tinjauan pustaka bedah plastik

27
PRESENTASI KASUS SEORANG PEREMPUAN 20 TAHUN DENGAN POST STSG AI RAW SURFACE REGIO GLUTEAL ET PEMUR DEXTRA ET SINISTRA Oleh : Siska Dewi Agustina G99141013 Avamira Rosita Pranoto G99141015 Pembimbing : dr. Amru Sungkar, Sp. B, Sp. BP KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN BEDAH

Upload: gunung-mahameru

Post on 15-Jan-2016

68 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Tipus

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka Bedah Plastik

PRESENTASI KASUS

SEORANG PEREMPUAN 20 TAHUN DENGAN POST STSG AI

RAW SURFACE REGIO GLUTEAL ET PEMUR DEXTRA ET SINISTRA

Oleh :

Siska Dewi Agustina G99141013

Avamira Rosita Pranoto G99141015

Pembimbing :

dr. Amru Sungkar, Sp. B, Sp. BP

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2014

Page 2: Tinjauan Pustaka Bedah Plastik

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Sdri. Y

Umur : 20 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswi

Alamat : Krajan, Ngawi, Jawa Timur

No. RM : 01003390

Masuk RS : 13 Oktober 2014

Pemeriksaan : 29 Desember 2014

B. ANAMNESA

1. Keluhan Utama

Nyeri di paha kanan dan kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merupakan pasien rawat bersama dari bagian bedah plastik dan paru-paru

RSUD Dr. Moewardi. Saat ini pasien mengeluhkan sakit di kedua pahanya,

terutama pada bagian bekas operasi yang sudah dirasakannya sejak +/- 1 minggu

yang lalu. Nyeri semakin meningkat dengan sentuhan serta sedikit gerakan. Pasien

juga mengeluhkan adanya demam.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

• R. Sebelumnya : Pasien sebelumnya datang ke IGD RSUD Dr.

Moewardi sebagai pasien rujukan dari RS Slamet Riyadi dengan diagnosis post

op fraktur pelvis dan vulnus laceratum luas. Saat di IGD pasien mengeluhkan

panas tinggi yang dirasakan sejak operasi akibat kecelakaan yang dialaminya +/-

1 bulan SMRS.

Page 3: Tinjauan Pustaka Bedah Plastik

R. Penyakit jantung : disangkal

R. Penyakit ginjal : disangkal

R. DM : disnagkal

R. Hipertensi : disangkal

R. Asam urat : disangkal

R. Asma : disangkal

R. Alergi makanan/obat : disangkal

R. Jatuh/trauma : (+) pada 7 September 2014, pasien mengalami

kecelakaan ketika sedang mengendarai sepeda motor.

R. Mondok : (+) akibat kecelakaan yang dialaminya, pasien

dirawat di RS Kustati selama 1 bulan dan dilakukan ORIF serta skin graft.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

R. Keluhan serupa : disangkal

R. Penyakit jantung : disangkal

R. Penyakit ginjal : disangkal

R. DM : disnagkal

R. Hipertensi : disangkal

R. Asam urat : disangkal

R. Asma : disangkal

R. Alergi makanan/obat : disangkal

R. Mondok : disangkal

5. Anamnesa Sistemik

Kepala : pusing (-)

Mata : pandangan kabur (-/-), pucat (-/-), pandangan dobel (-/-)

Hidung : pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-)

Telinga :pendengaran berkurang (-/-), keluar cairan(-/-), berdenging(-/-)

Mulut : mulut kering (-), bibir biru (-), sariawan (-), gusi berdarah (-),

bibir pecah- pecah (-)

Page 4: Tinjauan Pustaka Bedah Plastik

Tenggorokan : sakit telan (-)

Respirasi : sesak (-), batuk (-), dahak (-), batuk darah (-), mengi (-)

Cardiovascular : nyeri dada (-), pingsan (-), kaki bengkak(-), keringat dingin (-),

lemas (-)

Gastrointestinal : mual (-) muntah (-),perut terasa panas (-) kembung (-), sebah (-),

muntah darah (-), BAB warna hitam (-), BAB lendir darah (-),

BAB sulit (-)

Genitourinaria : BAK warna kuning jernih, nyeri saat BAK (-)

Muskuloskeletal: nyeri otot (+), nyeri sendi (+)

Ekstremitas : Atas : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-),

luka (-/-), terasa dingin (-/-), nyeri (-/-), keterbatasan

gerak (-/-)

Bawah : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-), luka (+/+) terasa

dingin (-/-), benjolan (-/-), keterbasan gerak (+/+), nyeri

(+/+)

C. PEMERIKSAAN FISIK

Secondary Survey

1. Keadaan Umum

- Keadaan umum : baik, tampak menahan sakit

- Derajat kesadaran : compos mentis GCS E4V5M6

- Derajat gizi : gizi kesan cukup

2. Tanda vital

- Tekanan darah : 120/75 mmHg

- Nadi : 96x/menit

- RR : 16x/menit

- Suhu : 37,3 °C

- VAS : 4

3. Kulit

Kulit kecoklatan, kelainan pada kulit (-), hiperpigmentasi (-)

4. Kepala

Page 5: Tinjauan Pustaka Bedah Plastik

Bentuk mesosefal, rambut kering (-), rambut warna hitam, sukar dicabut.

5. Wajah

Odema (-)

6. Mata

Oedema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-), refleks

cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)

7. Hidung

Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi(-/-)

8. Mulut

Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-)

9. Telinga

Daun telinga dalam batas normal, sekret (-)

10. Tenggorok

Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1

11. Leher

Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak membesar,

kaku kuduk (-), gerak bebas, deviasi trakhea (-), JVP tidak meningkat

12. Toraks

Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)

Suara tambahan (-/-)

13. Abdomen

Inspeksi : Perut distended (-), jejas (-)

Palpasi : Supel, defans muscular (-)

Perkusi : Timpani

Page 6: Tinjauan Pustaka Bedah Plastik

Auskultasi : Bising usus (+) normal

14. Ekstremitas

Akral dingin Oedem Ikterik

15. Genital

BAK warna kuning jernih melalui DC, nyeri saat BAK (-)

16. Status Lokalis

Regio Cruris (D/S)

Look : terpasang splintage di regio femur hingga cruris dextra et sinistra

Feel : Nyeri tekan (+), NVD (-)

Movement: terbatas nyeri

D. ASSESMENT I

Post STSG ai Raw Surface regio gluteus et femur dextra et sinistra

E. PLANNING I

- Cek darah lengkap

- Infus RL : Aminofluid = 2:1

- Injeksi Meropenem 1 gram/12 jam

- Injeksi Ranitidin 1 amp /12 jam

- Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam

- Injeksi Metamizol 1 amp/8 jam

- PCT 500 mg prn

- Pro medikasi dan evaluasi graft

- -

- -

- -

- -

- -

- -

Page 7: Tinjauan Pustaka Bedah Plastik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEGLOVING

Degloving merupakan gangguan pada kulit sedikit sampai luas dengan variasi

kedalaman jaringan yang disebabkan trauma ditandai dengan rusaknya struktur yang

menghubungkan kulit dengan jaringan dibawahnya ,kadang masih ada kulit yang

melekat dan ada juga bagian yang terpisah dari jaringan dibawahnya. Degloving

dapat juga berhubungan dengan permukaan pada jaringan lunak, tulang, persarafan

ataupun vaskuler. Jika trauma menyebabkan kehilangan aliran darah pada kulit,

maka dapat terjadi nekrosis. Trauma degloving ini seringkali membutuhkan

debridement untuk menghilangkan jaringan yang nekrosis. Trauma degloving dalam

jumlah besar disertai dengan jaringan yang lebih profunda menyebabkan jaringan

terkelupas atau berupa sayatan. (1)

Degloving paling sering terjadi pada daerah lengan maupun tungkai. Hal ini

biasanya disebabkan oleh trauma mekanis, biasanya oleh karena trauma pada

kendaraan bermotor, trauma akibat kipas angin. Namun juga bisa akibat trauma

tumpul. (3)

Anatomi

Kulit merupakan bagian yang sering mengalami degloving , karena merupakan

bagian dari organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dengan

lingkungan hidup manusia. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif ,

bervariasi pada keadaan iklim , umur , seks, ras dan juga bergantung pada lokasi

tubuh. Luas kulit orang dewasa 1.5-2m2 , dengan berat kira-kira 15% berat badan.

Tebalnya antara 1.5-5 mm , bergantung pada letak kulit , umur , jenis kelamin , suhu

dan keadaan gizi. Kulit paling tipis di kelopak mata , penis , labium minor ,dan

bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit yang tebal terdapat di telapak tangan dan

kaki , punggung, bahu, bokong.(2)

Kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu (2)

1. Lapisan epidermis .

Page 8: Tinjauan Pustaka Bedah Plastik

Lapisan epidermis merupakan epitel berlapis gepeng yang sel – selnya menjadi

pipih bila matang dan naik ke permukaan, yang terdiri dari stratum korneum,

stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale dengan melanosit, juga

tidak terdapat pembuluh darah. Pada telapak tangan dan kaki, epidermis

sangat tebal untuk menahan robekan dan kerusakan yang terjadi pada daerah

ini. Pada bagian tubuh yang lainnya, misalnya pada bagian medial lengan

atas dan kelopak mata, kulit sangat tipis.

2. Lapisan dermis

Lapisan dermis ini lebih tebal dari pada epidermis. Lapisan ini terdiri atas jaringan

ikat padat yang banyak mengandung pembuluh darah, pembuluh limfatik dan

saraf. Dermis terdiri dari stratum papilare dan stratum retikulare. Tebalnya

dermis berbeda – beda pada berbagai bagian tubuh dan cenderung menjadi

lebih tipis pada permukaan anterior dibanding dengan permukaan posterior.

Dermis pada perempuan lebih tipis dibandingkan pada laki – laki.

3. Lapisan subkutis

Page 9: Tinjauan Pustaka Bedah Plastik

Lapisan ini merupakan kelanjutan dari dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar yang

berisi sel – sel lemak. Berfungsi sebagai pengatur suhu dan pelindung bagi lapisan

kulit yang lebih superficial terhadap tonjolan –tonjolan tulang.

Di dalam dermis, sebagian besar berkas serabut – serabut kolagen berjalan sejajar.

Insisi bedah pada kulit yang dilakukan disepanjang atau antara berkas – berkas ini

menimbulkan kerusakan minimal pada kolagen sehingga luka yang sembuh dengan

sedikit jaringan parut. Sebaliknya, insisi yang dibuat memotong berkas – berkas

kolagen akan merusaknya dan menyebabkan pembentukan kolagen baru yang

berlebihan sehingga terbentuk jaringan parut yang luas dan jelek. Arah berkas – berkas

kolagen ini dikenal sebagai garis insisi ( garis Langer ), dan garis – garis ini cenderung

berjalan longitudinal pada extremitas dan melingkar pada leher dan batang badan. (3)

Struktur lain yang ada pada kulit yaitu kuku , folikel rambut , kelenjar sebasea dan

kelenjar keringat. (1)

Etiologi (1,2,3)

Trauma degloving dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain karena

kecelakaan lalu lintas seperti terlindas dari kendaraan atau kecelakaan akibat dari

olah raga seperti roller blade, sepeda gunung, acrobat dan skate board. Trauma

degloving ini mengakibatkan penurunan supplai darah ke kulit, yang pada akhirnya

dapat terjadi kerusakan kulit. Degloving yang luas dan berat biasanya diakibatkan

oleh ikat pinggang dan ketika tungkai masuk ke roda kendaraan. Adapun penyebab

lainnya bisa berupa kecelakaan pada escalator atau biasa juga disebabkan oleh

trauma tumpul.

Degloving minimal biasa terjadi pada pasien yang sudah tua, misalnya

benturan terhadap meja. Selain pada extremitas, degloving juga biasa terjadi pada

mucosa mandibula, yang diakibatkan oleh high jump pada acrobat biking atau

kecelekaan lalu lintas.

Klasifikasi (3,4)

Trauma degloving dibagi 2 yaitu :

1. Trauma degloving dengan luka tertutup. (3,7)

Page 10: Tinjauan Pustaka Bedah Plastik

Trauma ini jarang terjadi tapi penting diperhatikan karena terjadi pada pasien

dengan multiple trauma, dimana jaringan subkutan terlepas dari jaringan

dibawahnya. Klinis awalnya dari jenis ini seringkali tampak normal pada

permukaan kulit, dapat disertai dengan echimosis. Dan jika tidak dikoreksi, akan

menyebabkan peningkatan dari morbiditas yaitu jaringan yang terkena akan

mengalami necrosis. Untuk itu dilakukan drainase dengan membuat insisi kecil

yang bertujuan untuk kompresi, karena terdapat ruangan yang terisi oleh hematome

dan cairan. Luka degloving yang tertutup terjadi jika ada kekuatan shear dengan

energi yang cukup dalam waktu yang singkat sehingga kulit tidak terkelupas. Tapi

didalamnya kadang dapat terjadi pemisahan antara jaringan dengan pembuluh

darah, hal ini menyebabkan bagian yang atas dari jaringan yang terpisah menjadi

nekrosis karena tidak mendapat aliran darah. Komplikasi dari traksi dapat

mengakibatkan trauma degloving luka tertutup pada kulit sehingga dapat

menyebabkan terjadinya lesi pada kulit. Hal ini mungkin disebabkan oleh usia lanjut

dan kulit yang lemah. Jadi pada trauma degloving tertutup jaringan subkutan

terlepas dari jaringan dibawahnya, sedang bagian luar atau permukaan kulit tanpa

luka atau ada luka dengan ukuran yang kecil.

Page 11: Tinjauan Pustaka Bedah Plastik

2. Trauma degloving dengan luka terbuka.

Trauma degloving ini terjadi akibat trauma pada tubuh yang menyebabkan jaringan

terpisah. Gambarannya berupa terangkatnya kulit dari jaringan dibawahnya disertai

dengan luka yang terbuka. Ini merupakan trauma degloving dengan luka terbuka. (3)

Gambaran klinis

Terkelupasnya lapisan kutis dan subkutis dari jaringan dibawahnya, dapat juga

masih terdapat bagian dari kulit yang melekat, ini terjadi pada trauma degloving

terbuka. Gejala klinik yang lain dapat pula ditemukan gambaran permukaan kulit

yang normal atau dapat disertai dengan echimosis, ini terjadi pada trauma degloving

tertutup.(4)

Penanganan

Jika terjadi kehilangan jaringan yang luas dapat terjadi syok dilakukan

penanganan dari syok. Penanganan dari trauma degloving ini berupa kontrol

perdarahan dengan membungkusnya dengan kassa steril pada luka dan sekitar luka,

debridement luka dan dilakukan amputasi bila jaringan tersebut nekrosis. Trauma

degloving seharusnya di lakukan pencucian atau debridemen dari benda asing dan

jaringan nekrotik juga dilakukan penutupan dari luka. Bila lukanya kotor maka

dilakukan perawatan secara terbuka sehingga terjadi penyembuhan secara sekunder,

lukanya bersih dilakukan penutupan luka primer.(8)

Pada trauma degloving tertutup sering tidak diketahui, dimana tidak

terdapat luka pada kulit, yang mana jaringan subkutan terlepas dari jaringan

dibawahnya, menimbulkan suatu rongga yang berisi hematoma dan cairan. Pada

degloving tertutup ini dapat dilakukan aspirasi dari hematome atau insisi kecil

selanjutnya dilakukan perban kompresi. Insisi dan aspirasi untuk mengeluarkan

darah dan lemak nekrosis, volume yang dievakuasi antara 15 -800 ml ( rata-rata 120

ml ).(6)

Sedang pada trauma degloving dengan luka terbuka, yang mana terdapat

avulsi dari kulit, dilakukan pencucian dari jaringan tersebut yaitu debridement dari

benda asing dan jaringan nekrotik. Pada luka yang kotor atau infeksi dilakukan rawat

terbuka sehingga terjadi penyembuhan secara sekunder. Kulit dari degloving luka

Page 12: Tinjauan Pustaka Bedah Plastik

yang terbuka dapat dikembalikan pada tempatnya seperti skin graft dan dinilai tiap

hari ,keadaan dari kulit tersebut. Jika kulit menjadi nekrotik, maka dilakukan

debridemen dan luka ditutup secara split thickness skin graft.

Terapi degloving yang sekarang dipakai adalah Dermal Regeneration

Template (DRT), yaitu pembentukan neodermis dengan cara Graft Epidermal.

Adapun tekniknya berupa Full Thickness Skin Graft (FTSG), Split Thickness Skin

Graft (STSG) , Pedical Flap atau Mikrovascular Free Flap. Penggunaan DRT

merupakan terapi terbaik untuk trauma degloving dan juga dapat dipertimbangkan

sebagai terapi, jika terdapat kehilangan jaringan sekunder yang bisa menyebabkan

avulsi. (5)

Sebelum dilakukan FTSG dan STSG, diperlukan tindakan berupa

mempersiapkan daerah luka dengan Vacum Assisted Closure ( VAC ). Tiga minggu

setelah terapi VAC, maka pada daerah luka terjadi revascularisasi disertai dengan

terbentuknya jaringan granulasi sehingga siap untuk di graft. Biasanya pada

degloving yang luas, terjadi drainase yang berlebihan, resiko kontaminasi bakteri

yang luas dan cenderung menyebabkan luka yang avaskuler . Ketiga hal tersebut

mengakibatkan sukar sembuh pada luka yang telah dilakukan skin graft. Oleh karena

itu dengan VAC diharapkan drainase lebih terkontrol, kontaminasi bakteri menurun

serta terjadi stimulasi jaringan granulasi pada dasar luka. (5)

Prognosis (4)

Bagian yang hilang pada degloving tidak dapat tumbuh kembali .Jika

terjadi kehilangan jaringan yang minimal, biasanya akan mengering dan sembuh

sendiri.

B. PROSES PENYEMBUHAN LUKA

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks, yang melibatkan

respons vaskular, aktivitas seluler dan substansi mediator di daerah luka. Setiap

proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan

berkesinambungan serta tergantung pada jenis dan derajat luka.

Dalam keadaan normal, proses penyembuhan luka mengalami 3 tahap atau fase

yaitu:

Page 13: Tinjauan Pustaka Bedah Plastik

1. Fase inflamasi

Fase ini terjadi sejak terjadinya luka hingga sekitar hari kelima. Dalam

fase inflamasi terjadi respons vaskular dan seluler yang terjadi akibat luka atau

cedera pada jaringan yang bertujuan untuk menghentikan perdarahan dan

membersihkan daerah luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri.

Pada awal fase inflamasi, terputusnya pembuluh darah akan menyebabkan

perdarahan dan tubuh akan berusaha untuk menghentikannya (hemostasis),

dimana dalam proses ini terjadi:

Konstriksi pembuluh darah (vasokonstriksi)

Agregasi (perlengketan) platelet/trombosit dan pembentukan jala-jala fibrin

Aktivasi serangkaian reaksi pembekuan darah

Proses tersebut berlangsung beberapa menit dan kemudian diikuti dengan

peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan plasma darah keluar dari

pembuluh darah, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi (pelebaran

pembuluh darah) setempat yang menyebabkan edema (pembengkakan). Selain

itu juga terjadi rangsangan terhadap ujung saraf sensorik pada daerah luka.

Sehingga pada fase ini dapat ditemukan tanda-tanda inflamasi atau peradangan

seperti kemerahan, teraba hangat, edema, dan nyeri.

Aktivitas seluler yang terjadi berupa pergerakan sel leukosit (sel darah putih)

ke lokasi luka dan penghancuran bakteri dan benda asing dari luka oleh

leukosit.

2.   Fase proliferasi

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, yang berlangsung sejak akhir

fase inflamasi sampai sekitar akhir minggu ketiga. Pada fase ini, sel fibroblas

berproliferasi (memperbanyak diri). Fibroblas menghasilkan mukopolisakarida,

asam amino dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen yang akan

mempertautkan tepi luka. Fase ini dipengaruhi oleh substansi yang disebut

growth factor.

Pada fase ini terjadi proses:

Page 14: Tinjauan Pustaka Bedah Plastik

Angiogenesis, yaitu proses pembentukan kapiler baru untuk menghantarkan

nutrisi dan oksigen ke daerah luka. Angiogenesis distimulasi oleh suatu growth

factor yaitu TNF-alpha2 (Tumor Necrosis Factor-alpha2).

Granulasi, yaitu pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung kapiler

pada dasar luka dengan permukaan yang berbenjol halus (jaringan granulasi).

Kontraksi

Pada fase ini, tepi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah luka yang disebabkan

oleh kerja miofibroblas sehingga mengurangi luas luka. Proses ini

kemungkinan dimediasi oleh TGF-beta (Transforming Growth Factor-beta).

Re-epitelisasi

Proses re-epitelisasi merupakan proses pembentukan epitel baru pada

permukaan luka. Sel-sel epitel bermigrasi dari tepi luka mengisi permukaan

luka. EGF (Epidermal Growth Factor) berperan utama dalam proses ini.

3.   Fase maturasi atau remodelling

Fase ini terjadi sejak akhir fase proliferasi dan dapat berlangsung berbulan-

bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan

baru menjadi jaringan yang lebih kuat dan berkualitas. Pembentukan kolagen

yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi

menjadi kolagen yang lebih matang.

Pada fase ini terjadi penyerapan kembali sel-sel radang, penutupan dan

penyerapan kembali kapiler baru serta pemecahan kolagen yang berlebih. Selama

proses ini jaringan parut yang semula kemerahan dan tebal akan berubah menjadi

jaringan parut yang pucat dan tipis. Pada fase ini juga terjadi pengerutan

maksimal pada luka.

Selain pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim

kolagenase. Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan

keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecah. Kolagen

yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penebalan jaringan parut atau

hypertrophic scar, sebaliknya produksi kolagen yang berkurang akan menurunkan

kekuatan jaringan parut dan luka tidak akan menutup dengan sempurna.

Page 15: Tinjauan Pustaka Bedah Plastik

DAFTAR PUSTAKA

Chin-Ta Lin, Shyi-Gen Chen, Niann-Tzyy Dai, Tim-Mo Chen, Shun-Cheng Chang.

2013. Free Sensate Anteromedial Thigh Fasciocutaneous Flap for Reconstruction of

Complete Circumferential Degloving Injury of the Digits: Case Report and Literature

Review. J Med Sci ;33(1):057-060

Chen, SL. Chou, GH. Chen, TM. Wang, HJ. 2001. Salvage of completely degloved

finger with a posterior interosseous free flap. British Journal of Plastic Surgery .The

British Association of Plastic Surgeons.

E Segev, S Wientroub. Y Kollender, I Meller. A Amir, E Gur. 2007. A combined use of a

free vascularised flap and an external fixator for reconstruction of lower extremity defects

in children. Journal of Orthopaedic Surgery ;15(2):207-10

Garg R, Fung BK, Ip WY (2007). A free thenar flap – A case report. J Orthop Surg, 2: 4.

Gitto, Lorenzo. Maiese, Aniello. Bolino, Giorgio. 2013. A traffic accident resulting in a

degloving injury of the passenger: Case report and biomechanical theory. Rom J Leg

Med [21] 165-168.

Gummalla KM, George M, Dutta R (2014). Morel-lavallee lesion: Case report of a rare

extensive degloving soft tissue injury. Ulus Travma Acil Cerr Derg, 20(1): 63-65.

Gurunluoglu, Raffi. 2007. Case report: Experiences with waterjet hydrosurgery system in

wound debridement. World Journal of Emergency Surgery 2: 10.

I. C. Josty, R. Ramaswamy and J. H. E. Laing. 2001. Vacuum-assisted closure: an

alternative strategy in the management of degloving injuries of the foot. British Journal of

Plastic Surgery.

Page 16: Tinjauan Pustaka Bedah Plastik

Karmiris, NA. Vourtsis, SA. Assimomitis, CM. Spyriounis, PK. 2008. The role of

microsurgical free flaps in distal tibia, ankle and foot reconstruction. A 6 year experience.

EEXOT Volume 59, (4):223-229.

Kenneth A. Kudsk. George F. Sheldon, Robert L, Walton. 1981. Degloving Injuries of

the Extremities and Torso. The Journal Of Trauma.

Krishnamoorthy R, Karthikeyan G (2011). Degloving injuries of the hand. Indian J Plast

Surg, 44(2): 227-236.

Latifi R, El-Hennawy H, Al-Thany H (2014). Face avulsion and degloving World J Plast

Surg, 3(1): 64-67.

Lim H, Han DH, Park MC (2014). A simple strategy in avulsion flap injury: Prediction of

flap viability using wood’s lamp illumination and resurfacing with a full-thickness skin

graft. Arch Plast Surg, 41(2): 126-132.

Nair AV, Nazar PK, Moorthy S (2014). The therapeutic challenges of degloving soft-

tissue injuries. J Emerg Trauma Shock, 7(3): 228-232.

Ozgur Pilanci, et al. 2013. Management of soft tissue extremity degloving injuries

with full-thickness grafts obtained from the avulsed flap. Ulus Travma Acil Cerr Derg,

Vol. 19, No. 6

Panse N, Sahasrabudhe P, Joshi N (2014). A closed degloving injury that requires real

attention. Indian J Radiol Imaging, 24(3): 288-290.

Pilancı, Özgür. Et al. 2013. Management of soft tissue extremity degloving injuries with

full-thickness grafts obtained from the avulsed flap. Ulus Travma Acil Cerr Derg Vol. 19,

No. 6.

Page 17: Tinjauan Pustaka Bedah Plastik

Piotr Wojcicki, et al. 2011. Severe lower extremities degloving injuries – medical

problems and treatment results. PRZEGLĄD CHIRURGICZNY, 83, 5, 276–282

Prasetyono, Theddeus O.H. 2009. General concept of wound healing, revisited. Med J

Indonesia Vol.18, No. 3.

Sjamsuhidajat R. Luka, trauma, syok dan bencana. Dalam : Sjamsuhidajat R, Jong W, ed.

Buku Ajar ilmu Bedah. Edisi 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC 1997: 72-3.

Van der Kolk, BM. Pickkers, P. 2007. Treatment of necrotizing soft tissue infections.

Netherlands Journal of Critical Care.

Wasitaatmadja. SM. Anatomi Kulit . Ilmu Penyakit kulit dan kelamin , edisi ketiga ,

FKUI ,Jakarta , 2001, hal 3-8.

Yamada, N. Ui, K. Uchinuma, E. 2001. The use of a thin abdominal flap in degloving

finger injuries. British Journal of Plastic Surgery volume 54 pp: 434-438.

Shih-Chieh Yang. 2003. Retrograde Tibial Nail for Femoral Shaft Fracture with

Severe Degloving Injury. Department of Trauma and Emergency Surgery Chang Gung

Mrmorial Hospital

WI Falsham, et al. 2012. Traumatic Hemipelvectomy with Free Gluteus Maximus

Fillet Flap Covers: A Case Report. Msalaysian Orthopedic Journal Vol 6 No 3

Wong LK, Nesbit RD, Turner LA, Sargent LA (2006). Management of a circumferential

lower extremity degloving injury with the use of vacuum-assisted closure. South Med J,

99(6): 628-630.