tinjauan yuridis sosiologis tindak pidana begal di …

115
i TINJAUAN YURIDIS SOSIOLOGIS TINDAK PIDANA BEGAL DI KOTA MAKASSAR (Studi Kasus Wilayah Kerja Polsek Rappocini Kota Makassar) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Serjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh JAMIDIN WOTU Nim. 105381102716 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI 2021

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DI KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
Nama : Jamidin Wotu
Kasus Wilayah Kerja Polsek Rappocini Kota Makassar)
Skripsi yang saya ajukan didepan tim penguji adalah asli hasil karya sendiri.
Bukan hasil jiplikan atau dibuatkan oleh orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan saya berbeda
menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.
Makassar, Maret 2021
Yang Membuat pernyataan
Nama : Jamidin Wotu
Kota Makassar (Studi Kasus Wilayah Kerja Polsek
Rappocini Kota Makassar)
Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:
1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesainya skripsi ini. Saya menyusun
sendiri dan tidak dibuatkan oleh siapapun.
2. Dalam penyusunan skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan
pembimbing yang telah ditetapkan oleh pimpinan Fakultas.
3. Saya tidak melakukan penciplakan (plagiat) dalam penyusunan skpripsi saya.
Apa bila saya melanggar perjanjian saya pada poin 1,2 dan 3 maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Makassar, Maret 2021
Yang Membuat pernyataan
(HR. Ahmad)
Ibundaku tercinta Serta saudara dan keluargaku tersayang.
v
ABSTRAK
Jamidin Wotu, 2021. Tinjauan Yuridis Sosiologis Tindak Pidana Begal Di Kota
Makassar (Studi Kasus Wilayah Kerja Polsek Rappocini. Skripsi. Jurusan
Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh Mahammad Nawir sebagai
pembimbing I dan Suardi sebagai pembimbing II.
Tidak pidana begal merupakan tindak pidana pencurian dengan kekerasan,
dengan menggunakan kenderaan roda dua sebagai alat untuk melakukan aksi
pembegalannya. Aksi pembegalan sangat meresahkan masyarakat kususnya
masyarakat kota Makassar kecamatan Rappocini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan aparat
penegak hukum (Kepolisian) dan pandangan Sosiolog terhadap terhadap tindak
pidana begal di kota Makassar, serta penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
faktor terjadinya pembegalan di kota Makassar. Penelitian ini mengunakan metode
kualitatif, dengan lokasi penelitian di Polsek Rappocini kota Makassar dengan
menggunakan informan sebanyak 6 orang, jenis dan sumber data yang di gunakan
yaitu: data primer dan sekunder. Pengumpulan data yang di gunakan adalah
wawancara observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data : 1) Data Reduction, 2)
Data Display dan, 3) Verifikasi. Serta analisis dan keabsahan data yang di
gunakan yaitu, 1) Trianggulasi Sumber, 2) Trianggulasi waktu dan, 3)
Trianggulasi Teori.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa “begal” dalam pandangan aparat
penegak hukum (Kepolisian) merupakan sebuah tindak pidana kejahatan, dalam
penanganan perkaranya, pelaku tinak pidanma begal akan di adili sesuai jalur
hukum yang berlaku, mulai dari tingkat penuntutan, pengadilan sampai pada
pengambilan keputusan. Dalam pandangan sosiolog, begal merupakan sebuah
penyuimpangan sosial yang terjadi dalam masyarakat, faktor terjadinya
pembegalan di kota Makassar antara lain adalah faktor ekonom, faktor pendidikan
dan faktor lingkungan.
vi
puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala atas
segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga sampai saat ini kita semua
masih dalam lindungan Allah Subhanahu wata’ala, ada dua Nikmat yang sering
kita lalai jalankan sebagai seorang hamba adalah nikmat Kesehatan dan nikmat
Kesempatan, kita terkadang tidak menyadari bahwa dengan dua nikmat itulah kita
mampu menjalankan segala aktifitas kita. Penulis sadar bahwa penulispun
terkadang lalai atas kedua nikmat itu, sehingga dengan kesempatan ini penulis
mengajak diri penulis dan kepada kita semua untuk lebih mensyukuri nikmat yang
Allah Subhanahu wata’ala berikan kepada kita. Penulis dengan keyakinan penuh
percaya bahwa penulis tidak akan mampu menyelesaikan tugas ini ketika penulis
tidak di beri nikmat kesempatan untuk menyelesaikan ini, bahkan bukan hanya
itu, penulis juga tidak mungkin bisa menyelesaikan ini jika penulis tidak di
berikan oleh Allah Subhanahu wata’ala nikmat kesehatan. Sehingga kedua
nikmat ini harus selalu kita syukuri, karena banyak dari saudara-saudari kita yang
tidak bisa menikmati kedua nikmat itu, karena di cabut oleh Allah Subhanahu
wata’ala nikmat itu dari mereka, ada yang masih berada di Rumah sakit dengan
berbaring kaku karena penyakit yang dia derita ada yang bermabuk-mabukan di
luar sana itu semua karena tidak mampu menggunakan nikmat kesempatan itu
dengan sebaik-baiknya.
Salallahu Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Beliau
vii
permadani keislaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti saat ini.
Sehingga umat manusia dapat merasakan nikmatnya ilmu pengetahuan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua tercinta atas doa dan
kasih sayangnya yang tak pernah padam agar menjadi anak yang sukses. Penulis
tak pernah lupa atas semua yang telah mereka berikan. Semoga mereka selalu
diberikan umur yang panjang, kesehatan, dan dilingdungi Allah Subuhana
Wata’ala.
Terima kasih pula kepada Dr. Muhammad Nawir M.Si, dan Suardi, S.Pd.,
M.Pd selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah membimbing,
mengarahkan, serta memberikan motivasi yang sangat bermanfaat. Penulis sangat
bersyukur atas bimbingan yang telah diberikan baik melalui tatap muka secara
langsung maupun melalui media sosial. Penulis meminta maaf sebesar-besarnya
apabila selama proses pembimbingan penulis melakukan kekhilafan.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ikatan Tercinta, Ikatan
Mahasiswa Muhammadiya (IMM), penulis sadar betul bahwa penulis bisa sampai
seperti sekarang ini, tidak terlepas dari didikan, nasihat, dan pembelajaran yang
penulis dapatkan di Organisasi ini, kepada seluruh teman-teman Immawan dan
Immawati, khususnya kepada Tim BPH Militan Pkom IMM FKIP Unismuh
Makassar periode 2019-2020, jika ingin di ceritakan sejarah perjungan kita, maka
penulis yakin lembaran kertas ini tidak akan muat untuk di isi, karena begitu
panjang dan luar biasanya perjuangan kita. Sekali lagi penulis sampaikan terima
kasih sahabat-sahabatku, tanpa kalian penulis tidak ada apa-apanya.
viii
berbagai pihak yang sifatnya membangun karena penulis yakin bahwa suatu
persoalan tidak akan berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan
dapat memberi manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis.
Billahi Fii sabililhaq, fastabiqul khaerat, wassalamu alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
A. Kajian Konsep ........................................................................................... 9
2. Tinjauan Umum Tindak Pidana ............................................................ 13
a. Pengertian Tindak Pidana ............................................................... 13
b. Jenis-jenis Tindak Pidana ................................................................ 15
c. Unsur-unsur Tindak Pidana ............................................................. 17
x
3. Pengertian dan Ruang Lingkup Sosiologoi Hukum .............................. 21
a. Pengertian Sosiologi Hukum...........................................................21
c. Teori Labbeling (Pelabelan) ..................................................................29
6. KERANGKA PIKIR ............................................................................. 32
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian................................................................ 34
C. Informan Penelitian ................................................................................... 35
D. Fokus Penelitian ........................................................................................ 36
G. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 37
H. Teknik Analisis Data ................................................................................. 38
I. Teknik Pengabsahan Data ......................................................................... 40
BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN .............................................. 42
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ........................................................ 42
1. Sejarah Singkat Kota Makassar .......................................................... 42
xi
2. Visi dan Misi Polsek Rappocini ............................................................ 54
3. Struktur Organisasi Polsek Rappocini ................................................... 56
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 57
A. Hasil Penelitian ......................................................................................... 57
Di Kota Makassar ................................................................................ 57
3. Faktor Terjadinya Pembegalan Di Kota Makassar ............................. 66
B. Pembahasan ............................................................................................... 72
A. Simpulan ................................................................................................... 82
B. Saran ......................................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 84
Tabel 4.1 Penduduk Kota Makassar Tahun 2019 dan 2020 ................................ 46
Tabel 4.2 Distribusi Dan Kepadatan Kota Makassar Tahun 2020 ........................ 47
Tabel 4.3 Kemampuan Baca Tulis Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Di Kota
Makassar 2019-2020 ............................................................................................. 48
Tabel 4.4 Presentasi Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Berdasarkan
Jenis Kelamin Dan Pendidikan Di Kota Makassar Tahun 2020 .......................... 49
Tabel 4.5 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Berdasarkan Lapangan
Pekerjaan Di Kota Makassar Tahun 2019 ........................................................... 50
Tabel 4.6 Distribusi Penduduk Usia 25 Tahun Ke Atas Menurut
Jenis Pekerjaan Di Kota Makassar Tahun 2019 ................................................. 51
Tabel 4.7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
Di Kota Makassar Tahun 2019 ............................................................................ 52
xiii
1
Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka, dengan tujuan pokok untuk mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat indonesia. Hal
ini dapat tercapai apabila masyarakat mempunyai kesadaran bernegara dan
berusaha untuk mewujudkan tatanan bermasyarakat yang sejahtera. Dikatakan
sejahtera apabila tingkat perekonomian masyarakat berada diantara perekonomian
menengah keatas dan kondisi keamanan yang juga harmonis (Muslim:2015).
Pada era globalisasi saat ini dimana pola hidup masyarakat sudah
cenderung kepada pola hidup hedonis dan menginginkan kehidupan praktis serba
instan menyebabkan banyak keinginan masyarakat yang terkadang melebihi
kebutuhan mereka yang akhirnya berujung pada penyimpangan dalam kehidupan
sosial.
pelanggaran norma artinya sesuatu itu dianggap sebagai masalah sosial karena
menyangkut hubungan manusia dengan nilai-nilai dan merupakan gangguan
terhadap tujuan kehidupan masyarakat. Masalah sosial atau social problems ialah
setiap keadaan yang dianggap ancaman bagi masyarakat sebagai suatu keadaan
yang tidak di kehendaki, dan tidak dapat ditoleransi, sehingga memerlukan
tindakan masyarakat untuk menyelasaikannya (Suardi dan Tolla:2016). Dalam
2
penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan
norma sosial yang berlaku. Kartono, (Gani dan Unde:2010). Penurunan moral,
pola hidup yang bermewah-mewahan, kebudayaan bermasyarakat yang semakin
memudar sudah tidak mungkin dipungkiri lagi bahwa hal itulah yang dapat
memicu dengan banyaknya tindakan-tindakan kriminal. Tindakan-tindakan
semacam bentrokan, aksi jalanan seperti balapan liar, begal dan lain-lain.
Salah satu bentuk penyimpangan yang terjadi akhir-akhir ini adalah begal.
Istilah “begal” merupakan istilah yang hanya muncul di masyarakat indonesia
saja, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata begal artinya
penyamun.Membegal berarti merampas di jalan atau menyamun. Sedangkan
pembegalan berarti proses, cara, perbuatan membegal atau perampasan di jalan
dan ini sering terjadi sehingga penduduk di daerah itu tidak berani memakai
perhiasan jika berpergian (Nasiru:2016).Terdapat dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) ada pasal yang mengatur hukuman bagi pelaku pencurian
dan kekerasaan, misalnya yang terdapat dalam pasal 365 KUHP : Diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, tentunya harapan pemerintah
aturan itu dapat menjadi jalan keluar atau pencerahan bagi pelaku begal. Namun,
realitasnya kekerasan begal semakin merajalela.
Kejahatan Begal dalam Islam dikenal dengan istilah Al-Hirabah
atauperampokan di jalan raya. Al-Quran menjelaskan bahwa perampokan itu
adalahkejahatan besar, dan hukumanya sebagaimana yang terdapat dalam Al-
Quran Surah Al-Maidah(5) Ayat 33 yang berbunyi:
3
membuat kerusakan di bumi, hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong
tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat
kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan
diakhirat mereka mendapat azab yang besar.
Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi yang terbesar di
Indonesia bagian Timur. Sulawesi selatan (disingkat Sulsel) adalah sebuah
provinsi di indonesia yang terletak di bagian selatan sulawesi. Ibu kotanya adalah
Makassar, Provinsi ini berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di
utara, teluk Bone dan Sulawesi Tenggara di timur, selat Makassar di barat dan laut
Flores di selatan. Sedangkan Makassar sebagai Ibukota dari provinsi ini
merupakan salah satu Kota metropolitan yang ada di Indonesia Timur. Sering kita
dengar kalimat bahwa Ibu kota lebih kejamdari pada ibu tiri, hal itu pula yang
terjadi di kota Makassar.Makassar merupakan salah satu dari lima kota terbesar di
indonesia. Dalam perkembangannya makassar mengalami perkembangan yang
sangat pesat dalam bidang ekonomi, infrastruktur dan lain sebagainya. Sebagai
dampak dari perkembangan tersebut makassar menghadapi masalah sosial
kemasyarakatan yang tidak sedikit pula, dan salah satu problem pokok yang
dihadapi adalah penyimpangan (begal) di kalangan remaja(Gani dan Unde:2016).
4
Banyak pendapat mengatakan bahwa akar masalah utama dari aksi begal
adalah masalah ekonomi, namun banyak trigger (pemicu) yang menyebabkan
seseoran g lebih memilih hidupnya untuk menjadi seorang pelaku begal, misalnya
faktor sempitnya lapangan pekerjaan, ketimpangan sosial, pengaruh lingkungan,
pendidik yang tidak integratif, tidak memiliki skil dan lain-lain. Aksi begal jelas
menggangu keamanan masyarakat (public security) dan bahkan mengancam
keamanan insani (human security). Namun demikian, pelaku begal tidak
sepenuhnya dapat disalahkan sebab apa yang mereka lakuan bisa jadi hanya untuk
memenuhi isi perut mereka, sehingga semua aspek tentu perlu dievaluasi terutama
oleh pemerintahan. Pemerintah mempunyai tanggungjawab yang penuh atas hal
itu karena semua itu sudah dilindungi oleh undang-undang. Tentunya pemerintah
harus terus membuka mata melihat rintihan setiap masyarakatnya, karena dalam
kehidupan sehari- hari masyarakat sering dihadapkan dalam suatu kebutuhan yang
mendesak, yang timbul karena keinginan atau desakan untuk mempertahankan
hidupnya.. Agar pembegalan tidak marak terjadi di mana-mana kususnya di Kota
Makassar maka perlu adanya pemberdayaan pelaku begal sehingga dapat menjadi
manusia yang berakhlak. Tentu ini sudah menjadi tugas kepolisian, Polisi
mestinya melakukan sosialisasi secara massif kepada para remaja yang menadi
mayoritas pelakubegal, mereka harus di pahamkan bahwa melakukan pembegalan
merupakan tindakan kriminal yang sudah ada undang-undangnya, sehingga
mereka tidak terjerumus di dalam tindakan kriminal tersebut, kepolisian bukan
malah asal dijerumuskan ke dalam penjara atau dipidanakan sesuai hukum yang
berlaku di indonesia jika mereka melakukan aksi tersebut.
5
Berdasarkan uraian di atas, sehingga masalah begal menjadi masalah
sosial yang menarik untuk diteliti, karena begal merupakan kejhatan remaja yang
sering terjadi di kota-kota besar kususnya di Kota Makassar, disisi lain hal yang
juga membuat peneliti tertarik untuk meneliti masalah ini, karena peneliti juga
merupakan korban dari pelaku begal sewaktu masih semester 3 (tiga).Dengan
meneliti masalah begal ini peneliti berharap penelitian ini bisa bermanfaat dan
dapat membantu setiap orang yang membaca penelitian ini. Oleh sebab itu maka
penulis berinisiatif untuk meneliti dengan mengangkat judul “Tinjauan Yuridis
Sosiologis Tindak Pidana Begal Di Kota Makassar (Studi Kasus Polsek
Rappocini)”
Berdasarkan pada latar belakang di atas maka dalam penelitian ini
dirumuskan masalah sebagai berikut:
pembegalan di Kota Makassar?
3. Apakah faktor terjadinya pembegalan di Kota Makassar?
C. Tujuan Penelitian
sebagai berikut:
begal di Kota Makassar.
2. Untuk mengetahui Pandangan Sosiolog terhadap begal di Kota Makassar
6
D. Manfaat Penelitian
Hasil yang di harapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
masyarakat pada umumnya, sebagai upaya untuk memahami pelaku begal
sebagaimana mestinya, penelitian ini juga penulis harapkan dapat membantu
pendidik kususnya penididkan sosiologi dalam mengkaji dan memahai perilaku
pembegalan sesuai pandangan sosiologis.
b. Bagi Pemerintah dan Aparat Kepolisian
Penelitian ini diharapkan dapat membantu Pemerintah dan Aparat
Kepolisian dalam hal untuk menangani masalah begal yang berada di Kota
Makassar
Peneliti berharap penelitian ini dapat membantu penggiat sosiologi hukum
dalam hal untuk dijadikan sebagai referensi untuk mengkaji persoalan
pelaku pembegalan
untuk dijadikan sebagai referensi untuk mengkaji tentang pelaku
pembegalan
sebuah kajian ilmu yang secara analitis dan empiris menganalisis atau
mempelajari hubungan antara hukum serta serta gejajala sosial lainnya, sosiologi
hukum juga merupakan teori yang mempelajari tentang hubungan antara
keyakinan kemasyarakatan dan kaidah hukum.
2. Tindak Pidana adalah Suatu pelanggaran norma atau gangguan
terhadap hukum yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja
dilakukan oleh seorang pelaku yang sehingga hukuman terhadap pelaku
tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya
kepentingan umum. Adannya tindak pidana tentu mempunyai maksud agar hukum
terus ditegakkan sehingga orang tidak semena-mena dalam melakukan kejahatan
ataupun pelanggaran.
3. Begal merupakan suatu tindakan kejahatan yang dilakukan dengan tujuan
ingin mengambil dan merampas barang milik orang lain. Aksi begal sering
dilakukan oleh pelaku pembegalan dengan menggunakan kenderaan beroda dua
(motor). Pembegalan merupakan proses atau cara yang dilakukan pelaku begal
8
dalam merampas barang bawaan milik orang orang lain, yang menjadi target dan
sasaran pelaku begal.
upaya yang dilakukan untuk mengkaji serta menganalisis secara mendalam
mengenai Tindak Pidana begal yang di tinjau dari segi Yuridis Sosiologis atau
Sosiologi Hukum, sehingga dalam pengkajian ini akan di lihat dari berbagai faktor
yang menjadi masalah, mengapa orang melakukan pembegalan.
Dengan demikian Penegak hukum dalam hal ini Kepolisian dalam
melakukan sanksi atau hukuman terhadap pelaku begal perlu mempertimbangkan
berbagai faktor tentunya dengan menggunakan pendekatan sosiologis.
9
pembegalan berarti proses, cara, perbuatan membegal atau perampasan di jalan
(Nasiru:2016)
Kejahatan begal sering diidentikkan dengan perilaku anak muda yang
membentuk kelompok tidak terarah dengan menjadikan kendaraan roda dua
sebagai alat transportasinya atau dalam media sering disebut sebagai geng motor.
Perilaku ini kebanyakan didorong oleh kesamaan nasib yang dialami person yang
ada didalam kelompok itu, seperti ketidakmampuan secara ekonomi atau
ketertinggalan dalam hal pendidikan. Aksi begal jelas menggangu keamanan
masyarakat (public security) dan bahkan mengancam keamanan insani (human
security). Istilah “begal” merupakan istilah yang hanya muncul di masyarakat
indonesia saja. Di dalam fenomena masyarakat, begal sangat sering terjadi
dikarenakan adanya kesempatan dan keahlian terhadap pelaku begal tersebut.
Pelaku begal mempunyai kesempatan dan keahlian untuk melakukan pembegalan
terhadap semua korbanya. Kesempatan yang didapatkan oleh pelaku begal apabila
korbannya tidak memperhatikan keselamatan dan tidak memperhatikan barang
bawaan yang mereka bawa dari rumah mereka. Selain itu pelaku begal juga
10
begalnya. Ketika adanya kesempatan dan keahlian yang dipunyai oleh pelaku
begal maka dari itu mereka tidak akan segan-segan melakukan kejahatan begal
kesetiap korban yang mereka incar di jalanan. Selain hal tersebut di dalam
fenomena yang terjadi di masyarakat ternyata, ada beberapa faktor yang sering
disebabkan sehingga terjadinya kejahatan begal yaitu disebabkan faktor ekonomi,
faktor pendidikan yang kurang cukup, faktor lingkungan dan faktor lengahnya
aparat penegak hukum dalam mengawasi dan mengamankan kondisi jalan raya di
malam hari, sehingga pelaku begal tersebut melakukan pembegalan di jalan raya.
Selain itu kebutuhan primer dan sekunder yang semakin hari semakin
meningkat sehingga ini juga adalah salah satu faktor yang menjadikan seseorang
melakukan kejahatan begal, dimana seseorang yang mengalami kekurang
ekonomi dan mempunyai kebutuhan yang banyak sehingga dapat memacu
seseorang melakukan pembegalan. Hampir 60% kasus pembegalan dilakukan
karena faktor ekonomi sebagaimana yang dilakukan oleh seorang remaja yang
tertangkap di jalan Rappocini. Dia membegal seorang wanita yang melintas
dijalan Rappocini, menurut pengakuan tersangka dia melakukan hal tersebut
karena dia membutuhkan uang untuk membiayai anak dan istrinya. Atas
kelakuannya dia ditangkap dan diberikan sanksi yang setimpal dengan
perbuatannya (Nur:2016).
Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya pembegalan adalah faktor ekonomi. Selain faktor
ekonomi, yang dapat menyebabkan seseorang melakukan kejahatan begal adalah
11
faktor lingkungan yang dimana faktor ini sangat mempengaruhi dari segi karakter
dan membentuk mental seseorang sehingga seseorang mudah melakukan
kejahatan begal. Akibat tindakan bullying yang terjadi dalam kehidupan anak
remaja juga dapat menjadi pemicu dari begal. Dimana hampir di setiap kehidupan
anak remaja masih banyak terjadi kasus bullying dan premanisme. Kebutuhan
tambahan untuk melakukan kegiatan anak remaja yang tidak dapat terkabul
seperti uang untuk pacaran, duit untuk merokok, atau membeli minuman
kerasmenjadi salah satu faktornya juga. Salah satu dampak adanya kasus
pembegalan yaitu memasuki tahun 2015, masyarakat dikejutkan dengan makin
maraknya tindak kejahatan perampasan kendaraan bermotor roda dua, yang
diistilahkan sebagai begal (Nur:2016).
memang semakin meresahkan masyarakat. Aksi kekerasan dan kriminal yang
diduga dilakukan parah anggota begal semakin sering terjadi di berbagai wilayah
kota. Diperlukan ketegasan aparat keamanan untuk menghentikan aksi begal
tersebut. Geng motor juga menjadi penyebabnya, kekerasan yang identik dengan
geng motor adalah salah satu cara untuk mewujudkan kepentingan dari kelompok
geng motor tersebut sehingga dengan berkelompok yang dinamakan suatu geng
yang bermotor dapat membegal korban dengan mudah dan merampas barang
dengan kekerasan. Sepeda motor adalah hal yang sering diincar oleh pembegal
dikarenakan harganya yang relatif murah dan dapat dijual dengan cepat.
Sebagaimana di Kota Makassar juga sudah ada beberapa kasus pembegalan yang
dilakukan anak remaja(Fauziah:2018).
penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk
mempersiapkan atau pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk
memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap
menguasai barang yang dicuri (Pratama:2019).
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dijelaskan dua
ancaman pidana yang diberikan kepada pelaku kejahatan(Frederica:2019)
antaralain sebagai berikut:
a. Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:
1) Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api
atau trem yang sedang berjalan.
2) Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekuu.
3) Jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat
atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan
palsu apabila jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat dan perbuatan
mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun.
b. Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan
luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
13
bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam bagian 1
dan 2.
Jika dilihat dari pengertian diatas maka bisa di simpulkan bahwa begal
merupakan kejahaatan yang tidak boleh dianggap remeh, karena aksinya sungguh
berbahaya dan tentu akan membahayakan banyak orang, sehingga penanganan
serius tentunya harus segera di berikan kususnya oleh pemerintah dalam hal ini
pihak kepolisian. Polisi harus memberikan semacam sosialisasi terhadap remaja
yang mayoritasnya anggota begal motor bahwa aksi pembegalan adalah tindakan
kriminal yang undang-undang peraturannya sudah di tetapkan oleh pemerintah.
Sebab aturan biasa di langgar, akibat minimnya sosialisasi pihak keamanan negara
dan efeknya akan menekan angka kejahatan itu untuk selamanya. Karena para
orang tua juga minim mensosialisasikan terhadap anaknya bahwa begal adalah
tindakan yang buruk di mata masyarakat (Suardi dan Tolla:2016).
2. Tinjauan Umum Tindak Pidana
a. Pengertian Tindak Pidana
istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-
undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau
tindak pidana. Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung
suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum sebagai istilah yang dibentuk
dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum
pidana(Fauziah:2018).
14
peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak
pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan
jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam
kehidupan masyarakat. Istilah strafbaar feitsen diri adalah perbuatan yang
dilarang oleh suatua turan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi)
yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang melanggar larangan
tersebut.
Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa “tindak pidana secara umum dapat
diartikan sebagai perbuatan yang melawan hukum baik secara formal maupun
secara materiil” (Fauziah:2018).
Teguh Prasetyo merumuskan bahwa “tindak pidana adalah perbuatan yang
oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana. Pengertian perbuatan di
sini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya
dilarang oleh hukum) dan perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat
sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).” (Fauziah:2018).
Menurut Pompe, perkataan “tindak pidana” secara teoritis dapat
dirumuskan sebagai berikut: “suatu pelanggaran norma atau gangguan
terhadap tertib hukum yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja
telah dilakukan oleh seorang pelaku yang penjatuhan hukuman terhadap
pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya
kepentingan umum.Jonkers merumuskan bahwa “tindak pidana sebagai perisitiwa
15
pidana yang diartikannya sebagai suatu perbuatan yang melawan hukum yang
berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang
yang dapat dipertanggungjawabkan (Fauziah:2018).
b. Jenis-jenis Tindak Pidana
jenis tindak pidana sebagai berikut(Fauziah:2018). (1) Menurut sistem KUHP,
dibedakan antara kejahatan yang dimuat dalam buku ii dan pelanggaran yang
dimuat dalam buku iii alasan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran
adalah jenis pelanggaran lebih ringan dibandingkan kejahatan. Hal ini dapat
diketahui dari ancaman pidana pada pelanggaran tidak ada yang diancam
dengan pidana penjara, tetapi berupa pidana kurungan dan denda, sedangkan
kejahatan dengan ancaman pidana penjara; (2) Menurut cara merumuskannya,
dibedakan antara tindak pidana formil dan tindak pidana materil. Tindak pidana
formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga
memberikan arti bahwa larangan yang dirumuskan adalah melakukan suatu
perbuatan tertentu. Perumusan tindak pidana formil tidak memerlukan dan/atau
tidak memerlukan timbulnya suatu akibat tertentu dari perbuatan sebagai
syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan hanya pada perbuatannya.
Tindak pidana materil adalah menimbulkan akibat yang dilarang. Oleh
karena itu, siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang
dipertanggungjawabkan dan dipidana; (3) Berdasarkan bentuk kesalahan,
dibedakan antara tindak pidana sengaja (dolus)dan tindak pidana tidak
dengan sengaja (culpa). Tindak pidana sengaja adalahtindak pidana yang
16
unsurkesengajaan, sedangkan tindak pidana tidak sengaja adalahtindak pidana
yang dalam rumusannya mengandung culpa (4) Berdasarkan macam
perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktif dan dapat juga disebut
tindak pidana komisi dan tindak pidana pasif disebut juga tindak pidana
omisi. Tindak pidana aktif adalah tindak pidana yang perbuatannya berupa
perbuatan aktif. Perbuatan aktif adalah perbuatan yang untuk
mewujudkannya diisyaratkan adanya gerakan dari anggota tubuh orang yang
berbuat. Bagian terbesar tindak pidana yang dirumuskan dalam kuhp adalah
tindak pidana aktif. Tindak pidana pasif ada 2 (dua), yaitu tindak pidana
pasif murni dan tindak pidana pasif yang tidak murni. Tindak pidana pasif murni
adalah tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang
padadasarnya semata-mata unsur perbuatannya adalah berupa perbuatan
pasif. Sementara itu, tindak pidana pasif yang tidak murni berupa tindak
pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat
dilakukan dengan cara tidak berbuat aktif atau tindak pidana yang
mengandung suatu akibat terlarang, tetapi dilakukan dengan tidak berbuat
atau mengabaikan sehingga akibat itubenar-benar timbul; (5) Berdasarkan
saat dan jangka waktu terjadinya, dapat dibedakan antara tindak pidana
terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau
berlangsung lama atau berlangsung terus-menerus: (6) Berdasarkan sumbernya,
dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus.
Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam kuhp
17
sebagai kodifikasi hukum pidana materil (buku ii dan buku iii). Sementara
itu, tindak pidana khusus adalah semua tindak pidana yang terdapat diluar
kodifikasi KUHP; (7) Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal
penuntutan, maka dibedakan antara tindak pidana biasa dan tindak pidana
aduan. Tindak pidana biasa yang dimaksudkan ini adalah tindak pidana yang
untuk dilakukannya penuntutan terhadap pembuatnya dan tidak diisyaratkan
adanya pengaduan dari yang berhak. Sementara itu, tindak aduan adalah
tindak pidana yang dapat dilakukan penuntutan pidana apabila terlebih
dahulu adanya pengaduan oleh yang berhak mengajukan pengaduan;(8)
Berdasarkan berat-ringannya pidana yang diancamkan, dapat dibedakan
antara tindak pidana bentuk pokok, tindak pidana diperberat dan tindak
pidana yang diperingan. Dilihat dari berat ringannya, ada tindak pidana tertentu
yang dibentuk menjadi:Dalam bentuk pokok disebut juga bentuk sederhana atau
dapat juga disebut dengan bentuk standar, dalam bentuk yang diperberat dan
dalam bentuk yang ringan.
c. Unsur-unsur Tindak Pidana
Setiap tindak pidana yang terdapat dalam KUHP pada umumnya
dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur
objektif. Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana adalah sebagai berikut:
(1) Kesengajaan (dolus)atau ketidaksengajaan (culpa); (2) Maksud atau
voornemenpada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud dalam
pasal 53 ayat 1 KUHP; (3) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang
terdapat dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan,
18
dalamkejahatan pembunuhan menurut pasal 340 KUHP; (4) Perasaan takut
yang antara lain terdapat dalam rumusan tindak pidanamenurut pasal 308
KUHP. Sedangkan unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah sebagai
berikut: (1) Sifat melawan hukum atau wederrechttelijkheid;(2) Kualitas dari
pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri; (3) Kausalitas, yakni
hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan sesuatu
kenyataan sebagai akibat.teoretis artinya berdasarkan pendapat para ahlihukum
yang tercermin padabunyi rumusannya.
Dari rumusan R. Tresna, tindak pidana terdiri dari unsur-unsur, yakni:(1)
Perbuatan atau rangkaian perbuatan (manusia); (2) Yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan; (3) Diadakan tindakan penghukuman.Dari unsur
yang ketiga, kalimat diadakan tindakan penghukuman yangmenunjukkan
bahwa seolah-olah setiap perbuatan yang dilarang selalu diikuti dengan
penghukuman (Fauziah:2018).
Dalam KUHP berisi tentang rumusan tindak pidana tertentu terkait
cara pembentuk undang-undang dalam merumuskan tindak pidana pada
kenyataannya memang tidak seragam. Dalam hal ini akan dilihat dari 3 (tiga)
dasar perbedaan cara dalam merumuskan tindak pidana dalam KUHP antara lain
sebagai berikut: (1) Cara pencantuman unsur-unsur dan kualifikasi tindak pidana
terbagi menjadi 3 (tiga) cara perumusan, yaitu: a) dengan mencantumkan semua
unsur pokok, kualifikasi, dan ancaman pidana. Cara yang pertama ini
19
resensial adalah unsur yang membentuk pengertian yuridis dari tindak pidana
tertentu. Unsur-unsur ini dapat dirinci secara jelas dan untuk menyatakan
seseorang bersalah melakukan tindak pidana tersebutdan menjatuhkan pidana,
semua unsur itu harus dibuatkan dalam persidangan.b) Dengan mencantumkan
semua unsur pokok tanpa kualifikasi dan mencantumkan ancaman
pidana. Cara ini merupakan cara yang paling banyak digunakan dalam
merumuskan tindak pidana kuhp. Tindak pidana yang menyebutkan unsur-
unsur pokok tanpa menyebutkan kualifikasi dalam praktik kadang-kadang
terhadap suatu rumusan tindak pidana diberikualifikasi tertentu. c) Hanya
mencantumkan kualifikasinya tanpa unsur-unsur dan mencantumka nancaman
pidana. Tindak pidana yang dirumuskan dengan cara ini merupakan yang paling
sedikit. Terdapat pada pasal-pasal tertentu, seperti pasal 351 (1) KUHP
tentang penganiayaan; (2) Dari sudut titik beratnya larangan dari sudut titik
beratnya larangan, dapat dibedakan antara merumuskandengan cara formil dan
dengan cara materil, disebut dengan cara formil karena dalam rumusan
dicantumkan secara tegas perihal larangan melakukan perbuatan tertentu.
Jadi, yang menjadi pokok larangan dalam rumusan ini adalah melakukan
perbuatan tertentu. Dalam hubungannya dengan selesai tindak pidana, jika
perbuatan yang menjadi larangan itu selesai dilakukan, tindak pidana itu selesai
pula tanpa bergantung pada akibat yang timbul dari perbuat, sedangkan
20
perumusan dengan cara materiil ialah yang menjadi pokok larangan tindak
pidana yang dirumuskan adalah menimbulkan akibat tertentu disebut dengan
akibat yang dilarang atau akibat konstitutif. Titik berat larangannya adalah
menimbulkan akibat, sedangkan wujud perbuatan apa yang menimbulkan
akibat itu tidak menjadi persoalan. Dalam hubungannya dengan selesainya
tindak pidana, maka untuk selesainya wujud perbuatan, tetapi bergantung
pada wujud perbuatan itu akibat yang dilarang telah timbul atau belum.
Jika wujud perbuatan itu telah selesai, namun akibat belum timbul tindak
pidana itu belum selesai, maka yang terjadi adalah percobaan; (3) Dari sudut
pembedaan tindak pidana antara bentuk pokok, bentuk yanglebih berat, dan
yang lebih ringan, terbagi menjadi dua bagian yaitu, perumusan dalam bentuk
pokok jika dilihat dari sudut sistem pengelompokan atau pembedaan tindak
pidana antara bentuk standar (bentuk pokok) dengan bentuk yang
diperberat dan bentuk yang lebih ringan. Cara merumuskan dapat
dibedakan antara merumuskan tindak pidana dalam bentuk pokok dan dalam
bentuk yang diperberat dan atau yang lebih ringan. Bentuk pokok pembentuk
undang-undang selalu merumuskan secara sempurna dengan mencantumkan
semua unsur-unsur secara lengkap; dan dalam bentuk yang diperingan dan yang
diperberat rumusan dalam bentuk yang lebih berat dan atau lebih ringan dari
tindak pidana yang bersangkutan, unsur-unsur bentuk pokoknya tidak diulang
kembali atau dirumuskan kembali, melainkan menyebut saja pasal dalambentuk
pokok (pasal 364, 373, 379) atau kualifikasi bentuk pokok (pasal 339, 363, 365)
21
tindak pidana itu(Fauziah:2018).
a. Pengertian Sosiologi Hukum
Dari sudut sejarah, sosiologi hukum untuk pertama kalinya diperkenalkan
oleh seorang Itali yang bernama Anzilotti pada tahun 1882. Sosiologi hukum pada
hakekatnya lahir dari hasil-hasil pemikiran para ahli, baik di bidang filsafat
hukum, maupun ilmu sosiologi. Hasil-hasil pemikiran tersebut tidak saja berasal
dari individu-individu tetapi juga berasal dari mazhab-mazhab atau aliran-aliran
yang mewakili sekelompok ahli pemikir yang secara garis besar mempunyai
pendapat yang berbeda. Sosiologi hukum saat ini sedang berkembang pesat. Ilmu
ini diarahkan untuk menjelaskan hukum positif yang berlaku (artinya isi dan
bentuknya yang berubah-ubah menurut waktu dan tempat) dengan bantuan faktor-
faktor kemasyarakatan (Dimas:2018).
Latar belakang munculnya atau lahirnya sejarah sosiologi di Eropa diawali
dengan munculnya konflik dengan bentuk peperangan yang melanda benua eropa
pada abad ke-19. Sementara di Amerika Serikat sosiologi hukum dapat
berkembang begitu pesat karena tingginya kajian-kajian dari para aliran-aliran
filsafat seperti Rosceo Pound pada tahun 1930, dimana aliran sosiologi hukum
tersebut dikenal dengan the sociological jurisprudence. Melalui sejararah dan
perkembangan sosiologi hukum di Amerika Serikat dan Eropa turut membias
masuk ke Indonesia pada tahun 1942 melalui pendidikan formal yang dikenal
22
(Kaharuddin:2017).
Sosiologi hukum adalah cabang kajian khusus dalam keluarga besar ilmu-
ilmu sosial yang disebut sosiologi. Kalaupun sosiologi hukum juga mempelajari
hukum sebagai seperangkat kaidah khusus, maka yang dikaji bukanlah kaidah-
kaidah itu sendiri melainkan kaidah-kaidah positif dalam fungsinya yang
diperlukan untuk menegakkan ketertiban di dalam kehidupan bermasyarakat
dengan segala keberhasilan dan kegagalanya. Sosiologi hukum diperlukan dan
bukan merupakan penanaman yang baru bagi suatu ilmu pengetahuan yang telah
lama ada. Dalam kajian Soejono Soekanto, suatu fakta yang merupakan
penghalang besar terhadap hubungan antara sosiologi dengan hukum dan pada
kahirnya menyebabkan lambatnya perkembangan sosiologi hukum adalah
kesulitan-kesulitan terjadinya hubungan antara para sosiolog dengan para ahli
hukum, karena kedua belah pihak tidak mempergunakan bahasa dan kerangka
pemikiran yang sama sosiologi hukum sebagai ilmu pengetahuan, maka haruslah
berbeda denan pengetahuan yang non-ilmiah, untuk itu sosiologi hukum sebagai
ilmu pengetahuan memiliki konsekuensi yang harus dipenuhi yaitu:
1) Sosiologi hukum harus memiliki proses yang merupakan aktivitas penelitian,
yang terdiri dari rasional, kognitif, dan teleologis.
2) Sosiologi hukum harus memiliki aktivitas berupa metode ilmiah paling tidak
menyangkut pola-pola, analitis, penggolongan, perbandingan dan survey.
3) Sosiologi hukum sebagai ilmu harus merupakan produk pengetahuan yang
sistematis.
23
sosiologi hukum, kita perlu mengadopsi beberapa pengertian sosiologi hukum dari
beberapa ahli antara lain:
1) Soekanto (2018) sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang
secara analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan timbal
balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya.
2) Raharjo (2018), sosiologi hukum (sociology of law)adalah pengetahuan
hukum terhadap pola perilaku masyarakat dalam konteks sosialnya.
3) Salman (2018), sosiologi hukum adalah ilmu yan mempelajari hubungan
timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris
analitis.
cara yaitu, menjelaskan kaidah hukum dari sudut kenyataan kemasyarakatan, dan
menjelaskan kenyataan kemasyarakat dari sudut kaidah-kaidah hukum,
(Kaharuddin:2017).
Menurut Rahardjo dalam (Dimas:2018), sosiologi hukum sebagai ilmu
yang mempelajari fenomena hukum. Dari sudut pandang yang demikian itu,
Satjipto Rahardjo memberikan beberapa karakteristik studi secara sosiologis,
sebagai berikut yaitu, (1) Sosiologi hukum bertujuan untuk memberikan
penjelasan terhadap praktek-praktek hukum. Apabila praktek itu dibedakan ke
24
yang demikian itu terjadi, sebab-sebanya, faktor-faktor apa yang
mempengaruhinya, latar belakangnya dan sebagainya. Dengan mengutip Weber,
Satjipto mengemukakan tujuan untuk memberikan penjelasan ini memang agak
asing kedengarannya bagi studi hukum “tradisional” yaitu yang bersifat
preskriptif, yang hanya berkisar pada “apa hukumnya” dan “bagaimana
penerapannya”. Cara pendekatan yang demikian itu oleh Max Weber
disebutnyasebagai suatu “interpretative understanding”, yaitu dengan cara
menjelaskan sebab, perkembangan, serta efek dari tingkah laku sosial. Dengan
demikian menurut Satjipto, mempelajari hukum secara sosiologis adalah
menyelidiki tingkah laku manusia dalam hukum. Oleh Weber, dikatakannya
tingkah laku hukum itu mempunyai dua segi yaitu, segi “luar” dan segi “dalam”.
Dengan demikian sosiologi hukum tidak hanya menerima tingkah laku yang
tampak dari luar saja, melainkan ingin juga memperoleh penjelasan yang
bersifatinternal, yaitu yang meliputi motif-motif tingkah laku seseorang. Apabila
di sini disebut tingkah laku (hukum), maka sosiologi hukum tidak membedakan
antara tingkah laku yang sesuai dengan hukum dan yang menyimpang. Kedua-
duanya merupakan obyek pengamatandan penyelidikan ilmu ini; (2) Sosiologi
hukum senantiasa menguji kesahihan empiris (empirical validity) dari suatu
peraturan atau pernyataan hukum. Pernyataan yang bersifat khas di sini adalah
“bagaimanakah dalam kenyataan peraturan itu?”, “apakah kenyataannya seperti
25
yang tertera pada bunyi peraturan itu?”. Perbedaan yang besar antara pendekatan
tradisional yang normatif dan pendekatan sosiologis adalah, bahwa yang pertama
menerima saja apa yang tertera pada peraturan hukum, sedang yang kedua
senantiasa mengujinya dengan data (empiris); (3) Sosiologi hukum tidak
melakukan ”penilaian” terhadap hukum. Tingkah laku yang mentaati hukum dan
yang menyimpang dari hukum sama-sama merupakan obyek pengamatan yang
setaraf. Ia tidak menilai yang satu lebih dari yang lain. Perhatiannya yang utama
hanyalah pada memberikan penjelasan terhadap obyek yang dipelajarinya.
Pendekatan yang demikian sering menimbulkan salah paham, seolah-olah
sosiologi hukum ingin membenarkan praktek-praktek yang menyimpang atau
melanggar hukum. Sekali lagi dikemukakan di sini, bahwa sosiologi hukum tidak
memberikan penilaian, melainkan mendekati hukum dari segi obyektifitasnya
semata-mata dan bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap fenomena
hukum yang nyata.
hukum maka dapatlah dikatakan, bahwa sosiologi hukum merupakan suatu ilmu
pengetahuan yang secara teoritis analitis dan empiris menyoroti pengaruh gejala
sosial lain terhadap hukum, dan sebaliknya. Perihal perspektif darisosiologi
hukum secara umum ada dua pendapat utama, sebagai berikut, (1) Pendapat-
pendapat yang menyatakan, bahwa sosiologi hukum harus diberikan suatu fungsi
yang global. Artinya, sosiologi hukum harus menghasilkan suatu sintesa antara
hukum sebagai saranaorganisasi sosial dan sebagai sarana dari keadilan. Di dalam
fungsinya itu, maka hukum dapat memperoleh bantuan yang tidak kecil dari
26
sosiologi hukum di dalam mengidentifikasikan konteks sosial di mana hukum tadi
diharapkan berfungsi; (2) Pendapat-pendapat lain menyatakan, bahwa kegunaan
sosiologi hukum justru dalam bidang penerangan dan pengkaidahan. Perihal
persoalan pengkaidahan, maka sosiologi hukum dapat mengungkapkan data
tentang keajengan-keajengan mana didalam masyarakat yang menuju pada
benmbentukan hukum (baik melalui keputusan penguasa maupun melalui
ketetapan bersama dari para warga masyarakat,terutama yang menyangkut hukum
fakultatif). Dari batasan, ruang lingkup maupun prespektif sosiologi hukum
sebagaimana dijelaskan diatas dapat dikatakan, bahwa secara ideal sosiologi
hukum dapat berguna untuk, memberikan kemampuan-kemampuan bagi
pemahaman terhadap hukum dalam konteks sosial. Misalnya, kemampuan untuk
memahami sampai sejauh manakah pengaruh timbal balik antara hukum sebagai
kompleks dari pada sikap-sikap atau prilaku, dengan perilaku-perilaku sosial
lainnya dalam masyarakat, mengadakan analisa terhadap efektifitas hukum
tertulis, misalnya bagaimana mengusahakan agar suatu Undang-undang
melembaga dalam masyarakat, penguasaan konsep-konsep sosiologi hukum dapat
memberikan kemampuan-kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap
efektifitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial,
saranauntuk mengubah masyarakat, dan sarana untuk mengatur interaksi
sosialagar mencapai keadaan- keadaan sosial tertentu, sosiologi hukum
memberikan kemungkinan-kemungkinan serta kemampuan untukmengadakan
evaluasi terhadap efektifitas hukum di dalam masyarakat.
27
Teori anomi dikembangkan oleh Robert K. Merton dalam social theory
and steructure dari penjelasan Emile Durkheim tentang anomi. Anomi adalah
istilah yang mengacu pada kondisi ketiadaan norma (social normlessness). Teori
ini digunakan untuk menggambarkan sebuah masyarkat yang memiliki banyak
norma dan nilai yang satu sama lainnya saling bertentangan. Tidak terdapat
seperangkat nilai atau norma yang dipatuhi secara teguh dan diterima secara luas,
yang mampu mengikat masyarakat itu. Masyarakat yang anomis tidak mempunyai
pedoman yang dapat dipelajari dan dipegang oleh para anggota masyarakat,
seorang yang anomis akan cendrung menjadi orang yang tidak memiliki pedoman
nilai yang jelas untuk digunakan sebagai pedoman (Razak:2013).
Merton menjelaskan bahwa penyimpangan muncul dari ketidakcocokan
antara penekanan suatu masyarakat untuk meraih tujuan tertentu dan ketersediaan
legitimasi atau sarana yang terlambangkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Perilaku menyimpang merupakan cerminan dari adanya kesenjangan antara
aspirasi yang ditetapkan atau dipandang pantas oleh kultur masyarakat dan
keberadaan cara yang dibenarkan struktur sosial untuk mencapai aspirasi tersebut.
Kondisi seperti inilah yang akan menimbulkan tekanan kearah anomi.Terdapat
lima cara adaptasi individu terhadap tujuan suatu kultur dan sarana yang
terlambangkan untuk mencapainya. Empat di antaranya menurut marton
merupakan ragam perilaku menyimpang antara lain yaitu, (1) Konformitas
(Conformity), merupakan cara yang paling banyak dilakukan. Konformitas adalah
28
perilaku mengikuti tujuan yang dilakukan masyarakat, dan mengikuti cara yang
terlembagakan dalam masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut. (2) Inovasi
(Innovation),merupakan perilaku mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat,
tetapi memakai cara yang dilarang masyarakat. (3) Ritualisme (Ritualism),
merupakan perilaku meninggalkan tujuan budaya namun tetap berpegang pada
cara yang dilarang oleh masyarakat. (4) Pengunduran diri (Retreatism), yakni
perilaku tidak menikuti tujuan masyarakat dan juga tidak mengikuti cara untuk
meraih tujuan ini menurutnya bisa dijumpai pada orang yang menderita gangguan
jiwa. (5) Pembrontakan (Rebellion), merupakan penarikan diri dari tujuan dan
cara konvensional yang disertai dengan upaya untuk melembagakan upaya dan
cara baru (Razak:2013)
dipelajari dan kondisi-kondisi yang memungkinkan orang mempelajari itu. teori
ini menekankan kelompok dimana orang-orang bergabung dan mempelajari
norma-norma yang dianut kelompok. Terdapat tiga teori pembelajaran
sosiokultural yang menjelaskan tentang penyimpangan antara lain:
1) Teori Transmisi Kultural
Teori ini sering disebut sebagai teori subkultur. Teori ini menegaskan
bahwa ketika penyimpangan menjadi bagian dari sebuah pola kultur dari
subkultur, penyimpangan akan ditularkan pada para pendatang baru melalui
sosialisasi.
29
penyimpangan terjadi ketika individu mempunyai kontak yang lebih intens ke
kelompok bisa menerima penyimpangan ketimbang ke kelompok yang tidak
menerimanya. Menurut teori ini, penyimpangan adalah perilaku yang dipelajari,
seperangkat perilaku yang menular orang-orang yang melalui interaksi.
3) Teori Pembelajaran Sosial
menyelaraskan diri ditentukan oleh konsekuensi-konsekuensi imbalan dan sanksi
yang menyertai perilaku itu. Suatu perilaku diperkuat oleh penghargaan atau
penghindaran hukuman, dan di perlemah oleh pencegahan atau tidak adanya
penghargaan.
Teori ini dipelopori oleh Edwin M. Lemert, menekankan pada perilaku-
perilaku tertentu dilabeli “menyimpang”dan didalam teori ini, menjelaskan bahwa
penyimpangan adalah suatu kondisi relatif karena penyimpangan bukanlah suatu
tipe tindakan tertentu, melainkan konsekuensi dari pemberian suatu label, cap,
atau julukan.
yang melanggar norma-norma sosial. Penyimpangan ini oleh Lamert merupakan
penyimpangan primer ( primerdeviation). Akibat dari penyimpangan tersebut,
misalnya pencurian, penipuan, pelanggaran susila, atau perilaku aneh si
penyimpang yang kemudian di beri cap pencuri, penipu, pemerkosa, dan orang
30
gila. Penyimpangan seperti ini jika dilakukan secara berulang-ulang kata Lamert
maka akan menjadi penyimpangan sekunder (secondary deviation). Sehingga
diteruskan dengan memulai menganut suatu gaya hidup menyimpang yang
akhirnya menghasilkan suatu tindakan yang menyimpang pula (Razak:2013).
5. Penelitian Yang Relevan
releven dengan judul yang di angkat oleh peneliti antara lain:
Dimas (2018), dengan judul “tinjauan sosiologi hukum terhadap pelaku
residivis tindak pidana pencurian dengan kekerasan (begal) di Kota Makassar”
(studi kasus Polrestabes Makassar tahun 2015-2018). Hasil penelitian
menjelaskan tersebut menyatakan bahwa sosiologi hukum menganggap pelaku
residivis tindak pidana begal di Kota Makassar sangat dipengaruhi oleh dialektika
antara doktrin hukum dan masyarakat itu sendiri. Sosiologi hukum menganggap
bahwa dalam pandangan masyarakat pun perlu peningkatan doktrin hukum agar
supaya masyarakat dapat memahami bahaya dari begal itu sendiri. Dari tinjauan
kausalitas atau teori sebab akibat dapat kita menarik 2 (dua) benang merah yang
mempengaruhi tindak kriminal masyarakat dikota makassar adalah; (1) Ekonomi.
Kemampuan ekonomi beberapa masyarakat yang tak mampu memenuhi
kebutuhannya secara sadar akan melakukan tindak pidana seperti begal. Salah
satu masyarakat kota makassar saudara hasmadi menanggap bahwa permasalahan
ekonomi adalah yang paling utama dari kejadian begal tersebut, perihal residivis
yaitu tak adanya wadah untuk memberikan peluang ekonomi bagi masyarakat; (2)
Edukasi. Edukasi atau penanaman nilai pendidikan juga sangat mempengaruhi
31
tingkat pemikiran agar masyarakat visioner, dan tak keterbelakangan intelektual.
Dari edukasi ini muncul kesadaran akan pentingnya saling menjaga antar ummat
manusia. Dari sinilah para penerus bangsa harus dibarengi dengan edukasi yang
tinggi.
Natasya Vurginia Leuwol dan Lulu Jola (2019), dengan judul, “begal
perilaku menyimpang masyarakat yang dilakukan oleh remaja” (Studi Kasus
Tentang Begal Perilaku Menyimpang Masyarakat, Yang Dilakukan Oleh Remaja,
Di Kota Sorong, Papua Barat). Hasil penelitian ini menujukan bahwa, faktor yang
memengaruhi kenakalan dan kejahatan remaja di kota sorong, adalah faktor sosial
ekonomi 2.33% penduduk sorong digolongkan sebagai masyarakat miskin di
tahun 2018. Fasilitas pendidikan dasar dan menengah memadai. Warga sorong
juga dapat menggunakan jaminan kesehatan nasional diperkuat dengan jaminan
kesehatan daerah. Faktor budaya sorong adalah, daerah perantauan yang dipadati
berbagai suku bangsa. Urbanisasi pertambahan jumlah penduduk sorong
disebabkan, karena sorong adalah pintu masuk semua daerah
Suardi dan Tolla (2016), dengan judul “Begal Sebagai Perilaku
Menyimpang” hasil penelitian ini menunjukan bahwa faktor ekonomi merupakan
faktor utama terjadinya begal di kota makassar, namun adapun penyebab lainnya
adalah karena banyaknya budaya konsumerisme dan materialisme (sepeda
motor),serta adanya balapan liar yang harussenantiasa diikuti,serta media,
khususnya film saat ini baik film, sinetron, ataupun permainan banyak yang
menampilkan adegan kekerasan secara vulgar yang seolahmengajari penontonnya
untuk bisa melakukan hal tersebut,dan lemahnya pengawasan sosial.
32
yang akan diajukan diantara perbedaannya yaitu, penelitian pertama di atas, lebih
difokuskan kepada tinjauan sosiologi hukum terhadap pelaku residivis tindak
pidana pencurian dengan kekerasan (begal). Penelitian kedua lebih difokuskan
pada begal perilaku menyimpang masyarakat yang dilakukan oleh remaja.
Sedangkan penelitian ketiga lebih kepada begal sebagai menyimpang, Sedangkan
kesamaan dari ketiga penelitian diatas dengan penelitian yang diajukan adalah,
sama-sama subjek penelitiannya adalah kepada pelaku begal.
B. Kerangka Pikir
terhadap keamanan dan ketentraman umum oleh pelaku begal yang akan
dikenakan sanksi atau delik kepada pelaku yang melakukan tindakan pelanggaran
tersebut.Kepolisian merupakan penegak hukum yang memberikan tindak pidana
terhadap pelaku begal, tentu berharap agar hukuman tersebut bisa memberikan
efek jerah terhadap pelaku begal.
Kepolisian dalam memberikan tindak pidana terhadap pelaku begal tentu
perlu melihat berbagai faktor yang menjadi penyebab terjadinya begal,
sehinggapandangan sosiologis dari pihak kepolisian sangat diperlukan guna
melihat lebih mendalam secara sosiologis faktor yang menjadi penyebab
terjadinya begal, sehingga dalam pemberian sanksi atau pidana yang diberikan
oleh pihak penegak hukum atau kepolisian terhadap pelaku begal tentu setimpal
serta sesuai dengan hukum yang berlaku dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP)
Tindak Pidana Begal
Wilayah kerja Polsek
Rappocini Kota Makassar
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan yuridis sosiologis dengan kata lain adalah jenis penelitian hukum
sosiologis dan dapat disebut pula dengan penelitian lapangan, yaitu yang
mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam
kenyataannya di masyarakat. Penelitian kualitatif adalah proses untuk memahami
masalah sosial berdasarkan metodologi yang berbeda. Sedangkan menurut
Bogdan dan Tylor penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang
dan prilaku yang dapat di amati (Idrus:2009).
Data lain yang diperoleh di lapangan untuk membantu penulis
menyelesaikan penelitian. Wawancara merupakan kegiatan untuk memperoleh
informasi dari narasumber/ seseorang terkait permasalahan yang diangkat dalam
penelitian. Pendekatan metode penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif.
Penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara objektif menganalisis data-
data yang diperoleh, dan kemudian memakai studi kasus dengan bentuk intrinsik
yang menekankan pada pemahaman (verstehen) yang mendalam terhadap kasus
tunggal yang disebabkan kasus tersebut menarik (Idrus:2009).
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rappocini Kota Makassar
(kantor Polsek Rappocini Kota Makassar). Lokasi tersebut menjadi pilihan
35
penulis sebab terdapat beberapa data dan pendapat narasumber yang bisa
dijadikan bahan kajian serta penelitian dengan latar waktu penelitian kurang lebih
dua bulan, dari bulan desember 2020 sampai februari 2021.
C. Informan Penelitian
Informan penelitian yang dimaksud disini yaitu di mana peneliti diberikan
informasi oleh informan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
Menurut Hendrasono (Suyanto:2005), informan penelitian ini meliputi tiga
macam, yaitu : (1). Informan kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui
dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu
pihak Kepolisian dan Sosiolog (2). Informan utama adalah mereka yang terlibat
secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti yaitu Pelaku Begal (3).
Informan tambahan adalah mereka yang dapat memberikan informasi walaupun
tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti yaitu, orang Tua atau
Kerabat dekat pelaku begal. Berdasarkan uraian diatas, maka untuk mendapatkan
informasi yang dibutuhkan, yaitu dengan menemukan informan kunci yang
kemudian akan dilanjutkan pada informan lainnya dengan tujuan mengembangkan
dan mencari informasi sebanyak-banyaknya yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian. Maka penelitian ini digunakan informanyang terdiri dari
Informan kunci (key informan) : Kapolsek Rappocini. Informan utama : pelaku
begal
Berdasarkan uraian di atas, dapat di nyatakan bahwa jumlah informan
yang di jelaskan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang
36
Fokus penelitian pada penelitian Tinjauan yuridis sosiologis terhadap
tindak pidana begal di Kota Makassar yaituterdapat dua aspek sebagai berikut:
(1) Padangan penegak hukum (Kepolisian) terhadap pelaku begal yang ada di
Kota Makassar; (2) Faktor yang menjadi penyebab terjadi begal di Kota
Makassar.
Instrumen penelitian kualitatif merupakan peneliti itu sendiri, untuk
melakukan penelitian, peneliti menggunakan alat bantu dalam mengumpulkan
data. Untuk mendukung tercapainya hasil penelitian, maka alat bantu yang di
gunakan peneliti berupa berupa lembar observasi, berisi catatan-catatan yang
diperoleh peneliti pada saat melakukan pengamatan langsung di lapangan,
panduan wawancara merupakan seperangkat daftar pertanyaan yang sudah
disiapkan oleh peneliti sesuai dengan rumusan masalah dan pertanyaan peneliti
yang akan dijawab melalui proses wawancara, catatan dokumentasi adalah data
pendukung yang dikumpulkan sebagai penguatan data observasi dan wawancara
yang berupa gambar, data sesuai dengan kebutuhan penelitian, kamera, ponsel
sebagai alat dokumentasi setiap kegiatan peneliti dan buku catatan, alat tulis dan
laptop sebagai penunjang dalam penelitian ini.
F. Jenis Dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang dikumpulkan peneliti adalah data primer dan
data sekunder.
37
1. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan yang
memenuhi kriteria penelitian melalui teknik observasi dan wawancara secara
langsung atau melalui whatsapp secara mendalam.
2. Data Sekunder yaitu sumber data yang memberikan informasi secara tidak
langsung. Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh dari dokumen berupa buku, jurnal, blog, web, dan arsip yang terkait
dengan penelitian.
dengan menggunakan metode sebagai berikut:
1. Observasi
sistematik terhadap suatu gejala yang tampak pada objek penelitian. Pada
dasarnya teknik observasi digunakan untuk melihat atau mengamati perubahan
fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang, serta kemudian dapat dilakukan
penilaian atas perbuatan tersebut. Observasi merupakan usaha untuk
mengumpulkan data-data melalui pengamatan yang cermat dilapangan.observasi
dilakukan secara langsung karena penulis ingin memperoleh data secara akurat
(Sugiyono:2019).
langsung sebagai sumber informasi agar dapat diketahui pendapat, keyakinan,
perasaan. Wawancara akan dilakukan kepada narasumber yang selaku aparat
meminta pandangan narasumber terkait dengan permasalahan yang telah
dirumuskan.
Sedangkan menurut Guba dan Lincoln dalam (Moleong:2007) dokumen ialah
setiap bahan tertulis ataupun film, dokumen sudah lama digunakan dalam
penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber
data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan.
Metode dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan
tertulis, seperti arsip-arsip dan buku-buku tentang pendapat, teori atau hukum
yang berhubungan dengan masalah penelitian. Studi dokumen merupakan
pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dokumentasi untuk
mengumpulkan data yang bersifat documenter seperti foto-foto pada saat
kegiatan.
H. Teknik Analisis Data
Agar data yang diperoleh dapat dijadikan sebagai bahan yang akurat, maka
penulis menggunaan metode pengololaan dan analisis data dengan cara kualitatif
yaitu dengan mengambil data hasil teknik pengumpulan data kemudian dilakukan
klarifikasi dan pengelompokkan data yang sesuai dengan permasalahan yang
ingin dikaji. Adapun data-data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah
39
dan dianalisa dengan menggunakan metode pengelolaan dan analisis data, pada
metode ini.
peneliti dalam wawancara studi kepustakaan dan dokumen, maupun dokumen
untuk mendapatkan data yang lengkap.
2. Reduksi Data
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan tertulis di lapangan. Kegiatan reduksi data berlangsung terus-menerus
selama proses kualitatif berlangsung. Reduksi data bukanlah hal yang terpisah
dari analisis pilihan-pilihan penelitian tentangdata mana yang dikode dan mana
yang dibuang semua itu adalah pilihan-pilihan analisis. Reduksi data bentuk
analisis yang menajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang yang tidak
perlu serta mengprganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga
kesimpulan finalnya dapat ditarik dan verifikasi.
3. Penyajian Data
kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menuliskan, menjelaskan, dan
memaparkan tinjauan sosiologihukumterhadap pelaku begal (pencurian dengan
kekerasan) di kota makassar guna memperoleh gambaran yang dapat dipahami
secara jelas dan terarah untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti
40
Penarikan kesimpulan merupakan penarikan inti dari suatu data yang telah
terkumpul pada suatu proses penelitian yang telah dilaksanakan sehingga hasil
penelitian yang telah dillakukan tersebut memperoleh kesimpulan atau verifikasi
akhir
penelitian ilmiah perlu dilakukan uji keabsahan data pemeriksaan terhadap keabsa
han data pada dasarnya, selain digunakan untuk menyanggah balik yang
dituduhkan kepada penelitian kualitatif yang mengatakan tidak ilmiah, juga
merupakan sebagai unsur yang tidak terpisahkan dari tubuh pengetahuan
penelitian kualitatif (Moleong:2007). Triangulasi dalam pengujian kredibilitas
diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai waktu
(Wiliam Wiersma,1986). Dengan demikian terdapat triangulasi sumber,
triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu (Sugiyono:2019)
1. Triangulasi Sumber
yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh dianalisis
oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan
kesepakatan (memberchek) dengan sumber data (Sugiyono:2019). Jadi tujuan
memberchek adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam
penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan
(Sugiyono:2019)
41
kesepakatan dengan informan kapan waktu yang tepat untuk melakukan proses
wawancara dan informan memberikan data yang valid sehingga lebih kredibel.
Selanjutnya dapat dilakukan dengan pengecekan dengan wawancara, observasi
atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji
menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga
sampai ditemukan kepastian datanya (Sugiyono:2019).
3. Triangulasi Teori
Memanfaatkan dua teori atau lebih untuk dipadu. Untuk itu di perlukan
rancangan penelitian, pengumpulan data dan analisis data yang lengkap. Dengan
demikian akan dapat memberikan hasil yang lebih komperhensif. (Bachir:2010).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber, waktu dan teori.
Triangulasi dengan memanfaatkan sumber artinya membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan teori
yang berbeda dengan penelitian kualitatif. Triangulasi dalam penelitian ini yaitu
membandingkan hasil wawancara dari informan atau narasumber yang menjadi
subjek penelitian dengan objek penelitian, kemudian dibuktikan dengan
pengamatan peneliti dilapangan dan dikuatkan melalu cerita, dokumen atau arsip
tertulis
42
Nama Makassar sudah di sebutkan dalam kitab Nagararaktagama karya
Mpu Prapanca pada abadn ke-14, sebagai salah satu daerah taklukan majapahit.
Walaupun demikian, Raja Gowa ke-9 Tumaparisi Kallonna (1510-1546)
diperkirakan adalah tokoh pertama yang benar-benar mengembangkan kota
Makassar. Ia memindahkan pusat kerajaan dari pedalaman ke pentai, mendirikan
benteng di muara Suangai Jeneberang, serta mengangkat seorang syahbandar
untuk mengantur perdagangan.
Pada abad ke -16 Makassar menjadi pusat perdagangan yang dominan di
Indonesia Timur, sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara.
Raja-raja Makassar meneraokan kebijakan perdagangan bebas dan ketat, di mana
seluruh pengunjung ke Makassar berhak melakukan perniagaan disana dan
menolak upaya VOC (Belanda) untuk memperoleh hak monopoli di kota tersebut.
Selain itu, sikap yang toleran terhadap agama berarti meskipun islam
semakin menjadi agama yang utama di wilayah tersebut, pemeluk agama Kristen
dan kepercayaan lainnaya masih tetap dapat berdagang di Makassar. Hal ini
menyebabkan Makassar menjadi pusat yang penting bagi orang-orang Melayu
yang bekerja dalam perdagangan di Kepulauan Maluku dan juga menjadi markas
yang penting bagi pedagang-pedagang dari Eropa dan Arab.Semua keistimewaan
43
ini tidak terlepas dari kebijaksanaan Raja Gowa-Tallo yang memerintah saat itu
(Sultan Alauddin, Raja Gowa, dan Sultan Awalul Islam, Raja Tallo).
Kontrol penguasa Makassar semakin menurun seiring semakin kuatnya
pengaruh Belanda di wilayah tersebut dan menguatnya politik monopoli
perdagangan rempah-rempah yang di terapkan Belanda melalui VOC. Pada tahun
1669, belanda, bersama dengan La Tenri Tatta Arung Palakka dan beberapa
kerajaan sekutu Belanda melakukan penyerangan terhadap kerajaan Islam Gowa-
Tallo yang mereka anggap sebagai batu penghalang terbesar untuk menguasai
rempah-rempah di Indonesia timur. Setelah berperang habis-habisan
mempertahankan kerajaan melawan beberapa kualisi kerajaan yang di pimpin
oleh Belanda, akhirnya Gowa-Tallo (Makassar) terdesak dan dengan terpaksa
menanda tangani perjanjian Bongaya
pembentukan Daerah-daerah tingkat II di Sulawesi Selatan, sebagaimana yang
tercantum dalam lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1959 nomor 74 dan
tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor 1822. Kota Makassar
selanjutnya menjadi Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Undang-
undang nomor 13 tahun 1965 (lembaran Negara Tahun 1965 nomor 94), dan
kemudian berdasarkan Undang-undang nomor 8 Tahun 1965 Daerah Tingkat II
Kotapraja Makassar diubah menjadi daerah tingkat II Kotamadya Makassar.
44
a. Sampara Dg. Lili (1951-1952)
b. Achamad Dara Syachuddin (1952-1957)
c. M. Junus Dg. Mile (1957-1962)
d. Latif Dg. Massikki (1959-1962)
e. H. Arupala (1962-1965)
g. Kol. Abustan (1976-1982)
i. Kol. Suwahyo (1988-1994)
k. Drs. H.B Amiruddin Maula, SH., M.Si (1999-2004)
l. Ir. H. Ilham Arif Sirajuddin, MM (2004-2014)
m. Ir. H. Andi Heny Iskandar, M.Si (2008-2014)
n. Ir. H. Mohammad Ramadhan Pomanto (2014-2019)
Tahun 2020 Kota Makassar telah berusia 113 tahun sesuai Peraturan
Daerah Nomor 1 Tahun 2000 yang menetapkan hari jadi Kota Makassar tanggal
9 November 1607, hal tersebut hasil dari semua elemen masyarakat yang
mengadakan penelusuran dan pengkajian sejarah Makassar. Diusianya yang ke-
113 ini, Kota Makassar tumbuh menjadi sebuah kota metropolitan yang
merupakan pusat perdagangan dan jasa, pusat kegiatan industry, pusat kegiatan
pemerintahan, simpul jasa angkutan barang dan penumpang baik darat, laut
maupun udara serta pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan. Hal ini dapat
45
terjadi karena pertumbuhan yang ditunjang dengan sumber daya manusia, serta
fasilitas pelayanan penunjang lainnya.
Makassar menjadi kota niaga di wilayah timur yang tumbuh dan
berkembangpesat. Kota Makassar mempunyai posisi strategis karena berada di
persimpangan jalur lalu lintas dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan
Timur Indonesia dan dari Utara ke wilayah Selatan Indonesia.
Luas wilayah Kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77
KM 2
daratan yang meliputi 14 kecamatan dan 11 pulau di Selat Makassar dengan
luas wilayah perairan sekitar 100 KM 2 . Setiap kecamatan di Kota Makassar
kemudian dibagi ke dalam beberapa kelurahan yang secara keseluruhan berjumlah
143 kelurahan.
penduduk sebesar 1.545.373 jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari laki-laki 765.485
jiwa dan perempuan 779.888 jiwa. Dengan demikian, jumlah penduduk
perempuan lebih banyak dari jumlah penduduk laki-laki denganperbandingan
jenis kelamin (sex ratio) sebesar 98,15. Yang berarti bahwa setiap 100 jiwa
46
penduduk perempuan terdapat 98 jiwa penduduk laki-laki. Penduduk ini tersebar
pada 15 kecamatan terdiri dari 153 kelurahan dengan total luas 175,77 km 2 ,
sehingga kepadatan penduduk di Kota Makassar pada tahun 2020 sekitar 8.693
jiwa per km 2 . Angka ini lebih tinggi dibanding tahun 2019 yang mencapai 8.686
jiwa per km 2 .
Uraian Tahun
2019 2020
Laki-laki 755.968 jiwa 765.485 jiwa
Perempuan 770.709 jiwa 779.888 jiwa
Kepadatan penduduk 8.686 jiwa/km 2 8.693 jiwa/km
2
Makassar merupakan kota yang multi etnis, penduduk Makassar
kebanyakan dari Suku Makassar dan Suku Bugis, sisanya berasal dari Toraja,
Buton, Tionghoa, Jawa dan sebagainya.Jumlah penduduk Kota Makassar pada
tahun 2020 tercatat 1.545.373 jiwa yang tersebar pada 15 kecamatan. Distribusi
penduduk menurut kecamatan menunjukkan keadaan sebaran yang tidak merata.
Kepadatan penduduk terendah sebesar 3.675,00 jiwa/km 2 di Kecamatan
Tamalanrea, sedangkan kepadatan tertinggi mencapai 34.011,51 jiwa/km 2 di
Kecamatan Makassar. Terdapat empat kecamatan yang wilayahnya cukup luas,
masing-masing di atas 10 persen dari luas wilayah Kota Makassar. Sementara
terdapat enam kecamatan lainnya yang memiliki luas wilayah masing-masing
kurang dari 2 persen. Empat wilayah kecamatan terluas di Kota Makassar
47
2 , Manggala
2 .
Tabel 4.2 Distribusi dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan Tahun 2020
No Kecamatan
6 Ujung
9 Ujung Tanah 4,40 2,50 35.534 2,31 8.116,14
10 Sangkarrang 1,54 0,88 14.602 0,94 9.481,82
11 Tallo 5,83 3,32 140.621 9,10 24.120,24
12 Panakukang 17,05 9,70 150.189 9,72 8.808,74
13 Manggala 24,14 13,73 153.174 9,91 6.345,2
14 Biringkanaya 48,22 27,43 226.621 14,66 4.699,73
15 Tamalanrea. 31,84 18,11 117.012 7,57 3.675,00
Jumlah 175,77 100,00 1.545.373 100,00 8.693,10
Sumber : Makassar Dalam Angka 2020, BPS
b. Berdasarkan Pendidikan
Tingkat pendidikan yang ditamatkan merupakan salah satu ukuran kualitas
sumber daya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan,
semakin baik kualitas sumber daya manusianya. Sehingga potensi sumber daya
manusia di suatu wilayah dapat dilihat dari jenjang pendidikan yang
ditamatkan.kemampuan baca dan tulis penduduk berumur 15 tahun ke atas. Secara
umum, selama kurun 2019 2020 kemampuan dapat membaca dan menulis
penduduk meningkat.
Hal itu ditandai dengan meningkatnya persentase penduduk yang dapat
membaca dan menulis baik huruf latin maupun huruf lainnya serta menurunnya
angka buta huruf. Tahun 2020 sekitar 98,43 persen penduduk usia 15 tahun ke
atas yang dapat membaca dan menulis, atau naik sekitar 0,69 persen dari keadaan
tahun 2019 yang mencapai 97,75 persen. Telaah lebih lanjut menurut jenis
kelamin, nampak bahwa kemampuan membaca dan menulis penduduk perempuan
lebih rendah dari laki-laki. Penduduk perempuan yang bisa membaca dan menulis
sekitar 98,28 persen tahun 2020 dan penduduk laki-laki yang dapat membaca dan
menulis sekitar 98,60 persen. Masih adanya penduduk yang buta huruf sebesar
1,57 persen, hal ini seringkali disebabkan angka buta huruf terjadi pada usia lanjut
yang sudah enggan untuk belajar membaca dan menulis huruf latin maupun huruf
lainnya karena faktor usia.
Tabel 4.3 Kemampuan Baca Tulis Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Kota
Makassar 2019-2020
Jenis Kelamin
2019 2020
Laki-laki
Sumber : BPS Kota Makassar, Susenas 2019 2020
2) Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan/Dimiliki
Tingkat pendidikan yang ditamatkan merupakan salah satu ukuran kualitas
sumber daya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan,
semakin baik kualitas sumber daya manusianya. Sehingga potensi sumber daya
manusia di suatu wilayah dapat dilihat dari jenjang pendidikan yang ditamatkan.
49
Penduduk Kota Makassar usia 15 tahun ke atas menurut pendidikan
tertinggi yang ditamatkan tahun 2020. Bahwa sebagai ibukota provinsi pusat
kegiatan ekonomi dengan fasilitas pendidikan yang lengkap, memungkinkan
penduduknya untuk memperoleh pendidikan yang tinggi dengan lebih mudah.
Pada tahun 2020 sebagian besar penduduk yang berusia 15 tahun keatas berijazah
SMA/ ke atas sebesar 58,76 persen. Sementara penduduk Kota Makassar yang
berijazah SD/ sederajat sebesar 13,75 persen, berijazah SMP/ sederajat sebesar
20,32, dan tidak memiliki ijazah sebesar 7,17 persen. Selengkapnya pada Tabel
4.4 dibawah ini.
Tabel 4.4 Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas menurut Jenis Kelamin
dan Pendidikan Yang Ditamatkan di Kota Makassar Tahun 2020
Pendidikan yang
SD/ sederajat 12,99 14,47 13,75
SMP/ sederajat 19,13 21,44 20,81
SMA/ ke atas 60,72 56,91 58,76
Sumber : BPS Kota Makassar, Susenas 2020
c. Berdasarkan Pekerjaan
Tingkat pengangguran di kota Makassar pada tahun 2019 mengalami
penurunan jika dibandingkan 2018, yaitu dari 12,19 menjadi 10,39. Seperti di
negara-negara berkembang, pengangguran masih menjadi persoalan ekonomi di
Indonesia. Hal ini diakibatkan oleh tidak terserapnya sebagian angkatan kerja
dalam sektor kegiatan ekonomi (lapangan pekerjaan). Dengan kata lain
pertumbuhan angkatan kerja lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan lapangan
50
kerja baru. Sehingga sangat diperlukan data mengenai pencari pekerjaan sebagai
bahan untuk pertimbangan mengenai masalah ketenagakerjaan.
Aktifitas ekonomi suatu wilayah dapat ditunjukkan melalui distribusi
penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha. Aktifitas ekonomi penduduk
Kota Makassar terkonsentrasi pada sektor jasa. Pada tahun 2019, sektor Jasa
menyerap 474.567 orang pekerja di kota Makassar. Artinya 80,10 persen
penduduk Kota Makassar bekerja di Sektor Jasa. Berdasarkan jenis kelamin,
jumlah laki-laki yang bekerja pada sector jasa sebanyak 269.957 pekerja dan
perempuan sebanyak 204.610 pekerja.
penduduk Kota Makassar adalah Sektor manufaktur yaitu sebanyak 111.642
pekerja. Sedangkan sector yang paling sedikit menyerap tenaga kerja adalah
sector pertanian. Hal ini karena memang lahan pertanian di Kota Makassar
relative kecil.
Tabel 4.5 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu
Yang Lalu menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin
Kota Makassar, 2019
Pertanian 5.806 502 6.308
Manufaktur 86.648 111.642 111.642
Jasa 269.957 204.610 474.567
Jumlah 362.411 230.106 592.517
51
Tabel 4.6 Distribusi Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Selama
seminggu Yang Lalu menurut Jenis Pekerjaan Kota Makassar, 2019
Jenis Pekerjaan 2019
Tenaga Kepemimpinan
Tenaga Usaha Penjualan 75.172 87.871 163.043
Tenaga Usaha Jasa 16.953 27.723 44.676
Tenaga Usaha Pertanian 6.658 502 7.160
Tenaga Produksi, Operator Alat angkutan
dan Pekerja Kasar 150.482 30.446 180.928
Lainnya 13.116 869 13.985
Sumber: BPS Kota Makassar, Sakernas 2019
Berdasarkan tabel 4.6 terlihat bahwa sebagian besar tenaga kerja kota Makassar
terserap di tenaga produksi, operator alat angkutan, dan pekerja kasar, yaitu
sebanyak 180.928 orang. hal ini dikarenakan sektor industri merupakan salah satu
penyumbang terbesar untuk produk domestik regional bruto Kota Makassar.
Sementara itu, yang paling sedikit merupakan tenaga usaha pertanian, yaitu 7.160
orang.
Keragaman masyarakat Makassar yang terdiri atas berbagai etnis dan ras
seperti Jawa, Cina, Arab, Ambon, India/Pakistan, dan Bugis Makassar
sendirimenjadi potensi untuk membangun kekuatan dan keharmonisan kehidupan
masyarakat Makassar.. Selengkapnya pada Tabel 4.7 dibawah ini.
52
Tabel 4.7 Jumlah penduduk menurut kecamatan dan agama yang dianut di kota
Makassar 2019
Ujung
Ujung Tanah 36782 549 230 18 331 6
Sangkarrang 14531 16 - - - -
Kota
Berdasarkan tabel 4.7 keragaman ini, selain merupakan perbedaan, juga dapat
mewujudkan kompetisi, juga di dalamnya terdapat budaya-budaya lokal yang
menjadi perekat dalam hidup bermasyarakat, layak dan sejahtera lahir dan batin,
demikian yang diajarkan dalam agama masing-masing. Dengan tujuan terciptanya
keharmonisan, ketenteraman dalam realitas sosial yang penuh dengan
keberagaman untuk mewujudkan negara yang merdeka secara totalitas. Seorang
beragama mempunyai faham yang berbeda dengan orang yang bergama lain,
penganut agama tersebut harus tetap pada pendiriannya masingmasing.
53
Pada awalnya wilayah hukum yang saat ini diduduki Polsek Rappocini,
merupakan wilayah yang bernaung di bawah Polsek Tamalate, namum pada hari
Rabu tanggal 07 Januari tahun 1998 kecamatan Tamalate di bagi menjadi dua,
yaitu kecamatan Tamalate dan Kecamatan Rappocini, sebagai tindak lanjut dari
persetujuan Mendagri nomor 138/1242/PUOD tanggal 03 mei 1996 dan
berdasarkan persetujuan Gubernur Sulawesi Selatan nomor 538/VI/1996 tahun
1996.
Sebelum di bagi menjadi dua kecamatan, saat itu Polsek Tamalate masih
memegang kendali dan menaungi kedua kecamatan tersebut. akan tetapi adanya
desakan dan kebutuhan masyarakat kecamatan Rappocini terhadap eksistensi
Penegak hukum maka di bentuklah Polsek Rappocini pada tahun 2006, namun
belum tersedianya tempat khusus untuk Polsek Rappocini, maka kedua Polsek
tersebut menjalankan kegiatan dan berkantor di tempat yang sama, hanya saja di
bagi menjadi dua yaitu Polsek Tamalate menempati lantai satu sebagai kantor dan
Polsek Rappocini berkantor di lantai dua.
Setelah itu Polsek Rappocini di pidahkan dan menempati kantor lurah
Balang Parang yang terletak di jalan Nikel untuk di gunakan sebagai kantor
sementara karena belum adanya bangunan sendiri untuk Polsek Rappocini,
kemudian Polsek Rappocini di pindahakan lagi untuk berkantor di jalan A.P
Pettarani yang sekarang di jadikan kantor PJR, dalam kurun waktu yang terhitung
54
singkat setelah Polsek Rappocini pindah ke jalan A.P Pettarani, Polsek Tamalate
di pindahkan karena sudah memiliki bangunan sendiri di jalan Metro Tanjung
Bunga yang menjadi kantor Polsekta Tamalate hingga saat ini.
Karena kantor sebelumnya yang di tempati oleh Polsek Tamalate sudah di
kosongkan, maka dengan pertimbangan bahwa letek kantor tersebut masih berada
dalam wilayah kecamatan Rappocini maka, Polsek Rappocini kembali di
pindahkan ke kantor pertama yang terletak di jalan Sultan Alauddin Nomor 321,
Gunung Sari,Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, yang hingga saat ini menjadi
kantor Polsek Rappocini.
a. Visi
Polsek Rappocini dengan mewejudkan tampilan polisi yang terempil, cepat,
profesional serta kuat dan di percaya masyarakat melalui giat pengelolaan
permasalahan dan pengelolaan kepolisian yang terprogram dan sistematis
sehingga dapat mewujudkan situasi wilayah Polsek Rappocini aman dan dinamis
b. Misi
sehingga masyarakat dapat terbebas dari gangguan fisik maupun psikis.
1) Selalu melaksanakan perubahan-perubahan ke arah perbaikan dalam rangka
menjawab tantangan perubahan sosial yang ada serta dalam rangka
55
masyarakat.
masyarakat.
nilai yang berlaku dalam bingkai masyarakat demokratis.
4) Menegakkan hukun secara cepat profesional dan proporsional dengan
menjunjung tinggi supermasi hukum dan HAM menuju kepada adanya
kepastian hukum dan rasa keadilan.
5) Mengelola SDM Polri di lingkungan polsek rappocini secara profesional
dalam rangka optimalisasi tugas dan tujuan polsek Rappocini.
6) Mengelolsarana dan prasarana serta sumber daya materiil kesatuan dan
rangka menunjang kebutuhan operasional pelaksanaan tugas.
7) Melakukan pelaksanaan fungsional kepolisian sehingga dapat mewujudkan
polsek yang dapat di percaya masyarakat.
8) Mewujudkan model pengelolaan kepolisian yang sistematis secara utuh,
sinergi dan dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaan tugas.
9) Melaksanakan upaya mendekatkan polisi dan masyarakat melalui aktifitas
nyata mendatangi, berkomunikasi saling berbagi informasi dan berupaya
menyelesaikan permasalahan sejak dini dalam rangka pemolisian yang
berbasis masyarakat.
Gambar 4.1 Skema Struktur Organisasi Polsek Rappocini
57
Di Kota Makassar
Tindak pidana begal merupakan tindak pidana pencurian dengan
kekerasan, dengan menggunakan kenderaan roda untuk melakukan aksinya. Begal
adalah salah satu bentuk kejahatan yang sangat meresahkan masyarakat, sehingga
Aparat penegeak hukum (Kepolisian) mempunyai tugas untuk meminimalisir
adanya aksi kejahatan tersebut di masyarakat Kepolisian harus menjaga stabilitas
keamanan dalam masyarat sehingga terwujutnya masyarakat yang aman damai
dan tentram tanpa ada gangguan dan ancaman apapun.
Berdasarkan wawancara dengan IU (41 Th) Selaku Kanit Reskrim
mengenai tindak pidana begal, beliau mengatakan bahwa
“Tindak pidana begal ini merupakan tindak pidana pencurian dengan
kekerasan. Hal ini sangat meresahkan di wilayah kota Makassar, khususnya
di wilayah Polsek Rappocini.”(Wawancara 31/12/2020)
Dalam penanganan kasus pembegalan kepolisian mempunyai tim khusus
yang biasa disebut dengan unit resmob. Unit resmob merupaskan satuan yang di
bentuk polsek Rappocini untuk menerima setiap laporan dan pengaduan
masyarakat. Unit resmop juga di bentuk untuk meminimalisir terjadinya kasus
58
begal, sehingga anggota satuan unit resmob aktif melakikan patroli malam
di daerah yang sering terjadi adanya pembegalan.
Hasil wawancara dengan IU (41 Th)
”Untuk masalah pembegalan ini, kami mempunyai satuan khusus yaitu
resmob, di mana tugas resmop adalah bagaimana menangani setiap
pelaporan dan pengaduan serta melakukan patroli di daerah yang terjadi
pembegalan”. (Wawancara 31/12/2020)
Setelah dikakukan wawancara dengan bapak AK selaku anggota Reskrim
beliaupun membenarkan adanya pembentukan salah satu satuan di polsek
Rappocini yaitu