topik 3. terapi antidot keracunan makanan.doc
DESCRIPTION
terapi pilihan untuk keracunan makananTRANSCRIPT
KERACUNAN MAKANAN
MAKALAH
Ditulis sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Toksikologi
Oleh:
Disusun oleh :
Kelompok 5-BD
Ahmad Fauzi 1111102000105
Andis Saputra 1111102000119
Galih Nurhadi 1111102000103
Ana Yuliana 1111102000109
Rizka Nurbaiti 1111102000091
Ani Kurniawati 1111102000127
Elsa Elfrida 1111102000032
Faradhila Nur S. 1111102000038
Fitri Rahmadani 1111102000099
Ririn Astri S. 1111102000040
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Desember 2012
RACUN BOTULINUM
I. KARAKTERISTIK KIMIA
Clostridium botulinum adalah bakteri gram positif, membentuk endospora oval
subterminal dibentuk pada fase stationar, berbentuk batang, anaerobik dan menghasilkan
spora. Ada 7 tipe bakteri ini yang berbeda berdasarkan spesifitas racun yang diproduksi, yaitu
tipe A, B, C, D, E, F. Dan G. Tipe yang berbahaya bagi manusia adalah tipe A, B, E, dan F.
Toksin ini diserap dalam usus kecil dan melumpuhkan otot-otot tak sadar. Sifat toksin ini
yang penting adalah labil terhadap panas. Toksin tipe A akan in aktif oleh pemanasan pada
suhu 80 ºC selama 6 menit, sedangkan tipe B pada suhu 90 ºC selama 15 menit.
Daya tahan spora Clostridium botulinum terhadap panas dipengaruhi oleh keasaman
(pH), NaCl, antibiotik, kelembaban, dan lingkungan berlemak.
II. MEKANISME ZAT TOKSIK
Didalam tubuh neurotransmiter adalah pengirim pesan secara kimia yang digunakan
oleh sel – sel syaraf untuk berkomunikasi satu dengan yang lain dan yang mana digunakan oleh
sel sel syaraf untuk berkomunikasi dengan otot. Racun botulism mengakibatkan flaccid
paralysis dengan memecah satu dari tiga protein yang dibutuhkan untuk melepaskan
neurotransmitter. Hal ini dapat memblokade pelepasan acetikolin dan kemampuan sel-sel
syaraf untuk berkomunikasi.
Dengan terblokadenya syaraf terminal oleh racun, syaraf tidak dapat mengirim sinyal
kepada otot untuk berkontraksi. Pasien mengalami kelemahan atau kelumpuhan, biasanya
dimulai dengan muka/wajah, kemudian tenggorokan, dada dan lengan. Ketika diaphragma dan
otot dada terkena pengaruhnya, bernafas menjadi sulit, terhambat atau sepenuhnya lumpuh.
Di beberapa kasus, pasien mati akibat asphyxia /sesak dada.
III. ANGKA KEJADIAN
Angka kejadian botulisme di Amerika serikat tidak terlalu besar, yaitu kurang dari 50
kasus pertahun. Dari tahun 1899 hingga 1969, hanya tercatat 1696 kasus, 959 di antaranya
meninggal. Wabah botulisme juga pernah terjadi pada beberapa negara, terutama Kanada,
Jepang, Eropa Barat serta Skandinavia dan Russia.
IV. TANDA DAN GEJALA KERACUNAN
Gejala biasanya bermula setelah 2 jam menyantap makanan beracun botulinum
tersebut
1. Gejala gastrointestinal dengan tanda –tanda : Mual, Muntah, Nyeri perut, Distensi
2. Gejala neorologis, dengan tanda – tanda : Padangan kabur, Sulit menelan, Sulit
berbicara, Mulut kering, Sakit tenggorokan
V. EFEK TOKSIK JANGKA PANJANG
Penderita yang telah teridentifikasi keracunan botulinum dalam jangka panjang
memberikan efek:
a. Kelumpuhan pada saraf dan otot (Otot tungkai dan lengan dan otot pernapasan
akan melemah). Kerusakan saraf bisa hanya mengenai satu sisi tubuh, masalah
yang ditimbulkan bervariasi mulai dari kelesuan yang ringan, sulit menelan sampai
pada keteganggan otot yang berat dan gangguan pernapasan
b. Konstipasi (sambelit)
c. Mempengaruhi proses mental dan sensorik
d. Penderita kritis bisa berakibat fatal
VI. SASARAN TERAPI
Jika pasien mengalami keracunan makanan, pilihan penanganannnya adalah
pemberian antitoksin botulinum yang tersedia di centers for disease control and
prevention.
Botulisme bayi membutuhkan perawatan suportif karena antitoksin maupun
antibiotik tidak mempan, sedangkan imun globulin botulisme manusia masih
dalam percobaan.
karena resiko terbesar botulisme adalah kegagalan respirasi penanganan pertama
diarahkan pada upaya pencegahan dan penangannan pada sistem pernapasan.
Paralisis bulbar diobati dengan trakeostomi secara dini.
sebaiknya diberikan antitoksin multivalen karena jenis botulisme tidak bisa
dipastikan hanya dari sumber bahan makanan.
VII. ANTIDOT YANG DIGUNAKAN DAN MEKANISME
1. Sedini mungkin diberi infuse Antitoksin botulinus
Pemberian dosis besar antitoksin Clostridium botulinum trivalent (A,B,C) yang berasal
dari kuda yang nantinya dapat menetralkan toksin yang tidak terikat. Reaksi
Hipersensitivitasterhadap sediaan yang berasal dari kuda tidak sesuai jika diberikan
terhadap[ bayi , sehingga kini antitoksin yang berasal dari manusia sedang dievaluasi
pemberiannya terhadap bayi.
2. Pemberian Penisilin
Beberapa dokter memberikan pengobatan penisilin dengan maksud membasmi
bakteri Clostridium botulinum, sehingga tidak dibawa ke usus halus dan mencegah
pembentukan toksin yang terus menerus di dalam traktus gastrointestinal. Antibiotika
oral tidak dianjurkan diberikan kaena dapat mengubah flora usus secara tidak terduga
dan memungkinkan pertumbuhan Clostridium botulinum yang berlebihan.
3. Pemberian Kolinergik
Kolinergik yaitu sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan
stimulasi susunan parasimpatis, karena melepaskan neurohormon (Ach) di ujung-ujung
neuronnya.
- Kolinergik yang bekerja langsung (misalnya karbakol dari cholinester)
- Kolinergik yang bekerja tidak langsung (misalnya neostigmine dari anti
asetilkolinesterase) yang dapat meningkatkan neuromuscular transmitter.
Antikolinesterase menghambat destruksi ACh karena menghambat AChE, yang
mengakibatkan perangsangan berlebihan di reseptor muskarinik oleh ACh dan
terjadinya perangsangan yang disusul blokade di reseptor nikotinik
4. Terapi simtomatik (terutama napas buatan, profilaksis infeksi)
Bantuan pernapasan segera dapat segera sering dapat menyelamatkan pasien
toksemia botulisme. Letalitas tinggi walaupun pengobatan tinggi
5. Pencegahan terhadap toxin botulinum
Penggunaan nitrat untuk mencegah terjadinya rasa dan bau busuk dari daging telah
diteliti oleh USDA dengan menggunakan sodium dan potassium nitrat. Toxin botulinum
akan di-inaktivasi oleh nityrit oksida dari protein iron sulfur seperti ferrodoxin dan
piruvat oksidareduktase dengan masuk ke dalam sel germinan. Aktivitasnya
tergantung pada pH dan proporsi dari HNO3 yang bebas: 100 mg nitrat/kg daging
dibutuhkan sebagai antimicrobial. Antimikroba lain seperti nissin (digunakan pada
keju), parabens, phenolic antioksidan, dan carbondioksida.
VIII. Strategi dan Penatalaksanaan
1. Bebaskan jalan nafas, jika perlu berikan nafas buatan sampai kembali sadar.
2. Pemberian infuse antitoksin botulinum secepatnya
3. Beriksn larutan encer Na-sulfat untuk mempercepat ekskresi
4. Berikan antidotum yang telah disebutkan sebelumnya.
RACUN FORMALIN (FORMALDEHID)
I. KARAKTERISTIK KIMIA
Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir
tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput
lendir hidung dan tenggorokan dan rasa membakar. Formalin memiliki titik
leleh -92oC, titik didih -21oC dan densitas dari formalin yakni 0,815 (pada
suhu 20oC). Bobot tiap mililiter ialah 1,08 gram. Dapat bercampur dalam air
dan alkohol, tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter. Sifatnya
mudah larut dalam air.
II. MEKANISME ZAT TOKSIK
Formaldehida dapat menghambat enzim DNA yang menyebabkan proses
dekomposisi(perusakan) DNA sehingga formaldehida digunakan sebagai bahan pengawet.
Dengan terhambatnya kerja DNAse, membran sel menjadi stabil dan perusakan sel (cell lysis)
tidak terjadi. Formaldehida juga dapat membuat “jembatan amine” yang menghubungkan
asam amino satu dengan yang lain, sehingga bisa mengganggu metabolisme sel hidup. Inilah
sebabnya formaldehida sangat ampuh membunuh kuman-kuman dan sering digunakan
sebagai disinfektan.
III. ANGKA KEJADIAN
Salah satu contoh berita ditemukannya kandungan formalin dalam tahu.
“Liputan6.com, Depok: Badan Pengawas Obat dan Makanan atau Badan POM
menemukan makanan positif mengandung formalin dalam tahu yang dijual di kantin SMP
Negeri 04 Kota Depok, Jawa Barat, Selasa (30/10/2012). Penemuan terungkap saat Badan POM
inspeksi mendadak.”
(http://news.liputan6.com/read/448516/tahu-mengandung-formalin-ditemukan-di-kantin-
sekolah)
IV. TANDA DAN GEJALA KERACUNAN
Tanda dan gejala klinik:
Keracunan akut :
- Sakit perut - Syok dan Kolaps
- Hilang kesadaran - Anuria
- Rasa mual - Muntah
- Kematian (karena gagal peredaran darah) - Dermatitis
- Mata berair - Rasa terbakar
- Pusing
V. EFEK TOKSIK JANGKA PANJANG
Keracunan Kronis :
Iritasi parah
Gangguan pencernaan, hati, ginjal, pancreas dan saraf pusat
Dapat juga menimbulkan kanker (penelitian terhadap hewan uji)
VI. SASARAN TERAPI
Formaldehid yang masuk ke mulut dapat diencerkan, diadsopsi dan dibuat tidak aktif
dengan diberikan susu, karbon aktif atau air. Tiap senyawa kimia organic akan membuat
formaldehid tidak aktif.
VII. ANTIDOT YANG DIGUNAKAN DAN MEKANISME
Antidotum:
1. Bilas lambung dengan larutan amonia 0,2 %, kemudian diberi minum norit atau air
susu untuk menetralkan formalin yang tertelan
2. Keracunan format yang disebabkan formaldehid tunggal harus diobati dengan asam
folat, tetapi infus etanol tidak efektif.
3. Segera diberikan Infus N-asetilsistein
Pertolongan Pertama
1. Terhirup
Terhirup bahan yang serius: Segera pindahkan dari tempat paparan. Longgarkan
bagaian pakaian yang kencang, seperti kerah baju, dasi, ikat pinggang. Jika terjadi
kesulitan bernapas dapat diberikan oksigen. Jika korban tidak bernapas, dapat diberikan
resusitasi jantung paru (RJP).
2. Kontak dengan kulit
Kontak kulit yang serius: Cuci dengan sabun desinfektan dan tutupi kulit yang
terpapar dengan krim antibakteri. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan
terdekat.
3. Kontak dengan mata
Lepaskan lensa kontak jika menggunakannya. Segera cuci mata dengan air yang
banyak (dapat digunakan air dingin) atau dengan larutan garam normal (NaCl 0,9%),
selama 15-20 menit, atau sekurangnya satu liter untuk setiap mata dengan sesekali
membuka kelopak mata atas dan bawah sampai dipastikan tidak ada lagi bahan kimia
yang tertinggal. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.
4. Tertelan
Jangan merangsang muntah. Jangankan apapun melalui mulut pada pasien yang
tidak sadar/pingsan. Longgarkan bagian pakaian yang melekat ketat, seperti kerah baju,
dasi, atau ikat pinggang. Jika pasien menelan bahan dalam jumlah besar, segera bawa ke
rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat (10).
Catatan bagi petugas medis: Berikan pengobatan simptomatik dan penunjang
VIII. STRATEGI DAN TATA LAKSANA
Stabilisasi
a. Penatalaksanaan jalan nafas, yaitu membebaskan jalan nafas untuk menjamin
pertukaran udara.
b. Penatalaksanaan fungsi pernafasan untuk memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara
memberikan pernafasan buatan untuk menjamin cukupnya kebutuhan oksigen dan
pengeluaran karbon dioksida.
c. Penatalaksanaan sirkulasi, bertujuan mengembalikan fungsi sirkulasi darah.
d. Jika ada kejang, beri diazepam dengan dosis:
e. Dewasa: 10-20 mg IV dengan kecepatan 2,5 mg/30 detik atau 0,5 mL/30 menit, jika
perlu dosis ini dapat diulang setelah 30-60 menit. Mungkin diperlukan infus kontinyu
sampai maksimal 3 mg/kg BB/24 jam.
f. Anak-anak: 200-300 μg/kg BB
g. Obati bronkospasma dan edema paru jika ada. Berikan oksigen suplemental dan
observasi selama sekurangnya 4-6 jam.
h. Berikan larutan salin atau kristaloid lain secara intravena untuk mengganti cairan
tubuh yang hilang akibat gastroenteritis. Hindarkan cairan berlebih pada pasien yang
terpapar bahan melalui inhalasi karena dapat menimbulkan risiko edema paru.
i. Obati asidosis metabolik dengan natrium bikarbonat.
RACUN TEMPE BONGKREK
I. KARAKTERISTIK KIMIA
Asam bongkrek berasal dari bakteri Pseudomonas cocovenas yang
berada pada tempe bongkrek.
Asam bongkrek merupakan trikarboksilat yang tidak jenuh dan
bercabang dengan rumus C28H38O7 dengan berat molekul 486 dan titik lebur
sekitar 50-60 oC.
Asam bongkrek merupakan toksin yang tidak berwarna, toksin ini merupakan asam
lemak tidak jenuh tinggi, asam bongkrek tidak larut dalam air tetapi larut dalam petroleum
eter dan alcohol. Asam bongkrek sangat tidak stabil karena cepat teroksidasi dan mempunyai
kecenderungan terpolimerasi, asam bongkrek mudah sekali dioksidasi dan iniaktif pada suhu
pemanasan yang lebih tinggi dari 100 oC,stabilitasnya yang tinggi didalam suatu emulsi minyak
menyebabkan asam bongkrek masih bersifat toksik pada tempe bongkrek yang di goring.
asam bongkrek juga merupakan antibiotik yang kuat terhadap aspergillus niger, cladosporium
cucumerinum, tLD50 pada mencit yang diberikan secara intravena didapat sebesar 1,4 mg/kg .
Pada tikus 2mg/kg BB menyebabkan kematian dalam 2-5 hari.
II. MEKANISME ZAT TOKSIK
Asam bongkrek bekerja sebagai inhibitor fosforilasi oksidatif, sehingga tidak dapat
terbentuk ATP (adenosin tri fosfat = energi ) di dalam sel mitokondria. Secara khusus ia
menghambat enzim translokase dalam mitokondria, sehingga masuknya ADP terhambat dan
juga menghambat keluarnya ATP, kekurangan ATP inilah yang menyebabkan terjadinya
glikolisis dari glikogen menjadi glukosa untuk memenuhi jumlah energi yang dibutuhkan tubuh,
sehingga pada awal keracunan, gejala yang timbul adalah hiperglikemia. Setelah glikogen
habis, maka akan terjadi hipoglikemia berat dan mematika penderita.
Selain asam bongkrek, terdapat pula racun toksoflavin, yang dapat dimusnahkan oleh
asam lambung
III. ANGKA KEJADIAN
Pencatatan kematian karena keracunan ini dimulai pada tahun 1985, Pembuatan
tempe bongkrek sebenarnya telah dilarang sejak tahun 1969, namun kenyataannya masih saja
ada penduduk yang memproduksi maupun mengkonsumsi makanan yang sangat berbahaya
tersebut. Tragedi paling buruk selama 5 tahun terakhir menewaskan 37 orang penduduk
kecamatan lumbir, banyumas, Terjadi pada tanggal 27 februari hingga 7 maret 1988.
IV. TANDA DAN GEJALA KERACUNAN
Gejala timbul 18-36 jam setelah makan tempe bongkrek yang telah terkontaminasi
Gejala awal : Sakit tenggorokan, sakit kencing dan keluhan salurancerna
Gejala lanjut : Diplopia, ptosis, disartria, dan kelemahan sarafkranialis lainnya,
diikuti dengan paralisis desendens progresif danakhirnya henti nafas
Mental tetap baik, sensorik baik
Pupil dilatasi, dan refleks cahaya (-)/normal
EMG : Konduksi normal, potensi aksi motor
V. SASARAN TERAPI
Gawat darurat
Pertahankan jalan nafas (bila perlu bantuan nafas)Observasi ketat adanya gagal nafas
karena dapat terjadi hentinafas tiba-tiba
Spesifik
Antitoksin botulismeGuanidin hidroklorid 15–35 mg/kgBB/hr, dalam 3 dosis
(bergunauntuk menghilangkan blokade neuromuskular)
Dekontaminasi
Diluar rumah sakit : Perangsangan muntahDi rumah sakit : Bilas lambung, berikan
arang aktif dankatartik
VI. ANTIDOT YANG DIGUNAKAN DAN MEKANISME
Antidotum spesifik keracunan bongkrek belum ada. Terapi nonspesifik ditujukan untuk
menyelamatkan nyawa, mencegah absorbsi racun lebih lanjut dan mempercepat ekskresi.
Atasi gangguan sirkulasi dan respirasi, beri arang aktif (activated charcoal) arang aktif efektif
digunkan untuk menyerap hampir semua jenis racun dan obat zat-zat yang sulit diadsorbsi
antara lain besi, litium, kalium, natrium, asam mineral dan alcohol.
Pengobatan
1. Lavase lambung
Proses pembersihan dan pengeluaran isi dari dalam lambung. Lavase lambung
dilakukan melalui tindakan pemasangan selang lewat hidung masuk kedalam lambung.
2. Katarsis
Katarsis digunakan untuk menstimulais peristaltic agar mempercepat eliminasi obat-
obatan dan racun yang tak diserap oleh activated charcoal.
3. Dengan pemberian antitoksin botulisme spesifik, seperti guanidin hidroklorid 15-35
mg/kg BB/hr dalam 3 dosis yang berguna untuk menghilangkan blokade
neuromuscular. Dan disertai dengan pemberian glukosa intavena. Pemberian glukosa
intravena ini sebaiknya disertai dengan larutan garam fisiologik dan plasma. Cairan ini
harus diberikan secepat – cepatnya bila ada persangkaan
VII. Strategi dan Penatalaksanaan
1. Penderita harus dirujuk ke rumah sakit, sementara itu bila penderita masih sadar
usahakan sisa makanan
2. Berikan norit 20 tablet (digerus dan diaduk dengan air dalam gelas) sekaligus, dan
ulangi Satu jam kemudian
3. Bisa dilakukan dengan infus glukosan 5%
4. Bisa dilakukan pemberian antitoksin botulisme spesifik seperti guanidinhidroklorid
15-35 mg/kg BB/hr dalam 3 dosis yang berguna untuk menghilangkan blockade
neuromuscular.
5. Penderita dirangsang secara mekanis agar muntah. Bila tidak berhasil lakukan bilas
lambung di RS.
DAFTAR PUSTAKA
Arisman . 2007. Keracunan Makanan. Bahan Ajar Ilmu Gizi. Jakarta:EGC.
Elsevier.1996.Human Toxicology.Amsterdam:Lausanne.
Hodgson, Ernest.2004.A Text Book Of Modern Toxicology 3rd Ed.New Jersey: john wiley
& sons, Inc.
Muliawan Y silvia.2008.Bakteri Aanaerob yang erat kaitannya dengan Problem diklinik :
Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta : EGC.
Mukono, H.J., 2005. Toksikologi Lingkungan. Surabaya:Airlangga University Press.
Toxicology. Handbook of Pediatrics Emergencies. Boston: LittleBrown & Co, 1989; 358-
78.
Fleischer GR, Ludwig S, Silverman BK.
Toxicologic emergencies. Synopsisof Pediatric Emergency Medicine. Baltimore: Williams
& Wilkins, 1996; 405–6.
William L. Philips, dkk.2000,Principle of Toxicology:Envirounmental and Industrial
Applications. Canada:john wiley & sons, Inc.