keracunan sianida
DESCRIPTION
Keracunan SianidaTRANSCRIPT
Keracunan Sianida
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan yang telah digunakan sejak ribuan
tahun yang lalu. Sianida banyak digunakan pada saat perang dunia pertama. Efek dari sianida ini
sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit.3 Sianida
terdapat dalam berbagai bentuk, salah satu nya adalah hidrogen sianida yang berbentuk cairan
tidak berwarna atau pada suhu kamar berwarna biru pucat. Bentuk lain sianida ialah sodium
sianida dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna putih.4
Keracunan sianida bukan suatu hal baru yang ditemukan. Pada tahun 2011 di Indonesia
ditemukan sekitar 6 orang meninggal akibat keracunan sianida yang ditemukan pada makanan.
Dari kasus tersebut mengharuskan kita untuk berhati-hati karena sianida dapat ditemukan dimana
saja termasuk dalam makanan.
Untuk lebih memahami mengenai kercunan sianida, berikut kasus mengenai keracunan
sianida yang terjadi di Jepara:
Lampiran
Enam Tewas Keracunan Asam Sianida Pada TiwulSelasa, 18 Januari 2011 | 11:38 WIB
TEMPO Interaktif, Jepara - Zat asam sianida menjadi penyebab kematian enam korban anak pasangan Jamhamid (45) dengan Siti Junaiyah (40), warga Desa Jebol, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Asam sianida (HCN) itu meracuni makanan tiwul (makanan dari tepung singkong). ”Diduga kuat asam sianida ini penyebab kematian enam korban,” Ajun Komisaris Besar Ruslan Ependi, Kapolres Jepara, membeberkan hasil Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Jawa Tengah dan Laboratorium Foreksik Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Selasa (18/1).
Korban tewas adalah Lutfiana (24), Abdul Amin (3), Ahmad Kusriyanto (5), M. Hisyam Ali (13), Faridatun Sholeh (15) dan Saidatul Kusniah (8).
Menurut penuturan Jamhamid, mereka meninggal gara- gara sarapan pagi dengan makan tiwul. Sedangkan Jamhamid dan istrinya Siti Juaniyah selamat, karena keduanya belum sempat menikmati makanan tiwulnya.
Bermula pada Jum’at (31/12), Siti Junaiyah menanak tepung singkong untuk dibuat tiwul, untuk srapan pagi. Seusai tiwul matang, pagi itu, Jamhamid, Siti Junaiyah dan Fikri (74), orangtua Junaiyah, berikut enam putranya menyantapnya. Tapi pada sorenya, dalam waktu yang hampir bersamaan, mereka mengalami pusing dan mual lalu disusul muntah- muntah. “Kami menyangka, mereka sakit masuk angin,” kata Jamhamid.
Tidak berapa lama, ketika masih di rumah, Lutfiana kejang- kejang dan tewas. Melihat kondisi korban lainnya tampak serius, kemudian sore itu mereka dilarikan ke RS PKU Muhammadiyah Mayong, dan oleh pihak PKU merujuknya ke RSUD RA.Kartini Jepara. Setelah tiga hari kemudian, dalam perawatan rumah sakit, mereka bergantian kemudian tewas. Sedangkan Fikri, kondisinya kritis, sekarang sudah membaik.
Hasil otopsi yang dilakukan tim medis dari Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Jateng di bawah pimpinan Komisaris Hestry terhadap dua sample, yakni Abdul Amin dan A.Kusriyanto, terdapat jamur jenis aspergillus sp, melinium sp,dan negli sp pada makanan tiwul, potongan singkong, tepung ubi dan muntahan korban. Pada jamur tersebut terdapat kuman jenis enterobackter cloacoe, providencia rettgeri, bacillus sp dan citrobacktercliversus. “Hasilnya positif teracuni asam sinaida (HCN),” ujar Inspektur Satu Rismanto, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jepara.
(Bandelan Amarudin)
Gimana caranya biar kalimat diatas bias nyambung dengan paragraph dibawah ini
1. Epidemiologi
Keracunan sianida akut merupakan kasus yang paling sering dilaporkan sendiri
(70% dalam 1 seri).5 Gejala yang ditimbulkan oleh keracunan zat kimia sianida
bermacam-macam; mulai dari rasa nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada
berdebar, selalu berkeringat sampai korban tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani
dengan baik akan mengakibatkan kematian. Penatalaksaan dari korban keracunan ini
harus cepat, karena prognosis dari terapi yang diberikan juga sangat tergantung dari
lamanya kontak dengan zat toksik tersebut.3 Dalam pemeriksaan forensik, diagnosis
keracunan sianida pada orang hidup terutama tergantung dari riwayat kontak dengan
racun sianida atau yang dicurigai sumber racun sianida dan gejala serta tanda yang
diperlihatkan pasien. Sementara pada postmortem pembuktiannya melalui pemeriksaan
dari jaringan-jaringan yang dilalui oleh sianida sesuai dengan rute masuknya ke dalam
tubuh.1
2. Sumber Sianida
Sianida selalu ada dalam konsentrasi kecil (trace) pada banyak macam tumbuh-
tumbuhan. Pada rumput, kacang-kacangan, umbi-umbian dan biji tertentu ditemukan
sianida dalam kadar yang relatif tinggi seperti singkong (pada daun dan akar), ubi
jalar,"yam" (dyoscoreaceae) pada umbinya, butir jagung, butir cantel, rempah rempah,
tebu, kacang-kacangan (peas & beans), terutama koro krupuk, & almonds. Pada buah
sianida ditemukan pada jeruk, apel, pear, cherry, apricot, prune, plum. Dari berbagai
tanaman yang mengandung sianida ini, keracunan sianida paling banyak dilaporkan
setelah memakan singkong dan kacang. Hal ini mungkin disebabkan karena singkong
pada beberapa negara yang baru berkembang masih menjadi makanan utama.3
3. Sifat Kimia Sianida
Sianida adalah bahan kimia yang mengandung gugus cyan (C≡N) yang terdiri dari
sebuah karbon atom yang terikat ganda tiga dengan sebuah atom nitrogen. Sianida secara
spesifik adalah anion CN-. Sianida dapat berbentuk gas, cair, atau padat dan berbentuk
molekul, ion, atau polimer. Singkatnya semua bahan yang dapat melepaskan ion sianida
(CN-) sangat toksik. 6 Substansi dengan kandungan sianida sebenarnya telah digunakan
sebagai racun sejak berabad-abad yang lalu akan tetapi sianida yang sesungguhnya baru
dikenal pada tahun 1782. Sianida pertama kali diidentifikasi oleh ahli kimia yang berasal
dari Swedia, bernama Scheele, yang kemudian meninggal akibat keracunan sianida di
dalam laboratoriumnya.3 Sianida banyak digunakan untuk bidang kimia, pembuatan
plastik, penyaringan emas dan perak, metalurgi, anti jamur dan racun tikus. Beberapa
bentuk-bentuk sianida yaitu
a. Hidrogen Sianida (HCN) adalah cairan atau gas yang tidak berwarna atau biru pucat
dengan bau seperti almond. Nama lainnya adalah asam hidrosianik dan asam prussik.
HCN dipakai sebagai stabilizer untuk mencegah pembusukan.
b. Sodium Sianida adalah bubuk kristal putih dengan bau seperti almond. Nama lainnya
adalah asam hidrosianik,sodium. Bentuk cair dari bahan ini sangat alkalis dan cepat
berubah menjadi hidrogen sianida jika kontak dengan asam atau garam dari asam.
c. Potasium Sianida (KCN) adalah bahan padat berwarna putih dengan bau sianida
yang khas. Nama lainnya adalah asam hidrosianik, garam potasium. Bentuk cair dari
bahan ini sangat alkalis dan cepat berubah menjadi hidrogen sianida jika kontak
dengan asam atau garam dari asam.
d. Kalsium Sianida (Ca(CN)2) dikenal juga dengan nama calsid atau calsyan adalah
bahan padat kristal berwarna putih. Dalam bentuk cairnya secara bertahap
membentuk hidrogen sianida. Keempat bahan diatas membentuk ikatan yang kuat
dengan metal.
e. Sianogen adalah gas beracun yang tidak berwarna dengan bau seperti almond. Nama
lainnya adalah karbon nitril, disianogen, etane dinitril, dan asam oksalat dinitril.
Bahan ini secara perlahan terhidrolisis pada bentuk cair menjadi asam oksalat dan
amonia.
f. Sianogen Klorida adalah gas tidak berwarna. Nama lainya adalah klorin sianida
(nama dagang Caswell no. 267). Bahan ini melepaskan hidrogen sianida saat
terhidrolisis.
g. Glikosida Sianogenik diproduksi secara natural oleh berbagai jenis tumbuhan. Saat
terhidrolisis membentuk hidrogen sianida.4
4. Cara Masuk Sianida Masuk Kedalam Tubuh
Terdapat beberapa cara masuknya sianida ke dalam tubuh yaitu:
a. Inhalasi. Pada pembakaran yang tidak sempurna dari produk sintetis yang
mengandung carbón dan nitrogen seperti plastik, hidrogen sianida dilepas ke
udara.4 Zat ini sangat mudah terdispersi dalam udara dan mengakibatkan
munculnya gejala dalam hitungan detik hingga menit.
b. Kontak langsung hidrogen sianida dalam bentuk cair pada kulit dapat menimbulkan
iritasi. Efek yang muncul tergantung dari kemampuan penetrasi epidermal sianida,
kelarutannya dalam lemak, kelembapan kulit, luas dan lama area kontak, serta
konsentrasi cairan yang mengenai korban Gejala muncul segera setelah paparan
atau paling lambat 30 sampai 60 menit.3
c. Tertelan bentuk garam sianida sangat fatal. Karena sianida sangat mudah terserap
masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu melakukan atau merangsang
korban untuk muntah, karena sianida sangat cepat berdifusi ke jaringan. Gejala
muncul paling lambat pada rute ini. Berat ringanya gejala sangat tergantung dari
jumlah zat yang masuk dan kemampuan detoksifikasi tubuh.3
5. Farmakokinetik dan Farmakodinamik Sianida
Setelah terabsorpsi, inhalasi dan percutaneus, sianida secara cepat akan
terdistribusi di sirkulasi. Sementara peroral sodium dan potasium sianida akan melewati
detoksifikasi hati terlebih dahulu. Distribusi sianida sangat cepat dan merata di seluruh
jaringan akan tetapi pada beberapa tempat konsentrasinya tinggi seperti pada hati, paru,
darah, otak. Pada orang yang meninggal karena inhalasi sianida, kadar sianida dalam
jaringan paru, darah, otak masing-masing 0,75; 0,41; 0,32mg/100g. Dalam darah sianida
akan terkonsentrasi pada sel darah merah dan sedikit di plasma maka dari itu konsentrasi
sianida plasma menggambarkan konsentrasi sianida jaringan.4
Gambar 1. Skema Metabolisme Sianida Dalam Tubuh (diambil dari Hydrogen Cyanide and Cyanides:Human Health Aspects, WHO, Geneva, 2004)
Dalam tubuh sianida akan cepat bereaksi membentuk hidrogen sianida yang
mempunyai afinitas kuat terhadap gugus Fe heme dari sitokrom a3 atau yang lebih
dikenal dengan sitokrom C-oksidase, oksidase terminal pada rantai transfer electron.
Pembentukan ikatan sitokrom C oksidase – CN yang stabil pada mitokondria akan
menghambat transfer oksigen dan menghentikan respirasi selular yang menyebabkan
hipoksia sitotoksik, walaupun terdapat HbO2 dalam jumlah yang cukup. Anoksia
jaringan yang diinduksi oleh inaktivasi dari sitokrom oksidase mengakibatkan perubahan
pada metabolisme sel, dari aerobik menjadi anareobik. Hal ini nantinya akan
menyebabkan berkurangnya glikogen, fosfoceratin , dan ADP seiring dengan akumulasi
dari laktat dan penurunan pH darah. Kombinasi dari hipoksia sitotoksik dengan asidosis
laktat akan menekan CNS, area paling sensitif terhadap anoksia, yang menyebabkan henti
nafas dan kematian.4
Pada kasus keracunan sianida peroral, efek racun menjadi lebih kronis dan ringan
karena pada jalur ini, sianida terlebih dahulu melewati detoksifikasi hati. Akan tetapi
paparan sianida yang terus menerus dapat mengakibatkan berkurangnya dopamine yang
diasosiasikan dengan timbulnya parkinson yang progresif. Intoksikasi sub letal dari
sianida juga dapat menimbulkan distonia. Detoksifikasi sianida oleh hati melibatkan
enzim mitokondria rhodanese yang mengkatalisasi transfer gugus sulfur dari thiosulfate
menjadi thiosianat yang merupakan rate limiting step. Sebanyak 80% metabolisme
sianida melaui jalur ini. Jalur lain, sianida didetoksifikasi melalui penggabungan gugus
sian (C≡N) dengan hidroksikobalamin menjadi cyanocobalamin (vitamin B12).
Thiosianat nantinya akan dibuang melalui urine sementara cyanocobalamin akan dipakai
sebagai kofaktor berbagai reaksi lain di tubuh. Walaupun sebagian besar HCN telah
dibuang dalam bentuk tiosianat ke urine, bentuk bebasnya masi terdapat di paru, air liur
dan keringat.4
6. Gejala Keracuanan Sianida
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang timbul
secara progresif. Akan tetapi, gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung
dari dosis sianida, banyaknya paparan, jenis paparan, dan bentuk dari sianida. Sianida
berefek pada banyak sistem organ, seperti pada tekanan darah, penglihatan, paru, saraf
pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme. Penderita akan
mengeluh timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan bernafas karena
mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Hal yang khusus yang dapat diperhatikan pada
penderita dengan keracunan sianida adalah adanya warna merah terang pada arteri dan
vena retinal pada pemeriksaaan dengan funduskopi.3
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit
kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidote. Tanda awal
dari keracunan sianida adalah hiperpnea sementara, nyeri kepala, dispnea, kecemasan,
perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah, berkeringat banyak, warna kulit
kemerahan atau cherry red karena darah vena banyak mengandung oksigen, tubuh terasa
lemah dan vertigo juga dapat muncul.3
Pada paparan sianida dengan konsentrasi tinggi, hanya dalam jangka waktu 15
detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu seseorang akan
kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea yang dalam jangka
waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia
dan berakhir dengan kematian. Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS
adalah koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada
pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik bagi
mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila penderita
tidak mempunyai riwayat terpapar sianida.3
7. Diagnosis Kasus Keracunan Sianida
Untuk menentukan diagnosa kasus keracunan diperlukan
a. Anamnesa kontak antara korban dengan sianida atau yang dicurigai sebagai sumber
sianida
b. Ada gejala dan tanda keracunan sianida
c. Dari benda bukti, harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti tersebut memang
mengandung racun sianida
d. Dari bedah mayat, dapat ditemukan adanya perubahan atau kelainan yang sesuai
dengan keracunan sianida dan tidak ditemukan adanya penyebab kematian lain
e. Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologi harus dapat dibuktikan adanya racun
sianida dan atau metabolitnya, dalam tubuh atau cairan tubuh korban secara sistemik.1
8. Pemeriksaan Toksikologi Kasus Keracunan Sianida
Jumlah sianida yang ditemukan dalam pemeriksaan tergantung jumlah sianida yang
masuk dalam tubuh dan waktu antara masuknya sianida dengan kematiannya. Akhir-
akhir diukur dalam menit, atau pada kasus dengan dosis rendah dan sempat diterapi,
korban dapat bertahan hidup dalam jam bahkan hari. Sianida yang ditemukan dalam
jumlah cukup adalah bukti bahwa sianida telah masuk dalam tubuh yang mana hal itu
sendiri tidak normal dan dikonfermasi sebagai barang bukti dari terjadinya keracunan.
Akan tetapi, Karhunen et al telah melaporkan kasus dimana seorang tersangka
pembunuhan terbakar dan pada post mortemnya menunjukkan tingkat sianida dalam
darah 10 mg/l, yang diperkirakan sesuai dengan difusi pasif dari sianida melalui seluruh
cavitas tubuh yang terbuka saat terjadinya kebakaran. Maka dari itu sangat penting untuk
mengidentifikasi sumber pasti sianida pada kasus- kasus keracunan dan rute masuknya
zat ke dalam tubuh sehingga dapat diketahui penyebab kematiannya.5
Beberapa spesimen yang dapat diambil untuk pemeriksaan laboratorium adalah
a. Lambung (isi dan jaringannya). Material ini berguna untuk mengetahui
keracunan sianida peroral atau pada kasus mati mendadak dimana terdapat sejumlah
besar obat-obat yang tidak terabsorpsi pada lambung. Pada kasus-kasus overdosis
obat maka lambung harus diambil seluruhnya. Jika terdapat tablet atau capsul pada
lambung maka harus ditempatkan di kontainer terpisah dan dikirim bersama
specimen lambung.
b. Hati. Specimen ini berguna untuk kasus keracunan yang kompleks. Biasanya
diambil 100 gram pada dari lobus kanan karena tidak terkontaminasi dengan empedu.
c. Darah. Dianjurkan untuk mengambil spesimen darah dari berbagai pembuluh
darah perifer. Khasnya, tingkat sianida darah dalam 1 serial kasus yang fatal antara
1-53 mg/l, dengan rata-rata 12 mg/L.9 Kadar sianida normal dalam darah sebesar
0,016-0,014mg/L.10 Selain pemeriksaan kadar sianida dapat juga dilakukan
pemeriksaan pH darah yang akan menjadi lebih asam karena peningkatan asam
laktat.
d. Otak. Pada kasus-kasus dimana sumber sianida tidak diketahui, dianjurkan
untuk mengambil sampel otak kurang lebih 20 gram dari bagian dalam untuk
mengkorfirmasi keberadaan sianida.
e. Paru-paru. Jika kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas hidrogen
sianida, paru-parunya harus dikirim utuh, dibungkus dalam kantong yang terbuat dari
nilon (bukan polivinil klorida).
f. Limpa merupakan jaringan dengan konsentrasi sianida yang paling tinggi,
diperkirakan karena limpa banyak mengandung sel darah merah, dalam 1 serial
seperti diatas, tingkat sianida limpa berkisar antara 0,5-398 mg/l, dengan rata-rata 44
mg/l. Dalam serial lain, tingkat sianida darah rata-rata 37 mg/l.
g. Urine. Ekskresi sianida pada urine dalam beberapa bentuk salah satunya
adalah tiosianat.9 Pada orang yang tidak merokok konsentrasi tiosianat berkisar
antara 1-4mg/L sementara pada perokok konsentrasinya hingga 3-12mg/L.10
Penting untuk membawa sampel ke laboratorium sesegera mungkin (dalam
beberapa hari) untuk menghindari struktur sianida yang tidak seperti aslinya lagi dalam
sampel darah yang telah disimpan. Hal ini biasanya dapat terjadi akibat suhu ruangannya,
sehingga jika ada penundaan, sampel darah dan jaringan sebaiknya disimpan pada suhu 4
derajat celcius dan harus dianalisa sesegera mungkin. Akan tetapi kualitas sampel telah
menurun walaupun dengan adanya pendingin. Lebih dari 70% isi sianida dapat hilang
setelah beberapa minggu, akibat reaksi dengan komponen jaringan dan konversi menjadi
thiosianad. Sebaliknya, sampel postmortem yang terlalu lama disimpan dapat
menghasilkan sianida akibat reaksi dari bakteri. Pencegahan terhadap hal ini dengan
mempergunakan kontainer yang berisi 2% sodium flourida.9
9. Terapi dan Pengobatan Antidotum
Prinsip pertama dari terapi ini adalah mengeliminasi sumber-sumber yang terus-
menerus mengeluarkan racun sianida. Pertolongan terhadap korban keracunan sianida
sangat tergantung dari tingkat dan jumlah paparan dengan lamanya waktu paparan.
Tindakan kedua adalah segera cari udara segar. Jika berada di dekat balai
pengobatan tertentu maka dapat diberikan oksigen murni. Berikan antidotum untuk
mencegah keracunan yang lebih serius. Penambahan tingkat ventilasi oksigen ini akan
meningkatkan efek dari antidotum. Asidosis laktat yang berasal dari metabolisme
anaerobik dapat diterapi dengan memberikan sodium bikarbonat secara intravena dan bila
penderita gelisah dapat diberikan obat-obat antikonvulsan seperti diazepam. Perbaikan
perfusi jaringan dan oksigenisasi adalah tujuan utama dari terapi ini. Selain itu juga,
perfusi jaringan dan tingkat oksigenisasi sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan
pemberian antidotum. Bila korban dalam keadaan tidak sadar maka harus segera
ditatalaksana di rumah sakit karena bila terlambat dapat berakibat kematian.3
Terdapat beberapa antidote yang dapat dipergunakan pada kasus keracunan
sianida.Masing-masing antidote bekerja pada bagian tertentu pada proses reaksi sianida
dan menghambat reaksi tersebut. Beberapa agent tersebut adalah
a. Agent yang menginduksi pembentukan MetHb. Contoh ini adalah nitril yang dapat
merubah ion ferous (fe2+) dari hemoglobin menjadi ion ferric (Fe3+). MetHb yang
dihasilkan berikatan kuat dengan sianida menjadi cyanmetHb. Preparat yang tersedia
adalah sodium nitrit (i.v), amil nitrit (inhale) dan dimetil aminofenol (i.v atau i.m)
b. Agent yang berikatan secara langsung seperti cobalt yang langsung memotong dan
berikatan dengan ion sianida. Dicobalt edetate (Kelocyanor) dan hydroxocobalamin
(Cyanokit) keduanya dalam sediaan i.v.
c. Agent yang bekerja sebagai pendonor sulfur. Jalur detoksifikasi sianida normalnya
melalui konversi sianida menjadi tiosianat, dengan gugus sulfur yang diberikan oleh
glutatione. Maka dari itu sodium tiosulfat akan berkontribusi terhadap reaksi ini
dengan memberikan gugus sulfur. Agent ini diberikan dalam bentuk i.v.
Pada beberapa negara terjadi prosedur penenganan terhadap keracunan sianida
mempergunakan antidote yang berbeda-beda karena perbedaan pendapat tentang
keefektifan dari masing-masing antidote.
a. Di Amerika, sodium nitrit adalah obat pilihan karena mempunyai range dosis
terapeutik yang lebar. Akan tetapi diperlukan monitoring metHb jika diberikan dalam
jumlah yang besar.
b. Di Inggris lebih memilih dicobalt edetate karena efeknya yang cepat, walaupun bahan
ini mempunyai toksisitas yang cukup signifikant. Maka dari itu penegakan diagnosis
pasti keracunan sianida sangat diperlukan.
c. Dimetil aminofenol direkomendasikan di Jerman. Obat ini menginduksi pembentukan
metHb dengan cepat. Monitoring metHb sangat diperlukan dan perlu
dipertimbangkan reversal dengan metilen blue. Preparat ini diberikan i.m maka dari
itu dapat diberikan oleh paramedis akan tetapi pada tempat injeksi akan terjadi
nekrosis. Kelemahan lain adalah obat ini adalah penyerapannya yang buruk terutama
dalam keadaan toksikasi akut/kolaps.
d. Prancis telah merekomendasikan antidote terbaru sianida yaitu hydroxicobalamin.
Preparat ini adalah prekursor dari vitamin B12 yang mempunyai toksisitas minimal.
Hydroxicobalamin merupakan molekul yang besar dan hanya akan berikatan dengan
sianida pada molar yang sama. Preparate yang tersedia harus diencerkan terlebih
dahulu sebelum diberikan. Satu-satunya kelemahan dari obat ini hanyalah kesulitan
dalam pemberiannya dan harganya yang masih mahal.7
10. Aspek Medikolegal
Kata ”Racun” pada hukum mempunyai definisi yang tidak jelas akan tetapi
dewasa ini definisi yang sering digunakan adalah ”racun merupakan suatu zat yang
bekerja pada tubuh secara kimiawi maupun faali yang dalam dosis toksik selalu
menyebabkan gangguan fungsi tubuh, hal mana dapat berakhir dengan penyakit bahkan
kematian”. Keterlibatan racun dalam suatu peristiwa secara spesifik harus dibuktikan
keberadaan racun tersebut dalam tubuh dan efeknya pada tubuh Untuk itu diperlukan
seorang ahli yang dapat mengidentifikasi jenis racun dan perkiraan cara masuknya ke
dalam tubuh. Pada KUHAP pasal 131 diatur bahwa ”dalam hal penyidikan untuk
kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka keracunan ataupun mati yang
diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli
lainnya”.1
a. Keracunan
Keracunan sianida dapat terjadi karena kecelakaan misalnya pada kasus orang
tidak sengaja makan makanan yang mengandung sianida tinggi (cyanide glicoside)
atau terpapar sianida kerena pekerjaannya. Yang kedua ini lebih sering terjadi pada
pusat-pusat industri yang mempergunakan sianida sebagai salah satu bahannya.
Sianida dapat pula dipakai sebagai sarana bunuh diri (meracuni diri sendiri). Dalam
hal peristiwa bunuh diri ini melibatkan orang lain maka orang tersebut dapat dikenai
sanksi hukum sesuai dengan pasal 345 yang menyatakan bahwa “barang siapa
sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu
atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri”.13
b. Peracunan
Racun juga dapat dipakai sebagai alat untuk membunuh (meracuni orang
lain). Pada kondisi-kondisi dimana terdapat unsur pidana, unsur kesengajaan
haruslah dibuktikan terlebih dahulu. Hal ini berkaitan dengan pasal 340 yang
menegaskan bahwa ”barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu
merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling
lama dua puluh tahun”. Dalam hal peristiwa keracunan ini melibatkan orang banyak
dan sumber racun terdapat pada sarana umum maka haruslah dibuktikan unsur
kesengajaannya sehingga pasal 202 bisa diterapkan (barang siapa memasukkan
barang sesuatu ke dalam sumur pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan
(inrichting) air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh, atau bersama-sama
dengan orang lain, padahal diketahui bahwa karenanya air lalu berbahaya bagi nyawa
atau kesehatan orang, diancam dengan pidana paling lama 15 tahun).13
DAFTAR PUSTAKA
1. Idries, AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara: Jakarta.
2. Budiyanto A, dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
3. Utama, Harry Wahyudy, 2006, Keracunan Sianida, http/klikharry.wordpress.com, diakses
pada 26 Oktober 2014-10-26
4. ATSDR. 1997. Toxicology profile for cyanide. Atlanta, GA, United States Department of
Health and Human Service, Public Health Service, Agency for Toxic Substance and Disease
Registry.
5. ATSDR. 2004. Draft toxicology profile for cyanide. Atlanta, GA, United States Department
of Health and Human Service, Public Health Service, Agency for Toxic Substance and
Disease Registry.
6. Ballantyne B. 1983. Acute Systemic toxicity of cyanide by topical application to the eye.
Journal of Toxicology-Cutaneous and Ocular Toxicology, 2:119-
129.
7. Baskin, S.I, Brewer, T.G., Cyanide Poisoning. Chapter 10. Pharmacology Division.Army
Medical Research Institute of Chemical Defense, Aberdeen Proving Ground, Maryland.
USA. Available from : URL: http//www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf. Diunduh
pada 25 Oktober 2014.
8. Bismuth, C., Clarmann, M.V., Dijk, A.V., Mallinckrodt, M.G.V., Hall., Heijst, A.N.P.,
Marrs, T.C., Meredith, T.J., Parren, A.C.G.M., Persson, H., Taitelman, U., 1993, Antidote
for Poisoning by Cyanide, Cambrige University Press.
9. Chishiro T, 2000. Clinical Aspect of Accidental Poisoning with Cyanide. Asian Medical
Journal 43(2) : 59-64.
10. IPCS. 2004. Hydrogen cyanide and cyanide : Human health aspect. Geneva, World Health
Organization, International Programme on Chemical Safety (Concise International Chemical
Assessment Document No. 61). Diakses pada tanggal 25 Oktober 2014.
11. Knight, B., 1996. Forensic Pathology. Edward Arnold, A Division of Hodder and Stonghton.
London.
12. Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., 2005.Robbins and Cotran: Pathologic Basis of Disease
Seventh Edition. Elsevier Saunders Inc. Philadelphia.
13. Leybell, I., Toxicity, Cyanide. Available on: http://emedicine.org/html. diakses pada tanggal
25 Oktober 2014.