makalah trauma kepala

96
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa karena atas rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah asuhan keperawatan pada Tn.D dengan gangguan sistem persarafan : post craniotomy a.i trauma kepala di ruang rc.3 bedah saraf. Dalam makalah ini penulis membahas tentang asuhan keperawatan pada Tn.D dengan gangguan sistem persarafan : post craniotomy a.i trauma kepala di ruang rc.3 bedah saraf. Dalam menyelesaikan makalah ini, kami telah banyak mendapat bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini tim penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak. Ali Hamzah., SKp., MNS. selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III yang telah membimbing kami sehingga pengetahuan kami semakin bertambah. 2. Pihak-pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah turut membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dalam waktu yang tepat. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dalam susunan maupun isinya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan mahasiswa/mahasiswi.

Upload: smiley-rina

Post on 27-Dec-2015

380 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Trauma Kepala

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa karena atas rahmatnya kami

dapat menyelesaikan makalah asuhan keperawatan pada Tn.D dengan gangguan sistem

persarafan : post craniotomy a.i trauma kepala di ruang rc.3 bedah saraf.

Dalam makalah ini penulis membahas tentang asuhan keperawatan pada Tn.D dengan

gangguan sistem persarafan : post craniotomy a.i trauma kepala di ruang rc.3 bedah saraf.

Dalam menyelesaikan makalah ini, kami telah banyak mendapat bantuan dan

masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini tim penulis ingin

menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak. Ali Hamzah., SKp., MNS. selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal

Bedah III yang telah membimbing kami sehingga pengetahuan kami semakin

bertambah.

2. Pihak-pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah turut

membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dalam waktu

yang tepat.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dalam susunan

maupun isinya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun

demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada

umumnya dan mahasiswa/mahasiswi.

Bandung, Januari 2014

Penulis

Page 2: Makalah Trauma Kepala

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Menurut Barell, Heruti, Abargel dan Ziv (1999), sebanyak 1465 korban mengalami

trauma kepala, sedangkan 1795 korban mengalami trauma yang multipel dalam penelitian di

Israel. Kecederaan multipel berkaitan dengan keparahan dan ia adalah asas dalam

mendiagnosa gambaran keseluruhan kecederaan. Dengan merekam seluruh kecederaan yang

dialami oleh korban, ia dapat membantu dalam mengidentifikasi kecederaan yang sering

mengikut penyebab trauma pada korban.

Trauma Murni adalah apabila korban didiagnosa dengan satu kecederaan pada salah

satu regio atau bagian anatomis yang mayor (Barell, Heruti, Abargel dan Ziv, 1999).

Trauma multipel atau politrauma adalah apabila terdapat 2 atau lebih kecederaan

secara fisikal pada regio atau organ tertentu, dimana salah satunya bisa menyebabkan

kematian dan memberi impak pada fisikal, kognitif, psikologik atau kelainan psikososial dan

disabilitas fungsional. Trauma kepala paling banyak dicatat pada pasien politrauma dengan

kombinasi dari kondisi yang cacat seperti amputasi, kelainan pendengaran dan penglihatan,

post-traumatic stress syndrome dan kondisi kelainan jiwa yang lain (Veterans Health

Administration Transmittal Sheet). Ada beberapa trauma yang sering terjadi yaitu:

1.1.1. Trauma servikal, batang otak dan tulang belakang

Trauma yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat yang tinggi serta

pada aktivitas olahraga yang berbahaya boleh menyebabkan cedera pada beberapa

bagian ini.

1.1.2. Trauma toraks

Trauma toraks bisa terbagi kepada dua yaitu cedera dinding toraks dan

cedera paru.

1.1.3. Trauma abdominal

Trauma abdominal terjadi apabila berlaku cedera pada bagian organ dalam dan bagian

luar abdominal

Page 3: Makalah Trauma Kepala

1.1.4. Trauma tungkai atas

Trauma tungkai atas adalah apabila berlaku benturan hingga menyebabkan cedera dan

putus ekstrimitas. Cedera bisa terjadi dari tulang bahu, lengan atas, siku, lengan

bawah, pergelangan tangan, jari-jari tangan serta ibu jari.

1.1.5. Trauma tungkai bawah

Kecederaan yang paling sering adalah fraktur tulang pelvik. Cedera pada bagian lain

ekstrimitas bawah seperti patah tulang femur, lutut atau patella, ke arah distal lagi

yaitu fraktur tibia, fraktur fibula, tumit dan telapak kaki (James, Corry dan Perry,

2000).

Page 4: Makalah Trauma Kepala

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Pengertian

2.1.1. Pengertian Trauma Kepala

Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang

menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau

gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009).

Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu

kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi

disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau

mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan

fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).

Menurut Satya Negara (1998:148) mengemukakan bahwa cedera kepala

merupakan jumlah deformitas jaringan di kepala yang diakibatkan oleh suatu

kekuatan mekanis.

Dari beberapa penegertian di atas dapat disimpulkan bahwa trauma kepala

atau cidera kepala adalah suatu kerusakan yang menimpa struktur kepala yang

disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar yang dapat menimbulkan

gangguan fugsional jaringan otak.

2.1.2. Pengertian Trauma Kepala Sedang

Menurut Arief Mansjoer, (2000:5) dan Hudak and Gallo,alih bahasa Monica

E.D Adiyanti (1996:226) Cedera kepala sedang (Moderat HI) ialah suatu keadaan

cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 9-12 dan tingkat kesadaran

lethargi, obtunded atau stupor.

2.1.3. Pengertian craniotomy

Barbara Engram, alih bahasa Suharyati Samba, dkk (1998: 642)

mengemukakan bahwa kraniotomi adalah operasi pembukaan tulang tengkorak,

sedangkan Ahmad Ramali (1996: 62) mendefinisikan craniotomy adalah setiap

pembedahan pada tulang tengkorak.

Page 5: Makalah Trauma Kepala

Dari kedua pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kraniotomi

adalah pembedahan yang dilakukan untuk membuka tulang tengkorak.

2.1.4. Pengertian Dekompresi

Menurut Ahmad Ramali, (1996:84) Dekompresi ialah pengurangan atau

mengevakuasi bekuan darah dari tulang tengkorak.

2.1.5. Pengertian Subdural Hematoma

Menurut Depkes RI (1995: 63) Subdural Hematoma adalah perdarahan yang

terjadi antara durameter dan arakhnoid yang biasanya meliputi perdarahan vena.

Sedangkan menurut Carolyn M. Hudak, alih bahasa Monica E.D Adiyanti (1996: 228)

hematoma subdural adalah akumulasi darah di bawah lapisan meningeal durameter

dan diatas lapisan arakhnoid yang menutupi otak. Definisi lain dikemukakan oleh Arif

Mansjoer, dkk (2000: 8) bahwa hematoma subdural ialah pengumulan darah dalam

rongga antara durameter dan membran subarakhnoid yang bersumber dari robeknya

vena.

Dari ketiga pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa hematoma

subdural adalah akumulasi darah yang terjadi di dalam rongga antara durameter dan

arakhnoid yang biasanya disebabkan karena perdarahan vena.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa, Post craniotomy dekompresi

atas indikasi moderat HI disertai subdural hematoma fronto temporo parietal dextra

ialah operasi pembedahan yang dilakukan untuk membuka tengkorak guna

mengevakuasi bekuan darah atas indikasi cedera kepala dengan nilai tingkat

kesadaran (GCS) 9-12 disertai akumulasi darah yang terjadi di dalam rongga antara

durameter dan arakhnoid yang biasanya disebabkan karena perdarahan vena di daerah

fronto temporo parietal dextra.

2.2. Anatomi dan Fisiologi Otak

Otak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal menyerupai agar-agar dan

terletak di dalam ruangan yang tertutup oleh tulang yaitu kranium (tengkorak), yang

secara absolut tidak dapat bertambah volumenya, terutama pada orang dewasa.

Page 6: Makalah Trauma Kepala

Jaringan otak dilindungi oleh beberapa pelindung, mulai dari permukaan luar

adalah: kulit kepala yang mngandung rambut, lemak dan jaringan lainnya, tulang

tengkorak, meningens (selaput otak dan liquor serebrospinalis). (Satyanegara, 1998: 12)

Otak dibagi dalam beberapa bagian:

2.2.1.Serebrum (otak besar)

Merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur,

mengisi depan atas rongga tengkorak, masing-masing disebut fase kranialis

anterior atas dan fase kranialis media.

Pada otak besar ditemukan beberapa lobus, yaitu:

1) Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan siklus

sentralis. Lobus ini terlihat dalam 2 fungsi serebral utama, yaitu: (1) kontrol

motorik gerakan volunter termasuk fungsi bicara, dan (2) kontrol berbagai

ekspresi emosi, moral dan tingkah laku etika. Fungsi aktifitas motoriknya

diekspresikan melalui: korteks somato-motorik primer (area Brodmann 4),

korteks premotor dan suplemen (area Brodmann 6), frontal eye field (area

Brodmann 8) dan pusat bicara Broca (area Brodmann 44), sedangkan kontrol

ekspresif dari emosi dan moral dilaksanakan oleh korteks pre frontal

(Satyanegara, 1998: 15)

2) Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakangi oleh

karaco oksipitalis. Lobus parietal dikaitkan untuk evaluasi sensorik umum dan

rasa kecap, dimana selanjutnya akan dintegrasi dan diproses untuk

menimbulkan kesiagaan tubuh terhadap lingkungan eksternal. (Satyanegara,

1998: 17)

3) Lobus temporalis, terdapat di bawah lateral dari fisura serebralis dan di depan

lobus oksipitalis. Lobus temporalis mempunyai peran fungsionil yang

berkaitan dengan pendengaran, keseimbangan dan juga sebagian dari emosi-

memori.

4) Lobus oksipitalis, yang mengisi bagian belakang daris erebrum lobus

oksipitalis sangat penting fungsinya sebagai kortex visual. Secara umum,

fungsi serebrum terdiri dari:

Page 7: Makalah Trauma Kepala

a) mengingat pengalaman-pengalaman masa lalu

b) pusat persyarafan yang menangani; aktifitas mental, akal, inteligensi,

keinginan dan memori

c) pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil

Untuk memperjelas letak dari setiap Lobus Otak dapat dilihat pada

gambar 2.1 dibawah ini:

Gbr.2.1. Penampang lateral lobus-lobus otak

Sumber: Satyanegara, L. Djoko Listiano, Ilmu Bedah Saraf Edisi III, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1998

a. Batang otak (trunkus serebri)

Batang otak adalah pangkal otak yang merilei pesan-pesan antara medula spinalis

dan otak. Batang otak terdiri dari:

1) Diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat diantara serebrum dengan

mesensefalon. Kumpulan dari sel syaraf yang terdapat di bagian depan lobus

temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap ke samping.

Fungsi dari diensefalon:

a) vaso kontruktor, mengecilkan pembuluh darah

b) respiratori, membantu proses persyarafan

c) mengontrol kegiatan reflek

Page 8: Makalah Trauma Kepala

d) membantu pekerjaan jantung

Diensefalon tersusun atas struktur Hipothalamus yang berfungsi

sebagai pusat integrasi susunan saraf otonom, regulasi temperatur,

keseimbangan cairan dan elektrolit, integrasi sirkuit siklus bangun-tidur,

intake makanan, respon tingkah laku terhadap emosi, pengontrolan endokrin,

dan respon seksual. Thalamus berfungsi sebagai pusat persediaan dan integrasi

bagi semua jenis impuls sensorik, kecuali penciuman.thalamus memainkan

peranan penting dalam transmisi impuls nyeri.(satyanegara, 1998:20)

2) Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari 4 bagian yang menonjol ke

atas, 2 di sebelah atas disebut korpus quadrigeminus superior dan 2 di sebelah

bawah disebut korpus quadrigeminus inferior, serat saraf okulomotorius

berjalan ke veritral di bagian medial. Serat-serat saraf nervus troklearis

berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi lain.

Fungsinya terdiri dari:

a) membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata

b) memutar mata dan pusat pergerakan mata

3) Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan pons

varoli dengan serebelum, terletak didepan serebelum di antara otak tengah dan

medula oblongota, disini terdapat premotoksid yang mengatur gerakan

pernafasan dan reflek.

Fungsi dari pons varoli terdiri dari:

a) penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula

oblongata dengan serebelum

b) pusat syaraf nervus trigeminus

4) Medula oblongata, merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah

yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah

medula oblongata merupakan persambungan medula spinalis ke atas dan

bagian atas medula oblongata disebut kanalis sentralis di daerah tengah bagian

ventral medula oblongata.

Page 9: Makalah Trauma Kepala

Fungsi medula oblongata merupakan organ yang menghantarkan impuls dari

medula spinalis dan otak yang terdiri dari:

a) mengontrol pekerjaan jantung

b) mengecilkan pembuluh darah (vasokonstruktor)

c) pusat pernafasan (respiratory centre)

d) mengontrol kegiatan reflek

Otak dilindungi oleh selaput otak (meningen) yang terdiri dari 3 lapisan:

a. Duramater (lapisan sebelah luar)

Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat, di

bagian tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak dan duramater propia di

bagian dalam. Di dalam kanal vertebralis kedua lapisan ini terpisah. Duramater

pada tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan arah vena dari otak,

rongga ini dinamakan sinus longitudinal superior, terletak di antara kedua

hemisfer otak.

b. Arakhnoid (lapisan tengah)

Merupakan selaput halus yang memisahkan duramater dengan piameter

membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh

susunan syaraf sentral. Medula spinalis terhenti setinggi di bawah lumbal I-II

terdapat sebuah kantong berisi cairan, berisi saraf perifer yang keluar dari

medula spinalis dapat dimanfaatkan untuk mengambil cairan otak yang disebut

pungsi lumbal.

c. Piamater (lapisan sebelah dalam)

Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak, piamater

berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-struktur jaringan ikat yang

disebut trabekel. Tepi falks serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan

sinus sagitalis inferior yang mengeluarkan darah dari falks serebri. Tentorium

memisahkan serebri dengan sereblum.(Syaifuddin, 1997: 124)

Page 10: Makalah Trauma Kepala

2.3. Etiologi

2.3.1. Menurut Satyanegara,1998:148

Kebanyakan cedera kepala merupakan akibat salah satu dari kedua mekanisme

dasar yaitu:

2.3.1.1. Kontak bentur, terjadi bila kepala membentur atau menabrak sesuatu obyek

atau sebaliknya

2.3.1.2. Guncangan lanjut, merupakan akibat peristiwa guncangan kepala yang hebat,

baik yang disebabkan oleh pukulan maupun yang bukan karena pukulan

2.3.1.2.1. Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala

adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena

disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11%

dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama trauma kepala

(Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).

Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien

trauma kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan

adalah penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala mencatat sebanyak 7,1

per100.000 populasi di Amerika Serikat ( Coronado, Thomas, 2007). Penyebab

utama terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut :

2.3.1.3. Kecelakaan Lalu Lintas

Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan

dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau

kecederaan kepada pengguna jalan raya (IRTAD, 1995).

2.3.1.4. Jatuh

Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke

bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun

maupun sesudah sampai ke tanah.

2.3.1.5. Kekerasan

Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan

seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau

menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).

Page 11: Makalah Trauma Kepala

Beberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma kepala adalah seperti translasi

yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak ke

suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat searah dengan

gerakan kepala, maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah

tersebut.

Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah secara tiba-tiba

dan dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok maka kepala

tiba-tiba terhenti gerakannya. Rotasi adalah apabila tengkorak tiba-tiba mendapat

gaya mendadak sehingga membentuk sudut terhadap gerak kepala. Kecederaan di

bagian muka dikatakan fraktur maksilofasial (Sastrodiningrat, 2009).

2.4. Manifestasi Klinis

2.4.1. Rupturenya aneurisme menyebabkan sakit kepala mendadak, biasanya terjadi sangat hebat, seringkali terjadi kehilangan kesadaran selama beberapa periode, nyeri dan kekauan bagian belakang leher dan tulang belakang, gangguan penglihatan (kehilangan penglihatan, diplopia, ptosis).

2.4.2. Dapat juga terjadi tinnitus, pusing, dan hemiparesis. Jika aneurisme mengeluarkan darah, pasien mungkin sedikit memperlihatkan deficit neurologis, atau perdarahan hebat, mengakibatkan kerusakan serebral yang dengan cepat diikuti dengan koma dan kematian.

2.4.3. Prognosis tergantung pada kondisi neurologis, usia pasien penyakit yang berkaitan, dan luas serta letak aneurisme.

2.5. Jenis Trauma KepalaCedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, kaparahan, dan morfologi cedera.

1. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi duramater Trauma tumpul : kecepatan tinggi (tabrakan otomobil)

Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul) Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)

2. Keparahan cedera : (Mansjoer, Arief 2000:5), (Hudak and Gallo, alih bahasa Monica E.D Adiyanti, 1996:226)

Ringan: Skala koma Glasgow (Glasglow Coma Scale, GCS) 14-15Suatu keadaan dimana kepala mendapat trauma ringan dengan hasil penilaian tingkat kesadaran (GCS) yaitu 13-15, klien sadar penuh, atentif dan orientatif. Klien tidak mengalami kehilangan kesadaran, bila hilang kesadaran misalnya konkusio, tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang. Klien biasanya

Page 12: Makalah Trauma Kepala

mengeluh nyeri kepala dan pusing. Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala

Sedang: GCS 9-13Suatu keadaan cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 9-12, tingkat kesadaran lethargi, obturded atau stupon. Gejala lain berupa muntah, amnesia pasca trauma, konkusio, rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan cerebrospinal dan biasanya terdapat kejang.

Berat : GCS 3-8Cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 3-8, tingkat kesadaran koma. Terjadi penurunan derajat kesadaran secara progresif. Tanda neurologis fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium. Mengalami amnesia > 24 jam, juga meliputi kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intra kranial.

3. Morfologi Fraktur tengkorak : kranium : linear/stelatum; depresi/non depresi;

terbuka/tertutup: basis dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan/tanpa kelumpuhan nervus VII

Lesi intrakranial : fokal: menurut:Suzanne C Smeltzer, et. al, alih bahasa Agung Waluyo (2001:2212), Tuti Pahria,dkk (1996:49) epidural, Adalah pengumpulan darah di dalam ruang epidural (ekstradural) di antara tengkorak dan duramater. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada di antara duramater putus atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada diantara duramater dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang temporal hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak. Gejala ditimbulkan oleh hematoma luas, disebabkan oleh perluasan hematoma. Biasanya terlihat adanya kehilangan kesadaran sebentar pada saat cedera, diikuti dengan pemulihan yang nyata secara perlahan-lahan. Gejala klasik atau temporal berupa kesadaran yang makin menurun disertai anisokor pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontra lateral. Sedangkan hematoma epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang tidak membaik setelah beberapa hari. Banyaknya perdarahan terjadi karena proses desak ruang akut, bila cukup besar akan menimbulkan herniasi misalnya pada perdarahan epidural, temporal yang dapat menyebabkan herniasi unkus.

Perdarahan Intrakranial berdasarkan lokasi akibat cedera kepala menurut:Suzanne C Smeltzer, et. al, alih bahasa Agung Waluyo (2001:2212), Tuti Pahria,dkk (1996:49) adalah sebagai berikut:

1) Hematoma epiduralAdalah pengumpulan darah di dalam ruang epidural (ekstradural) di antara tengkorak dan duramater. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada di antara duramater putus atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada diantara duramater dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang temporal hemoragi karena arteri ini

Page 13: Makalah Trauma Kepala

menyebabkan penekanan pada otak. Gejala ditimbulkan oleh hematoma luas, disebabkan oleh perluasan hematoma. Biasanya terlihat adanya kehilangan kesadaran sebentar pada saat cedera, diikuti dengan pemulihan yang nyata secara perlahan-lahan. Gejala klasik atau temporal berupa kesadaran yang makin menurun disertai anisokor pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontra lateral. Sedangkan hematoma epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang tidak membaik setelah beberapa hari. Banyaknya perdarahan terjadi karena proses desak ruang akut, bila cukup besar akan menimbulkan herniasi misalnya pada perdarahan epidural, temporal yang dapat menyebabkan herniasi unkus.

2) Hematoma subdural

Adalah pengumpulan darah diantara durameter dan arakhnoid yang biasanya meliputi perdarahan vena. Paling sering disebabkan oleh trauma, tetapi dapat juga terjadi kecenderungan perdarahan yang serius dari aneurisma, hemoragi subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Hematoma subdural dapat terjadi akut, subakut atau kronik, tergantung pada ukuran pembuluh yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada.

1. Hematoma subdural akut, sering dihubungkan dengan cedera kepala

mayor yang meliputi kontusio atau laserasi. Biasanya pasien dalam

keadaan koma dan/ atau tanda gejala klinis: sakit kepala, perasaan kantuk

dan kebingungan, respon yang lambat dan gelisah. Tekanan darah

meningkat dengan frekuensi nadi lambat dan pernafasan cepat sesuai

dengan peningkatan hematoma yang cepat. Keadaan kritis terlihat dengan

adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.

2. Hematoma subdural sub akut, biasanya berkembang 7-10 hari setelah

cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat dan

dicurigai pada pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah

trauma kepala. Tanda dan gejala sama seperti pada hematoma subdural

akut. Tekanan serebral yang terus menerus menyebabkan penurunan

tingkat kesadaran yang dalam. Angka kematian pasien hematoma subdural

akut dan subakut tinggi, karena sering dihubungkan dengan kerusakan

otak.

3. Hematoma subdural kronik, terjadi karena cedera kepala minor. Mulanya

perdarahan kecil memasuki di sekitar membran vaskuler dan pelan-pelan

meluas. Gejala klinis mungkin tidak terjadi/ terasa dalam beberapa minggu

Page 14: Makalah Trauma Kepala

atau bulan. Keadaan ini pada proses yang lama akan terjadi penurunan

reaksi pupil dan motorik, lansia cenderung yang paling sering mengalami

cedera kepala tipe ini sekunder akibat atropi otak, yang diperkirakan akibat

proses penuaan. Cedera kepala minor dapat mengakibatkan dampak yang

cukup untuk menggeser isi otak secara abnormal dengan sekuela negatif.

3) Hematoma intraserebral

Adalah perdarahan ke dalam substansi otak. Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cedera peluru atau luka tembak, cedera tumpul). Hemoragi ini di dalam otak mungkin juga diakibatkan oleh hipertensi sistemik yang menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantung aneurisma, anomali vaskuler, tumor intrakranial. Akibat adanya substansi darah dalam jaringan otak akan menimbulkan edema otak, gejala neurologik tergantung dari ukuran dan lokasi perdarahan

2.6. PatofisiologiPatofisiologi trauma kepala menurut: Sylvia Anderson, et,al., alih bahasa Peter

Anugerah (1995: 1011); Satyanegara, (1998: 150); Carolyn M. Hudak, et, al., alih bahasa

Monica E.D Adiyanti (1996: 226) adalah sebagai berikut:

Pada trauma kepala dimana kepala mengalami benturan yang kuat dan cepat akan

menimbulkan pergerakan dan penekanan pada otak dan jaringan sekitarnya secara

mendadak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Peristiwa ini dikenal

dengan sebutan cedera akselerasi-deselerasi. Dipandang dari aspek mekanis, akselerasi

dan deselerasi merupakan kejadian yang serupa, hanya berbeda arahnya saja. Efek

akselerasi kepala pada bidang sagital dari posterior ke anterior adalah serupa dengan

deselerasi kepala anterior-posterior.

Cedera yang terjadi pada waktu benturan dapat menimbulkan lesi, robekan atau

memar pada permukaan otak, dengan adanya lesi, robekan, memar tersebut akan

mengakibatkan gejala defisit neurologis yang tanda-tandanya adalah penurunan kesadaran

yang progresif, reflek Babinski yang positif, kelumpuhan dan bila kesadaran pulih

kembali biasanya menunjukkan adanya sindrom otak organik.

Pada trauma kepala dapat juga menimbulkan edema otak, dimana hal ini terjadi

karena pada dinding kapiler mengalami kerusakan, ataupun peregangan pada sel-sel

endotelnya. Sehingga cairan akan keluar dari pembuluh darah dan masuk ke jaringan otak

karena adanya perbedaan tekanan antara tekanan intravaskuler dengan tekanan

interstisial.

Page 15: Makalah Trauma Kepala

Akibat cedera kepala, otak akan relatif bergeser terhadap tulang tengkorak dan

duramater, kemudian terjadi cedera pada permukaannya, terutama pada vena-vena

“gantung” (bridging veins). Robeknya vena yang menyilang dari kortex ke sinus-sinus

venosus dapat menyebabkan subdural hematoma, karena terjadi pengisian cairan pada

ruang subdural akibat dari vena yang pecah. Selanjutnya pergeseran otak juga

menimbulkan daerah-daerah yang bertekanan rendah (cedera regangan) dan bila hebat

sekali dapat menimbulkan kontusi kontra-kup.

Akibat dari adanya edema, maka pembuluh darah otak akan mengalami penekanan

yang berakibat aliran darah ke otak berkurang, sehingga akan hipoksia dan menimbulkan

iskemia yang akhirnya gangguan pernapasan asidosis respiratorik (Penurunan PH dan

peningkatan PCO2 ). Akibat lain dari adanya perdarahan otak dan edema serebri yang

paling berbahaya adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang timbul karena

adanya proses desak ruang sebagai akibat dari banyaknya cairan yang bertumpuk di

dalam otak. Peningkatan intra kranial yang terus berlanjut hingga terjadi kematian sel dan

edema yang bertambah secara progresif, akan menyebabkan koma dengan TTIK yang

terjadi karena kedua hemisfer otak atau batang otak sudah tidak berfungsi.

2.7. Dampak trauma kepala terhadap sistem tubuh lainnya

Adanya gangguan sistem persyarafan akibat trauma kepala akan mengganggu

sistem tubuh lainnya. Adapun gangguannya menurut : Carolyn M. Hudak, et, al., alih

bahasa Monica E.D Adiyanti (1996: 230) Tuti Pahria,dkk (1996:50) adalah sebagai

berikut :

Page 16: Makalah Trauma Kepala

2.7.1. Sistem kardiovaskuler

Trauma kepala yang disertai dengan Subdural hematoma, akan terjadi

perdarahan dan edema serebri sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

Kondisi ini akan menyebabkan peningkatan tekanan darah, tachikardi kemudian

bradikardi dan iramanya tidak teratur sebagai kompresi kerja jantung.

Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktifitas

atipikal miokardiar, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru. Akibat adanya

perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan

vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh

persyarafan simfatik dan parasimfatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol

otak tidak begitu besar.

Aktifitas miokard berubah termasuk peningkatan frekuensi jantung dan

menurunnya stroke work dimana pembacaan CVP abnormal, tidak adanya

stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel.

Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan atrium

kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik.

Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema

paru.

2.7.2. Sistem pernafasan

Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokontriksi paru atau

hipertensi paru, menyebabkan hipernoe dan bronkhokonstriksi. Pernafasan cheyne

stokes dihubungkan dengan sensitifitas yang meningkat pada mekanisme terhadap

karbondioksida dan episode pasca hiperventilasi apnea. Konsentrasi oksigen dan

karbondioksida dalam darah arteri mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah,

aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2 akan terjadi

alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF

(Serebral Blood Fluid). Bila PCO2 bertambah akibat gangguan sistem pernafasan

akan menyebabkan acidosis dan vasodilatasi. Hal ini menyebabkan pertambahan

CBF, yang kemudian menyebabkan terjadinya penambahan tingginya tekanan

intra kranial (TTIK) edema otak karena trauma adalah bentuk vasogenik. Pada

kontusio otak, terjadi robekan pada pembuluh kapiler atau cairan traumatik yang

Page 17: Makalah Trauma Kepala

mengandung protein eksudat yang berisi albumin. Albumin pada cairan interstisial

otak normal tidak didapatkan edema otak terjadi karena penekanan terhadap

pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Edema otak dapat menyebabkan herniasi

dan penekanan batang otak atau medula oblongata. Akibat penekanan daerah

medula oblongata dapat menyebabkan pernafasan ataksia dimana ditandai dengan

irama nafas tidak teratur atau pola nafas tidak efektif.

Trauma kepala dapat mengakibatkan penurunan kesadaran yang dapat

menyebabkan terakumulasinya sekret pada trakheobronkhiolus, sehingga akan

terjadi obstruksi pada saluran pernapasan.

2.7.3. Sistem pencernaan

Trauma kepala juga mempengaruhi sistem pencernaan. pada klien post

craniotomy pada hari pertama akan didapatkan bising usus yang menurun karena

efek narkose. Setelah trauma kepala (3 hari) terdapat respon tubuh dengan

merangsang aktifitas hipotalamus dan stimulus gagal. Hal ini merangsang anterior

hipofisis menjadi hiperasiditas. Hipotalamus merangsang anterior hipofisis untuk

mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk menangani

edema serebral. Namun, pengaruhnya terhadap lambung adalah peningkatan

ekskresi asam lambung yang menyebabkan hiperasiditas. Selain itu hiperasiditas

terjadi karena adanya peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani

stres yang mempengaruhi produksi lambung.

Hiperasiditas yang tidak ditangani akan menyebabkan perdarahan lambung.

sedangkan peningkatan asam lambung akan mengakibatkan klien mual dan

muntah. klien dengan peningkatan tekanan intra kranial akibat trauma kepala

ditandai dengan muntah yang seringkali proyektil.

2.7.4. Sistem endokrin dan perkemihan

Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu kecenderungannya

retensi natrium dan air serta hilangnya sejumlah nitrogen. Retensi natrium

disebutkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus yang menyebabkan

pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron. Pada pasien dengan trauma kepala

khususnya fraktur tengkorak. Kerusakan pada kelenjar hipofisis atau hipotalamus

atau TTIK. Gambaran klinis dapat dikomplikasi oleh diabetes insipidus. Pada

keadaan ini terdapat disfungsi ADH. Dengan penurunan jumlah ADH yang ada

Page 18: Makalah Trauma Kepala

pada darah, ginjal mengekskresikan terlalu banyak air, menimbulkan dehidrasi.

Pada klien dengan penurunan kesadaran dapat menyebabkan inkontinensia urine

karena lemahnya kontrol otot spinkter uretra eksterna.

2.7.5. Sistem muskuloskeletal

Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang otak,

terdapat kehilangan penghambatan serebral dari gerakan involunter. Terdapat

gangguan tonus otot dan penampilan postur abnormal, yang dapat membuat

komplikasi seperti peningkatan spastisitas dan kontraktur. klien dengan penurunan

kesadaran akan gelisah serta gerakan kaki dan tangannya yang tidak terkontrol.

2.7.6. Sistem integumen

Pada klien yang dilakukan craniotomy tampak luka operasi pada kepala bila

penyembuhan luka tidak baik akan didapatkan tanda-tanda rubor, tumor, dolor,

kalor dan fungsiolesa dan bila infeksi akan didapatkan gangguan integritas kulit

selain itu juga dapat terjadi peningkatan suhu tubuh sehingga pada anggota badan

akan tampak banyak keringat.

2.8. Komplikasi pada trauma kepala

2.8.1. Sindrompasca konkusi

Nyeri kepala, vertigo, depresi dan gangguan konsentrasi dapat menetap bahkan

setelah cedera kepala ringan. Vertigo dapat terjadi setelah cedera vestibular

2.8.2. Kebocoran cairan serebro spinal

Hal ini dapat terjadi mulai dari saat cedera, tetapi jika hubungan Antara rongga

subaraknoid dan telinga tengah atau sinus paranasal akibat fraktur basis hanya kecil

dan tertutup jaringan otak, maka hal ini tidak akan terjadi dan pasien mungkin

mengalami meningitis dikemudian hari. Selain terapi infeksi, komplikasi ini

membutuhkan reparasi bedah untuk robekan dura. Eksplorasi bedah juga dibutuhkan

terjadi kebocoran cairan serebrospinal presisten.

2.8.3. Epilepsy pascatrauma

Terutama terjadi pada pasien yang mengalami kejang awal ( dalam minggu pertama

setelah cedera), amnesia pasca trauma yang lama (lebih dari 24 jam), fraktur depresi

cranium, hematoma intracranial.

Page 19: Makalah Trauma Kepala

2.8.4. Komplikasi lanjut cedera kepala ini (dapat terjadi pada cedera kepala ringan) dapat

mengakibatkan demensia

2.9. Manajemen medis secara umum pada trauma kepala (Tuti Pahria,dkk,1996:57;

Arif Mansjoer, dkk, 2000: 4)

Menilai tingkat keparahan :

2.9.1. Cedera kepala ringan (kelompok resiko rendah)

Skor skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, atentif, dan orientatif)

Tidak ada kehilangan kesadaran, misalnya konkusi

Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang

Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala

Tidak ada kriteria cedera sedang – beratCedera kepala sedang (kelompok

resiko sedang)

Skor skala koma Glasgow 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)

Konkusi

Amnesia pasca trauma

Muntah

Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle, mata rabun,

hemotimpanum, otorea, atau rinorea cairan serebrospinal)

Kejang

2.9.2. Cedera kepala berat (kelompok resiko berat)

Skor skala koma Glasgow 3-8 (koma)

Penurunan derajat kesadaran secara progresif

Tanda neurologis fokal

Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium

Page 20: Makalah Trauma Kepala

2.10. Pemeriksaan Diagnostik

1. Skan CT ( tanpa /dengan kontras ) : mengidentifikasi adanya SOL, hemoragik,

menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

2. MRI : sama dengan skan CT dengan/tanpa menggunakan kontras

3. Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran

jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.

4. EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau brkembngnya gelombang patologis.

5. Sinar x : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur

dari geras tengah, adanya fragmen tulang.

6. BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan fungsi korteks dan batang

otak

7. PET (positron Emission Tomography) : menunjukkan perubahan aktivitas

metabolisme pada otak

8. Pungsi Lumbal, CSS : Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan

subarakhnoid.

9. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui ada masalah ventilasi atau oksigenasi yang

dapat meningkatkan TIK.

10. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam

meningkatkan TIK/perubahan mental

11. Pemeriksaan toksologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap

penurunan kesadaran

12. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang

cukup efektif untuk mengatasi kejang.

Page 21: Makalah Trauma Kepala

2.11. Penatalaksanaaan Khusus

2.11.1. Cedera Kepala Ringan : pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat

dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan CT Scan bila memenuhi kriteria berikut :

Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status

mini mental dan gaya berjalan) dalam batas

normal

Foto servikal jelas normal

Adanya orang yang bertanggung jawab untuk

mengamati pasien selama 24 jam pertama,

dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian

gawat darurat jika timbul gejala perburukan.

Kriteria perawatan di rumah sakit :

Adanya darah intrakranial atau fraktur

yang tampak pada CT scan

Konfusi, agitasi, atau kesadaran menurun

Adanya tanda dan gejala neurologis

fokal

Intoksikasi obat atau alkohol

Adanya penyakit medis komorbid yang

nyata

Tidak adanya orang yang dapat

dipercaya untuk mengamati pasien di

rumah.

Page 22: Makalah Trauma Kepala

2.11.2. Cedera kepala sedang : pasien yang menderita konkusi otak (komosio otak),

dengan skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, orientasi baik dan mengikuti perintah)

dan CT scan normal, tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk

observasi di rumah, meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing, atau

amnesia. Risiko timbulnya lesi intrakranial lanjut yang bermakna pada pasien dengan

cedera kepala sedang adalah minimal.

2.11.3. Cedera kepala berat : setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital,

keputusan segera pada pasien ini adalah apakah terdapat indikasi intervensi bedah

saraf segera (hematoma intrakranial yang besar). Jika ada indikasi, harus segera

dikonsulkan ke bedah saraf untuk tindakan operasi. Penatalaksanaan cedera kepala

berat seyogyanya dilakukan di unit rawat intensif. Walaupun sedikit sekali yang dapat

dilakukan untuk kerusakan primer akibat cedera, tetapi setidaknya dapat mengurangi

kerusakan otak sekunder akibat hipoksia, hipotensi, atau tekanan intrakranial yang

meningkat.

Anti kejang: kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus

diobati. Mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan

dapat diulangi sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat

diberikan fenitoin 15 mg/ kgBB diberikan intravena perlahan-lahan dengan

kecepatan tidak melebihi 50 mg/ menit.pada cedera kepala berat,

Antikejang fenitoin diberikan 15-20 mg/kgBB bolus intavena, kemudian

300 mg/hari intravena mengurangi frekuensi kejang pascatrauma dini

(minggu pertama) dari 14% menjadi 4% pada pasien dengan perdarahan

intrakranial traumatik. Pemberian fenitoin tidak mencegah timbulnya

epilepsi pascatrauma di kemudian hari. Jika pasien tidak menderita kejang,

Page 23: Makalah Trauma Kepala

fenitoin harus dihentikan setelah 7-10 hari. Kadar fenitoin harus dipantau

ketat karena kadar subterapi sering disebabkan hipermetabolisme fenitoin.

Nutrisi: cedera kepala berat menimbulkan respons hipermetabolik dan

katabolik, dengan keperluan 50-100% lebih tinggi dari normal. Pemberian

makanan enteral melalui pipa nasogastrik atau nasoduodenal harus

diberikan sesegera mungkin (biasanya hari ke-2 perawatan)

Temperatur badan: demam (temperatur > 101oF) mengeksaserbasi cedera

otak dan harus diobati secara agresif dengan asetaminofen atau kompres

dingin. Pengobatan penyebab (antibiotik) diberikan bila perlu.

Steroid: steroid tidak terbukti mengubah hasil pengobatan pasien dengan

cedera kepala dan dapat meningkatkan resiko infeksi, hiperglikemia dan

komplikasi lain. Untuk itu, steroid hanya dipakai sebagai pengobatan

terakhir pada herniasi serebri akut (deksametason 10 mg intravena setiap

4-6 jam selama 48-72 jam)

Profilaksis ulkus peptik: pasien dengan ventilasi mekanis atau koagulopati

memiliki resiko ulserasi stres gastrik yang meningkat dan harus mendapat

ranitidin 50 mg intravena setiap 8 jam atau sukralfat 1 g per oral setiap 6

jam atau H2 antagonis lain atau inhibitor proton.

Antibiotik: penggunaan antibiotik rutin untuk profilaksis pada pasien

dengan cedera kepala terbuka masih kontroversial. Golongan penisilin

dapat mengurangi resiko meningitis penumokok pada pasien dengan

otorea, rinorea cairan serebrospinal atau udara intrakranial tetapi dapat

meningkatkan resiko infeksi dengan organisme yang lebih virulen.

Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi

vasodilatasi

Page 24: Makalah Trauma Kepala

Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau

glukosa 40% atau gliserol 10%

Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat

diberikan apa-apa, hanya cairan infus 5%, aminofusin, aminofel (18 jam

pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan

lunak.

Pembedahan, meliputi kraniotomi atau kraniektomi

Pada trauma berat, karena hari-hari pertama didapatkan penderita mengalami penurunan

kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit, maka hari-hari pertama (2-3

hari) tidak terlalu banyak cairan, dextrosa 5% 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua,

dan dextrosa 5% 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan

diberikan melalui nasogastrik tube (2500-3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai

urea N. (kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid dua)

Page 25: Makalah Trauma Kepala

BAB III

TINJAUAN KASUS

Tn. D, usia 18 tahun di rawat di ruang RC.3 Bedah syaraf karena mengalami trauma kepala sedang di sertai sub dural hematoma. Ketika di kaji diperoleh data: GCS= 11 (E2M5V4). Pasien telah di operasi 2 hari yang lalu, terdapat luka post craniotomy sepanjang 10cm pada daerah lobus frontal, pasien tampak gelisah dan terpasang mag slang karena masih di puasakan. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital di peroleh: TD= 140/90 mmHg, nadi= 110 x/menit, RR= 30x/menit, dan suhu= 38,5 K celcius.

Penugasan:

Diskusikanlah trauma kepala dengan tindakan operasi craniotomy, apa yang saudara bisa jelaskan dari kondisi tersebut terkait dengan kebutuhan perawatan pasien dan hal-hal lain terkait dengan komplikasi yang mungkin timbul.

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan Akibat

Trauma Kepala

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data baik

subyektif atau obyektif dan kemudian menganalisanya. Data-data dalam pengkajian

ini meliputi: (Pahria, Tuti ,dkk, 1996: 55)

a. Identitas klien

1) Identitas klien

Identitas klien meliputi nama klien, umur klien biasanya pada usia produktif

atau pada lansia, jenis kelamin mayoritas pria, agama, pendidikan, pekerjaan

klien biasanya berhubungan dengan sarana transportasi, status marital, suku

bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, golongan darah,

no.medrek, diagnosa medis dan alamat.

2) Identitas penanggung jawab

Page 26: Makalah Trauma Kepala

Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

b. Riwayat kesehatan

1) Alasan masuk Rumah Sakit

Biasanya penyebab trauma kepala karena kecelakaan lalu lintas, namun tidak

menutup kemungkinan faktor lain. Oleh karena itu pada Alasan klien masuk

Rumah Sakit perlu dikaji mengenai kapan, dimana, penyebab, bagaimana

proses terjadinya, apakah klien pingsan, muntah atau perdarahan dari hidung

atau telinga.

2) Keluhan utama saat dikaji

Pada umumnya pasien dengan trauma kepala sedang datang ke rumah sakit

dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS = 9-12), sedangkan apabila klien

sudah sadar penuh biasanya akan merasa bingung,mengeluh muntah, dispnea,

tachipnea, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah, paralise, hemiparese, luka

di kepala, akumulasi sputum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan

telinga dan adanya kejang yang disebabkan karena proses benturan akselerasi-

deselerasi pada setiap daerah lobus otak yang dapat menyebabkan konkusio

atau kontusio serebri yang mengakibatkan penurunan kesadaran kurang atau

bisa lebih dari 24 jam.

3) Riwayat kesehatan dahulu

Perlu dikaji apakah klien pernah mengalami trauma kepala atau penyakit

sistem syaraf serta penyakit sistemik. Perlu dikaji juga apakah klien memiliki

kebiasaan kebut-kebutan di jalan raya, memakai Helm dalam mengendarai

kendaraan, meminum minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang.

Page 27: Makalah Trauma Kepala

4) Riwayat kesehatan keluarga

Kaji mengenai adanya penyakit keturunan, penyakit menular, kebiasaan buruk

dalam keluarga seperti merokok atau keadaan kesehatan anggota keluarga.

Page 28: Makalah Trauma Kepala

c. Pemeriksaan fisik

1) Sistem pernafasan

Didapatkan adanya perubahan pola nafas baik irama, kedalaman maupun

frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (cheyne stokes, ataxia

breathing), bunyi nafas ronchi atau stridor, adanya sekret pada trakheo

bronkhiolus, adanya retraksi dinding dada.

2) Sistem kardiovaskuler

Dalam pemeriksaan didapatkan perubahan tekanan darah menurun kecuali

apabila terjadi peningkatan tekanan intra kranial maka tekanan darah

meningkat, denyut nadi tachikardi, kemudian bradikardi atau iramanya tidak

teratur sebagai kompresi kerja jantung untuk membantu mengurangi tekanan

intra kranial.

3) Sistem pencernaan

Pada klien post craniotomy biasanya didapatkan bising usus yang normal atau

bisa juga menurun apabila masih ada pengaruh anestesi, perut kembung, bibir

dan mukosa mulut tampak kering, klien dapat mual dan muntah. kadang-

kadang konstipasi karena klien tidak boleh mengedan atau inkontinensia

karena klien tidak sadar. Pada perkusi abdomen terdengar timpani, nyeri tekan

pada daerah epigastrium, penurunan berat badan.

4) Sistem perkemihan

Pada pengkajian akan didapatkan retensi urine pada klien sadar, sedangkan

pada klien tidak sadar akan didapatkan inkontinensia urine dan fekal, jumlah

Page 29: Makalah Trauma Kepala

urine output biasanya berkurang. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia.

5) Sistem muskuloskeletal

Pada klien post craniotomy biasanya ditemukan gerakan-gerakan involunter,

kejang, gelisah, ataksia, paralisis dan kontraktur, kekuatan otot mungkin

menurun atau normal.

6) Sistem integumen

Pada klien post craniotomy tampak luka pada daerah kepala, suhu tubuh

mungkin di atas normal, banyak keringat. Pada hari ketiga dari operasi

biasanya luka belum sembuh karena masih agak basah/ belum kering.

biasanya masih terdapat hematoma pada klien dengan perdarahan di

meningen. Data fisik yang lain adalah mungkin didapatkan luka lecet dan

perdarahan pada bagian tubuh lainnya. Bentuk muka mungkin asimetris.

7) Sistem persyarafan

a) Test fungsi serebral

1) Klien mengalami penurunan kesadaran maka dalam

orientasi, daya ingat, perhatian dan perhitungan serta fungsi bicara

klien sehingga hasil pemeriksaan status mentalnya kurang dari normal

atau kurang dari 20 ditandai dengan amnesia, gangguan kognitif, dll.

2) Tingkat kesadaran

Biasanya tingkat kesadaran berkisar antara obtunded sampai lethargi.

Kuantitas: nilai GCS: 9-12

3) Pengkajian bicara

Page 30: Makalah Trauma Kepala

(a) Proses reseptif

Biasanya didapatkan kesulitan mengucapkan kata-kata yang leih

dari satu kata misalnya “sakit kepala” atau “rumah sakit”

(b) Proses ekspresif

Biasanya didapatkan bicara kurang lancar, tidak spontan dan tidak

jelas

b) Test nervus kranial (Lumbantobing, 2003: 24), (Tuti Pahria,

dkk, 1996: 55)

1) Nervus I (olfaktorius)

Memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia

bilateral yang disebabkan karena terputusnya serabut olfaktorius selain

karena trauma kepala juga bisa disebabkan oleh infeksi.

2) Nervus II (optikus)

Pada trauma oksipitalis, memperlihatkan gejala berupa penurunan daya

penglihatan, penurunan lapang pandang

3) Nervus III, IV, VI (okulomotorius, troklearis, abdusen)

Pada trauma kepala yang disertai dengan perdarahan intrakranial akan

menyebabkan gangguan reaksi pupil yang lambat/ midriasis karena

tekanan pada bagian pinggir nervus III yang mengandung serabut

parasimpatis. Gangguan kelumpuhan N IV, namun jarang terjadi.

Kelumpuhan N IV menyebabkan terjadinya diplopia, gejala lainnya

berupa refek cahaya menurun, anisokor.

Page 31: Makalah Trauma Kepala

4) Nervus V (trigeminus)

Gangguan ditandai adanya anestesi daerah dahi.

5) Nervus VII (fasialis)

Pada trauma kepala yang mengenai neuron motorik atas unilateral

dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial,

melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3

bagian lidah anterior

6) Nervus VIII (akustikus)

Pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan

keseimbangan tubuh.

7) Nervus IX, X, XI (glosofaringetus, vagus, assesoris)

Gejala jarang ditemukan karena klien akan meninggal apabila trauma

mengenai syaraf tersebut. Adanya hiccuping (cegukan) karena

kompresi pada nervus vagus yang menyebabkan spasmodik dan

diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cegukan yang

terjadi biasanya beresiko peningkatan tekanan intrakranial.

8) Nervus XII (hipoglosus)

Gejala yang biasa timbul adalah jatuhnya lidah ke salah satu sisi,

disfagia, dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.

d. Data psikologis (Tuti Pahria, dkk, 1996: 57)

Pasien yang mengalami penurunan kesadaran, maka data psikologis tidak dapat

dikaji. Sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal (GCS: 13-

Page 32: Makalah Trauma Kepala

15) akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang

labil, iritabel, apatis, delirium.

e. Data sosial

Data yang diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dengan orang-orang

terdekat dan yang lainnya. Kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam

keluarga. Pada klien yang mengalami penurunan kesadaran data sosial tidak dapat

dikaji. Sedangkan pada klien yang tingkat kesadarannya normal, pada klien

trauma kepala akan didapatkan kesulitan berkomunikasi bila area trauma pada

lobus temporal.

Page 33: Makalah Trauma Kepala

f. Data spiritual

Data spiritual pada klien dengan penurunan kesadaran tidak dapat dikaji, sehingga

data ketaatan klien terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup serta

keTuhanan yang diyakini klien tidak dapat terkaji.

g. Data penunjang (Doenges, et al, 2000:272)

1) Pemeriksaan analisa gas darah

Biasanya memperlihatkan acidosis respiratorik yaitu:

1) PH darah: < 7,35

2) PaO2 menurun antara 60-80 mmHg

3) PaCO2 : > 45 mmHg

4) HCO3: >22-26 mEq/l

5) Base excess: -2,5 s.d + 2,5

6) Saturasi: 95%

2) Pemeriksaan elektrolit biasanya didapatkan gambaran:

1) Natrium: > 14 mEq/l

2) Kalium: < 3,5 mEq/l

3) Kalsium: > 11 mg%

4) Fosfat: 3 mg%

5) Chlorida: > 107 mEq/l

3) Pemeriksaan HB dan leukosit biasanya didapatkan:

1) Penurunan HB (kurang dari normal: 13-18 gr/dl)

2) Leukosit meningkat (lebih dari normal: 3,8 – 10,6 ribu

mm3)

Page 34: Makalah Trauma Kepala

4) CT Scan (tanpa/ dengan kontras): mengidentifikasi hemoragik,

menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

Catatan: Pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/

infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.

5) MRI: Sama dengan CT Scan dengan/ tanpa menggunakan kontras

6) Angiografi serebral: Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti

pergeseran jaringan otak akibat oedema, perdarahan, trauma

7) EEG: Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya

gelombang patologis

8) Sinar X: Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur),

pergeseran struktur garis tengah (karena perdarahan, oedema), adanya fragmen

tulang

9) BAER (Brain Auditory Evoked Respons): Menentukan fungsi

kortexs dan batang otak

10) PET (Position Emission Tomography): Menunjukkan perubahan

aktifitas metabolisme pada otak

11) Fungsi Lumbal, CSS: Dapat mendeteksi kemungkinan adanya

perdarahan subarakhnoid dan memastikan bocornya CSS sehingga terjadi

iritasi meningen mengakibatkan meningitis

12) Pemeriksaan toksikologi: Mendeteksi obat yang mungkin

bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran

13) Kadar antikonvulsan darah: Dapat dilakukan untuk mengetahui

tingkat therapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.

Page 35: Makalah Trauma Kepala

2. Diagnosa Keperawatan Dan Perencanaan

Setelah data terkumpul kemudian dilakukan analisa terhadap data untuk

menentukan diagnosa keperawatan yang muncul baik aktual maupun resiko.

Pada klien post craniotomy dekompresi atas indikasi moderat HI disertai

subdural hematoma fronto temporo parietal dextra, kemungkinan diagnosa

keperawatan yang mungkin muncul menurut:

Tuti Pahria, dkk, (1996: 58), Suzanne C Smeltzer, et. al, alih bahasa Agung Waluyo

(2002:2126), Linda Juall Carpenito, alih bahasa Monica Ester (2001:497), Linda Juall

Carpenito, alih bahasa Monica Ester (1999:523), Marilyn E. Doenges, alih bahasa I

Made Kariasa, dkk (2000:277) adalah sebagai berikut:

a. Resiko atau aktual tidak efektifnya pola pernafasan, disebabkan oleh:

1) Gangguan/ kerusakan pusat pernafasan di medula oblongata

2) Adanya obstruksi trakeobronkial

Tujuan:

Pola nafas efektif dalam batas normal

Kriteria evaluasi:

1) Pola nafas dalam batas normal dengan frekuensi 14-20 kali/ menit (untuk

dewasa) dan iramanya teratur

2) Bunyi nafas normal tidak ada stridor, ronchi, dullness dan wheezing

3) Tidak ada pernafasan cuping hidung

4) Pergerakan dada simetris/ tidak ada retraksi

5) Nilai analisa gas darah arteri normal yaitu:

Page 36: Makalah Trauma Kepala

pH darah: 7,35-7,45

PaO2: 80-100 mmHg

PaCO2: 35-45 mmHg

HCO3: 22-26 mEq/ L

BE: -2,5 - +2,5

Saturasi O2: 95-98%

Intervensi Rasional

1. Monitor kecepatan,

kedalaman, frekuensi, irama

dan bunyi nafas

2. Atur posisi pasien dengan

posisi semi fowler (150 –

450)

3. Lakukan penghisapan lendir

dengan hati-hati selama 10-

15 detik. Catat sifat, warna

dan bau sekret. Lakukan bila

Perubahan yang terjadi dan

hasil pengkajian berguna

dalam menunjukkan adanya

komplikasi pulmonal dan luas-

nya bagian otak yang terkena

Dengan menempatkan pasien

posisi semi fowler maka akan

mengurangi penekanan isi

rongga perut terhadap

diapraghma, sehingga

ekspansi paru tidak terganggu.

Kepala ditinggikan dengan

tempat tidur (tanpa bantal)

untuk cegah hiperekstensi/

fleksi

Dengan dilakukannya

penghisapan lendir maka jalan

nafas akan bersih dan

akumulasi dari sekret bisa

dicegah sehingga pernafasan

Page 37: Makalah Trauma Kepala

tidak ada retak pada tulang

basal dan robekan dural

4. Berikan posisi semi prone

lateral/ miring. Bila tidak ada

kejang dan setelah 4 jam

pertama, ubah posisi miring

atau prone (telentang) tiap 2

jam

5. Apabila pasien sudah sadar,

anjurkan dan ajak latihan

nafas dalam

6. Lakukan kolaborasi dengan

tim medis dalam pemberian

terapi oksigen, monitor

ketepatan terapi oksigen dan

komplikasi yang mungkin

timbul

7. Lakukan kolaborasi dengan

tim medis dalam

melaksanakan analisa gas

darah

akan tetap lancar dan efektif.

Penghisapan dilakukan hati-

hati untuk mencegah

terjadinya iritasi saluran nafas

dan refleks vagal

Posisi semi prone dapat

membantu keluarnya sekret

dan mencegah

aspirasisehingga dapat

membuka jalan nafas.

Mengubah posisi dapat

berguna untuk merangsang

mobilisasi sekret di saluran

pernafasan

Latihan nafas dalam berguna

untuk melatih complain paru

Pemberian oksigen terapi

tambahan dapat meningkatkan

oksigenisasi otak untuk

mencegah hipoksia. Monitor

pemberian oksigen untuk

mencegah terjadinya

pemberian oksigen yang

berlebihan, iritasi saluran

nafas

Analisa gas darah dapat

menentukan keefektifan

respiratori, keseimbangan

asam basa dan kebutuhan

Page 38: Makalah Trauma Kepala

terapi

b. Resiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial disebabkan oleh:

1) Adanya proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak

2) Kelainan sirkulasi serobrospinal

3) Vasodilatasi pembuluh darah otak akibat asidosis metabolik

Tujuan:

Peningkatan tekanan intra kranial tidak terjadi

Kriteria evaluasi:

Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial seperti tekanan darah

meningkat, denyut nadi lambat, pernafasan dalam dan lambat, hipertermia, pupil

melebar, anisokor, refleks terhadap cahaya negatif, kesadaran bertambah buruk,

nilai GCS < 1

Page 39: Makalah Trauma Kepala

Intervensi Rasional

1. Monitor status neurologis

yang berhubungan dengan

tanda-tanda TTIK terutama

GCS.

2. Monitor tanda-tanda vital:

tekanan darah, denyut nadi,

respirasi, suhu minimal setiap

jam sampai keadaan pasien

stabil

3. Naikkan kepala dengan sudut

150-450, tanpa bantal (tidak

hiperekstensi dan fleksi) dan

posisi netral (dari kepala

hingga daerah lumbal dalam

garis lurus)

Hasil dari pengkajian dapat

diketahui secara dini adanya

tanda-tanda dan peningkatan

tekanan intra kranial sehingga

dapat menentukan arah tindakan

selanjutnya. Kecenderungan

terjadinya penurunan nilai GCS

menandakan adanya TTIK

Dapat mendeteksi secara dini

tanda-tanda TTIK

Dengan posisi kepala 150-450

dari badan dan kaki maka akan

meningkatkan dan melancarkan

aliran balik darah vena kepala

sehingga mengurangi kongesti

serebrum, edema dan

mencegahterjadinya TTIK.

Posisi netral tanpa hiperekstensi

dan fleksi dapat mencegah

penekanan pada saraf

medula spinalis yang menambah

TTIK.

Page 40: Makalah Trauma Kepala

4. Monitor asupan dan haluaran

setiap 8 jam sekali

5. Kolaborasi dengan tim medis

dalam pemberian obat-obatan

anti edema seperti manitol,

gliserol dan lasix

6. Monitor suhu dan atur suhu

lingkungan sesuai indikasi.

Batasi pemakaian selimut,

kompreslah bila suhunya

tinggi (demam)

7. Berikan oksigen sesuai

program terapi dengan saluran

pernafasan yang lancar

8. Bantu pasien untuk

menghindari/ membatasi

batuk, muntah ataumengedan

seperti pada saat BAB

Tindakan ini untuk mencegah

kelebihan cairan yang dapat

menambah edema serebri

sehingga terjadi TTIK

Manitol atau gliserol merupakan

cairan hipertonis yang berguna

untuk menarik cairan dari

intraseluler (sel) ke ekstraseluler

(vaskuler). Lasix untuk

meningkatkan ekskresi natrium

dan air yang diinginkan, untuk

mengurangi edema otak.

Demam menandakan gangguan

hipotalamus. Peningkatan

kebutuhan metabolik karena

demam dan suhu lingkungan

yang panas akan meningkatkan

TTIK

Mengurangi hiposemnia yang

dapat meningkatkan vasodilatasi

serebri, volume darah dan

tekanan intra kranial.

Aktifitas seperti itu dapat

meningkatkan tekanan intratorak

dan intraabdomen yang dapat

meningkatkan TTIK.

Page 41: Makalah Trauma Kepala

c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan: penurunan

produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus

Tujuan:

Cairan elektrolit tubuh seimbang

Kriteria evaluasi:

1) Asupan-haluaran seimbang yaitu asupan cairan selama 24 jam 1-2 liter dan

haluaran urin 1-2 cc/ KgBB/ jam

2) Turgor kulit baik

3) Nilai elektrolit tubuh normal:

Natrium: 13-14 mEq/L

Kalsium: 9-11 mg%

Kalium: 3,5-4,5 mEq/L

Fosfat: 3-4 mg%

Klorida: 46-107 mEq/l

Intervensi Rasional

Page 42: Makalah Trauma Kepala

1. Monitor asupan-haluaran

setiap 8 jam sekali dan

timbang berat badan setiap

hari dapat dilakukan

2. Berikan cairan setiap hari

tidak boleh lebih dari 2000 cc

3. Pasang dower kateter dan

monitor warna urin, bau urin

dan aliran urin

4. Kolaborasi dengan tim medis

dalam pemberian Lasix

5. Kolaborasi dengan tim analis

untuk pemeriksaan kadar

elektrolit tubuh

Monitor asupan-haluaran untuk

mendeteksi timbulnya tanda-

tanda kelebihan atau kekurangan

cairan yang dapat dibuktikan

pula dengan penimbangan berat

badan (BB)

Berguna untuk menghindari

peningkatan cairan di ruang

ekstra seluler yang dapat

menambah edema otak

Dapat membantu kelancaran

pengeluaran urin sehingga

terjadi urin statis. Monitor

kualitas dan kuantitas urin untuk

mencegah komplikasi.

Lasix dapat membantu

meningkatkan ekskresi urin

Pada trauma kepala dengan

pemakaian manitol dan obat-

obatan diuretik dapat mengalami

ketidakseimbangan elektrolit

hiponatremia dan hipokalemia.

Untuk itu perlu pemeriksaan

elektrolit setiap hari.

Page 43: Makalah Trauma Kepala

d. Aktual atau resiko terjadi gangguan pemenuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan

yang disebabkan oleh:

1) Berkurangnya kemampuan menerima nutrisi akibat menurunnya

kesadaran

2) Melemahnya otot-otot yang digunakan untuk mengunyah atau

menelan

3) Hipermetabolik

4) Perubahan kemampuan untuk mencerna makanan

Tujuan:

Kekurangan nutrisi tidak terjadi

Kriteria evaluasi:

1) Berat badan pasien normal (BB normal = TB-100-(10%TB-100))

2) Tanda-tanda malnutrisi tidak ada

3) Nilai-nilai hasil laboratorium normal:

Protein total: 6-8 gr%

Albumin: 3,5-5,3 gr%

Globulin: 1,8-3,6 gr%

Hb tidak kurang dari 10 gr%

Page 44: Makalah Trauma Kepala

Intervensi Rasional

1. Auskultasi bising usus dan

catat bila terjadi penurunan

bising usus

2. Timbang berat badan

3. Berikan makanan dalam

porsi sedikit tapi sering,

baik melalui Nasogastrik

tube (NGT) maupun oral

4. Tinggikan kepala pasien dari

badan ketika makan dan

buat posisi miring dan

netral/ lurus setelah makan

5. Lakukan kolaborasi dengan

tim kesehatan (analis) untuk

pemeriksaan, protein global,

globulin, albumin dan Hb

Fungsi gastro-intestinal harus

tetap dipertahankan pada

penderita trauma kepala.

Perdarahan lambung akan

menurunkan peristaltik (bising

usus lemah). Bising usus perlu

diketahui untuk menentukan

pemberian makanan dan

mencegah komplikasi

Penimbangan berat badan dapat

mendeteksi perkembangan berat

badan

Memudahkan proses pencernaan

dan toleransi pasien terhadap

nutrisi

Mencegah regurgitasi dan

aspirasi

Untuk mengidentifikasi

defisiensi nutrisi fungsi organ

dan respon nutrisi, serta menen-

tukan pemberian hiperalimentasi

karena protein yang banyak

keluar dari cairan serebrospinal

Pemberian makanan dapat

disesuaikan dengan kondisi

Page 45: Makalah Trauma Kepala

6. Berikan makanan melalui

oral, NGT atau IVFD

pasien

e. Gangguan mobilisasi fisik, sehubungan dengan:

1) Imobilisasi, aturan terapi untuk tirah baring

2) Menurunnya kekuatan/ kemampuan motorik

Tujuan:

1) Mampu melakukan aktifitas fisik dan ADL (Activity Daily Living)

2) Tidak terjadi komplikasi dekubitus, bronkopnemonia, tromboplebitis dan

kontraktur sendi

Kriteria evaluasi:

1) Pasien mampu dan pulih kembali setelah pascaakut dalam mempertahankan

fungsi gerak

2) Tidak terjadi dekubitus, bronkopnemonia, tromboplebitis dan kontraktur seni

3) Mampu mempertahankan keseimbangan tubuh

4) Mampu melakukan aktifitas ringan pascaakut dan aktifitas sehari-hari (ADL)

pada tahap rehabilitasi sesuai kemampuan

Page 46: Makalah Trauma Kepala

Intervensi Rasional

1. Koreksi tingkat kemampuan

mobilisasi dengan skala 0-4

0=pasien tidak tergantung

pada orang lain

1 = pasien butuh sedikit

bantuan

2 = pasien butuh bantuan/

pengawasan/ bimbingan

sederhana

3 = pasien butuh bantuan/

peralatan yang banyak

4 = pasien sangat tergantung

pada pemberian pelayanan

Untuk menentukan tingkat

aktifitas dan bantuan yang

diberikan

2. Atur posisi pasien dan ubahlah

secara teratur tiap 2 jam sekali

bila tidak ada kejang atau

setelah 4 jam pertama. Ubah

posisi dengan

mempertahankan posisi netral

sewaktu membalikkan tubuh

pasien terutama bila ada

trauma spinal

Mengubah posisi pasien secara

teratur dapat meningkatkan

sirkulasi seluruh tubuh dan

mencegah adanya penekanan

pada organ tubuh yang

menonjol. Pasien dengan kejang

tidak boleh banyak dirangsang

dengan gerakan-gerakan motorik

karena akan merangsang

terjadinya kejang.Posisi netral

akan mencegah trauma lebih

berat pada daerah saraf spinal

dan mencegah bertambahnya

Page 47: Makalah Trauma Kepala

3. Bantu pasien melakukan

gerakan-gerakan sendi secara

psif bila kesadaran menurun

dan secara aktif bila pasien

kooperatif

4. Observasi/ kaji terus

kemampuan gerakan motorik,

keseimbangan, koordinasi

gerakan dan tonus otot

TTIK

Mempertahankan fungsi sendi

dan mencegah penurunan tonus

dan kekuatan otot dan mencegah

kontraktor

Untuk melihat penurunan atau

peningkatan fungsi sensoris-

motoris (fungsi neurologis)

5. Buat posisi seluruh persendian

dalam letak anatomis dengan

memberi penyanggah pada

lekukan-lekukan sendi,

telapak tangan dan kaki

6. Lakukan massage, perawatan

kulit dan mempertahankan

alat-alat tenuin bersih dan

kering

7. Lakukan perawatan mata

dengan memberi cairan aira

mata buatan dan tutup mata

dengan kasa steril lembab

sesuai indikasi.

8. Bantu pasien seluruhnya

dalam memenuhi kebutuhan

ADL bila kesadaran belum

Untuk mencegah kontraktur

sendi

Meningkatkan sirkulasi,

elastisitas kulit dan integritas

kulit

Untuk mencegah iritasi mukosa

mata karena kekeringan dan

mencegah trauma pada mata

yang tidak dapat tertutup karena

penurunan kemampuan gerakan

kelopak mata

Bantuan yang diberikan akan

mampu memenuhi kebutuhan

ADL

Page 48: Makalah Trauma Kepala

pulih kembali

9. Observasi BAB dan bantu

BAB secara teratur, periksa

feses yang mengeras dan

terjepit di anus. Kolaborasi

dengan dokter pemberian

supositoria dan pengeluaran

feses secara manual bila ada

kesukaran BAB

10. Berikan motivasi dan latihan

pada pasien dalam memenuhi

kebutuhan ADL-nya sesuai

Tidak lancarnya BAB akan

menyebabkan distensi abdomen

dan terjepitnya feses pada anus

akan merangsang refleks vagal

yang dapat menambah TTIK.

Tidak lancarnya BAB dapat

disebabkan karena kurangnya

mobilisasi

Motivasi ini diberikan untuk

meningkatkan semangat hidup

pasien agar lebih mandiri dalam

Page 49: Makalah Trauma Kepala

f. Gangguan persepsi sensoris yang disebabkan oleh:

1) Menurunnya tingkat kesadaran (defisit neurologis)

2) Penurunan daya penangkapan sensoris

Tujuan:

Mengembalikan fungsi persepsi sensoris agar mengarah ke pemulihan/ normal

dan komplikasi dapat dicegah atau seminimal mungkin tidak terjadi

Kriteria evaluasi:

1) Tingkat kesadaran normal: GCS = E4 M6 V5

2) Fungsi alat-alat indra baik

3) Pasien kooperatif kembali dan dapat berorientasi pada orang, tempat dan

waktu

Page 50: Makalah Trauma Kepala

Intervensi Rasional

1. Monitor respon sensoris

terhadap raba/ sentuhan,

panas/ dingin, tajam/

tumpul dan catat

perubahan-perubahan yang

terjadi

2. Monitor persepsi pasien,

beri umpan balik dan

koreksi kemampuan pasien

berorientasi terhadap

orang, tempat dan waktu

3. Berikan stimulus yang

berarti saat penurunan

kesadaran sampai kembali-

nya fungsi persepsi yang

maksimal seperti:

mengajak bicara (walau

tanpa jawaban), taktil

dengan memberikan

sentuhan dan pendengaran

dengan musik atau bunyi-

bunyian.

Berbicaralah pada pasien

dengan tenang, lembut

menggunakan kalimat yang

sederhana. Tunggu respon

pasien/ jawaban dengan

sabar baik melalui verbal,

isyarat atau tulis

Informasi yang didapat melalui

pengkajian sangat penting untuk

mengetahui tingkat kegawatan

dan kerusakan otak

Hasil pengkajian dapat

menginformasikan penurunan

fungsi otak yang terkena dan

membantu intervensi

selanjutnya

Stimulus dapat merangsang

kembalinya kemampuan

persepsi sensoris, tingkat

kesadaran dan memori pasien

Membantu pasien

berkomunikasi untuk

merangsang kondisi pasien,

perhatian dan pemahaman

kembali ke arah normal

(semaksimal mungkin)

Page 51: Makalah Trauma Kepala

4. Berikan keamanan pasien

dengan pengaman sisi

tempat tidur, bantu latihan

jalan dan lindungi dari

cedera

Gangguan persepsi sensoris dan

buruknya keseimbangan dapat

meningkatkan resiko terjadinya

injuri

g. Resiko terjadinya infeksi sehubungan dengan:

1) Masuknya kuman melalui jaringan atau kontinuitas yang rusak

2) Kekurangan nutrisi

Tujuan:

Tidak terjadi infeksi baru

Kriteria evaluasi:

1) Tidak terdapatnya tanda-tanda infeksi seperti rabor, dolor, kalor, tumor dan

fungsiolesa

2) Tidak ada pus pada daerah kulit yang rusak

3) Tidak ada infeksi dari kateter dan infus set

4) Tidak terjadi abses otak/ meningitis

Intervensi Rasional

1. Lakukan cuci tangan sebelum

dan sesudah melakukan

tindakan perawatan secara

aseptik dan antiseptik

Untuk mencegah infeksi

nosokomial

2. Monitor suhu tubuh dan

penurunan kesadaran

3. Kolaborasi dengan tim medis

Untuk mendeteksi tanda-tanda

sepsis

Antibiotik berguna untuk

Page 52: Makalah Trauma Kepala

dalam pemberian obat-obat

antibiotik

4. Kolaborasi dengan tim analis

untuk pemeriksaan: kadar

leukosit, liquor dari hidung,

telinga, dan urin serta kultur

resistensi

5. Bila ada perdarahan melalui

hidung dan telinga atau liquor

yang keluar dari hidung dan

telinga maka tutup dengan

kasa steril. Jangan

memasukkan alat-alat tidak

steril

6. Periksakan cairan/ liquor yang

keluar dari hidung dan telinga.

Kolaborasi dengan medis dan

analis

membunuh atau memberantas

bibit penyakit yang masuk ke

dalam tubuh sehingga infeksi

dapat dicegah

Kadar leukosit darah dan urin

adalah indikator dalam

menentukan adanya infeksi.

Liquor dari mulut dan hidung

diperiksa untuk menentukan

jenis kuman dan terapi yang

akan digunakan

Bila ada kuman yang masuk

melalui hidung dan telinga akan

menyebar sampai cairan

serebrospinal sehingga dapat

menyebabkan abses otak dan

meningitis

Untuk mengkaji apakah berasal

dari cairan serebrospinal

h. Gangguan rasa nyaman (pada pasien yang tingkat kesadarannya sudah pulih, GCS

= 15): nyeri kepala, pusing dan vertigo disebabkan karena:

Kerusakan jaringan otak dan perdarahan otak/ peningkatan tekanan intrakranial

Tujuan:

Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi

Page 53: Makalah Trauma Kepala

Kriteria evaluasi:

1) Pasien tenang, tidak gelisah

2) Nyeri kepala, pusing dan vertigo hilang

3) Pasien dapat istirahat dengan tenang

Intervensi Rasional

(1) (2)

1. Monitor mengenai lokasi,

intensitas, penyebaran, tingkat

kegawatan dan keluhan-

keluhan pasien

2. Ajarkan latihan teknik

relaksasi seperti latihan nafas

dalam dan relaksasi otot-otot

Untuk memudahkan membuat

intervensi

Latihan nafas dalam dan relaksasi

otot-otot dapat mengurangi

ketegangan syaraf sehingga

pasien merasa lebih rileks dan

dapat mengurangi rasa nyeri

kepala, pusing dan vertigo.

Latihan nafas dalam dapat

membantu pemasukan oksigen

lebih banyak, terutama untuk

oksigenisasi otak

Page 54: Makalah Trauma Kepala

3. Buat posisi kepala lebih tinggi

(150-450)

4. Kurangi stimulus yang tidak

menyenangkan dari luar dan

berikan tindakan yang

menyenangkan seperti

massage daerah punggung,

kaki, dll

5. Kolaborasi dengan tim media

dalam pemberian obat-obatan

analgetik

Posisi kepala lebih atas dari badan

dan kaki akan meningkatkan dan

melancarkan aliran balik

pembuluh darah vena dari kepala

sehingga dapat mengurangi

edema dan TTIK

Respon yang tidak menyenangkan

menambah ketegangan saraf dan

massage daerah punggung, kaki,

dll akan mengalihkan rangsangan

terhadap nyeri, pusing dan vertigo

Obat analgetik untuk meningkat-

kan ambang rangsang nyeri,

pusing yang dapat mengurangi/

menghilangkan rasa nyeri

i. Gangguan kemampuan proses berfikir dengan baik dan logis yang disebabkan

oleh:

1) Konflik psikologis

2) Gangguan fungsi sensoris

Tujuan:

Kemampuan berpikir pasien dapat kembali normal

Kriteria evaluasi

1) Pasien dapat menerima/ berorientasi terhadap kenyataan

Page 55: Makalah Trauma Kepala

2) Pasien dapat mengenali adanya perubahan-perubahan dalam proses

3) Keluarga dapat menerima perubahan berfikir pasien

4) Pasien mau berperan serta dalam proses latihan atau perawatan

Page 56: Makalah Trauma Kepala

Intervensi Rasional

1. Monitor kemampuan berfikir

dengan menanyakan nama

dan orientasi terhadap

lingkungan di sekitarnya;

tempat, orang dan waktu.

2. Monitor perhatian dan cara

pasien mengalihkan

perhatiannya kemudian catat

tingkat kecemasan

3. Berikan penjelasan kepada

pasien dan keluarga tentang

perubahan berfikir pasien dan

rencana perawatan

4. Ajarkan teknik relaksasi,

jangan berikan tantangan

berfikir keras dan beri

aktifitas sesuai kemampuan

Beritahu pasien dan keluarga

bahwa fungsi intelektual,

fungsi perilaku dan emosi

lambat laun akan normal bila

kerusakan otakdapat pulih

Dengan mengetahui kemampuan

berfikir pasien maka dapat

ditentukan rencana latihan-latihan

yang berhubungan dengan

stimulus proses berpikir dan

memori

Pada trauma kepala terutama

kontusio serebri akan mengalami

penurunan kemampuan

berkonsentrasi dan dalam

memusatkan perhatian. Hal ini

menimbulkan kecemasan.

Dengan memberi penjelasan

kepada pasien dan keluarga, dapat

mengurangi kecemasan pasien dan

keluarga, sehingga dapat diajak

bekerja sama dalam

mengantisipasi keadaan dan

meningkatkan peran sosial

Tindakan ini melatih pasien dalam

memusatkan perhatian sehingga

lambat laun kemampuan berpikir

pasien akan pulih kembali (sesuai

dengan kerusakan otak yang

terjadi).

Dengan penjelasan yang tepat dan

keterbukaan tim pelayanan

kesehatan terhadap pasien dan

keluarga akan memberikan

Page 57: Makalah Trauma Kepala

kembali. Tetapi efek-efek

tertentu dapat bertahan

sebagai gejala sisa.

kesiapan dan kesabaran dalam

latihan-latihan saat proses

rehabilitsi

Page 58: Makalah Trauma Kepala

j. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan gerakan tonik/ klonik tak terkontrol

selama episode kejang dan/ atau somnolen

Tujuan:

Cedera tidak terjadi

Kriteria evaluasi:

1) Klien tidak mengalami cedera

2) Tidak terjadi luka baru

3) Kesadaran meningkat

Intervensi Rasional

1. Libatkan keluarga untuk terus

menemani klien

2. Modifikasi lingkungan dengan

cara:

- menjauhkan benda-benda

tajam, memasang bed

plang,

- bantahan di pinggir tempat

tidur

Keluarga dapat mengawasi

keadaan klien dan menghindari

perilaku yang membahayakan

klien

Lingkungan yang aman dapat

mengurangi resiko cedera

Page 59: Makalah Trauma Kepala

3. Pasang restrain dan fiksasi

klien bila perlu

4. Berikan penjelasan pada

keluarga tentang pencegahan

trauma

Mencegah gerakan yang tidak

terkontrol yang dapat

menimbulkan cedera

Keluarga dapat mengetahui dan

memahami cara mencegah trauma

k. Perubahan eliminasi urinarius (inkontinen atau retensi) berhubungan dengan

penurunan kesadaran

Tujuan:

Retensi atau inkontinensi tidak terjadi

Kriteria evaluasi:

1) Klien dapat BAK dengan lancar

2) Pola BAK terkontrol

3) Warna urine kuning muda

Intervensi Rasional

1. Monitor intake dan output

urine

2. Palpasi distensi kandung

kemih dan observasi

pengeluaran urine

Mengetahui keseimbangan cairan

klien

Mengidentifikasi adanya kontraksi

kandung kemih

3. Bersihkan daerah perineum

dan jaga agar tetap kering

4. Lakukan pemasangan dan

perawatan kateter, jika perlu

5. Latih klien teknik bladder

training bila klien sehat

Mencegah infeksi pada meatus

uretra externa

Dapat menurunkan resiko

terjadinya iritasi kulit atau infeksi

Melatih otot spinkter uretra

eksterna sehingga kontrol klien

untuk BAK meningkat.

Page 60: Makalah Trauma Kepala

3. Implementasi

Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang

telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal.

Pelaksanaan tindakan pada klien dengan gangguan sistem persyarafan akibat trauma

kepala difokuskan pada tindakan-tindakan yang ditujukan pada upaya untuk

mengembalikan tekanan intra kranial pada kondisi normal (50-200 mmH2O atau 4 –

15 mmHg), kebutuhan O2 ke otak terpenuhi, pemenuhan kebutuhan nutrisi yang

adekuat, pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari klien, mengembalikan fungsi

persepsi sensori dan fungsi kognitif kembali normal serta pencegahan terjadinya

cedera berulang.

(Effendy, Nasrul, 1995: 40)

tujuan utama dari pelayanan medis dan keperawatan ialah :

1. Harus selalu waspada tentang perubahan kondisi pasien,

terutama tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial.

2. Mempertahankan fungsi vital pasien sampai pemulihan

sehingga fungsi-fungsi bekerja kembali.

3. Pengelolaan komplikasi yang mengancam jiwa dan

berusaha sepenuhnya dengan pemulihan yang

sempurna.

Page 61: Makalah Trauma Kepala

Perawatan respiratori

Anoksia dengan penignkatan kadar karbondioksida dapat menyebabkan otak menjadi

hipoksia yang berakibat edema otak. Darah atau lendir aibat cedera dapat menyumbat

saluran nafas atau muntahan pasien, karena itu penyedotan sangat diperlukan.

Ketidakmampuan membebaskan salurann nafas dapat menimbulkan obstruksi saluran

nafas dan bisa timbul pneumonia aspirasi. Oksigen harus diberikan pada pasien cedera

kepala dan bila saluran nafas tidak dibersihkan harus dipasang pipa endotracheal.

Kadar gas darah arteri harus dicek sesering mungkin untuk menetukan perubahan

pernapasan samai membaik.

Istirahat dan pengawasan kejang

Jangan melakukan kebersihan pasien dengan kuat-kuat beberapa jam setelah

kecelakaan. Penghalang tempat tidur harus selalu terpasang karena pasien bisa

mendadak gelisah dan kejang dan bagian kepala biasanya ditinggikan 30º . gelisah

mungkin merupakan isyarat dari pasien ingin merubah posisi, nyeri, atau ingin BAK.

Codein atau analgesik lain yang tidak menekan pernapasan bisa dipakai mengurangi

nyeri. Antikonvulsan suka diberikan untuk mencegah kejang.

Tanda vital dan pengendalian suhu

Tanda vital dicatat sesering mungkin sampai keadaan stabil. Peningkata suhu tubuh

secara mendadak bisa mencapai 42ºC atau lebih. Penurunan tekanan darah

menunjukkan bahwa mekanisme pengatur suhu sudah tidak bekerja. Hipertermi

meningkatkan metabolisme otak yang bisa mengakibatkan otak menjadi rusak. Usaha-

usaha terdiri dari :

1. Pemberian aspirin

2. Kompres dingin

3. Kompres es pada sela paha dan aksila

Page 62: Makalah Trauma Kepala

4. Menurunkan suhu ruangan.

5. Kasur pendingin yang diatur oleh arus listrik.

Pencegahan infeksi

Telinga dan hidung diperiksa dengan cermat untuk memantau apakah meningen sobek

dan cairan serebrospinal keluar rongga tersebut jangan dibersihkan dapat dipasang

kapas yang tidak menutupi keluarnya cairan. Pasien tidak boleh batuk, bersin atau

mengosok-gosok hidung jika keluar liquor dari hidung. Bila ragu apakah cairan yang

keluar itu adalah CSF atau bukan, kertas tes dapat memuktikan positif gula.

Pengobatan

Obat-obatan yang diberikan untuk mengurangi edema otak dan peningkatan TIK.

Obat-obatan terdiri dari :

1. Diuretik osmotik yang bisa penetrasi ke otak dengan lambat laun

a. Larutan urea 30%

b. Manitol 20%

2. Dexamethason

Ketidakseimbangan elektrolit

Pemantauan elektrolit yang cermat diperlukan. Berbagai macam ketidak

keseimbangan bisa terjadi pada pasien cedera kepala diantaranya seperti berikut :

1. Natriuresis (urin banyak mengandung sodium)

2. Sindrom ADH tidak sesuai (kenaikan kadar ADH dalam plasma,

hiponatremia, dan hipotonisitas)

3. Kadar cortisol dalam plasma meningkat

Page 63: Makalah Trauma Kepala

Eliminasi

Intake dan output dari pasien harus diukur dan dicatat, berat jenis urine juga harus

diukur, karena dapat menandai ketidak seimbangan elektrolit. Output urine harus rata-

rata 0,6 sampai 1 ml/kg berat badan/jam.

Membantu rasa nyaman dan AKS

o Dukungan emosi

Tidak jarang pasien dengan cedera kepala memperlihatkan kehilangan daya

ingat dan inisiatif. Masalah perilaku disertai pengambilan keputusan yang

salah serta gelisah dapat terjadi. Pasien perlu pelayanan yang ketat, tapi tepat,

disertai pedoman untuk perilaku yang bagaimana itu bisa dilaksanakan.

Pengembalian aktifitas

Masa konvalesen akan tergantung kepada besarnya kerusakan otak dan bagaimana

kecepatan pemulihan. Pasien biasanya dibujuk untuk melaksanakan kembali aktifitas

sedini mungkin. Sakit kepala dan pusing masih akan tetap ada untuk beberapa lama

setelah cedera otak. Sementara orang orang memerlukan rehabilitasi intensif dan

dalam waktu yang sangat lama di pusat rehabilitasi.

Konsultasi dan penyuluhan

Penyuluhan kepada pasien dengan cedera kepala yang mengalami gangguan yang

berat membutuhkan rehabikitasi lama sama seperti untuk pasien dengan masalah

motorik. Berikut beberapa uraian untuk penyuluhan :

1. Penyebab peningkatan tekanan intracranial

2. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan tekanan intracranial

a. Jangan bersin

b. Jangan mengangkat yang berat, jangan membungkuk, jangan

memaksakan tenaga

Page 64: Makalah Trauma Kepala

c. Jangan mengedan waktu bab

3. Tanda-tanda dan gejala yang harus dilaporkan kepada dokter

4. Evaluasi (Nasrul Effendy, 1995: 46)

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan

terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan

dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan

lainnya.

Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana

tindakan yang telah ditentukan untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan pasien secara

optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Evaluasi keperawatan adalah mengukir keberhasilan dari rencana dan

pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan

pasien.

Kriteria keberhasilan pada klien dengan gangguan sistem persyarafan akibat

trauma kepala adalah klien berada pada kondisi kesadaran penuh dengan nilai GCS:

15, tanpa adanya kecacatan fisik dan gejala sisa.

Page 65: Makalah Trauma Kepala

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa

struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan

fungsional jaringan otak.

Pengartian yang lain, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat

kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar,

yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan

kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

http://askepkukeperawatan.blogspot.com/2012/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-

none.html

Page 66: Makalah Trauma Kepala

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta : EGC

Effendy, Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. Jakarta : EGC

Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes Neurologi. Alih Bahasa Indah R. Wardhani.

Jakarta: Erlangga

Masnjoer, Arif, dkk. 2003. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga. Jakarta : Media

Aesculapius

Pahria, Tuti, dkk. 1996. Asuhan Keperawatan pada Paien dengan Gangguan Sistem

Persyarafan. Jakarta: EGC

Price, Sylvia Anderson, dkk. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit

Edisi IV,alih bahasa Peter Anugerah. Jakarta : EGC

Satyanegara, L. Djoko Listiano. 1998. Ilmu Bedah Saraf Edisi III. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

Smeltzer, S. Suzanne, Bare, G.Brenda.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah

Brunner & Suddarth, Edisi VIII volume 3. Alih Bahasa Agung Waluyo. Jakarta :

EGC