pembilasan sisa sianida pada tanah

18
TUGAS SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN PEMBERSIHAN SIANIDA DISUSUN OLEH: Dhanang Edy Pratama (115061101111007) Indah Rizky Natalia (115061101111008) Lisa Jessica Sumenang (115061107111006) Andhika Megantara (135061107111001) TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Upload: andhika-megantara

Post on 09-Nov-2015

52 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Pembilasan sianida pada tanah yang menjadi masalah pada proses mining

TRANSCRIPT

TUGAS SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGANPEMBERSIHAN SIANIDA

DISUSUN OLEH:Dhanang Edy Pratama (115061101111007)Indah Rizky Natalia (115061101111008)Lisa Jessica Sumenang (115061107111006) Andhika Megantara (135061107111001)

TEKNIK KIMIAFAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS BRAWIJAYA2014

A. KONDISI SIANIDA PADA TANAH

Sianida di lingkungan terdapat dalam bentuk sianida bebas (HCN, CN-), kompleks logam sianida, sianat (CNO-), tiosianat (SCN-), dan organosianida. Yang menjadi perhatian utama dalam bahasan ini adalah sianida bebas dan kompleks logam sianida, karena paling sering ditemui dalam penanganan limbah sianida dan merupakan bentuk sianida yang berbahaya bagi lingkungan.

1. Sianida Bebas (HCN dan CN-)

Sianida bebas (CN- , HCN) dapat teradsorbsi lemah ke dalam tanah dan sedimen. Anion sianida (CN-) dapat tertahan atau teradsorb pada tanah yang memiliki kapasitas tukar anion. Pertukaran anion terjadi pada pH tanah yang berkisar antara 4 9. Molekul HCN teradsorbsi lemah atau tidak sama sekali pada komponen anorganik tanah seperti oksida besi, oksida alumina, tanah liat, dan pasir. Sebaliknya, HCN dapat terabsorb secara signifikan ke dalam tanah dengan kandungan karbon organik besar (Dzombak et. al., 2006, hlm 61).Berikut adalah grafik perbandingan adsorbsi sianida dengan pH tanah.

Gambar 1. Pengaruh pH terhadap adsorpsi ion CN-, CNO-, dan SCN- pada permukaan tanah(Dzombak et. al., 2006, hlm 62).

Dari grafik diatas dapat dilihat adsorbsi CN- pada pH tanah 4 - 9 mengalami peningkatan atau teradsorbsi maksimal, sedangkan adsorbsi CNO- dan SCN- menurun seiring peningkatan pH di tanah.

2. Kompleks Logam - Sianida

Logam dapat membentuk kompleks dengan ion sianida. Kompleks logam sianida ini diwakili dengan rumus kimia [M(CN)x]y-, dimana M adalah kation logam. Logam yang berikatan dengan sianida ini dapat membentuk kompleks yang lemah maupun kuat, tergantung pada ikatan logam sianida yang terbentuk (Dzombak et. al., 2006, hlm 65).

a. Kompleks Logam Sianida Lemah

Anion sianida dapat membentuk kompleks logam sianida lemah dengan berbagai logam transisi, umumnya adalah kadmium, seng, perak, tembaga, nikel, dan merkuri. Logam-logam ini terdapat pada golongan IB, IIB, dan VIIIB. Kompleks-kompleks ini akan terdisosiasi pada kondisi asam lemah (4 < pH < 6), sehingga kompleks ini dikenal pula dengan kompleks weak-acid-dissociable (WAD).Kompleks logam sianida lemah dapat teradsorp pada tanah dan komponen-komponen yang terdapat pada tanah seperti besi, aluminium, silikon, mangan dioksida, dan lempung. Adsorpsi tersebut menghambat pembilasan oleh air. Namun, jika pengompleksan terjadi di air, ia justru akan mencegah sianida untuk teradsorp pada tanah (Dzombak et. al., 2006, hlm 68).Parameter pH sangat menentukan kesetimbangan kompleks ini. Berikut ini adalah contoh pengaruh pH terhadap pembentukan kompleks seng sianida dan nikel sianida.

Gambar 2. Pengaruh pH terhadap disosiasi kompleks seng sianida (Dzombak et. al., 2006, hlm 67).

Gambar 3. Pengaruh pH terhadap disosiasi kompleks nikel sianida, dimana (a) konsentrasi sianida = 10-4 M, dan (b) konsentrasi sianida = 10-3 M (Dzombak et. al., 2006, hlm 69).

Dari grafik-grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa kompleks logam sianida akan terdisosiasi pada pH asam.

b. Kompleks Logam Sianida Kuat

Anion sianida dapat membentuk kompleks kuat dengan beberapa logam berat transisi, utamanya adalah kobalt, platinum, emas, paladium, dan besi.Logam-logam ini juga termasuk dalam golongan IB, IIB, dan VIIIB. Besi dan emas menjadi perhatian utama, karena di alam besi paling banyak terdapat di tanah, dan emas menjadi target dalam penambangan emas oleh sianida. Kompleks-kompleks ini hanya akan terdisosiasi pada kondisi sangat asam (pH < 2), sehingga digolongkan ke dalam strong acid dissociable complexes, atau strongly-complexes cyanide (Dzombak et. al., 2006, hlm 73)..

Seperti halnya kompleks yang lemah, kompleks kuat juga dapat teradsorp pada permukan tanah dan komponen-komponen sedimen seperti besi, alumunium, mangan oksida, serta lempung. Adsorpsi ini terjadi akibat kombinasi antara gaya elektrostatik dan surface complexation. Kebanyakan kompleks logam sianida kuat bersifat anionik, sehingga ia akan dengan mudah teradsorp pada tanah dengan kapasitas tukar anion yang besar. Sebaliknya, tanah atau sedimen yang didominasi oleh pasir atau komponen lain dengan kapasitas tukar kation yang besar memiliki daya adsorpsi kompleks yang lemah (Dzombak et. al., 2006, hlm 77).

Parameter pH juga berpengaruh terhadap kompleks jenis ini. Secara umum, semakin rendah pH, adsorpsi kompleks logam sianida kuat akan semakin bertambah kuat pada permukaan tanah, salah satu contohnya adalah pada kompleks besi sianida pada grafik berikut:

Gambar 4. Pengaruh pH terhadap adsorpsi kompleks besi sianida pada permukaan tanah(Dzombak et. al., 2006, hlm 78).B. REGULASI

Peraturan mengenai kadar sianida di Amerika tertuang dalam Resource Conservation and Recovery Act (RCRA) dan Comprehensive Environmental Response, Compensation, and Liability Act (CERCLA). Peraturan ini menerapkan medium specific concentration (MSC) dalam menentukan kandungan sianida, yaitu konsentrasi rata-rata sianida spesifik yang diperbolehkan berada pada tanah. Peraturan tersebut adalah:

Sianida bebas untuk tanah permukaan pada daerah pemukiman (kedalaman 0 hingga 15 ft) adalah 4.400 mg/kg. Sianida bebas untuk tanah permukaan pada daerah non-pemukiman (kedalaman 0 hingga 2 ft) adalah 56.000 mg/kg. Sianida bebas untuk tanah sub-permukaan pada daerah non-pemukiman (kedalaman 2 hingga 15 ft) adalah 190.000 mg/kg. Sianida bebas untuk tanah pada daerah pemukiman dan non-pemukiman jika tanah memiliki dampak terhadap badan air yang dipergunakan dengan TDS < 2.500 mg/L adalah 200 mg/kg. Sianida bebas untuk tanah pada daerah pemukiman dan non-pemukiman jika tanah memiliki dampak terhadap badan air yang dipergunakan dengan TDS > 2.500 mg/L adalah 2.000 mg/kg. Sianida bebas untuk tanah pada daerah pemukiman dan non-pemukiman jika tanah tidak menimbulkan dampak terhadap badan air adalah 190.000 mg/kg (Dzombak et. al., 2006, hlm 373).

C. PEMBILAS YANG DIGUNAKAN

Beberapa bahan yang biasanya digunakan untuk membilas sisa sianida pada tanah adalah:

1. AirAir merupakan salah satu pembilas sianida yang paling sering digunakan. Air yang dimaksud di sini adalah air tanpa penambahan aditif apapun.

Jenis tanah mempengaruhi efisiensi pembilasan oleh air. Tanah yang halus memiliki luas permukaan yang cukup besar, dan kontaminan akan cenderung teradsorp ke permukaan tanah, sehingga tanah halus sulit untuk dibilas menggunakan air saja, dan membutuhkan bahan tambahan. Sebaliknya, tanah yang kasar atau yang berpasir mudah dibilas, karena tanah jenis tersebut mengadsorp sedikit kontaminan pada permukaannya (Hyman & Dupont, 2001, hlm 428).

Berikut ini adalah data efisiensi penghilangan kontaminan pada permukaan tanah kasar dan tanah berpasir.

Tabel 1 Efisiensi penghilangan kontaminan pada pembilasan tanah bertekstur kasar (Hyman & Dupont, 2001, hlm 427).

Tabel 2 Efisiensi penghilangan kontaminan pada pembilasan tanah berpasir (Hyman & Dupont, 2001, hlm 427).

Pada berbagai fasilitas penambangan, bijih yang sudah habis emasnya biasanya dibilas menggunakan air untuk membantu terjadinya oksidasi sianida bebas dan leaching logam sianida. Pada tanah, sianida bebas paling banyak terdapat dalam bentuk HCN, bentuk CN- sangat sedikit. Penambahan air akan mengakibatkan oksidasi HCN, dengan reaksi sebagai berikut:

HCN + H2O = HCNO + 2H+ + 2e-Hidrogen sianat (HCNO) yang terbentuk akan larut ke dalam air, dan bisa terdisosiasi menjadi sianat (CNO-) pada kondisi basa. Baik hidrogen sianat maupun sianat tidak berbahaya seperti halnya HCN maupun CN-. Selain melalui oksidasi sianida bebas, air juga menghilangkan kandungan logam sianida melalui mekanisme leaching. Waktu yang dibutuhkan untuk membilas bergantung pada jumlah tanah yang diolah, kandungan dan jenis sianida yang ada di tanah, laju pembilasan air, dan variabel lainnya (Dzombak et. al., 2006, hlm 62-63).

Pada bijih yang telah mengalami 50 hari leaching dan satu hari pengeringan, tiap 15.000 metrik ton tanah membutuhkan sekitar 2-3 hari pembilasan dengan laju 610.000 liter per jam.Salah satu contoh aplikasinya adalah pada penambangan di Fort Knox, Alaska, di mana tanah sebanyak 150 juta metrik ton dibilas dengan air dengan laju 1,8 juta liter per jam selama 200 hari (Bleiwas, 2012, hlm 4-5).

2. Kaporit ( Ca(ClO)2 )Sianida bebas dapat teroksidasi dengan mudah menggunakan oksidator kuat seperti klorin, hipoklorit, ozon, hidrogen peroksida, dan lain- lain.Kalsium hipoklorit, atau biasa dikenal dengan kaporit, mampu menghilangkan kandungan sianida bebas pada tanah. Reaksi oksidasi sianida bebas oleh hipoklorit adalah sebagai berikut:

CN- + OCl- + H2O = CNCl + 2OH-CNCl + 2OH- = CNO- + Cl- + H2O2CNO- + 3OCl- + H2O = 2CO2 + 3Cl- + N2 + 2OH-Oksidasi sianida menjadi CO2 dan N2 akan berlangsung selama beberapa jam pada pH > 10. Jika kondisi pH saat itu sekitar 8-8,5, oksidasi sianat dapat berlangsung hanya sekitar 1 jam saja. Pada pH yang lebih rendah, hipoklorit berlebih harus ditambahkan untuk mencegah lepasnya gas sianogen klorida (CNCl). Gas CNCl akan terurai dengan sangat cepat pada pH > 10, dan pada pH yang lebih rendah hipoklorit berlebih perlu ditambahkan untuk mempercepat laju dekomposisi (Eckenfelder et. al., 1994, hlm 195-196).

Tsang et. al. (2012, hlm 78) menginvestigasi potensi penggunaan kaporit untuk menghilangkan sianida bebas. Hasilnya adalah dengan komposisi kaporit : tanah sebesar 1:4 dan 1:8 mampu menghilangkan sianida hampir 100% selama 1 jam.

Gambar 5. Pengaruh jumlah kaporit terhadap penghilangan sianida bebas pada tanah (Tsang et. al., 2012, hlm 78).

3. Hidrogen Peroksida (H2O2)Hidrogen peroksida adalah oksidator kuat yang mampu mengubah sianida menjadi amonia dan karbonat pada kondisi basa, berdasarkan reaksi berikut (Dzombak et. al., 2006, hlm 400):CN- + H2O2 CNO- + H2OCNO- + H2O + OH- NH3 + CO32-Laju oksidasi akan meningkat dengan adanya katalis logam, seperti tembaga, yang akan bereaksi dengan amonia untuk membentuk kompleks tetraamino copper yang nonreaktif.

Katalis CuAdanya Cu juga mampu merusak kompleks sianida logam lemah (WAD) berdasarkan reaksi berikut:M(CN)4-2 + 4H2O2 + 2OH- 4CNO- + 4H2O + M(OH)2 (s)CNO- + 2H2O NH4+ + CO32-dimana M adalah kation logam, seperti Cu dan Zn. Katalis tembaga biasanya terdapat secara alami di limbahnya sebagai Cu(CN)2-, atau ditambahkan sendiri (Dzombak et. al., 2006, hlm 400).

Hidrogen peroksida yang dibutuhkan untuk oksidasi bisa sekitar 200 hingga 450% dari jumlah yang dibutuhkan pada stoikiometri. Hal ini disebabkan karena hidrogen peroksida dapat mengoksidasi material lain selain sianida, dan juga hidrogen peroksida mudah terurai menjadi oksigen dan air (Dzombak et. al., 2006, hlm 400).

Tsang et. al. (2012, hlm 78) menginvestigasi penggunaan hidrogen peroksida untuk menghilangkan sianida bebas pada tanah. Hidrogen peroksida yang digunakan adalah konsentrasi 30%. Berikut ini adalah hasil dari studi tersebut:

Gambar 6. Pengaruh jumlah hidrogen peroksida terhadap penghilangan sianida bebas pada tanah, (perbandingan mL larutan H2O2 terhadap g tanah) (Tsang et. al., 2012, hlm 78).

Dari grafik tersebut disimpulkan bahwa semakin banyak larutan H2O2 yang ditambahkan, semakin efektif penghilangan sianida bebas pada tanah. Dengan perbandingan 1:4 (mL larutan H2O2 : g tanah) didapat peghilangan sianida bebas sudah melebihi 90%.

4. Klorin Dioksida ( ClO2 )Klorin dioksida (ClO2) juga merupakan oksidator kuat dan dapat digunakan pula untuk mengoksidasi sianida bebas. Hal ini dikaji pula oleh Tsang et. al. (2012, hlm 78), dengan hasil sebagai berikut:

Gambar 7. Pengaruh jumlah klorin dioksida terhadap penghilangan sianida bebas pada tanah, (perbandingan mL larutan ClO2 terhadap g tanah) (Tsang et. al., 2012, hlm 78).Didapat bahwa perbandingan 1:200 larutan ClO2 (mL) terhadap tanah (g) mampu mengoksidasi sianida secara efektif dalam waktu yang relatif singkat, yaitu setengah jam. Klorin dioksida juga merupakan oksidator paling ekonomis karena jumlah yang dibutuhkan jauh lebih sedikit daripada kaporit maupun hidrogen peroksida (Tsang et. al., 2012, hlm 77).

D. SOIL WASHING

Pencucian tanah adalah teknik memisahkan dan membersihkan tanah yang terkontaminasi dan dapat digunakan untuk membersihkan berbagai kontaminan organik dan anorganik seperti hidrokarbon, logam dan kontaminan lain. Hal ini dapat mengurangi volume tanah yang terkontaminasi membutuhkan pembuangan hingga 90% dan memungkinkan tanah dibersihkan untuk digunakan kembali ke tempat asalnya.

Pencucian tanah paling cocok untuk tanah dengan kandungan granular tinggi, biasanya di bawah 30%. Hal ini juga dapat digunakan sebagai proses untuk menangani tanah yang tercemar limbah berbahaya, sehingga cocok untuk pembuangan TPA lokal (edie.net).

Proses pencucian tanah merupakan suatu pendekatan fisik-kimia yang mengacu pada proses mineral pertambangan. Tanah merupakan suatu bentuk campuran alami dari partikel mineral dan organik derivatifnya.

Tujuan dari soil washing adalah untuk mengolah keseluruhan volume tanah tercemar. Material kontaminan yang terlalu besar terlebih dahulu dihilangkan dengan berbagai teknik mekanis, sedangkan pasir dipisahkan dari campuran lain yang lebih halus dengan menggunakan teknologi hidrocyclone untuk selanjutnya diolah dengan sesuai dengan keperluan dengan proses-proses; attritioners, flotation, dan spiral concentrators untuk selanjutnya dikeringkan.

Fraksi pasir dan fraksi lainnya yang terlalu besar kemudian diambil untuk dianalisis menurut teknik khusus yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan, apabila telah mencapai standart yang telah disyaratkan maka dikembalikan ke lokasa semula sebagai clean backfill. Bersamaan dengan itu, fraksi fine dikonsolidasi dan dikeringkan menjadi sludge cake, atau diolah lebih lanjut dengan proses bioslurry atau ekstraksi. Secara tipikal, sistem soil washing ini diukur melalui pengurangan volume yang dapat dicapai dengan cara menimbang produk bersih dari material berukuran besar dan pasir, dengan persamaan 1 berikut ; % reduksi volume = Sistem pencucian tanah disusun sebagai derivatif dari sistem pertambangan dan peralatan penanganan material yang ada (ITRC, 1997).

To Water Treatment UnitBack to Ex-mining Site or Disposed OffGambar 8. Soil washing process (sumber : http://www.oricabotanytransformation.com)Langkah 1 :Tanah yang sudah terkontaminasi diambil dahulu lalu dipindahkan ke tempat yang sudah disiapkan untuk melakukan pencucian tanah.

Langkah 2 :Tanah diayak untuk memisahkan komponen yang kasar, seperti batu-batuan.

Langkah 3 :Tanah dicuci menggunakan air. Jumlah air dan kecepatan air yang digunakan bervariasi, tergantung kondisi tanah dan cemaran sianida yang terdapat di tanah. Variabel ini biasanya ditentukan terlebih dahulu dari data percobaan laboratorium.

Aditif juga dapat ditambahkan untuk meningkatkan kemampuan pembersihan sianida. Biasanya aditif itu adalah oksidator kuat. Selain itu, aditif juga dapat berupa asam/basa untuk mengontrol pH tanah, biasanya adalah NaOH.

Langkah 4 :Tanah yang sudah dicuci hingga kandungan sianidanya sudah memenuhi ketentuan minimal siap dikembalikan lagi ke tempatnya semula.

Langkah 5 :Air bilasan yang kini mengandung sianida dihilangkan kandungan sianidanya pada unit pengolahan air. Air yang telah bersih kemudian di-recycle untuk membilas tanah kembali (Mann & Michael, 2000).

Berikut ini adalah flow diagram untuk soil washing:

Gambar 9. Diagram alir pencucian tanah yang tercemar.

DAFTAR PUSTAKA

Bleiwas, D. I. 2012. Estimated Water Requirements for Gold Heap-Leach Operations. Virginia: U.S. Geological Survey, U.S. Department of Interior.Dzombak, D. A., Ghosh, R. S., Wong-Chong, G. M. 2006. Cyanide in Water and Soil: Chemistry, Risk, and Management. Boca Raton: CRC Press.Eckenfelder, W. W., Bowers, A. R., Roth, J. A. 1994. Chemical Oxidation: Technologies for the Nineties, vol 2. Lancaster, USA: Technomic Publishing Corp.

Hyman, M., Dupont, R. R. 2001. Groundwater and Soil Remediation: Process Design and Cost Estimating of Proven Techologies. Danvers: American Society of Civil Engineers.

ITRC.1997. Tecnical and Regulatory Guidelines For Soil Washing.colombia

Mann, Michael.J.2000.Pencucian Tanah Full Scale dan Plot Scale.Indonesia

www.edie.net/news/0/Soil-Washing/8734/

www.oricabotanytransformation.com/?page=119