referat bedah plastik
TRANSCRIPT
A. PENDAHULUAN
Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan. Efek dari timbulnya
luka antara lain hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis,
perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, hingga kematian sel. Luka
dapat disebabkan oleh trauma tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan,
sengatan listrik dan animal bite. Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami
untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang
rusak, pembersihan sel dan benda asing, serta perkembangan awal seluler,
merupakan bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara
normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk
mendukung proses penyembuhan. Akan tetapi, penyembuhan luka juga dapat
terhambat akibat banyak faktor, baik yang bersifat lokal maupun sistemik (Monaco
and Lawrence, 2003).
B. JENIS LUKA
Luka dapat diklasifikasi berdasarkan kategori tertentu :
1. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a) Luka akut, yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan proses
penyembuhan.
b) Luka kronis, yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
2. Berdasarkan proses terjadinya
a) Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrument yang
tajam dan kerusakan sangat minimal. Misal, yang terjadi akibat
pembedahan.
b) Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan
dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan
bengkak.
c) Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda
lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
1
d) Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda seperti peluru
atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e) Luka gores (Lacerated Wound), terjadi jika kekuatan trauma melebihi
kekuatan regang jaringan.
f) Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh.
Biasanya pada bagian awal masuk luka diameternya kecil, tetapi pada
bagian ujung luka biasanya akan melebar (Samper , 2007; libby, 2011).
g) Luka Bakar (Combustio), merupakan kerusakan kulit tubuh yang
disebabkan oleh api, atau penyebab lain seperti oleh air panas, radiasi, listrik
dan bahan kimia. Kerusakan dapat menyertakan jaringan bawah kulit (Julia,
2000; Sudjatmiko, 2010).
3. Berdasarkan Derajat Kontaminasi
a) Luka bersih (Clean Wounds), yaitu luka tak terinfeksi, dimana tidak terjadi
proses peradangan (inflamasi) dan infeksi, dan kulit disekitar luka tampak
bersih. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup.
Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
b) Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds), merupakan luka
dalam kondisi terkontrol, tidak ada material kontamin dalam luka.
Kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.
c) Luka terkontaminasi (Contamined Wounds), yaitu luka terbuka kurang dari
empat jam, dengan tanda inflamasi non-purulen. Kemungkinan infeksi luka
10% – 17%.
d) Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds), yaitu luka terbuka lebih
dari empat jam dengan tanda infeksi di kulit sekitar luka, terlihat pus dan
jaringan nekrotik. Kemungkinan infeksi luka 40%.
C. PENUTUPAN LUKA
Tujuan utama dari penutupan luka yaitu untuk mengembalikan integritas kulit
sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi, scar dan penurunanfungsi (Monaco
and Lawrence, 2003). Proses penutupan pada luka terbagi menjadi 3 kategori,
tergantung pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan serta perlakuan pada luka
(David, 2004).
2
1. Penutupan luka primer (Intensi Primer)
Penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem terjadi bila
luka segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Luka dibuat
secara aseptik dengan kerusakan jaringan minimum, dan dilakukan penutupan
dengan baik seperti dengan penjahitan. Ketika luka sembuh melalui instensi
pertama, jaringan granulasi tidak tampak dan pembentukan jaringan parut
minimal. Parutan yang terjadi biasanya lebih halus dan kecil (David, 2004).
2. Penutupan luka sekunder (Intensi Sekunder)
Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar akan berjalan secara
alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup jaringan epitel.
Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam
intentionem. Cara ini biasanya memakan waktu cukup lama dan meninggalkan
parut yang kurang baik, terutama jika lukanya terbuka lebar (Mallefet and
Dweck, 2008).
3. Penutupan luka primer tertunda (Intensi Tersier)
Penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang
terkontaminasi berat atau tidak berbatas tegas. Luka yang tidak berbatas tegas
sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan
pertama sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila
luka langsung dijahit. Luka yang demikian akan dibersihkan dan dieksisi
(debridement) dahulu, selanjutnya baru dijahitdan dibiarkan sembuh secara
primer. Cara ini disebut penyembuhan primer tertunda. Selain itu, jika luka baik
yang belum dijahit, atau jahitan terlepas dan kemudian dijahit kembali, dua
permukaan granulasi yang berlawanan akan tersambungkan. Hal ini
mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam dan luas dibandingkan dengan
penyembuhan primer (Diegelmann and Evans, 2004).
3
Gambar 1. Macam-macam proses penutupan luka
D. FASE PENYEMBUHAN LUKA
Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis, saling
terkait dan berkesinambungan, serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka.
Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik, tahapan penyembuhan luka
terdiri dari:
4
1. Fase Hemostasis dan Inflamasi (Schwartz and Neumeister, 2006)
Fase hemostasis dan inflamasi adalah adanya respons vaskuler danseluler
yang terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak. Tujuannya adalah
menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel
mati, dan bakteri, untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan.
Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya
platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang
terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriktor yang
mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi
penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini hanya
berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler karena
stimulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending), local reflex action, dan
adanya substansi vasodilator : histamin, serotonin dan sitokin.
Histamin selain menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan
meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari
pembuluh darah dan masuk ke daerah luka. Secara klinis terjadi edema jaringan
dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis. Eksudasi ini juga
mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstravaskuler. Fungsi
netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di daerah luka
selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang berperan
lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan luka.
Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah (MacKay andMiller, 2003):
a. Sintesa kolagen
b. Membentuk jaringan granulasi bersama dengan fibroblast
c. Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi
d. Membentuk pembuluh kapiler baru atau angiogenesis
Dengan berhasil dicapainya luka yang bersih, tidak terdapat infeksi serta
terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai
pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya eritema,
hangat pada kulit, edema, dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau
hari ke-4.
5
Gambar 2. Fase Hemostasis dan Inflamasi (Mallefet and Dweck, 2008)
2. Fase Proliferasi (Fase Fibroplasia)
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasias, karena yang
menonjoladalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase
inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel
mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam
aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan
mempertautkan tepi luka (Diegelmann and Evans, 2004).
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki
dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblast
sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan
menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses
rekonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel
fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang.
Sesudah terjadi luka, fibroblast akan aktif bergerak darijaringan sekitar luka ke
dalam daerah luka, kemudian akan berkembang proliferasi) serta mengeluarkan
beberapa substansi (kolagen, elastin, asam hyaluronat, fibronectin dan
proteoglikans) yang berperan dalam membangun jaringan baru (Mallefet and
Dweck, 2008).
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal
jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat
6
oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan
juga fibroblast sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka.
Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan baru
tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi
fibroblast dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroplasia. Respons yang
dilakukan fibroblast terhadap proses fibroplasias adalah (MacKay and Miller,
2003):
a. Proliferasi
b. Migrasi
c. Deposit jaringan matriks
d. Kontraksi luka
Angiogenesis, suatu proses pembentukan pembuluh kapiler barudidalam
luka, mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses penyembuhan luka.
Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat
(preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya
ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka
merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di
daerah luka, karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan
turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan
proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet
dan makrofag (growth factors).
Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblast mengeluarkan
keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosissel
epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk
barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblast,
pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan
mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu
jaringan baru tersebut menutupluka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi
myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan.
Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan
dengan defek luka minimal (David, 2004; Monaco and Lawrence, 2003).
7
Gambar 3. Fase Proliferasi (Mallefet and Dweck, 2008)
3. Fase Remodelling
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir
sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase remodelling adalah
menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan
yang kuat dan berkualitas. Fibroblast sudah mulai meninggalkan jaringan
grunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh
mulai regresi, dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat
jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada
minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase
proliferasi akan dilanjutkan pada fase remodelling. Selain pembentukan kolagen,
juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda
(gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi
kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat, dengan struktur yang lebih baik
(proses re-modelling).
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan
antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang
berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atauhypertrophic scar,
sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut
dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas
lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk
melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama
bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung
8
dari kondisi biologic masing-masing individu, lokasi, serta luasnya luka (David,
2004; Mallefetand Dweck, 2008; Schwartz and Neumeister, 2006).
Gambar 4. Fase Remodelling (Mallefet and Dweck, 2008)
E. Faktor yang Mempengaruhi Luka
1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua
lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu
sintesis dari faktor pembekuan darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Pasien
memerlukan diet kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral
seperti Fe, Zn. Pasien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki
status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. pasien yang gemuk
meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena suplai darah
jaringan adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya
sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit
pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat
karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk
sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang
9
menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus.
Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan
pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan
vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk
penyembuhan luka.
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap
diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang
besarhal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga
menghambat proses penyembuhan luka.
6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya
suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum,
fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu
cairan yangkental yang disebut dengan nanah/pus.
7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada
bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat
dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu
adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
8. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah,
nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi
penurunan protein-kalori tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat
membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
10
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh
terhadap cedera
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka
pembedahan tertutup, tidakakan efektif akibat koagulasi intravaskular.
F. Komplikasi Penyembuhan Luka
1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama
pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul
dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk
adanya purulent, peningkatan drainase,nyeri, kemerahan dan bengkak di
sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
Fase-fase infeksi pada luka:
a. Infiltrat : terjadi infiltrasi sel darah putih pada tempat yang dimasuki oleh
kuman penyebab infeksi tersebut.
b. Abses : pengumpulan nanah dalam ruangan yang sebelunnya tidak ada,
biasanya dijumpai 5 tanda radang ditambah fluktuasi (+).
c. Gangren yaitu kematian sebagian atau/ seluruh organ. Selain karena
infeksi juga bisa disebabkan oleh kelainan pembuluh darah, trauma.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku
pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing
(seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga
balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama
48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika
perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril
mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin
diperlukan.
11
3. Fistula
Fistula yaitu adanya saluran yang menghubungkan 2 rongga. Fistula
pada luka karena luka menimbulkan air terus, biasanya disebabkan oleh
benang jahit yang tidak diserap.
4. Hematoma
Hematoma yaitu penumpukkan bekuan darah dalam jaringan. Penyebab
proses hemostatik yang tidak baik.
5. Seroma
Seroma yaitu pengumpulan cairan serosa dibawah luka, karena yang
dijahit kulit atasnya saja. Bisa sebagai perangsang terjadinya infeksi.
Biasanya ditandai dengan bengkak, fluktuasi (+), tidak dijumpai tanda-tanda
radang.
6. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.
Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi
adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi,
kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk
yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien
mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah
operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan
eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar,
kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan
perbaikan pada daerah luka.
4. Keloid dan jaringan parut hipertrofik
Timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam proses
penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang
tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal
dan cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah. Parut hipertrofik
hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan, yang
menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri. Parut hipertrofik akan
12
menyusut pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun,
sedangkan keloid tidak.
Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi
merupakan kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang
bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di bagian
sentral wajah pada mata, cuping hidung, atau mulut. Pengobatan keloid pada
umumnya tidak memuaskan. Biasanya dilakukan penyuntikan kortikosteroid
intrakeloid, bebat tekan, radiasi ringan dan salep madekasol (2 kali sehari
selama 3-6 bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan
dilakukan secara halus, diberikan bebat tekan dan dihindari kemungkinan
timbulnya komplikasi pada proses penyembuhan luka (Sjamsuhidajat and
Jong, 1997).
G. PERAWATAN LUKA
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan
luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
a) Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan
eksplorasi).
b) Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk
melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau
larutan antiseptic seperti:
1. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
2. Halogen dan senyawanya.
Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan
dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam.
Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan
kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang,
mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
3. Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk
antiseptik borok.
13
4. Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa
biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah
larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak
menusuk hidung.
5. Oksidansia
i. Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah
berdasarkan sifat oksidator.
ii. Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan
kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob.
6. Logam berat dan garamnya
i. Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan
bakteri dan jamur.
ii. Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya
bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara
merangsang timbulnya kerak (korts).
7. Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
Derivat fenol
i. Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah
dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
ii. Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
8. Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan
turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi
0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan
irigasi luka terinfeksi.
c) Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki
dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi;
membuang jaringan nekrosis dan debris.
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah
pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci
yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama
14
waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam
pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan
antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini
sering digunakan yaitu Normal Saline.
Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan
yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya
mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308 mOsm/l
setara dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l.
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
1. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang
jaringan mati dan benda asing.
2. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3. Berikan antiseptic
4. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi
lokal. Bila perlu lakukan penutupan luka.
d. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang
dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan
atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per
tertiam.
Penjahitan luka membutuhkan beberapa persiapan baik alat, bahan serta
beberapa peralatan lain. Urutan teknik juga harus dimengerti oleh operator
serta asistennya.
Alat yang dibutuhkan :
Naald Voeder ( Needle Holder ) atau pemegang jarum biasanya
satu buah.
Pinset Chirrurgis atau pinset Bedah satu buah
Gunting benang satu buah.
Jarum jahit, tergantung ukuran cukup dua buah saja.
15
Bahan yang dibutuhkan :
Benang jahit Seide atau silk
Benang Jahit Cat gut chromic dan plain.
Lain-lain :
Doek lubang steril
Kasa steril
Handscoon
Steril
Urutan teknik penjahitan luka ( suture techniques)
1. Persiapan alat dan bahan
2. Persiapan asisten dan operator
3. Desinfeksi lapangan operasi
4. Anestesi lapangan operasi
5. debridement dan eksisi tepi luka
6. penjahitan luka
7. perawatan luka
Macam-macam jahitan luka
1. Jahitan Simpul Tunggal
Sinonim : Jahitan Terputus Sederhana, Simple Inerrupted Suture
Merupakan jenis jahitan yang sering dipakai. digunakan juga untuk
jahitan situasi.
Teknik :
Melakukan penusukan jarum dengan jarak antara setengah
sampai 1 cm ditepi luka dan sekaligus mengambil jaringan
subkutannya sekalian dengan menusukkan jarum secara tegak
lurus pada atau searah garis luka.
Simpul tunggal dilakukan dengan benang absorbable denga
jarak antara 1cm.
Simpul di letakkan ditepi luka pada salah satu tempat tusukan
16
Benang dipotong kurang lebih 1 cm.
2. Jahitan matras Horizontal
Sinonim : Horizontal Mattress suture, Interrupted mattress
Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum
disimpul dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari
tusukan pertama. Memberikan hasil jahitan yang kuat.
3. Jahitan Matras Vertikal
Sinonim : Vertical Mattress suture, Donati, Near to near and far to
far
Jahitan dengan menjahit secara mendalam dibawah luka kemudian
dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan
penyembuhan luka yang cepat karena di dekatkannya tepi-tepi luka
oleh jahitan ini.
4. Jahitan Matras Modifikasi
Sinonim : Half Burried Mattress Suture
Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka
seberangnya pada daerah subkutannya.
5. Jahitan Jelujur sederhana
Sinonim : Simple running suture, Simple continous, Continous over
and over
Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju.
Biasanya menghasilkan hasiel kosmetik yang baik, tidak
disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar.
6. Jahitan Jelujur Feston
Sinonim : Running locked suture, Interlocking suture
Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan
sebelumnya, biasa sering dipakai pada jahitan peritoneum.
Merupakan variasi jahitan jelujur biasa.
17
7. Jahitan Jelujur horizontal
Sinonim : Running Horizontal suture
Jahitan kontinyu yang diselingi dengan jahitan arah horizontal.
8. Jahitan Simpul Intrakutan
Sinonim : Subcutaneus Interupted suture, Intradermal burried
suture, Interrupted dermal stitch.
Jahitan simpul pada daerah intrakutan, biasanya dipakai untuk
menjahit area yang dalam kemudian pada bagian luarnya dijahit
pula dengan simpul sederhana.
9. Jahitan Jelujur Intrakutan
Sinonim : Running subcuticular suture, Jahitan jelujur subkutikular
Jahitan jelujur yang dilakukan dibawah kulit, jahitan ini terkenal
menghasilkan kosmetik yang baik
e. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga
proses penyembuhan berlangsung optimal.
f. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung
pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung
terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka
dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang
mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
g. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada
luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
18
h. Pemasangan drain
Drain adalah selang yang digunakan untuk mengeluarkan darah, pus,
dan berbagai cairan lainnya luka. Drain yang dipasang setelah operasi
pembedahan tidak mengakibatkan penyembuhan luka yang lebih cepat atau
mencegah infeksi tetapi terkadang diperlukan untuk mengalirkan cairan
tubuh yang mungkin dapat berakumulasi dan menyebabkan focus infeksi.
Penggunaan rutin drain untuk prosedur bedah berkurang seiring
pemeriksaan radiologis yang lebih baik dan keyakinan dalam teknik bedah.
Drain dapat menghalangi pemulihan paska operasi dengan bertindak sebagai
'jangkar' yang membatasi mobilitas pasen setelah operasi dan drain itu
sendiri dapat memungkinkan infeksi ke dalam luka. Tetapi dalam situasi
tertentu penggunaannya tidak dapat dihindari. Drain memiliki
kecenderungan untuk menimbulkan oklusi atau tersumbat, mengakibatkan
cairan yang terkumpul yang dapat berkontribusi untuk timbulnya infeksi
atau komplikasi lainnya.
Drain dapat tersambung ke dinding suction, perangkat suction portabel,
atau dapat dibiarkan mengalir secara alami. Rekaman yang akurat dari
volume drainase serta isi sangat penting untuk memastikan secara tepat
tentang penyembuhan dari luka dan monitor untuk pendarahan yang
berlebihan.
Tanda-tanda infeksi baru atau jumlah drainase yang berlebihan harus
dilaporkan kepada penyedia perawatan kesehatan segera.
Indikasi pemasangan drain :
Mencegah terjadinya akumulasi cairan (darah, pus, cairan
terinfeksi)
Mencegah terjadinya akumulasi udara (dead space)
Identifikasi jenis cairan
19
Macam – macam drain :
Terbuka dan tertutup
Drain terbuka mengalirkan cairan ke dalam kantung stoma.
Kemungkinan risiko infeksi tinggi.
Drain tertutup dibentuk dari selang yang dihubungkan ke sebuah
kantung atau botol. Biasanya dipakai untuk drain pada dada,
perut, dan kasus ortopedi. Risiko infeksi lebih minimal.
Aktif atau pasif
Drain aktif diatur dengan suction (bisa bertekanan rendah atau
tinggi)
Drain pasif tidak memiliki suction dan bekerja berdasarkan
perbedaan tekanan antara rongga tubuh dan ekksteror.
Silastik atau karet
Drain silastik hanya menyebabkan reaksi jaringan yang
minimal,
Drain karet dapat menyebabkan reaksi jaringan yang intens.
Petunjuk pemakaian :
- Jika aktif, drain dapat disambungkan dengan sumber suction
(dan diatur pada tekanan yang sesuai)
- Pastikan drain aman (drain dapat terlepas ketika mengantar
pasien ke ruangan). Terlepasnya drain dapat meningkatkan
resiko infeksi dan iritasi di sekitar kulit.
- Ukur dan catat keluaran drain secara akurat
- Monitoring perubahan dari karakter atau volume cairan.
Identifikasi adanya komplikasi pada cairan (contohnya
sekresi pancreas atau empedu) atau darah
- Gunakan pengukuran dari keluarnya cairan untuk pemasukan
cairan IV
Pelepasan Drain
Secara umum, drain harus dilepas ketika cairan drainase sudah
berhenti atau di bawah 25 ml/hari.
20
- Peringatkan pasien bahwa akan terjadi ketidaknyamanan
ketika drain dilepaskan
- Siapkan analgetik
- Tempat bekas pemasangan drain ditutup oleh kassa kering
Pelepasan drain yang terlalu dini meningkatkan kemungkinan
terjadinya komplikasi infeksi
Pada penelitian eksperimental dan klinis, Nora dan rekan-rekannya
(1972) melaporkan bahaya pemakaian drain profilaksis untuk pembedahan
abdomen. Magee (1976) membuktikan bahwa, dengan pemakaian drainase
Silastic atau Penrose lateks pada luka eksperimental, angka infeksi meningkat
secara bermakna pada keberadaan dosis bakteri yang subinfektif. Nerdasarkan
berbagai penelitian dan eksperimental dan klinis, dapat disimpulkan bahwa
pemakaian drain abdomen profilaksis tidak dianjurkan, dan bahkan dapat
membahayakan (Nichols, 1991). Drainase suction tertutup, seperti disarankan
oleh Alexander dan rekan – rekannya (1976), merupakan metode pilihan jika
terdapat indikasi pemasangan drain abdomen terapeutik.
Pemakaian drain sangat bervariasi dan bergantung pada preferensi ahli
bedah. Sekarang diakui bahwa drain Penrose sederhana dapat berfungsi tidak
saja sebagai rute akses bagi patogen untuk masuk ke pasien (Cruse, 1988).
Tempat operasi jangan didrain melalui luka.
i. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu
pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis
pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi.
Berdasarkan lokasi dan hari tindakan:
Muka atau leher hari ke 5
Pereut hari ke7-10
Telapak tangan 10
Jari tangan hari ke 10
Tungkai atas hari ke 10
21
Tungkai bawah 10-14
Dada hari ke 7
Punggung hari ke 10-14
j. Jenis – jenis benang dan penggunaannya
Benang dapat dibagi menurut:
1. Penyerapan
a. Benang yang dapat diserap atau absorbable, contoh: catgut, asam
poliglikolat (Dexon), asam poliglaktik (Vicryl) dan polidioksanone.
Yang paling sering dipakai adalah Catgut dan Vicryl.
b. Benang tidak dapat diserap atau non-absorbable. Contoh: sutera,
katun, poliester, nilon, polypropilene (prolene), dan kawat tahan
karat. Yang sering dipakai adalah sutera dan polypropilene.
2. Reaksi jaringan yang timbul terhadap materi yang digunakan untuk
pembuatannya
a. Benang yang menimbulkan reaksi (besar), misalnya catgut, sutera,
dan benang-benang multifilamen.
b. Benang yang menimbulkan reaksi minimal, misalnya nilon dan
benag-benang monofilamen.
3. Filamen fisik
a. Benang multifilamen yang disusun/kepang (braided), misalnya
sutera.
b. Benang monofilamen yang hanya terdiri dari satu filamen,
misalnya nilon.
Jenis Benang yang Dapat Diserap
1. Catgut, terbuat dari usus halus kucing atau domba. Catgut merupakan benda
asing bagi jaringan tubuh yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka.
Plain catgut memiliki waktu absorbsi sekitar 10 hari. Chromic catgut yang
mengandung garam kromium memiliki waktu absorbsi yang lebih lama
sampai 20 hari. Chromic catgut biasanya menyebabkan reaksi inflamasi
yang lebih besar dibandingkan plain catgut. Tidak terbukti bahwa catgut
dapat menyebabkan reaksi alergi. Catgut digunakan untuk mengikat
pembuluh darah lapisan subkutaneus dan untuk menutup kulit di skortum
22
dan perineum.
2. Benang sintetis
a. Multifilamen
Asam poliglikolat atau Dexon adalah benang sintetis yang
mempunyai kekuatan regangan sangat besar. Diserap habis setelah
60 – 90 hari. Efek reaksi jaringan yang dihasilkan lebih kecil
daripada catgut. Digunakan untuk menjahit fasia otot, kapsul organ,
tendon dan penutupan kulit secara subkutikulet Dexon tidak
mengandung protein kolagen, antigen, dan zat pirogen sehingga
menimbulkan reaksi jaringan yang minimal. Karena bentuknya
yang berpilin jangan digunakan untuk menjahit di permukaan kulit
karena dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri sehingga mudah
timbul infeksi.
Asam poliglaktik atau vicryl adalah benang sintetis berpilin yang
sifatnya mirip dengan dexon. Benang ini memiliki kekuatan
regangan sedikit di bawah dexon dan dapat diserap habis setelah 60
hari pascaoperasi. Hanya digunakan untuk menjahit daerah-daerah
yang tertutup dan merupakan kontraindikasi untuk jahitan
permukaan kulit. Vicryl biasanya berwarna ungu.
Untuk menghasilkan kekuatan yang memuaskan Vicryl dan dexon
disimpul minimal tiga kali. Vicryl dan dexon terutama digunakan
untuk meligasi pembuluh darah, menautkan fasia, dan menjahit
kulit secara subkutikular.
b. Monofilamen
Polidioksanone (PDS). Kekuatan regangannya bertahan selama 4
sampai 6 minggu dan diserap seluruhnya setelah 6 bulan. Karena
monofilamen, benang ini sangat baik untuk menjahit daerah yang
terinfeksi atau terkontaminasi.
23
Jenis Benang yang Tidak Dapat Diserap
1. Sutera atau silk adalah serat protein yang dihasilkan larva ulat sutera yang
dipilin menjadi benang. Mempunyai kekuatan regangan yang besar, mudah
dipegang dan mudah dibuat simpul. Kelemahannya, kekuatan regangan
dapat menyusut pada jaringan yang berbeda-beda, umumnya timbul setelah
2 bulan pascapoperasi.
2. Poliester (dacron) merupakan serat poliester, berupa benang pilinan yang
mempunyai kekutan regangan yang sangat besar. Sangat dianjurkan untuk
penutupan fasia. Kerugiannya adalah tidak digunakan pada jaringan yang
terinfeksi atau terkontaminasi karena bentuknya yang berpilin. Untuk
kekuatan yang maksimal poliester disimpul minimal sebanyak lima kali.
3. Polipropilene (prolene) adalah material monofilamen yang sangat halus
sehingga tidak banyak menimbulkan kerusakan dan reaksi jaringan.
Biasanya berwarna biru. Pada beberapa merek prolene langsung
bersambung dengan jarum berukuran diameter sama sehingga tidak
menimbulkan trauma yang berlebihan. Merupakan pilihan utama untuk
menjahit daerah yang terinfeksi atau terkontaminasi. Ukuran yang sangat
kecil sering digunakan untuk bedah mikro. Kelemahannya benang ini sulit
disimpul dan sering terlepas sendiri.
4. Kawat baja dibuat dari baja yang mengandung karbon rendah merupakan
bahan inert (tidak bereaksi dengan jaringan). Menghasilkan kekuatan
regangan yang terbesar dan reaksi jaringan yang minimal. Kesulitannya
adalah dalam hal menjahit dan harus hati-hati untuk mencegah supaya
jaringan tidak terpotong atau terlipat (kinking). Digunakan untuk
menyambung ligamen, tendon dan tulang.
Ukuran Benang
Ukuran benang dinyatakan dalam satuan baku eropa atau dalam satuan
metric. Ukuran terkecil standar eropa adalah 11,0 dan terbesar adalah ukuran 7.
Ukuran benang merupakan salah satu faktor yang menentukan kekuatan jahitan.
Oleh karena itu pemilihan ukuran benang untuk menjahit luka bedah bergantung
pada jaringan apa yang dijahit dan dengan pertimbangan faktor kosmetik.
24
Sedangkan kekuatan jahitan ditentukan oleh jumlah jahitan, jarak jahitan, dan
jenis benangnya. Pada wajah digunakan ukuran yang kecil (5,0 atau 6,0)
Lokasi penjahitan
Jenis benang Ukuran
Fasia Semua 2,0-1
Otot Semua 3,0-0
Kulit Tak diserap 2,0-6,0
Lemak Terserap 2,0-3,0
Hepar Kromik catgut 2,0-0
Ginjal Semua catgut 4,0
Pancreas Sutera atau kapas 3,0
Usus halus Catgut, sutera, kapas
2,0-3,0
Usus besar Kromik catgut 4,0-0
Tendon Tak terserap 5,0-3,0
Kapsul sendi Tak terserap 3,0-2,0
Peritoneum Kromik catgut 3,0-2,0
Bedah mikro Tak terserap 7,0-11,0
Contoh – contoh benang :
Seide (silk/sutera)
Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi dengan
perekat, tidak diserap tubuh. Pada penggunaan disebelah luar maka benang harus
dibuka kembali.
Warna : hitam dan putih
25
Ukuran : 5,0-3
Kegunaan : menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri (arteri besar) dan sebagai
teugel (kendali)
Plain catgut
Diserap tubuh dalam waktu 7-10 hari
Warna : putih dan kekuningan
Ukuran : 5,0-3
Kegunaan : untuk mengikat sumber perdarahan kecil, menjahit subkutis dan
dapat pula dipergunakan untuk menjahit kulit terutama daerah longgar (perut,
wajah) yang tak banyak bergerak dan luas lukanya kecil.
Plain catgut harus disimpul paling sedikit 3 kali, karena dalam tubuh akan
mengembang.
Chromic catgut
Berbeda dengan plain catgut, sebelum dipintal ditambahkan krom, sehinggan
menjadi lebih keras dan diserap lebih lama 20-40 hari.
Warna : coklat dan kebiruan
Ukuran : 3,0-3
Kegunaan : penjahitan luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10 hari,
untuk menjahit tendo untuk penderita yang tidak kooperatif dan bila mobilisasi
harus segera dilakukan.
Ethilon
Benang sintetis dalam kemasan atraumatis (benang langsung bersatu dengan
jarum jahit) dan terbuat dari nilon lebih kuat dari seide atau catgut. Tidak diserap
tubuh, tidak menimbulkan iritasi pada kulit dan jaringan tubuh lain
Warna : biru dan hitam
Ukuran : 10,0-1,0
26
Penggunaan : bedah plastic, ukuran yang lebih besar sering digunakan pada
kulit, nomor yang kecil digunakan pada bedah mata.
Ethibond
Benang sintetis(polytetra methylene adipate). Kemasan atraumatis. Bersifat
lembut, kuat, reaksi terhadap tubuh minimum, tidak terserap.
Warna : hiaju dan putih
Ukuran : 7,0-2
Penggunaan : kardiovaskular dan urologi
Vitalene
Benang sintetis (polimer profilen), sangat kuat lembut, tidak diserap. Kemasan
atraumatis
Warna : biru
Ukuran : 10,0-1
Kegunaan : bedah mikro terutama untuk pembuluh darah dan jantung, bedah
mata, plastic, menjahit kulit
Vicryl
Benang sintetis kemasan atraumatis. Diserap tubuh tidak menimbulkan reaksi
jaringan. Dalam subkuitis bertahan 3 minggu, dalam otot bertahan 3 bulan
Warna : ungu
Ukuran : 10,0-1
Penggunaan : bedah mata, ortopedi, urologi dan bedah plastic
Supramid
Benang sintetis dalam kemasan atraumatis. Tidak diserap
Warna : hitam dan putih
Kegunaan : penjahitan kutis dan subkutis
27
Linen
Dari serat kapas alam, cukup kuat, mudah disimpul, tidak diserap, reaksi tubuh
minimum
Warna : putih
Ukuran : 4,0-0
Penggunaan : menjahit usus halus dan kulit, terutama kulit wajah
Steel wire
Merupakan benang logam terbuat dari polifilamen baja tahan karat. Sangat kuat
tidak korosif, dan reaksi terhadap tubuh minimum. Mudah disimpul
Warna : putih metalik
Kemasan atraumatuk
Ukuran : 6,0-2
Kegunaan : menjahit tendo
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Dudley HAF, Eckersley JRT, et al. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan
Bedah.Jakarta : EGC
2. David LD. 2004. Ethicon: Wound Closure Manual. Minnesota: Ethicon inc.
pp: 6-8.
3. Diegelmann RF and Evans MC. 2004. Wound healing : an overview of
acute,fibrotic and delayed healing. Front in Biosci. 9:283-9.
4. Julia S. Garner. 2000. Guideline For Prevention of Surgical Wound
InfectionsHospital Infections Program Centers for Infectious Diseases
Center forDisease Control.
5. http://wonder.cdc.gov/wonder/prevguid/p0000420/
p0000420.asp#head004000000000000 ( diakses 17 Mei 2011)
6. Libby Swope Wiersema. 2011. List of Surgical Wound Classifications Last.
7. http://www.livestrong.com/article/220345-list-of-surgical-
woundclassifications/,List of Surgical Wound Classifications( diakses 17
Mei2011)
8. MacKay D and Miller AL. 2003. Nutritional support for wound healing. Alt
medrev. 8(4): 360-1.
9. Mallefet P and Dweck A.C. 2008. Mechanisms involved in wound
healing.Biomed Scient. 609-15.
10. Mangram AJ, Horan TC, et al. 1999. Guideline for prevention of surgical
siteinfection. Infect Control Hosp Epidemiol 1999;20:247-80.
11. www.medscape.com/vie war ticle/414393_4 ( diakses 17 Mei 2011)
12. Monaco JL and Lawrence WT. 2003. Acute wound healing: an overview.
ClinPlastic Surg. 30: 1-12.
13. Samper Gimenez. 2007. Orbital Penetrating Wound By A Bull Horn, Arch
SocESP Oftamol 2007; 82: 645-648.
14. www.oftalmo.com/seo/archivos/maquetas/1/...D8FA.../articulo.pdf .(diakses
17 Mei 2011)
15. Schwartz BF and Neumeister M. 2006. The mechanics of wound healing.
InFuture Direction in Surgery. Southern Illinois. pp: 78-9.
29
16. Sjamsuhidajat, R and Jong, W D. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi
Revisi.Jakarta : EGC. 3: 72-81.
17. Sudjatmiko, Gentur. 2010. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik
Rekonstruksi.Jakarta : Yayasan Khasanah Kebajikan.
30