ujian bedah plastik dewi

Upload: dewiokta

Post on 09-Mar-2016

50 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

bedah plastik

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS UJIAN BEDAH PLASTIK

SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 2 TAHUN DENGAN PALATOSCHISIS UNILATERAL

Periode : 2-7 November 2013

Oleh:Nur AlfianiG99122087

Pembimbing:dr. Amru Sungkar, SpB, SpBP-RE

Oleh:Dewi Okta AnggrainiG99122032

Pembimbing:dr. Amru Sungkar, SpB, SpBP-RE

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDISURAKARTA2013

BAB ISTATUS PASIEN

A. ANAMNESISI. Identitas PasienNama: An.MUmur: 2 TahunJenis kelamin: PerempuanAgama: IslamPekerjaan : -Alamat: Banjarsari, SurakartaTanggal Masuk: 3 November 2012Tanggal Periksa: 4 November 2013Status Pembayaran: Jamkesmas

II. Keluhan UtamaCelah pada lagit-langit mulut

III. Riwayat Penyakit SekarangIbu pasien mengeluhkan adanya celah pada langit-langit mulut. Keluhan tersebut muncul sejak lahir. Selama ini, ibu pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan makan dan minum pada pasien. Selama ini pasien minum susu menggunakan dot khusus. Keluhan demam (-), batuk (-), sesak napas (-), gangguan pendengaran (-), susah makan (-).

IV. Riwayat ANC Ibu pasien mengaku pasien adalah anak kedua. Anak pertama berusia 7 tahun. Tidak pernah mengalami keguguran sebelumnya. Selama masa kehamilan, riwayat konsumsi alkohol (-), merokok (-), obat dalam jangka waktu lama (-), jamu-jamuan(-), rontgen (-) Riwayat penyakit saat kehamilan: demam (-), kencing manis (-), tekanan darah tinggi (-), penyakit kelamin (-) Kontrol kehamilan dilakukan ibu pasien rutin di bidan dan mendapat vitamin. Pola makan ibu pasien selama kehamilan: makan 3-4x/hari berisi nasi, beserta lauk pauk dan sayuran.

V. Riwayat PersalinanPasien lahir secara sectiocaesaria karena presentasi muka. Pasien lahir dengan berat 2600 gram, cukup bulan dengan kelainan konginetal (multiple anomali)

VI. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat alergi obat: disangkalRiwayat asma: disangkalRiwayat operasi : disangkal

VII. Riwayat Penyakit KeluargaOrang tua pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita keluhan serupa.

B. PEMERIKSAAN FISIKI. Primary Surveya. Airway: bebasb. Breathing: spontan, abdominal, pernafasan 25 x/menitc. Circulation: nadi 112 x/menitd. Disability: GCS E4V5M6, reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3 mm/3 mm)e. Exposure: suhu 36,8C

II. Secondary Surveya. Keadaan umum: pasien sakit ringan, gizi kesan baik.b. Kepala: mesocephalc. Mata: konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), diplopia (-/-).d. Telinga: sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tragus (-/-).e. Hidung: bentuk simetris, napas cuping hidung (-), secret (-), keluar darah (-).f. Mulut: gusi berdarah (-), lidah kotor (-)g. Leher: web neck, pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan (-), JVP tidak meningkat.h. Thorak: bentuk normochest, ketertinggalan gerak (-).i. JantungInspeksi: ictus cordis tidak tampak.Palpasi: ictus cordis tidak kuat angkat.Perkusi: batas jantung kesan tidak melebar.Auskultasi: bunyi jantung I-II intenstas normal, regular, bising (-).

j. PulmoInspeksi: pengembangan dada kanan tertinggal dari kiri.Palpasi: fremitus raba kanan kurang dari kiri, nyeri tekan (-/-). Perkusi: sonor/sonor.Auskultasi: suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan (-/-).k. AbdomenInspeksi: distended (-)Auskultasi: bising usus (+) normalPerkusi: timpaniPalpasi: supel, nyeri tekan (-), defense muscular (-)l. Genitourinaria: BAK normal, massa (-), nyeri tekan (-)m. EkstremitasAkral dingin Oedema -_

-_

-_

-_

III. Status Lokalisa. Regio Supra LabialInspeksi: scar (-), celah bibir (-)b. Regio PalatumInspeksi : tampak celah pada garis tengah kanan palatum

C. DIAGNOSISPalatoschisis unilateral (D)

D. PLANNING1. Informed consent2. Daftar di IBS3. Konsul TS anestesi4. Puasa 6 jam Pre-Op5. Infus RL 10 tpm6. Inj Ceftriaxon 300mg Pre-Op7. Lavement, dulcolax tab I

BAB IIJAWABAN UJIAN

1. ANAMNESIS Anamnesis dapat dilakukan secara alloanamesis kepada orang tua pasien, karena pasien masih berusia 2 tahun. Yang harus ditanyakan dalam anamnesis pasien-pasien yang mengalami palatoschisis antara lain:a. Kapan celah pada langit-langit mulai muncul?b. Apakah terdapat gangguan makan atau minum seperti tersedak?c. Bagaimana riwayat kehamilan ibu?d. Bagaimana riwayat kelahiran pasien?

2. PEMERIKSAAN FISIKa. Pemeriksaan tanda vitalb. Pemeriksaan fisik Head to toec. Pemeriksaan status lokalisasi:Inspeksi: supra labial dan palatum adakah celah atau scar

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN PENILAIAN HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaan laboratorium untuk menganalisa jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit, dan hemoglobin), hematokrit, protrombin time, partial tromboplastin time, albumin, dan golongan darah.Angka rujukan normal untuk hasil pemeriksaan di atas adalah:Hb: 12-15 g/dLAE: 4,2-6,2. 103/LAL: 4-11.103/LAT: 150-350.103/LHct: 38-51%PT: 11-14 detikAPTT: 20-40 detik

4. RENCANA PENATALAKSANAANPenanganan kecacatan pada celah bibir dan celah langit-langit tidaklah sederhana, melibatkan berbagai unsur antara lain, ahli Bedah Plastik, ahli ortodonti, ahli THT untuk mencegah menangani timbulnya otitis media dan kontrol pendengaran, dan anestesiologis. Speech therapist untuk fungsi bicara. Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari palatoschisis yakni permasalahan dari intake makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih dahulu sebelum diperbaiki. Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus emergensi, dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft palate dapat berfungsi dengan baik

BAB IIITINJUAN PUSTAKA

A. PendahuluanKepala dan leher dibentuk oleh beberapa tonjolan dan lengkungan, antara lain processus frontonasalis, processus nasalis medialis dan lateralis, processus maxillaries, dan processus mandibularis. Kegagalan penyatuan processus maxilla dan processus nasalis medial akan menimbulkan celah pada bibir (labioschisis) yang terjadi unilateral atau bilateral. Bila processus nasalis medialis, bagian yang membentuk dua segmen antara maxilla, gagal menyatu maka terjadi celah pada atap mulut atau langitan yang disebut palatoschisis.1Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan, mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut. Oleh karena itu, pada palatoschisis, anak biasanya pada waktu minum sering tersedak dan suaranya sengau. Palatoschisis dapat terjadi pada bagian apa saja dari palatum, termasuk bagian depan dari langitan mulut yaitu hard palate atau bagian belakang dari langitan mulut yang lunak yaitu soft palate.1 Palatoschisis mempunyai banyak sekali implikasi fungsional dan estetika bagi pasien dalam interaksi social mereka terutama kemampuan mereka untuk berkomunikasi secara efektif dan penampilan wajah mereka. Koreksi sebaiknya sebelum anak mulai bicara untuk mencegah terganggunya perkembangan bicara. Penyuluhan bagi ibu si anak sangat penting, terutama tentang cara memberikan minum agar gizi anak memadai saat anak akan menjalani bedah rekonstruksi. Kelainan bawaan ini sebaiknya ditangani oleh tim ahli yang antara lain terdiri atas ahli bedah, dokter spesialis anak, ahli ortodonsi yang akan mengikuti perkembangan rahang dengan giginya, dan ahli logopedi yang mengawasi dan membimbing kemampuan bicara.13B. EmbriologiJaringan-jaringan wajah, termasuk didalamnya bibir dan palatum berasal dari migrasi, penetrasi, dan penyatuan mesenkimal dari sel-sel cranioneural kepala. Ketiga penonjolan utama pada wajah (hidung, bibir, palatum) secara embriologi berasal dari penyatuan processus fasialis bilateral. 5Embriogenesis palatum dapat dibagi dalam dua fase terpisah yaitu pembentukan palatum primer yang akan diikuti dengan pembentukan palatum sekunder. Pertumbuhan palatum dimulai kira-kira pada hari ke-35 kehamilan atau minggu ke-4 kehamilan yang ditandai dengan pembentukan processus fasialis. Penyatuan processus nasalis medialis dengan processus maxillaries, dilanjutkan dengan penyatuan processus nasalis lateralis dengan processus nasalis medialis, menyempurnakan pembentukan palatum primer. Kegagalan atau kerusakan yang terjadi pada proses penyatuan processus ini menyebabkan terbentuknya celah pada palatum primer. 5Pembentukan palatum sekunder dimulai setelah palatum primer terbentuk sempurna, kira-kira minggu ke-9 kehamilan. Palatum sekunder terbentuk dari sisi bilateral yang berkembang dari bagian medial dari processsus maxillaries. Kemudian kedua sisi ini akan bertemu di midline dengan terangkatnya sisi ini. Ketika sisi tersebut berkembang kearah superior, proses penyatuan dimulai. Kegagalan penyatuan ini akan menyebabkan terbentuknya celah pada palatum sekunder.5

C. AnatomiPalatum terdiri atas palatum durum dan palatum molle (velum) yang bersama-sama membentuk atap rongga mulut dan lantai rongga hidung. Processus palatine os maxilla dan lamina horizontal dari os palatine membentuk palatum durum. Palatum molle merupakan suatu jaringan fibromuskuler yang dibentuk oleh beberapa otot yang melekat pada bagian posterior palatum durum. Terdapat enam otot yang melekat pada palatum durum yaitu m. levator veli palatine, m. constrictor pharyngeus superior, m.uvula, m.palatopharyngeus, m.palatoglosus dan m.tensor veli palatini.6Ketiga otot yang mempunyai konstribusi terbesar terhadap fungsi velopharyngeal adalah m.uvula, m.levator veli palatine, dan m.constriktor pharyngeus superior. M.uvula berperan dalam mengangkat bagian terbesar velum selama konstraksi otot ini. M.levator veli palatine mendorong velum kearah superior dan posterior untuk melekatkan velum kedinding faring posterior. Pergerakan dinding faring ke medial, dilakukan oleh m.constriktor pharyngeus superior yang membentuk velum kearah dinding posterior faring untuk membentuk sfingter yang kuat. M.palatopharyngeus berfungsi menggerakkan palatum kearah bawah dan kearah medial. M.palatoglossus terutama sebagai depressor palatum, yang berperan dalam pembentukan venom nasal dengan membiarkan aliran udara yang terkontrol melalui rongga hidung. Otot yang terakhir adalah m.tensor veli palatine. Otot ini tidak berperan dalam pergerakan palatum. Fungsi utama otot ini menyerupai fungsi m.tensor timpani yaitu menjamin ventilasi dan drainase dari tuba auditiva. 6 Suplai darahnya terutama berasal dari a.palatina mayor yang masuk melalui foramen palatine mayor. Sedangkan a.palatina minor dan m.palatina minor lewat melalui foramen palatine minor. Innervasi palatum berasal dari n.trigeminus cabang maxilla yang membentuk pleksus yang menginervasi otot-otot palatum. Selain itu, palatum juga mendapat innervasi dari nervus cranial VII dan IX yang berjalan disebelah posterior dari pleksus.6D. PrevalensiInsidens dari berbagai tipe cleft di laporkan oleh Veau. Insidens secara keseluruhan dari cleft di laporkan oleh Fogh Andersen yakni 1 dari 655 kelahiran dan oleh Ivy yakni 1 dari 762 kelahiran, dimana lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan. Peningkatan resiko palatoschisis bertambah seiring dengan meningkatnya usia maternal dan adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit bawaan yang sama. Faktor etnik juga mempengaruhi angaka kejadian palatoschisis. Palatoschisis paling sering ditemukan pada ras Asia dibandingkan ras Afrika. Insiden palatoschisis pada ras Asia sekitar 2,1/1000, 1/1000 pada ras kulit putih, dan 0,41/1000 pada ras kulit hitam. Menurut data tahun 2004, di Indonesia ditemukan sekitar 5.009 kasus cleft palate dari total seluruh penduduk. Palatoschisis yang tanpa labioschisis memiliki rasio yang relatif konstan yaitu 0,45-0,5/1000 kelahiran. Tipe yang paling sering adalah uvula bifida dengan insiden sekitar 2% dari populasi. Setelah itu diikuti oleh palatoschisis komplit unilateral kiri. 1E. EtiologiPada tahun 1963, Falconer mengemukakan suatu teori bahwa etiologi palatoschisis bersifat multifaktorial dimana pembentukan celah pada palatum berhubungan dengan faktor herediter dan faktor lingkungan yang terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan processus.1

1. Faktor herediterSekitar 25% pasien yang menderita palatoschisis memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama. Orang tua dengan palatoschisis mempunyai resiko lebih tinggi untuk memiliki anak dengan palatoschisis. Jika hanya salah satu orang tua yang menderita palatoschisis, maka kemungkinan anaknya menderita palatoschisis adalah sekitar 4%. Jika kedua orangtuanya tidak menderita palatoschisis, tetapi memiliki anak tunggal dengan palatoschisis maka resiko generasi berikutnya menderita penyakit yang sama juga sekitar 4%. Dugaan mengenai hal ini ditunjang kenyataan, telah berhasil diisolasi suatu X-linked gen, yaitu Xq13-21 pada lokus 6p24.3 pada pasien sumbing bibir dan langitan. Kenyataan lain yang menunjang, bahwa demikian banyak kelainan / sindrom disertai celah bibir dan langitan (khususnya jenis bilateral), melibatkan anomali skeletal, maupun defek lahir lainnya. Gen kandidat pertama transforming growth factor -a (TGFA) , yang menunjukkan hubungan dengan bibir sumbing dan langit-langit nonsyndromic ( NCLP ) pada populasi kulit putih. Lidral et al diselidiki 5 gen yang berbeda (TGFA, BCL3 , DLX2 , MSX1 , TGFB3 ) dalam populasi yang sebagian besar putih dari Iowa. Mereka menemukan ketidakseimbangan hubungan yang signifikan antara bibir sumbing dengan atau tanpa langit-langit sumbing dan kedua MSX1 dan TGFB3 dan antara CP dan MSX1. Gen TGFB3 diidentifikasi sebagai kandidat kuat untuk celah pada manusia berdasarkan pada kedua model tikus dan studi linkage disequilibrium. Kandidat lain yang menunjukkan hubungan dengan bibir sumbing dan langit-langit nonsyndromic termasuk D4S192 , RARA , MTHFR , RFC1 , GABRB3 , PVRL1 , dan IRF6 .1MSX1 ditemukan gen kandidat kuat terlibat dalam cacat dibagian wajah dan anomali gigi. Analisis terbaru dari urutan MSX1 dalam keluarga Belanda multipleks menunjukkan bahwa mutasi nonsense (Ser104stop) dalam exon 1 dipisahkan dengan fenotip celah bibir dan langit-langit nonsyndromic . Beberapa telah mengusulkan bahwa langit-langit di MSX1 knock-out tikus adalah karena insufisiensi dari mesenkim palatal .1Zucchero et al melaporkan bahwa varian IRF6 mungkin bertanggung jawab untuk 12 % dari labiopalatoschisis nonsyndromic , menunjukkan bahwa gen ini akan memainkan peran penting dalam penyebab cacat dibagian wajah. Jugessur et al melaporkan efek yang kuat dari varian TGFA antara anak-anak homozigot untuk alel MSX1 A4 ( 9 mengulangi CA ) . 1Evaluasi interaksi gen-lingkungan masih dalam tahap awal . Studi tentang peran merokok di TGFA dan MSX1 sebagai kovariat menyarankan bahwa lokus ini mungkin rentan terhadap efek merugikan dari merokok ibu. Folat - enzim metabolisme seperti reduktase methylenetetrahydrofolate (MTHFR), yang merupakan pemain kunci dalam etiologi cacat tabung saraf, dan RFC1 dianggap kandidat gen berdasarkan data yang menunjukkan bahwa suplementasi asam folat dapat mengurangi kejadian labiopalatoschisis nonsyndromic.1Baru-baru ini, lebih dari 30 calon potensial lokus dan kandidat gen di seluruh genom manusia diidentifikasi sebagai gen kerentanan yang kuat untuk cacat dibagian wajah. MSX1 The ( 4p16.1 ) , TGFA ( 2p13 ) , TGFB1 ( 19q13.1 ) , TGFB2 ( 1q41 ) , TGFB3 ( 14q24 ) , Rara ( 17q12) , dan MTHFR ( 1p36.3 ) gen adalah salah satu kandidat terkuat . 1Gen TGFB3 diidentifikasi sebagai kandidat kuat untuk celah pada manusia didasarkan pada model tikus. Umumnya, palatogenesis pada tikus paralel dengan manusia dan menunjukkan bahwa gen yang sebanding yang terlibat. Kaartinen menunjukkan bahwa tikus yang tidak memiliki peptida TGFB3 menunjukkan sumbing. Selain itu, TGFB3 peptida eksogen dapat menyebabkan fusi palatal pada embrio ayam, meskipun palatoschisis adalah fitur normal pada ayam .1Di sisi lain, penelitian yang lebih baru asosiasi kasus-kontrol, studi berbasis keluarga, dan scan genom telah mendukung peran TGFB3 dalam pembangunan sumbing. Beaty diperiksa penanda dalam 5 gen kandidat dalam 269 trio kasus - orangtua dipastikan melalui anak dengan cacat dibagian wajah, 85 % dari probandus dalam penelitian ini adalah orang kulit putih. Penanda pada 2 dari 5 gen kandidat (TGFB3 dan MSX1) menunjukkan bukti konsisten linkage dan ketidakseimbangan karena linkage. Demikian pula, Vieira berusaha untuk mendeteksi distorsi transmisi MSX1 dan TGFB3 pada 217 anak-anak Amerika Selatan dari ibu mereka masing-masing. Sebuah analisis bersama MSX1 dan TGFB3 menyarankan kemungkinan interaksi antara 2 gen, meningkatkan kerentanan sumbing. Hasil ini menunjukkan bahwa MSX1 dan TGFB3 mutasi memberikan kontribusi untuk celah pada populasi Amerika Selatan.12. Faktor lingkunganObat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan, seperti fenitoin, retinoid (golongan vitamin A), dan steroid beresiko menimbulkan palatoschisis pada bayi. Infeksi selama kehamilan semester pertama seperti infeksi rubella dan cytomegalovirus, dihubungkan dengan terbentuknya celah. Alkohol, keadaan yang menyebabkan hipoksia, merokok, dan defisiensi makanan (seperti defisiensi asam folat) dapat menyebabkan palatoschisis. Merokok selama kehamilan merupakan faktor resiko yang paling jelas pada kejadian labial dan palatal cleft. Merokok dapat menyebabkan polimorfisme gen TGF-alfa yang kemudian dapat meningkatkan resiko kejadian palatoschisis. Secara statistik, ditemukan peningkatan signifikan dari laktat dehidrogenase dan kreatin fosfokinase pada cairan amnion fetus dengan labial/palatal cleft.2,3,4F. PatofisiologiPasien dengan palatoschisis mengalami gangguan perkembangan wajah, inkompetensi velopharyngeal, perkembangan bicara yang abnormal, dan gangguan fungsi tuba eustachi. Kesemuanya memberikan gejala patologis mencakup kesulitan dalam intake makanan dan nutrisi, infeksi telinga tengah yang rekuren, ketulian, perkembangan bicara yang abnormal, dan gangguan pada pertumbuhan wajah. Adanya hubungan antara rongga mulut dan hidung menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk mengisap pada bayi.Insersi yang abnormal dari m.tensor veli palatine menyebabkan tidak sempurnanya pengosongan pada telinga tengah. Infeksi telinga yang rekuren telah dihubungkan dengan timbulnya ketulian yang memperburuk cara bicara pada pasien dengan palatoschisis. Mekanisme velopharyngeal yang utuh penting dalam menghasilkan suara non nasal dan sebagai modulator aliran udara dalam pembentukan fonem lainnya yang membutuhkan nasal coupling. (Manipulasi anatomi yang kompleks dan sulit dari mekanisme ini, jika tidak sukses dilakukan pada awal perkembangan bicara, dapat menyebabkan berkurangnya pengucapan normal).13G. KlasifikasiPalatoschisis dapat berbentuk sebagai palatoschisis tanpa labioschisis atau disertai dengan labioschisis. Palatoschisis sendiri dapat diklasifikasikan lebih jauh sebagai celah hanya pada palatum molle, atau hanya berupa celah pada submukosa.Celah pada keseluruhan palatum terbagi atas dua yaitu komplit (total), yang mencakup palatum durum dan palatum molle, dimulai dari foramen insisivum ke posterior, dan inkomplit (subtotal). Palatoschisis juga dapat bersifat unilateral atau bilateral. Klasifikasi palatoschisis: P. Unilateral Sinistra / Dekstra completa Apabila celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung. P. Bilateral completa Apabila celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung. P. Inkompleta Apabila celah sumbing terjadi dikedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

Veau membagi cleft menjadi 4 kategori yaitu: Cleft palatum molle Cleft palatum molle dan palatum durum Cleft lip dan palatum unilateral komplit Cleft lip dan palatum bilateral komplitKlasifikasi Jalur-Y untuk cleft lip dan palate berdasarkan modifikasi Millard dari Kernohan. Lingkaran kecil mengindikasikan foramen insisivum; segitiga mengidikasikan ujung nasal dan dasar nasal. 18,19,25

Dalam proporsi yang signifikan dari pasien, celah langit-langit keras ditutupi oleh mukosa dan terus melalui langit-langit lunak, membentuk apa yang disebut submukosa sumbing. Sebuah palatoschisis submukosa dapat terjadi pada palatum keras saja dan terus celah terbuka langit-langit lunak, atau mungkin terjadi sebagai sumbing submukosa dari langit-langit lunak dengan atau tanpa takik ke langit-langit keras. Pemeriksaan klinis yang cermat dapat mengungkapkan segitiga biru dalam kelanjutan dari sumbing langit-langit lunak, yang merupakan celah langit-langit tulang di bawah mukosa. 18,19,25

Langit-langit sumbing dapat mengambil 2 dibedakan bentuk-bentuk V, yang paling sering terjadi pada celah terisolasi, atau bentuk U, yang paling umum pada Pierre Robin malformasi dan di celah sindrom. 18,19Seperti dijelaskan di bawah, langit-langit sumbing posterior ke foramen tajam didefinisikan sebagai celah langit-langit sekunder. Bibir sumbing dan sumbing langit-langit dari anterior ke foramen tajam (unilateral atau bilateral) didefinisikan sebagai celah langit-langit primer (dengan demikian, di bibir sumbing bilateral, premaksila dipisahkan dari segmen palatal lateral). Uvula bifida adalah tanda bahwa adenoidectomy dapat menyebabkan pidato hypernasal jika adenoidectomy lengkap dilakukan.18,19H. DiagnosisTanda yang paling jelas adalah adanya celah pada langit-langit rongga mulut. Bayi dengan palatoschisis dapat mengalami kesulitan saat menghisap ASI karena sulitnya melakukan gerakan menghisap. Kesulitan ini dapat diatasi dengan penggunaan botol khusus yang direkomendasikan oleh dokter gigi spesialis gigi anak dan dokter spesialis anak, tentunya disesuaikan dengan tingkat keparahan kasus palatoschisis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Besarnya palatoschisis bukan indikator seberapa serius gangguan dalam berbicara, bahkan palatoschisis yang kecil pun dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Anak dapat memperbaiki kesulitannya dalam berbicara setelah menjalani terapi bicara, walaupun kadang tindakan operasi tetap diperlukan untuk memperbaiki fungsi langit-langit rongga mulut.13,24Anak dengan palatoschisis kadang memiliki gangguan dalam pendengaran. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba Eustachia (saluran yang menghubungkan telinga dengan rongga mulut). Semua telinga anak normal memproduksi cairan telinga yang kental dan lengket. Cairan ini dapat menumpuk di belakang gendang telinga. Adanya celah dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya cairan telinga ini, sehingga menyebabkan gangguan atau bahkan kehilangan pendengaran sementara. Biasanya palatoschisis dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang anak dan proses tumbuh kembang dari gigi-geliginya. Susunan gigi dapat menjadi berjejal karena kurang berkembangnya rahang. Manifestasi klini pada pada palatoschisis yaitu : Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive. Ada rongga pada hidung. Distorsi hidung Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadn jari Kesukaran dalam menghisap/makan.Palatoschisis dapat dengan mudah didiagnosis dengan melakukan ultrasonografi pada trimester kedua kehamilan saat posisi wajah janin terletak dengan benar.Biasanya, mendiagnosis palatoschisis dengan ultrasonografi tidak mungkin, namun berdasarkan penelitian yang dilakukan Maarse, Ultrasonografi dapat digunakan untuk alat diagnostik. Pencitraan tiga dimensi telah diperkenalkan untuk diagnostik ultrasonografi prenatal anomali sumbing dan tampaknya menjanjikan untuk mengenali palatoschisis pada janin. 7I. Penatalaksanaan Penanganan kecacatan pada celah bibir dan celah langit-langit tidaklah sederhana, melibatkan berbagai unsur antara lain, ahli Bedah Plastik, ahli ortodonti, ahli THT untuk mencegah menangani timbulnya otitis media dan kontrol pendengaran, dan anestesiologis. Speech therapist untuk fungsi bicara. Setiap spesialisasi punya peran yang tidak tumpang-tindih tapi saling saling melengkapi dalam menangani penderita palatoschisis secara paripurna. 1. Terapi Non-bedahPalatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari palatoschisis yakni permasalahan dari intake makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih dahulu sebelum diperbaiki.Perawatan Umum Pada PalatoschisisPada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan dalam pengobatan pada bayi dengan palatoschisis yakni:a. Intake makananIntake makanan pada anak-anak dengan palatoschisis biasanya mengalami kesulitan karena ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat mungkin bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum oris. pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot khusus yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup. Botol susu dibuatkan lubang yang besar sehingga susu dapat mengalir ke dalam bagian belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke hidung. Pada usia 1-2 minggu dapat dipasangkan obturator untuk menutup celah pada palatum, agar dapat menghisap susu, atau dengan sendok dengan posisi setengah duduk untuk mencegah susu melewati langit-langit yang terbelah atau memakai dot lubang kearah bawah ataupun dengan memakai dot yang memiliki selang yang panjang untuk mencegah aspirasi. 24b. Pemeliharaan jalan nafasPernafasan dapat menjadi masalah anak dengan palatoschisis, terutama jika dagu dengan retroposisi (dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi muskulus genioglossus hilang dan lidah jatuh kebelakang, sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau total saat inspirasi (The Pierre Robin Sindrom)c. Gangguan telinga tengahOtitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering terjadi pada anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering menjadi masalah. Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang menetap adalah hilangnya pendengaran. Masalah ini harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi hilangnya pendengaran tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko mengalami gangguan bicara karena cleft palatum. Pengobatan yang paling utama adalah insisi untuk ventilasi dari telinga tengah sehingga masalah gangguan bicara karena tuli konduktif dapat dicegah.2. Terapi bedahTerapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus emergensi, dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft palate dapat berfungsi dengan baik. Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah palatum, yaitu:a. Teknik von LangenbeckTeknik ini pertama kali diperkenalkan oleh von Langenbeck yang merupakan teknik operasi tertua yang masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan teknik flap bipedikel mukoperiosteal pada palatum durum dan palatum molle. Untuk memperbaiki kelainan yang ada, dasar flap ini disebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk menutup celah palatum.b. Teknik V-Y push-backTeknik V-Y push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap palatum unipedikel dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke medial sedangkan flap posterior dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah panjang palatum yang diperbaiki.c. Teknik double opposing Z-plastyTeknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle dan membuat suatu fungsi dari m.levator.d. Teknik SchweckendiekTeknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek pada tahun 1950, pada teknik ini, palatum molle ditutup (pada umur 4 bulan) dan di ikuti dengan penutupan palatum durum ketika si anak mendekati usia 18 bulan.e. Teknik palatoplasty two-flapDiperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup pembuatan dua flap pedikel dengan dasarnya di posterior yang meluas sampai keseluruh bagian alveolar. Flap ini kemudian diputar dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan yang ada. 10,11,16,17, 21Speech terapi mulai diperlukan setelah operasi palatoplasty yakni pada usia 2-4 tahun untuk melatih bicara benar dan miminimalkan timbulnya suara sengau karena setelah operasi suara sengau masih dapat terjadi suara sengau karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila setelah palatoplasty dan speech terapi masih didapatkan suara sengau maka dilakukan pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal (nasal escape) biasanya dilakukan pada usia 4-6 tahun. Pada usia anak 8-9 tahun ahli ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastic melakukan operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus.13Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita diperbolehkan minum dan makanan cair sampai tiga minggu dan selanjutnya dianjurkan makan makanan biasa. Jaga hygiene oral bila anak sudah mengerti. Bila anak yang masih kecil, biasakan setelah makan makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan antibiotik selama tiga hari. Pada orangtua pasien juga bisa diberikan edukasi berupa, posisi tidur pasien harusnya dimiringkan/tengkurap untuk mencegah aspirasi bila terjadi perdarahan, tidak boleh makan/minum yang terlalu panas ataupun terlalu dingin yang akan menyebabkan vasodilatasi dan tidak boleh menghisap /menyedot selama satu bulan post operasi untuk menghindari jebolnya daerah post operasi.13,22J. Komplikasi Anak dengan palatoschisis berpotensi untuk menderita flu, otitis media, tuli, gangguan bicara, dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu dapat menyebabkan gangguan psikososial. Komplikasi post operatif yang biasa timbul yakni:1. Obstruksi jalan nafasSeperti disebutkan sebelumnya, obstruksi jalan nafas post operatif merupakan komplikasi yang paling penting pada periode segera setelah dilakukan operasi. Keadaan ini timbul sebagai hasil dari prolaps dari lidah ke orofaring saat pasien masih ditidurkan oleh ahli anastesi. Penempatan Intraoperatif dari traksi sutura lidah membantu dalam menangani kondisi ini. Obstruksi jalan nafas bisa juga menjadi masalah yang berlarut-larut karena perubahan pada dinamika jalan nafas, terutama pada anak-anak dengan madibula yang kecil. Pada beberapa instansi, pembuatan dan pemliharaan dari trakeotomi perlu sampai perbaikan palatum telah sempurna.2. PerdarahanPerdarahan intraoperatif merupakan komplikasi yang potensil terjadi. Hal ini bisa berbahaya pada bayi, yakni pada meraka yang total volume darahnya rendah. Penilaian preoperative dari jumlah hemoglobin dan hitung trombosit sangat penting. Injeksi epinefrin sebelum di lakukan insisi dan penggunaa intraoperatif dari oxymetazoline hydrochloride capat mengurangi kehilangan darah yang bisa terjadi. Untuk menjaga dari kehilangan darah post operatif, area palatum yang mengandung mucosa seharusnya diberikan avitene atau agen hemostatik lainnya. 3. Fistel palatumFistel palatum bisa timbul sebagai komplikasi pada periode segera setelah dilakukan operasi, atau hal tersebut dapat menjadi permasalahan yang tertunda. Suatu fistel pada palatum dapat timbul dimanapun sepanjang sisi cleft. Insidennya telah dilapornya cukup tinggi yakni sebanyak 34%, dan berat-ringannya cleft telah dikemukanan bahwa hal tersebut berhubungan dengan resiko timbulnya fistula. Fistel palatum post operatif bisa ditangani dengan dua cara. Pada pasien yang tanpa disertai dengan gejala, prosthesis gigi bisa digunakan untuk menutup defek yang ada dengan hasil yang baik. Pasien dengan gejala diharuskan untuk terapi pembedahan. Sedikitnya suplai darah, terutama suplai ke anterior merupakan alasan utama gagalnya penutupan dari fistula. Oleh karena itu, penutupan fistula anterior maupun posterior yang persisten seharusnya di coba tidak lebih dari 6-12 bulan setelah operasi, ketika supply darah telah memiliki kesempatan untuk mengstabilkan dirinya. Saat ini, banyak centre menunggu sampai pasien menjadi lebih tua (paling tidak 10 tahun) sebelum mencoba untuk memperbaiki fistula. Jika metode penutupan sederhana gagal, flap jaringan seperti flap lidah anterior bisa dibutuhkan untuk melakukan penutupan.4. Midface abnormalitiesPenanganan palatoschisis pada beberapa instansi telah fokus pada intervensi pembedahan terlebih dahulu. Salah satu efek negatifnya adalah retriksi dari pertumbuhan maksilla pada beberapa persen pasien. Palatum yang diperbaiki pada usia dini bisa menyebabkan berkurangnya demensi anterior dan posteriornya, yakni penyempitan batang gigi, atau tingginya yang abnormal. Kontrofersi yang cukup besar ada pada topik ini karena penyebab dari hipoplasia, apakah hal tersebut merupakan perbaikan ataupun efek dari cleft tersebut pada pertumbuhan primer dan sekunder pada wajah, ini tidak jelas. Sebanyak 25% pasien dengan cleft palate unilateral yang telah dilakukan perbaikan bisa membutuhkan bedah orthognathic. LeFort I osteotomies dapat digunakan untuk memperbaiki hipoplasia midface yang menghasilkan suatu maloklusi dan deformitas dagu.5. Wound expansionWound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih. Bila hal ini terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir dari rekonstruksi langitan, dimana pada saat tersebut perbaikan jaringan parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang terpisah.6. Wound infectionWound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena wajah memiliki pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi, trauma yang tak disengaja dari anak yang aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang dapat terjadi akibat simpul yang terbenam.7. Malposisi PremaksilarMalposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi setelah operasi.8. Whistle deformityWhistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin berhubungan dengan retraksi sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini dapat dihindari dengan penggunaan total dari segmen lateral otot orbikularis.9. Abnormalitas atau asimetri tebal bibirHal ini dapat dihindari dengan pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak anatomis yang penting lengkung. 8,9,12,22K. Prognosis Meskipun telah dilakukan koreksi anatomis, anak tetap menderita gangguan bicara sehingga diperlukan terapi bicara yang bisa diperoleh disekolah, tetapi jika anak berbicara lambat atau hati-hati maka akan terdengar seperti anak normal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Michael JD, Mary LM, Teri HB, Jeffrey CM. 2011. Cleft Lip and Palate:synthrsizing genetic and Enviromental Influences. Nat Rev Genet, 12(3);167-178.2. DeRoo LA., Wilcox AJ., Drevon CA., Lie RT. 2008. First Trimester Maternal Alkohol Consumption and the Risk of Infant Oral Cleft. Am J Epidemiol.;168(6):638-46.3. Wehby G., Assistant Professor., Muray JC. 2010. Folic Acid and Orofacial Cleft: Review of the Evidence. Oral Dis; 16(1): 11-19.4. Shi M., Christensen K., Weinberg CR., Romitti P., Bathum L., Lozada A., Morris RW., Lovette M., Muray JC. 2007. Orofacial Cleft Risk Is Increased with Maternal Smoking and Specific Detoxification-Gene Variants. Am J Hum Genet; 80(1): 76-90.5. Som PM, Streit A, Naidich TP. 2013. Illustrated Review of the Embryology and Develompment of the Facial Region, Part 3:An Overview of the Molecular Interactions Resposible for Facial Develompent. aJnr A3453.6. Keith LM and Anne MR. 2007. Essential Clinical Anatomy 3rd edition. Lippincot Williams & Wilkins.7. Maarse W, Berge SJ,et al. 2010. Diagnostic accurancy of transabdominal ultrasound in detecting prenatal cleft lip and palate: a systematic review. Ultrasound Obstet Gynecol 35;495-502.8. J. Faridy Cocco, M.D., John W. Antonetti, M.D., John L. Burns, M.D., John P. Heggers, M.D.,Steven J. Blackwell, M.D. 2010. Characterization of the Nasal, Sublingual, and Oropharyngeal Mucosa Microbiotain Cleft Lip and Palate Individuals Before and After Surgical Cleft PalateCraniofacial Repair. Journal Vol. 47 No.2.9. Saltaji, Michael P. Major,Mostafa Altalibi, Mohamed Youssef, Carlos Flores-Mir. 2012. Long-term skeletal stability after maxillary advancement with distraction osteogenesis in cleft lip and palate patients: A systematic review Humam. Angle Orthodontist Vol 82 No.6.10. Edward Teng, Derek M. Steinbacher. 2013. Repair of the Cocaine-Induced Cleft Palate Using the Modified Double- Opposing Z-Plasty. The Cleft Palate-Craniofacial Journal 50(4) pp. 494497. 11. Bruno Grollemund, Antoine Guedeney. 2013. Relational development in children with cleft lip and palate: influence of the waiting period prior to the first surgical intervention and parental psychological perceptions of the abnormality. BMC Pediatrics 12;65.12. Maria Mani., Marianne Carlsson, Agneta Marcusson. 2010. Quality of Life Varies With Gender and Age Among Adults Treated for Unilateral Cleft Lip and Palate Cleft PalateCraniofacial Journal, Vol. 47 No. 5.13. Gunilla Henningsson, David P. Kuehn, Debbie Sell. 2008. Universal Parameters for Reporting Speech Outcomes in Individuals With Cleft Palate. The Cleft Palate-Craniofacial Journal Vol. 45, No. 1, pp. 1-17.14. Anette L , Aria O. 2004. Methodology for Perceptual Assessment of Speech in Patients With Cleft Palate: A Critical Review of the Literature .The Cleft PalateCraniofacial Journal Vol. 41 No. 1.15. Leow AM. 2008. Palatoplasty: Evolution and Controversies. Chang Gung Med J Vol. 31 No. 4.16. Mosaad Abdel-Aziz, Hassan Ghandour. 2011. Comparative study between V-Y pushback technique and Furlow technique in cleft soft palate repair. European Journal of Plastic Surgery Volume 34, Issue 1, pp 27-32. 17. Smolec, D. Vnuk, J. Kos, N. Brkljaca Bottegaro, B. Pirkic. 2010. Veterinar Repair of cleft palate in a calf using polypropylene mesh and palatal mucosal flap: a case report. Medicina, 55, (11): 566570.18. Ali Borzabadi-Farahani, John Gross, Pedro A. Sanchez-Lara , Stephen L.-K. Yen. 2013. An Unusual Accessory Mandible and a Submucosal Cleft PalateA Case Report and Review of the Literature. The Cleft Palate-Craniofacial Journal Vol. 50, No. 3, pp. 369-375..19. Peter A Mossey, Julian Little, Ron G Munger, Mike J Dixon, William C Shaw. 2009. Cleft lip and palate. Lancet Volume 374, Issue 9703, 2127 Pages 1773178520. DesmyterL, GhassibeM. 2010. IRF6 Screening of Syndromic and a priori Non-Syndromic Cleft Lip and Palate Patients: Identification of a New Type of Minor VWS Sign. Mol Syndromol 1:6774.21. J. Lilja. 2003. Cleft Lip And Palate Surgery. Scandinavian Journal of Surgery 92: 269273.22. Parameters for evaluation and treatment of patients with cleft lip/palate or other craniofacial anomalies. 2009. American Cleft Palate-Craniofacial Association.23. Nancy J. Scherer, Ann P. Kaiser. 2010. Early Intervention for Children With Cleft Palate, Infants & Young Children Vol. 20, No. 4, pp. 355366.24. Sheena Reilly, Julie Reid, Jemma Skeat, Petrea Cahir, Christina Mei, Maya Bunik.2013. ABM Clinical Protocol #17: Guidelines for Breastfeeding Infants with Cleft Lip, Cleft Palate, or Cleft Lip and Palate, Revised 2013. Breastfeeding Medicine Volume 8, Number 4, 2013.25. Syed Nasir Shah, Mariya Khalid, Muhammad Sartaj Khan. 2011. A Review Of Classification Systems For Cleft Lip And Palate Patients- I. Morphological Classifications. JKCD Vol. 1, No.2.

28