kemudian dikonversi ke dalam satuan mm/year
seperti berikut:
ER . 1000 . 3600 . 365
= 3,034𝑥 10−6 𝑥 1000 𝑥 3600 𝑥 24 𝑥 365
8050
= 11,885 mm/year
49
Tabel 4. 4 Erosion rate pada material PDM dan Alloy 31
No Material
Laju Erosi
(mm/year)
Manual ANSYS
1 PDM 12,549 12,551
2 Alloy 31 11,073 11,885
Dari Tabel 4.4 menunjukkan perbandingan nilai laju erosi pada material PDM
dan Alloy 31 dengan perhitungan manual dan pemodelan dengan software
ANYS didapatkan nilai perhitungan manual nilai laju erosi material PDM
memiliki nilai laju erosi yang lebih besar dibandingkan dengan material Alloy
31, sedangkan dari pemodelan dengan software ANSYS didapatkan nilai yang
sama yaitu material PDM memiliki nilai laju erosi yang lebih besar
dibandingkan dengan material Alloy 31 dan hampir mendekati perhitungan
manual, ini berarti bahwa material PDM lebih cepat mengalami erosi daripada
material Alloy 31.
4.4 Perhitungan Life Time
Perhitungan life time ditentukan oleh hasil erosion rate karena life time
berbanding terbalik dengan erosion rate itu sendiri. Perhitungan manual life
time tidak ditemukan karena persamaan yang dipakai per partikel hampir tidak
mungkin dihitung secara analitis. Jadi perhitungan life time pada impeller ini
menggunakan modul fluent pada ANSYS. Berikut hasil perhitungan life time
menggunakan ANSYS :
Gambar 4. 14 Perhitungan life time menggunakan ANSYS pada material Alloy 31
50
Dari Gambar 4.14 menunjukkan nilai life time menggunakan software ANSYS
dimana perhitungan manual life time tidak ditemukan karena persamaan yang
dipakai per partikel hampir tidak mungkin dihitung secara analitis maka dari itu
pada modul fluent pada ANSYS dipakai untuk mempermudah mencari nilai life
time, didapatkan nilai life time dari material Alloy 31 selama 5 bulan dilihat dari
hasil running software ANSYS.
Gambar 4.15 Perhitungan life time menggunakan ANSYS pada material PDM
Dari Gambar 4.15 menunjukkan nilai life time menggunakan software ANSYS
dimana perhitungan manual life time tidak ditemukan karena persamaan yang
dipakai per partikel hampir tidak mungkin dihitung secara analitis maka dari itu
pada modul pada ANSYS dipakai untuk mempermudah mencari nilai life time,
didapatkan nilai life time dari material PDM selama 3 bulan dilihat dari hasil
running software ANSYS.
Hasil keseluruhan perhitungan life time berdasarkan modul fluent pada ANSYS
dapat dilihat pada tabel 4.5 :
Tabel 4. 5 Perhitungan life time pada ANSYS untuk material PDM dan Alloy 31
Lifetime
Alloy 31 PDM
5,068 bulan 2,981 bulan
Dari Tabel 4.5 menunjukkan perbedaan nilai life time menggunakan modul
fluent pada software ANSYS pada material Alloy 31 dan PDM. Material PDM
memiliki nilai life time yang lebih kecil yaitu hanya bertahan selama 3 bulan
saja , sama seperti keadaan di lapangan dimana impeller pompa hanya bertahan
51
3 bulan dengan menggunakan material PDM sehingga ditemukan material yang
lebih baik untuk material impeller yaitu menggunakan material Alloy 31.
Berikut tabel keseluruhan yang menjelaskan perbandingan kedua material dapat
dilihat pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6 Perbandingan Keseluruhan Material
Tabel 4.6 di atas menjelaskan bahwa material Alloy 31 memiliki tingkat
ketahanan yang lebih baik dari material PDM, karena dilihat dari nilai pengujian
laju korosi, laju erosi dan nilai life time. Berdasarkan hasil pengujian tersebut,
maka kedua material tersebut pemilihan material untuk impeller pompa
sebaiknya menggunakan material Alloy 31 dikarenakan lebih tahan terhadap
korosi dan terbukti lebih baik jika dibandingkan dengan material PDM.
PENGUJIAN 1 PENGUJIAN 2 MANUAL ANSYS MANUAL ANSYS
PDM 0,0052685 mm/year 0,029231 mm/year 12,549 mm/year 12,551 mm/year 5 bulan
ALLOY 31 0,011384 mm/year 0,0083331 mm/year 11,0729 mm/year 11,885 mm/year 3 bulan
MATERIAL
NILAI
LAJU EROSI (mm/year) LIFE TIME
95,58 m/s 95,195 m/s
LAJU KOROSI (mm/year) KECEPATAN (VELOCITY)
52
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
53
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis data pada bab sebelumnya, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Nilai laju korosi material PDM sebesar 0,01724975 mm/year, sedangkan
material Alloy 31 sebesar 0,00985855 mm/year. Nilai corrosion rate material
PDM lebih besar dibandingkan material Alloy 31 sehingga material PDM
lebih cepat mengalami korosi.
2. Kecepatan impeller pompa sentrifugal yang digunakan untuk mengaliri
fluida berbentuk slurry dengan perhitungan manual adalah sebesar 95,58
m/s, sedangkan menggunakan pemodelan ANSYS adalah sebesar 95,195
m/s. Jadi nilai pada perhitungan manual dan dengan menggunakan software
memiliki nilai yang hampir sama (relevan).
3. Nilai laju erosi material PDM sebesar 12,549 mm/year, sedangkan material
Alloy 31 sebesar 11,0729 mm/year. Nilai erosion rate material PDM lebih
besar dibandingkan material Alloy 31..
4. Nilai life time material Alloy 31 lebih lama dibandingkan material PDM.
Material Alloy 31 mampu bertahan hingga (5,068) 5 bulan, sedangkan
material PDM hanya mampu bertahan sampai dengan (2,981) 3 bulan. Nilai
lifetime ini hampir mendekati kondisi di lapangan dimana impeller pompa
dengan material PDM hanya bertahan 3 bulan.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, maka beberapa hal dapat dikemukakan
untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut:
1. Pengujian potentiostat dilakukan dengan dua perlakuan berbeda atau dalam
kondisi kecepatan impeller sebenarnya agar mendapatkan hasil yang akurat.
54
2. Metode pengujian sebaiknya lebih divariasikan dengan penambahan
pengujian seperti tensile strength dan hardness test dan sample yang lebih
banyak agar hasil signifikan.
55
DAFTAR PUSTAKA
ANSYS.(2013). ANSYS Fluent Tutorial Guide. U.S.A: ANSYS, Inc.
ASTM G-05.(1999). Standard Reference Test Method for Making Potentiostatic
and Potentiodynamic Anodic Polarization Measurements
ASTM G-102.(1994). Standard Practice for Calculation of Corrosion Rates and
Related Information from Electrochemical Measurements.
Darto, & Sunada, I. M. (2017). Analisis Kinerja Geometrik Impeller Pompa
Sentrifugal Berbasis Perangkat Lunak. TransmisiI, Vol-XII Edisi-2/ Hal.
87-94 Analisis, 87–96.
DNVGL-RP-0501.(2015). Managing sand production and erosion.
Hariady, S. (2014). ANALISA KERUSAKAN POMPA SENTRIFUGAL 53-
101C WTU SUNGAI GERONG PT . PERTAMINA RU III PLAJU,
2(1), 29–42.
Jones, D. A., & Denny, A. (n.d.). Principles and Prevention of Corrosion.
Ogi, P., & Rachman, N. U. R. (2016). Analisa laju korosi pada, 05(1), 7–13.
Samudra, S. (1998). Dasar Teori Pompa. Semarang, 5–18. Retrieved from
http://eprints.undip.ac.id/41326/3/BAB_II.pdf
Sankar, S. (n.d.). Analysis of Centrifugal Pump Impeller Using. International
Journal of Innovative Research in Science, Engineering and Technology,
7(May). https://doi.org/10.15680/IJIRSET.2018.0705025
Wahyu, M. (2018). Pengaruh Fluida Phosporic Acid Slurry Terhadap Laju Korosi
Erosi Pada Material Super Duplex 2507 Dan Hastelloy G-30 Pada Sistem
Perpipaan R-2304 Menuju P-2302-B (Suction) Di Pt. Petro Jordan Abadi
– Gresik. 3rd Conference On Piping Engineering And It’s Application.
56
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
LAMPIRAN - LAMPIRAN
BIOGRAFI
Nama : Moh. Khoirul Umam M
NRP : 0815040035
Jurusan : Teknik Permesinan Kapal
Program Studi : D4 Teknik Perpipaan
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki – laki
Alamat Rumah : Jln. Melati No: 19a Pajaglan , Kecamatan Kota ,
Kabupaten Sumenep
Telepon : +6281913601739
Email : [email protected]
Tempat, Tanggal Lahir : Sampang, 08 Sampang 1996
Nama Ayah : Moh. Aminullah (Alm)
Nama Ibu : Zainah Sunaryati
Riwayat Pendidikan
SD : SDN 1 Pajagalan, Kecamatan Kota
SMP : SMPN 1 Sumenep, Kecamatan Kota
SMA : SMAN 1 Sumenep, Kecamatan Kota
Perguruan Tinggi : Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya
LAMPIRAN A
DATA PROPERTIES FLUIDA
LAMPIRAN B
IMPELLER POMPA SENTRIFUGAL
LAMPIRAN C
DATA MATERIAL PDM
LAMPIRAN D
SIMULATION REPORT ANALISIS
GEOMETRI
Geometri yang digunakan pada simulasi ini terdiri dari tiga part utama yaitu
(1) Rotating region atau daerah yang berputar,
(2) volute yaitu daerah buangan aliran
(3) inlet yaitu daerah masuknya aliran sebagai input dari aliran tersebut. Ketiga part harus dipisahkan
karena terdapat daerah yang statis dan daerah yang harus diputar untuk input data rpm dan
memfasilitasi gerakan berputar.Permodelan geometri dibuat di software Autodesk Inventor kemudian
diexport dalam ekstensi IGES agar kompatibel dengan environment ANSYS Fluent.
Karena terdapat tiga part, maka secara otomatis akan muncul contact regions yang menghubungkan part satu
dengan part lainya yang berfungsi untuk mentransfer data aliran seperti kecepatan, tekanan dll.
MESHING
Meshing atau griding adalah proses konversi domain fluida yang kontinyu menjadi domain komputasi
yang diskrit sehingga dapat diselesaikan solusinya secara numerik, dalam kasus ini metode Computational
Fluid Dynamics (CFD) yang dilakukan dengan bantuan program ANSYS FLUENT. Berikut adalah
setingan-setingan yang digunakan:
• Multizone dan hexdominant: Digunakan untuk membuat mesh dengan tipe hexahedral atau kotak
sehingga diperoleh resolusi visualisasi yang bagus, transfer data antar mesh yang cepat serta penggunaan
jumlah elemen total yang lebih sedikit dibandingkan dengan seting mesh default (tetrahedral).
• Body sizing : digunakan untuk menentukan ukuran secara global yaitu sebesar maksimal 3 mm pada
seluruh domain.
• Inflation : digunakan untuk mesh lokal pada permukaan blade agar diperoleh akurasi perhitungan
tegangan geser dan kecepatan lokal yang tinggi mengingat fenomena erosi sangat dipengaruhi oleh pola
aliran lokal.
HASIL MESHING
Berikut adalah visualisasi hasil mesh dengan setingan-setingan diatas:
SETING KOMPUTASI
Untuk memperoleh solusi-solusi yang diharapkan, diinput setingan-setingan
komputasi sebagai berikut pada program FLUENT:
• Time = Transient (memfasilitasi aliran yang berubah terhadap waktu, untuk kasus ini karena dibutuhkan
gerakan berputar dari blade impeller untuk input data RPM)
• Model = k-omega, SST (model ini paling popular digunakan untuk aliran di sekitar pompa atau
turbin sehingga diperloleh akurasi yang tinggi pada daerah dengan gradasi tekanan yang tinggi seperti
pada sekitar permukaan blade)
• Discrete phase = On (persamaan ini digunakan untuk memfasilitasi fasa-fasa yang diskrit; dalam
kasus ini partikel-partikel erosi sehingga dapat dihitung laju erosi)
interaction with continous phase
erosion/accretion = on
Material = slury water
Boundary conditions :
- mesh motion = 1035 rpm
- inlet = 2,5 m3/min
Seting transient :
- Time step size = 0,0005 s
- Number of time steps = 50
- Max iteration/timestep = 10
Total iterasi = 500
PENGAMBILAN DATA DAN ANALISIS
Distribusi kecepatan
Distribusi tekanan
Plot tegangan geser
Plot streamline
Plot vector
Plot laju erosi
Nilai Life Time
Material PDM
Alloy 31
LAMPIRAN E
ASTM G-102
LAMPIRAN F
DNVGL-RP-O501
LAMPIRAN G
PUMP DATA SHEET
LAMPIRAN H
LEMBAR DAFTAR KEMAJUAN TUGAS AKHIR
LAMPIRAN I
SURAT REKOMENDASI TUGAS AKHIR
LAMPIRAN J
LEMBAR REVISI SIDANG TUGAS AKHIR