lapkas trauma kepala

Upload: astrie-hananda-febriancy

Post on 02-Jun-2018

325 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    1/57

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    2/57

    2

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Trauma kapitis

    2.1.1. Defenisi1

    Trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur

    kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan

    fungsional jaringan otak. Menurut Brain Injury Association of America, cedera

    kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun

    degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang

    dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan

    kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

    2.1.2. Klasifikasi trauma kapitis2,3

    Trauma kapitis diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis

    trauma kapitis diklasifikasikan berdasarkan:

    A.

    Mekanisme trauma kapitis

    Berdasarkan mekanisme trauma kapitis dibagi atas

    a.

    Trauma kapitis tumpul

    Trauma kapitis tumpul, dapat terjadi akibat:

    1. Kecepatan tinggi berhubungan dengan kecelakaan mobil-motor.

    2.

    Kecepatan rendah, biasanya disebabkan jatuh dari ketinggian atau

    dipukul dengan benda tumpul.

    b.

    Trauma kapitis tembus

    Disebabkan oleh :

    1. Trauma peluru

    2. Trauma tusukan

    Adanya penetrasi selaput dura menentukan apakah suatu trauma termasuk

    trauma tembus atau trauma tumpul.

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    3/57

    3

    B. Beratnya trauma kapitis2,3,4

    Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif

    kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita

    cedera atau trauma kapitis. Penilaian GCS terdiri atas 3 komponen diantaranya

    respon membuka mata, respon motorik dan respon verbal.

    Tabel 2.1. Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)

    Eye Opening

    Mata terbuka dengan spontan 4

    Mata membuka setelah diperintah 3

    Mata membuka setelah diberi rangsang nyeri 2

    Tidak membuka mata 1

    Best Motor Response

    Menuruti perintah 6

    Dapat melokalisir nyeri 5

    Menghindari nyeri 4

    Fleksi (dekortikasi) 3

    Ekstensi (deserebrasi) 2

    Tidak ada gerakan 1

    Best Verbal Response

    Menjawab pertanyaan dengan benar 5

    Salah menjawab pertanyaan 4

    Mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai 3

    Mengeluarkan suara yang tidak ada artinya 2

    Tidak ada jawaban 1

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    4/57

    4

    Berdasarkan skor GCS, beratnya cedera atau trauma kapitis dibagi atas :

    Tabel 2.2. Klasifikasi keparahan traumatic brain injury

    Ringan

    Kehilangan kesadaran 20 menit dan

    24 jam dan

    36 jam

    Amnesia post traumatik >7 hari

    GCS 3-8

    (Sumber : Brain Injury Association of Michigan, 2005)1

    C.

    Berdasarkan morfologi

    a. Fraktur Kranium

    Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat

    berbentuk garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka ataupun

    tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT

    scan dengan teknik bone window untuk memperjelas garis frakturnya.

    Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk

    kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci. Fraktur kranium

    terbuka dapat mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit kepala

    dengan permukaan otak karena robeknya selaput dura. Adanya fraktur

    tengkorak tidak dapat diremehkan, karena menunjukkan bahwa benturan

    yang terjadi cukup berat.

    Menurut Japardi (2004), klasifikasi fraktur tulang tengkorak sebagai

    berikut:2

    1.

    Gambaran fraktur, dibedakan atas :

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    5/57

    5

    a.

    Linier, retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi,

    distorsi dan splintering

    b. Diastase

    c.

    Comminuted

    d. Depressed, retak pada kranial dengan depresi ke arah otak

    2. Lokasi Anatomis, dibedakan atas :

    a. Calvarium/ Konveksitas ( kubah / atap tengkorak )

    b. Basis cranii ( dasar tengkorak )

    3. Keadaan luka, dibedakan atas :

    a.

    Terbuka

    b. Tertutup

    b.

    Lesi Intra Kranial

    1. Perdarahan Epidural

    Perdarahan epidural adalah antara tulang kranial dan duramater.

    Gejala perdarahan epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran

    yang semakin menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan

    mungkin terjadi hemiparese kontralateral. Perdarahan epidural di daerah

    frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan

    kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah beberapa hari.

    2. Perdarahan Subdural

    Perdarahan subdural adalah perdarahan antara duramater dan

    araknoid, yang biasanya meliputi perdarahan vena. Terbagi atas 3 bagian

    yaitu:

    Perdarahan subdural akut

    Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan

    kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah.

    Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi

    ipsilateral pupil.

    Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera

    otak besar dan cedera batang otak.

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    6/57

    6

    Perdarahan subdural subakut

    - Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10

    hari setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri

    yang agak berat.

    - Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan

    penurunan tingkat kesadaran.

    Perdarahan subdural kronis

    - Terjadi karena luka ringan.

    - Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural.

    - Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran

    vaskuler dan secara pelan-pelan ia meluas.

    - Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau

    beberapa bulan.

    -

    Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil

    dan motorik.

    3. Perdarahan Subarakhnoid

    Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan antara rongga

    otak dan lapisan otak yaitu yang dikenal sebagai ruang sub

    arakhnoid.3,4

    4.

    Perdarahan Intraventrikular

    Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah

    pada ventrikel otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila

    terjadi perdarahan intraserebral.

    5.

    Perdarahan Intraserebral

    Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada

    jaringan otak. Di mana terjadi penumpukan darah pada sebelah otak

    yang sejajar dengan hentaman, ini dikenali sebagai counter coup

    phenomenon.5

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    7/57

    7

    2.1.3. Patofisiologi Trauma kapitis5,6

    Dipandang dari sudut waktu dan berat ringannya trauma kapitis yang

    terjadi, proses trauma kapitis dibagi:

    1.

    Proses primer

    Ini adalah kerusakan otak tahap pertama yang diakibatkan oleh

    benturan/proses mekanik yang membentur kepala. Derajat kerusakan

    tergantung pada kuatnya benturan dan arahnya, kondisi kepala yang

    bergerak/diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer

    mengakibatkan fraktur tengkorak, perdarahan segera dalam rongga

    tengkorak/otak, robekan dan regangan serabut saraf dan kematian

    langsung neuron pada daerah yang terkena

    2. Proses sekunder

    Merupakan tahap lanjutan dari kerusakan otak primer dan timbul

    karena kerusakan primer membuka jalan untuk kerusakan berantai karena

    berubahnya struktur anatomi maupun fungsional dari otak misalnya

    meluasnya perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berlanjut, iskemia

    fokal/global otak, kejang, hipertermi. Insult sekunder pada otak berakhir

    dengan kerusakan otak iskemik yang dapat melalui beberapa proses:

    a.

    Kerusakan otak berlanjut (progressive injury)

    Terjadi kerusakan berlanjut yang progresif terlihat pada daerah otak

    yang rusak dan sekitarnya serta terdiri dari 3 proses:

    Proses kerusakan biokimia yang menghancurkan sel-sel dan

    sitoskeletonnya. Kerusakan ini dapat berakibat:

    -Edema sitotoksik karena kerusakan pompa natrium terutama

    pada dendrit dan sel glia.

    - Kerusakan membran dan sitoskeleton karena kerusakan pada

    pompa kalsium mengenai semua jenis sel.

    - Inhibisi dari sintesis protein intraseluler

    Kerusakan pada mikrosirkulasi seperti vasoparesis, disfungsi

    membran kapiler disusul dengan edema vasogenik. Pada

    mikrosirkulasi regional ini tampak pula sludgingdari sel-sel darah

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    8/57

    8

    merah dan trombosit. Pada keadaan ini sawar darah otak menjadi

    rusak.

    Perluasan dari daerah hematoma dan perdarahan petekial otak yang

    kemudian membengkak akibat proses kompresi lokal dari

    hematoma dan multipetekial. Ini menyebabkan kompresi dan

    bendungan pada pembuluh di sekitarnya yang pada akhirnya

    menyebabkan peninggian tekanan intrakranial Telah diketahui

    bahwa trauma otak primer menyebabkan depolarisasi neuronal

    yang luas yang disertai dengan meningkatnya kalsium intraseluler

    (Hays,5) dan meningkatnya kadar neurotransmitter eksitatorik.

    Peningkatan dan kebocoran neurotransmitter eksitatorik akan

    merangsang terjadinya delayed neuronal death. Selain itu

    kerusakan dalam hemostasis ionik mengakibatkan meningkatnya

    kadar kalsium (Ca) intraseluler serta ion natrium. Influks Ca ke

    dalam sel disertai rusaknya sitoskeleton karena enzim fosfolipase

    dan merangsang terlepasnya radikal bebas yang memperburuk dan

    merusak integritas membran sel yang masih hidup.

    b. Insult otak sekunder berlanjut (delayed secondary brain injury).

    Penyebab dari proses ini bisa intrakranial atau sistemik:

    Intrakranial

    Karena peninggian tekanan intrakranial (TIK) yang meningkat

    secara berangsur-angsur dimana suatu saat mencapai titik toleransi

    maksimal dari otak sehingga perfusi otak tidak cukup lagi untuk

    mempertahankan integritas neuron disusul oleh

    hipoksia/hipoksemia otak dengan kematian akibat herniasi,

    kenaikan TIK ini dapat juga akibat hematom berlanjut misalnya

    pada hematoma epidural. Sebab TIK lainnya adalah kejang yang

    dapat menyebabkan asidosis dan vasospasme/vasoparalisis karena

    oksigen tidak mencukupi

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    9/57

    9

    Sistemik

    Perubahan sistemik akan sangat mempengaruhi TIK. Hipotensi

    dapat menyebabkan penurunan tekanan perfusi otak berlanjut

    dengan iskemia global. Penyebab gangguan sistemik ini disebut

    oleh Dearden (1995) sebagai Nine Deadly Hs yaitu hipotensi,

    hipokapnia, hiperglikemia, hiperkapnia, hiperpireksia, hipoksemia,

    hipoglikemia, hiponatremia dan hipoproteinemia.

    Trauma yang mengenai kepala, dapat diredam oleh rambut dan kulit

    kepala. Selanjutnya bagian yang terberat dari benturan diteruskan ke tengkorak,

    yang cukup mempunyai elastisitas hingga dapat mendatar, bila kepala terbentur

    pada objek yang tumpul atau datar. Bila pendataran tengkorak melebihi toleransi

    elastisitas, tulang akan patah/retak. Hal ini dapat menyebabkan fraktur linear yang

    sederhana, meluas dari pusat pukulan sampai ke basis.

    Benturan yang lebih hebat dapat menyebabkan fraktur stellata dan bila

    lebih hebat lagi dapat menyebabkan depresi fraktur. Tipe-tipe dari fraktur tidak

    hanya tergantung dari kecepatan pukulannya, tetapi yang lebih penting ditentukan

    oleh besar permukaan objek yang mengenai tengkorak. Objek yang runcing dapat

    menyebabkan perforasi pada tengkorak sedangkan objek yang lebih besar

    dgnkecepatan yang sama menyebabkn depresi fraktur. Jarang fraktur terjadi pada

    lawan dari tempat benturan. Tengkorak bergerak lebih cepat dari otak bila terkena

    benturan. Meskipun otak mengalami contusio pada tempat bawah benturan, tetapi

    kerusakan lebih berat terjadi pada permukaan tengkorak yang kasar, pada

    tonjolan-tonjolan tulang, crista galli, pada sayap sphenoid mayor dan ospetrosus,

    seperti sering terlihat pada contusio pada fossa anterior (frontal basal) dan fossa

    media (temporal basal). Pada benturan didaerah frontal, otak bergerak dari

    anterior ke posterior, sedangkan benturan pada daerah ocipital menyebabkan otak

    bergerak sepanjang sumbu axis, sedangkan lateral impact menyebabkan otak

    bergerak dari satu sisi ke sisi lain.

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    10/57

    10

    Gambar 2.1. Tanda panah menunjukkan tempat dan arah pukulan.7

    Menurut Gurjian, ciri khas biomekanik dari counter coup dan contusio

    adalah sebagai berikut:

    1.

    Contusio disebabkan oleh efek langsung dari tulang yang membentur.

    2.

    Counter coup disebabkan oleh gerakan otak terhadap permukaan tulang

    yang tidak rata.

    3. Bila kepala relatif diam, benturan langsung menyebabkan contusio tanpa

    counter coup efek.

    4. Bila kepala bebas bergerak, benturan pada kepala menyebabkan lesi

    counter coup tanpa lesi contusio.

    2.1.4. Tekanan Intra Kranial6,7

    Kranium dan kanalis vertebralis yang utuh, bersama-sama dengan

    durameter membentuk suatu wadah yang berisi jaringan otak, darah dan cairan

    serebrospinalis. Jika diukur tekanan intrakranial yang normal adalah 5-15 mm Hg.

    Bila terjadi kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak

    akan cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial. Sebab volume yang

    meninggi ini dapat dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinalis dari

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    11/57

    11

    ronga tengkorak ke kanalis spinalis dan disamping itu volume darah intrakranial

    akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara

    tekanan dan volume ini dikenal dengan complience. Jika otak, darah dan cairan

    serebrospinalis volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme

    penyesuaian ini akan gagal dan terjadilah tekanan tinggi intrakranial.

    A. Etiologi tekanan tinggi intrakranial

    1. Volume intrakranial yang meninggi

    Volume intrakranial yang meninggi dapat disebabkan oleh:

    Tumor serebri

    Infark yang luas

    Trauma

    Perdarahan

    Abses

    Hematoma ekstraserebral

    Acute brain swelling

    2. Dari faktor pembuluh darah

    Meningginya tekanan vena karena kegagalan jantung atau karena obstruksi

    mediastinal superior, tidak hanya terjadi peninggian volume darah vena di

    piameter dan sinus duramater, juga terjadi gangguan absorpsi cairan

    serebrospinalis.

    3. Obstruksi pada aliran dan pada absorpsi dari cairan serebrospinalis, maka

    dapat terjadi hidrosefalus.

    B. Gejala klinik tekanan tinggi intrakranial

    1. Nyeri Kepala

    Nyeri kepala pada tumor otak terutama ditemukan pada orang dewasa dan

    kurang sering pada anak-anak. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu

    bangun tidur, karena selama tidur PCO2 arteri serebral meningkat

    sehingga mengakibatkan peningkatan dari serebral blood flow dan dengan

    demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranium. Juga lonjakan tekanan

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    12/57

    12

    intrakranium sejenak karena batuk, mengejan atau berbangkit akan

    memperberat nyeri kepala. Pada anak kurang dari 10-12 tahun, nyeri

    kepala dapat hilang sementara dan biasanya nyeri kepala terasa didaerah

    bifrontal serta jarang didaerah yang sesuai dengan lokasi tumor. Pada

    tumor didaerah fossa posterior, nyeri kepala terasa dibagian belakang dan

    leher.

    3. Muntah

    Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan

    biasanya disertai dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat

    tumor di fossa posterior. Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau

    tidak dan sering tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang

    untuk sementara waktu.

    4.

    Kejang

    Kejang umum/fokal dapat terjadi pada 20-50% kasus tumor otak, dan

    merupakan gejala permulaan pada lesi supratentorial pada anak sebanyak

    15%. Frekwensi kejang akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan

    tumor. Pada tumor di fossa posterior kejang hanya terlihat pada stadium

    yang lebih lanjut. Schmidt dan Wilder (1968) mengemukakan bahwa

    gejala kejang lebih sering pada tumor yang letaknya dekat korteks serebri

    dan jarang ditemukan bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari

    himisfer, batang otak dan difossa posterior.

    5.

    Papil edem

    Papil edem juga merupakan salah satu gejala dari tekanan tinggi

    intrakranial. Karena tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan oklusi

    vena sentralis retina, sehingga terjadilah edem papil. Barley dan kawan-

    kawan, mengemukakan bahwa papil edema ditemukan pada 80% anak

    dengan tumor otak. Gejala lain yang ditemukan:

    False localizing sign: yaitu parese N.VI bilateral/unilateral, respons

    ekstensor yang bilateral, kelainann mental dan gangguan endokrin

    Gejala neurologis fokal, dapat ditemukan sesuai dengan lokalisasi

    tumor.

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    13/57

    13

    C. Hipotesa Monro-Kellie4

    Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga

    bila salah satu dari ketiga komponennya membesar, dua komponen lainnya harus

    mengkompensasi dengan mengurangi volumenya (bila TIK masih konstan).

    Mekanisme kompensasi intra kranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural

    dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari

    meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi

    otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme

    kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran

    darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah (herniasi) bila TIK makin

    meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf.

    Apabila peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif

    dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal (Lombardo,

    2003)

    Gambar 2.2. Hukum Monro-Kellie

    2.1.5. Gejala Klinis Trauma kapitis8,9

    Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kapitis adalah seperti

    berikut:

    1.

    Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:

    Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os

    mastoid)

    Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    14/57

    14

    Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)

    Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung) Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)

    2.

    Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kapitis ringan;

    Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat

    kemudian sembuh.

    Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.

    Mual atau dan muntah.

    Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun. Perubahan keperibadian diri.

    Letargik.

    3. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kapitis berat;

    Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di

    otak menurun atau meningkat.

    Perubahan ukuran pupil (anisokoria).

    Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresipernafasan).

    Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau

    posisi abnormal ekstrimitas.

    2.1.6. Penatalaksanaan Trauma kapitis4,5,6

    A. Trauma kapitis ringan (GCS = 1315)

    Idealnya semua penderita trauma kapitis diperiksa dengan CT scan,

    terutama bila dijumpai adanya kehilangan kesadaran yang cukup bermakna,

    amnesia atau sakit kepala hebat. Tiga persen dari penderita cedera kepala ringan

    ditemukan fraktur tengkorak.

    Klinis :

    1.

    Keadaan penderita sadar

    2. Mengalami amnesia yang berhubungna dengan cedera yang dialaminya

    3. Dapat disertai dengan hilangnya kesadaran yang singkat

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    15/57

    15

    4.

    Pembuktian kehilangan kesadaran sulit apabila penderita dibawah

    pengaruh obat-obatan / alkohol.

    5. Sebagain besar penderita pulih sempurna, mungkin ada gejala sisa ringan

    Fraktur tengkorak sering tidak tampak pada foto rontgen kepala, namun

    indikasi adanya fraktur dasar tengkorak meliputi :

    1. Ekimosis periorbital

    2. Rhinorea

    3. Otorea

    4.

    Hemotimpani

    5. Battles sign

    Penilaian terhadap Foto ronsen meliputi :

    1. Fractur linear/depresi

    2. Posisi kelenjar pineal yang biasanya digaris tengah

    3.

    Batas udaraair pada sinus-sinus

    4. Pneumosefalus

    5. Fractur tulang wajah

    6.

    Benda asing

    Pemeriksaan laboratorium :

    1. Darah rutin tidak perlu

    2. Kadar alkohol dalam darah, zat toksik dalam urine untuk diagnostik /

    medikolagel

    Therapy :

    1. Obat anti nyeri non narkotik

    2.

    Toksoid pada luka terbuka

    Penderita dapat diobservasi selama 1224 jam di Rumah Sakit

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    16/57

    16

    Gambar 2.3. Algoritma manajemen trauma kapitis ringan

    B. Trauma kapitis sedang (GCS = 9-12)

    Pada 10 % kasus :

    1. Masih mampu menuruti perintah sederhana

    2. Tampak bingung atau mengantuk

    3. Dapat disertai defisit neurologis fokal seperti hemi paresis

    Pada 1020 % kasus :

    1. Mengalami perburukan dan jatuh dalam koma

    2.

    Harus diperlakukan sebagai penderita cedera kepala berat.

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    17/57

    17

    Tindakan di UGD :

    1. Anamnese singkat

    2.

    Stabilisasi kardiopulmoner dengan segera sebelum pemeriksaan

    neulorogis

    3. Pemeriksaan CT. scan

    Penderita harus dirawat untuk diobservasi

    Penderita dapat dipulangkan setelah dirawat bila :

    1. Status neulologis membaik

    2. CT. scan berikutnya tidak ditemukan adanya lesi masa yang

    memerlukan pembedahan

    Penderita jatuh pada keadaan koma, penatalaksanaanya sama dengan

    cedera kepala berat.

    Airway harus tetap diperhatikan dan dijaga kelancarannya

    Gambar 2.4. Algoritma penanganan trauma kapitis sedang

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    18/57

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    19/57

    19

    1. Airway dan breathing

    Sering terjadi gangguan henti nafas sementara, penyebab kematian karena

    terjadi apnoe yang berlangsung lama. Intubasi endotracheal tindakan penting pada

    penatalaksanaan penderita cedera kepala berat dengan memberikan oksigen 100%.

    Tindakan hipervenltilasi dilakukan secara hati-hati untuk mengoreksi

    sementara asidosis dan menurunkan TIK pada penderita dengan pupil telah

    dilatasi dan penurunan kesadaran. PCO2 harus dipertahankan antara 25 35

    mmHg.

    2. Sirkulasi

    Normalkan tekanan darah bila terjadi hipotensi.

    Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup

    berat pada kasus multiple trauma, trauma medula spinalis, contusio

    jantung / tamponade jantung dan tension pneumothorax.

    Saat mencari penyebab hipotensi, lakukan resusitasi cairan untuk

    mengganti cairan yang hilang.

    UGS/lavase peritoneal diagnostik untuk menentukan adanya akut

    abdomen.

    D. Secondary survey

    Penderita cedera kepala perlu konsultasi pada dokter ahli lain.

    Riwayat AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, event).

    Pemeriksaan Fisik:

    1. Inspeksi visual dan palpasi kepala

    2. Inspeksi tanda fraktur basis kranii

    F. Pemeriksaan Neurologis

    Dilakukan segera setelah status cardiovascular penderita stabil,

    pemeriksaan terdiri dari :

    1. GCS

    2.

    Reflek cahaya pupil

    3. Gerakan bola mata

    4. Tes kalori dan Reflek kornea oleh ahli bedah syaraf

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    20/57

    20

    Sangat penting melakukan pemeriksaan minineurilogis sebelum penderita

    dilakukan sedasi atau paralisis.

    Tidak dianjurkan penggunaan obat paralisis yang jangka panjang.

    Gunakan morfin dengan dosis kecil (46 mg) IV

    Lakukan pemijitan pada kuku atau papila mame untuk memperoleh respon

    motorik, bila timbul respon motorik yang bervariasi, nilai repon motorik

    yang terbaik

    Catat respon terbaik / terburuk untuk mengetahui perkembangan penderita

    Catat respon motorik dari extremitas kanan dan kiri secara terpisah Catat nilai GCS dan reaksi pupil untuk mendeteksi kestabilan atau

    perburukan pasien.

    G. Terapi Medikamentosa untuk Trauma Kapitis

    Tujuan utama perawatan intensif ini adalah mencegah terjadinya cedera

    sekunder terhadap otak yang telah mengalami cedera

    1. Cairan Intravena

    Cairan intra vena diberikan secukupnya untuk resusitasi penderita

    agar tetap normovolemik. Perlu diperhatikan untuk tidak memberikan

    cairan berlebih.

    Penggunaan cairan yang mengandung glucosa dapat menyebabkan

    hiperglikemia yang berakibat buruk pada otak yang cedera.

    Cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah NaCl 0,9 % atau RL.

    Kadar Natrium harus dipertahankan dalam batas normal, keadaan

    hiponatremia menimbulkan odema otak dan harus dicegah dan diobati

    secara agresif.

    2. Hyperventilasi

    Tindakan hyperventilasi harus dilakukan secara hati-hati karena dapat

    menurunkan PCO2 sehingga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh

    darah otak.

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    21/57

    21

    Hiperventilasi yang lama dan cepat menyebabkan iskemia otak karena

    perfusi otak menurun.

    Jika PCO2 < 25 mmHg, hiperventilasi harus dicegah.

    Pertahankan level PCO2 pada 2530 mmHg bila TIK tinggi.

    3. Manitol

    Dosis 0,5-1 gram/kg BB bolus IV

    Indikasi penderita koma yang semula reaksi cahaya pupilnya normal,

    kemudian terjadi dilatasi pupil dengan atau tanpa dan akan

    meningkatkan diuresis.

    Dosis tinggi tidak boleh diberikan pada penderita hypotensi karena

    akan memperberat hipovolemia.

    4. Furosemid

    Diberikan bersamaan dengan manitol untuk menurunkan TIK.

    Dosis 0,5-1 mg/kgBB/IV.

    5. Barbiturat

    Bermanfaat untuk menurunkan TIK

    Tidak boleh diberikan bila terdapat hypotensi dan fase akut resusitasi,

    karena barbiturat dapat menurunkan tekanan darah.

    6. Anticonvulsan

    Penggunaan anticonvulsan profilaksis tidak bermanfaat untuk

    mencegaah terjadinya epilepsi pasca trauma

    Phenobarbital & Phenytoin sering dipakai dalam fase akut hingga

    minggu ke I

    Obat lain diazepam dan lorazepam.

    H. PENATALAKSANAAN PEMBEDAHAN

    A. Luka Kulit kepala

    Hal penting pada cedera kepala adalah mencukur rambut disekitar luka

    dan mencuci bersih sebelum dilakukan penjahitan.

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    22/57

    22

    Penyebab infeksi adalah pencucian luka dan debridement yang tidak

    adekuat.

    Perdarahan pada cedera kepala jarang mengakibatkan syok, perdarahan

    dapat dihentikan dengan penekanan langsung, kauteraisasi atau ligasi

    pembuluh besar dan penjahitan luka.

    Lakukan inspeksi untuk fraktur dan adanya benda asing, bila ada CSS

    pada luka menunjukan adanya robekan dura. Konsultasi ke dokter ahli

    bedah saraf.

    Lakukan foto tengkorak / CT Scan

    Tindakan operatif

    B. Fraktur depresi tengkorak

    Tindakan operatif apabila tebal depresi lebih besar dari ketebalan

    tulang di dekatnya.

    CT Scan dapat menggambarkan beratnya depresi dan ada tidaknya

    perdarahan di intra kranial atau adanya suatu kontusio

    C. Lesi masa Intrakranial

    Trepanasi dapat dilakukan apabila perdarahan intra kranial dapat

    mengancam jiwa dan untuk mencegah kematian.

    Prosedur ini penting pada penderita yang mengalami perburukan

    secara cepat dan tidak menunjukan respon yang baik dengan terapi

    yang diberikan.

    Trepanasi dilakukan pada pasien koma, tidak ada respon pada intubasi

    endotrakeal, hiperventilasi moderat dan pemberian manitol.

    Dalam penanganan cedera kepala upayakan jangan terjadi secondary

    brain demage. Informasi yang perlu diketahui pada semua kasus cedera kepala

    adalah :

    1. Umur dan biomekanik cedera

    2. Status pernafasan dan kardiovaskuler

    3.

    Hasil evaluasi neurologis :

    a. Tingkat kesadaran

    b.

    Reaksi pupil

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    23/57

    23

    c.

    Lateralisasi kelemahan ekstremitas

    d. Ada tidaknya cedera non cerebral yang menyertai

    e. Hasil evaluasi diagnostik

    CT scan atau X-ray kepala tidak boleh menghambat konsultasi atau

    transfer ke ahli bedah.

    I. PENANGANAN SEBELUM SAMPAI DI RUMAH SAKIT ATAU

    FASILITAS YANG LEBIH MEMADAI9

    A. Pada pertolongan pertama :

    Perhatikan imobilisasi kepala leher, lakukan pemasangan neck collar,

    sebab sering trauma kapitis disertai trauma leher.

    Hyperventilasi dengan oksigen 100 %, monitor tingkat saturasi O2dan

    CO2.

    Pada kasus berat mungkin diperlukan pemasangan ETT

    Pasang BACK BOARD (spinal board).

    Sediakan suction untuk menghindari penderita aspirasi karena muntah.

    Hentikan perdarah dengan melakukan penekanan pada daerah luka

    sebelum dilakukan penjahitan situasional.

    Perdarahan kepala yang tidak terkontrol akan mengakibatkan syok.

    Atasi syok dengan pemasangan IV canule yang besar (bila perlu 2 line),

    beri cairan yang memadai.

    Pemberian obat-obatan lasix, manitol dilapangan tidak dianjurkan,

    begitu pula obat penenang tidak boleh diberikan tanpa supervisi dokter.

    B. Penatalaksanaan di Rumah Sakit.

    Begitu diagnosa ditegakan, penanganan harus segera dilakukan

    Cegah terjadinya cedera otak sekunder dengan cara :

    a. Pertahankan metabolisme otak yang adekuat

    b. Mencegah dan mengatasi hipertensi

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    24/57

    24

    Mempertahankan kebutuhan metabolisme otak

    a. Iskemia otak atau hipoksia terjadi akibat tidak cukupnya

    penyampaian oksigen ke otak, metabolisme perlu oksigen dan

    glukosa.

    b. Usahakan PaO2 > 80 mmHg

    c. Pertahankan PaCO2 2628 mmHg

    d. Transfusi darah mungkin diperlukan sebagai oxygen carrying

    capacity.

    Mencegah hypertensi intra cranial

    Hypertensi ini dapat terjadi akibat :

    a.

    Masa lesi

    b. Pembengkakan otak akut

    c. Oedema otak

    Cara mengatasi hipertensi:

    a. Lakukan hypocapnia

    - Konsentrasi Co2 arteri mempengaruhi sirkulasi otak

    -

    Co2 meningkat terjadi vasodilatasi sehingga menigkatkan

    volume intrakranial

    - Co2 menurun terjadi tekanan intra kranial menurun

    Tindakan hyperventilasi:

    - Menurunkan intra cerebral acidosis

    - Meningkatkan metabolisme otak

    Anjurkan hyperventilasi dan pertahankan PCO2 antara 26

    28 mmHg. Hati-hati pada saat melakukan tindakan intubasi.

    b. Kontrol cairan

    -

    Cegah overhidrasi

    - IV jangan hypoosmolar

    -

    Jangan dilakukan loading

    c. Diuretic :

    - Manitol menurunkan volume otak dan menurunkan tekanan

    intra kranial

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    25/57

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    26/57

    26

    emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit

    kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan betapa

    pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea

    terkoyak.

    Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak

    memungkinkan perluasan intrakranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding

    atau tabula yang dipisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar disebut tabula

    eksterna, dan dinding bagian dalam disebut tabula interna. Struktur demikian

    memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang

    lebih ringan . Tabula interna mengandung alur-alur yang berisikan arteria

    meningea anterior, media, dan posterior. Apabila fraktur tulang tengkorak

    menyebabkan tekoyaknya salah satu dari arteri-arteri ini, perdarahan arterial yang

    di akibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat manimbulkan akibat

    yang fatal kecuali bila ditemukan dan diobati dengan segera.

    Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan

    meninges adalah duramater, arachnoid, dan piamater

    1.

    Duramater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua

    lapisan:

    Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum

    yang membungkus dalam calvaria

    Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang

    kuat yang berlanjut terus di foramen mgnum dengan duramater

    spinalis yang membungkus medulla spinalis.

    2.

    Arachnoidea mater cranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang laba-

    laba.

    3.

    Piamater cranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak

    pembuluh darah.

    2.2.2. Patofisiologi7,8

    Pada EDH, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan durameter.

    Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    27/57

    27

    arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang

    tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal

    atau oksipital.

    Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen

    spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.

    Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma

    akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom

    bertambah besar.

    Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada

    lobus temporalis otak ke arah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian

    medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini

    menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim

    medis.

    Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus

    formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di

    tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf

    ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan

    kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan

    respon motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda

    babinski positif.

    Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan

    terdorong ke arah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang

    besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain

    kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.

    Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus

    keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur

    mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu

    beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat,

    kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran

    ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan disebut interval lucid.

    Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    28/57

    28

    hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat

    atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval

    karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase

    sadar. Sumber perdarahan :

    Artery meningea

    Sinus duramatis

    Diploe (lubang yang mengisi kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan

    vena diploica

    Hematom epidural akibat perdarahan arteri meningea media,terletak antara

    duramater dan lamina interna tulang pelipis. Os Temporale (1), Hematom

    Epidural (2), Duramater (3), Otak terdorong kesisi lain (4).

    Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah

    saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada

    sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah

    herniasi trans dan infra tentorial. Karena itu setiap penderita dengan trauma

    kapitis yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif

    memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.

    2.2.3. Lucid I nterval

    Didefinisikan sebagai periode waktu antara kembalinya kesadaran setelah

    tidak sadar dalam waktu singkat, disebabkan oleh trauma kapitis dan menurun

    kembali setelah mulainya tanda dan gejala neurologis yang disebabkan trauma

    tersebut10. Patofisiologi tentang lucid interval adalah11:

    1.

    Terpisahnya dura yang berlanjut setelah trauma awal

    Pertama kali ditemukan oleh Ford dan McClaurin (1963) yang menyatakan

    apabila sejumlah area dari dura terpisah dari tengkorak maka tekanan arteri

    meningea media yang ruptur memiliki kekuatan yang cukup untuk

    menyebabkan pelepasan lebih lanjut dari dura.

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    29/57

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    30/57

    30

    kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, PaO2dipertahankan >100 mmHg dan

    PaCO2diantara 25-30 mmHg.

    b. Cairan hiperosmoler

    Umumnya digunakan cairan Manitol 10-15% per infus untuk menarik

    air dari ruang intersel ke dalam ruang intra-vaskular untuk kemudian dikeluarkan

    melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki, manitol harus

    diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan :

    0,5-1 gram/kg BB dalam 10-30 menit.

    Cara ini berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindakan bedah. Pada

    kasus biasa, harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba

    diberikan kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya.

    c. Kortikosteroid

    Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak beberapa

    waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa

    kortikosteroid tidak/kurang ber-manfaat pada kasus cedera kepala.

    Penggunaannya berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar

    darah otak. Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi :

    Dexametason pernah dicoba dengan dosis sampai 100 mg bolus yang

    diikuti dengan 4 dd 4 mg.

    Selain itu juga Metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd

    15 mg.

    Triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg.

    d. Barbiturat

    Digunakan untuk membius pasien sehingga metabolisme otak dapat

    ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun;

    karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan

    kemsakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini hanya

    dapat digunakan dengan pengawasan yang ketat.

    e. Cara lain

    Pada 24/48 jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 1500-2000

    ml/24 jam agar tidak memperberat edema jaringan. Ada laporan yang menyatakan

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    31/57

    31

    bahwa posisi tidur dengan kepala (dan leher) yang diangkat 30 akan menurunkan

    tekanan intrakranial. Posisi tidur yang dianjurkan, terutama pada pasien yang

    berbaring lama, ialah kepala dan leher diangkat 30. sendi lutut diganjal,

    membentuk sudut 150. telapak kaki diganjal, membentuk sudut 90 dengan

    tungkai bawah.

    3. Obat-obat Neurotropik

    Dewasa ini banyak obat yang dikatakan dapat membantu mengatasi

    kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk pada keadaan koma.

    a. Piritinol

    Piritinol merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin B6) yang

    dikatakan mengaktivasi metabolisme otak dan memperbaiki struktur serta fungsi

    membran sel. Pada fase akut diberikan dalam dosis 800-4000 mg/hari lewat infus.

    Tidak dianjurkan pemberian intravena karena sifat-nya asam sehingga mengiritasi

    vena.

    b. Piracetam

    Piracetam merupakan senyawa mirip GABA suatu neurotransmitter

    penting di otak. Diberikan dalam dosis 4-12 gram/ hari intravena.

    c. Citicholine

    Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak. Lecithin sendiri

    diperlukan untuk sintesis membran sel dan neurotransmitter di dalam otak.

    Diberikan dalam dosis 10Q-500 mg/hari intravena.

    4. Hal-hal lain

    Perawatan luka dan pencegahan dekubitus harus mulai diperhatikan sejak

    dini; tidak jarang pasien trauma kapitis juga menderita luka lecet/luka robek di

    bagian tubuh lainnya. Anti-biotika diberikan bila terdapat luka terbuka yang luas,

    trauma tembus kepala, fraktur tengkorak yang antara lain dapat me-

    nyebabkan liquorrhoe. Luka lecet dan jahitan kulit hanya memerlukan perawatan

    lokal.

    Hemostatik tidak digunakan secara rutin, pasien trauma kapitis umumnya

    sehat dengan fungsi pembekuan normal. Perdarahan intrakranial tidak bisa diatasi

    hanya dengan hemostatik. Antikonvulsan diberikan bila pasien mengalami kejang,

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    32/57

    32

    atau pada trauma tembus kepala dan fraktur impresi, preparat parenteral yang ada

    ialah fenitoin, dapat diberikan dengan dosis awa1 250 mg intravena dalam waktu

    10 menit diikuti dengan 250-500 mg fenitoin per infus selama 4 jam. Setelah itu

    diberikan 3 dd 100 mg/hari per oral atau intravena. Diazepam 10 mg iv diberikan

    bila terjadi kejang. Phenobarbital tidak dianjurkan karena efek sampingnya berupa

    penurunan kesadaran dan depresi pernapasan.

    A. Terapi Operatif

    Operasi di lakukan bila terdapat :

    Volume hematom > 30 ml

    Keadaan pasien memburuk

    Pendorongan garis tengah > 5 mm

    Fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depresi dengan

    kedalaman >1 cm

    EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah

    dengan GCS 8 atau kurang

    Tanda-tanda lokal dan peningkatan TIK > 25 mmHg

    Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life savingdan

    untukfungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya

    menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi

    desak ruang. Indikasi untuk life savingadalah jika lesi desak ruang bervolume :

    > 25 cc yang desak ruang supra tentorial

    > 10 cc yang desak ruang infratentorial

    > 5 cc yang desak ruang thalamus

    Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :

    Penurunan klinis

    Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan

    penurunan klinis yang progresif.

    Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan

    penurunan klinis yang progresif.

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    33/57

    33

    B. Perawatan Pascabedah

    Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya.

    Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau

    kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian. Perawatan luka

    dan pencegahan dekubitus pada pasien post operasi harus mulai diperhatikan sejak

    dini. CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik

    dan untuk menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.

    2.2.5. Prognosis7,9

    Prognosis tergantung pada :

    Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )

    Besarnya

    Kesadaran saat masuk kamar operasi.

    Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena

    kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara

    7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang

    mengalami koma sebelum operasi.

    2.3. Tindakan Anestesi6

    2.3.1. Pre-operasi6

    Semua pemeriksaan (anamnesa, pemeriksaan fisik, lab, radiologi, dll)

    sebelum penderita diberikan anestesi/dilakukan operasi. Waktu pelaksanaan:

    1. Operasi elektif (terencana) : min. 1 hari sebelum operasi.

    2.

    Operasi emergency (darurat) : waktu terbatas resiko besar

    Tujuan Pemeriksaan Pre-op :

    a. Pengumpulan data pasien

    Data Subjektif : anamnesa, autoanamnesa.

    Data Objektif :

    - Pemeriksaan fisik, lab, radiologi, EKG

    - < 40 thn : anamnesa saja (Physical Diagnostic)

    -> 60 thn : anamnesa + EKG Sisanya atas indikasi

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    34/57

    34

    b.

    Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik

    B1 : Pernafasan (Breath)

    B2 : Kardiovaskuler (Beat)

    B3 : SSP (Brain)

    B4 : Sistem Urogenital (Bladder)

    B5 : Sistem Digestif

    B6 : Muskuloskeletal (Bone)

    c. Perlu Diketahui :

    Obat yang sedang diminum untuk mengetahui interaksi. Alergi obat, jenisnya

    Pemeriksaan Lab dan Radiologi (atas indikasi)

    d. Pemeriksaan Standard :

    Hb (darah lengkap)

    LFT : Bilirubin, SGOT, SGPT

    RFT : BUN, Serum creatinine

    Radiologi : Thorax fotoe.

    Pemeriksaan Pelengkap (atas indikasi) :

    Umur > 40 thn : EKG, KGD

    Faal hemostasis

    Elektrolit

    Albumin

    Clearance Creatinine

    AGDA

    CT-scan

    Fungsi paru (spirometri)

    f. Menentukan masalah yang ada

    Masalah Medik

    Masalah Bedah

    Masalah Anestesi

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    35/57

    35

    Meramalkan penyulit yang mungkin terjadi

    Melakukan persiapan untuk mencegah penyulit terjadig. Menentukan status fisik pasien

    Hubungan antara kondisi fisik penderita, jenis operasi dan risiko operasi

    Tabel 2.3. Penentuan Status Fisik (ASA)

    ASA I Bila tidak didapatkan kelainan organik maupun sistemik selain

    yang ada di operasi

    ASA II Bila didapatkan kelainan sistemik ringan dan sedang

    ASA III Bila didapatkan kelainan sistemik berat tapi belum mengancam

    jiwa

    ASA IV Bila didapatkan kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa

    ASA V Moriboundsindroma IWR

    ASA VI Pasien yang telah dinyatakan mati batang orak dan dijadikan

    sebagai pendonor organ

    Makin tinggi PS ASA makin tinggi resikonya. Untuk operasi darurat

    (emergency) ditambahkan dengan huruf D atau E Misal : PS ASA 1D/1E, PS

    ASA 2D/2E

    h. Menentukan pre-medikasi

    Obat dan keterangan yang diberikan sebelum dilakukan tindakan anestesi.

    Tujuan:

    Membuat penderita lebih tenang

    Mengurangi rasa nyeri

    Menambah efek obat anestesi (menurunkan dosis)

    Mencegah efek samping obat anestesi

    Menentukan obat dan cara anestesi

    - Data-data Pra Bedah

    -

    Masalah yang ada

    - Macam/jenis operasi

    - Anestesinya : intravena, inhalasi, regional, lokal

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    36/57

    36

    Persiapan Pada Hari Operasi :

    - Puasa 6-8 jam sebelum operasi

    -

    SIO (Surat Izin Operasi)

    - Lakukan pem. fisik ulangan

    - Pakaian

    - Infus lancar atau tidak

    - Premedikasi sudah?, im/iv?

    2.3.2. Pengelolaan anestesi6

    Prinsip dasar/pengelolaan anestesi pada cedera kepala akut:

    a. Optimalisasi perfusi otak

    b.

    Mencegah iskemik otak

    c. Menghindari teknik dan obat-obat yang bisa menaikkan ICP.

    Ini bisa dicapai dengan jalan menjaga stabilisasi hemodinamik yang

    optimal. Bebasnya jalan napas dan kendali ventilasi untuk menjamin

    oksigenasi yang adekuat dan hipokarbia. Menghindari faktor-faktor yang

    meningkatkan tekanan vena serebral antara lain :

    a. Batuk dan mengejan.

    b. Posisi kepala yang ekstrim, yang menimbulkan obstruksi vena besar

    dileher (hyperfleksi, hyperekstensi, rotasi dan posisi kepala lebih rendah).

    c.

    Tekanan pada abdomen atau tahanan pengembangan toraks.

    d. Kanulasi vena jugularis interna untuk pemasangan CVP.

    e. Obat-obat yang meningkatkan ICP.

    1.

    Premedikasi

    Cukup memberikan anti kolinergik untuk mencegah sekresi yang

    berlebihan tidak perlu memberikan sedasi yang mungkin membuat depresi

    respirasi yang akan meningkatkan PaCO2 apalagi obat-obat narkotik.

    Glicopirolate tampaknya terpilih sebagai anti sekresi oleh karena sedikit

    pengaruhnya pada jantung.

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    37/57

    37

    2. Induksi

    Induksi yang ideal adalah menghindari kenaikan tekanan darah maupun

    kenaikan ICP. Untuk itu hindari hal-hal yang menimbulkan rasa nyeri

    (pemasangan infus, pengisapan lendir, manipulasi daerah trauma). Batuk dan

    mengejan harus dicegah karena dapat merangsang simpatis menaikkan tekanan

    darah, ICP, udem, dan herniasi otak. Posisi harus telentang netral, kepala head up

    setinggi 20-30% mencegah obstruksi vena besar di leher.

    Pre oksigenasi 100% untuk mencapai SaO2 100%. Narkotik (terpilih

    fentanil 1-4 ug/kg BB iv sebelum pentotal untuk menjaga stabilisasi

    kardiovaskuler). Narkotik yang lain menimbulkan vasodilatasi serebral. Pentothal

    obat induksi pilihan asal tidak ada kontra indikasi karena mampu menurunkan

    CBF dan ICP. Lidocain 1,5 mg/kg BB iv 1-3 menit sebelum intubasi dapat

    mencegah kenaikan tekanan darah dan ICP.

    Dalam hal penthotal ada kontra indikasi, pilihan etomidate maupun

    propofol merupakan alternatif yang baik. Vecuronium & recuronium merupakan

    relaxant pilihan oleh karena effek pada kardiovaskular stabil dan efek pada ICP

    minimal.

    Succinilkholine bisa menaikkan CBF dan ICP, kemungkinan

    hiperkalemia, jangan diberikan pada cedera kepala akut 6-12 jam setelah kejadian,

    recuronium merupakan alternatif. Pancuronium tidak dianjurkan karena efek

    hipertensinya dapat menaikkan CBF dan ICP dimana penderita cedera kepala akut

    ada gangguan auto regulasi. Atracurium bila mungkin dihindari karena

    melepaskan histamin dan metabolit laudanosin yang dimilikinya dapat

    menimbulkan kejang-kejang pada binatang percobaan.

    3. Pemeliharaan anestesi

    Penggunaan inhalasi isoflurane and sevoflurane cukup terpilih berdasarkan

    autoregulasi tetap baik sampai 1,5 MAC dan respon terhadap CO2 tetap baik

    sampai 2,8 MAC. Menurunkan CMR 02 sampai 50% sehingga punya efek

    proteksi otak. Kenaikan ICP oleh isoflurane 1% mudah dilawan dengan

    hipokapnia dan barbiturat. Sevoflurane, efek neuro hemodinamiknya seimbang

    dengan isoflurane hanya induksi dengan pemulihannya lebih cepat.

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    38/57

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    39/57

    39

    osmolaritasnya 300 mosm/1 sementara ringer laktat hipo osmolar (273 mosm/1)

    sebaiknya dibatasi untuk mencegah hipo osmoler yang akan meningkatkan udem

    serebri. Untuk mempertahankan volume intravaskular koloid adalah alternatif

    karena dapat menyerap air mengekspansi volume kardiovaskular.

    2.3.3. Post operatif5

    Bila penderita sadar dan bernapas spontan adekwat, bisa dilakukan

    extubasi. Pengisapan lendir dan extubasi sendiri akan menyebabkan penderita

    batuk, mengejan dan merejan cukup potensial menaikkan ICP & memperburuk

    udem serebri yang ada. Hal ini bisa dikurangi dengan pemberian likodain (1-1.5)

    mg/kg BB intravena tiga menit sebelum extubasi. Bila CGS < 8 atau adanya

    trauma leher dan dada mungkin intubasi tetap dipertahankan untuk diventilasi di

    ICU untuk menjaga & proteksi jalan napas.

    Perlu diberi sedasi atau narkotik dosis kecil mengurangi iritasi endotrakeal

    pada jalan napas. Posisi heard up 20-30% agar drainase vena serebral lancar

    terutama penderita dengan ventilasi tekanan positif atau PEEP atau pasien dengan

    CVP yang tinggi. Hindari posisi Tredelenburg, kepala hiperfleksi, hiperektensi

    atau rotasi akan membendung vena besar leher dapat menaikkan ICP.

    Hiperventilasi kadang diperlukan untuk mengendalikan ICP tetapi harus hati-hati

    bisa menyebabkan vasokonstriksi serebral dengan akibat menurunnya perfusi

    otak.

    Bila diperlakukan lama maka hipokapnik ventilasi digunakan tidak lebih

    dari 24 jam selanjutnya digunakan normokapnik ventilasi untuk mencegah kronik

    hipokarbi. Penggunaan hipokapnik lebih dari 24 jam menimbulkan gangguan

    asam basa, kemampuan menurunkan ICP dalam keadaan darurat akan hilang.

    Hipertensi pasca bedah dapat menimbulkan perdarahan kembali akibat bekuan

    darah belum kuat. Bila tekanan darah melampaui batas autoregulasi (MAP >

    150mmHg) akan menyebabkan rusaknya BBB, odem interstitiel dan

    meningkatnya ICP. Tetapi harus dilakukan terapi bila MAP > 130-140 mmHg dan

    semua penyebabnya seperti hipopksia, hiperkarbi, hiportermi dan ovelood cairan,

    serta nyeri dikoreksi baru diberikan anti hipertensi.

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    40/57

    40

    Naiknya tekanan darah karena PaCo2 meningkat, diperlukan untuk

    mempertahankan CPP bila diberi anti hipertensi akan memperburuk perfusi otak.

    Prinsip pemberian cairan harus dipertahankan dry untuk mencegah exaserbasi

    odem serebri, tetapi punya resiko bila CPP tak adekwat akan memperluas

    kerusakan otak. Untuk itu cegah terjadi overhidrasi namun tak perlu takut

    pemberian cairan. Kontrol elektrolit(K,Na) akibat diuretik harus segera dikoreksi.

    Kadar gula darah dikendalikan tak lebih dari 150mg% bila lebih dari 200mg%

    harus diterapi dengan insulin. Hiperglikemia akan menambah asidosis otak karena

    meningkatnya asam laktat.Glukosa hanya diberikan bila ada hipoglikemia.

    Kadang-kadang sesudah 48 jam ICP tetap meninggi kemungkinan

    besar disebabkan odema serebri yang luas. Retriksi cairan, loop dan osmotik

    diuretik merupakan tindakan awal, bila tak respon baru lakukan ventilasi kendali

    dan barbiturat. Pasien yang dirawat di ICU diperlukan pengaturan suhu tubuh,

    bronkial toilet,pengendalian kejang dan proteksi otak.

    Cegah hipertermia karena setiap kenaikan suhu,akan menaikkan konsumsi

    oksigen. Hipotermia dianjurkan untuk untuk mengurangi kebutuhan oksigen

    dan melindungi otak namun hanya cukup sampai 35 derajat celcius dengan

    mengatur suhu ruangan oleh karena ditakuti penyulit menggigil,

    gangguan elektrolit, perubahan kardiovaskular dan renal. Menggigil akan

    menaikkan konsumsi oksigen lebih kurang 400%.

    Bronkial toilet seharusnya dilakukan dalam keadaan tersedasi untuk

    megurangi iritasi jalan nafas yang dapat menaikkan ICP. Untuk pengendalian

    kejang dapat digunakan phenitoin(dilantin),benzodiazepin/barbiturat atau

    lidokain. Ini penting diatasi karena kejang dapat menaikkan ICP, hipertensi

    sampai perdarahan otak, hipoksia dan rusaknya sel otak. Dosis permulaan

    phenitoin 5-20 mg/kg intravena,dengan kecepatan maksimal pemberian 50

    mg/menit, untuk mencegah efek samping kardiovaskular seperti hipotensi,aritmia

    sampai henti jantung.

    Diazepam diberikan dengan dosis 5- 10 mg intravena(0,3 mg/kg)

    sementara thiopental dengan dosis (1-4)mg/kg intravena. Proteksi otak dengan

    jalan mempertahankan supply oksigen, hemodinamik yang baik dan stabil, ICP

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    41/57

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    42/57

    42

    RPO : tidak ada

    3.3. Time Sequences

    3.4. Primary Survey

    Primary Survey Diagnosis Tatalaksana Hasil Jam

    Airway

    Clear, gargling (-),

    snoring (-), C-spine

    stabil. crowing (-),

    Clear Airway clear 01.30

    Breathing

    Tanggal 27 Oktober 2014

    Pukul 01.00Pasien masuk ke IGD RSUP

    HAM

    Tanggal 27 Oktober 2014

    Pukul 01.30Pasien dikonsul ke dept.

    anestesi

    Tanggal 27 Oktober 2014Pukul 07.00

    Dilakukan operasi Craniotomy

    Tanggal 27 Oktober 2014

    Pukul 02.00Pasien di acc oleh anestesi

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    43/57

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    44/57

    44

    3.5. Secondary sur vey

    Secondary sur vey Diagnosis Tatalaksana Hasil Jam

    Ai rway, Breathing

    Clear, gargling (-),

    snoring (-), crowing (-),

    SP: vesikuler, ST: (-),

    RR: 18 x/menit, SaO2=

    99%

    Riwayat

    asma/sesak/alergi/batuk :

    -/-/-/-

    Clear O2 2 liter/menit

    via face mask

    rebreathing

    SaO2: 99%

    Blood

    CRT kiri,

    diameter: 4mm/3mm,

    RC (+/+)

    - -

    Bladder

    UOP (+), volume 60

    cc/jam, kateter terpasang

    Normal - -

    Bowel

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    45/57

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    46/57

    46

    -

    RFT

    Ureum/Kreatinin : 16.10/0.34

    - Elektrolit

    Na/K/Cl : 137/3.9/103

    Foto Thoraks

    Kesan: Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo

    Foto Cervical

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    47/57

    47

    Kesan: Tidak ada kelainan. Kedudukan cervical stabil

    Foto Schaedel

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    48/57

    48

    Kesan: tidak ada kelainan.

    Head CT-Scan

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    49/57

    49

    Kesan :

    - Bone window : intact

    - Brain window : EDH o/t (L) TemporoParietal, Vol. +/- 60cc, sisterna basalis

    terbuka, MLS > 0.5cm, sulcus gyrus jelas.

    3.6. Diagnosa Fungsional : HI GCS 10 + EDH o/t (L) TemporoParietal

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    50/57

    50

    3.7. Rencana

    Tindakan : Craniotomy evakuasi EDH

    PS ASA : 2E

    Anestesi : GA ETT

    Posisi : Supine

    3.8. Penatalaksanaan di Ruang Resusitasi IGD

    Elevasi kepala 30o

    O2 2 L/i via face mask

    Pasang IV Line 18G + transfusi set + three way + IVFD Ringer solution

    30 gtt/i, pastikan lancar

    Periksa lab, ambil sampel darah untuk crossmatch dan penyediaan darah

    Inj. Ceftriaxone 1000mg/12jam

    Inj. Ranitidine 50mg/12jam

    Inj. Ketorolac 30mg/8jam (k/p)

    Pasang kateter urin dan ukur UOP

    3.9. Tindakan Anestesi

    1. Induksi Anestesi

    Pre-Oksigenasi O2 100% 3-5 menit

    Head Up 30o

    Premedikasi, fentanyl 150 ug

    Induksi propofol 140 mg blink refleks (-), sleep non apnea

    Sellick maneuver

    Inj. Rocuronium 70mg sleep apnea

    Intubasi ETT 7 cuff (+), Suara pernafasan ki=ka, fiksasi

    Maintenance :

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    51/57

    51

    Sevoflurance 0.5-1%, O2:air = 2:2

    Rocuronium 10 mg/20 mnt

    Fentanyl 50 ug/30 mnt

    2.

    Durante Operasi

    Lama operasi : 3,5 jam

    TD : 110-130/80-90 mmHg

    HR : 60-75 x/mnt

    Kontrol ventilator 14x/mnt, Sp.O2 99-100%

    Cairan Pre Op : Rsol 500 cc

    Cairan Durante Op : Ringers Solution2000 cc + WB 350 cc

    Perdarahan : 400cc

    Penguapan+maintenance : 420 cc/jam

    Urine output: 100cc/jam, warna kuning jernih

    3. Post Operasi

    Bed rest, head up 30o

    IVFD RingersSolution 30 gtt/i

    Inj. Ketorolac 30mg/8 jam IV

    Inj. Phenytoin 100mg/8 jam IV

    Inj. Ranitidine 50 mg/12jam IV

    Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam IV

    Cek darah Rutin, AGDA, KGD Ad random, elektrolit, HST, RFT,

    LFT

    Bila HT

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    52/57

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    53/57

    53

    BAB IV

    DISKUSI DAN PEMBAHASAN

    Cedera kepala adalah suatu kerusakan

    pada kepala bukan bersifat

    kongenitalataupun degeneratif, tetapi

    disebabkan serangan/benturan fisik dari

    luar yang dapat mengurangi atau

    mengubah kesadaran yang mana

    menimbulkan kerusakan kemampuan

    kognitif dan fungsi fisik.

    Pasien datang ke IGD RSUP HAM

    dengan penurunan kesadaran (GCS 8),

    24 jam sebelumnya OS mengalami

    kecelakaan lalu lintas yang

    menyebabkan OS terjatuh.

    Penanganan pasien pada trauma kapitis

    saat pertama kali datang tetap

    mengikuti kaidah primary survey

    (airway, breathing, circulation,disability, exposure)

    Setelah dilakukan penanganan primary

    survey (ABCDE), didapati :

    Aairway clear, servikal terkontrol

    B

    respirasi spontan, RR 20x/mnt,SP: vesikuler, tanda pneumothoraks/

    hematothoraks (-/-)

    C CRT

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    54/57

    54

    perfusi ginjal

    Pasang kateter lambung

    Monitoring hasil resusitasi dan

    laboratorium

    Pemeriksaan foto rontgen

    Kateter lambung darah (-)

    Pulse : 85x/i, TD : 130-70

    mmHg, RR : 20x/i, AGDA : pH

    normal, lab : leukositosis

    Foto thoraks : tidak tampak

    kelainan cor dan pulmo

    Secondary survey dilakukan dengan

    AMPLE dan Pemeriksaan Fisik

    AMPLE (A: alergi, M:

    medikasi, P: past illness, L: last

    meal, E: event/environtment

    yang berhubungan dengan

    kejadian perlukaan)

    Pemeriksaan fisik (Respiratory

    system, cardiovascular system,

    central nervous system,

    genitourinary system,

    gastrointestinal system,

    musculoskeletal system)

    Pada secondary survey pasien ini

    ditemukan :

    1.

    AMPLE

    A : -

    M : -

    P : -

    L : 20.00 WIB (7/10/2014)

    E : luka lecet pada kepala

    2.

    Pem. Fisik

    RTS : N, RR 20x/i

    CVS : TD 130/70 mmHg, HR

    85x/i

    CNS : GCS 8 (E1V2M5),

    pupil anisokor, ka>ki, d:

    4mm/2mm, RC +/+

    GUS : UOP 70cc/jam, kuning

    jernih

    GIS : N

    MSS N

    Pasien yang mengalami trauma kapitis

    dianjurkan untuk melakukan head CT-

    scan dalam 1 jam jika memiliki gejala

    seperti :

    GCS

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    55/57

    55

    GCS 13-14 2 jam setelah trauma

    Dicurigai fraktur terbuka atau

    tertutup pada tengkorak

    Adanya tanda fraktur basal

    (haemotympanum, panda eyes,

    kebocoran cairan serebrospinal

    dari hidung, battles sign)

    Kejang post trauma

    Defisit neurologik fokal

    Muntah lebih dari sekali

    Setelah 2 jam pasien dalam

    GCS 8

    Dijumpai fraktur tertutup pada

    parietal

    Tidak dijumpai tanda fraktur

    basis kranii

    Tidak dijumpai kejang

    Dijumpai defisit neurologik

    Tidak dijumpai muntah

    Tanda-tanda atau gejala klinis untuk

    trauma kapitis berat :

    a. Simptom atau tanda-tanda

    cardinal yang menunjukkan

    peningkatan di otak menurun

    atau meningkat.

    b.

    Perubahan ukuran pupil

    (anisokoria).

    c. Triad Cushing (denyut jantung

    menurun, hipertensi, depresi

    pernafasan).

    d. Apabila meningkatnya tekanan

    intrakranial, terdapat pergerakan

    atau posisi abnormal

    ekstrimitas.

    Klasifikasi GCS :

    1. Cedera kepala ringan

    GCS 14-15

    2.

    Cedera kepala sedang

    Berdasarkan gejala klinis dijumpai

    ukuran pupil yang anisokor dan tanda

    peningkatan tekanan intra kranial.

    Berdasarkan klasifikasi GCS, pasien

    tergolong dalam cedera kepala berat

    dengan nilai GCS 8 (E1V2M5)

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    56/57

    56

    GCS 9-13

    3.

    Cedera kepala berat

    GCS 3-8

  • 8/10/2019 Lapkas Trauma Kepala

    57/57