trauma kepala

19
Pengertian Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001) Cidera kepala adalah trauma pada otak yang disebabkan adanya kekuatan fisik dari luar yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran.Akibatnya dapat menyebabkan gangguan kognitif, gangguan tingkah laku, atau fungsi emosional. Gangguan ini dapat bersifat sementara atau permanen, menimbulkan kecacatan baik partial atau total dan juga gangguan psikososial. (Donna, 1999) Cidera kepala adalahsuatu keadaan traumatic yang mengenai otak dan menyebabkan perubahan-perubahan fisik, intelektual, emosional, social, dan vokasional. (Joyce, M Black, 1997 Klasifikasi Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG): Minor SKG 13 – 15 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma. Sedang SKG 9 – 12 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak. Berat SKG 3 – 8 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

Upload: anonymous-fnanpwatip

Post on 20-Feb-2016

4 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

tra

TRANSCRIPT

Page 1: Trauma Kepala

Pengertian

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak

atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada

kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

Cidera kepala adalah trauma pada otak yang disebabkan adanya kekuatan fisik dari luar yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran.Akibatnya dapat menyebabkan gangguan kognitif, gangguan tingkah laku, atau fungsi emosional. Gangguan ini dapat bersifat sementara atau permanen, menimbulkan kecacatan baik partial atau total dan juga gangguan psikososial. (Donna, 1999)

Cidera kepala adalahsuatu keadaan traumatic yang mengenai otak dan menyebabkan perubahan-perubahan fisik, intelektual, emosional, social, dan vokasional. (Joyce, M Black, 1997

KlasifikasiKlasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):MinorSKG 13 – 15Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.SedangSKG 9 – 12Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.Dapat mengalami fraktur tengkorak.BeratSKG 3 – 8Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

ETIOLOGI

1. Cidera setempat (benda tajam)

mis: pisau, peluru atau berasal dari serpihan atau pecahan dari

Page 2: Trauma Kepala

fraktur tengkorak.

Trauma benda tajam yang masuk kedalam tubuh merupakan

trauma yang dapat menyebabkan cidera setempat atau kerusakan

terjadi terbatas dimana benda tersebut merobek otak.

2. Cidera Difus (cidera tumpul)

mis : terkena pukulan atau benturan.

Trauma oleh benda tumpul dapat menyebabkan/menimbulkan

kerusakan menyeluruh (difuse) karena kekuatan benturan. Terjadi

penyerapan kekuatan oleh lapisan pelindung spt : rambut, kulit,

kepala, tengkorak. Pada trauma berat sisa energi diteruskan keotak

dan menyebabkan kerusakan dan gangguan sepanjang perjalanan

pada jaringan otak sehingga dipandang lebih berat.

Berat ringannya masalah yg timbul akibat trauma bergantung pd beberapa factor yaitu:

- Lokasi benturan

- Adanya penyerta seperti : fraktur, hemoragik

- Kekuatan benturan

- Efek dari akselerasi (benda bergerak membentur kepala diam) dan deselerasi (kepala bergerak membentur benda yang diam)

- Ada tidaknya rotasi saat benturan

Page 3: Trauma Kepala

Dapat pula dibagi menjadi :

1. Trauma primer

Terjadi karena benturan langsung ataupun tak langsung (akselerasi/deselerasi otak)

2. Trauma otak sekunder

Merupakan akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.

KRITERIA CIDERA KEPALA

1. Cidera kepala ringan

Jika GCS antara 13-15, dapat terjadi kehilangan kesadaran < 30 menit tapi ada yang

menyebut < 2 jam, tidak ada penyerta spt fraktur tengkorak, kontusio atau hematoma.

Frekuensi 55%.

2. Cidera kepala sedang

Jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit- 24 jam ada juga yang

menyebut antara 2-5 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorentasi ringan (bingung).

Frekuensinya 24%.

3. Cidera kepala berat

Jika GCS 3-8, hilang kesadaran > 24 jam, juga meliputi kontusio cerebral, laserasi, atau

hematoma intrakranial. Frekuensi 21%.

Patofisiologis

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya

konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala.Cedera percepatan (aselerasi) terjadi

jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat

pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul.Cedera perlambatan

Page 4: Trauma Kepala

(deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti

badan mobil atau tanah.Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat

gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah

secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada

kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang

otak.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan

otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera

sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada

pada area cedera.Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area

peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan

peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK).Beberapa

kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan

hipotensi.

Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar”

sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih

khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan

hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan

massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan

yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar,

kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada

seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak

tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.

Komplikasi

Hemorrhagie

Infeksi

Edema

Herniasi

Page 5: Trauma Kepala

CIDERA KHUSUS OTAK

1. Fraktur Tengkorak

Susunan tulang tengkorak dan lapisan kulit kepala membantu

menghilangkan tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekuatan yang ditransmisikan

kedalam jaringan otak. Ada 2 bentuk umum dari fraktur yaitu : fraktur linier yang umum

terjadi yang mana disebabkan oleh pemberian kekuatan yang amat berlebih terhadap luas

area tengkorak tertentu dan fraktur tengkorak basiler yakni terbatas pada tulang dasar

tengkorak seperti bagian tulang frontal atau temporal. Masalah ini bisa jadi cukup serius

karena cairan otak dapat keluar dari fraktur ini.

2. Gegar otak

Merupakan sindrom yang melibatkan bentuk cidera otak ringan yang menyebar. Gangguan

neurologis sementara dan dapat pulih tanpa ada kehilangan kesadaran.Pasien mungkin

mengalami disorientasi ringan, pusing, gangguan memori sementara, kuang

konsentrasi.Mungkin juga mengalami amnesia retrograte.Pasien sembuh cepat. Tetapi ada

satu bahya yang timbul yang kemungkinan dapat terjadi gejala yang berlanjut post gegar.

3. Kontusio

Menggambarkan area otak yang mengalami “memar”. Memar umumnya pada permukaan

yang disertai dengan hemoragik kecil-kecil pada substansi otak.Gejala bervariasi tergantung

lokasi dan derajat. Dapat menimbulkan edema cerebral 2-3 hari post trauma. Akibatnya

dapat menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial dan meningkatkan mortalitas (45%).

4. Hematoma Epidural

Perdarahan yang terjadi pada ruang epidural yaitu antara tulang tengkorak dan lapisan

durameter. Ini terjadi karena adanya robekan cabang kecil artery meningeal media atau

meningeal frontal

Page 6: Trauma Kepala

5. Hematoma Subdural

Perdarahan yang terjadi pada ruang subdural antara lapisan durameter dan lapisan

arakhnoid. Terjadi sebagai akibat robekan vena yang ditemukan pada ruang ini.

6. Hematoma Subarakhnoid

Perdarahan yang terjadi pada ruang arakhnoid yakni antara lapisan arakhnoid dengan

piameter, seringkali terjadi karena adanya robekan vena yang ada didaerah tersebut

seringkali bersifat kronik.

7. Perdarahan Intracerebral

Pengumpulan darah 25 ml atau lebih pada parenkim otak. Penyebabnya seringkali karena

adanya infresi fraktur.Gerakan akselerasi dan deselerasi yang tiba-tiba.Penanganannya

sampai saat ini masih controversial.

PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan umum

- ABS (Airway, Breathing, Sirkulasi)

2. Penatalaksanaan Khusus

- Konservatif : Pemberian monitol, gliserol, furosemid, steroid, antibiotik, barbiturat.

- Simptomatik : Mengatasi kejang, agitasi, gelisah, encephalopaty

3. Penatalaksanaan Lain

- Manajemen respiratori

- Surgical repair : Craniotomy, ventrikulotomy, cranioplasti

- Pengobatan

- Monitor TIK

- Managemen cairan dan elektrolit

- Gizi dan diit

- Therapi fisik

- Rehabilitasi

Page 7: Trauma Kepala

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Beberapa jenis pemeriksaan dapat dilakukan untuk mengidentifikasi adanya kelainan atau

abnormalittas yang terjadi seperti perdarahan, hematom, dan edema pada cedera kepala

ini.

Akan tetapi yang sering dilakukan:

1. Foto Thorak (X-Ray)

Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis

tengah (krn perdarahan, edema) adanya fragmen tulang.

2. CT Scan (tanpa/dgn kontras)

Mengidentifikasi adanya SOL, hemoragik, menentukanukuran ventrikel, pergeseran jaringan

otak

3. MRI

4. AGD (Analisa Gas Darah)

Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK

5. Kadar kimia/elektrolit darah

Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam meningkatkan TIK/perubahan mental

Pemeriksaan lain hanya berupa dukungan jika hasil ini belum memberikan hasil yang cukup.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status

kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.

Pemeriksaan fisik

Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi,

Page 8: Trauma Kepala

ataksik)

Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK

Sistem saraf :

Kesadaran à GCS.

Fungsi saraf kranial à trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan

penurunan fungsi saraf kranial.

Fungsi sensori-motor à adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu,

anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.

Sistem pencernaan

Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah,

adanya refleks batuk, mudah tersedak.Jika pasien sadar à tanyakan pola makan?

Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.

Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.

Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik à hemiparesis/plegia, gangguan gerak

volunter, ROM, kekuatan otot.

Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan à disfagia atau afasia akibat

kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.

Psikososial à data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari

keluarga.

B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:

Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan

dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya

tekanan intrakranial.

Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan

tekanan intrakranial.

Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.

Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.

Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan

intrakranial.

Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

Page 9: Trauma Kepala

Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.

Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.

Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.

Intervensi Keperawatan

Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan

gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan

intrakranial.

Tujuan: Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak

atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.

Intervensi:

Kaji Airway, Breathing, Circulasi.

Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra.Bila ada hindari memposisikan kepala

ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.

Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret.Bila ada sekret segera lakukan

pengisapan lendir.

Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.

Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30

derajat.

Pemberian oksigen sesuai program.

Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan

tekanan intrakranial.

Tujuan: Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat,

kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.

Intervensi:

Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk menurunkan tekanan

vena jugularis.

Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya

peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava

meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi).

tekanan pada vena leher.

Page 10: Trauma Kepala

pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena

leher).

Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi

(harus bersamaan).

Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.

Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan

therapeutic, hindari percakapan yang emosional.

Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program.

Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat

meningkatkan edema serebral.

Monitor intake dan out put.

Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.

Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.

Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat meningkatkan

tekanan intrakranial.

Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.

Tujuan: Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau

tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh anak bersih, tidak

ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.

Intervensi:

Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan pakaian,

BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.

Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.

Perawatan kateter bila terpasang.

Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB.

Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan

demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak.

Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.

Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang

ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam

Page 11: Trauma Kepala

batas normal.

Intervensi:

Kaji intake dan out put.

Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata

cekung dan out put urine.

Berikan cairan intra vena sesuai program.

Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan

intrakranial.

Tujuan: Anak terbebas dari injuri.

Intervensi:

Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri,

menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.

Kaji tingkat kesadaran dengan GCS

Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protokol.

Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.

Berikan analgetik sesuai program.

Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

Tujuan: Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan

tanda-tanda vital dalam batas normal.

Intervensi:

Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya,

serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.

Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.

Kurangi rangsangan.

Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.

Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.

Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.

Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri.

Tujuan: Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan tanda-tanda

Page 12: Trauma Kepala

infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam batas

normal.

Intervensi:

Kaji adanya drainage pada area luka.

Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.

Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.

Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, iritabel, sakit kepala,

demam, muntah dan kenjang.

Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.

Tujuan: Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai dengan

tidak gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan aktif

dalam perawatan anak.

Intervensi:

Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan, dan tujuannya.

Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.

Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.

Gunakan komunikasi terapeutik.

Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.

Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit

tetap utuh.

Intervensi:

Lakukan latihan pergerakan (ROM).

Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai.

Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak.

Kaji area kulit: adanya lecet.

Lakukan “back rub” setelah mandi di area yang potensial menimbulkan lecet dan pelan-

pelan agar tidak menimbulkan nyeri.

Page 13: Trauma Kepala

DAFTAR PUSTAKA

Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto;

2001.

Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC; 1996.

Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.

Suzanne CS & Brenda GB.Buku Ajar Medikal Bedah.Edisi 8.Volume 3. Jakarta: EGC; 1999.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TRAUMA KEPALA

Page 14: Trauma Kepala

DI SUSUN OLEH:

T I M A RP 17320110320

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNGJURUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

TAHUN 2011