repository.ppns.ac.idrepository.ppns.ac.id/2191/1/1115040029 - friska... · vii kata pengantar puji...
TRANSCRIPT
1
TUGAS AKHIR (614415A)
ANALISA KINERJA LOADING RATE INBAG DENGAN
MEMINIMALKAN WASTE MENGGUNAKAN METODE
FMEA DAN RCA DI PT. PETROKIMIA GRESIK
Friska Heninda Rahmadini
NRP.1114050029
DOSEN PEMBIMBING:
YUGOWATI PRAHARSI, S.Si., M.Sc., Ph.D
DEVINA PUSPITA SARI, ST., M.T.
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS
JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2019
i
TUGAS AKHIR (614415A)
ANALISA KINERJA LOADING RATE INBAG DENGAN
MEMINIMALKAN WASTE MENGGUNAKAN METODE
FMEA DAN RCA DI PT. PETROKIMIA GRESIK
Friska Heninda Rahmadini NRP. 1115040029
DOSEN PEMBIMBING: YUGOWATI PRAHARSI, S.Si., M.Sc., Ph.D
DEVINA PUSPITA SARI, ST., M.T.
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019
ii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
iii
HALAMAN PENGESAHAN
iv
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
v
BEBAS PLAGIAT
vi
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya. Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik dan selesai
tepat pada waktunya. Penulisan tugas akhir ini dilakukan untuk memenuhi salah
satu syarat kelulusan dalam rangka memperoleh gelar Sarjana program studi
Manajemen Bisnis, Jurusan Teknik Bangunan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini sangat sulit terwujud
sebagaimana yang diterapkan, tanpa bimbingan dan bantuan serta tersedianya
fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh beberapa pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis sampaikan rasa terima kasih dan rasa hormat kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, kelancaran dan akal
budi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan
baik dan tepat pada waktunya.
2. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc MRINA selaku Direktur Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya
3. Bapak Ruddianto, S.T., M.T selaku ketua jurusan Teknik Bangunan
Kapal
4. Ibu Yugowati Praharsi S.Si., M.Sc., Ph.D dan Ibu Devina Puspita Sari,
ST., MT selaku Dosen Pembimbing yang bersedia memberikan waktu
dan pikiran untuk membimbing, memberikan semangat dan membantu
penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik dan tepat
waktu.
5. Ibu dan Bapak Penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk
menyempurnakan Tugas Akhir ini
6. Seluruh jajaran staf Dosen Prodi Manajemen Bisnis Jurusan Teknik
Bangunan Kapal Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya yang tidak
mungkin disebutkan satu per satu, namun setiap ilmu yang diberikan
sungguh sangat berharga dan bermanfaat bagi penulis sebagai bekal
dalam penulisan Tugas Akhir ini
viii
7. Kedua orangtua saya Papa Ir. Kusno Hadi Gunawan dan Mama Dwi
Cholkariyantining Tyas SH terima kasih atas doa, semangat berupa
materi maupun non materi, dukungan, pengertian serta perhatiannya
selama pengerjaan Tugas Akhir ini.
8. Terimakasih untuk mas Rizky Arizona ST selaku pembimbing di
perusahaan yang telah membantu memberikan kritik dan saran yang
membangun untuk menyempurnakan Tugas Akhir ini.
9. Bapak-bapak PT. Petrokimia Gresik khususnya pada Departemen
Lolapel terimakasih banyak atas bantuan dan bimbingannya selama
proses pengambilan data dan pengerjaan Tugas Akhir ini. Semoga
Bapak-bapak sekalian selalu diberi kesehatan.
10. Kakak tercinta Dio Adya Pratama ST dan adekku tersayang Muhammad
Asfar atas doa, dukungan dan juga semangatnya kepada penulis untuk
menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan tepat waktu.
11. Adek yang paling pengertian Dewi Titha Sari yang selalu menghibur,
memberi semangat, dukungan dan doanya dalam mengerjakan Tugas
Akhir ini.
12. Teman-teman seangkatan khususnya MB2015A yang telah memberikan
warna dalam masa perkuliahan, semangat, serta pelajaran selama
penulis menjalani studi
13. Sahabat-sahabat SMA sehidup sesurga Diana Fatmawati Suwarno,
Syifa’ Uliyah dan Rizka Annisa Noviyani yang selalu memberikan
semangat, doa dan dukungan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini
dengan baik. Semoga persahabatan ini bisa terus terjalin hingga akhir.
14. Sahabat-sahabat Hasil Bumi Trenggalek Fastin Yaniar Fajrin, Erdhisa
Tysani Nurliana dan Nadia Kumalasari yang telah memberikan waktu
untuk bersenang-senang, selalu sabar mendengarkan cerita penulis,
memberi dukungan yang tak henti kepada penulis dalam mengerjakan
Tugas Akhir ini.
15. Sahabat-sahabat KBG Fastin Yaniar Fajrin, Mirza Safitri Agatha Putri,
Citra Firdausi Nuzula yang selalu bersedia mendengarkan keluh kesah
penulis, curhatan penulis mengenai apapun, memberikan dukungan dan
ix
juga semangat yang tak henti untuk segera menyelesaikan Tugas Akhir
ini.
16. Biggy Yustari Ardhina sang wartawan sejati selaku teman seperjuangan
selama pengambilan data di Gresik. Terimakasih atas omelannya,
bantuannya, dukungan dan semangat untuk penulis dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
17. Teruntuk salepo, terimakasih telah memberikan banyak cerita selama
masa kuliah penulis. Terimakasih sudah mendengarkan keluh kesah,
tangisan, cerita dan banyak hal lainnya. Memberikan semangat,
dukungan serta hiburan dan candaan selama pengerjaan tugas akhir ini.
Semua hal tersebut sangat membantu untuk menghilangkan penat.
Semoga hubungan kita akan selalu baik.
18. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, yang
membantu menyelesaikan Tugas Akhir ini, memberi dukungan dan juga
semangat. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan berkah kepada
kalian.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan yang harus
disempurnakan dari Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, Penulis memohon maaf yang
sebesar-besarnya dan membuka diri untuk segala kritikan dan masukan yang dapat
membangun dan meningkatkan kualitas Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini
dapat memberikan manfaat bagi kepentingan ilmu di masa depan.
Surabaya, 9 Juli 2019
Penulis
x
Halaman ini sengaja dikosongkan
xi
ANALISA LOADING RATE INBAG DENGAN MEMINIMALKAN
WASTE MENGGUNAKAN METODE FMEA DAN RCA DI PT.
PETROKIMIA GRESIK
Friska Heninda Rahmadini
ABSTRAK
PT. Petrokimia Gresik merupakan salah satu produsen pupuk di Indonesia yang
memproduksi berbagai macam pupuk dan bahan kimia yang memiliki pelabuhan
khusus (TUKS) untuk melakukan proses bongkar muat sebagai penunjang kegiatan
produksi maupun pendistribusian pupuk. Tingkat kinerja bongkar muat merupakan
salah satu faktor penting untuk mendukung keberlangsungan kegiatan operasional.
Tetapi hal ini belum dapat dicapai khususnya pada kegiatan pemuatan pupuk inbag.
Penelitian ini mengusulkan kerangka kerja implementasi menggunakan FMEA dan
RCA dengan meminimalkan waste menggunakan lean concept dan pembobotan
menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan bantuan software
Expert Choice 11. Penulis mengidentifikasikan waste menggunakan Lean Concept
dan menganalisanya menggunakan diagram fishbone dan Failure Mode Effect
Analysis (FMEA). Hasil dari penelitian ini terdapat 3 jenis waste dengan nilai
tertinggi 7,448 pada jenis Waste Waiting. Hasil dari FMEA terdapat 3 nilai RPN
tertinggi yaitu kekurangan truk sebesar 264 (Waiting Flat Truck), jam kerja buruh
sebesar 368 (Waiting Stevedore), Tidak ada SOP yang jelas terkait pembagian
jumlah forklift sebesar 206 (Waiting Cargo). Perbaikan yang diprioritaskan adalah
jam kerja buruh 24 jam dengan menerapkan sistem kerja 3 gilir per hari. Analisa
SWOT dilakukan untuk mengetahui strategi yang harus dilakukan perusahaan yaitu
menggunakan strategi SO (Strength-Oppurtunities) dengan memanfaatkan
kekuatan dan peluang yang ada.
Kata Kunci : waste, FMEA, diagram fishbone, AHP, SWOT
xii
xiii
PERFORMANCE ANALYSIS OF LOADING RATE INBAG BY
MINIMIZING WASTE USING FMEA AND RCA METHODS IN PT.
PETROKIMIA GRESIK
Friska Heninda Rahmadini
ABSTRACT
PT. Petrokimia Gresik is one of the fertilizer manufacturers in Indonesia
that produces various kinds of fertilizers and chemicals that have special ports
(TUKS) to carry out the loading and unloading process to support the production
and distribution of fertilizers. Maximizing the level of loading and unloading
performance is one of the important factors to support operational activities. But
this has not yet been achieved, especially in the activity of loading inbag fertilizers.
This study proposes an implementation framework using FMEA and RCA by
minimizing waste using lean concept and weighting using analytical hierarchy
process (AHP). The author identifies waste using lean concept and analyzes it using
fishbone diagrams and failure mode effect analysis (FMEA). The results of this
study are 3 types of waste with the highest value of 7,448 in the type of waste
waiting. The results of FMEA contained three highest values of RPN, namely the
shortage of trucks (waiting flat truck), labor hours of labor as much as 368 (waiting
stevedore), no clear SOP regarding the distribution of forklifts amounting to 206
(waiting cargo). Prioritized improvements are 24-hour labor hours by
implementing a 3-shift work system per day. SWOT analysis is carried out to
determine the strategies that must be done by the company, namely using the SO
(strength-oppurtunities) strategy by utilizing the strengths and opportunities that
exist.
Keywords : waste, FMEA, fishbone diagram, AHP, SWOT
xiv
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................ iii
BEBAS PLAGIAT.............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... vii
ABSTRAK .......................................................................................................................... xi
ABSTRACT ........................................................................................................................ xiii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................................ xvii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xix
DAFTAR ISTILAH .......................................................................................................... xxi
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 4
1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 4
1.5. Batasan Masalah ................................................................................................. 5
BAB 2 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 7
2.1. Sejarah PT. Petrokimia Gresik ............................................................................ 7
2.1.1. Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) ........................................... 8
2.1.2. Proses Bongkar Muat di TUKS PT. Petrokimia Gresik ............................ 10
2.1.3. Pemuatan Pupuk Inbag di TUKS PT.Petrokimia Gresik .......................... 11
2.2. Critical to Quality (CTQ) ................................................................................. 12
2.3. Lean Concept .................................................................................................... 12
2.4. Analytic Hierarchy Process (AHP) ................................................................... 14
2.4.1 Perbandingan Berpasangan .............................................................................. 14
2.5. Failure Mode Effect Analysis (FMEA) ............................................................. 15
2.5.1. Menentukan Nilai Risk Priority Number (RPN) ....................................... 16
2.6. Diagram Pareto ................................................................................................. 19
2.7. Root Cause Analysis (RCA) .............................................................................. 20
2.7.1. Diagram Fishbone ..................................................................................... 20
2.7.2. Brainstorming ............................................................................................... 21
2.8. Menentukan Strategi Kompetitif Perusahaan .................................................... 22
2.8.1. Analisis SWOT ......................................................................................... 22
xvi
2.8.2. Matrik Strategi Eksternal (EFAS) ............................................................. 24
2.8.3. Matrik Staretegi Internal (IFAS) ............................................................... 25
2.8.4. Matrik SWOT ............................................................................................ 26
2.9. Penelitian Terdahulu ......................................................................................... 27
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 29
3.1. Diagram Alir Penelitian .................................................................................... 29
3.2. Tahapan Penelitian ............................................................................................ 30
3.3 Jadwal Kegiatan Tugas Akhir ........................................................................... 36
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 37
4.1 Mengidentifikasikan Waste pada proses Pemuatan Inbag ................................ 37
4.2 Menganalisa Terjadinya Waste pada Proses Pemuatan Inbag .......................... 41
4.3. Meningkatkan Loading Rate pada Proses Pemuatan inbag .............................. 48
4.4. Strategi Kompetitif TUKS PT. Petrokimia Gresik ............................................ 56
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 63
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 63
5.2 Saran .................................................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 67
LAMPIRAN 1 ................................................................................................................... 69
LAMPIRAN 2 ................................................................................................................... 71
LAMPIRAN 3 ................................................................................................................... 73
LAMPIRAN 4 ................................................................................................................... 75
LAMPIRAN 5 ................................................................................................................. 121
LAMPIRAN 6 ................................................................................................................. 129
LAMPIRAN 7 ................................................................................................................. 141
LAMPIRAN 8 ................................................................................................................. 147
LAMPIRAN 9 ................................................................................................................. 153
LAMPIRAN 10 ............................................................................................................... 161
LAMPIRAN 11 ............................................................................................................... 171
LAMPIRAN 12 ............................................................................................................... 173
LAMPIRAN 13 ............................................................................................................... 175
LAMPIRAN 14 ............................................................................................................... 189
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Tabel Skala Perbandingan Berpasangan .............................................. 15
Tabel 2. 2 Tabel Evaluasi Penilaian Severity........................................................ 17
Tabel 2. 3 Tabel Evaluasi Penilaian Occurance .................................................... 18
Tabel 2. 4 Tabel Evaluasi Penilaian Detection ..................................................... 19
Tabel 2. 5 Tabel Skoring Matrik EFAS ................................................................ 24
Tabel 2. 6 Tabel Skoring Matrik IFAS ................................................................. 26
Tabel 2. 7 Tabel Matrik SWOT ............................................................................ 26
Tabel 2. 8 Tabel Penelitian Terdahulu .................................................................. 27
Tabel 3. 1 Tabel Desain Kuisioner 7 Waste .......................................................... 32
Tabel 3. 2 Daftar Expert untuk Wawancara .......................................................... 33
Tabel 3. 3 Daftar Expert untuk Pengisian Kuisioner FMEA ................................ 34
Tabel 3. 4 Tabel Kriteria Expert untuk Pengisian Kuisioner SWOT .................... 35
Tabel 3. 5 Tabel Kegiatan Tugas Akhir ................................................................ 36
xviii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Gambar Kangoroo Crane 1 ................................................................ 9
Gambar 2. 2 Gambar Kangoroo Crane 2 ................................................................ 9
Gambar 2. 3 Gambar Continous Ship Unloader 1 ................................................ 10
Gambar 2. 4 Proses Muat Inbag TUKS PT. Pterokimia Gresik ........................... 10
Gambar 2. 5 Proses Pembongkaran TUKS PT. Petrokimia Gresik ...................... 11
Gambar 2. 6 Gambar Proses Pemuatan Inbag dalam Palka .................................. 12
Gambar 2. 7 Gambar Analisa SWOT ................................................................... 23
Gambar 3. 1 Flowchart Penelitian ........................................................................ 29
Gambar 4. 1 CTQ Pemuatan Inbag di TUKS PT. Petrokimia Gresik................... 37
Gambar 4. 2 Diagram Fishbone dari Penyebab Wait Stevedore ........................... 45
Gambar 4. 3 Diagram Fishbone dari penyebab Wait Flat Truck .......................... 46
Gambar 4. 4 Diagram Fishbone dari Penyebab Wait Cargo ................................. 47
Gambar 4. 5 Diagram Pareto untuk Waiting Flat Truck ....................................... 51
Gambar 4. 6 Diagram Pareto untuk Waiing Stevedore ......................................... 52
Gambar 4. 7 Diagram Pareto untuk Waiting Cargo .............................................. 53
Gambar 4. 1 CTQ Pemuatan Inbag di TUKS PT. Petrokimia Gresik................... 37
Gambar 4. 2 Diagram Fishbone dari Penyebab Wait Stevedore ........................... 45
Gambar 4. 3 Diagram Fishbone dari penyebab Wait Flat Truck .......................... 46
Gambar 4. 4 Diagram Fishbone dari Penyebab Wait Cargo ................................. 47
Gambar 4. 5 Diagram Pareto untuk Waiting Flat Truck ....................................... 51
Gambar 4. 6 Diagram Pareto untuk Waiing Stevedore ......................................... 52
Gambar 4. 7 Diagram Pareto untuk Waiting Cargo .............................................. 53
xx
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xxi
DAFTAR ISTILAH
EMKL : Ekspedisi Muatan Kapal Laut
Inbag : Pupuk dalam kemasan
KPI : Key Performance Indicator
Loading Rate : Tingkat pemuatan inbag
PBM : Perusahaan Bongkar Muat
SOP : Standar Operasional Prosedur
TKBM : Tenaga Kerja Bongkar Muat
TUKS : Terminal Untuk Kepentingan Sendiri
xxii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
PT Petrokimia Gresik merupakan Produsen Pupuk Terlengkap di Indonesia
yang memproduksi berbagai macam pupuk, dan bahan kimia untuk solusi
agroindustri. Perusahaan berlogo Kebomas, dan berlokasi di Kabupaten Gresik,
Jawa Timur, Indonesia ini adalah Anak Usaha PT Pupuk Indonesia (Persero). PT
Petrokimia Gresik berkomitmen untuk terus tumbuh dan berkembang bersama
masyarakat, demi mendukung terwujudnya Ketahanan Pangan Nasional, dan
kemajuan dunia pertanian. Pupuk didistribusikan melalui jalur darat dan laut.
Secara umum kegiatan di TUKS PT. Petrokimia Gresik meliputi kegiatan
sandar dan lepas kapal, operasional bongkar muat serta pemeliharaan peralatan
bongkar muat internal. Kegiatan operasional bongkar muat meliputi pembongkaran
bahan baku dan pemuatan produk jadi dalam bentuk bulk dan in bag.
Dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya khususnya dalam kegiatan
loading inbag, PT. Petrokimia memiliki target yang harus dicapai yang ditentukan
dalam satuan MTPD (Metric Ton Per Day). Tampak pada gambar 1.2 bahwa
loading rate in bag dari tahun 2013 hingga 2018 mengalami fluktuatif. Pencapaian
tersebut tidak sesuai dengan target yang dimiliki oleh perusahaan yaitu 600 MTPD.
Gambar 1. 1 Diagram Tonase/Day Fertilizer Bag
Sumber: (Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan, 2017)
513
425
551
485
408 428
0
100
200
300
400
500
600
2013 2014 2015 2016 2017 2018
Ton
/Day
Fertilizer Bag
Fertilizer Bag
2
Dalam jumlah rata-rata loading inbag per tahunnya juga mengalami penurunan
dari tahun 2013 hingga 2017 sebesar 14% per tahunnya, yang tampak pada gambar
1.2 Tonase Pemuatan Inbag.
Gambar 1. 2 Diagram Tonase/ Tahun Fertilizer Bag
Sumber: (Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan, 2017)
Rendahnya loading rate inbag menyebabkan biaya loading menjadi tinggi.
Biaya yang dikeluarkan oleh PT. Petrokimia Gresik untuk membayar pihak-pihak
yang terkait dengan proses loading in bag cukup besar jika dibandingkan dengan
komiditi lainnya, yaitu bulk. Pihak-pihak yang terkait tersebut antara lain: PBM
(Perusahaan Bongkar Muat), EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut) dan Surveyor.
Gambar 1. 3 Diagram Biaya Loading Inbag dan Bulk
Sumber: (Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan, 2017)
604720
528011 515176
410218
329997
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
2013 2014 2015 2016 2017
Ton
Fertilizer Bag
Fertilizer Bag
57.205
41.580
61.270
36.892
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
Load. Inbag Load. Bulk
Ru
pia
h/T
on
Biaya Loading In Bag dan Bulk
2017 2018
3
Pada gambar 1.2 menunjukan bahwa pada tahun 2017 total biaya loading in
bag sebesar Rp 57.205/ton, biaya yang dikeluarkan untuk komoditi lain yaitu bulk
sebesar Rp 41.580/ton. Sedangkan pada tahun 2018 total biaya loading in bag
sebesar Rp 61.270/ton. Dari data tersebut diketahui bahwa terdapat perbedaan biaya
yang cukup jauh antara biaya loading inbag dan bulk yang dikeluarkan PT.
Petrokimia Gresik.
Kegiatan yang dilakukan dalam proses loading in bag antara lain pemuatan
pupuk dari gudang ke flat truck, perjalanan dari gudang menuju pelabuhan, dan
pemuatan dari flat truck ke pelabuhan. Di dalam proses tersebut terdapat kegiatan-
kegiatan yang menyebabkan loading rate in bag menjadi rendah. Kegiatan-kegiatan
ini termasuk ke dalam waste yang nantinya diminimalisasi. Beberapa contoh
diantaranya, flat truck yang tidak segera kembali ke pelabuhan, waktu istirahat
buruh yang melebihi waktu yang ditentukan, ataupun flat truck yang tidak kembali
ke gudang. Hal ini dapat berpengaruh pada kegiatan loading yang terhambat,
sehingga menyebabkan loading rate in bag menjadi lama dan membuat biaya
loading juga bertambah tinggi.
TUKS PT. Petrokimia juga harus mengetahui strategi yang akan dilakukan
untuk bersaing dengan perusahaan lain. Dimana hasil dari kegiatan benchmark yang
telah dilakukan dengan fasilitas dan alat yang sama, kompetitor memiliki loading
rate in bag yang jauh lebih tinggi daripada TUKS PT. Petrokimia Gresik. Dimana
tingkat pencapaian loading in bag yang dimiliki kompetitor sebesar 1000-1200
MTPD. Maka dari itu TUKS PT.Petrokimia Gresik harus menentukan strategi
kompetitif yang akan dilakukan agar dapat bersaing dengan kompetittor.
Penelitian ini berusaha untuk meningkatkan loading rate in bag sebagai upaya
meminimalkan waste yang terjadi selama proses kegiatan loading berlangsung dan
mengetahui strategi kompetitif yang dilakukan agar dapat bersaing dengan
kompetitor. Metode yang digunakan adalah FMEA untuk menentukan proporsi
kegiatan yang teridentifikasi waste, RCA untuk menentukan akar penyebab
masalah yang diperoleh dari hasil pareto kegiatan dan mengusulkan solusi
perbaikan, serta menentukan strategi kompetitif berkelanjutan dengan
menggunakan analisis SWOT.
4
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang ingin di selesaikan dari penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana mengidentifikasi waste pada proses pemuatan pupuk In bag di PT.
Petrokimia Gresik?
2. Bagaimana menganalisa terjadinya waste pada proses pemuatan pupuk In bag
di PT. Petrokimia Gresik?
3. Bagaimana meningkatkan loading rate pada proses pemuatan pupuk In bag di
PT. Petrokimia Gresik?
4. Bagaimana menentukan strategi kompetitif yang dibutuhkan PT. Petrokimia
Gresik untuk menjadi Pelabuhan TUKS yang unggul?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain:
1. Mengidentifikasi waste pada proses pemuatan pupuk In bag di PT. Petrokimia
Gresik.
2. Menganalisa terjadinya waste pada proses pemuatan pupuk In bag di PT.
Petrokimia Gresik.
3. Meningkatkan loading rate pada pemuatan pupuk In bag di PT. Petrokimia
Gresik.
4. Menentukan Strategi Kompetitif yang dibutuhkan PT. Petrokimia Gresik untuk
menjadi Pelabuhan TUKS yang unggul.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Perusahaan
Memberikan usulan perbaikan untuk diterapkan oleh perusahaan dalam
meningkatkan loading rate pemuatan In bag melalui pengurangan waste di
PT. Petrokimia Gresik.
2. Bagi Kalangan Akademis
Memberikan kontribusi peneliti bidang manajemen kualitas khususnya pada
perusahaan jasa dalam proses pemuatan khususnya Inbag di TUKS PT.
Petrokimia Gresik.
5
3. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan penulis dalam bidang yang diteliti baik secara teoritis
maupun aplikasi dan memberikan pengetahuan tentang bagaimana
menerapkan manajemen kualitas terhadap praktik di lapangan
1.5. Batasan Masalah
1. Studi dilakukan pada aktivitas pemuatan pupuk inbag di PT. Petrokimia
Gresik.
2. Penelitian ini dilakukan mulai dari area gudang inbag hingga pelabuhan PT.
Petrokimia Gresik
3. Penelitian ini difokuskan pada peningkatan loading rate melalui pengurangan
waste di PT. Petrokimia Gresik.
4. Pada proses pengelolaan data yaitu menggunakan pengelompokan 7 waste
FMEA dan RCA (fishbone diagram)
5. Dari hasil pengidentifikasian waste ke dalam 7 waste hanya terdapat 3 waste
yang terjadi selama kegiatan pemuatan inbag.
6. Dari hasil pemeringkatan waste menggunakan expert choice hanya akan dipilih
satu yang memiliki nilai pembobotan tertinggi untuk diselesaikan yaitu jenis
waste “Waiting”
7. Pembuatan matrik SWOT diperoleh dari nilai RPN yang
pengimplementasiannya dapat dilakukan dalam jangka waktu pendek dari 3
penyebab kegagalan potensial
6
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah PT. Petrokimia Gresik
PT. Petrokimia Gresik adalah suatu Badan Usaha Milik Negara di bawah
koordinasi Menteri Pendayagunaan BUMN yang berdiri pada tahun 1960
berdasarkan TAP MPRS No. II/ 1960 dan KEPRES No. 260/ 1960. PT. Petrokimia
Gresik beroperasi secara resmi pada tanggal 10 Juli 1972 yang bergerak di bidang
produksi pupuk, bahan-bahan kimia dan jasa lainnya seperti jasa konstruksi dan
engineering. Produk pupuk yang diproduksi PT. Petrokimia Gresik diantaranya
NPK Phonska, NPK Kebomas Spesifik Komoditi, Urea, Pupuk Organik Petroganik,
Petroorganik Premium, Amonium Sulfat ZA, Amonium Phosphate, Rock
Phosphate, Kalium Sulfat ZK, Super Fosfat SP-36, DAP, KCL, TSP, dan pupuk
Hayati (Petro Biofertil). PT. Petrokomia Gresik juga memproduksi produk non-
pupuk, antara lain Fitrice, Petroseed, Petro Hibrid, Hi-Corn, Petrochili, Petro Fish,
Petro Chick, Petro Biofeed, Petro Gladiator, Petro-CAS, dan kapur pertanian
Kebomas. Sedangkan produk hasil samping PT. Petrokimia Gresik diantaranya
Cement Retarder, Alumunium Flouride, Purified Gypsum, Asam Fosfat, Asam
Sulfat, Amoniak, Carbondiocsida, Dry Ice, Oksigen, Nitrogen, dan Hidrogen Gas
(Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan, 2017)
Terdapat beberapa departemen di PT. Petrokimia Gresik, salah satu
diantaranya adalah departemen pengelolaan pelabuhan yang berada dibawah
Kompartemen Prasarana dan Utilitas, Direktorat Teknik dan Pengembangan.
Kegiatan departemen pengelolaan pelabuhan yaitu mengelola Terminal Untuk
Kepentingan Sendiri (TUKS) yang meliputi kegiatan administrasi sandar lepas
kapal, operasional alat bongkar muat serta pemeliharaan setiap equipment dan
conveyor. Departemen pengelolaan pelabuhan bertugas untuk melayani kegiatan
pembongkaran dan pemuatan bahan baku, bahan penolong, barang cair, hasil
produksi, limbah produk dan barang dagangan dari kapal ke gudang atau tanki dan
sebaliknya dengan cepat, efektif dan efisien, serta memenuhi standar kualitas,
kuantitas, jadwal dan waktu, lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja
(LK3).
8
2.1.1. Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS)
Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) PT Petrokimia Gresik berdiri
sebagai dermaga yang dikelola oleh PT Petrokimia Gresik dan bekerja sama dengan
Penyelenggara Pelabuhan Gresik guna menunjang kegiatan industri pupuk buatan
dan penyedia tenaga listrik PT Petrokimia Gresik. Pengertian tersebut merupakan
sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KP 316 Tahun 2011 yang
kemudian digantikan dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KP 833
Tahun 2012 yang secara garis besar mengalami perubahan pada Penanggung Jawab
TUKS dan spesifikasi teknis dermaga.
Tujuan dibangunnya TUKS PT Petrokimia Gresik adalah untuk melayani
proses pembongkaran/ pemuatan dari/ ke kapal atau tongkang. TUKS PT
Petrokimia Gresik mempunyai tiga unit dermaga, yaitu sebagai berikut.
a. Dermaga Utama (Main Jetty)
Pertama kali dibangun pada tahun 1975 (pelabuhan sisi kanan) dan
pembangunan tahap kedua dilakukan pada tahun 1980 (pelabuhan sisi kiri).
Pada tahun 2012 perluasan kembali dilakukan pada pelabuhan sisi sebelah kiri.
b. Dermaga Batubara (UBB Jetty)
Dermaga Batubara dibangun dengan tujuan untuk melayani proses
pembongkaran batubara dan proses pemuatan cement retarder, purrified
gypsum dan crude gypsum dari atau menuju tongkang. Dermaga batubara mulai
beroperasi sejak tahun 2010.
c. Dermaga Konstruksi (Construction Jetty)
Dermaga konsruksi dibangun dengan tujuan untuk melayani proses bongkar
major equipment proyek Amoniak Urea II (Amurea II). Dermaga konstruksi
mulai beroperasi sejak tahun 2015.
Kegiatan pembongkaran di dermaga TUKS ditunjang dengan fasilitas-
fasilitas sebagai berikut.
a. Kangaroo Crane 1 (KC 1)
Merupakan alat bongkar bahan baku curah yang mulai beroperasi pada
tahun 1978 dengan kapasitas desain 300 Ton/Jam dan kapasitas operasional
1.500 Ton/Hari. Bahan baku atau cargo yang dapat diproses dengan KC 1 adalah
Phospate Rock, ZA-Steel Grade, ZA-Caprolactam, MOP-Red, MOP-White,
9
MOP-Pink, Sulphur, dan SP-36. Gambar 2.1. dibawah merupakan gambar dari
fasilitas bongkar KC 1 di TUKS PT. Petrokimia Gresik.
Gambar 2. 1 Gambar Kangoroo Crane 1
Sumber: (Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan, 2017)
b. Kangaroo Crane 2 (KC 2)
Merupakan alat bongkar bahan baku curah yang mulai beroperasi pada tahun
1984 dengan kapasitas desain 300 Ton/Jam dan kapasitas operasional 1.500
Ton/Hari. Bahan baku atau cargo yang dapat diproses dengan KC 1 adalah
Phospate Rock, ZA-Steel Grade, ZA-Caprolactam, MOP-Red, MOP-White,
MOP-Pink, Sulphur, dan SP-36. Gambar 2.2. dibawah merupakan gambar dari
fasilitas bongkar KC 2 di TUKS PT. Petrokimia Gresik.
Gambar 2. 2 Gambar Kangoroo Crane 2
Sumber: (Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan, 2017)
c. Continous Ship Unloader 1 (CSU 1)
Merupakan alat bongkar bahan baku curah (Phospate Rock dan MOP) yang
mulai beroperasi pada tahun 1996 dengan kapasitas desain 1.000 Ton/Jam dan
kapasitas operasional 8.000 Ton/Hari. Gambar 2.3. dibawah merupakan gambar
dari fasilitas bongkar CSU 1 di TUKS PT. Petrokimia Gresik.
10
Gambar 2. 3 Gambar Continous Ship Unloader 1
Sumber: (Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan, 2017)
d. Continous Ship Unloader 2 (CSU 2)
Merupakan alat bongkar bahan baku curah yang mulai beroperasi pada
tahun 2013 dengan kapasitas desain 1.000 Ton/Jam dan kapasitas operasional
8.000 Ton/Hari. Bahan baku atau cargo yang dapat diproses dengan KC 1 adalah
Phospate Rock, ZA-Steel Grade, ZA-Caprolactam, MOP-Red, MOP-White,
MOP-Pink, Sulphur, dan SP-36.
e. Marine Loading Arm (MLA)
Merupakan alat bongkar jenis cargo liquid amoniak yang mulai beroperasi
pada tahun 2010 dengan kapasitas alat makasimum 330 Ton/Jam dan preasure
maksimal 5,5 Kg/cm². Gambar 2.4. dibawah merupakan gambar fasilitas
bongkar MLA di TUKS PT. Petrokimia Gresik.
2.1.2. Proses Bongkar Muat di TUKS PT. Petrokimia Gresik
Gambar 2. 4 Proses Muat TUKS PT. Petrokimia Gresik
Sumber: (Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan, 2017)
11
Pada Gambar 2.4 proses muat di TUKS PT. Petrokimia Gresik terdapat dua
jenis alur pemuatan yaitu pemuatan dari gudang ke conveyor dan pemuatan dari
gudang tanpa conveyor. Diawali dengan pupuk dimuat dengan menggunakan
conveyor menuju kapal dengan menggunakan peralatan internal, biasanya pupuk
yang dimuat dengan conveyor adalah pupuk curah. Sedangkan pemuatan tanpa
menggunakan conveyor dimulai dari produk dimuat dari gudang menuju kapal
menggunakan dump truck untuk komoditi curah dan flat truck untuk pupuk inbag.
Hal ini dilakukan apabila gudang asal tidak memiliki jalur conveyor. (Perencanaan
dan Pengendalian Pelabuhan, 2017)
Gambar 2. 5 Proses Pembongkaran TUKS PT. Petrokimia Gresik
Sumber: (Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan, 2017)
Pada Gambar 2.5 sama halnya dengan proses muat, pada proses bongkar di
TUKS PT. Petrokimia Gresik terdapat dua jenis alur pembongkaran yaitu dari kapal
menuju gudang dengan peralatan dan pembongkaran dari kapal menuju gudang
tanpa menggunakan conveyor. Diawali dengan bahan baku atau barang dagangan
di bongkar dari kapal menggunakan peralatan internal yaitu Continous Ship
Unloader (CSU) dan disalurkan ke conveyor menuju ke gudang. Sedangkan
pembongkaran barang dagangan atau bahan baku dari kapal menuju gudang
menggunakan dump truck. Hal ini dilakukan apabila gudang tujuan tidak memiliki
jalur conveyor. (Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan, 2017)
2.1.3. Pemuatan Pupuk Inbag di TUKS PT.Petrokimia Gresik
PT. Petrokimia Gresik memproduksi pupuk dalam kemasan (in bag) yang
bertujuan untuk mempermudah dalam proses pendistribusian. Dimana jenis pupuk
12
yang diproduksi dalam kemasan (in bag) disesuaikan dengan permintaan pasar
yang ada. Jenis pupuk in bag diantaranya Phonska, Phonska Plus, SP 36, ZA,
Petroganik, Urea dan NPK.
Kegiatan dari pemuatan pupuk in bag diawali dengan pemuatan in bag dari
gudang ke moda transportasi, dimana moda transportasi yang digunakan adalah flat
truck dan alat bantu yang digunakan untuk melakukan pemuatan adalah forclift.
Pupuk yang sudah dimuat di flat truck akan dibawa menuju pelabuhan untuk
dilakukan proses pemuatan di kapal yang sudah ditentukan. proses pemuatan yang
dilakukan di pelabuhan dengan menggunakan vessel crane yang dibantu dengan
TKBM (Tenaga Kerja Bongkar Muat).
Gambar 2. 6 Gambar Proses Pemuatan Inbag dalam Palka
Sumber: (Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan, 2017)
2.2. Critical to Quality (CTQ)
CTQ merupakan batas, karakteristik dan standar kualitas dari sebuah produk
maupun proses yang harus dijaga oleh perusahaan (Tannady, Pengendalian
Kualitas, 2015). Standar kualitas atas sebuah produk maupun proses bisa berasalkan
dari masukan yang datang dari perusahaan, konsumen/pelanggan, maupun
kombinasi dari keduanya.
2.3. Lean Concept
Lean merupakan proses manufaktur dalam pengurangan pemborosan (waste).
Waste sendiri didefinisikan mengenai apapun dalam proses yang tidak menambah
13
nilai bagi pelanggan sehingga harus diminimalkan. Sistem lean merupakan sistem
yang difokuskan untuk mengoptimalkan proses dalam meningkatkan kualitas
(Foster, 2013). APICS (2011) mendefinisikan lean sebagai suatu filosofi bisnis
yang berlandaskan pada meminimasi penggunaan sumber daya (termasuk waktu)
dalam berbagai aktivitas perusahaan. Lean berfokus pada identifikasi dan eliminasi
aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) dalam
desain, produksi (untuk bidang manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa), dan
supply chain management yang berkaitan langsung dengan pelanggan.
Konsep waste mencakup semua kemungkinan cacat pekerjaan/ kegiatan, tidak
hanya untuk produk yang cacat. Waste dapat di kategorikan dalam tujuh kategori,
diantaranya (Basu, 2009):
1. Overproduction
Memproduksi lebih daripada kebutuhan pelanggan internal dan eksternal, atau
memproduksi lebih cepat atau lebih awal daripada waktu kebutuhan pelanggan
internal dan eksternal.
2. Waiting Time
Keterlambatan yang tampak melalui orang-orang yang menunggu mesin,
peralatan, bahan baku, supplies, perawatan/ pemeliharaan (maintanance), dll;
atau mesin-mesin yang sedang menunggu perawatan, orang-orang, bahan baku,
peralatan, dll
3. Transportation
Memindahkan material atau orang yang dalam jarak yang sangat jauh dari satu
proses ke proses berikut yang dapat mengakibatkan waktu penanganan material
bertambah.
4. Process
Mencakup proses-proses tambahan atau aktivitas kerja yang tidak perlu atau tidak
efisien.
5. Inventories
Pada dasarnya inventories menyembunyikan masalah dan menimbulkan
aktivitas penanganan tambahan yang seharusnya tidak diperlukan. Inventories
juga mengakibatkan extra paperwork, extra space dan extra cost.
14
6. Motion
Setiap pergerakan dari orang atau mesin yang tidak menambah nilai kepada
barang dan jasa yang akan diserahkan kepada pelanggan, tetapi hanya
menambah biaya dan waktu saja.
7. Defect
Kegiatan yang tidak memenuhi kebutuhan pelanggan, penambahan features
yang tidak perlu atau pekerjaan yang dilakukan berulang kali.
2.4. Analytic Hierarchy Process (AHP)
Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu Multi Criteria Decision
Making Method yang berguna sebagai alat dalam analisis pengambilan keputusan.
AHP adalah metode bagaimana mendapatkan suatu skala relatif dari suatu skala
standar dengan menggunakan penilaian dan selanjutnya mengolah skala tersebut
dengan menggunakan operasi aritmatika. Penilaian dilakukan dalam bentuk
perbandingan berpasangan. Pada metode AHP, suatu masalah multi kriteria yang
kompleks diuraikan menjadi suatu hirarki, sehingga penilaian dapat terfokus secara
terpisah pada setiap masalah yang diperlukan untuk menghasilkan suatu keputusan
yang baik. Hirarki terdiri dari sejumlah level yaitu level tujuan sebagai level teratas
dilanjutkan dengan level kriteria, level sub kriteria dan sub sub kriteria serta level
yang terakhir yaitu level alternatif. Penilaian dilakukan dengan mengambil
sepasang elemen dan membandingkan kedua elemen terhadap suatu kriteria tanpa
memperhatikan kriteria atau elemen lain.
2.4.1 Perbandingan Berpasangan
Langkah pertama adalah dengan melakukan perbandingan berpasangan, yaitu
membandingkan dua elemen berdasarkan tingkat kepentingannya. Dengan
menggunakan matriks, hasil dari perbandingan berpasangan ditampilkan dalam
bentuk yang lebih sederhana dan lebih mudah dalam melakukan pengujian. Skala
yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal
important) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan paling tinggi.
Berikut merupakan skala penilaian perbandingan berpasangan: (Zulhadi, Saleh, &
Anggraini, 2017)
15
Tabel 2. 1 Tabel Skala Perbandingan Berpasangan
Intensitas
Kepentingan Definisi Verbal Penjelasan
1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh
yang sama
3 Sedikit lebih penting Penilaian sedikit memihak pada salah
satu elemen dibandingkan pasangannya
5 Lebih penting Penilaian sangat memihak pada salah
satu elemen dibandingkan pasangannya
7 Sangat penting Salah satu elemen sangat berpengaruh
dan dominasinya tampak secara nyata
9 Mutlak lebih penting Bukti bahwa salah satu elemen lebih
penting dari pasangannya sangat jelas
2,4,6,8 Nilai tengah dari penilaian di
atas
Nilai yang diberikan jika terdapat
keraguan diantara dua penilainnya
Kebalikan
Jika perbandingan antara elemen I terhadap j menghasilkan salah satu nilai
diatas maka perbandingan antara elemen j terhadap i akan menghasilkan
nilai kebalikan
Sumber: (Zulhadi, Saleh, & Anggraini, 2017)
Berikut merupukan rumus untuk memperoleh nilai difficulty untuk pemeringkatan
waste:
Difficulty Wait Cargo = wait cargo (expert 1) + wait cargo (expert 1)
+ wait cargo (expert 2) + wait cargo (expert
3) + wait cargo (expert 4) + wait cargo
(expert 5)
(2.1)
Berikut merupakan rumus untuk memperoleh nilai pada weight wait cargo untuk
pemeringkatan waste:
Weight Wait Cargo = intensity + difficulty + loss (2.2)
Berikut merupakan rumus untuk memperoleh nilai total weigh waiting time untuk
pemeringkatan waste:
Total weigh waiting time = weight wait cargo + weight wait
stevedore + weight wait flat truck (2.2)
2.5. Failure Mode Effect Analysis (FMEA)
Definisi FMEA adalah teknik perencanaan kualitas yang sistematis dan analitik
pada tahap produk, desain, proses dan layanan menilai apa yang berpotensi salah
dan dengan demikian membantu diagnosis yang salah. Tujuannya adalah untuk
mengklasifikasikan semua kegagalan yang mungkin terjadi sesuai dengan efeknya
yang diukur dalam hal tingkat keparahan, kejadian dan deteksi dan kemudian
menemukan solusi untuk menghilangkan dan meminimalkan kegitan tersebut.
(Basu, 2009)
16
1. Severity, rating yang mengacu pada besarnya dampak serius dari suatu potensial
failure mode.
2. Occurrence, yakni rating yang mengacu pada berapa banyak frekuensi potensial
failure terjadi.
3. Detection, yakni mengacu pada kemungkinan metode deteksi yang sekarang
dapat mendeteksi.
Langkah-langkah dasar FMEA melibatkan proses 12 langkah yaitu sebagai berikut :
1. Bentuk tim dan diagram alir rincian yang relevan dari produk, proses atau
layanan yang dipilih untuk analisis
2. Tetapkan setiap komponen sistem sebagai pengidentikasian unik
3. Sebutkan semua fungsi yang dilakukan masing-masing komponen sistem
4. Identifikasi mode kegagalan potensial untuk setiap fungsi yang tercantum dalam
langkah 3. Mode kegagalan adalah pernyataan singkat tentang bagaimana suatu
fungsi dapat gagal dilakukan.
5. Langkah selanjutnya menjelaskan efek dari masing-masing mode kegagalan,
terutama efek dari masing-masing mode kegagalan, terutama efek yang diraskan
oleh pengguna
6. Penyebab masing-masing mode kegagalan kemudian diperiksa dan dirangkum
7. Kontrol saat ini untuk mendeteksi mode kegagalan potensial diidentifikasi dan
dinilai
8. Menentukan tingkat keparahan potensi bahaya kegagalan terhadap personil atau
sistem dalam skala 1 hingga 10
9. Perkirakan kemungkinan relatif terjadinya setiap kegagalan, mulai dari sangat
tidak mungkin (1) hingga yang paling mungkin (10).
10. Perkirakan kemudahan yang dapat didetteksi kegagalannya. Skala 1 hingga 10.
11. Tentukan angka prioritas risiko (RPN) untuk setiap kegagalan, yang merupakan
produk dari jumlah yang diperkirakan pada langkah 7,8 dan 9.
12. Rekomendasi dan tindakan korektif yang telah dilakukan untuk menghilangkan
atau mengurangi kegagalan dipantau untuk perbaikan berkelanjutan
2.5.1. Menentukan Nilai Risk Priority Number (RPN)
Secara matematis RPN merupakan keseriusan effects (Severity),
kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan
17
dengan effects (Occurrence), dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan
sebelum terjadi (Detection). Nilai RPN didapatkan dari perkalian antara nilai
Severity, Occurance dan Detection.
Hasil dari perkalian ini digunakan untuk mengidentifikasi waste yang serius,
untuk mengetahu kegiatan yang memiliki nilai ke kritisan paling tinggi yang
didapatkan dari hasil brainstorming dengan pihak yang terkait. Diantaranya staf
candal pelabuhan, staf gudang inbag, staf pengawas bongkar muat. Dengan tujuan
untuk memberikan penilaian terhadap dampak yang ditimbulkan karena adanya
waste yang teridentifikasi. Frekuensi terjadinya waste dan kemampuan pengawas
untuk mendeteksi terjadinya waste tersebut.
Berikut adalah tabel penilaian Severity, Occurance dan Detection.
Tabel 2. 2 Tabel Evaluasi Penilaian Severity
No Karakteristik Keterangan Nilai
1 None Dampak tidak terlihat/ tidak terjadi dampak 1
2 Very Minor - Hanya pelanggan yang jeli yang mengetahui cacat pada produk,
- Dilakukan proses pengerjaan ulang/ rework atas sebagian kecil
produk,
- Ada gangguan kecil pada produksi
2
3 Minor - Sebagian pelanggan menyadari menyadari adanya cacat produk,
- Dilakukan rework atas sebagian kecil produk,
- Ada gangguan kecil pada produksi
3
4 Very Low - Pelanggan secara umum menyadari adanya cacat pada produk,
- Dilakukan rework atas sebagian produk namum tidak perlu
dibongkar,
- Ada gangguan kecil pada produksi
4
5 Low - dilakukan rework atas sebagian besar produk namun tidak perlu
dibongkar
- ada gangguan sedang pada produksi
5
6 Moderate - dilakukan rework atas seluruh produk6 namun tidak perlu
dibongkar,
- ada gangguan sedang pada produksi
6
7 High - dilakukan rework atas seluruh produk dan sebagian kecil harus
dibongkar,
- ada gangguan besar pada produksi
7
8 Very High - dilakukan rework atas seluruh produk dan sebagian harus
dibongkar
- ada gangguan besar pada produksi
8
9 Hazardaous
With Warning
- dilakukan rework atas seluruh produk dan sebagian besar harus
dibongkar,
- produksi terhenti dan membahayakan pekerja/disertai dengan
tanda peringatan
9
10 Hazardous
Without
Warning
- dilakukan rework atas seluruh produk dan seluruhnya harus
dibongkar,
- produksi terhenti dan membahayakan pekerja, tidak disertai
dengan tanda peringatan
10
Sumber: (Tannady, Pengendalian Kualitas, 2015)
18
Berikut adalah tabel indikator penilaian Occurance untuk menilai frekuensi
terjadinya suatu kegagalan dalam proses, dimana dapat dinilai dari angka 1-10.
Angka tersebut nantinya akan digunakan untuk menentukan nilai Risk Priority
Number (RPN):
Tabel 2. 3 Tabel Evaluasi Penilaian Occurance
No Karakteristik Keterangan Nilai
1 Very Low
Ditemukan kurang dari 10 produk cacat/10 cacat pada produk
dalam 1.000.000 produksi/ 1.000.000 kemungkinan cacat pada
produk
Atau 1:100.000
1
2
Low
Ditemukan 100 produk cacat/ 100 cacat pada produk dalam
1.000.000 produksi/1.000.000 kemungkinan cacat pada produk
Atau 1:10.000
2
3
Ditemukan 500 produk cacat/500 cacat pada produk dalam
1.000.000 produksi/1.000.000 kemungkinan cacat pada produk
Atau 1:2.000
3
4
Moderate
Ditemukan 1.000 oroduk cacat/1.000 cacat pada produk dalam
1.000.000 kemungkinan cacat produk
Atau 1:1000
4
5
Ditemukan 3.000 produk cacat/3.000 cacat pada produk dalam
1.000.000 kemungkinan cacat pada produk
Atau 3:1000
5
6
Ditemukan 5.000 produk cacat/5.000 cacat pada produk dalam
1.000.000 produksi/1.000.000 kemungkinan cacat pada produk
Atau 1:200
6
7 High
Ditemukan 10.000 produk cacat/ 10.000 cacat pada produk dalam
1.000.000 produksi/1.000.000 kemungkinan cacat pada produk
Atau 1:100
7
8 High
Ditemukan 30.000 produk cacat/30.000 cacat pada produk dalam
1.000.000 produksi/1.000.000 kemungkinan cacat pada produk
Atau 3:100
8
9
Very High
Ditemukan 50.000 produk cacat/50.000 cacat pada produk dalam
1.000.000 produksi/1.000.000 kemungkinan cacat pada produk
Atau 1:200
9
10
Ditemukan lebih dari 100.000 produk cacat/100.000 cacat pada
produk dalam 1.000.000 produksi/1.000.000 kemungkinan cacat
pada produk
Atau 1:100
10
Sumber: (Tannady, Pengendalian Kualitas, 2015)
Berikut adalah tabel indikator penilaian Detection untuk menilai apakah suatu
kegagalan dalam proses tersebut dapat dideteksi, dimana hal tersebut dapat dinilai
dari angka 1-10. Angka tersebut nantinya akan digunakan untuk menentukan nilai
Risk Priority Number (RPN).
19
Tabel 2. 4 Tabel Evaluasi Penilaian Detection
No Karakteristik Keterangan Nilai 1 Very High 100% alat kontrol mampu mendeteksi kegagalan dan berfungsi
baik 1
2 High
85-90% alat kontrol mampu mendeteksi kegagalan dan
berfungsi baik 2
3 80-85% alat kontrol mampu mendeteksi kegagalan dan
berfungsi baik 3
4 Moderately
High 70-80% alat kontrol mampu mendeteksi kegagalan dan
sebagian besar berfungsi dengan baik 4
5 Moderate
65-70% alat kontrol mampu mendeteksi kegagalan dan
sebagian berfungsi dengan baik
5
6 Moderate 50-65% alat kontrol mampu mendeteksi kegagalan dan
sebagian berfungsi dengan baik
6
7 Low 30-50% alat kontrol mampu mendeteksi kegagalan dan
sebagian kecil berfungsi baik
7
8 Very Low 20-30% alat kontrol mampu mendeteksi kegagalan dan
sebagian kecil berfungsi baik
8
9 Almost
Impossible
0-20% alat kontrol mampu mendeteksi kegagalan dan hampir
tidak ada yang berfungsi baik
9
10 Impossible Tidak ada alat yang mampu mendeteksi kegagalan 10
Sumber: (Tannady, Pengendalian Kualitas, 2015)
Berikut merupakan perhitungan nilai RPN dalam persen (%):
RPN (%) = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑅𝑃𝑁
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑅𝑃𝑁× 100% (2.4)
2.6. Diagram Pareto
Diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah
berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi
ditunjukkan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi
paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan
oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan.
(Dr. Vincent Gaspersz, 2001)
Pada dasarnya diagram Pareto dapat dipergunakan sebagai alat interpretasi untuk:
Menentukan freskuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau
penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui membuat
ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah
itu dalam bentuk yang signifikan.
20
2.7. Root Cause Analysis (RCA)
Dalam menganalisa masalah, cara untuk menemukan alasannya merupakan hal
yang penting. Menemukan faktor-faktor yang memiliki kontribusi terhadap
masalah yang terjadi harus dijadikan perhatian yang serius. Hal ini dapat membantu
perusahaan untuk membuat solusi perbaikan, sehingga kemungkinan masalah yang
terjadi dapat dicegah.
Root Cause Analysis (RCA) adalah proses yang dibangun dengan tujuan untuk
menyelidiki dan mengelompokkan akar penyebab kegiatan dengan melihat dari
dapak keselamatan, kesehatan, lingkungan, kualitas, keandalan dan produksi.
Kegiatan yang disebutkan di atas adalah peristiwa yang mungkin menghasilkan
beberapa masalah dengan konsekuensi bagi perusahaan. RCA akan
mengidentifikasi tidak hanya apa dan bagaimana suatu peristiwa kegagalan terjadi,
tetapi yang paling penting adalah mengapa itu terjadi. (Suryanata, 2015)
2.7.1. Diagram Fishbone
Diagram sebab-akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan
antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistical, diagram
sebab akibat dipergunakan untuk menunjukkan factor-faktor penyebab (sebab) dan
karakteristik (akibat) yang disebabkan oleh factor-faktor penyebab itu. Diagram
sebab-akibat ini sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram)
karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau diagram Ishikawa (Ishikawa’s
Diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari
Universitas Tokyo pada tahun 1943. (Dr. Vincent Gaspersz, 2001)
Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-
kebutuhan berikut:
Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.
Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
Langkah-langkah dalam pembuatan diagram sebab-akibat dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1. Mulai dengan pernyataan masalah-masalah utama yang penting dan mendesak
untuk diselesaikan.
21
2. Tuliskan pertanyaan masalah itu pada kepala ikan, yang merupakan akibat
(effect). Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas (kepala ikan), kemudian
gambarkan tulang belakang dari kiri ke kanan dan tempatkan pernyataan
masalah itu dalam kotak.
3. Tuliskan factor-faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang mempengaruhi
maslah kualitas sebagai tulang besar, juga ditempatkan dalam kotak. Factor-
faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat dikembangkan melalui :
stratifikasi ke dalam pengelompokan dari factor-faktor;manusia, mesin,
peralatan, material, metode kerja, lingkungan kerja, pengukuran, dll, atau
stratifikasi melalui langkah-langkah aktual dalam proses. Faktor-faktor
penyebab atau kategori-kategori dapat dikembangkan melalui brainstorming.
4. Tuliskan penyebab-penyebab sekunderyang mempengaruhi penyebab-penyebab
utama (tulang-tulang besar), serta penyebab-penyebab sekunder itu dinyatakan
sebagai tulang-tulang berukuran sedang.
5. Tuliskan penyebab-peyebab tersier yang mempengaruhi penyebab-penyebab
sekunder (tulang-tulang berukuran sedang), serta penyebab tersier itu dinyatakan
sebagai tulang-tulang berukuran kecil.
6. Tentukan item-item yang penting dari sekitar factor dan tandailah factor-faktor
penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap
karakteristik kualitas.
7. Catatlah informasi yang perlu di dalam diagram sebab-akibat itu, seperti: judul,
nama produk, proses, kelompok, daftar partisipan, tanggal, dll.
2.7.2. Brainstorming
Brainstorming membantu membangkitkan ide-ide alternative dan persepsi
dalam suatu tim kerja sama (teamwork) yang bersifat terbuka dan bebas (tidak
malu-malu). Brainstorming dapat digunakan berkaitan dengan hal-hal berikut:
Menentukan penyebab yang mungkin dari masalah-masalah dalam proses
dan/atau solusi terhadap maslah-maslaah itu,
Memutuskan masalah apa (atau kesempatan peningkatan apa) yang perlu
diselesaikan
22
Anggota tim merasa bebas untuk berbicara dan menyumbangkan ide-ide
kreatif mereka.
Menginginkan untuk menjaring sejumlah besar persepsi alternatif.
Kreatifitas merupakan karakteristik outcome yang diinginkan.
Fasilitator dapat secara efektif mengelola tim kerja sama itu.
2.8. Menentukan Strategi Kompetitif Perusahaan
Penentuan strategi perusahaan merupakan salah satu hal yang penting
dilakukan oleh perusahaan agar tetap kompetitif seiring dengan perubahan
lingkungan dan teknologi. Pengertian strategi sendiri adalah rencana tindakan yang
menerangkan tentang alokasi sumber daya serta bebagai aktivitas untuk
menghadapi lingkungan, memperoleh keunggulan bersaing, dan mencapai tujuan
perusahaan. Keunggulan bersaing (competitive advantage) adalah hal yang
membedakan suatu perusahaan dari perusahaan lain dan memberi ciri khas bagi
perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pasar konsumen. (Nisak, 2017)
2.8.1. Analisis SWOT
Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh
kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus
dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan
Internal Strenghts dan Weakness serta lingkungan eksternal Oppurtunities dan
Threats yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor
eksternal peluang (oppurtunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal
kekuatan (strenghts) dan kelemahan (weakness). (Rangkuti, 2002)
23
Gambar 2. 7 Gambar Analisa SWOT
Sumber: (Rangkuti, 2002)
Kuadran 1: ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan perusahaan tersebut
memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada.
Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan
pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy).
Kuadran 2: meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih
memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah
menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara
strategi diversifikasi (produk/ pasar).
Kuadran 3: perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain
pihak, ia menghadapi beberapa kendala/ kelemahan internal. Kondisi bisnis
padakuadran 3 ini mirip dengan Question Mark pada BCG matrik. Fokus strategi
perusahaan ini adalah adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan
sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
Kuadran 4: ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan
tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
BEBRBAGAI PELUANG
KELEMAHAN
INTERNAL
KEKUATAN
INTERNAL
BERBAGAI ANCAMAN
3. Mendukung
strategi turn-
around
1. Mendukung
strategi agresif
2. mendukung
strategi
diversifikasi
4. mendukung
strategi defensif
24
2.8.2. Matrik Strategi Eksternal (EFAS)
Sebelum membuat matrik faktor startegi eksternal, kita perlu mengetahui
terlebih dahulu faktor strategi eksternal (EFAS). Berikut ini adalah cara-cara
penentuan Faktor Strategi Eksternal (EFAS): (Rangkuti, 2002)
a. Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman)
b. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat
penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut
kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis.
c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan
memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor)
berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang
bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif
(peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil,
diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya.
Misalnya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4.
d. Kalikan bobot kolom 2 dengan rating pada kolom 3,untuk memperoleh faktor
pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0
(outstandings) sampai dengan 1,0 (poor)
e. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-
faktor tertentu dipilih dari bagaimanamskor pembobotannya dihitung.
f. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh total skor
pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan
bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis
eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan
ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama. Tabel 2.4
adalah Tabel Skoring matrik EFAS:
Tabel 2. 5 Tabel Skoring Matrik EFAS
Faktor-Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating
Skoring
(Bobot x
Rating)
Komentar
Peluang:
Integrasi ekonomi komunitas Eropa 0,20 4 0,80 Akuisisi Hoover
Demografi yang mendukung
peralatan berkualitas 0,10 5 0,50 Kualitas Maytag
Perkembangan ekonomi di Asia 0,05 1 0.05 Kehadiran yang lambat dari
Maytag
25
Tabel 2. 5 Tabel Skoring Matrik EFAS
Faktor-Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating
Skoring
(Bobot x
Rating)
Komentar
Terbukanya Eropa Timur 0,05 2 0,10 Akan memakan waktu
Kecenderungan superstores 0,10 2 0.20 Maytag lemah dalam
saluran ini
Ancaman:
PP yang semakin ketat dan banyak 0,10 4 0,40 Terposisi dengan baik
Persaingan ketat di AS 0,10 4 0,40 Terposisi dengan baik
Whirpool dan Electrolux kuat secara
global 0,15 3 0,45
Hoover lemah secara
global
Kemajuan produk baru 0,05 1 0,05 Masih dipertanyakan
Perusahaaan peralatan Jepang 0,10 2 0,20 Hanya produk Asia yang
hadir di Australia
Total 1,00 3,15
Sumber: (Rangkuti, 2002)
2.8.3. Matrik Staretegi Internal (IFAS)
Setelah faktor-faktor strategis internal suatu perusahaan diidentifikasi suatu
tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk
merumuskan faktor-faktor strategis internal tersebut dalam kerangka Strength and
Weakness perusahaan. Tahapnya adalah: (Rangkuti, 2002)
a. Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan
dalam kolom 1
b. Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (sangat
penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Berdasarkanpengaruh faktor-
faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. (semua bobot tersebut
jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00)
c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan
memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor)
berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang
bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk
kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik)
dengan membandingkannya dengan rata-rata industri atau dengan pesaing
utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif, kebalikannya. Contohnya,
jika kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan dengan rata-rata industri,
nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan di bawah rata-rata
industri, nilainya adalah 4. Tabel 2.5 adalah Tabel pembobotan Matrik IFAS:
26
Tabel 2. 6 Tabel Skoring Matrik IFAS
Faktor-Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating
Skoring
(Bobot x
Rating)
Komentar
Kelebihan:
Budaya Maytag 0,15 3 0,75 Kualitas = kunci sukses
Manajemen puncak berpengalaman 0,05 4 0,20 Mengerti perlengkapan
Integrasi Vertikal 0,10 4 0.40 Pabrik berdedikasi
Hubungan karyawan 0,05 3 0,15 Baik, tapi mulai memburuk
Orientasi internasional dari Hoover 0,15 3 0.45 Nama “Hoover” pada
produk pembersih
Kelemahan:
R&D yang berorientasi pada proses 0,05 2 0,10 Lambatnya produk baru
Saluran Distribusi 0,05 2 0,10 Superstores menggantikan
dealer kecil
Posisi Finansial 0,15 2 0,30 Tingginya hutang
Posisi secara global 0,20 2 0,40 Hoover lemah di luar UK
& Australia
Fasilitas pemanufakturan 0,05 4 0,20 Sedang berinvestasi
Total 1,00 3,05
Sumber: (Tannady, Pengendalian Kualitas, 2015)
2.8.4. Matrik SWOT
Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah
matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang
dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan
kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini dapat menghasilkan empat
set kemungkinan alternatif strategis. (Rangkuti, 2002)
Tabel 2. 7 Tabel Matrik SWOT
Strenght (S)
Tentukan 5-10 Faktor eksternal
Weakness (W)
Tentukan 5-10 Faktor ancaman
eksternal
Opportunities (O)
Tentukan 5-10 Faktor
peluang eksternal
Strategi SO
Ciptakan strategi yang menggunakan
kekuatan untuk memanfaatkan
peluang
Strategi WO
Ciptakan strategi yang meminimalkan
kelemahan untuk memanfaatkan
peluang
Threats (T)
Tentukan 5-10 Faktor
ancaman eksternal
Strategi ST
Ciptakan strategi yang menggunakan
kekuatan untuk mengatasi ancaman
Strategi WT
Ciptakan strategi yang meminimalkan
kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber: (Tannady, Pengendalian Kualitas, 2015)
a. Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang
sebesar-besarnya.
EFAS
IFAS
27
b. Strategi ST
Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan
untuk mengatasi ancaman.
c. Strategi WO
Strategi ini ditetapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada.
d. Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensil dan berusaha
meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
2.9. Penelitian Terdahulu
Tabel 2. 8 Tabel Penelitian Terdahulu
No Nama dan
Tahun
Rumusan Masalah
dan Tujuan Metode Hasil Penelitian
1. Pengembangan
FMEA
Menggunakan
Konsep Lean,
Root Cause
Analysis Dan
Diagram Pareto
(Sari, Supriyanto,
& Suef, 2008)
Bagaimana menganalisa
proses produksi SWTP
untuk mengetahui
penyebab terjadinya
waste
Tujuan: Menganalisa
proses produksi SWTP
untuk mengetahui
penyebab terjadinya
waste
FMEA dengan
perhitungan
nilai RPN dari
Waste Defect
dan
Menganalisa
Akar Penyebab
Masalah
Menggunakan
RCA
Pengembangan model
FMEA dengan
pendekatan Lean
digunakan untuk menilai
dan menghilangkan
waste yang terjadi
dalam proses produksi
agar berjalan lebih
efektif dan efisien, dan
didapatkan rekomendasi
perbaikan melalui tabel
FMEA berdsarkan nilai
RPN tertinggi dari waste
yang teridentifikasi
2. Improvement Of
Diswil 2 Phonska
In-Bag Loading
Process Using
Six Sigma Dmaic
And Simulation
Modeling To
Reduce Loading
Duration In Pt
Petrokimia
Gresik’s Port
(Suryanata, 2015)
Bagaimana
mengidentifikasi kinerja
dari waste yang
berdampak pada
pencapaian tingkat
pemuatan pupuk dari
kapal
Tujuan:mengidentifikasi
kinerja dari waste yang
berdampak pada
pencapaian tingkat
pemuatan pupuk dari
kapal
Menggunakan
DMAIC untuk
mengidentifikasi
waste dengan
menggunakan
analisis FMEA
dan 5 whys dan
simulasi
perbaikan
Proses pemuatan di
pelabuhan di dominasi
oleh menunggu gudang,
dan truk menunggu di
pelabuhan sebelum
dilayani. Dan dari
analisis tersebut terlihat
bahwa gudang tidak
menerapkan proporsi
stok pupuk untuk setiap
diswil
28
Tabel 2. 8 Tabel Penelitian Terdahulu
No Nama dan
Tahun
Rumusan Masalah
dan Tujuan
Metode Hasil Penelitian
3. Desain Penerapan
Lean Supply
Chain
Management
Pada Proses
Loading Pupuk
In Bag Pada PT.
Petrokimia
Gresik (Wibowo
& Handayani,
2017)
Bagaimana
mengidentifikasi dan
menganalisa jenis
pemborosan yang
terjadi selama proses
pemuatan pupuk in bag
Tujuan:
mengidentifikasi dan
menganalisa jenis
pemborosan yang
terjadi selama proses
pemuatan pupuk in bag
Value Stream
Mapping
dengan
menggunakan
teknik 5 whys
dan Fishbone
Diagram
sebagai
pemecahan
masalahnya
Pemborosan yang paling
berpengaruh adalah
waiting time.diantaranya
adalah faktor Methods
seperti tidak adanya
pengalokasian dan
penjadwalan baik dari
segi material maupun
dari segi transportasi,
faktor Material yaitu
kondisi pupuk yang
sering mengalami out of
stock, faktor Man yaitu
seringnya terjadi kondisi
buruh yang tidak
available maupun buruh
yang kurang bekerja
secara cekatan, dan
faktor Equipment seperti
masih banyaknya crane
yang kondisinya kurang
layak pakai.
4. Analisis Strategi
Pengelolaan
Pelabuhan
Perikanan Pantai
Sungai Rengas
Kabupaten Kubu
Raya-Kalimantan
Barat
(Almutahar,
Sutjipto, &
Sukandar, 2013)
Bagaimana strategi
yang dilakukan oleh
PPP Sungai Rengas
agar dapat menjadi
pelabuhan perikanan
yang dapat memberikan
layanan optimal kepada
masyarakat
Tujuan: mengetahui
strategi yang dilakukan
oleh PPP Sungai
Rengas agar dapat
menjadi pelabuhan
perikanan yang dapat
memberikan layanan
optimal kepada
masyarakat
Metode yang
digunakan
adalah analisa
SWOT dan
analisa
kuantitatif yang
menggunakan
prinsip Intuitive
Judgement
dengan
menggunakan
Quantitative
Strategic
Planning Matrix
(QSPM )
Hasil yang diperoleh
dari matrik grand
strategi menunjukan
posisi perusahaan pada
kuadaran 1 dan
perusahaan disarankan
menggunakan strategi
pertumbuhan agresif
(Growth Oriented
Strategy).
29
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Diagram Alir Penelitian
Dalam pelaksanaan penilitian terdapat alur yang digunakan sebagai proses
untuk mencapai tujuan dari penelitian. Seperti tampak pada gambar dibawah ini:
Gambar 3. 1 Flowchart Penelitian
30
3.2. Tahapan Penelitian
Berikut adalah penjelasan dari tahapan penelitian yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan dari penelitian ini:
1. Mulai
Pada tahapan awal ini dilakukan dengan melakukan On Job Training di PT.
Petrokimia Gresik, Departemen Pengelolaan Pelabuhan. Observasi awal ini
dilakukan untuk memperoleh gambaran jelas mengenai permasalahan yang
terjadi pada perusahaan.
2. Rumusan Masalah
Setelah masalah teridentifikasi, maka dilanjutkan tahap perumusan
masalah. Dalam penelitian ini peneliti berfokus kepada faktor yang
mempengaruhi rendahnya loading rate in bag di TUKS PT. Petrokimia Gresik
dengan menggunakan metode FMEA untuk mengetahui penyebab kegagalan
potensial mana yang apling berpengaruh dan RCA untuk mencari akar
permasalahan dan solusi perbaikan dimana tools yang digunakan adalah
fishbone diagram. Hal ini dilakukan karena jika dibandingkan dengan komoditi
lain biaya proses pemuatan in bag merupakan biaya terbesar.
3. Menentukan Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, penulis mendefinisikan tujuan dan
manfaat penulisan baik untuk perusahaan, kalangan akademis, penelitian
berikutnya maupun bagi penulis sendiri.
4. Pengumpulan Data
Pada tahap pengumpulan data terdapat dua tahapan data yang akan diambil
yaitu, data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan dalam
penelitian ini didapatkan dari hasil observasi lapangan yang dilakukan,
sedangkan data sekunder yang diperoleh untuk penelitian ini didapatkan
dari data yang sudah ada baik di jurnal maupun data yang dimiliki
perusahaan.
5. Data Primer
a. Pengamatan langsung di area objek penelitan yaitu dengan mengamati
proses kegiatan pemuatan inbag baik di pelabuhan maupun di gudang
dengan menghitung data cycle time per satu angkutan flat truck
31
b. Mengumpulkan informasi melalui wawancara langsung dengan expert
judgment mengenai permasalahan yang terkait dengan objek penelitian.
c. Melakukan wawancara dengan expert untuk menganalisa waste yang
harus diselesaikan, menentukan indikator sebagai rujukan untuk
membuat kuisioner untuk Analisa SWOT
d. Melakukan penyebaran kuisioner terkait dengan pengidentifikasian
waste yang terjadi selama proses pemuatan berlangsung
e. Melakukan brainstorming dengan pihak yang terkait dengan pemuatan
inbag sebagai langkah untuk membuat diagram fishbone
f. Melakukan penyebaran kuisioner terkait dengan penentuan SOD untuk
membuat tabel FMEA
g. Melakukan penyebaan kuisioner terkait dengan pembobotan Matrik
EFAS dan IFAS
6. Data Sekunder
a. Data CTQ (Critical to Quality) merupakan standar yang dimiliki
perusahaan untuk membantu menentukan kegiatan pada proses
pemuatan yang tidak sesuai dengan standar.
b. Jurnal dan penelitian terdahulu sebagai sumber referensi penulis dalam
melakukan penelitian ini.
7. Mengidentifikasikan Kegiatan Pemuatan
Mengidentifikasikan kegiatan pemuatan berdasarkan ketentuan dari
perusahaan. Hasil dari pengidentifikasian ini adalah Critical to Quality (CTQ).
8. Mengidentifikasi Waste berdasarkan konsep 7 Waste menggunakan skala
perbandingan berpasangan
Mengidentifikasikan CTQ berdasarkan konsep 7 waste dan melakukan
pemeringkatan waste yang didapat dari hasil brainstorming dengan expert
review menggunakan skala pemeringkatan. Pemborosan paling besar ditinjau
dari intensitas terjadinya (intensity), kesulitan dihilangkan (difficulty), dan
banyaknya kerugian yang ditimbulkan (loss) yang diperoleh dari hasil
pembobotan nilai dan pemeringkatan sehingga diketahui jenis pemborosan
yang paling berpengaruh dan memiliki tingkat urgensi tinggi untuk
diselesaikan terlebih dahulu. Kuisioner akan diberikan kepada pihak yang
32
memiliki keterkaitan langsung dengan pemuatan, yaitu kabag administrasi
pelabuhan selaku penanggungjawab seluruh kegiatan operasional di
pelabuhan, kasi pengawas bongkar muat selaku penanggungjawab kegiatan
operasional bongkar muat, staf perencanaan dan pengendalian pelabuhan satu
orang dan staf administrasi pelabuhan sebanyak 2 orang. Kuisioner yang
disebar menggunakan skala perbandingan berpasangan yang nantinya akan
diolah dengan menggunakan Expert Choice 11.
Kuisioner yang akan disebarkan menggunakan skala perbandingan
berpasangan dengan skala 1-9 pada setiap pembanding. Berikut adalah desain
kuisioner 7 waste yang akan dibuat:
Tabel 3. 1 Tabel Desain Kuisioner 7 Waste
Jenis
Waste Bobot Tingkat Kepentingan Berpasangan Jenis Waste
Hatch
switch 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Internal
Breakdown
Hatch
switch 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
External
Breakdown
Sumber: (Pengolahan Data, 2019)
9. Menganalisa Waste menggunakan Diagram Fishbone
Menganalisa waste menggunakan Diagram Fishbone dengan tujuan untuk
mengetahui sebab dan akibat terjadinya kegiatan yang teridentfikasi waste.
Hasil dari analisa waste adalah kegiatan waste yang paling tinggi pengaruhnya,
dimana jenis waste yang memiliki nilai pembobotan tertinggi akan dijadikan
topik utama untuk diselesaikan, yaitu sebagai kepala ikan dalam diagram
fishbone. Faktor-faktor yang dijadikan acuan untuk menganalisa waste adalah
Man (orang), Machine (mesin), Material (bahan), Methods (metode),
Measurement (pengukuran) Environment (lingkungan).
Hasil dari diagram fishbone didapatkan dari wawancara dengan pihak yang
terkait dengan pemuatan inbag di PT. Petrokimia Gresik. Berikut merupakan
kriteria dari pihak yang terkait:
a. Memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai pemuatan inbag di
pelabuhan PT. Petrokimia Gresik
b. Memiliki pemahaman mengenai proses pemuatan inbag dari gudang hingga
muat di pelabuhan
33
Kuisioner disebarkan kepada 5 Expert yang terkait dengan pemuatan inbag,
yang terdiri dari:
Tabel 3. 2 Daftar Expert untuk Wawancara Nama Jabatan
M. Zainul Arifin Kepala Seksi Pengawas Bongkar Muat
Rizki Dwi Kusumawardana Pelaksana Bongkar Muat
Harfiki Arfian Pelaksana Bongkar Muat
Suryatno Petugas Gudang (PT. Sarana Lintas Segara)
Suhadi Chief Forman (PT. Artha Labora)
Sumber: (PT. Petrokimia Gresik)
10. Membuat Tabel FMEA
Pembuatan tabel FMEA berasal dari hasil diagram fishbone yang digunakan
sebagai acuan untuk membuat tabel FMEA yang didalamnya terdapat nilai
RPN. Hasil dari duri ikan diagram fishbone digunakan untuk menentukan nilai
SOD dari kegiatan yang termasuk dalam mode kegagalan potensial, dimana
nilai dari RPN tersebut didapatkan dari hasil perkalian Severity, Occurance,
Detection yang didapatan dari penyebaran kuisioner dengan pihak yang terkait
Dari tabel FMEA dapat dibuat diagram pareto risk priority number dari setiap
waste dan mengambil 80% dari jumlah waste yang teridentifikasi untuk melihat
urgensi dari penyebab waste yang teridentifikasi untuk diselesaikan terlebih
dahulu.
Hasil dari nilai SOD didapatkan dari penyebaran kuisioner kepada pihak yang
terkait dengan pemuatan inbag di PT. Petrokimia Gresik, berikut merupakan
kriteria dari pihak terkait yang akan dijadikan responden untuk pengisian
kuisioner:
a. Memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai pemuatan inbag di
pelabuhan PT. Petrokimia Gresik
b. Memiliki pemahaman mengenai proses pemuatan inbag dari gudang hingga
ke muat di pelabuhan
c. Memiliki sikap netral dalam pengisian kuisioner
Wawancara dilakukan kepada 7 expert yang terkait dengan pemuatan inbag,
berikut merupakan daftar expert yang terkait penilaian SOD untuk membuat
tabel FMEA:
34
Tabel 3. 3 Daftar Expert untuk Pengisian Kuisioner FMEA
Nama Jabatan
Bambang Sumartono Kepala Bagian Administrasi Pelabuhan
M. Zainul Arifin Kepala Seksi Pengawas Bongkar Muat
Ainul Kholis Kepala Regu Pengawas Bongkar Muat
Erwan Sigit Staf Muda Administrasi Pelabuhan
Isnyoto WM Staf Muda Administrasi Pelabuhan
Rizki Dwi Kusumawardana Pelaksana Bongkar Muat
Harfiki Arfian Pelaksana Bongkar Muat
Sumber: (PT. Petrokimia Gresik)
11. Usulan Perbaikan
Usulan perbaikan yang akan direkomendasikan ke perusahaan didapatkan
dari hasil 80% diagram pareto pada tabel FMEA. Untuk menentukan
rekomendasi usulan perbaikan yang sesuai dengan masalah yang terjadi adalah
dengan dilakukannya brainstorming dengan pihak perusahaan. Dari 80% hasil
diagram pareto hanya akan diambil satu nilai yang tertinggi yang kemungkinan
besar dapat diterapkan oleh perusahaan.
12. Menentukan Strategi Kompetitif perusahaan dari solusi perbaikan yang
diusulkan menggunakan analisis SWOT
Menentukan strategi kompetitif perusahaan berdasarkan usulan perbaikan
yang diambil dari nilai RPN tertinggi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
apakah usulan tersebut merupakan strategi yang kompetitif untuk membuat
perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain. Menentukannya
menggunakan analisis SWOT dengan tahap analisis sebagai berikut:
a. Membuat Matrik EFAS dan IFAS
Membuat matrik EFAS dan IFAS yang bertujuan untuk mengetahui variabel
yang lebih berpengaruh antara faktor eksternal: Threats dan Oppurtunity, dan
faktor internal: Strength dan Weakness. Pembuatan kuisioner dilakukan
sebagai salah satu tahapan membuat Matrik EFAS dan IFAS. Kuisioner dibuat
berdasarkan hasil dari nilai RPN tertinggi dari solusi perbaikan yang telah
diberikan. Selanjutnya adalah menyebarkan kuisioner untuk mendapatkan nilai
dari hasil pembobotan yang didapatkan dari Expert yang terkait dengan
pemuatan inbag, dimana keluaran yang dihasilkan adalah matrik EFAS dan
IFAS. Didalamnya terdapat bobot, rating dan skor untuk menentukan strategi
apa yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi perusahaan saat ini. Berikut
kriteria expert yang akan mengisi kuisioner:
35
Tabel 3. 4 Tabel Kriteria Expert untuk Pengisian Kuisioner SWOT
No Kriteria Lokasi Expert
1. Mengerti dan memahami
mengenai kegiatan pemuatan
inbag
Pelabuhan PT.
Petrokimia Gresik
2. Bekerja minimal 5 tahun di PT.
Petrokimia terutama pada bagian
pelabuhan atau memiliki
pengalaman yang cukup
mengenai pemuatan inbag
3. Cakap dan paham mengenai
vendor-vendor yang terkait
dengan pemuatan inbag
Sumber: (PT. Petrokimia Gresik, 2019)
b. Matrik SWOT
Setelah melakukan penyebaran kuisioner, masing-masing strategi dibuat
berdasarkan indikator-indikator yang ada. Kelemahan maupun ancaman tidak
hanya bertindak sebagai faktor penghambat, namun juga sebagai faktor
pendukung. Dengan adanya pemanfaatan kekuatan dan peluang yang nantinya
dapat dioptimalkan. Hasil dari matrik SWOT ini adalah perumusan strategi
yang dapat dilakukan perusahaan agar tetap menjadi perusahaan yang
kompetitif.
13. Kesimpulan dan Saran
Tahap ini merupakan tahap terakhir untuk menarik beberapa kesimpulan
terhadap analisa dan pengolahan data yang telah dilakukan serta telah
menjawab dari perumusan masalah. Saran ditujukan kepada peneliti selanjutnya
agar penelitian lebih baik dari penelitian sebelumnya dikarenakan keterbatasan
waktu peneliti untuk lebih dalam meneliti semua aspek yang terkait
permasalahan yang diangkat serta sebagai pedoman untuk perbaikan
perusahaan kedepannya.
36
3.3 Jadwal Kegiatan Tugas Akhir
Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan sejak Januari 2018 sampai dengan Juni 2018. Adapun detail dari kegiatan studi dapat
dilihat melalui bar chart sebagai berikut:
Tabel 3. 5 Tabel Kegiatan Tugas Akhir
No Kegiatan
Periode
Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan Proposal TA
2 Pendaftaran proposal TA
3 Sidang Proposal TA
4 Revisi Proposal TA
5 Pengumpulan Revisi
Proposal TA
6 Pengumpulan Data
7 Pengolahan Data
8 Analisa Permasalahan
9 Pengumpulan form progress
TA
10 Pengerjaan/ penyususan
laporan TA
11 Sidang TA
12 Revisi Sidang TA
13 Laporan Akhir dan Jurnal
37
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Mengidentifikasikan Waste pada proses Pemuatan Inbag
Mengidentifikasi waste dilakukan untuk mengetahui waste yang sering
terjadi pada saat pemuatan inbag berlangsung.
1. Menentukan Critical to Quality (CTQ)
Critical to Quality merupakan salah satu proses penting yang digunakan
untuk mengetahui standar yang harus dimiliki perusahaan. CTQ yang ada
didapatkan dari data perusahaan yang telah ditetapkan. Berikut merupakan
hasil CTQ dalam kegiatan pemuatan Inbag yaitu sebagai berikut:
Gambar 4. 1 CTQ Pemuatan Inbag di TUKS PT. Petrokimia Gresik
Sumber: (Hasil Pengolahan Data, 2019)
- Vessel condition : Kondisi kapal yang digunakan harus dalam keadaan
baik / tidak rusak.
- External Equipment: Alat berat dari pihak eksternal (diluar wewenang
perusahaan) yang digunakan dalam proses bongkar muat harus
dipastikan dalam keadaan baik / tidak rusak.
- Internal Equipment : Alat berat dari pihak internal perusahaan yang
digunakan dalam proses bongkar muat harus dalam keadaan baik / tidak
rusak.
38
- Preparation : Melakukan persiapan proses bongkar muat sebelum
kapal bersandar.
- Hatch Switch : Tidak melakukan perpindahan palka (ruang kapal)
pada saat proses bongkar muat berlangsung.
- Vessel shifting : Tidak terjadi pergeseran area sandar kapal pada
proses operasional bongkar muat berlangsung.
- Stevedore : Area pelabuhan tidak menunggu buruh pada saat
proses operasional bongkar muat berlangsung.
- Flat Truck : Area pelabuhan tidak menunggu flat truck pada saat
proses operasional bongkar muat berlangsung.
2. Mengidentifikasikan jenis waste berdasarkan konsep 7 waste menggunakan
skala perbandingan berpasangan
Setelah mengetahui CTQ yang didapatkan berdasarkan data dari
perusahaan, untuk mengetahui kegiatan yang diindikasikan terjadi waste
peneliti melakukan brainstorming dengan expert yang terkait langsung dengan
kegiatan pemuatan inbag diantaranya staf pengelolaan dan pengendalian
pelabuhan selaku pihak yang merencanakan dan mengelola performa
pelabuhan dan kabag pengelolaan dan pengendalian pelabuhan sebagai pihak
yang bertanggungjawab atas perencanaan dan pengelolaan pelabuhan, serta
kasi pengawas bongkar muat selaku pihak yang mengetahui langsung kegiatan
pemuatan inbag yang terdapat pada Lampiran 2. Hal ini dilakukan untuk
mengidentifikasikan waste berdasarkan konsep 7 waste. Dari hasil
brainstorming dengan expert diketahui bahwa terdapat kegiatan yang tidak
berjalan semestinya atau kegiatan yang terjadi menghambat proses kegiatan
pemuatan inbag. Didapatkan 3 jenis waste yang dianggap sesuai dengan
kondisi yang terjadi dilapangan. Berikut adalah ketiga jenis waste tersebut:
Tabel 4. 1 Hasil Pengidentifikasian Waste
No Jenis Waste Waste Yang Terjadi
1 Waiting Time Wait Cargo
Wait Stevedore
Wait Flat Truck
2 Unnecessary Motion Vessel Shifting
Hatch Switch
3 Defect Internal Breakdown
External Breakdown
Sumber: (Pengolahan Data, 2019)
39
Dalam berlangsungnya kegiatan pemuatan inbag terdapat kegiatan-
kegiatan yang membuat kegiatan pemuatan menjadi terhambat atau bahkan
berhenti. Kegiatan menunggu tersebut diidentifikasikan ke dalam jenis
waste “Waiting Time” karena terjadinya waktu tunggu selama kegiatan
operasioanal pemuatan berlangsung. Kegiatan tersebut diantaranya: Wait
Cargo, Wait Stevedore, Wait Flat Truck. Pengertian dari Wait cargo adalah
kegiatan menunggu muatan dikarenakan ketidaktersediaan muatan di
gudang, sedangkan Wait Stevedore adalah kegiatan menunggu untuk
kesiapan buruh pada kegiatan pemuatan baik pada awal pemuatan atau
setelah berakhirnya waktu istirahat, buruh tidak segera kembali dan
pengertian dari Wait Flat Truck adalah kegiatan menunggu ketersediaan flat
truck yang terjadi selama berlangsungnya kegiatan pemuatan.
Berdasarkan hasil brainstorming terdapat kegiatan yang telah
diidentifikasikan ke dalam jenis waste “Unnecessary Motion” karena
terjadi pergerakan atau pergeseran kegiatan yang tidak menambah nilai.
Kegiatan tersebut yaitu Vessel Shifting dan Hatch Switch. Pengertian dari
Vessel Shifting adalah terjadinya pergeseran area sandar kapal pada saat
pemuatan sedang berlangsung yang memerlukan tambahan waktu untuk
melakukannya. Hal tersebut dapat terjadi karena kegiatan operasional
pemuatan kapal melebihi batas waktu yang ditentukan yang mengharuskan
kapal tersebut untuk memindahkan area sandarnya. Kemudian pengertian
Hatch Switch adalah terjadinya perpindahan palka atau ruang muat di palka
pada saat kegiatan operasional pemuatan sedang berlangsung yang
mengakibatkan kegiatan pemuatan menjadi terhenti dikarenakan adanya
aktivitas ini.
Kegiatan yang teridentifikasi ke dalam jenis waste “Defect” adalah
Internal Breakdown dan External Breakdown karena kerusakan alat yang
terjadi menyebabkan kecacatan proses dalam kegiatan pemuatan inbag
dimana defect yang dimaksud adalah pada perusahaan jasa, maka kecacatan
proses tersebut disebut dengan defect yang menyebabkan kegiatan
pemuatan menjadi terhenti. Pengertian dari Internal Breakdown adalah
40
terjadinya kerusakan alat internal milik perusahaan pada saat kegiatan
operasional berlangsung. Kerusakan alat milik perusahaan pada kegiatan
pemuatan adalah crane darat. Kegiatan yang menghambat selanjutnya
adalah External Breakdown dimana terjadinya kerusakan alat milik luar
perusahaan pada saat kegiatan operasional berlangsung. Kerusakan alat
eksternal pada kegiatan pemuatan adalah vessel crane.
Berdasarkan hasil dari pengidentifikasian ketiga waste tersebut,
selanjutnya dilakukan penyebaran kuisioner kepada expert yang berjumlah
5 orang yang dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4 mengunakan Analytic
Hierarchy Process (AHP) dengan skala perbandingan berpasangan dengan
tujuan untuk mengetahui perbandingan waste yang paling berpengaruh
terhadap terjadinya waste. Penyebaran kuisioner dilakukan untuk menilai
pembobotan dan perankingan untuk mengetahui waste yang paling besar
pengaruhnya jika dilihat berdasarkan intensity (intensitas terjadinya),
difficulty (kesulitan dihilangkan) dan loss (banyaknya kerugian yang
ditimbulkan). Berikut merupakan expert yang menjadi responden untuk
mengisi kuisioner yaitu Kepala Bagian Administrasi Pelabuhan, Kepala
Seksi Pengawas Bongkar Muat, Staf Muda Administrasi Pelabuhan
sebanyak 2 orang, Staf Muda Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan.
Pengolahan data kuisioner dilakukan menggunakan expert choice 11,
berikut adalah hasil dari pengolahan data kuisioner.
Tabel 4. 2 Hasil Pemeringkatan Waste
Jenis Waste Waste yang
terjadi Intensity Difficulty Loss Weight
Total
Weight Ranking
Waiting
Time
Wait Cargo 0,724 0,88 0,42 2,024
7,844 1 Wait Stevedore 0,821 0,899 0,829 2,549
Wait Flat
Truck 1,261 1,055 0,955 3,271
Unnecessary
Motion
Vessel Shifting 0,303 0,561 0,461 1,325 2,334 3
Hatch Switch 0,403 0,334 0,272 1,009
Defect
Internal
Breakdown 0,804 0,619 0,981 2,404
4,779 2 External
Breakdown 0,68 0,653 1,062 2,395
Sumber: (Hasil Pengolahan Data, 2019)
41
Hasil perhitungan pada Tabel 4.3 untuk kolom intensity, difficulty dan loss
didapatkan dari penjumlahan seluruh waste yang terjadi pada setiap expert.
Sedangkan untuk kolom weight didapatkan dari hasil penjumlahan nilai intensity,
difficulty dan loss. Kolom total weight didapatkan dari total keseluruhan pada setiap
waste yang terjadi. Berikut merupakan contoh cara perhitungan nilai waiting time
menggunakan persamaan (2.1) hingga (2.3):
Difficulty wait cargo = 0,167 + 0,326 + 0,085 + 0,107 + 0,195
= 0,88
Weight wait cargo = 0,724 + 0,88 + 0,42
= 2,024
Total weight waiting time = 2,024 + 2,549 + 3,271
= 7,844
Hasil dari perhitungan diatas didapatkan dari hasil pengolahan data
menggunakan expert choice 11 yang dapat dilihat pada Lampiran 4 berupa hasil
pemeringkatan waste, dimana waste yang paling berpengaruh terhadap kegiatan
pemuatan inbag jika dilihat berdasarkan intensity, difficulty dan loss adalah Waiting
Time yaitu sebesar 7,844. Kemudian waste yang berpengaruh kedua adalah Defect
yaitu sebesar 4,799. Selanjutnya waste yang berpengaruh ketiga adalah
Unnecessary Motion yaitu sebesar 2,334.
Hasil dari pemeringkatan waste digunakan untuk menentukan waste yang
paling berpengaruh untuk membuat diagram fishbone yang digunakan untuk
mengetahui penyebab-penyebab permasalahan yang terjadi dalam setiap kegiatan
pemuatan inbag yang termasuk dalam jenis waste Waiting Time.
4.2 Menganalisa Terjadinya Waste pada Proses Pemuatan Inbag
Tahap selanjutnya setelah mengetahui jenis waste yang akan diselesaikan
terlebih dahulu, lalu menganalisa mengapa waste tersebut dapat terjadi
menggunakan diagram fishbone.
1. Diagram Fishbone
Setelah peneliti melakukan observasi dan wawancara dengan pihak-
pihak yang berkaitan dengan pemuatan inbag, maka peneliti menemukan
penyebab permasalahan yang terjadi sebagai berikut:
42
a. Wait Stevedore
- Man, terkait dengan kinerja buruh dan operator crane kapal yang tidak
maksimal. Kinerja operator crane dan buruh yang tidak maksimal
disebabkan oleh:
1. Jam kerja buruh 24 jam/ ganti orang.
2. Jam kerja operator crane 24 jam (tidak ganti orang hingga
pemuatan selesai).
3. Operator crane kapal tidak bisa digantikan oleh operator TKBM
yang diakibatkan karena 2 faktor yaitu, operator TKBM tidak
menguasai crane PH dan pihak kapal menolak digantikan operator
TKBM.
4. Buruh tidak patuh akan ketentuan jam istirahat, dimana pada saat
jam istirahat selesai buruh tidak segera kembali untuk melakukan
pemuatan. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya sanksi yang
tegas untuk buruh.
- Method (metode), terkait dengan vendor dari TKBM yang terbatas.
Sehingga jika terjadi masalah atau dirasa kerja dari buruh atau vendor
ini tidak baik PT Petrokimia Gresik tidak memiliki pilihan
menggunakan vendor lain. Selain itu juga buruh kurang disiplin akan
peraturan jam kerja yang sudah ditentukan, hal tersebut dikarenakan
tidak adanya sanksi yang tegas dari pihak PBM terhadap buruh.
- Material (bahan), terkait dengan buruh memiliki tambahan waktu untuk
mengevakuasi pupuk yang bocor pada saat di dalam palka. Hal ini
terjadi karena kurang adanya monitoring pada saat pemuatan pupuk di
gudang.
- Environment (lingkungan), terkait dengan lingkungan disekitar
pemuatan inbag, yaitu adanya pembongkaran material phosfatrock
yang diakibatkan karena arah mata angin yang menuju ke arah tempat
pemuatan.
Pada gambar 4.2 adalah bentuk dari diagram fishbone waiting stevedore
yang didapatkan dari penjelasan di atas. Penjelasan diatas didapatkan
43
berdasarkan hasil dari wawancara dengan 5 expert yang terkait langsung
dengan pemuatan inbag. Hasil wawancara yang dilakukan dapat dilihat
pada Lampiran 5 dan 6.
b. Wait Flat Truck
- Man (manusia), terkait dengan waktu yang digunakan untuk menunggu
supir terlalu lama. Hal ini disebabkan karena supir kurang disiplin atas
peraturan jam kerja yang berlaku. Serta pada awal pemuatan supir tidak
mengetahui kapan harus tiba di pelabuhan. Hal ini disebabkan karena
kurang adanya koordinasi antara pihak PBM dan EMKL.
- Machine (mesin), terkait dengan mesin truk yang bermasalah karena
metode pemeliharaan yang buruk. Pengecekan hanya ada pada saat
awal pengoperasian oleh pihak safety dari PT. Petrokimia Gresik,
setelah itu untuk pengecekan lanjutan hanya dilakukan oleh supir dari
masing-masing truk.
- Method (metode), terkait dengan sistem kerja pemuatan yang membuka
2 gang, dimana terjadi keterbatasan jumlah truk yang disediakan oleh
EMKL.
Pada gambar 4.3 adalah bentuk dari diagram fishbone waiting flat truck
yang didapatkan dari penjelasan di atas. Penjelasan diatas didapatkan
berdasarkan hasil dari wawancara dengan 5 expert yang terkait langsung
dengan pemuatan inbag. Hasil wawancara yang dilakukan dapat dilihat
pada Lampiran 5 dan 6.
c. Wait Cargo
- Man (manusia), terkait dengan pergantian gilir kerja pada operator
forklift karena kurang adanya briefing serta perbedaan jam kerja yang
berpengaruh pada kegiatan menunggu cargo. Karena jam kerja di
pelabuhan 24 jam sedangkan di gudang 12 jam, pada saat pergantian
gilir inilah yang membuat truk yang sudah siap tidak segera dilayani
dan akhirnya menunggu di gudang sehingga membuat waktu menunggu
cargo menjadi lama.
44
- Machine (mesin), terkait dengan jumlah forklift digudang yang terbatas
sehingga tidak dapat melayani flat truck yang akan melakukan
pemuatan dengan maksimal. Hal ini terjadi karena tidak adanya SOP
yang jelas terkait dengan pembagian jumlah forklift di setiap gudang.
- Method (metode), terkait dengan pembatasan pengambilan pupuk
dikarenakan jumlah pupuk yang ada digudang terbatas dan gudang tetap
harus memiliki stok pupuk. Hal ini terjadi karena tidak ada SOP yang
jelas mengenai pembagian jumlah pupuk.
- Material (bahan), terkait dengan jumlah cargo yang terbatas karena
cargo diprioritaskan untuk distribusi ke daerah Jawa. Hal ini
dikarenakan belum adanya SOP terkait dengan alokasi pembagian
cargo.
Pada gambar 4.4 adalah bentuk dari diagram fishbone waiting cargo
yang didapatkan dari penjelasan di atas. Penjelasan diatas didapatkan
berdasarkan hasil dari wawancara dengan 5 expert yang terkait langsung
dengan pemuatan inbag. Hasil wawancara yang dilakukan dapat dilihat
pada Lampiran 5 dan 6.
45
Waiting Stevedore
Material Man
EnvironmentMethods
Buruh kurang disiplin akan peraturan jam kerja
Buruh terdampak debu pada pembongkaran phosfatrock
Buruh mengevaluasi pupuk yang bocor
Buruh tidak bekerja maksimal
Tidak ada sanksi yang tegas dari PBM
Arah angin menuju ke tempat muatan
Jam kerja 24 jam
Banyak pupuk yang bocor
Vendor TKBM terbatas
Operator crane kapal tipe PH tidak dapat
bekerja 24 jam
TKBM tidak diizinkn mengopersionalkan crane PH
Opr. Crane tipe PH dari kapal terlalu lelah
Opr. Crane dari TKBM belum menguasai cara mengoperasionalkan crane PH
Jumlah operator crane kapal tipe PH terbatas
Kurang monitoring pupuk pada saat proses pemuatan
digudang
Buruh tidak patuh akan ketentuan jam istirahat
Tidak ada sanksi yang tegas untuk buruh
Gambar 4. 2 Diagram Fishbone dari Penyebab Wait Stevedore
Sumber: (Hasil Pengolahan Data, 2019)
46
Waiting Flat Truck
Machine Man
Methods
Membuka 2 gang kerja
Mesin truk trouble
Menunggu supir
Kekurangan truk
Supir kurang disiplin atas peraturan jam kerja
Metode pemeliharaan buruk
Diawal pemuatan supir tidak mengetahui kapan harus tiba di pelabuhan
Kurang koordinasi antara PBM dan EMKL
Gambar 4. 3 Diagram Fishbone dari penyebab Wait Flat Truck
Sumber: (Hasil Pengolahan Data, 2019)
47
Waiting cargo
Machine Man
MaterialMethods
Pembatasan pembagian pupuk
Jumlah cargo terbatas
Keterbatasan forklift Menunggu Opr. Forklift untuk pemuatan
Jumlah pupuk terbatas Cargo diprioritaskan untuk distribusi ke jawa
Pergantian operator forkliftTidak ada SOP terkait
pembagian jumlah forklift
Tidak ada SOP yang jelas mengenai jumlah pembagian pupuk
Belum ada SOP terkait alokasi pembagian cargo
Gambar 4. 4 Diagram Fishbone dari Penyebab Wait Cargo
Sumber: (Hasil Pengolahan Data, 2019)
48
4.3. Meningkatkan Loading Rate pada Proses Pemuatan inbag
1. Penilaian Risk Priority Number (RPN)
Penilaian RPN dilakukan untuk mengetahui waste yang serius, sebagai
petunjuk kearah tindakan perbaikan. Dalam penelitian ini nilai RPN
didapatkan dari perkalian Severity, Occurance dan Detection (SOD) yang
diperoleh dari expert. Penilaian dilakukan dengan menyebarkan kuisioner
kepada pihak yang terkait dengan pemuatan inbag. Dari hasil penyebaran
kuisoner akan didapatkan nilai rata-rata dari severity (S), occurance (O) dan
detection (D) untuk selanjutnya di dapatkan nilai RPN. Kuisioner
disebarkan ke 7 responden dimana ketujuh responden tersebut merupakan
expert yang terkait dengan proses pemuatan inbag. Expert yang menjadi
responden antara lain Kepala Bagian Administrasi Pelabuhan satu orang,
Kepala Seksi Pengawas Bongkar Muat satu orang, Kepala Regu
Administrasi Pelabuhan satu orang, Staf Muda Administrasi Pelabuhan dua
orang, dan Pelaksana Pengawas Bongkar Muat dua orang yang dapat dilihat
pada Lampiran 9.
Hasil dari perhitungan RPN pada tiap expert terdapat pada Lampiran 9.
Berikut merupakan contoh perhitungan untuk mendapatkan nilai rata-rata
RPN kumulatif untuk penyebab kegagalan potensial “kekurangan truk”:
RPN = RPN (expert 1) × RPN (expert 2) × RPN (expert 3) + RPN (expert
4) + RPN (expert 5) + RPN (expert 6) + RPN (expert 7) / 7
= 567 + 189 +210 + 12 +48 +630 + 100 / 7
= 264
Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa nilai rata-rata RPN yang tertinggi adalah
kekurangan truk sebesar 264 dan yang terendah adalah metode
pemeliharaan buruk sebesar 91. Dari hasil penyebaran kuisioner kekurangan
truk menjadi nilai rata-rata tertinggi dari ketujuh expert karena pada keadaan
yang terjadi di lapangan adanya kekurangan truk sering terjadi selama
kegiatan pemuatan berlangsung. Kekurangan truk terjadi akibat terbatasnya
jumlah armada truk yang disediakan oleh EMKL. Nilai RPN dan RPN
kumulatif dalam bentuk persen (%) digunakan untuk membuat diagram
pareto sebagai acuan untuk mengetahui penyebab kegagalan potensial mana
49
yang akan diselesaikan. Berikut merupakan contoh perhitungan nilai RPN
dalam satuan persen untuk penyebab kegagalan potensial “kekurangan truk”
menggunakan persamaan (2.4):
RPN (%) = 264
737× 100% = 36%
Tabel 4. 3 Tabel Perhitungan RPN Kumulatif 7 Expert Waiting Flat Truck
N
o
.
Penyebab
Kegaga-
lan Potensial
Nilai RPN Expert Nilai
Rata-
rata
RPN
RPN
(%)
RPN
kumu
latif
(%) 1 2 3 4 5 6 7
1. Kekurangan
truk 567 189 210 12 48 630 100 264 36% 36%
2.
Kurang
kordinasi
antara PBM
dan EMKL
315 160 360 168 12 224 336 225 31% 67%
3.
Supir kurang
disiplin atas
peraturan
jam kerja
270 189 180 8 15 280 160 157 21% 88%
4.
Metode
pemeliharan
buruk
200 100 100 8 12 140 80 91 12% 100%
Sumber: (Hasil Pengolahan Data, 2019)
Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa nilai rata-rata RPN yang tertinggi adalah jam
kerja buruh 24 jam sebesar 368 dan RPN yang terendah adalah kurang monitoring
pupuk pada saat proses pemuatan di gudang sebesar 184. Dari hasil penyebaran
kuisioner jam kerja buruh 24 jam menjadi nilai rata-rata tertinggi dari ketujuh
expert karena pada keadaan yang terjadi di lapangan jam operasional untuk satu
buruh dalam melakukan pemuatan adalah 24 jam. Hal ini menyebabkan kelelahan
pada buruh yang mengakibatkan kerja buruh dalam melakukan pemuatan menjadi
tidak maksimal. Jam kerja buruh 24 jam mengakibatkan kegiatan pemuatan menjadi
lebih lama. Nilai RPN dan RPN kumulatif dalam bentuk persen (%) digunakan
untuk membuat diagram pareto sebagai acuan untuk mengetahui penyebab
kegagalan potensial mana yang akan diselesaikan. Berikut merupakan contoh
perhitungan nilai RPN dalam satuan persen untuk penyebab kegagalan potensial
“jam kerja buruh 24 jam” menggunakan persamaan (2.4) dimana RPN kumulatif
didapatkan dari penjumlahan setiap nilai RPN (%):
RPN (%) = 368
1701× 100% = 22%
50
Tabel 4. 4 Tabel Perhitungan RPN Kumulatif 7 Expert Waiting Stevedore
N
o Penyebab Kegaga-
lan Potensial
Nilai RPN Expert Nilai
Rata-
rata
RPN
RPN
(%)
RPN
Kumu
latif
(%) 1 2 3 4 5 6 7
1. Jam kerja buruh 24
jam 324 630 700 20 8 490 405 368 22% 22%
2. Tidak adanya
sanksi tegas dari
PBM untuk buruh
567 540 567 30 6 343 432 355 21% 43%
3. Jumlah dari
operator crane
terbatas
441 567 648 45 4 216 240 309 18% 61%
4. Operator crane dari
TKBM belum
menguasai cara
mengoperasikan
crane PH
216 480 420 56 6 144 432 251 15% 75%
5. Arah angin menuju
tempat pemuatan 490 210 245 1 4 640 45 234 14% 89%
6. Kurang monitoring
pupuk pada saat
proses pemuatan di
gudang
315 252 210 42 2 392 75 184 11% 100%
Sumber: (Hasil Pengolahan Data, 2019)
Pada Tabel 4.6 terlihat bahwa nilai rata-rata RPN yang tertinggi yaitu tidak
ada SOP yang jelas terkait pembagian jumlah forklift sebesar 206 dan yang terendah
yaitu pergantian gilir kerja operator forklift sebesar 142. Dari hasil penyebaran
kuisioner tidak ada SOP yang jelas terkait pembagian jumlah forklift menjadi nilai
rata-rata tertinggi dari ketujuh expert karena di setiap gudang penyimpanan inbag
tidak ada standar operasional mengenai jumlah minimum forklift yang harus
disediakan di setiap gudang inbag untuk melakukan pemuatan. Hal ini
menyebabkan waktu flat truck di gudang menjadi lebih lama untuk dilayani karena
jumlah forklift pada setiap gudang terbatas. Nilai RPN dan RPN kumulatif dalam
bentuk persen (%) digunakan untuk membuat diagram pareto sebagai acuan untuk
mengetahui penyebab kegagalan potensial mana yang akan diselesaikan. Berikut
merupakan contoh perhitungan nilai RPN dalam satuan persen untuk penyebab
kegagalan potensial “Tidak ada SOP yang jelas terkait pembagian jumlah forklift”
menggunakan persamaan (2.4) dimana RPN kumulatif didapatkan dari
penjumlahan setiap nilai RPN (%):
RPN (%) = 206
755× 100% = 27%
51
Tabel 4. 5 Tabel Perhitungan RPN Kumulatif 7 Expert Waiting Cargo
N
o
Penyebab
Kegagalan
Potensial
Nilai RPN Expert Nilai
Rata-
rata
RPN
RPN
(%)
RPN
Kum
ulatif
(%) 1 2 3 4 5 6 7
1. Tidak ada SOP
yang jelas terkait
pembagian jumlah
forklift
210 315 270 20 1 448 315 206 27% 27%
2. Tidak ada SOP
yang jelas terkait
pembatasan jumlah
pupuk di gudang
90 324 350 9 1 336 324 204 27% 54%
3. Cargo
diprioritaskan untuk
distribusi ke jawa
120 315 252 35 1 576 315 203 27% 81%
4. Pergantian gilir
kerja operator
forklift
175 175 180 8 6 448 175 142 19% 100%
Sumber: (Hasil Pengolahan Data, 2019)
2. Pembuatan Diagram Pareto
Berdasarkan prinsip dari pareto bahwa akan diambil 80% dari jumlah
kegagalan yang akan dilakukan rekomendasi perbaikan. Pada Tabel 4.4 hingga
4.6 dapat dibuat diagram pareto dari setiap jenis kegagalan potensial untuk
menunjukkan jenis kegagalan potensial yang menjadi prioritas untuk segera
dilakukan tindakan perbaikan. Hasil dari perhitungan kumulatif tersebut dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4. 5 Diagram Pareto untuk Waiting Flat Truck
Sumber: (Hasil Pengolahan Data, 2019)
264 225157
91
36%
66%
88%
100%
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%100%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
Kekurangan truk Kurang koordinasiantara PBM dan
EMKL
supir kurangdisiplin atas
peraturan jamkerja
Metodepemeliharaan
buruk
Waiting Flat Truck
Jumlah RPN RPN kumulatif
52
Pada Gambar 4.5 akan diambil 80% dari penyebab kegagalan potensial
yang terjadi pada Waiting Flat Truck. Terlihat pada Gambar 4.5 bahwa
kekurangan truk memiliki nilai sebesar 36%, supir kurang disiplin atas peraturan
jam kerja sebesar 31% dan kurang koordinasi antara PBM dan EMKL sebesar
21%. Maka dapat diperoleh hasil nilai RPN kumulatif dalam persen sebesar
88%. Total tersebut menjadi acuan perusahaan untuk mengetahui penyebab-
penyebab kegagalan potensial yang harus diselesaikan terlebih dahulu.
Gambar 4. 6 Diagram Pareto untuk Waiing Stevedore
Sumber: (Hasil Pengolahan Data, 2019)
Pada Gambar 4.6 akan diambil 80% dari penyebab kegagalan potensial
yang terjadi pada Waiting Stevedore. Terlihat pada Gambar 4.6 bahwa jam kerja
buruh 24 jam memiliki nilai 24%, kurang adanya sanksi tegas dari PBM untuk
buruh sebesar 21%, jumlah dari operator crane kapal terbatas sebesar 18%,
Operator crane dari TKBM belum menguasai cara pengoperasian crane PH
sebesar 15%, dan arah angin menuju ke tempat pemuatan sebesar 14%. Maka
dapat diperoleh hasil dari total RPN kumulatif dalam persen sebesar 89%. Total
tersebut menjadi acuan perusahaan untuk mengetahui penyebab-penyebab
kegagalan potensial yang harus diselesaikan terlebih dahulu.
368 355 309 251 234 18422%
43%
61%
75%
89%100%
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%100%
0
300
600
900
1200
1500
1800
Jam kerjaburuh 24 jam
Tidak adanyasanksi tegas
dari PBMuntuk buruh
Jumlah darioperator
crane kapalterbatas
Operatorcrane dari
TKBM belummenguasai
carapengoperasian
crane PH
arah anginmenuju ke
tempatpemuatan
Kurangmonitoringpupuk padasaat proses
pemuatan digudang
Waiting Stevedore
Jumlah RPN RPN Kumulatif
53
Pada Gambar 4.7 akan diambil 80% dari penyebab kegagalan potensial
yang terjadi pada Waiting Stevedore. Terlihat pada Gambar 4.7 bahwa cargo
di prioritaskan untuk distribusi ke jawa memiliki nilai RPN sebesar 27%, tidak
ada SOP yang jelas terkait pembagian jumlah forklift sebesar 27%, dan tidak
ada SOP yang jelas terkait pembatasan jumlah pupuk di gudang sebesar 27%.
Maka dapat diperoleh nilai RPN kumulatif dalam persen sebesar 81%.
3. Rekomendasi Perbaikan
Rekomendasi perbaikan diberikan sebagai upaya bagi perusahaan untuk
menanggulangi permasalahan yang terjadi terutama untuk pemuatan inbag
agar dapat meningkatkan loading rate. Rekomendasi perbaikan yang diusulkan
diambil dari hasil 80% diagram pareto yang dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4. 6 Tabel FMEA- Rekomendasi Perbaikan berdasarkan Diagram Pareto
Potential
Failure
Mode
Failure Effect of
Failure
Potential Cause
Mechanism of
Failure
RPN Rekomendasi Perbaikan
Waiting
Flat
Truck
1. Kegiatan
operasional
pemuatan inbag
di pelabuhan
menjadi
terhenti
2. TKBM
menganggur
3. Menghambat
proses
pemuatan inbag
Kekurangan truk 264 1. Dalam setiap gang pada
pemuatan inbag
minimum tersedia 4
truk
2. Membuat KPI waiting
time untuk armada
truknya yang
diperuntukkan untuk
EMKL
Kurang koordinasi
antara PBM dan
EMKL
225 1. Membuat KPI untuk
supir terkait toleransi
keterlambatan jam kerja
menuju ke pelabuhan
206 204 20314227%
54%
81%
100%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
0100200300400500600700800
Tidak ada SOP yangjelas terkait
pembagian jumlahforklift
Tidak ada SOP yangjelas terkait
pembatasan jumlahpupuk di gudang
cargo di prioritaskanuntuk distribusi ke
jawa
Pergantian giliroperator forklift
Waiting Cargo
Jumlah RPN RPN Kumulatif
Gambar 4. 7 Diagram Pareto untuk Waiting Cargo
Sumber: (Hasil Pengolahan Data, 2019)
54
4. Produktivitas
EMKL menjadi
rendah
5. Mempengaruhi
loading rate
inbag menjadi
tidak mencapai
target
2. Menerapkan sistem
DTMS (digital trucking
management system)
untuk trucking waktu
operasional truk
Supir kurang
disiplin atas
peraturan jam kerja
157 Membuat KPI untuk supir
terkait toleransi jam
istirahat
Waiting
Stevedore
1. Kegiatan
operasional
pemuatan inbag
di pelabuhan
menjadi
terhenti
2. Waktu untuk
melakukan
pemuatan ke
kapal menjadi
lama karena
menunggu
buruh
3. Profuktivitas
TKBM menjadi
rendah
4. Mempengaruhi
loading rate
inbag menjadi
tidak mencapai
target
Jam kerja buruh 24
jam
368 Menerapkan sistem kerja 3
gilir per hari
Tidak adanya
sanksi tegas dari
PBM untuk buruh
335 Memberikan punishment
berupa sanksi finansial
kepada TKBM terkait
dengan ketentuan jam
kerja yang disediakan
Jumlah dari
operator crane
kapal terbatas
309 Pihak TKBM harus
standby untuk menyiapkan
alat safety tambahan
seperti kacamate pelindung
dan respirator untuk buruh
Operator crane
dari TKBM belum
menguasai cara
mengoperasikan
crane PH
251 Perusahaan membuat
peraturan baru untuk
mewajibkan setiap kapal
yang akan melakukan
kegiatan pemuatan untuk
menyediakan operator
crane minimal 2 orang/
kelompok/ hari
Arah angin menuju
tempat pemuatan
234 Pihak TKBM memberikan
lisensi atau pelatihan
terhadap tenaga TKBM
terkait dengan cara
pengoperasian crane PH
kepada buruh
Waiting
Cargo
1. Kegiatan
operasional
pemuatan inbag
di pelabuhan
menjadi
terhenti
2. Truk menunggu
di gudang
untuk
melakukan
pemuatan
3. Forklif yang
tersedia tidak
bisa bekerja
dengan
maksimal
Tidak ada SOP
yang jelas terkait
pembagian jumlah
forklift
206 1. Pihak gudang membuat
SOP terkait ketentuan
minimum forklift yang
harus tersedia di setiap
gudang untuk melayani
pemuatan inbag
2. Membuat KPI di gudang
terkait waktu pelayanan
truk mulai dari masuk
sampai dengan keluar
gudang
Tidak ada SOP
yang jelas terkait
pembatasan jumlah
pupuk di gudang
204 1. Pihak gudang membuat
SOP terkait dengan
pembagian jumlah
pupuk yang harus
55
4. Mempengaruhi
loading rate
inbag menjadi
tidak mencapai
target
dialokasikan untuk
pemuatan darat (truk)
maupun laut (kapal)
2. Pihak gudang
melakukan pembagian
alokasi muatan untuk
truk tujuan darat dan
laut dan
menginformasikan H-1
kegiatan
Cargo di
prioritaskan untuk
distribusi ke jawa
203 1. Pihak distribusi wilayah
membuat sistem terkait
dengan pembatasan
jumlah truk yang masuk
ke gudang jika stok
pupuk inbag kritis
2. Membuat
pengalokasian pupuk
secara tertulis untuk
pemuatan ke darat
maupun laut
3. Pihak gudang
melakukan pembagian
alokasi muatan untuk
truk tujuan darat dan
laut dan
menginformasikan H-1
kegiatan Sumber: (Hasil Pengolahan Data, 2019)
Berdasarkan nilai RPN yang ada pada Tabel 4.9 nilai RPN tertinggi
pada waiting flat truck yaitu kekurangan truk sebesar 264 dengan melakukan
rekomendasi perbaikan yang diusulkan sebagi berikut: Dalam setiap gang
(kelompok kerja) pada pemuatan inbag minimum tersedia 4 truk dan
membuat KPI waiting time untuk armada truknya yang diperuntukkan untuk
EMKL. Sedangkan pada waiting stevedore nilai RPN tertinggi yaitu jam kerja
buruh 24 jam sebesar 368. Perusahaan dapat menerapkan rekomendasi
perbaikan yang diusulkan, yaitu menerapkan sistem kerja 3 gilir per hari. Dan
yang terakhir untuk waiting cargo nilai RPN yang tertinggi yaitu tidak ada
SOP yang jelas terkait pembagian jumlah forklift sebesar 206 yaiu sebagai
berikut: Pihak gudang membuat SOP terkait ketentuan minimum forklift yang
harus tersedia di setiap gudang untuk melayani pemuatan inbag dan membuat
KPI di gudang terkait waktu pelayanan truk mulai dari masuk sampai dengan
keluar gudang.
56
Berdasarkan nilai RPN tertinggi pada ketiga penyebab kegagalan
potensial pada Tabel 4.7 rekomendasi perbaikan yang dapat diterapkan pada
perusahaan dalam jangka waktu pendek serta memiliki tingkat urgensi yang
lebih tinggi untuk diterapkan adalah “menerapkan sistem kerja 3 gilir per
hari” dengan nilai RPN sebesar 368. Rekomendasi perbaikan paling mungkin
untuk diterapkan karena perusahaan sudah memiliki rencana untuk
menerapkan peraturan tersebut dan saat ini masih dalam proses diskusi pihak-
pihak yang terlibat dalam mensukseskan rencana tersebut. Perusahaan sudah
memiliki rencana anggaran dana untuk membuat sistem kerja buruh di TUKS
PT. Petrokimia Gresik menjadi 3 gilir per hari. Sedangkan untuk membuat
KPI dan SOP perlu membutuhkan waktu untuk mengkaji hal-hal yang masuk
ke dalam isi dari KPI dan SOP tersebut. Serta melibatkan orang-orang yang
terkait untuk pembuatannnya sehingga, memerlukan waktu yang cukup untuk
menyelesaikan hal tersebut.
4.4. Strategi Kompetitif TUKS PT. Petrokimia Gresik
Setelah mengetahui upaya yang harus dilakukan perusahaan untuk
meningkatkan loading rate pemuatan inbag, hal selanjutnya adalah
mengetahui strategi yang harus dilakukan oleh perusahaan khususnya untuk
TUKS PT. Petrokimia Gresik terkait dengan rekomendasi perbaikan yang telah
diberikan yaitu “Menerapkan sistem kerja 3 gilir per hari” dengan
pertimbangan rekomendasi perbaikan yang dapat diterapkan dalam waktu
jangka pendek dengan nilai RPN sebesar 368.
Alat bantu yang digunakan untuk mengetahui strategi yang dilakukan oleh
TUKS PT. Petrokimia Gresik adalah Analisa SWOT dengan membuat matrik,
dimana matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan yang dapat disesuaikan dengan
kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Sebelum membuat matrik SWOT,
hal pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor eksternal (peluang
dan ancaman) dan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dengan membuat
Matrik IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) dan Matrik EFAS
(External Strategic Factors Analysis Summary) seperti berikut:
57
Tabel 4. 7 Faktor Eksternal dan Internal dari Rekomendasi Perbaikan Rekomendasi Perbaikan Faktor Eksternal
Menerapkan sistem kerja 8 jam
termasuk istirahat 1 jam dengan
aturan kerja 3 gilir per hari
Peluang
1. Peraturan Pemerintah tentang UU
ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 mengenai
pembagian jam kerja 7 atau 8 jam per hari (Pasal
77 ayat 1)
2. Peraturan Menteri Perhubungan tentang
pelaksanaan kegiatan bongkar muat yang
dilakukan sebanyak 3 gilir per hari (Pasal 8)
Ancaman
1. Vendor penyedia jasa buruh menolak
diterapkannya sistem tersebut
2. Waktu rata-rata kerja di gresik saat ini maksimal
2 gilir per hari
3. Potensi idle time pada saat jam pergantian buruh
4. Jumlah operator crane kapal tidak mencukupi
Faktor Internal
Kekuatan
1. Dukungan perusahaan mengenai program
tranformasi bisnis terkait dengan peningkatan
loading rate inbag
2. Adanya kontrak kerjasama antara vendor dengan
perusahaan terkait peraturan gilir kerja
Kelemahan
1. Belum adaya sistem untuk memonitor data dan
waktu kerja buruh yang bekerja dipelabuhan
pada periode tertentu
2. Belum ada sanksi yang tegas dari perusahaan
apabila buruh melanggar peraturan jam kerja
Sumber: (Hasil Pengolahan Data, 2019)
1. Pembobotan matrik EFAS dan IFAS
Pembobotan. dilakukan untuk mengetahui faktor mana yang lebih
berpengaruh terhadap rekomendasi perbaikan yang diberikan yaitu
“Menerapkan sistem kerja 3 gilir per hari”. Hasil dari pembobotan dilakukan
dengan menyebarkan kuisioner kepada 6 expert yang terdapat pada Lampiran
12 yaitu diantaranya, Kepala Bagian Administrasi Pelabuhan, Kepala Seksi
Pengawas Bongkar Muat, Staf Muda Administrasi Pelabuhan sebanyak dua
orang, Staf Muda Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan, dan Pelaksana
Pengawas Bongkar Muat yang sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan
sebelumnya yang terkait langsung dengan pemuatan inbag. Berikut merupakan
hasil dari penyebaran kuisioner kepada 6 Expert:
58
Tabel 4. 8 Tabel Hasil Skoring Matrik EFAS 6 Expert Faktor-faktor Strategis Eksternal
Peluang Skor Total
Skor
1. Peraturan Pemerintah tentang UU ketenagakerjaan No. 13 Tahun
2003 mengenai pembagian jam kerja 7 atau 8 jam per hari (Pasal
77 ayat 1)
1,23
2,21
2. Peraturan Menteri Perhubungan tentang pelaksanaan kegiatan
bongkar muat yang dilakukan sebanyak 3 gilir per hari (Pasal 8) 0,98
Ancaman Skor Total
Skor
1. Vendor penyedia jasa buruh menolak diterapkannya sistem
tersebut 0,23
1,02 2. Jumlah operator crane kapal tidak mencukupi 0,25
3. Waktu rata-rata kerja di gresik saat ini maksimal 2 gilir per hari 0,26
4. Potensi idle time pada saat jam pergantian buruh 0,28
Total Keseluruhan 3,23
Sumber: (Hasil Pengolahan Data, 2019)
Berdasarkan faktor peluang dan ancaman yang telah didapatkan dari hasil
penyebaran kuisioner kepada expert maka diperoleh Matrik EFAS seperti
tampak pada Tabel 4.9. Berikut merupakan contoh perhitungan pada indikator
peluang dimana hasil dari skor pada tiap expert dapat dilihat pada Lampiran
11:
Skor peluang pertama = skor peluang pertama expert 1 + skor peluang
pertama expert 2 + skor peluang pertama expert 3
+ skor peluang pertama expert 4 + skor peluang
pertama expert 5 + skor peluang pertama expert 6
= 0,9 + 0,9 +1,2 +1,2 + 1,6 + 1,6
= 1,23
Total skor = skor peluang pertama + skor peluang kedua
= 1,23 + 0,98
= 2,21
Dari Tabel 4.9 dapat diketahui total skor Peluang (2,21) lebih besar daripada
total skor Ancaman (1,02) sehingga dapat dikatakan bahwa untuk menerapkan
“Sistem kerja 3 gilir per hari” faktor peluang dari luar yang ada lebih
berpengaruh dibandingkan dengan faktor ancaman.
59
Tabel 4. 9 Tabel Hasil Skoring Matrik IFAS 6 Expert Faktor-faktor Strategis Internal
Kekuatan Skor Total
Skor
1. Dukungan perusahaan terkait program tranformasi bisnis terkait
dengan peningkatan loading rate inbag 1,23
2,27 2. Adanya kontrak kerjasama antara vendor dengan perusahaan
terkait peraturan gilir kerja 1,04
Kelemahan Skor Total
Skor
1. Belum adaya sistem untuk memonitor data dan waktu kerja
buruh yang bekerja dipelabuhan pada periode tertentu 0,38
0,68 2. Belum ada sanksi yang tegas dari perusahaan apabila buruh
melanggar peraturan jam kerja 0,3
Total Keseluruhan 2,95
Sumber: (Hasil Pengolahan Data, 2019)
Berdasarkan faktor Kekuatan dan Kelemahan yang telah didapatkan dari
hasil penyebaran kuisioner kepada expert maka diperoleh Matrik IFAS seperti
tampak pada Tabel 4.10. Berikut merupakan contoh perhitungan pada indikator
kekuatan dimana hasil dari skor pada tiap expert dapat dilihat pada Lampiran
11:
Skor kekuatan pertama = skor kekuatan pertama expert 1 + skor kekuatan
pertama expert 2 + skor kekuatan pertama expert 3
+ skor kekuatan pertama expert 4 + skor kekuatan
pertama expert 5 + skor kekuatan pertama expert 6
= 0,9 + 0,9 + 1,6 +1,6 + 1,2 + 1,2
= 1,23
Total skor = skor peluang pertama + skor peluang kedua
= 1,23 + 1,04
= 2,27
Dari Tabel 4.10 dapat diketahui total skor Kekuatan (2,27) lebih besar
daripada total skor Ancaman (0,68) sehingga dapat dikatakan bahwa untuk
menerapkan “Sistem kerja 3 gilir per hari” faktor Kekuatan yang dimiliki
perusahaan lebih berpengaruh daripada kelemahan yang ada.
2. Matrik SWOT
Pembuatan Matrik SWOT digunakan untuk menentukan strategi
optimalisasi Kekuatan dan Peluang serta untuk meminimalisir Kelemahan dan
Ancaman. Masing-masing strategi dibuat berdasarkan indikator-indikator yang
60
sudah ditentukan sebelumnya pada Tabel 4.8. Kelemahan maupun Ancaman
tidak hanya bertindak sebagai faktor penghambat, namun juga sebagai faktor
pendukung. Dengan adanya Kelemahan dan Ancaman tersebut, maka
pemanfaatan Kekuatan dan Peluang dapat dioptimalkan. Sehingga dapat dibuat
Analisa Strategi SWOT yang dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4. 10 Tabel Matrik SWOT
IFAS
EFAS
Strength (S)
1. Dukungan perusahaan
mengenai program
tranformasi bisnis terkait
dengan peningkatan loading
rate inbag
2. Adanya kontrak kerjasama
antara vendor dengan
perusahaan terkait peraturan
gilir kerja
Weakness (W)
1. Vendor penyedia jasa
buruh menolak
diterapkannya sistem
tersebut
2. Jumlah operator crane
kapal tidak mencukupi
3. Waktu rata-rata kerja di
gresik saat ini maksimal
2 gilir per hari
4. Potensi idle time pada
saat jam pergantian
buruh
Opportunities (O)
1. Peraturan Pemerintah
tentang UU
ketenagakerjaan No. 13
Tahun 2003 mengenai
pembagian jam kerja 7
atau 8 jam per hari
(Pasal 77 ayat 1)
2. Peraturan Menteri
Perhubungan tentang
pelaksanaan kegiatan
bongkar muat yang
dilakukan sebanyak 3
gilir per hari (Pasal 8)
STRATEGI SO
1. Perusahaan membuat
kontrak tertulis dengan
vendor penyedia jasa buruh
dengan berlandaskan UU
ketenagakerjaan No. 13
Tahun 2003 mengenai
pembagian jam kerja 7 atau
8 jam per hari (Pasal 77 ayat
1) dan Permen Perhubungan
tentang pelaksanaan
kegiatan bongkar muat yang
dilakukan sebanyak 3 gilir
per hari (Pasal 8)
2. Perusahaan membuat data
absensi jam masuk dan
keluar pada setiap buruh
STRATEGI WO
1. Meningkatkan disiplin
waktu pada buruh
2. Membuat kontrak
kerjasama yang jelas
antara vendor penyedia
jasa buruh dengan
perusahaan terkait
dengan waktu pergantian
gilir kerja
Threats (T)
1. Belum adaya sistem
untuk memonitor data
dan waktu kerja buruh
yang bekerja
dipelabuhan pada
periode tertentu
2. Belum ada sanksi yang
tegas dari perusahaan
apabila buruh
melanggar peraturan
jam kerja
STRATEGI ST
1. Membuat sistem data buruh
per gilir yang diperkuat
dengan UU Ketenagakerjaan
13 Tahun 2003 mengenai
pembagian jam kerja 7 atau
8 jam per hari (Pasal 77 ayat
1) dan Permen Perhubungan
tentang pelaksanaan
kegiatan bongkar muat yang
dilakukan sebanyak 3 gilir
per hari (Pasal 8)
2. Perusahaan membuat
peraturan tertulis terkait
waktu jam kerja buruh yang
sesuai dengan UU 13 Tahun
STRATEGI WT
1. Memberikan punishment
dalam bentuk finansial
kepada buruh apabila
melebihi waktu
keterlambatan
2. Membuat data buruh
yang tersistem terkait
awal gilir hingga
berakhirnya gilir
3. Perusahaan membuat
peraturan baru dalam
kontrak dengan kapal
terkait penyediaan
jumlah operator crane
61
3. 2003 mengenai pembagian
jam kerja 7 atau 8 jam per
hari (Pasal 77 ayat 1)
Ketenagakerjaan dan
Permen Perhubungan
tentang pelaksanaan
kegiatan bongkar muat yang
dilakukan sebanyak 3 gilir
per hari (Pasal 8)
Sumber: (Hasil Pengolahan Data, 2019)
Pada Tabel 4.11 terdapat empat strategi yang dapat dilakukan perusahaan
agar rekomendasi perbaikan yang diusulkan dapat membantu perusahaan untuk
mengetahui strategi yang harus dilakukan. Strategi yang pertama adalah Strategi
SO (strength-opportunities) yaitu strategi yang dilakukan perusahaan dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan dan memanfaatkan peluang yang ada dengan
maksimal. Strategi yang kedua yaitu Startegi ST (strength-threats) yaitu
perusahaan dapat menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi
ancaman. Strategi ketiga adalah Strategi WO (weakness-opportunities) yaitu
perusahaan dapat memanfaatkan peluang yang ada denan cara meminimalkan
kelemahan yang ada. Strategi keempat adalah Strategi WT (weakness-threats)
yaitu strategi yang berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta
menghindari ancaman.
Berdasarkan hasil dari analisa sebelumnya melalui pembobotan Matrik
EFAS dan IFAS dapat diketahui bahwa Strategi yang dilakukan perusahaan dalam
menerapkan “Sistem kerja buruh 3 gilir per hari” adalah Strategi SO (Stenght-
Opportunities) dikarenakan faktor kekuatan lebih besar dibandingkan faktor
kelemahan yang dimiliki perusahaan dan disaat yang sama total skor peluang lebih
besar dibandingkan total skor ancaman yang dimiliki perusahaan. Strategi yang
harus dijalankan untuk mempermudah perusahaan dalam menerapkan sistem
kerja buruh menjadi 3 gilir per hari adalah dengan membuat kontrak tertulis
dengan vendor penyedia jasa buruh yang berlandaskan UU ketenagakerjaan No.
13 tahun 2003 tentang pembagian jam kerja 7 hingga 8 jam per hari dan Peraturan
Menteri tentang kegiatan bongkar muat yang dilakukan 3 gilir per hari sebagai
landasan dan penguat perusahaan untuk membuat kontrak tersebut. Dengan
membuat kontrak yang jelas dengan vendor, perusahaan akan lebih mudah untuk
mengklaim apabila terjadi sesuatu yang terkait dengan kerja buruh pada kegiatan
62
pemuatan. Selain itu strategi selanjutnya yang dilakukan oleh perusahaan adalah
membuat data absensi jam masuk dan keluar pada setiap buruh sebagai controlling
yang dilakukan perusahaan untuk memastikan bahwa setiap buruh bekerja selama
8 jam per gilir per hari. Perusahaan dapat memanfaatkan kekuatan yang dimiliki
perusahaan dan besarnya peluang yang ada untuk memaksimalkan tercapainya
rekomendasi perbaikan yang akan diterapkan oleh perusahaan.
63
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan oleh
penulis terkait peningkatan loading rate menggunakan FMEA dan RCA di PT.
Petrokimia Gresik, maka dapat diambil kesimpulan seperti berikut:
1. Proses kinerja pemuatan inbag di TUKS PT. Petrokimia Gresik dapat
diidentifikasikan menjadi 8 CTQ yang sudah ditentukan oleh perusahaan
yang meliputi internal equipment, external equipment, preparation, vessel
shifting, hatch switch, cargo, stevedore, flat truck. Kemudian untuk
mengidentifikasikan masalah yang terjadi dengan melakukan brainstorming
dengan pihak yang terkait sehingga ditemukan kegiatan yang tidak berjalan
semestinya. Kegiatan tersebut diindikasikan sebagai waste yang terjadi
selama kegiatan pemuatan. Waste yang terdapat selama kegiatan tersebut
diklasifikasikan menggunakan konsep 7 waste yang hasilnya hanya terdapat
3 waste yang terjadi selama proses pemuatan berlangsung, yaitu sebagai
berikut: wait flat truck, wait cargo, wait stevedore (waiting time), vessel
shifting, hatch switch (Unnecessary Motion) dan internal breakdown,
external breakdown (Defect). Selanjutnya dilakukan pemeringkatan dengan
tujuan untuk mengetahui perbandingan waste yang paling berpengaruh.
Hasil dari pemeringkatan waste yang telah dilakukan adalah jenis waste
waiting yaitu sebesar 7,844 yang selanjutnya akan dianalisa menggunakan
diagram fishbone.
2. Waste yang terjadi dalam kegiatan pemuatan inbag selanjutnya dianalisa
menggunakan diagram fishbone yang didapatkan dari hasil wawancara
dengan expert. Terdapat 3 diagram fishbone yang digunakan untuk
menganalisa waste diantaranya waiting stevedore, waiting flat truck,
waiting cargo. Terdapat 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya waiting
stevedore yaitu faktor man (buruh tidak bekerja maksimal, buruh tidak
patuh akan ketentuan jam istirahat, operator crane kapal PH tidak dapat
bekerja 24 jam), material (buruh mengevakuasi pupuk yang bocor), method
64
(buruh kurang disiplin atas peraturan jam kerja), environment (buruh
terdampak debu pada pembongkaran phosfatrock). Sedangkan waiting flat
truck terdapat 3 faktor yang mempengaruhi diantaranya man (menunggu
supir, diawal pemuatan supir tidak mengetahui kapan harus tiba di
pelabuhan), machine (mesin truk trouble), method (membuka 2 gang kerja).
Selanjutnya untuk waiting cargo terdapat 4 faktor yang mempengaruhi
diantaranya man (menunggu operator forklift untuk pemuatan), machine
(keterbatasan forklift), method (pembatasan pembagian pupuk), material
(jumlah cargo terbatas).
3. Perusahaan dapat meningkatkan loading rate inbag dengan menerapkan
rekomendasi perbaikan yang diusulkan. Berikut merupakan rekomendasi
perbaikan tersebut:
- Pada waiting flat truck nilai RPN tertinggi yaitu kekurangan truk
sebesar 264, dengan rekomendasi perbaikan memberikan minimum
4 truk pada setiap gang untuk berlangsungnya kegiatan pemuatan,
serta membuat KPI waiting time untuk armada truk yang
diperuntukan untuk EMKL.
- Pada waiting stevedore nilai RPN tertinggi yaitu jam kerja buruh 24
jam sebesar 368 dengan rekomendasi perbaikan menerapkan sistem
kerja 3 gilir per hari.
- Pada waiting cargo nilai RPN tertinggi yaitu tidak adanya SOP yang
jelas terkait dengan pembagian jumlah forklift sebesar 206, dengan
rekomendasi perbaikan yaitu perusahaan membuat KPI di gudang
terkait waktu pelayanan truk mulai dari masuk sampai dengan keluar
gudang, serta membuat SOP terkait dengan ketentuan minimum
forklift yang harus tersedia di setiap gudang untuk melayani
pemuatan inbag.
4. Matrik EFAS dan IFAS didapatkan dari hasil penyebaran kuisioner kepada
6 expert yang terkait dengan pemuatan inbag. Skoring pada matrik EFAS
dan IFAS dilakukan untuk mengetahui faktor mana yang lebih berpengaruh
yang selanjutnya akan digunakan sebagai acuan untuk membuat matrik
SWOT. Berdasarkan hasil dari matrik SWOT diketahui bahwa strategi yang
65
dilakukan TUKS PT. Petrokimia Gresik jika menerapkan usulan “Sistem
kerja 3 gilir per hari” adalah strategi SO (Strength-Oppurtunities) yaitu
memanfaatkan kekuatan yang dimiliki perusahaan dan besarnya peluang
yang ada. Strategi yang harus dijalankan untuk mempermudah perusahaan
dalam menerapkan sistem kerja buruh menjadi 3 gilir per hari adalah dengan
membuat kontrak tertulis dengan vendor penyedia jasa buruh yang
berlandaskan UU ketenagakerjaan no. 13 tahun 2003 tentang pembagian
jam kerja 7 hingga 8 jam per hari dan Peraturan Menteri tentang kegiatan
bongkar muat yang dilakukan 3 gilir per hari sebagai landasan dan penguat
perusahaan untuk membuat kontrak tersebut. Dengan membuat kontrak
yang jelas dengan vendor, perusahaan akan lebih mudah untuk mengklaim
apabila terjadi sesuatu yang terkait dengan kerja buruh pada kegiatan
pemuatan.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dari penelitian dan penarikan kesimpulan yang telah
diuraikan diatas, berikut merupakan saran kepada perusahaan dan peneliti lain
untuk mendukung keberhasilan program perbaikan kinerja loading rate inbag:
1. Perusahaan dapat menggunakan RCA untuk menganalisa masalah yang
terjadi dengan menggunakan beberapa tools yang tersedia, seperti: fishbone
diagram, 5 whys, fault tree analysis. Serta FMEA untuk mengetahui
penyebab-penyebab kegagalan potensial yang terjadi dan menentukan
penyebab yang menjadi prioritas untuk diselesaikan terlebih dahulu.
2. Penelitian selanjutnya dapat membandingkan dengan menggunakan
metode lain seperti VSM (Value Stream Mapping) dengan mengukur
menggunakan satuan waktu.
66
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
67
DAFTAR PUSTAKA
Almutahar, A. M., Sutjipto, D. O., & Sukandar. (2013). Analisis Strategi
Pengelolan Pelabuhan Perikanan Pantai SUngai Rengas Kabupaten Kubu
Raya Kalimantan Barat. PSPK Student Journal, 1-10.
Basu, R. (2009). Implementing Six Sigma And Lean: A Practical Guide to Tools
and Techniques (1 ed.). London, United Kingdom: Routledge. Dipetik
January 2019
Dr. Vincent Gaspersz, D. C. (2001). Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas
(2ND ed.). JAKARTA: PT GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA.
Drs. M.N. Nasution, M. (2008). Manajemen Mutu Terpadu (3 ed.). Jakarta,
Indonesia: Ghalia Indonesia. Dipetik January 2019
Ericson, C. A. (2005). Hazard Analysis Techniques for System Safety.
Fredericksburg, Virginia: John Wiley & Sons, Inc. Dipetik January 2019
Gresik, P. P. (2018). Data Loading Monitoring. Pengelolaan Pelabuhan. Gresik:
Departemen Pengelolaan Pelabuhan. Dipetik Desember 2018
Nisak, Z. (2017). Analisis SWOT Untuk Menentukan Strategi Kompetitif. 8.
Dipetik January 2019
Pelabuhan, D. P. (2017). Annual Report 2017. Pengelolaan Pelabuhan. Gresik: PT.
Petrokimia Gresik. Dipetik 01 30, 2018, dari Annual Report PT. Petrokimia
Gresik.
Rangkuti, F. (2002). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Re Orientasi
Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta,
Indonesia: Gramedia Pustaka Utama. Dipetik January 2019
Sari, N. H., Supriyanto, H., & Suef, M. (2008, Agustus). Pengembangan FMEA
Menggunakan Konsep Lean, Root Cause Analysis Dan Diagram Pareto.
68
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII (hal. 10).
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Dipetik January 2019
Suryanata, M. A. (2015). Improvement Of Diswil 2 Phonska In-Bag Loading
Process Using Six Sigma Dmaic And Simulation Modeling To Reduce
Loading Duration In Pt Petrokimia Gresik’s Por. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember, Fakultas Teknik Industri. Surabaya: Institut Teknologi
Sepuluh Nopember. Dipetik Desember 2018
Tannady, H. (2015). Pengendalian Kualitas. Yogyakarta, Jawa Tengah, Indonesia:
Graha Ilmu. Dipetik January 2019
Tannady, H. (2015). Pengendalian Kualitas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wibowo, A. T., & Handayani, N. U. (2017). Desain Penerapan Lean Supply Chain
Management Pada Proses Loading Pupuk Inbag Pada PT. Petrokimia
Gresik. 7. Dipetik Desember 2018
Zulhadi, T., Saleh, S. M., & Anggraini, R. (2017, September). Analisis Laik Fungsi
Jalan Nasional Batas Kota Sigli – Beureuneun Menggunakan Metode
Analytic Hierarchy Process. Transportasi dan Pemodelan, I, 251-262.
69
LAMPIRAN 1
CTQ (CRTICAL TO QUALITY) TUKS PT. PETROKIMIA GRESIK
No Standart Kriteria Operasional Bongkar Muat
Nama Keterangan
1 Congestion Tidak terjadi antrian kapal pada saat kapal akan sandar ke dermaga
2 Cargo Jumlah dan kondisi kedatangan cargo harus sesuai dengan yang ada
di dalam kontrak
3 Vessel
Condition
Kondisi kapal yang digunakan harus dalam keadaan baik / tidak
rusak
4 Power Daya listrik harus tercukupi pada saat proses operasional bongkar
muat berlangsung
5 External
Equipment
Alat berat dari pihak eksternal (diluar wewenang perusahaan) yang
digunakan dalam proses bongkar muat harus dipastikan dalam
keadaan baik / tidak rusak 6
7 Internal
Equipment
Alat berat dari pihak internal perusahaan yang digunakan dalam
proses bongkar muat harus dalam keadaan baik / tidak rusak 8
9 Space Selalu tersedia ruang dalam gudang untuk menempatkan muatan
yang telah dibongkar
10 Loading Point
Titik/lokasi pemuatan selalu dalam keadaan siap pada saat proses
pemuatan berlangsung (stock dan alat berat)
11 Hopper
Tidak melakukan aktivitas feeding bahan baku kedalam hopper untuk
keperluan produksi pada saat proses bongkar muat berlangsung
12 Draught Survey
Melakukan pemeriksaan dokumen dan kedatangan muatan yang akan
dibongkar muat berdasarkan draft kapal sebelum proses bongkar
muat berlangsung
13 Preparation Melakukan persiapan proses bongkar muat sebelum kapal bersandar
14 Hatch Tidak melakukan perpindahan palka (ruang kapal) pada saat poses
bongkar muat berlangsung
15 Tripper Tidak melakukan perpindahan alat berat kedalam digudang pada saat
proses operasional bongkar muat berlangsung
16 Warehouse Tidak melakukan perpindahan gudang pada saat proses operasional
bongkar muat berlangsung
17 In-Out Heavy
Equipment
Alat berat tidak keluar masuk kapal pada saat proses operasional
bongkar muat berlangsung
18 Vessel Shifting Tidak terjadi pergeseran area sandar kapal pada saat proses
operasional bongkar muat berlangsung
19 Trimming Tidak terdapat sisa-sisa cargo di dalam ruang palka
20 Greasing Melakukan perawatan pencegahan kerusakan alat (pemberian oli)
sebelum proses operasional bongkar muat berlangsung
21 Stevedore Area pelabuhan tidak menunggu buruh pada saat proses opersional
bongkar muat berlangsung
22 Dump Truck Area pelabuhan tidak menunggu dump truck pada saat proses
opersional bongkar muat berlangsung
23 Heavy
Equipment
Alat berat yang membantu proses bongkar muat baik diatas kapal
maupun didermaga harus dalam keadaan siap untuk digunakan
70
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
71
LAMPIRAN 2
HASIL WAWANCARA EXPERT TERKAIT PENGKLASIFIKASIAN 7
WASTE
Berikut merupakan daftar expert yang melakukan brainstorming dengan penulis:
1. Expert Pertama
Nama : Muhammad Boy
Jabatan : Kepala Bagian Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan
Tanggal : Maret 2019
Tempat : Candal Pelabuhan
2. Expert Ketiga
Nama : Rizky Arizona
Jabatan : Staf Muda Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan
Tanggal : Maret 2019
Tempat : Candal Pelabuhan
Berikut adalah hasil brainstorming yang dilakukan dengan expert di lapangan
untuk melakukan klasifikasi 7 waste:
1. Dalam kegiatan pemuatan inbag terdapat indikasi terjadinya waste
diakibatkan karena waktu tunggu yang tidak semestinya. Maka untuk
mempermudah menganalisa waste tersebut, kegiatan pemuatan inbag yang
teridentifikasi waste akan diklasifikasikan ke dalam 7 waste diantaranya
overproduction, defect, unnecessary inventory, transportation, waiting,
unnecessary motion, dan inappropriate processing. Dari seluruh kegiatan
yang teridentifikasi waste tersebut apakah ada kegiatan yang masuk ke
dalam 7 waste tersebut?
Jawab:
Dari ketujuh waste yang ada jika disesuaikan dengan keadaan yang terjadi
di lapangan dan dicocokkan dengan pengertian sesungguhnya dari CTQ
yang dimiliki perusahaan maka jenis waste yang sesuai yaitu waiting time,
unnecessary motion dan defect. Selama kegiatan pemuatan inbag
berlangsung terdapat kegiatan yang memiliki waktu tunggu yang tidak
semestinya. kegiatan tersebut yaitu waiting stevedore, waiting flat truck,
72
waiting cargo. Selain itu juga ada kegiatan yang dilakukan pada kegiatan
pemuatan inbag, namun tidak memiliki nilai tambah seperti vessel shifting
dan hatch switch. Serta terdapat kegiatan yang menyebabkan kegagalan
proses pada kegiatan pemuatan inbag yaitu external breakdown dan internal
breakdown. Dua hal ini dikatakan sebagai kegagalan proses karena jika
terjadi kerusakan alat pada proses pemuatan maka proses pemuatan inbag
akan diulang dari awal.
2. Apa sajakah kegiatan yang teridentifikasikan waste yang masuk ke dalam
ketiga jenis waste tersebut?
Jawab:
Wait cargo, wait stevedore, wait dump truck masuk ke dalam jenis waste
“Waiting Time”. Selanjutnya vessel shifting dan hatch switch masuk ke
dalam jenis waste “Unnecessary Motion”. Sedangkan internal breakdown
dan eksternal breakdown masuk ke dalam jenis waste “Defect”.
3. Apakah ada hal mendasar atau patokan untuk mengklasifikasikan kegiatan
yang teridentifikasikan waste ke dalam 7 waste?
Jawab:
Tidak terdapat patokan khusus untuk menentukan setiap CTQ ke dalam
setiap jenis waste. Namun setiap pengertian dari 7 waste tersebut
dicocokkan dengan penjelasan sebenarnya mengenai CTQ dalam kegiatan
pemuatan inbag yang disesuaikan dengan keadaan yang terjadi di lapangan.
Sehingga didapatkan 3 waste dari ketujuh waste yang ada.
73
LAMPIRAN 3
BUKTI WAWANCARA PENENTUAN 7 WASTE
Berikut merupakan daftar expert yang melakukan brainstorming dengan penulis:
1. Expert Pertama
Nama : Muhammad Boy
Jabatan : Kepala Bagian Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan
Tanggal : Maret 2019
Tempat : Candal Pelabuhan
2. Expert Ketiga
Nama : Rizky Arizona
Jabatan : Staf Muda Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan
Tanggal : Maret 2019
Tempat : Candal Pelabuhan
Berikut adalah dokumentasi wawancara dengan expert terkait penentuan 7 waste:
1. Expert Pertama
74
2. Expert Kedua
75
LAMPIRAN 4
HASIL KUISIONER SKALA PERBANDINGAN BERPASANGAN UNTUK
PEMERINGKATAN WASTE
Berikut merupakan daftar expert yang mengisi kuisioner skala perbandingan
berpasangan:
1. Expert Pertama
Nama : Bambang Sumartono
Jabatan : Kepala Bagian Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Mei 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
2. Expert Kedua
Nama : M. Zainul Arifin
Jabatan : Kepala Seksi Pengawas Bongkar Muat
Tanggal : Maret 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
3. Expert Ketiga
Nama : Erwan Sigit
Jabatan : Staf Muda Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Maret 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
4. Expert Keempat
Nama : Isnyoto W.M
Jabatan : Staf Muda Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Maret 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
5. Expert Kelima
Nama : Rizky Arizona
Jabatan : Staf Muda Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan
Tanggal : Maret 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
76
1. Expert Pertama:
77
78
79
80
81
82
83
84
85
2. Expert Kedua:
86
87
88
89
90
91
92
93
94
3. Expert Ketiga:
95
96
97
98
99
100
101
102
103
4. Expert Keempat:
104
105
106
107
108
109
110
111
112
5. Expert Kelima:
113
114
115
116
117
118
119
120
121
LAMPIRAN 5
HASIL PENGOLAHAN DATA MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE 11
Berikut merupakan daftar expert yang mengisi kuisioner skala perbandingan
berpasangan:
1. Expert Pertama
Nama : Bambang Sumartono
Jabatan : Kepala Bagian Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Mei 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
2. Expert Kedua
Nama : M. Zainul Arifin
Jabatan : Kepala Seksi Pengawas Bongkar Muat
Tanggal : Maret 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
3. Expert Ketiga
Nama : Erwan Sigit
Jabatan : Staf Muda Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Maret 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
4. Expert Keempat
Nama : Isnyoto W.M
Jabatan : Staf Muda Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Maret 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
5. Expert Kelima
Nama : Rizky Arizona
Jabatan : Staf Muda Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan
Tanggal : Maret 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
Berikut merupakan hasil dari pengolahan data expert choice yang didapatkan dari
hasil penyebaran kuisioner kepada expert:
1. Expert 1
122
123
2. Expert Kedua:
124
3. Expert Ketiga
125
4. Expert Keempat
126
5. Expert Kelima
127
128
129
LAMPIRAN 6
HASIL WAWANCARA DENGAN PIHAK PENGAWAS BONGKAR
MUAT, EMKL DAN PBM TERKAIT DENGAN PEMBUATAN DIAGRAM
FISHBONE
Berikut merupakan daftar expert yang diwawancarai terkait pembuatan fishbone:
1. Expert Pertama
Nama : M. Zainul Arifin
Jabatan : Kepala Seksi Pengawas Bongkar Muat
Tanggal : April 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
2. Expert Kedua
Nama : Rizki Dwi Kusumawardana
Jabatan : Pelaksana Pengawasan Bongkar Muat
Tanggal : April 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
3. Expert Ketiga
Nama : Harfiki Arfian
Jabatan : Pelaksana Pengawasan Bongkar Muat
Tanggal : April 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
4. Expert Keempat
Nama : Suhadi
Jabatan : PBM/ PT. Artha Labora
Tanggal : April 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
5. Expert Kelima
Nama : Suryatno
Jabatan : EMKL/ PT. Muara Lintas Surya
Tanggal : April 2019
Tempat : Gudang inbag PT. Petrokimia Gresik
Pertanyaan berikut diajukan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi terkait
dengan waste yang terjadi akibat waktu tunggu muatan, flat truck dan buruh serta
untuk menentukan usulan perbaikan yang sesuai dengan keadaan TUKS PT.
Petrokimia Gresik:
1. Berdasarkan kondisi di lapangan banyak TKBM yang tidak produktif,
terutama buruh yang berada di dalam palka. Mengapa hal tersebut dapat
terjadi?
130
- Expert 1:
Buruh memiliki jam kerja 24 jam per hari (24 jam ganti orang), jadi
dalam satu hari kegiatan pemuatan pupuk di dalam kapal dilakukan
oleh orang yang sama. Hal tersebut dapat mengakibatkan kelelahan
pada buruh terutama pada saat malam hari.
- Expert 2:
Jumlah pembagian buruh adalah 7-9 orang di dalam palka dan
sisanya berada di darat. Buruh telah menetapkan tugasnya masing-
masing. Ada yang berada di sisi kiri, kanan ataupun tengah
tergantung diposisi mana pupuk akan disusun. Waktu kerja dari
buruh sendiri adalah 24 jam dalm sehari, hal tersebut dapat
menyebabkan kelelahan pada buruh yang mengakibatkan buruh
tidak bekerja secara produktif.
- Expert 3:
Jam kerja buruh yang 24 jam mempengaruhi kecepatan pemuatan
yang mengakibatkan buruh menjadi lelah
- Expert 4:
Buruh yang berada di dalam palka telah membagi atau memplot
sendiri tugasnya masing-masing.
- Expert 5:
Tidak mengetahui dikarenakan batasan pekerjaan yang dilakukan
berbeda dengan pertanyaan yang diajukan.
2. Menurut bapak, apa yang menyebabkan waktu tunggu buruh di TUKS PT.
Petrokimia ini cukup tinggi?
- Expert 1:
Vendor penyedia jasa buruh hanya ada satu, dan jarak dari tempat
penjemputan buruh jauh. Hal ini yang menyebabkan idle time.
- Expert 2:
Pemuatan inbag berdekatan dengan pembongkaran phosfatrock
dimana dampak dari pembongkaran tersebut adalah debu yang
berterbangan yang menyebabkan udara disekitar kegiatan pemuatan
menjadi terganggu dan menghambat buruh untuk melakukan proses
131
pemuatan dikarenakan jarak pandang yang terbatas dan debu yang
mengganggu pernafasan. Ketidak disiplinan buruh ketika jam
istirahat juga mempengaruhi waktu tunggu buruh menjadi tinggi.
- Expert 3:
Buruh kurang disiplin akan peraturan jam istirahat sehingga
menyebabkan jam yang seharusnya sudah mulai untuk melakukan
pemuatan jadi terhambat dikarenakan menunggu buruh yang sedang
beristirahat. Penyedia jasa buruh hanya ada satu yaitu PT. Dana
Hasil Bantuan dan jarak tempuh dari tempat buruh ke pelabuhan
cukup jauh.
- Expert 4:
Pupuk yang bocor pada saat pemuatan di atas flat truck, karena
buruh harus mengevakuasi atau membersihkan pupuk yang
berserakan terlebih dahulu sebelum kembali melanjutkan kegiatan
pemuatan.
- Expert 5:
Tidak mengetahui dikarenakan batasan pekerjaan yang dilakukan
berbeda dengan pertanyaan yang diajukan.
3. Apakah kemampuan operator crane kapal untuk menjalankan crane
berpengaruh terhadap kecepatan pemuatan?
- Expert 1:
Operator crane kapal ada dari dua pihak yaitu dari TKBM dan dari
orang kapal itu sendiri. Kemampuan operator crane untuk
menjalankan crane berpengaruh pada kecepatan pemuatan karena
jika operator handal dan terbiasa mengoperasikan crane maka kerja
pemuatan akan lebih cepat.
- Expert 2:
Operator crane berasal dari TKBM dan orang kapal. operator crane
kapal biasanya mengoperasikan jenis crane PH, sedangkan operator
crane dari TKBM mengoperasikan jenis crane boom. Banyak kapal
yang menggunakan jenis crane PH hanya menyediakan satu
operator saja dimana kerja pemuatan adalah 24 jam sedangkan pihak
132
kapal tidak mengizinkan operator dari TKBM untuk
mengoperasikan jenis crane PH karena dirasa kurang handal. Hal
tersebut membuat operator dari pihak kapal kelelahan yang
berdampak pada kecepatan pemuatan menjadi menurun.
- Expert 3:
Waktu pemuatan adalah 24 jam namun operator crane kapal hanya
ada satu, sedangkan biasanya operator dari kapal tidak mengizinkan
crane kapal miliknya dioperasikan oleh operator TKBM karena
dirasa kurang handal dalam mengoperasikan jenis crane kapal PH.
Hal tersebut menyebabkan kelelahan pada operator crane dari kapal
yang berdampak pada kecepatan pemuatan menjadi rendah.
- Expert 4:
Kemampuan operator crane menjalankan crane berpengaruh pada
kecepatan pemuatan inbag karena jika operator crane handal maka
kerja pemuatan menjadi lebih cepat. Namun kondisi dari crane kapal
juga mempengaruhi kecepatan pemuatan karena jika operator crane
sudah mengoperasikan crane dengan maksimal namun performa
dari crane kapal tidak mendukung.
- Expert 5:
Tidak mengetahui dikarenakan batasan pekerjaan yang dilakukan
berbeda dengan pertanyaan yang diajukan.
4. Apakah di pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik sudah ada pengawasan
yang berkala terkait dengan TKBM?
- Expert 1:
Pengawasan buruh dilakukan oleh mandor TKBM yang nantinya
akan diinformasikan kepada pengawas bongkar muat PT Petrokimia
jika terjadi suatu kendala atau permasalahan selama pemuatan
berlangsung.
- Expert 2:
Pengawasan dilakukan langsung oleh mandor dari TKBM. Mandor
TKBM diawasi oleh chief kapal. Jika terjadi sesuatu dengan buruh
selama pemuatan berlangsung chief akan melaporkan ke pihak
133
PBM. Pihak PBM akan berkoordinasi dengan pengawas bongkar
muat PT. Petrokimia Gresik.
- Expert 3:
Buruh diawasi oleh mandor dari TKBM. Namun untuk pengawasan
atau pengecekan berkala kepada buruh belum ada serta belum
adanya koordinasi yang baik terkait keberadaan buruhketika
pemuatan akan dimulai kembali setelah jam istirahat selesai.
- Expert 4:
Buruh diawasi oleh mandor TKBM. Pengawas bongkar muat PT.
Petrokimia hanya menerima informasi yang disampaikan oleh pihak
PBM jika terjadi suatu masalah dengan buruh yang terkait tentang
pemuatan inbag.
- Expert 5:
Tidak mengetahui dikarenakan batasan pekerjaan yang dilakukan
berbeda dengan pertanyaan yang diajukan.
5. Apakah lingkungan kerja yang ada di sekitar pemuatan inbag memiliki
pengaruh untuk kinerja buruh dalam melakukan proses pemuatan?
- Expert 1:
Dampak dari pembongkaran phosfat adalah debu yang mengganggu
jarak pandang dan pernafasan buruh sehingga menghambat proses
pemuatan.
- Expert 2:
Debu pada saat pembongkaran phosfatrock Mesir mengganggu
jarak pandang buruh sehingga cukup menghambat kegiatan
pemuatan.
- Expert 3:
Keadaan lingkungan yang cukup berpengaruh adalah pada saat
pemuatan inbag bersamaan dengan pembongkaran phosfatrock yang
menyebabkan debu sehingga membuat jarak pandang buruh untuk
melakukan pemuatan menjadi terganggu.
- Expert 4:
134
Lingkungan kerja tidak mempengaruhi apapun pada kegiatan
pemuatan inbag.
- Expert 5:
Untuk kegiatan pemuatan di gudang keadaan lingkungan sekitar
tidak membuat kegiatan pemuatan menjadi terhambat. Namun pada
saat di pelabuhan kegiatan
6. Menurut bapak, apa yang meyebabkan waktu menunggu flat truck di TUKS
PT. Petrokimia Gresik cukup tinggi?
- Expert 1:
Menunggu supir menjadi penyebab waktu tunggu flat truck menjadi
tinggi. Biasanya pelabuhan berhenti beroperasi sekitar jam 04.00
dan melanjutkan aktivitas pemuatan lagi sekitar pukul 07.30 WIB.
Namun biasanya ketika kapal dan buruh sudah siap untuk
melakukan pemuatan, material yang dimuat belum tersedia karena
truk masih di gudang dan supir sedang tidak berada di tempat.
- Expert 2:
Ketidaktersediaan jumlah flat truck yang disediakan EMKL
membuat terjadinya waktu tunggu yang cukup tinggi pada kegiatan
operasional pemuatan inbag.
- Expert 3:
Supir tidak mengetahui kapan harus tiba di pelabuhan, sehingga
ketika kapal sudah siap untuk melakukan pemuatan. Flat truck
masih belum tiba di pelabuhan.
- Expert 4:
Jumlah flat truck yang terbatas membuat waktu tunggu menjadi
tinggi karena life cycle pemuatan yang harusnya cepat menjadi lama
dan terhambat karena kekurangan armada truk.
- Expert 5:
Supir tidak mengetahui kapan harus tiba di pelabuhan menjadi salah
satu penyebab kegiatan menunggu flat truck menjadi tinggi.
7. Apakah supir memiliki kendala terkait dengan pengoperasian flat truck pada
saat pemuatan berlangsung?
135
- Expert 1:
Kendala yang dialami supir adalah beberapa kali mesin truk terjadi
masalah seperti, mesin mati, rem tidak cakram dan lain-lain. Hal ini
menyebabkan kegiatan pemuatan menjadi terhambat dan hal ini juga
membuat waktu tunggu semakin lebih lama.
- Expert 2:
Mesin mati dan rem tidak cakram sering terjadi pada saat kegiatan
pemuatan sedang berlangsung. Hal ini dapat menyebabkan kegiatan
operasional pemuatan menjadi terhambat.
- Expert 3:
Mesin truk sering terjadi masalah. Masalah ini disebabkan karena
kurang adanya pengecekan berkala dari supir yang
mengoperasikannya atau bahkan kurangnya koordinasi pada saat
pergantian supir.
- Expert 4:
Biasanya lebih ke mesin truk yang tiba-tiba mati. Jika mesin truk
mati maka muatan akan dipindahkan ke truk yang lain sehingga
membutuhkan extra waktu untuk menanganinya. Hal ini dapat
membuat kegiatan pemuatan menjadi terhambat.
- Expert 5:
Kendala yang dialami lebih ke mesin truk yang bermasalah.
Permasalahan ini membuat kegiatan pemuatan menjadi terhambat
karena butuh waktu untuk memperbaiki masalah tersebut.
8. Apakah metode atau sistem yang digunakan untuk pengoperasiaan flat truck
sudah efektif dan efisien?
- Expert 1:
Dalam 1 gang EMKL memberika 4 armada truk. Hal ini juga cukup
mengurangi waktu tunggu truk. Namun kendalanya adalah ketika
membuka 2 gang kerja dalam satu kapal sering terjadi kekurangan
truk. Karena yang seharusnya dalam 2 gang terdapat 8 flat truck
pihak EMKL hanya memberi 6 dikarenakan keterbatasan armada
yang telah digunakan oleh kapal lain.
136
- Expert 2:
Kekurangan truk sering terjadi pada saat kegiatan pemuatan terjadi.
Hal ini diakibatkan jumlah truk yang terbatas. EMKL biasanya
memberikan 4 armada truk. Namun tidak semua kegiatan pemuatan
EMKL mampu menyediakan 4 truk.
- Expert 3:
Metode yang dilakukan cukup baik, namun pada saat kapal
membuka 2 gang. Namun EMKL tidak mampu memberikan dua kali
lipat armada truk dikarenakan terbatasnya jumlah armada yang
dimiliki.
- Expert 4:
Jumlah truk yang disediakan EMKL adalah 4 truk. Namun jika
terdapat kegiatan pemuatan secara bersamaan EMKL tidak mampu
untuk memberikan truk sejumlah 4 dikarenakan jumlah armada yang
terbatas.
- Expert 5:
EMKL harusnya memberikan 4 armada truk, namun jika ada
kegiatan pemuatan yang bersamaan EMKL tidak mampu
memberikan jumlah truk yang sama pada setiap pemuatan karena
jumlah armada yang dimiliki terbatas.
9. Apakah sudah ada pengukuran secara berkala terkait kinerja EMKL?
- Expert 1:
Untuk monitoring yang dilakukan untuk rekanan sudah ada, yaitu
dengan mengumpulkan rekanan dalam waktu seminggu sekali.
Namun untuk pengukuran secara terstruktur belum ada.
- Expert 2:
Tidak ada pengukuran secara berkala terkait kinerja EMKL.
Perusahaan hanya mengadakan evaluasi yang dilakukan seminggu
sekali
- Expert 3:
Belum adanya pengukuran kinerja secara terstruktur untuk kinerja
EMKL. Sehingga terkadang masih ada koordinasi yang kurang
137
selama proses pemuatan berlangsung karena selama ini koordinasi
hanya dilakukan via telepon genggam, tidak ada SOP khusus terkait
dengan alur pemuatan secara rinci.
- Expert 4:
Hanya ada pengumpulan EMKL yang dilakukan oleh perusahaan
setiap satu minggu sekali.
- Expert 5:
Adanya pertemuan atau evaluasi setiap seminggu sekali untuk
mengetahui bagaimana kinerja pemuatan selama satu minggu
terakhir.
10. Apakah operator forklift memiliki kendala terkait dengan pemuatan cargo
dari gudang ke flat truck yang berpengaruh pada pemuatan inbag?
- Expert 1:
Kendala yang utama biasanya pada saat pergantian operator forklift
dimana jam kerja gudang dan pelabuhan berbeda. Di pelabuhan jam
kerja selama 24 jam sedangkan di gudang selama 12 jam.
- Expert 2:
Kendala yang terjadi biasanya akibat perbedaan jam kerja antara
pelabuhan dan gudang yang menyebabkan waktu tunggu untuk
memuat cargo dari gudang ke flat truck menjadi lama.
- Expert 3:
Tidak ada kendala yang beararti terkait dengan pemuatan cargo dari
gudang ke flat truck.
- Expert 4:
Kurang adanya briefing yang jelas terkait dengan truk yang akan
dimuat.
- Expert 5:
Perbedaan jam kerja antara pelabuhan dan gudang berbeda.
11. Apa yang menyebabkan waktu menunggu cargo di TUKS PT. Petrokimia
Gresik cukup lama?
- Expert 1:
138
Faktor yang membuat waktu tunggu cargo menjadi lama adalah
terkait dengan perbedaan jam kerja antara pelabuhan dengan
gudang, .
- Expert 2:
Keterbatasan forklift untuk melakukan kegiatan pemuatan, namun
hal ini terjadi jika keadaan gudang sedang ramai untuk melayani
truk.
- Expert 3:
Waktu tunggu cargo menjadi lama diakibatkan keterbatasan jumlah
forklift untuk melayani truk.
- Expert 4:
Adanya perbedaan jam kerja antara pelabuhan dan gudang yang
meneyebabkan waktu tunggu cargo menjadi lama.
- Expert 5:
Perbedaan jam kerja antara pelabuhan dan gudang membuat waktu
tunggu cargo menjadi lama karena jam kerja pelabuhan 24 jam non
stop sedangkan buruh hanya 12 jam.
12. Apakah ada kendala terkait dengan material cargo yang menyebabkan
waktu tunggu cargo menjadi lama?
- Expert 1:
Kendala yang terjadi biasanya karena pupuk yang bocor pada saat
penataan pupuk di atas palet.
- Expert 2:
Pupuk yang bocor pada saat ppenataan pupuk di palet.
- Expert 3:
Adanya pupuk yang bocor pada saat proses pemuatan pupuk dari
gudang ke palet. Dikarenakan pada saat proses pengepakan oleh
mesin otomatis yang dimiliki perusahaan.
- Expert 4:
Pertanyaannya yang diajukan tidak sesuai dengan bidang
pekerjaannya yang dilakukan
- Expert 5:
139
Adanya kebocoran pupuk pada saat proses pemuatan pupuk ke atas
palet.
13. Apakah metode atau sistem yang sudah diterapkan terkait dengan cargo
sudah efektif dan efisien?
- Expert 1:
Metode yang digunakan dalam pembagian cargo adalah dengan
sistem pengeplotan yaitu pihak gudang sudah membagi jumlah
cargo yang dibutuhkan untuk kapal ataupun umum. Namun pada
kenyataannya jika dihubungkan dengan pelabuhan, kinerja dari
orang-orang yang ada dipelabuhan lebih efektif pada pagi dan siang
hari, sehingga cargo yang seharusnya dapat diambil maksimal pada
siang hari tidak bisa dimaksimalkan.
- Expert 2:
Sistem pembagian pupuk sudah dibagi oleh pihak gudang, untuk
kapal dan juga umum. Kerja buruh yang lebih maksimal di pagi
hingga sore hari membuat kinerja buruh untuk melakukan pemuatan
lebih cepat. Namun kenyataannya dengan adanya sistem
pengeplotan gudang membatasi jumlah pupuk yang keluar dari
gudang untuk menjaga ketersediaan jumlah cargo agar tidak
kosong.
- Expert 3:
Gudang menggunakan sistem pengeplotan untuk membagi jumlah
ketersediaan pupuk untuk kapal maupun umum. Sistem pengeplotan
membuat pengambilan cargo dibatasi agar stok persediaan cargo di
gudang tidak kosong.
- Expert 4:
Tidak mengetahui dikarenakan batasan pekerjaan yang dilakukan
berbeda dengan pertanyaan yang diajukan.
- Expert 5:
Metode yang digunakan adalah dengan sistem pengeplotan yaitu
sudah dibagi cargo yang akan dibutuhkan untuk kapal dan umum.
140
141
LAMPIRAN 7
HASIL RANGKUMAN WAWANCARA DENGAN PIHAK PENGAWAS
BONGKAR MUAT, EMKL DAN PBM TERKAIT DENGAN PEMBUATAN
DIAGRAM FISHBONE
Berikut adalah hasil dari rangkuman pertanyaan yang diajukan untuk mengetahui
permasalahan yang terjadi terkait dengan waste yang terjadi akibat waktu tunggu
muatan, flat truck dan buruh serta untuk menentukan usulan perbaikan yang sesuai
dengan keadaan TUKS PT. Petrokimia Gresik:
1. Berdasarkan kondisi di lapangan banyak TKBM yang tidak produktif,
terutama buruh yang berada di dalam palka. Mengapa hal tersebut dapat
terjadi?
Jawab:
Dalam kegiatan pemuatan inbag jam kerja buruh yang diterapkan adalah 24
jam ganti buruh dan dibagi atas 2 shift yaitu shift pagi dan malam dengan
total istirahat selama 4 jam. Shif pagi dari jam 07.00-18.00 WIB sedangkan
shif malam dari jam 19.00-04.00. jam kerja yang hampir 24 jam membuat
kinerja buruh menjadi kurang produktif, terutama pada malam hari karena
kondisi fisik buruh sudah menurun. Jadi karena jam kerja buruh yang 24
jam menyebabkan lading rate inbag pada malam hari berbeda dengan pagi
hari.
2. Menurut bapak, apa yang menyebabkan waktu tunggu buruh di TUKS PT.
Petrokimia ini cukup tinggi?
Jawab:
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kegiatan menunggu buruh sering
terjadi, diantaranya sebagai berikut:
- Vendor TKBM terbatas. Vendor buruh di TUKS PT. Petrokimia
Gresik hanya satu yakni PT. Dana Hasil Bantuan, dimana lokasi dari
vendor buruh ini jauh yang menyebabkan waktu tunggu buruh
menjadi lama karena ketika kapal sudah siap untuk berkegiatan,
buruh yang di amprah belum datang.
142
- Jam kerja buruh yang 24 jam membuat kerja buruh menjadi kurang
produktif di malam hari, sehingga menyebabkan waktu istirahat
yang seharusnya hanya 4 jam menjadi lebih lama.
- Debu pada pembongkaran phosfat yang mengganggu jarak pandang
buruh yang bekerja
- Pupuk yang bocor pada saat pemuatan di flat truck menyebabkan
buruh memerlukan tambahan waktu untuk membersihkan pupuk
yang berserakan sehingga menghambat waktu kerja pemuatan
inbag.
3. Apakah kemampuan operator crane kapal untuk menjalankan crane
berpengaruh terhadap kecepatan pemuatan?
Jawab:
Operator crane kapal ada dari dua pihak yaitu, dari pihak kapal dan pihak
TKBM. Biasanya operator crane dari kapal mengoperasikan jenis crane PH,
sedangkan operator crane dari TKBM mengoperasikan crane boom. Namun
biasanya pihak kapal tidak mengizinkan operator dari TKBM untuk
mengoperasikan crane kapal yang berjenis PH, dikarenakan operator
TKBM dirasa kurang handal untuk mengoperasikannya. Banyak kapal yang
menggunakan crane jenis PH hanya menyediakan satu operator crane,
dimana jam kerja pemuatan adalah 24 jam. Hal ini menyebabkan operator
crane kapal bekerja tidak maksimal pada malam hari sehingga berpengaruh
terhadap kecepatan pemuatan jumlah tonase yang dimuat. Selain itu kondisi
dari crane kapal itu sendiri, jika operator crane sudah mengoperasikan alat
tersebut dengan maksimal namun performa dari crane tersebut tidak
mendukung juga berpengaruh pada kecepatan pemuatan inbag.
4. Apakah di pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik sudah ada pengawasan
yang berkala terkait dengan TKBM?
Jawab:
Pengawasan buruh dilakukan langsung oleh mandor TKBM itu sendiri.
Mandor diawasi oleh chief kapal, jadi jika sewaktu-waktu ada masalah
dengan buruh mandor akan menginformasikan kepada chief kapal, lalu
chief kapal melaporkan pada PBM dan PBM akan berkoordinasi dengan
143
pengawas bongkar muat dari pihak PT. Petrokimia Gresik. Tapi selama ini
kurang adanya koordinasi yang baik terkait keberadaan buruh ketika
pemuatan akan dimulai kembali setelah jam istirahat selesai.
5. Apakah lingkungan kerja yang ada di sekitar pemuatan inbag memiliki
pengaruh untuk kinerja buruh dalam melakukan proses pemuatan?
Jawab:
Lingkungan sangat bepengaruh karena sering pada saat pemuatan inbag
berlangsung bersamaan dengan pembongkaran material phosfat. Dampak
dari pembongkaran phosfat adalah debu yang mengganggu jarak pandang
dan pernafasan buruh sehingga menghambat proses pemuatan.
6. Menurut bapak, apa yang meyebabkan waktu menunggu flat truck di TUKS
PT. Petrokimia Gresik cukup tinggi?
Jawab:
Penyebab utama adalah menunggu supir. Biasanya pelabuhan berhenti
beroperasi sekitar jam 04.00 dan melanjutkan aktivitas pemuatan lagi
sekitar pukul 07.30 WIB. Namun biasanya ketika kapal dan buruh sudah
siap untuk melakukan pemuatan, material yang dimuat belum tersedia
karena truk masih di gudang dan supir sedang tidak berada di tempat. Selain
itu keterbatasa jumlah armada truk juga menjadi faktor yang membuat
waktu tunggu menjadi tinggi.
7. Apakah supir memiliki kendala terkait dengan pengoperasian flat truck pada
saat pemuatan berlangsung?
Jawab:
Kendala yang dialami supir adalah beberapa kali mesin truk terjadi masalah
seperti, mesin mati, rem tidak cakram dan lain-lain. Hal ini menyebabkan
kegiatan pemuatan menjadi terhambat dan hal ini juga membuat waktu
tunggu semakin lebih lama. Masalah ini disebabkan karena kurang adanya
pengecekan berkala dari supir yang mengoperasikannya atau bahkan
kurangnya koordinasi pada saat pergantian supir.
8. Apakah metode atau sistem yang digunakan untuk pengoperasiaan flat truck
sudah efektif dan efisien?
Jawab:
144
Metode yang digunakan saat ini sudah cukup baik karena dari pihak EMKL
menyediakan 4 flat truck dlam 1 gang. Hal ini juga cukup mengurangi waktu
tunggu truk. Namun kendalanya adalah ketika membuka 2 gang kerja dalam
satu kapal sering terjadi kekurangan truk. Karena yang seharusnya dalam 2
gang terdapat 8 flat truck pihak EMKL hanya memberi 6 dikarenakan
keterbatasan armada yang telah digunakan oleh kapal lain. Hal tersebut yang
dapat membuat waktu tunggu truk menjadi lama.
9. Apakah sudah ada pengukuran secara berkala terkait kinerja EMKL?
Jawab:
Untuk monitoring yang dilakukan untuk rekanan sudah ada, yaitu dengan
mengumpulkan rekanan dalam waktu seminggu sekali. Namun untuk
pengukuran secara terstruktur belum ada. Sehingga terkadang masih ada
koordinasi yang kurang selama proses pemuatan berlangsung karena selama
ini koordinasi hanya dilakukan via telepon genggam, tidak ada SOP khusus
terkait dengan alur pemuatan secara rinci.
10. Apakah operator forklift memiliki kendala terkait dengan pemuatan cargo
dari gudang ke flat truck yang berpengaruh pada pemuatan inbag?
Jawab:
Kendala yang utama biasanya pada saat pergantian operator forklift dimana
jam kerja gudang dan pelabuhan berbeda. Di pelabuhan jam kerja selama
24 jam sedangkan di gudang selama 12 jam. Sehingga membuat waktu
tunggu cargo menjadi lama. Selain itu kurang adanya briefing dari pihak
gudang terkait dengan truk yang akan dimuat.
11. Apa yang menyebabkan waktu menunggu cargo di TUKS PT. Petrokimia
Gresik cukup lama?
Jawab:
Faktor yang membuat waktu tunggu cargo menjadi lama adalah terkait
dengan perbedaan jam kerja antara pelabuhan dengan gudang, selain itu
juga karena keterbatasan alat yaitu forklift, namun hal ini terjadi hanya pada
saat gudang sedang ramai pemuatan sehingga jumlah forklift dibagi untuk
dapat melayani semua truk.
145
12. Apakah ada kendala terkait dengan material cargo yang menyebabkan
waktu tunggu cargo menjadi lama?
Jawab:
Kendala yang terjadi biasanya karena pupuk yang bocor pada saat penataan
pupuk di atas palet.
13. Apakah metode atau sistem yang sudah diterapkan terkait dengan cargo
sudah efektif dan efisien?
Jawab:
Metode yang digunakan dalam pembagian cargo adalah dengan sistem
pengeplotan yaitu pihak gudang sudah membagi jumlah cargo yang
dibutuhkan untuk kapal ataupun umum. Metode pengeplotan ini membuat
pengambilan cargo dibatasi setiap shifnya agar stok di gudang tidak kosong.
Namun pada kenyataannya jika dihubungkan dengan pelabuhan, kinerja
dari orang-orang yang ada dipelabuhan lebih efektif pada pagi dan siang
hari, sehingga cargo yang seharusnya dapat diambil maksimal pada siang
hari tidak bisa dimaksimalkan.
146
147
LAMPIRAN 8
DAFTAR HADIR EXPERT UNTUK WAWANCARA PEMBUATAN
DIAGRAM FISHBONE
1. Expert Pertama
Nama : M. Zainul Arifin
Jabatan : Kepala Seksi Pengawas Bongkar Muat
Tanggal : April 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
2. Expert Kedua
Nama : Rizki Dwi Kusumawardana
Jabatan : Pelaksana Pengawasan Bongkar Muat
Tanggal : April 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
3. Expert Ketiga
Nama : Harfiki Arfian
Jabatan : Pelaksana Pengawasan Bongkar Muat
Tanggal : April 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
4. Expert Keempat
Nama : Suhadi
Jabatan : PBM/ PT. Artha Labora
Tanggal : April 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
5. Expert Kelima
Nama : Suryatno
Jabatan : EMKL/ PT. Muara Lintas Surya
Tanggal : April 2019
Tempat : Gudang inbag PT. Petrokimia Gresik
148
1. Expert Pertama:
149
2. Expert Kedua:
150
3. Expert Ketiga:
151
4. Expert Keempat:
152
5. Expert Kelima:
153
LAMPIRAN 9
HASIL KUISONER SOD UNTUK PENENTUAN RPN KEPADA 7
EXPERT
Berikut merupakan daftar expert yang mengisi kuisioner SOD:
1. Expert Pertama
Nama : Bambang Sumartono
Jabatan : Kepala Bagian Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Mei 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
2. Expert Kedua
Nama : M. Zainul Arifin
Jabatan : Kepala Seksi Pengawas Bongkar Muat
Tanggal : Mei 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
3. Expert Ketiga
Nama : Ainul Kholis
Jabatan : Staf Kepala Regu Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Mei 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
4. Expert Keempat
Nama : Erwan Sigit
Jabatan : Staf Muda Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Mei 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
5. Expert Kelima
Nama : Isnyoto W.M
Jabatan : Staf Muda Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Mei 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
6. Expert Keenam
Nama : Rizki Dwi Kusumanegara
Jabatan : Pelaksana Pengawas Bongkar Muat
Tanggal : Mei 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
7. Expert Ketujuh
Nama : Harfiki Arfian
Jabatan : Pelaksana Pengawas Bongkar Muat
Tanggal : Mei 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
154
1. Expert Pertama:
155
2. Expert Kedua:
156
3. Expert Ketiga:
157
4. Expert Keempat:
158
5. Expert Kelima:
159
6. Expert Keenam:
160
7. Expert Ketujuh:
161
LAMPIRAN 10
HASIL PERHITUNGAN RPN KEPADA 7 RESPONDEN TERKAIT
PEMBUATAN TABEL FMEA
Berikut merupakan daftar expert yang mengisi kuisioner FMEA:
1. Expert Pertama
Nama : Bambang Sumartono
Jabatan : Kepala Bagian Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Mei 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
2. Expert Kedua
Nama : M. Zainul Arifin
Jabatan : Kepala Seksi Pengawas Bongkar Muat
Tanggal : Mei 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
3. Expert Ketiga
Nama : Ainul Kholis
Jabatan : Kepala Regu Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Mei 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
4. Expert Keempat
Nama : Erwan Sigit
Jabatan : Staf Muda Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Mei 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
5. Expert Kelima
Nama : Isnyoto W.M
Jabatan : Staf Muda Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Mei 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
6. Expert Keenam
Nama : Rizky Dwi Kusumanegara
162
Jabatan : Pengawas Bongkar Muat
Tanggal : Mei 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
7. Expert Ketujuh
Nama : Harfiki Arfian
Jabatan : Pengawas Bongkar Muat
Tanggal : Mei 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
1. Expert Pertama
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting
Flat Truck
Metode pemeliharaan
buruk 8 5 5 200
Supir kurang disiplin
atas peraturan jam
kerja
9 6 5 270
Kekurangan truk 9 9 7 567
Kurang koordinasi
antara PBM dan
EMKL
9 7 5 315
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting
Stevedore
Operator crane dari
TKBM belum
menguasai cara
mengoperasikan
crane PH
9 4 6 216
Jumlah dari
operator crane
kapal terbatas
9 7 7 441
Jam kerja buruh 24
jam 9 6 6 324
Tidak adanya
sanksi tegas dari
PBM untuk buruh
9 9 7 567
Kurang monitoring
pupuk pada saat
proses pemuatan di
gudang
9 7 5 315
Arah angin menuju
ke tempat pemuatan 10 7 7 490
163
2. Expert Kedua:
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting
Cargo
Pergantian shift
operator forklift 7 5 5 175
Tidak ada SOP
yang jelas terkait
pembatasan jumlah
pupuk di gudang
6 5 3 90
Tidak ada SOP
yang jelas terkait
pembagian jumlah
forklift
7 5 6 210
Cargo di
prioritaskan untuk
distribusi ke jawa
5 4 6 120
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severi
ty Occurance Detection RPN
Waiting Flat
Truck
Metode pemeliharaan
buruk 5 4 5 100
Supir kurang disiplin atas
peraturan jam kerja 9 3 7 189
Kekurangan truk 9 3 7 189
Kurang koordinasi antara
PBM dan EMKL 8 4 5 160
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting
Stevedore
Operator crane dari
TKBM belum
menguasai cara
mengoperasikan crane
PH
10 6 7 420
Jumlah dari operator
crane kapal terbatas 9 9 8 648
Jam kerja buruh 24 jam 10 10 7 700
Tidak adanya sanksi
tegas dari PBM untuk
buruh
9 9 7 567
Kurang monitoring
pupuk pada saat proses
pemuatan di gudang
7 5 6 210
Arah angin menuju ke
tempat pemuatan 7 5 7 245
164
3. Expert Ketiga:
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting
Cargo
Pergantian shift
operator forklift 7 5 5 175
Tidak ada SOP yang
jelas terkait
pembatasan jumlah
pupuk di gudang
9 6 6 324
Tidak ada SOP yang
jelas terkait pembagian
jumlah forklift
9 5 7 315
Cargo di prioritaskan
untuk distribusi ke
jawa
9 5 7 315
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting
Stevedore
Operator crane dari
TKBM belum menguasai
cara mengoperasikan
crane PH
10 6 8 480
Jumlah dari operator
crane kapal terbatas 9 9 7 567
Jam kerja buruh 24 jam 9 10 7 630
Tidak adanya sanksi
tegas dari PBM untuk
buruh
10 9 6 540
Kurang monitoring
pupuk pada saat proses
pemuatan di gudang
7 6 6 252
Arah angin menuju ke
tempat pemuatan 7 5 6 210
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting Flat
Truck
Metode pemeliharaan
buruk 5 4 5 100
Supir kurang disiplin
atas peraturan jam
kerja
10 3 6 180
Kekurangan truk 10 3 7 210
Kurang koordinasi
antara PBM dan
EMKL
9 5 8 360
165
4. Expert Keempat
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting
Cargo
Pergantian shift
operator forklift 6 6 5 180
Tidak ada SOP yang
jelas terkait
pembatasan jumlah
pupuk di gudang
10 5 7 350
Tidak ada SOP yang
jelas terkait
pembagian jumlah
forklift
9 5 6 270
Cargo di prioritaskan
untuk distribusi ke
jawa
9 4 7 252
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting Flat
Truck
Metode pemeliharaan
buruk 4 2 1 8
Supir kurang disiplin
atas peraturan jam
kerja
4 2 1 8
Kekurangan truk 6 2 1 12
Kurang koordinasi
antara PBM dan
EMKL
8 3 7 168
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting
Stevedore
Operator crane dari
TKBM belum
menguasai cara
mengoperasikan
crane PH
8 7 1 56
Jumlah dari operator
crane kapal terbatas 9 5 1 45
Jam kerja buruh 24
jam 4 5 1 20
Tidak adanya sanksi
tegas dari PBM untuk
buruh
5 6 1 30
Kurang monitoring
pupuk pada saat
proses pemuatan di
gudang
7 6 1 42
Arah angin menuju
ke tempat pemuatan 1 1 1 1
166
5. Expert Kelima:
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting
Cargo
Pergantian shift
operator forklift 2 4 1 8
Tidak ada SOP yang
jelas terkait
pembatasan jumlah
pupuk di gudang
3 3 1 9
Tidak ada SOP yang
jelas terkait
pembagian jumlah
forklift
4 5 1 20
Cargo di prioritaskan
untuk distribusi ke
jawa
7 5 1 35
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting Flat
Truck
Metode pemeliharaan
buruk 4 3 1 12
Supir kurang disiplin
atas peraturan jam
kerja
5 3 1 15
Kekurangan truk 6 4 2 48
Kurang koordinasi
antara PBM dan
EMKL
6 2 1 12
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting
Stevedore
Operator crane dari
TKBM belum menguasai
cara mengoperasikan
crane PH
3 2 1 6
Jumlah dari operator
crane kapal terbatas 2 2 1 4
Jam kerja buruh 24 jam 4 2 1 8
Tidak adanya sanksi
tegas dari PBM untuk
buruh
3 2 1 6
Kurang monitoring
pupuk pada saat proses
pemuatan di gudang
2 1 1 2
Arah angin menuju ke
tempat pemuatan 1 2 2 4
167
6. Expert Keenam Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting Flat
Truck
Metode
pemeliharaan buruk 7 4 5 140
Supir kurang
disiplin atas
peraturan jam kerja
8 5 7 280
Kekurangan truk 9 10 7 630 Kurang koordinasi
antara PBM dan
EMKL
7 4 8 224
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting
Cargo
Pergantian shift
operator forklift 8 8 7 448
Tidak ada SOP yang
jelas terkait
pembatasan jumlah
pupuk di gudang
8 7 6 336
Tidak ada SOP yang
jelas terkait
pembagian jumlah
forklift
8 8 7 448
Cargo di prioritaskan
untuk distribusi ke
jawa
9 8 8 576
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting
Stevedore
Operator crane dari
TKBM belum
menguasai cara
mengoperasikan
crane PH
6 4 6 144
Jumlah dari operator
crane kapal terbatas 6 4 6 216
Jam kerja buruh 24
jam 7 10 7 490
Tidak adanya sanksi
tegas dari PBM untuk
buruh
7 7 7 343
Kurang monitoring
pupuk pada saat
proses pemuatan di
gudang
8 7 7 392
Arah angin menuju
ke tempat pemuatan 10 8 8 640
168
7. Expert Ketujuh:
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting Flat
Truck
Metode
pemeliharaan buruk 4 4 5 80
Supir kurang
disiplin atas
peraturan jam kerja
8 4 5 160
Kekurangan truk 5 4 5 100
Kurang koordinasi
antara PBM dan
EMKL
8 6 7 336
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting
Cargo
Pergantian shift
operator forklift 3 2 1 6
Tidak ada SOP yang
jelas terkait
pembatasan jumlah
pupuk di gudang
1 1 1 1
Tidak ada SOP yang
jelas terkait
pembagian jumlah
forklift
1 1 1 1
Cargo di prioritaskan
untuk distribusi ke
jawa
1 1 1 1
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting
Cargo
Pergantian shift operator
forklift 7 6 5 175
Tidak ada SOP yang
jelas terkait pembatasan
jumlah pupuk di gudang
8 8 5 324
Tidak ada SOP yang
jelas terkait pembagian
jumlah forklift
7 5 5 315
Cargo di prioritaskan
untuk distribusi ke jawa 5 5 5 315
169
Jenis
Kegagalan
Potensial
Penyebab Severity Occurance Detection RPN
Waiting
Stevedore
Operator crane dari
TKBM belum
menguasai cara
mengoperasikan crane
PH
8 9 6 432
Jumlah dari operator
crane kapal terbatas 8 6 5 340
Jam kerja buruh 24 jam 9 9 5 405
Tidak adanya sanksi
tegas dari PBM untuk
buruh
8 9 6 432
Kurang monitoring
pupuk pada saat proses
pemuatan di gudang
5 3 5 75
Arah angin menuju ke
tempat pemuatan 3 3 5 45
170
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
171
LAMPIRAN 11
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NO. 13 TAHUN 2003
BAB X
PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN
Paragraf 4
Waktu Kerja
Pasal 77
(1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
(2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk
6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b. 8 (delapan) jan 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jan 1 (satu) minggu untuk
5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
(3) Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku bagi
sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
(4) Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu
sebaimana dimaksud dalam ayaat (3) diatur dengan Keputusan Menteri
172
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
173
LAMPIRAN 12
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NO. 25 TAHUN 2002
TENTANG PEDOMAN DASAR PERHITUNGAN TARIF PELAYANAN
JASA BONGKAR MUAT BARANG DARI DAN KE KAPAL DI
PELABUHAN
Pasal 8
Pelaksanaan kegiatan bongkar muat per hari dapat dilakukan dalam 3 (tiga) gilir
kerja, dengan jam kerja yang ditetapkan untuk setiap gilir kerja hari Senin sampai
dengan hari Minggu selama 8 (delapan) jam termasuk Istirahat 1 (satu) jam, kecuali
hari Jumat siang Istirahat 2 (dua) jam.
174
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
175
LAMPIRAN 13
KUISIONER MATRIK EFAS DAN IFAS
Berikut merupakan daftar expert yang mengisi kuisioner Matrik EFAS dan IFAS:
1. Expert Pertama
Nama : Bambang Sumartono
Jabatan : Kepala Bagian Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Juli 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
2. Expert Kedua
Nama : M. Zainul Arifin
Jabatan : Kepala Seksi Pengawas Bongkar Muat
Tanggal : Juli 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
3. Expert Ketiga
Nama : Erwan Sigit
Jabatan : Staf Muda Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Juli 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
4. Expert Keempat
Nama : Isnyoto W.M
Jabatan : Staf Muda Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Juli 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
5. Expert Kelima
Nama : Rizky Arizona
Jabatan : Staf Muda Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan
Tanggal : Juli 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
6. Expert Keenam
Nama : Mahardhika R.A
Jabatan : Pengawas Bongkar Muat
Tanggal : Juli 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
176
1. Expert Pertama
177
178
2. Expert Kedua
179
180
3. Expert Ketiga
181
182
4. Expert Keempat
183
184
5. Expert Kelima
185
186
6. Expert Keenam
187
188
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
189
LAMPIRAN 14
HASIL PEMBOBOTAN MATRIK EFAS DAN IFAS
Berikut merupakan daftar expert yang mengisi kuisioner Matrik EFAS dan IFAS:
1. Expert Pertama
Nama : Bambang Sumartono
Jabatan : Kepala Bagian Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Juli 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
2. Expert Kedua
Nama : M. Zainul Arifin
Jabatan : Kepala Seksi Pengawas Bongkar Muat
Tanggal : Juli 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
3. Expert Ketiga
Nama : Erwan Sigit
Jabatan : Staf Muda Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Juli 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
4. Expert Keempat
Nama : Isnyoto W.M
Jabatan : Staf Muda Administrasi Pelabuhan
Tanggal : Juli 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
5. Expert Kelima
Nama : Rizky Arizona
Jabatan : Staf Muda Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan
Tanggal : Juli 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
6. Expert Keenam
Nama : Mahardhika R.A
Jabatan : Pengawas Bongkar Muat
Tanggal : Juli 2019
Tempat : Pelabuhan TUKS PT. Petrokimia Gresik
190
1. Expert Pertama
Faktor-faktor Strategis Eksternal
Peluang Bobot Rating Skor
1. Peraturan Pemerintah tentang UU ketenagakerjaan No. 13
Tahun 2003 mengenai pembagian jam kerja 7 atau 8 jam
per hari (Pasal 77 ayat 1)
0,3 3 0,9
2. Peraturan Menteri Perhubungan tentang pelaksanaan
kegiatan bongkar muat yang dilakukan sebanyak 3 gilir
per hari (Pasal 8)
0,2 3 0,6
Total 0,5 6 1,5
Ancaman Bobot Rating Skor
1. Vendor penyedia jasa buruh menolak diterapkannya
sistem tersebut 0,2 2 0,4
2. Jumlah operator crane kapal tidak mencukupi 0,1 3 0,3
3. Waktu rata-rata kerja di gresik saat ini maksimal 2 shift
per hari 0,1 2 0,2
4. Potensi idle time pada saat jam pergantian buruh 0,1 2 0,2
Total 0,5 9 1,1
Total Keseluruhan 1,0 15 2,6
Faktor-faktor Strategis Internal
Kekuatan Bobot Rating Skor
1. Dukungan perusahaan terkait program tranformasi bisnis
terkait dengan peningkatan loading rate inbag 0,3 3 0,9
2. Adanya kontrak kerjasama antara vendor dengan
perusahaan terkait peraturan shift kerja 0,3 3 0,9
Total 0,6 6 1,8
Kelemahan Bobot Rating Skor
1. Belum adaya sistem untuk memonitor data dan waktu
kerja buruh yang bekerja dipelabuhan pada periode
tertentu
0,2 3 0,6
2. Belum ada sanksi yang tegas dari perusahaan apabila
buruh melanggar peraturan jam kerja 0,2 1 0,2
Total 0,4 4 0,8
Total Keseluruhan 1,0 10 2,6
2. Expert Kedua
Faktor-faktor Strategis Eksternal
Peluang Bobot Rating Skor
1. Peraturan Pemerintah tentang UU ketenagakerjaan No. 13
Tahun 2003 mengenai pembagian jam kerja 7 atau 8 jam
per hari (Pasal 77 ayat 1)
0,3 3 0,9
2. Peraturan Menteri Perhubungan tentang pelaksanaan
kegiatan bongkar muat yang dilakukan sebanyak 3 gilir
per hari (Pasal 8)
0,3 3 0,9
Total 0,6 6 1,8
Ancaman Bobot Rating Skor
1. Vendor penyedia jasa buruh menolak diterapkannya
sistem tersebut 0,1 4 0,4
2. Jumlah operator crane kapal tidak mencukupi 0,1 2 0,2
3. Waktu rata-rata kerja di gresik saat ini maksimal 2 shift
per hari 0,1 2 0,2
191
4. Potensi idle time pada saat jam pergantian buruh 0,1 3 0,3
Total 0,5 11 1,3
Total Keseluruhan 1,0 17 3,1
Faktor-faktor Strategis Internal
Kekuatan Bobot Rating Skor
1. Dukungan perusahaan terkait program tranformasi bisnis
terkait dengan peningkatan loading rate inbag 0,3 3 0,9
2. Adanya kontrak kerjasama antara vendor dengan
perusahaan terkait peraturan shift kerja 0,3 3 0,9
Total 0,6 6 1,8
Kelemahan Bobot Rating Skor
1. Belum adaya sistem untuk memonitor data dan waktu
kerja buruh yang bekerja dipelabuhan pada periode
tertentu
0,2 3 0,6
2. Belum ada sanksi yang tegas dari perusahaan apabila
buruh melanggar peraturan jam kerja 0,2 1 0,2
Total 0,4 4 0,8
Total Keseluruhan 1,0 10 2,6
3. Expert Ketiga
Faktor-faktor Strategis Eksternal
Peluang Bobot Rating Skor
1. Peraturan Pemerintah tentang UU ketenagakerjaan No. 13
Tahun 2003 mengenai pembagian jam kerja 7 atau 8 jam
per hari (Pasal 77 ayat 1)
0,3 4 1,2
2. Peraturan Menteri Perhubungan tentang pelaksanaan
kegiatan bongkar muat yang dilakukan sebanyak 3 gilir
per hari (Pasal 8)
0,3 4 1,2
Total 0,6 8 2,4
Ancaman Bobot Rating Skor
1. Vendor penyedia jasa buruh menolak diterapkannya
sistem tersebut 0,1 3 0,3
2. Jumlah operator crane kapal tidak mencukupi 0,1 3 0,3
3. Waktu rata-rata kerja di gresik saat ini maksimal 2 shift
per hari 0,1 3 0,3
4. Potensi idle time pada saat jam pergantian buruh 0,1 3 0,3
Total 0,4 12 1,2
Total Keseluruhan 1,0 20 3,6
Faktor-faktor Strategis Internal
Kekuatan Bobot Rating Skor
1. Dukungan perusahaan terkait program tranformasi bisnis
terkait dengan peningkatan loading rate inbag 0,4 4 1,6
2. Adanya kontrak kerjasama antara vendor dengan
perusahaan terkait peraturan shift kerja 0,25 3 0,75
Total 0,65 7 2,35
Kelemahan Bobot Rating Skor
1. Belum adaya sistem untuk memonitor data dan waktu
kerja buruh yang bekerja dipelabuhan pada periode
tertentu
0,15 2 0,3
192
2. Belum ada sanksi yang tegas dari perusahaan apabila
buruh melanggar peraturan jam kerja 0,2 2 0,4
Total 0,35 4 0,7
Total Keseluruhan 1,0 11 3,05
4. Expert Keempat
Faktor-faktor Strategis Eksternal
Peluang Bobot Rating Skor
1. Peraturan Pemerintah tentang UU ketenagakerjaan No. 13
Tahun 2003 mengenai pembagian jam kerja 7 atau 8 jam
per hari (Pasal 77 ayat 1)
0,3 4 1,2
2. Peraturan Menteri Perhubungan tentang pelaksanaan
kegiatan bongkar muat yang dilakukan sebanyak 3 gilir
per hari (Pasal 8)
0,2 4 0,8
Total 0,5 8 2,0
Ancaman Bobot Rating Skor
1. Vendor penyedia jasa buruh menolak diterapkannya
sistem tersebut 0,1 1 0,1
2. Jumlah operator crane kapal tidak mencukupi 0,1 2 0,2
3. Waktu rata-rata kerja di gresik saat ini maksimal 2 shift
per hari 0,2 2 0,4
4. Potensi idle time pada saat jam pergantian buruh 0,1 3 0,3
Total 0,5 8 1,0
Total Keseluruhan 1,0 16 3,0
Faktor-faktor Strategis Internal
Kekuatan Bobot Rating Skor
1. Dukungan perusahaan terkait program tranformasi bisnis
terkait dengan peningkatan loading rate inbag 0,4 4 1,6
2. Adanya kontrak kerjasama antara vendor dengan
perusahaan terkait peraturan shift kerja 0,3 3 0,9
Total 0,7 7 2,5
Kelemahan Bobot Rating Skor
1. Belum adaya sistem untuk memonitor data dan waktu
kerja buruh yang bekerja dipelabuhan pada periode
tertentu
0,1 3 0,3
2. Belum ada sanksi yang tegas dari perusahaan apabila
buruh melanggar peraturan jam kerja 0,2 4 0,8
Total 0,3 7 1,1
Total Keseluruhan 1,0 14 3,6
5. Expert Kelima
Faktor-faktor Strategis Eksternal
Peluang Bobot Rating Skor
1. Peraturan Pemerintah tentang UU ketenagakerjaan No. 13
Tahun 2003 mengenai pembagian jam kerja 7 atau 8 jam
per hari (Pasal 77 ayat 1)
0,4 4 1,6
2. Peraturan Menteri Perhubungan tentang pelaksanaan
kegiatan bongkar muat yang dilakukan sebanyak 3 gilir
per hari (Pasal 8)
0,4 4 1,6
Total 0,8 8 3,2
193
Ancaman Bobot Rating Skor
1. Vendor penyedia jasa buruh menolak diterapkannya
sistem tersebut 0,05 1 0,05
2. Jumlah operator crane kapal tidak mencukupi 0,05 2 0,1
3. Waktu rata-rata kerja di gresik saat ini maksimal 2 shift
per hari 0,05 2 0,1
4. Potensi idle time pada saat jam pergantian buruh 0,05 3 0,15
Total 0,2 8 0,3
Total Keseluruhan 1,0 16 3,5
Faktor-faktor Strategis Internal
Kekuatan Bobot Rating Skor
1. Dukungan perusahaan terkait program tranformasi bisnis
terkait dengan peningkatan loading rate inbag 0,4 3 1,2
2. Adanya kontrak kerjasama antara vendor dengan
perusahaan terkait peraturan shift kerja 0,4 3 1,2
Total 0,8 6 2,4
Kelemahan Bobot Rating Skor
1. Belum adaya sistem untuk memonitor data dan waktu
kerja buruh yang bekerja dipelabuhan pada periode
tertentu
0,1 3 0,3
2. Belum ada sanksi yang tegas dari perusahaan apabila
buruh melanggar peraturan jam kerja 0,1 1 0,1
Total 0,2 4 0,4
Total Keseluruhan 1,0 10 3,0
6. Expert Keenam
Faktor-faktor Strategis Eksternal
Peluang Bobot Rating Skor
1. Peraturan Pemerintah tentang UU ketenagakerjaan No. 13
Tahun 2003 mengenai pembagian jam kerja 7 atau 8 jam
per hari (Pasal 77 ayat 1)
0,4 4 1,6
2. Peraturan Menteri Perhubungan tentang pelaksanaan
kegiatan bongkar muat yang dilakukan sebanyak 3 gilir
per hari (Pasal 8)
0,2 4 0,8
Total 0,6 8 2,4
Ancaman Bobot Rating Skor
1. Vendor penyedia jasa buruh menolak diterapkannya
sistem tersebut 0,1 1 0,1
2. Jumlah operator crane kapal tidak mencukupi 0,1 4 0,4
3. Waktu rata-rata kerja di gresik saat ini maksimal 2 shift
per hari 0,1 4 0,4
4. Potensi idle time pada saat jam pergantian buruh 0,1 4 0,4
Total 0,4 13 1,3
Total Keseluruhan 1,0 21 3,7
Faktor-faktor Strategis Internal
Kekuatan Bobot Rating Skor
1. Dukungan perusahaan terkait program tranformasi bisnis
terkait dengan peningkatan loading rate inbag 0,3 4 1,2
2. Adanya kontrak kerjasama antara vendor dengan
perusahaan terkait peraturan shift kerja 0,4 4 1,6
194
Total 0,7 8 2,8
Kelemahan Bobot Rating Skor
1. Belum adaya sistem untuk memonitor data dan
waktu kerja buruh yang bekerja dipelabuhan pada
periode tertentu
0,2 1 0,2
2. Belum ada sanksi yang tegas dari perusahaan apabila
buruh melanggar peraturan jam kerja 0,1 1 0,1
Total 0,3 2 0,3
Total Keseluruhan 1,0 10 3,1