tindakan tembak ditempat oleh anggota kepolisian …digilib.unila.ac.id/54345/3/tesis tanpa bab...

88
TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN TERHADAP PENGEDAR NARKOTIKA DIKAITKAN DENGAN PERLINDUNGAN HAM (Studi pada Polda Lampung) (Tesis) Oleh : ADNAN ALIT SUPRAYOGI PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Upload: others

Post on 08-Sep-2019

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN

TERHADAP PENGEDAR NARKOTIKA DIKAITKAN

DENGAN PERLINDUNGAN HAM

(Studi pada Polda Lampung)

(Tesis)

Oleh :

ADNAN ALIT SUPRAYOGI

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

Page 2: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

ii

ABSTRAK

TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH KEPOLISIAN TERHADAP

PENGEDAR NARKOTIKA DIKAITKAN

DENGAN PERLINDUNGAN HAM

(Studi Pada Polda Lampung)

Oleh

ADNAN ALIT SUPRAYOGI

Peredaran narkotika secara ilegal sangat meluas termasuk di wilayah Lampung.

Hal ini menjadi pekerjaan penting bagi aparat kepolisian Polda Lampung. Setiap

upaya tindakan aparat kepolisian berpegang pada diskresi. Tindakan tembak

ditempat oleh anggota kepolisian terhadap tersangka dapat dilakukan apabila

tersangka merespon upaya kepolisian dengan tindakan aktif dan agresif. Upaya

tindakan tembak ditempat rentan dikaitkan sebagai pelanggaran HAM. Namun

disisi lain peredaran narkotika menjadi kejahatan luar biasa yang harus segera

ditangani termasuk di wilayah Lampung. Permasalahan dalam penulisan ini

adalah bagaimanakah upaya kepolisian dalam pengungkapan kasus peredaran

narkotika sehingga tidak terjadi pelanggaran HAM? dan mengapa tindakan

tembak ditempat oleh anggota kepolisian terhadap pengedar narkotika dapat

dikatakan sebagai bentuk pelanggaran HAM?

Metode penelitian penulisan ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan

empiris. Penelitian normatif dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat teoritis asas-

asas hukum, sedangkan pendekatan empiris dilakukan untuk mempelajari hukum

dalam kenyataannya baik berupa penilaian perilaku

Adapun hasil penelitiannya yakni upaya kepolisian dalam pengungkapan kasus

peredaran narkotika sehingga tidak terjadi pelanggaran HAM yakni

pelaksanaannya harus dipedomani asas legalitas, dan asas kewajiban, serta

kewenangan diskresi kepolisian untuk menilai situasi yang dihadapi anggota

polisi saat itu, apabila dalam keadaan tertentu dapat menggunakan senjata api

sebagai upaya terakhir, dan tindakan tembak ditempat oleh kepolisian terhadap

pengedar narkotika dapat dikatakan sebagai bentuk pelanggaran HAM apabila

tindakan tersebut tidak berpedoman pada prinsip hak asasi manusia.

Adapun saran dalam penelitian ini hendaknya Polri melakukan sosialisasi

mengenai tembak ditempat terhadap tersangka pengedar narkotika dan kepada

seluruh lapisan masyarakat dan sebaiknya Polri perlu menambahkan sanksi pidana

bagi anggota kepolisian yang melanggar prosedur tembak ditempat

Kata Kunci: Tembak Ditempat, Pengedar Narkotika, Perlindungan HAM

Page 3: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

iii

ABSTRACT

SHOOTING ACTION BY POLICY ON NARKOTIC EDUCATORS

ASSOCIATED WITH PROTECTION OF HUMAN RIGHTS

(Study in Lampung Regional Police)

By

ADNAN ALIT SUPRAYOGI

Illegal narcotics distribution is very widespread including in Lampung. This is an

important job for the Lampung Regional Police. Every effort made by the police

forces adheres to discretion. The act of firing in a place by a police officer against

a suspect can be done if the suspect responds to police efforts with active and

aggressive action. Attempts to shoot in places prone to being associated with

human rights violations. But on the other hand the circulation of narcotics is an

extraordinary crime that must be handled immediately including in the Lampung

region. The problem in this writing is how do the police attempt to disclose

narcotics circulation cases so that there are no human rights violations? and why

is the shooting in place by members of the police against narcotics dealers a form

of human rights violations?

This writing research method uses normative and empirical juridical approaches.

Normative research is carried out on matters that are theoretical in terms of legal

principles, while an empirical approach is carried out to study law in reality in

the form of behavioral assessment.

The results of his research are police efforts in disclosing narcotics circulation

cases so that human rights violations do not occur namely the implementation

must be guided by the principles of legality, and the principle of obligation, as

well as the discretionary authority of the police to assess the situation faced by

police members at that time, if in certain circumstances can use firearms as the

last effort, and the shooting in place by the police against narcotics dealers can

be said to be a form of human rights violations if the action is not guided by the

principle of human rights.

The suggestion in this research should the National Police conduct socialization

about shooting at the place where the suspected drug traffickers and to all levels

of society and preferably the Police need to add criminal sanctions to members of

the police who violate the shooting procedure in place

Keywords: Shoot in the place, Narcotics Dealers, Human Rights Protection

Page 4: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

iv

TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN

TERHADAP PENGEDAR NARKOTIKA DIKAITKAN

DENGAN PERLINDUNGAN HAM

(Studi Pada Polda Lampung)

Oleh :

ADNAN ALIT SUPRAYOGI

Tesis

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

MAGISTER HUKUM

Pada

Jurusan Sub Program Hukum Pidana

Program Studi Magister Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Lampung

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

Page 5: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan
Page 6: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan
Page 7: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan
Page 8: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Balinuraga Lampung Selatan, pada

tanggal 11 Maret 1994, yang kemudian diberi nama

Adnan Alit Suprayogi. Penulis merupakan putra ketiga

dari tiga saudara dari pasangan I Nyoman Nandra dan Sri

Murti. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri

3 Balinuraga pada tahun 2006, kemudian melanjutkan

studinya di SMP Dharma Bakti lulus pada tahun 2009, dan penulis melanjutkan

studinya di SMA Negeri 1 Kalianda lulus tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis

diterima untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung

(FH Unila), penulis menyelesaikan studi Strata 1 pada tahun 2016, dan ditahun

2016 juga kembali melanjutkan studi Strata 2 di Program Pascasarjana Magister

Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung pada konsentrasi Hukum

Pidana.

Page 9: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

ix

MOTTO

Jika orang berpegang pada keyakinan, maka hilanglah kesangsian. Tetapi, jika

orang sudah mulai berpegang pada kesangsian, maka hilanglah keyakinan.

(Sir Francis Bacon )

Lebih baik mengerjakan kewajiban sendiri walaupun tidak sempurna daripada

dharmanya orang lain yang dilakukan dengan baik; lebih baik mati dalam tugas

sendiri daripada dalam tugas orang lain yang sangat berbahaya.

(Bhagavad Gita III.35)

Page 10: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

x

PERSEMBAHAN

Dengan sejuta kasih,

Kupersembahkan karya kecilku yang teramat berharga dan sederhana ini kepada:

Ayahanda ‘I Nyoman Nandra’ dan Ibunda ‘Sri Murti’ tercinta, yang telah

mencurahkan seluruh cinta, kasih, doa dan peluh keringatnya untuk

keberhasilanku, yang telah menempaku untuk kuat dan tegar dalam menjalani

pelik dan terjalnya kehidupam.

Untuk Kakakku WS Adi Saputra dan Yanatika Sulistyawati

Untuk Kekasihku Ni Wayan Novita Sari.

Untuk Keluarga besar Alm Nyoman Kerud dan Alm Suhono Hadi yang selalu

memberikan dorongan semangat serta doa untuk kesuksesan ku di kemudian hari.

Almamater tercinta Program Pascasarjana Magister Hukum Universitas Lampung

tempatku menuntut ilmu.

Page 11: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

xi

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa,

Pencipta alam semesta yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sebab atas

astung kerta wara nugraha-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis

dengan judul “Tindakan Tembak Ditempat Oleh Anggota Kepolisian Terhadap

Pengedar Narkotika Dikaitkan Dengan Perlindungan HAM (Studi Pada Polda

Lampung)”,

Penulis menyadari dalam tesis ini masih terdapat kekurangan baik dari segi

substansi maupun penulisannya. Oleh karen itu, berbagai saran, koreksi, dan kritik

yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan

dan kesempurnaan tesis ini. Hasil ini bukanlah jerih payah sendiri akan tetapi

berkat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun

materil sehingga penulisan tesis ini dapat selesai. Oleh karena itu, di dalam

kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan rasa terima kasih

yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas

Lampung;

2. Bapak Armen Yasir, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung;

3. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum. selaku Ketua Program Studi

Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung;

Page 12: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

xii

4. Ibu Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.H. selaku Ketua Sub Program Hukum

Pidana Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Lampung, yang juga sebagai Pembimbing II yang telah memberikan segala

arahan, petunjuk serta motivasi selama proses penulisan Tesis ini;

5. Bapak Prof. Dr. Sunarto DM, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I atas

segala arahan, petunjuk serta motivasi selama proses penulisan Tesis ini;

6. Bapak Prof. Dr. Sanusi Husin, S.H., M.H. selaku Penguji atas kritik dan saran

yang telah diberikan;

7. Bapak Dr. Budiyono, S.H., M.H. selaku Penguji atas kritik dan saran yang

diberikan selama penulisan tesis ini;

8. Bapak Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H. selaku Penguji atas kritik dan saran

yang diberikan selama penulisan tesis ini;

9. Dosen Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum Fakultas

Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat;

10. Narasumber atas bantuan informasi yang diberikan dalam penulisan tesis ini;

11. Untuk Orang Tuaku tercinta, Ayahanda Nyoman Nandra dan Ibunda Sri

Murti Terima kasih atas cinta kasih kalian yang telah mendidik dan

membimbingku dengan baik;

12. Untuk Kakak-kakakku WS Adi Saputra & Dewi Anggraini, Yanatika

Sulistyawati & Made Indra yang selalu menjadi panutanku;

13. Keponakanku tersayang Jyoti, Kafi, Azil, Adhisti;

14. Keluarga Besar Alm. Nyoman Kerud yang telah memberikan doa dan

dukungan bagi keberhasilan penulis;

Page 13: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

xiii

15. Keluarga Besar Alm. Suhono Hadi yang selalu memberikan doa dan

dukungan bagi keberhasilan penulis;

16. Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu

memberikan doa dan dukungan;

17. Kekasihku Ni Wayan Novita Sari yang selalu setia hingga sekarang

menemani dalam berproses hingga pencapaian saat ini;

18. Seluruh teman-temanku di Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Lampung angkatan 2016;

19. Seluruh pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan

skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu;

20. Almamater tercinta.

Akhir kata, penulis berharap Tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya

dan semua pihak yang berkepentingan pada umumnya untuk kehidupan yang

lebih baik dan bermanfaat bagi semua.

Semoga Sang Hyang Widhi merestui segala usaha dan ketulusan yang diberikan

kepada penulis.

Bandar Lampung, September 2018

Penulis,

Adnan Alit Suprayogi, S.H.

Page 14: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL LUAR ................................................................................................ i

ABSTRAK ...................................................................................................... ii

JUDUL DALAM ............................................................................................ iv

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... v

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... vi

SURAT PERNYATAAN ............................................................................... vii

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ viii

MOTTO .......................................................................................................... ix

PERSEMBAHAN ........................................................................................... x

SANWACANA ............................................................................................... xi

DAFTAR ISI .................................................................................................. xiv

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup..................................................... 10

1. Permasalahan ........................................................................... 10

2. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ....................................................... 10

1. Tujuan Penelitian ...................................................................... 10

2. Kegunaan Penelitian ................................................................. 11

D. Kerangka Pemikiran........................................................................... 12

1. Alur Pikir .................................................................................. 12

Page 15: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

xv

2. Kerangka Teoritis ..................................................................... 13

3. Konseptual ................................................................................ 25

E. Metode Penelitian .............................................................................. 26

1. Pendekatan Masalah ................................................................. 26

2. Sumber dan Jenis Data ............................................................. 27

3. Penentuan Narasumber ............................................................. 28

4. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .......................... 29

5. Analisis Data ............................................................................ 30

F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 30

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tata Cara Penggunaan Senjata Api oleh Aparat Kepolisian ............. 32

B. Tembak Di Tempat Oleh Polri ........................................................... 39

C. Profesionalitas Dan Pengendalain Diri Terhadap Tindakan Tembak

Di Tempat Oleh Polisi ....................................................................... 50

D. Teori Diskresi Kepolisian .................................................................. 55

E. Penegakan Hukum Oleh Kepolisian .................................................. 61

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Upaya Kepolisian Dalam Pengungkapan Kasus Peredaran Narkotika

Sehingga Tidak Terjadi Pelanggaran HAM ........................................ 66

B. Tindakan Tembak Di Tempat Oleh Anggota Kepolisian Terhadap

Pengedar Narkotika Dapat Dikatakan Sebagai Bentuk Pelanggaran

HAM ................................................................................................... 79

Page 16: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

xvi

IV. PENUTUP

A. Simpulan ............................................................................................. 103

B. Saran ................................................................................................... 104

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini narkotika menjadi masalah yang kompleks. Disatu sisi ketersediaan

narkotika sangat diperlukan bagi kepentingan medis namun disisi lain narkotika

kini diedarkan secara bebas tanpa izin dan sering disalahgunakan oleh oknum-

oknum yang tidak bertanggungjawab. Tindak pidana yang menyangkut narkotika

merupakan tindak pidana khusus yang menyebar secara Nasional dan

Internasional, karena penyalahgunaannya berdampak negatif dalam kehidupan

masyarakat, bangsa dan Negara. Bentuk tindak pidana narkotika yang umum

dikenal antara lain :1

(1). Penyalahgunaan melebihi dosis; (2). Pengedaran; dan (3). Jual beli narkotika.

Persoalan mengenai narkotika semakin lama semakin meningkat. Narkotika

menjadi persoalan nasional bahkan internasional karena akibat dan dampak yang

ditimbulkan telah meluas ke seluruh negara. Secara nasional perdagangan

narkotika telah meluas kedalam setiap lapisan masyarakat, mulai lapisan

masyarakat atas sampai masyarakat bawah.2

Dari segi usia, narkotika tidak dinikmati golongan remaja saja, tetapi juga

golongan setengah baya maupun golongan usia tua. Penyebaran narkotika sudah

1Moh. Taufik Makaro, dkk., Tindak Pidana Narkotika, Bogor, Ghalia, 2005, hlm. 45.

2 Nurmalawaty, Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba,

Majalah Hukum USU Vol. 9 No. 2 Agustus 2004, hlm.188.

Page 18: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

2

tidak lagi hanya di kota besar, tetapi sudah masuk kota- kota kecil dan merambah

di kecamatan bahkan desa-desa.3

Peredaran narkotika secara ilegal harus segera ditanggulangi mengingat efek

negatif yang akan ditimbulkan tidak saja pada penggunanya, tetapi juga bagi

keluarga, komunitas, hingga bangsa dan negara. Meningkatnya tindak pidana

narkotika ini pada umumnya disebabkan dua hal, yaitu: pertama, bagi para

pengedar menjanjikan keuntungan yang lebih besar, sedangkan bagi para pemakai

menjanjikan ketentraman dan ketenangan hidup, sehingga beban psikis yang

dialami dapat dihilangkan. Kedua, janji yang diberikan narkotika itu

menyebabkan rasa takut terhadap resiko tertangkap menjadi berkurang, bahkan

sebaliknya akan menimbulkan rasa keberanian.4

Inilah yang menjadi pekerjaan rumah yang harus ditanggulangi oleh pihak

kepolisian dalam memberantas peredaran narkotika akan tetapi pihak kepolisian

dalam menjalankan kewajibannya memberantas narkotika harus berlandaskan

HAM dan tidak melanggar prinsip-prinsip penegakan hukum. Pada dasarnya

tindakan tembak ditempat tidak hanya upaya terakhir yang dapat dilakukan hanya

terhadap tersangka tindak pidana peredaran narkotika melainkan juga terhadap

tersangka tindak pidana lainnya apabila si tersangka merespon upaya kepolisian

dengan tindakan yang aktif dan agresif. Setiap melakukan tindakan, aparat

kepolisian mempunyai kewenangan bertindak menurut penilaiannya sendiri dan

hal inilah yang terkadang disalahgunakan oleh aparat Kepolisian. Kewenangan ini

tertulis di dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

3 Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Mandar Maju, Bandung,

2003, hlm. 2. 4 Moh. Taufik Makarao, Op.cit. 2003, hlm. 6

Page 19: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

3

Kepolisian Negara Republik Indonesia berisi : “Untuk kepentingan umum pejabat

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri”. Pasal ini dapat

disebut dengan kewenangan diskresi. Adapun pengertian diskresi Kepolisan

menurut Thomas J. Aaron adalah ”Suatu wewenang yang diberikan kepada

Polisi,untuk mengambil keputusan dalam situasi tertentu yang membutuhkan

pertimbangan sendiri dan menyangkut masalah moral, serta terletak dalam garis

batas antara hukum dan moral”.5

Dalam melakukan tugas nya, tak jarang pihak kepolisian melakukan tindakan

tembak di tempat terhadap pelaku yang diduga kuat sebagai pengedar narkotika.

Tindakan tembak ditempat itu sendiri merupakan perbuatan berupa melepaskan

peluru dari senjata api oleh pihak kepolisian terhadap tersangka disuatu tempat

atau lokasi. Secara formal prosedur penggunaan senjata api telah diatur dalam

Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam

Tindakan Kepolisian.

Pasal 5 ayat (1) menyatakan “Tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan

kepolisian terdiri dari :

a. Tahap 1 : kekuatan yang memiliki dampak deterrent/pencegahan

b. Tahap 2 : perintah lisan

c. Tahap 3 : kendali tangan kosong lunak

d. Tahap 4 : kendali tangan kosong keras

e. Tahap 5 : kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata,

semprotan cabe atau alat lain sesuai standar Polri

f. Tahap 6 : kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain yang

menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka yang

dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota polri atau anggota

masyarakat.”

5 M.Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian), Pradnya Paramita,

Jakarta, 1991, hlm.16

Page 20: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

4

Dalam pelaksanaannya haruslah sesuai dengan ketentuan tersebut dan tidak

bertentangan dengan perundang-undangan lain yang berlaku. Tentu dalam

prosedur formal menjadi standar operasional prosedur dalam pelaksanaan tugas

kepolisian, akan tetapi kebijakan di lapangan sangat menentukan apa yang

dilakukan oleh seorang polisi. Sebab, selain kebijakan formal ada kebijakan

informal di satuan kerja kepolisian, umpamanya yang bersifat situasional. Yaitu

penggunaan senjata api serta eksekusi tanpa proses hukum semestinya.

Polisi dalam menangani kasus yang bersifat individual diperlukan tindakan

individual pula. Berdasarkan karakter profesi yang seperti itu, kepolisian

memberlakukan prinsip atau asas diskresi. Dengan prinsip diskresi ini, seorang

polisi boleh dan dapat mengambil keputusan dan tindakan sendiri, berdasarkan

pertimbangan individual. Seorang polisi yang sedang melakukan operasi dapat

memutuskan sendiri, apakah ia perlu menembak atau tidak.

Menurut Sutanto, penerapan atas asas diskresi tidak semudah teori, terutama

berkaitan dengan pertanggungjawaban pasca tindakan. Seorang polisi yang

mengambil keputusan untuk menembak seseorang tersangka kemudian harus

mempertanggung jawabkan keputusan itu kepada atasannya dan ia harus dapat

memberikan alasan mengapa perlu menembak tersangka. Tetapi mungkin saja

terjadi hal yang sebaliknya, yaitu jika seorang polisi tidak melakukan penembakan

dan ternyata tersangka lolos dari pengejaran atau dalam situasi lain dimana ia

tidak menembak, padahal seorang penjahat mengancam nyawa oarng lain dengan

senjata, dalam hal ini, ia tetap harus mempertanggungjawabkan keputusan

Page 21: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

5

mengapa ia tidak menarik pelatuk senjatanya.6

Disisi lain tindakan tembak di tempat oleh pihak kepolisian dapat dikualifikasikan

sebagai pelanggaran terhadap hak yaitu hak perlindungan atas integritas fisik dan

mental seseorang (the protection of the physical and mental integrity of the

person).

Ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-undang No 39 Tahun 2009 Tentang HAM

menyatakan bahwa “setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan

perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia.” Dengan demikian, hak

tersebut merupakan hak yang bersifat konstitusional. Maka pemajuan,

perlindungan serta pemenuhannya menjadi komitmen konstitusional pula.

Indonesia juga telah mengesahkan konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan

atau hukuman lain yang keji, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat

manusia melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998. Selain itu dalam UUD

1945 pengaturan terhadap konsep HAM memiliki tempat tersendiri yakni pada

Bab XA tentang HAM, ditambah beberapa pasal diluar bab tersebut yang tetap

memuat materi HAM, seperti Pasal 28A tentang hak hidup.

Terdapat beberapa peristiwa tindakan tembak di tempat oleh pihak kepolisian

sebagai berikut:

Pertama, dalam kenyataannya, yang disebut sebagai diskresi penggunaan senjata

api juga terjadi pada kasus dugaan pidana umum, seperti yang dilakukan seorang

polisi di Lubuklinggau, Sumatera Selatan, April lalu, yang menembak satu

keluarga yang tengah melaju di dalam mobil.

6 Sutanto, Manajemen Investigasi, Pensil, Jakarta, 2008 hlm. 75

Page 22: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

6

Polisi yang melepas tembakan tersebut mengaku mengaku curiga dengan mobil

yang disebutnya tak berhenti kala melewati razia kepolisian. Sementara itu

peneliti reformasi pengadilan kriminal dari Institute for Criminal Justice Reform,

Erasmus Napitupulu, menyebut diskresi polisi terhadap terduga pengedar

narkotika kerap tak sesuai aturan tersebut.

Kedua, salah satu kasus di Bandar Lampung yakni sala satu terduga bandar

narkotika yang ditembak mati anggota Subdit 2 Direktorat Narkoba Polda

Lampung Ridho Aures akan menggugat Polda Lampung. Pasalnya pihak keluarga

menilai banyak kejanggalan atas kasus yang menimpa mahasiswa semester akhir,

Universitas Bandar Lampung (UBL) tersebut. Mereka minta Kapolri dan Propam

Mabes Polri turun menyelidiki kasus tersebut.7

Para penegak hukum di Indonesia telah berupaya penuh melakukan penegakan

hukum terhadap para pelaku peredaran gelap narkotika meskipun belum secara

tuntas. Penegakan hukum terhadap peredaran gelap narkotika tidaklah mudah

karena kejahatan ini memiliki modus operandi yang sangat canggih sehingga para

pelakunya dapat bekerja dalam sebuah jaringan dengan sistem komunikasi

terputus yang menyebabkan antara penjual maupun pembeli narkotika tidak

bertemu sama sekali atau bahkan hampir tidak saling mengenal satu sama lain.

Ketiga, kasus dua bandar narkoba ditembak polisi mereka berusaha mengedarkan

6 kilogram narkotika jenis sabu kristal di Lampung, dua tersangka tewas saat

penggerebekan tim Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung. Kepala

BNN Lampung Brigjen Tagam Sinaga menjelaskan, kedua pelaku, Wiko dan

7https://www.kupastuntas.co/2017/05/10/keluarga-terduga-bandar-narkoba-yang-ditembak-mati-

akan-gugat-polda-lampung/. diakses pada Tanggal 03 April 2018

Page 23: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

7

Alam, tewas ditembak karena melawan petugas saat hendak ditangkap. Pelaku

meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit. "Tersangka merupakan target

operasi kami sejak lama, komplotan ini dikendalikan oleh penghuni lapas,"

Tersangka Wiko tewas saat sedang melakukan transaksi kedua yang berperan

sebagai kurir, sedangkan Alam adalah pengendali kurir. Barang haram itu akan

dibawa dan diedarkan di Provinsi Lampung.8

Keempat, Toni Sapujagat yang diduga bandar sabu-sabu di Menggala tewas

diterjang peluru aparat saat penggerebekan. Toni sempat melakukan perlawanan

menggunakan pistol FN sebelum akhirnya peluru menerjang dada dan pahanya.

Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Lampung Ajun Komisaris Besar Yani

Sudarto menjelaskan, pihaknya menduga ada beberapa aset milik Toni hasil dari

pencucian uang tindak pidana narkotika.9

Kelima, Dua dari tiga pelaku pengedar Narkoba jenis sabu-sabu. lintas provinsi,

berhasil diringkus jajaran Anggota gabungan Sektor Tulangbawang Udik, Polres

Tulang Bawang, dan Polres Lampung Tengah. di Tiyuh gunung menanti,

Kecamatan Tumijajar, Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba) pada (20/3)

senin malam lalu. Sebelumnya, ketiga pelaku tersebut telah masuk dalam Daptar

Pencarian orang (DPO) dengan masing-masing inisial dari pelaku AD,OD,

sementara PK, berhasil melarikan diri saat penangkapan. Diketahui, ketiga

tersangka itu berasal dari sumatera selatan.

Berdasarkan kasus-kasus tersebut maka upaya penegakan hukum oleh pihak

kepolisian di setiap daerah tidak berbeda dikarenakan telah berpedoman pada

8https://regional.kompas.com/read/2018/04/13/19181051/bnn-lampung-tembak-mati-dua-

pengedar-6-kilogram-sabu, diakses pada Tanggal 18 April 2018 9http://www.tribunnews.com/regional/2015/02/26/polda-lampung-dalami-kepemilikan-harta-toni-

sapujagat-yang-tewas-diterjang-peluru. Tanggal 16 April 2018

Page 24: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

8

peraturan kepolisian. Pada dasarnya penggunaan kekerasan oleh polisi baik secara

sah (lewat undang-undang) maupun dengan penyalahgunaan kekuasaan tidak

dibenarkan sekali dalam praktek. Eigon Bitter dalam bukunya the function of the

police in modern society menyatakan bahwa penggunaan kekerasan secara sah

oleh polisi praktis tidak ada artinya dan secara labih menarik Eigon Bitter

mengatakan bahwa pemberian kekuasaan kepada polisi untuk menggunakan

kekerasan dalam tugasnya itu, tidak penting sama sekali bila dikaitkan dengan

usaha untuk menghadapi penjahat.10

Asas yang mengatur perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang

terdapat didalam Undang-Undang ini adalah perlindungan terhadap asas praduga

tak bersalah. Asas praduga tak bersalah merupakan salah satu perwujudan hak

asasi manusia. Dalam UUD 1945, asas praduga tak bersalah tidak dicantumkan

secara tegas dalam satu pasal tertentu. Akan tetapi Mien Rukmini berpendapat

bahwa di dalam rumusan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 seolah-olah terkandung

makna dari asas praduga tak bersalah. Pasal tersebut mengandung pengertian

bahwa ketentuan itu dapat memberikan jaminan kepada setiap warga negara atas

keamanan pribadi dimana setiap orang mempunyai status sama baik di depan

hukum maupun pemerintahan, dan juga dalam kewajiban untuk menjunjung

hukum dan pemerintahan.11

Kepolisian dalam melakukan penangkapan haruslah berpegang pada asas praduga

bersalah. Pihak kepolisian harus yakin bahwa orang yang akan ditangkap

merupakan diduga kuat pelaku suatu tindak pidana yang didasarkan baik itu dari

10

Yesmil Anwar dan Adang, Pembaharuan Hukum Pidana, Grasindo, Jakarta, 2013, hlm. 295 11

MienRukmini, Perlindungan HAMmelalui Asas Praduga Tak Bersalah dan Asas Persamaan

Kedudukan dalam Hukum pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Alumni, Bandung, 2007, hlm.

21

Page 25: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

9

laporan atau penemuan bukti permulaan yang cukup. Sehingga tindakan

kepolisian terkait tembak di tempat merupakan tindakan yang dapat

dikualifikasikan sebagai pelanggaran HAM. Namun disisi lain peredaran

narkotika secara ilegal telah menjadi kejahatan luar biasa yang dapat merusak

generasi penerus bangsa.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Tindakan Tembak Ditempat Oleh Anggota Kepolisian

Terhadap Pengedar Narkotika Dikaitkan Dengan Perlindungan HAM (Studi

Pada Polda Lampung)”

Page 26: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

10

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah

adalah:

a. Bagaimanakah upaya kepolisian dalam pengungkapan kasus peredaran

narkotika sehingga tidak terjadi pelanggaran HAM ?

b. Mengapa tindakan tembak di tempat oleh anggota kepolisian terhadap

pengedar narkotika dapat dikatakan sebagai bentuk pelanggaran HAM ?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada kajian ilmu hukum pidana dan

hukum acara pidana yang mengkaji mengenai tindakan tembak ditempat oleh

anggota kepolisian terhadap pengedar narkotika dikaitakan dengan perlindungan

HAM, penelitian ini juga mengkaji Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

Tentang KUHAP dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak

Asasi Manusia. Studi penelitian ini diambil di wilayah Polda Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk menganalisis dan memahami upaya kepolisian dalam pengungkapan

kasus peredaran narkotika sehingga tidak terjadi pelanggaran HAM.

b. Untuk menganalisis dan memahami tindakan tembak di tempat oleh anggota

kepolisian terhadap pengedar narkotika dapat dikatakan sebagai bentuk

pelanggaran HAM.

Page 27: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

11

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara Teoritis, Kegunaan penulisan ini adalah untuk pengembangan

kemampuan daya nalar dan daya pikir yang sesuai dengan disiplin ilmu

pengetahuan yang dimiliki untuk dapat mengungkapkan secara obyektif

melalui metode ilmiah dalam memecahkan setiap permasalahan yang ada,

khususnya masalah yang berkaitan dengan aspek hukum pidana terhadap

tindakan tembak ditempat oleh anggota kepolisian terhadap pengedar

narkotika dikaitakan dengan perlindungan HAM.

b. Secara Praktis, sebagai sumber informasi atau bahan pembaca pembanding

seperti hakim, advokat, jaksa, terdakwa, mahasiswa, dan pihak yang

membutuhkan dalam melakukan penelitian, dan juga sebagai salah satu syarat

dalam menempuh ujian di Magister Hukum Universitas Lampung.

Page 28: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

12

D. Kerangka Pemikiran

1. Alur Pikir

Tindakan anggota Kepolisian Dalam

Melakukan Tembak di Tempat

Kepada Pengedar Narkotika

Hak Asasi Manusia

PEMBAHASAN

Penerapan Tembak di

Tempat Oleh Pihak

Kepolisian Dikaitkan

Dengan Hak Asasi

Manusia

Mekanisme

Kepolisian Dalam

Mengungkap Kasus

Narkotika

Teori Diskresi

Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009

Tentang Implementasi Prinsip Dan

Standar Hak Asasi Manusia Dalam

Penyelenggaraan Tugas Kepolisian

Negara Republik Indonesia

Diskresi

Page 29: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

13

2. Kerangka Teoritis

a. Teori Diskresi Kepolisian

Diskresi Kepolisian pada dasarnya merupakan kewenangan Kepolisian yang

bersumber pada asas Kewajiban umum Kepolisian ( Plichtmatigheids beginsel)

yaitu suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat kepolisian untuk

bertindak atau tidak bertindak menurut penilaiannya sendiri , dalam rangka

kewajiban umumnya menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan

umum.

Diskresi Kepolisian di Indonesia secara yuridis diatur pada pasal 18 UU No 2

2002 yaitu “ Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik

Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut

penilaiannya sendiri “ , hal tersebut mengandung maksud bahwa seorang anggota

Polri yang melaksanakan tugasnnya di tengah tengah masyarakat seorang diri,

harus mampu mengambil keputusaan berdasarkan penilaiannya sendiri apabila

terjadi gangguan terhadap ketertiban dan keamanan umum atau bila timbul bahaya

bagi ketertiban dan keamanan umum.

Diskresi Polisi dapat pula diartikan sebagai wewenang Pejabat Polisi untuk

memilih bertindak atau tidak bertindak secara legal atau ilegal dalam menjalankan

tugasnya. Diskresi membolehkan seorang Polisi untuk memilih diantara berbagai

peran (memelihara ketertiban, menegakkan hukum atau melindungi masyarakat)

taktik (menegakkan Undang-Undang Lalu Lintas dengan berpatroli atau berjaga

pada suatu tempat) ataupun tujuan (menilang pelanggar atau menasehatinya)

dalam pelaksanaan tugasnya.

Page 30: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

14

Seorang pejabat Polisi dapat menerapkan diskresi dalam berbagai kejadian yang

dihadapinya sehari-hari tetapi berbagai literatur tentang diskresi lebih difokuskan -

kepada penindakan selektif (Selective Enforcement) yaitu berkaitan dengan faktor-

faktor yang mempengaruhi apakah seorang pelanggar hukum akan ditindak atau

tidak. Diskresi pada umumnya dikaitkan kepada dua konsep yaitu penindakan

selektif dan patroli terarah (Directed Patrol).

Diskresi adalah suatu kekuasaan atau wewenang yang dilakukan berdasarkan

hukum atas pertimbangan dan keyakinan serta lebih menekankan

pertimbanganpertimbangan moral dari pada pertimbangan hukum.12

Diskresi

menyangkut pengambilan keputusan yang tidak sangat terikat oleh hukum, di

mana penilaian pribadi juga memegang peranan. Diskresi kepolisian adalah suatu

wewenang menyangkut pengambilan suatu keputusan pada kondisi tertentu atas

dasar pertimbangan dan keyakinan pribadi seorang anggota kepolisian.13

Kekuasaan diskresi yang dimiliki polisi menunjukkan polisi memiliki kekuasaan

yang besar karena polisi dapat mengambil keputusan di mana keputusannya bisa

di luar ketentuan perundang-undangan, akan tetapi dibenarkan atau diperbolehkan

oleh hukum. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Samuel Walker bahwa

satu hal yang dapat menjelaskan berkuasanya kepolisian atau lembaga lain dalam

melaksanakan tugas, yaitu adanya diskresi atau wewenang yang diberikan oleh

hukum untuk bertindak dalam situasi khusus sesuai dengan penilaian dan kata hati

instansi atau petugas sendiri.

12

M. Faal., Op.cit., 1991, hlm. 23. 13

F. Anton Susanto, Kepolisan dalam Upaya Penegakan Hukum di Indonesia, Rineka Cipta,

Jakarta, 2004, hlm. 12

Page 31: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

15

Pelaksanaan diskresi oleh polisi tampak terkesan melawan hukum, namun hal itu

merupakan jalan keluar yang memang diberikan oleh hukum kepada polisi guna

memberikan efisiensi dan efektifitas demi kepentingan umum yang lebih besar,

selanjutnya diskresi memang tidak seharusnya dihilangkan. Diskresi tidak dapat

dihilangkan dan tidak seharusnya dihilangkan. Diskresi merupakan bagian

integral dari peran lembaga atau organisasi tersebut. Namun, diskresi bisa dibatasi

dan dikendalikan, misalnya dengan cara diperketatnya perintah tertulis serta

adanya keputusan terprogram yang paling tidak mampu menyusun dan menuntut

tindakan diskresi. Persoalannya, keputusan-keputusan tidak terprogram sering

muncul dan membuka pintu lebar-lebar bagi pengambilan diskresi.14

Diskresi meskipun dapat dikatakan suatu kebebasan dalam mengambil keputusan,

akan tetapi hal itu bukan hal yang sewenang-wenang dapat dilakukan oleh polisi.

Diskresi itu disamakan begitu saja dengan kesewenang-wenangan untuk bertindak

atau berbuat sekehendak hati polisi. Menurut H.R. Abdussalam15

, tindakan yang

diambil oleh polisi didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan

pada prinsip moral dan prinsip kelembagaan, sebagai berikut:

a) Prinsip moral, bahwa konsepsi moral akan memberikan kelonggaran kepada

seseorang, sekalipun ia sudah melakukan kejahatan;

b) Prinsip kelembagaan, bahwa tujuan institusional dari polisi akan lebih

terjamin apabila hukum itu tidak dijalankan dengan kaku sehingga

menimbulkan rasa tidak suka dikalangan warga negara biasa yang patuh pada

hukum.

14

Ibid. hlm. 17 15

H.R. Abdussalam. Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum, Restu

Agung, Jakarta, 2009, hlm. 51

Page 32: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

16

Mengingat kekuasaan diskresi yang menjadi wewenang polisi itu sangat luas,

maka diperlukan persyaratan-persyaratan yang harus dimiliki oleh petugas,

terutama di dalam menilai suatu perkara. Hal ini diperlukan guna menghindari

penyalahgunaan kekuasaan mengingat diskresi oleh polisi didasarkan atas

kemampuan atau pertimbangan subyektif pada diri polisi sendiri.

Sebagai contoh di dalam melaksanakan KUHAP polisi sebelum mengadakan

penyidikan didahului dengan kegiatan penyelidikan. Sesungguhnya fungsi

penyelidikan ini merupakan alat penyaring atau filter terhadap peristiwa-peristiwa

yang terjadi apakah dapat dilakukan penyidikan atau tidak. Untuk mencegah

tindakan sewenang-wenang atau arogansi petugas yang didasarkan atas

kemampuan atau pertimbangan subyektif. Menurut Satjipto Raharjo , tindakan

diskresi oleh polisi dibatasi oleh:16

a) Asas keperluan, bahwa tindakan itu harus benar-benar diperlukan;

b) Tindakan yang diambil benar-benar untuk kepentingan tugas kepolisian;

c) Asas tujuan, bahwa tindakan yang paling tepat untuk meniadakan suatu

gangguan atau tidak terjadinya kekhawatiran terhadap akibat yang lebih besar;

d) Asas keseimbangan, bahwa dalam mengambil tindakan harus diperhitungkan

keseimbangan antara sifat tindakan atau sasaran yang digunakan dengan besar

kecilnya gangguan atau berat ringannya suatu obyek yang harus ditindak.

Langkah kebijaksanaan yang diambil polisi itu biasanya sudah banyak dimengerti

oleh komponen-komponen fungsi di dalam sistem peradilan pidana. terutama oleh

16

Satjipto Raharjo, Polisi Pelaku dan Pemikir, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991, hlm. 12-

13

Page 33: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

17

jaksa. Menurut M. Faal17

, langkah kebijaksanaan yang diambil oleh polisi itu.

Biasanya dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

a) Penggunaan hukum adat setempat dirasa lebih efektif dibanding dengan

hukum positif yang berlaku;

b) Hukum setempat lebih dapat dirasakan oleh para pihak antara pelaku, korban

dan masyarakat;

c) Kebijaksanaan yang ditempuh lebih banyak manfaat dari pada semata-mata

menggunakan hukum positif yang ada;

d) Atas kehendak mereka sendiri;

e) Tidak bertentangan dengan kepentingan umum Adanya diskresi kepolisian

akan mempermudah polisi di dalam menjalankan tugasnya, terutama pada saat

penyidikan di dalam menghadapi perkara pidana yang dinilai kurang efisien

jika dilanjutkan ke proses selanjutnya.

Pasal 3 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, prinsip-prinsip

penggunaan kekuatan sebagai batas dalam tindakan kepolisian (diskresi) adalah:

a) Legalitas, yang berarti bahwa semua tindakan kepolisian harus sesuai dengan

hukum yang berlaku;

b) Nesesitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan dapat dilakukan bila

memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang

dihadapi;

17

M. Faal. Op.cit 1991. hlm. 26-27

Page 34: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

18

c) Proporsionalitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan harus dilaksanakan

secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau

respon anggota polri, sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban/

penderitaan yang berlebihan;

d) Kewajiban umum, yang berarti bahwa anggota polri diberi kewenangan untuk

bertindak atau tidak bertindak menurut penilaian sendiri, untuk menjaga,

memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum;

e) Preventif, yang berarti bahwa tindakan kepolisian mengutamakan pencegahan;

f) Masuk akal (reasonable), yang berarti bahwa tindakan kepolisian diambil

dengan mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dari ancaman atau

perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahaya terhadap

masyarakat.

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan

dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,

serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat

dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Dalam melaksanakan tugas

di lapangan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sering dihadapkan

pada situasi, kondisi atau permasalahan yang mendesak, sehingga perlu

melaksanakan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian.

Pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian harus dilakukan

dengan cara yang tidak bertentangan denga aturan hukum, selaras dengan

kewajiban hukum dan tetap menghormati/menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

Page 35: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

19

b. Tahapan Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian

Dalam Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan

Dalam Tindakan Kepolisian. Pasal 5 ayat (1) menyatakan Tahapan penggunaan

kekuatan dalam tindakan kepolisian terdiri dari:

1) Tahap 1 : kekuatan yang memiliki dampak deterrent/pencegahan

2) Tahap 2 : perintah lisan

3) Tahap 3 : kendali tangan kosong lunak

4) Tahap 4 : kendali tangan kosong keras

5) Tahap 5 : kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata,

semprotan cabe atau alat lain sesuai standar Polri

6) Tahap 6 : kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain yang

menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka yang

dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota

masyarakat.

Lebih rinci penggunaan senjata api diatur dalam Peraturan Kapolri No. 8 Tahun

2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam

Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang terdapat

pada beberapa pasal yakni sebagai berikut:

Pasal 45

Setiap petugas Polri dalam melakukan tindakan dengan menggunakan kekuatan/

tindakan keras harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. tindakan dan cara-cara tanpa kekerasan harus diusahakan terlebih dahulu;

b. tindakan keras hanya diterapkan bila sangat diperlukan

c. tindakan keras hanya diterapkan untuk tujuan penegakan hukum yang sah;

Page 36: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

20

d. tidak ada pengecualian atau alasan apapun yang dibolehkan untuk

menggunakann kekerasan yang tidak berdasarkan hukum;

e. penggunaan kekuatan dan penerapan tindakan keras harus dilaksanakan

secara proporsional dengan tujuannya dan sesuai dengan hukum;

f. penggunaan kekuatan, senjata atau alat dalam penerapan tindakan keras

harus berimbang dengan ancaman yang dihadapi;

g. harus ada pembatasan dalam penggunaan senjata/alat atau dalam penerapan

tindakan keras; dan

h. kerusakan dan luka-luka akibat penggunaan kekuatan/tindakan keras harus

seminimal mungkin.

Pasal 47

(1) Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar

diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia.

(2) Senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk:

a. dalam hal menghadapi keadaan luar biasa;

b. membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat;

c. membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat;

d. mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang;

e. menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan

melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; dan

f. menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah

yang lebih lunak tidak cukup.

Page 37: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

21

Pasal 48

Setiap petugas Polri dalam melakukan tindakan kepolisian dengan menggunakan

senjata api harus memedomani prosedur penggunaan senjata api sebagai berikut:

a. petugas memahami prinsip penegakan hukum legalitas, nesesitas dan

proporsionalitas.

b. sebelum menggunakan senjata api, petugas harus memberikan peringatan

yang jelas dengan cara:

1. menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota Polri yang sedang

bertugas;

2. memberi peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas kepada sasaran

untuk berhenti, angkat tangan, atau meletakkan senjatanya; dan

3. memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi.

c. Dalam keadaan yang sangat mendesak dimana penundaan waktu diperkirakan

dapat mengakibatkan kematian atau luka berat bagi petugas atau orang lain

disekitarnya, peringatan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak perlu

dilakukan.

Pasal 49

(1) Setelah melakukan penindakan dengan menggunakan senjata api, petugas

wajib:

a. mempertanggungjawabkan tindakan penggunaan senjata api;

b. memberi bantuan medis bagi setiap orang yang terluka tembak;

c. memberitahukan kepada keluarga atau kerabat korban akibat penggunaan

senjata api; dan

d. membuat laporan terinci dan lengkap tentang penggunaan senjata api.

Page 38: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

22

(2) Dalam hal terdapat pihak yang merasa keberatan atau dirugikan akibat

penggunaan senjata api oleh petugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

maka:

a. petugas wajib membuat penjelasan secara rinci tentang alasan penggunaan

senjata api, tindakan yang dilakukan dan akibat dari tindakan yang telah

dilakukan;

b. pejabat yang berwenang wajib memberikan penjelasan kepada pihak yang

dirugikan; dan

c. tindakan untuk melakukan penyidikan harus dilaksanakan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

c. Kajian Teori Perlindungan Hukum

Awal mula dari munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori

hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles

(murid Plato), dan Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hukum alam

menyebutkan bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan

abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran

ini memandang bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan aturan secara

internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum

dan moral.

Menurut Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum alam adalah ketentuan akal

yang bersumber dari Tuhan yang bertujuan untuk kebaikan dan dibuat oleh orang

yang mengurus masyarakat untuk disebarluaskan. Eksistensi dam konsep hukum

alam selama ini, masih banyak dipertentangkan dan ditolak oleh sebagian besar

filosof hukum, tetapi dalam kanyataann justru tulisan-tulisan pakar yang menolak

Page 39: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

23

itu, banyak menggunakan paham hukum alam yang kemungkinan tidak

disadarinya.

Salah satu alasan yang mendasari penolakkan sejumlah filosof hukum terhadap

hukum alam, karena mereka masih mengganggap pencarian terhadap sesuatu yang

absolut dari hukum alam, hanya merupakan suatu perbuatan yang sia-sia dan tidak

bermanfaat.18

Terjadi perbedaan pandangan para filosof tentang eksitensi hukum

alam, tetapi pada aspek yang lain juga menimbulkan sejumlah harapan bahwa

pencarian pada yang “absolut” merupakan kerinduan manusia akan hakikat

keadilan. Hukum alam sebagai kaidah yang bersifat “universal, abadi, dan berlaku

mutlak”, ternyata dalam kehidupan modern sekalipun tetap akan eksis yang

terbukti dengan semakin banyaknya orang membicarakan masalah hak asasi

manusia (HAM).19

Menurut Von Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum alam adalah cerminan

dari undang-undang abadi (lex naturalis). Jauh sebelum lahirnya aliran sejarah

hukum, ternyata aliran hukum alam tidak hanya disajikan sebagai ilmu

pengetahuan, tetapi juga diterima sebagai prinsip-prinsip dasar dalam perundang-

undangan. Keseriusan umat manusia akan kerinduan terhadap keadilan,

merupakan hal yang esensi yang berharap adanya suatu hukum yang lebih tinggi

dari hukum positif. Hukum alam telah menunjukkan, bahwa sesungguhnya

hakikat kebenaran dan keadilan merupakan suatu konsep yang mencakup banyak

teori. Berbagai anggapan dan pendapat para filosof hukum bermunculan dari masa

18

Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004, hlm. 116 19

Ibid, hlm. 116

Page 40: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

24

ke masa. Pada abad ke-17, substansi hukum alam telah menempatkan suatu asas

yang berisfat universal yang bisa disebut HAM.20

Berbicara mengenai hak asasi manusia atau HAM menurut Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat

hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan

Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung

tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Pada dasarnya setiap

manusia terlahir sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa (TYME) yang

secara kodrati mendapatkan hak dasar yaitu kebebasan, hak hidup, hak untuk

dilindungi, dan hak yang lainnya.

Hal ini senada dengan prinsip hukum alam pada abad ke-18 yaitu kebebasan

individu dan keutamaan rasio, salah satu penganutnya adalah Locke, menurut

Locke teori hukum beranjak dari dua hal di atas yaitu kebebasan individu dan

keutamaan rasio. Ia juga mengajarkan pada kontrak sosial.

Menurutnya manusia yang melakukan kontrak sosial adalah manusia yang tertib

dan menghargai kebebasan, hak hidup dan pemilikan harta sebagai hak bawaan

manusia. Menurut Locke masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang tidak

melanggar hak-hak dasar manusia. Menurut locke, hak-hak tersebut tidak ikut

diserahkan kepada penguasa ketika kontrak sosial dilakukan. Oleh karena itu,

kekuasaan penguasa yang diberikan lewat kontrak sosial, dengan sendirinya tidak

mungkin bersifat mutlak.

20

Ibid, hlm. 116

Page 41: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

25

Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya

sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah berikap hati-hati dalam

pengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan yang represif

bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penangananya di

lembaga peradilan.21

Patut dicatat bahwa upaya untuk mendapatkan perlindungan hukum tentunya yang

diinginkan oleh manusia adalah ketertiban dan keteraturan antara nilai dasar dari

hukum yakni adanya kepastian hukum, kegunaan hukum serta keadilan hukum,

meskipun pada umumnya dalam praktek ketiga nilai dasar tersebut bersitegang,

namun haruslah diusahakan untuk ketiga nilai dasar tersebut bersamaan.22

Fungsi primer hukum, yakni melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang

dapat merugikan dan menderitakan hidupnya dari orang lain, masyarakat maupun

penguasa. Di samping itu berfungsi pula untuk memberikan keadilan

serta menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

3. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan

dalam penelitian23

. Berdasarkan definisi tersebut, maka batasan pengertian dari

istilah yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Tindakan merupakan upaya paksa dan/atau tindakan lain yang dilakukan

secara bertanggung jawab menurut hukum yang berlaku untuk mencegah,

21

Maria Alfons, “Implementasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-produk Masyarakat

Lokal Dalam Perspektif Hak Kekayaan Intelektual”, Ringkasan Disertasi Doktor, : Universitas

Brawijaya, Malang, 2010, hlm. 18 22

Ibid, hlm. 18 23

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Press Jakarta, 1993,

hlm. 112.

Page 42: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

26

menghambat, atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan yang mengancam

keselamatan, atau membahayakan jiwa raga, harta benda atau kehormatan

kesusilaan, guna mewujudkan tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya

ketenteraman masyarakat.

b. Tembak di Tempat adalah melepaskan peluru dan sebagainya dari senjata api

pada situasi tertentu.

c. Anggota Kepolisian adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik

Indonesia.

d. Pengedar Narkotika adalah orang yang mengedarkan, membawa narkotika

dari orang yang satu kepada yang lainnya secara ilegal.

e. Perlindungan HAM adalah perlindungan terhadap hak asasi manusia yang

harus dilindungi karena hak asasi manusia sangat penting dalam Negara yang

penuh kriminalitas supaya kekerasan berlebihan tidak terjadi.

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis

normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan untuk

memahami persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan atau

kajian ilmu hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk

memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan penelitian berdasarkan

realitas yang ada.24

Berdasarkan pengertian tersebut, pendekatan yuridis normatif

dan yuridis empiris digunakan untuk memahami persoalan mengenai bagaimana

47

Ibid, hlm. 41.

Page 43: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

27

upaya kepolisian dalam pengungkapan kasus peredaran narkotika sehingga tidak

terjadi pelanggaran HAM dan mengapa tindakan tembak ditempat oleh anggota

kepolisian dapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM.

2. Sumber dan Jenis Data

Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh penulis secara langsung dari

lapangan penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan responden,

yakni anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia pada polda Lampung

dan akademisi di wilayah lampung, untuk mendapatkan data yang diperlukan

dalam penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber

hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder

dalam penelitian ini, terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer bersumber dari:

(1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 73

Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

(2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP).

(3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

Page 44: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

28

(4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

(5) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

(6) Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan

dalam Tindakan Kepolisian.

(7) Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip

dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder dapat bersumber dari bahan-bahan hukum yang

melengkapi hukum primer dan peraturan perundang-undangan lain yang

sesuai dengan masalah dalam penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier dapat bersumber dari berbagai bahan seperti

teori/pendapat para ahli dalam berbagai literatur/buku hukum,

dokumentasi, media masa, kamus hukum dan sumber dari internet.

3. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah orang yang dapat memberi informasi yang dibutuhkan oleh

peneliti, dengan demikian maka dalam penelitian ini penentuan narasumber yang

akan diwawancarai sangat penting guna mendapatkan informasi terkait yang

diteliti. Sebagaimana tersebut diatas maka narasumber dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1) Anggota Kepolisian di wilayah Polda Lampung = 2 orang

2) Dosen bagian hukum pidana Fakultas Hukum Unila = 1 orang +

Jumlah = 3 orang

Page 45: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

29

4. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah prosedur yang dilakukan dengan serangkaian kegiatan

seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku literatur serta

melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan terkait

dengan permasalahan.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan adalah prosedur yang dilakukan dengan kegiatan wawancara

(interview) kepada responden penelitian sebagai usaha mengumpulkan berbagai

data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas

dalam penelitian.

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah

diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Pengolahan data dilakukan

dengan tahapan sebagai berikut:

a. Seleksi data, adalah kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data

selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti dalam

penelitian ini.

b. Klasifikasi data, adalah kegiatan penempatan data menurut kelompok-

kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-

benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.

Page 46: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

30

c. Sistematisasi, adalah kegiatan menyusun data yang saling berhubungan dan

merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada sub pokok pembahasan

sehingga mempermudah interpretasi data.

5. Analisis Data

Analisis data merupakan langkah lanjut setelah melakukan penelitian. Menurut

Soerjono Soekanto, analisis data adalah menguraikan data dalam bentuk kalimat

yang tersusun secara sistematis, jelas, dan terperinci yang kemudian

diinterpretasikan untuk memperoleh suatu kesimpulan. Analisis data yang

dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan penarikan

kesimpulan dilakukan dengan metode induktif, yaitu menguraikan hal-hal yang

bersifat khusus ke hal-hal yang bersifat umum sesuai dengan permasalahan yang

dibahas dalam penelitian ini.25

F. Sistematika Penulisan

Bab I. Pendahuluan Bab ini akan diuraikan mengenai Latar Belakang Masalah,

Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka

Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab II. Tinjauan Pustaka, merupakan Bab yang berisi landasan teori yang

melatar belakangi penulisan di dalamnya memuat tentang tata cara penggunaan

senjata api oleh kepolisian, profesionalitas dan pengendalian diri terhadap

tindakan tembak ditempat oleh polisi, teori diskresi kepolisian, serta upaya

penegakan hukum oleh kepolisian.

25

Ibid. hlm. 121.

Page 47: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

31

Bab III. Hasil Penelitian dan Pembahasan, merupakan bab yang berisi tentang

pembahasan dari hasil penelitian yang telah diperoleh terhadap permasalahan

dalam penelitian yaitu upaya kepolisian dalam pengungkapan kasus peredaran

narkotika sehingga tidak terjadi pelanggaran HAM dan mengapa tindakan tembak

di tempat oleh anggota kepolisian terhadap pengedar narkotika dapat dikatakan

sebagai bentuk pelanggaran HAM.

Bab IV. Penutup Bab ini Berisi kesimpulan dan saran, kesimpulan yang

diperoleh dari seluruh analisa penelitian dari uraian Bab I sampai Bab III yang

merupakan jawaban permasalahan berdasarkan hasil penelitian serta saran yang

relevan dengan obyek penelitian demi perbaikan dimasa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Page 48: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

32

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tata Cara Penggunaan Senjata Api oleh Aparat Kepolisian

Polisi merupakan alat Negara yang berperan memelihara keamanan dan ketertiban

masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman,

dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam

negeri. Dalam upaya terwujudnya hal tersebut, maka polisi pun diberikan

wewenang dalam upanya terjaminnya keamanan dan ketertiban. Hal ini termasuk

dalam penggunaan kekerasan senjata api. Dalam Pasal 45 Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

menyebutkan bahwa: Setiap petugas polri dalam melakukan tindakan dengan

menggunakan kekuatan/tindakan kekerasan harus mempertimbangkan hal-hal

sebagai berikut:

1) Tindakan dan cara-cara tanpa kekerasan harus diusahakan terlebih dahulu;

2) Tindakan keras hanya diterapkan bila diperlukan;

3) Tindakan keras hanya diterapkan untuk tujuan penegakan hukum yang sah;

4) Tidak ada pengecualian atau alasan apapun yang dibolehkan untuk

menggunakan kekerasan yang tidak berdasarkan hukum;

5) Penggunaan kekuatan dan penerapan tindakan keras harus dilaksanakan secara

proporsional dengan tujuannya dan sesuai dengan hukum;

6) Penggunaan kekuatan, senjata atau alat dalam penerapan tindakan keras harus

berimbang dengan ancaman yang dihadapi;

7) Harus ada pembatasan dalam penggunaan senjata/alat atau dalam

penerapantindakan keras;

8) Kerusakan dan luka-luka akibat penggunaan kekuatan/tindakan keras harus

seminimal mungkin.

Page 49: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

33

Dalam pelaksanaannya kemudian, dibentuklah Peraturan Kepala Kepolisian

Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan kepolisian

dalam melakukan tindakan. Disebutkan dalam Pasal 5, bahwa:

1) Tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian terdiri dari:

a) Tahap 1: kekuatan yang memiliki detterent/pencegahan;

b) Tahap 2: perintah lisan;

c) Tahap 3: kendali tangan kosong lunak;

d) Tahap 4: kendali tangan kosong keras;

e) Tahap 5: kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata,

semprotan cabeatau alat lain sesuai standar Polri;

f) Tahap 6: kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain yang

menghentikan tindakan atau prilaku pelaku kejahatan atau tersangka yang

dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota

masyarakat.

2) Anggota Polri harus memilih tahapan penggunaan kekuatan sebagaimana

dimaksud pada ayat 1, sesuai tingkatan bahaya ancaman dari pelaku kejahatan

atau tersangka dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 3 Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan kepolisian.

Dalam hal tersebut di atas sudah jelas bahwa senjata api hanya dapat digunakan

sebagai tahapan terakhir dalam penggunaan kekuatan atau tindakan kepolisian.

Dalam ayat 2 pun dikatakan bahwa dalam penggunaan kekuatan haruslah sesuai

dengan tingkatan bahaya ancaman dari pelaku kejahatan atau tersangka dan

memperhatikan prinsip-prinsip yang berlaku. Prinsip-prinsip tersebut adalah

prinsip legalitas, nesesitas, dan proporsionalitas.26

Maksud dari asas legalitas adalah tindakan atau penggunaan tersebut haruslah

sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku. Sementara asas nesesitas

26

A. Y Kanter dan S. R Sianturi, 2002. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia dan penerapannya,

Jakarta: Storia Grafika, hlm. 74

Page 50: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

34

merupakan asas yang memerintahkan agar tindakan penggunaan senjata api harus

sesuai dengan kebutuhan dalam menegakkan hukum, yang hanya dapat

dipergunakan apabila hal tersebut tidak dapat dihindarkan lagi. Dan yang terakhir

adalah asas proporsionalitas, yaitu asas yang memerintahkan bahwa tindakan

tersebut dapat dilakukan apabila seimbang antara ancaman dan tindakan

penggunaan senjata api.

Setiap ancaman bahaya yang ada haruslah menggunakan kekuatan, akan tetapi

sebelumnya harus menggunakan komunikasi lisan/ucapan dengan cara membujuk,

memperingatkan dan memerintahkan untuk menghentikan tindakan pelaku

kejahatan atau tersangka. Dalam menghadapi setimpa ancaman bahaya, maka

haruslah menggunakan tahapan tindakan, dimulai dengan tindakan pasif sampai

dengan tindakan agresif. Tindakan pasif adalah tindakan dengan menggunakan

tangan kosong secara lunak. Sementara tindakan agresif adalah tindakan

kekerasan dengan menggunakan alat, baik itu benda tumpul, zat kimia, ataupun

dengan kendali senjata api.

Dalam penggunaan kendali senjata api pun tidak boleh sembarangan. Lebih lanjut

dalam Pasal 8 menyebutkan bahwa:

1) Penggunaan kekuatan dengan kendali senjata api atau alat lain sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d dilakukan ketika:

a) Tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera

menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau

masyarakat;

Page 51: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

35

b) Anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk

akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau

tersangka tersebut;

c) Anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka

yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau

masyarakat.

2) Penggunaan kekuatan dengan senjata api atau alat lain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) merupakan upaya terakhir untuk menghentikan tindakan pelaku

kejahatan atau tersangka;

3) Untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka yang

merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan penggunaan kendali

senjata api dengan atau tanpa harus diawali peringatan atau perintah lisan.

Selain itu, dalam Pasal 15 mengatur tentang tembakan peringatan dalam

penggunaan senjata api yang menyebutkan bahwa:

1) Dalam hal tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat menimbulkan

bahaya ancaman luka parah atau kematian terhadap anggota Polri atau

masyarakat atau dapat membahayakan keselamatan umum dan tidak bersifat

segera, dapat dilakukan tembakan peringatan;

2) Tembakan peringatan sebagaimana dimaksud pada ayai (1) dilakukan dengan

pertimbangan yang aman, beralasan dengan masuk akal untuk menghentikan

tindakan pelaku kejahatan atau tersangka, serta tidak menimbulkan ancaman

atau bahaya bagi orang-orang di sekitarnya;

Page 52: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

36

3) Tembakan peringatan hanya dilepaskan ke udara atau ke tanah dengan kehati-

hatian yang tinggi apabila alternatif lain sudah dilakukan tidak berhasil dengan

tujuan sebagai berikut:

a) Untuk menurunkan moril pelaku kejahatan atau tersangka yang akan

menyerang anggota Polri atau masyarakat;

b) Untuk memberikan peringatan sebelum tembakan diarahkan kepada

pelaku kejahatan atau tersangka.

4) Tembakan peringatan tidak diperlukan ketika menangani bahaya ancaman

yang dapat menimbulkan luka parah atau kematian bersifat segera, sehingga

tidak memungkinkan untuk dilakukan tembakan peringatan.

Dalam Pasal tersebut menjelaskan bahwa tembakan peringatan dilakukan sebagai

tindakan awal dalam penggunaan kendali senjata api. Tembakan peringatan

dilakukan untuk menurunkan moril si pelaku kejahatan dan juga memberikan

peringatan sebelum diarahkan ke pelaku. Akan tetapi, tembakan peringatan tidak

diperlukan jika ancaman yang diberikan pelaku dapat menimbulkan luka parah

atau kematian yang bersifat segera, yang tidak memungkinkan dilakukannya

tembakan peringatan. Selain itu dalam Perkapolri No. 8 Tahun 2009 penjelasan

penggunaan kekuatan juga diatur yakni sebagai berikut:

Pasal 45

Setiap petugas Polri dalam melakukan tindakan dengan menggunakan kekuatan/

tindakan keras harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. tindakan dan cara-cara tanpa kekerasan harus diusahakan terlebih dahulu;

b. tindakan keras hanya diterapkan bila sangat diperlukan

Page 53: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

37

c. tindakan keras hanya diterapkan untuk tujuan penegakan hukum yang sah;

d. tidak ada pengecualian atau alasan apapun yang dibolehkan untuk

menggunakann kekerasan yang tidak berdasarkan hukum;

e. penggunaan kekuatan dan penerapan tindakan keras harus dilaksanakan

secara proporsional dengan tujuannya dan sesuai dengan hukum;

f. penggunaan kekuatan, senjata atau alat dalam penerapan tindakan keras

harus berimbang dengan ancaman yang dihadapi;

g. harus ada pembatasan dalam penggunaan senjata/alat atau dalam penerapan

tindakan keras; dan

h. kerusakan dan luka-luka akibat penggunaan kekuatan/tindakan keras harus

seminimal mungkin.

Kemudian penjelasan kembali mengenai syarat dan prosedur penggunaan senjata

api yakni terdapat dalam Perkapolri No. 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi

Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang terdapat pada beberapa pasal yakni

sebagai berikut:

Pasal 47

(1) Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar

diperuntukkan untuk

melindungi nyawa manusia.

(2) Senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk:

a. dalam hal menghadapi keadaan luar biasa;

b. membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat;

c. membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat;

Page 54: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

38

d. mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang;

e. menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan

melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; dan

f. menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah

yang lebih lunak tidak cukup.

Pasal 48

Setiap petugas Polri dalam melakukan tindakan kepolisian dengan menggunakan

senjata api harus memedomani prosedur penggunaan senjata api sebagai berikut:

a. petugas memahami prinsip penegakan hukum legalitas, nesesitas dan

proporsionalitas.

b. sebelum menggunakan senjata api, petugas harus memberikan peringatan

yang jelas dengan cara:

1. menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota Polri yang sedang

bertugas;

2. memberi peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas kepada sasaran

untuk berhenti, angkat tangan, atau meletakkan senjatanya; dan

3. memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi.

c. Dalam keadaan yang sangat mendesak dimana penundaan waktu diperkirakan

dapat mengakibatkan kematian atau luka berat bagi petugas atau orang lain

disekitarnya, peringatan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak perlu

dilakukan.

Pasal 49

(1) Setelah melakukan penindakan dengan menggunakan senjata api, petugas

wajib:

Page 55: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

39

a. mempertanggungjawabkan tindakan penggunaan senjata api;

b. memberi bantuan medis bagi setiap orang yang terluka tembak;

c. memberitahukan kepada keluarga atau kerabat korban akibat penggunaan

senjata api; dan

d. membuat laporan terinci dan lengkap tentang penggunaan senjata api.

(2) Dalam hal terdapat pihak yang merasa keberatan atau dirugikan akibat

penggunaa senjata api oleh petugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

maka:

a. petugas wajib membuat penjelasan secara rinci tentang alasan penggunaan

senjata api, tindakan yang dilakukan dan akibat dari tindakan yang telah

dilakukan;

b. pejabat yang berwenang wajib memberikan penjelasan kepada pihak yang

dirugikan; dan

c. tindakan untuk melakukan penyidikan harus dilaksanakan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

B. Tembak Di Tempat Oleh Polri

1. Pengertian Tembak di Tempat

Tembak di tempat adalah sebuah istilah yang sering digunakan oleh pihak media

massa atau masyarakat terhadap Polisi yang melakukan suatu tindakannya berupa

tembakan terhadap tersangka. Istilah tembak di tempat didalam Kepolisian

dikenal dengan suatu tindakan tegas, dimana tindakan tegas tersebut berupa

tindakan tembak di tempat. Bila tembak di tempat diartikan menurut kamus

bahasa Indonesia, maka dapat diartikan ; tembak adalah melepaskan peluru dari

Page 56: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

40

senjata api (senapan/meriam); didalam kata depan untuk menandai sesuatu

perbuatan atau tempat; tempat adalah sesuatu untuk menandai atau memberi

keterangan disuatu tempat atau lokasi. Sehingga tembak di tempat dapat

diartikan sebagai suatu perbuatan berupa melepaskan peluru dari senjata api

disuatu tempat atau lokasi. Bila tembak di tempat dikaitkan dengan tugas dan

wewenang kepolisian maka tembak di tempat dapat diartikan sebagai suatu

perbuatan berupa melepaskan peluru dari senjata api oleh Polisi terhadap

tersangka disuatu tempat atau lokasi.27

Dalam setiap melakukan tindakan tembak di tempat Polisi selalu berpedoman

pada suatu kewenangan yaitu kewenangan bertindak menurut penilaiannya sendiri

hal ini yang sering disalahgunakan oleh oknum anggota Kepolisian. Kewenangan

ini tertulis di dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Kepolisian Negara

Republik Indonesia, pasal ini dapat disebut dengan kewenangan diskresi. Dalam

konteks Polri, tindakan diskresi secara legal dapat dilakukan oleh Polri.

Dasar hukum diskresi bagi petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)

dalam melaksanakan tugasnya dapat dilihat pada UndangUndang Nomor 2 Tahun

2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia:

a) Pasal 15 ayat (2) huruf k, Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai

dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang : melaksanakan

kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas Kepolisian;

b) Pasal 16 ayat (1) huruf I, Dalam rangka menyelenggarakan tugas dibidang

proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk :

mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Dimana

27

Sadjijono, Mengenal Hukum Kepolisian, Surabaya, Laksabang Mediatama, 2008

Page 57: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

41

tindakan lain harus memenuhi syarat sesuai dengan Pasal 16 ayat (2), sebagai

berikut :

1) Tidak bertentangan dengan aturan hukum;

2) Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut

dilakukan;

3) Hukum patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;

4) Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa;

5) Menghormati Hak Asasi Manusia.

c) Pasal 18 ayat (1) Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara

Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat

bertindak menurut penilaiannya sendiri. Ayat (2) pelaksanaan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan

yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan PerundangUndangan,

serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia;

d) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, yang

berhubungan dengan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana menunjuk

adanya tindakan lain berdasarkan hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.

Pasal 7 ayat (1) huruf j KUHAP, yang memberikan wewenang kepada

penyidik yang karena kewajibannya dapat melakukan tindakan apa saja

menurut hukum yang bertanggung jawab.

2. Pemberlakuan Tembak di Tempat Terhadap Tersangka

Pada dasarnya pemberlakuan tembak di tempat terhadap tersangka merupakan

langah terakhir yang dilakukan oleh Polisi, sebelum melakukan tindakan tembak

di tempat seorang anggota Polisi harus mempertimbangkan hal-hal yang

Page 58: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

42

tercantum dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2009 tentang

Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan

Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, diantaranya:

a) Tindakan dan cara-cara tanpa kekerasan harus diusahakan terlebih dahulu;

b) Tindakan keras hanya diterapkan bila sangat diperlukan;

c) Tindakan keras hanya diterapkan untuk penegakkan hukum yang sah;

d) Tidak ada pengecualian atau alasan apapun yang dibolehkan untuk

menggunakan kekerasan yang tidak berdasarkan hukum;

e) Penggunaan kekuatan dan penerapan tindakan keras harus dilaksanakan secara

proporsional dengan tujuan dan sesuai dengan hukum;

f) Penggunaan kekuatan, senjata atau alat dalam penerapan tindakan keras harus

berimbang dengan ancaman yang dihadapi;

g) Harus ada batasan dalam penggunaan senjata/alat atau dalam penerapan

tindakan keras;

h) Kerusakan dan luka-luka akibat penggunaan kekuatan/tindakan keras harus

seminimal mungkin.

Bila tindakan keras atau penggunaan kekerasan sudah tidak dapat ditempuh maka

pemberlakuan tembak di tempat terhadap tersangka boleh digunakan dengan

benar-benar dan diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia, hal ini sesuai

dengan Pasal 47 ayat (1). Selain itu menurut ayat (2) pemberlakuan tembak di

tempat terhadap tersangka oleh petugas Kepolisian dapat digunakan untuk :

a) Dalam menghadapi keadaan luar biasa;

b) Membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat;

c) Membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat;

d) Mencegah terjadinya luka berat atau yang mengancam jiwa orang;

e) Menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan

melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa;

f) Menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah yang

lebih lunak tidak cukup.

Dalam menghadapi tersangka yang melakukan tindakan kejahatan Polisi

terkadang harus dilakukan tindakan kekerasan yang menjadi suatu kewenangan

tersendiri bagi Polisi. Dalam terminology hukum kewenangan tersebut disebut

sebagai tindakan diskresi.

Page 59: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

43

3. Tindakan Anggota Polisi Setelah Melakukan Tembak di Tempat

Pada dasarnya yang terpenting dalam pelaksanaan perintah tembak harus sesuai

dengan mekanisme pelaksanaan tembak di tempat dan prosedur tetap penggunaan

senjata api oleh Polri. Setelah pelaksanaan kewenangan kewenangan tembak di

tempat selesai maka setiap anggota Polri yang terlibat dalam pelaksanaan

kewenangan tembak di tempat harus membuat laporan/berita acara sebagai bentuk

pertanggungjawabannya kepada atasannya serta juga harus

mempertanggungjawabkan tindakannya dihadapan hukum. Berdasarkan Pasal

49 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8

Tahun 2009 tindakan Polisi setelah melakukan tindakan tembak di tempat Polisi

wajib :

a) Mempertanggungjawabkan tindakan penggunaan senjata api;

b) Memberi bantuan medis bagi setiap orang yang terluka tembak;

c) Memberitahukan kepada keluarga atau kerabat korban akibat penggunaan

senjata api;

d) Membuat laporan terperinci dan lengkap tentang penggunaan senjata api.

Selain itu adapun tindakan yang harus dilakukan setelah menggunakan senjata

api, disarankan untuk melakukan tindakan berikut ini :

a. Memberikan perawatan medis bagi semua yang terluka

b. Mengijinkan dilakukan penyelidikan bila diperlukan

c. Menjaga tempat kejadian perkara untuk penyelidikan lebih lanjut

d. Memberitahu keluarga dan teman-teman orang yang terluka

e. Melaporkan kejadian

Dalam penggunaan senjata api terdapat berbagai tingkatan tanggung jawab,

tergantung pada orang-orang yang menggunakannya, tujuan yang hendak dicapai,

tempat kejadian dan tingkat tanggung jawab yang mereka miliki terhadap warga

Page 60: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

44

atau pihak-pihak yang tidak terlibat. Dalam hal laporan kejadian dimana laporan

dan tinjauan atasan harus dilakukan setelah terjadinya penggunaan kekerasan dan

senjata api. Setalah itu atasan harus bertanggung jawab atas semua tindakan

anggota Polisi yang berada dibawah kepemimpinannya, jika atasan tersebut

mengetahui atau seharusnya mengetahui terjadinya penyalahgunaan wewenang

maka tindakan yang harus dilakukan berdasarkan Pasal 49 ayat (2) adalah :

a) Petugas wajib memberikan penjelasan secara rinci tentang alasan penggunaan

senjata api, tindakan yang dilakukan, dan akibat dari tindakan yang dilakukan;

b) Pejabat yang berwenang wajib memberikan penjelasan kepada pihak yang

dirugikan;

c) Tindakan untuk melakukan penyidikan harus dilaksanakan harus sesuai

dengan peraturan Perundang-Undangan.

Setiap pimpinan sebelum menugaskan anggota yang diperkirakan akan

menggunakan atau melakukan tindakan keras wajib memberikan arahan kepada

setiap anggota, bagi setiap anggota yang mengunakan kekuatan dalam tindakan

kepolisian wajib memperhatikan arahan pimpinan dimana arahan tersebut

dijadikan sebagai pertimbangan dalam menerapkan diskresi Kepolisian dan

setelah itu wajib secara segera melaporkan pelaksanaannya kepada atasan

langsung secara tertulis. Laporan yang harus dibuat dan diberikan kepada atasan

berdasarkan Pasal 14 ayat (4) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan

Kepolisian memuat antara lain :

a) Tempat dan tanggal kejadian;

b) Uraian singkat peristiwa tindakan pelaku kejahatan atau tersangka, sehingga

memerlukan tindakan Kepolisian;

c) Alasan/pertimbangan penggunaan kekuatan;

d) Rincian kekuatan yang digunakan;

e) Evaluasi hasil penggunaan kekuatan;

f) Akibat dan permasalahan yang ditimbulkan oleh penggunaan kekuatan

tersebut.

Page 61: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

45

4. Tindakan terhadap Polisi yang Tidak Sesuai Prosedur dalam Melakukan Tindak

Tembak di Tempat

Penggunaan kekerasan dan senjata api merupakan kewenangan yang diberikan

oleh Undang-Undang sebagai pilihan terakhir (last resort) bagi aparat Kepolisian

dalam menjalankan tugasnya. Dengan demikian penggunaan kekerasan berlebihan

merupakan pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang. Pemerintah juga tidak

dapat menggunakan alasan seperti ketidak stabilan nasional atau alasan-alasan lain

untuk membenarkan penyalahgunaan kekerasan dan senjata api. Tindakan

penyalahgunaan kekerasan oleh aparat kepolisian dapat direfleksikan dalam dua

bentuk. Pertama terhadap subyek yang tidak dalam penguasaannya seperti dalam

melakukan pengendalian huru-hara. Subjek disini adalah orang atau kumpulan

orang yang berdemonstrasi dimana dalam keadaan kacau aparat tidak mampu

mengatasi keadaan dan juga tidak mampu menahan dirinya.

Perintah atasan untuk bertindak, dijalankan dan dicitrakan dengan menggunakan

kekerasan yang membahyakan serta tidak menghormati martabat mausia.

Pemukulan dengan menggunakan alat pengendali huru hara hingga

mengakibatkan luka serius dan penggunaan senjata api untuk memukul

demonstran adalah hal yang seringkali dilakukan oleh aparat Kepolisian. Tata cara

penggunaan senjata api tidak lagi diperhatikan. Sekalipun yang digunakan adalah

peluru karet, penembakan dilakukan dengan membabi buta tanpa lagi

memperhitungkan dampak dan jarak aman yang akan mengakibatkan luka serius.

Bahkan seringkali dalam penanganan aksi massa Polisi melakukan penembakan

dengan menggunakan peluru tajam yang mengakibatkan kematian. Kedua,

penggunaan kekerasan dilakukan terhadap subyek yang berada dalam

Page 62: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

46

penguasaannya. Hal ini bisa ditujukan kepada seseorang atau kumpulan orang

yang telah ditahan atau ditangkap dimana Polisi menggunakan metode penyiksaan

terhadap mereka untuk mendapatkan keterangan atau hal lain. Atau dengan alasan

pelaku hendak melarikan diri, Polisi kemudian menggunakan senjata api untuk

membunuhnya. Khusus dalam penggunaan senjata api oleh penegak hukum

termasuk Polisi adalah untuk melumpuhkan pelaku serta aksi kejahatannya dan

bukan membunuhnya.

Berangkat dari pemaparan tersebut dapat dikatakan brutalitas Polisi adalah

tindakan penyalahgunaan kekerasan dan penggunaan senjata api yang ditujukan

terhadap orang atau sekelompok orang baik yang berada dalam penguasaan

maupun tidak dalam penguasaannya yang membahayakan keselamatan jiwa serta

tidak menghormati harkat dan martabat manusia. Adapun bentuk dan

penyalahgunaan kekerasan serta senjata api adalah metode penyiksaan; penahanan

atau penangkapan sewenang-wenang; menggunakan senjata api tanpa

memberikan peringatan, baik dalam penanganan huru hara maupun menghentikan

pelaku kejahatan yang mengakibatkan luka maupun kematian.

Pada dasarnya penggunaan kekerasan oleh Polisi baik secara sah, maupun dengan

penyalahgunaan kekuasaan, tidak dibenarkan sekali dalam praktek. Eigon Bitter

dalam bukunya the function of the police in modern society menyatakan bahwa

penggunaan kekerasan secara sah oleh Polisi praktis tidak ada artinya, dan secara

lebih menarik Eigon Bitter mengatakan bahwa pemberian kekuasaan bagi Polisi

untuk menggunakan kekerasan dalam tugasnya itu, tidak penting sama sekali bila

dikaitkan dengan usaha untuk menghadapi penjahat. Dalam rangka penindakan

terhadap pelanggaran disiplin oleh anggota Kepolisian dilaksanakan oleh Provoost

Page 63: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

47

Polri. Menurut Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang

Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia dimana Provoost Polri

mempunyai wewenang untuk :

a) Melakukan pemanggilan dan pemeriksaan;

b) Membantu pimpinan menyelenggarakan pembinaan dan penegakkan disiplin,

serta memelihara tata tertib kehidupan anggota Polri;

c) Menyelenggarakan siding disiplin atas perintah Ankum; dan

d) Melaksanakan putusan Ankum.

Sedangkan prosedur dan tata cara penyelesaian perkara pelanggaran disiplin oleh

anggota Polri dianut dalam Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003,

yang pelaksanaannya melalui tahapan :

a. Laporan dan pengaduan;

b. Pemeriksaan pendahuluan;

c. Pemeriksaan di depan siding disiplin;

d. Penjatuhan hukuman disiplin;

e. Pelaksanaan hukuman;

f. Pencatatan dalam data personal perorangan.

Demikian pula dengan Kode Etik Profesi Polri yang mempunyai sanksi terhadap

para anggota Polri yang melanggar Kode Etik Profesi Polri. Dalam Pasal 11 ayat

(2) Kode Etik Profesi Polri Tahun 2006 disebutkan : “Anggota Polri yang

melakukan pelanggaran kode etik dikenakan sanksi berupa”;

a. Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela;

b. Kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara terbatas ataupun secara

terbuka;

c. Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi;

d. Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi atau fungsi

Kepolisian.

Setelah melalui sidang Kode Etik Profesi Polri ini, menurut Pasal 13 Peraturan

Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian

Republik Indonesia, jika anggota Polisi terbukti bersalah melanggar Kode Etik

Profesi Polri, maka anggota Polisi tersebut dapat diberhentikan dengan tidak

Page 64: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

48

hormat, selanjutnya anggota Polisi tersebut dilimpahkan untuk disidang yuridiksi

peradilan umum di Pengadilan Negeri.

5. Kedudukan Tembak di Tempat oleh Polisi dalam Sistem Kepolisian Dunia

Pada dasarnya pemberlakuan tembak di tempat di dalam sistem Kepolisian di

dunia mana saja, hal ini didasarkan pada Prinsip-Prinsip Dasar PBB tentang

Penggunaan Kekerasan dan Penggunaan Senjata Api oleh Petugas Penegak

Hukum yang diatur dalam Resolusi Dewan Umum (34/168, Tanggal 17

Desember1979). Prinsip-Prinsip Dasar PBB tersebut walaupun bukan merupakan

sebuah perjanjian internasional, tetapi merupakan sebuah perangkat yang

bertujuan memberikan panduan bagi Negara-negara anggota dalam pelaksanaan

tugas mereka untuk menjamin dan memajukan peran petugas penegak hukum

secara benar. Selain itu dalam Pasal 3 Prinsipprinsip Dasar PBB tersebut

dikatakan bahwa “Petugas penegak hukum hanya boleh menggunakan kekerasan

bila sangat diperlukan dan hanya sebatasa yang dibutuhkan dalam melaksanakan

pekerjaan mereka”.28

Serta tertera pada Peraturan Nomor 9 dikatakan bahwa “Anggota Polisi tidak

boleh menggunakan senjata api untuk melawan orang yang dihadapi, kecuali

dalam rangka membela diri atau membela orang lain ketika menghadapi ancaman

nyawa atau luka yang parah, dan untuk mencegah kejahatan lain yang mengancam

nyawa”.

Berdasarkan peraturan tersebut diatas maka jelas tembak di tempat oleh petugas

Kepolisian terhadap tersangka dalam sistem Kepolisian didunia masih digunakan

28

Sutanto, Buku Panduan Tentang Hak Asasi Manusia Untuk Anggota Polri, Kepolisian Negara

Republik Indonesia, Jakarta, 2006.

Page 65: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

49

oleh Negara-negara lain. Walaupun berpegang pada Prinsip-prinsip Dasar PBB

tersebut namun terdapat perbedaan dalam pelaksanaan dan tata cara tembak di

tempat dibeberapa Negara. Sebagai contoh Negara Amerika Serikat dimana di

Negara tersebut tembak di tempat merupakan langkah terakhiryang diambil oleh

petugas Kepolisian dan dilakukan apabila tersangka melakukan perlawanan

menggunakan senjata api. Tetapi apabila tersangka tidak menggunakan senjata

api dan melarikan diri serta melawan terhadap petugas, petugas berusaha

melumpuhkan tersangka dengan menggunakan tongkat pemukul, apabila tidak

berhasil maka digunakan zat kimia (semprotan merica), apabila cara tersebut

masih belum berhasil maka akan digunakan alat kejut listrik, bila tersangka masih

bisa melarikan diri maka Polisi melakukan pengejaran secara bersama-sama

hingga tersangka dapat tertangkap.29

Selama tersangka tidak melakukan perlawanan menggunakan senjata api, maka

Polisi tidak akan melumpuhkan tersangka dengan menggunakan senjata api

(pistol). Bila dibandingkan dengan Negara Indonesia pelaksanaan dan tata cara

pelaksanaan tembak di tempat berbeda, hal ini dikarenakan berbedanya fasilitas

yang dimiliki oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dimana seorang Polisi

hanya dibekali dengan tongkat pemukul dengan senjata api (pistol), sehingga

dalam menghadapi tersangka hanya tiga tindakan yang dapat dilakukan yaitu

menggunakan tangan kosong, menggunakan tongkat pemukul, dan terakhir

menggunakan senjata api (pistol).

29

Rahardjo, S., Polisi Sipil Dalam Perubahan Sosial Di Indonesia, Jakarta, Buku Kompas, 2002.

Page 66: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

50

C. Profesionalitas Dan Pengendalain Diri Terhadap Tindakan Tembak Di

Tempat Oleh Polisi

Profesionalisme Polisi amat diperlukan dalam menjalankan tugas sebagai penegak

hukum, mengingat modus operandi dan teknik kejahatan semakin canggih, seiring

dengan perkembangan dan kemajuan zaman. Profesionalisme merupakan

kemahiran dan kemampuan tinggi yang didukung oleh pengetahuan, sikap,

keterampilan dan kematangan emosional dalam melaksanakn tugas dibidang

masing-masing selaras dengan ketentuan hukum yang berlaku sehingga

memberikan hasil kerja maksimal sesuai dengan standar (internasional)

pekerjaannya.30

Profesional berarti melakukan suatu keahlian sebagai pekerjaan pokok.

Profesionalisme merupakan tingkah laku etis dan pemeliharaan tata cara

menghadapi masyarakat oleh petugas penegak hukum harus sesuai dengan

prinsip-prinsip menghormati dan menaati hukum, menghormati martabat manusia,

dan menghormati dan melindungi Hak Asasi Manusia. Ketiga prinsip tersebut

termuat dalam ketentuan berprilaku sebagai kerangka kerja berprilaku profesional

dan etis dalam melaksanakan tugas-tugas penegak hukum bagi seluruh institusi

Kepolisian. Profesionalisme memiliki landasan akuntabilitas yang penting guna

menjamin bahwa Polisi secara umum maupun secara individu bertanggung jawab

atas tindakan-tindakan mereka terhadap orang-orang yang mereka layani maupun

masyarakat luas. Pada dasarnya istilah profesionalisme lebih tepat ditujukan

kepada individu Polisi dan bukan kepada organisasi. Setiap anggota Kepolisian

memiliki kompetensi dan kewenangan profesional yang bersifat individual

30

Untung S. Radjab, kedudukan dan fungsi Polisi Republik Indonesia Dalam sistim

Ketatanegaraan, Bandung, C.V. Utama, 2003.

Page 67: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

51

sebagai Polisi namun, upaya peningkatan profesionalisme tidak hanya dibebankan

kepada individu Polisi. Banyak faktor di luar diri Polisi yang ikut menentukan

keberhasilan dalam peningkatan profesionalisme dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu

faktor internal dan eksternal.

Faktor internal adalah kepribadian, sedangkan faktor eksternalnya meliputi

pendidikan dan pelatihan, kesejahteraan, proses seleksi, peralatan dan

perlengkapan anggaran serta lingkungan. Unsur yang tidak kalah penting dalam

tindakan tembak di tempat adalah pengendalian diri. Dimana pengendalian diri

adalah merupakan suatu keinginan dan kemampuan dalam menanggapi kehidupan

yang selaras, serasi dan seimbang pada hak dan kewajibannya sebagai individu

dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara.

Untuk mengendalikan dan mencegah dilakukannya tindakan tembak di tempat

terhadap tersangka ialah terdapat pada pengendalian diri setiap anggota

Kepolisian masingmasing. Sebab dengan pengendalian diri setiap anggota

Kepolisian dalam setiap mengambil keputusan maka terhadap putusan tersebut

tidak akan menghasilkan dampak yang negative dan dapat menjauhkan

profesionalitas petugas Kepolisian itu sendiri yang pada akhirnya membawa

institusi mereka sendiri (Polri). Aparat penegak hukum dalam pengertian luas

merupakan institusi penegak hukum, sedangkan dalam arti sempit, aparat penegak

hukum adalah polisi, jaksa, dan hakim. Dalam penyelenggaraan sistem peradilan

pidana, diperlukan jajaran aparatur penegak hukum yang profesional, cakap, jujur,

dan bijaksana. Para penegak hukum memiliki tanggung jawab menegakkan

wibawa hukum dan menegakkan keadilan. Profesionalisme penegak hukum dapat

Page 68: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

52

dilihat dari tingkat penguasan ilmu hukum, keterampilan dan kepribadian para

penegak hukum dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dalam bekerja.

Penegak hukum disebut profesional karena kemampuan berpikir dan bertindak

melampaui hukum tertulis tanpa menciderai nilai keadilan. Dalam menegakkan

keadilan, dituntut kemampuan penegak hukum mengkritisi hukum dan praktik

hukum demi menemukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai seorang

profesional. Kedua, pelanggaran profesi tidak pernah hilang; tetapi

perkembangannya bisa dicegah. Perlu dicatat, kualitas komitmen tergantung

kemampuan membangun self-image positif dan menjadi refleksi pentingnya self-

esteem sebagai nilai. Kesadaran akan pentingnya self-image positif dan self-

esteem sebagai nilai akan membantu seorang profesional hukum tidak mudah

memperdagangkan profesinya. Artinya, keahlian saja tidak cukup. Diperlukan

keutamaan bersikap profesional: berani menegakkan keadilan. Konsistensi

bertindak adil menciptakan kebiasaan bersikap adil.

Ketiga, keutamaan bersikap adil menjadi nyata tidak saja melalui perlakuan fair

terhadap kepentingan masyarakat, tetapi juga lewat keberanian menjadi

whistleblower saat terjadi salah praktik profesi. Seorang profesional seharusnya

tidak mendiamkan tindakan tidak etis rekan seprofesi. Ini bagian dari pelaksanaan

tugas yang tidak mudah, namun harus dilakukan karena kemampuan bersikap adil

menuntut keberanian mempraktikkan, bukan sekadar mengetahui keadilan.31

Pedoman perilaku yang bagi pemegang profesi terangkum dalam Kode Etika yang

di dalamnya mengandung muatan etika, baik etika deskriptif, normatif, dan meta-

31

Quo Vadis" Profesionalisme Hukum? Artikel Kompas, 12 Agustus 2005, oleh Andre Ata Ujan,

Pusat Pengembangan Etika Atma Jaya Jakarta

Page 69: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

53

etika.32

Jadi kode etik berkaitan dengan profesi tertentu sehingga setiap profesi

memiliki kode etiknya sendiri-sendiri tentang apa yang disepakati bersama seperti

bagaimana harus bersikap dalam hal-hal tertentu dan hubungan dengan rekan

sejawat. Akan tetapi tidak semua pekerjaan dapat dikatakan sebagai profesi yang

berhak dan layak memiliki kode etik tersendiri.

Integritas penegak hukum sebelumnya tidak lepas proses profesionalisme yang

merupakan elaborasi dari ciri yang menjadi inti konsep profesionalisme yakni:

1. Profesi menentukan standar dan latihan sendiri

2. Aparat yang terdidik secara profesional menjalani aktivitas lebih jauh

daripada sekedar mengalami sosialisasi serta lebih daripada tipe pekerjaan

lainnya

3. Praktek kaum profesional sering disahkan secara legal melalui semacam

lisensi

4. Norma-norma praktek kerja dijalani oleh kaum profesional lebih ketat

dariada kontrol oleh hukum.33

Ada tiga kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur apakah suatu pekerjaan

itu dikatakan suatu profesi atau bukan:34

1) Profesi itu dilaksanakan atas keahlian tinggi dan karena itu hanya dapat

dimasuki oleh mereka yang telah menjalani pendidikan dan pelatihan teknis

yang amat lanjut. Contohnya seperti dokter dan advokat;

32

K. Bertens, Etika,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2005, hlm. 11-15. 33

Samuel W. Bloom, TheDoctor and His Patient a sociological Interpretation, Collin Max

Milamd Publisher, London, 1985, hlm. 19. 34

Soetandyo Wignyosoebroto, Hukum: Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya, Jakarta:

ELSAM dan HUMA, 2003, hlm. 316-317.

Page 70: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

54

2) Profesi itu mensyaratkan agar keahlian yang dipakainya selalu berkembang

secara nalar dan dikembangkan dengan teratur seiring dengan kebutuhan

masyarakat yang minta dilayani oleh profesi yang menguasai keahlian

profesional tersebut, atau dengan kata lain ada standar keahlian tertentu yang

dituntut untuk dikuasai. Contohnya seperti dokter atau sarjana hukum;

3) Profesi selalu mengembangkan pranata dan lembaga untuk mengontrol agar

keahlian-keahlian profesional didayagunakan secara bertanggung jawab,

bertolak dari pengabdian yang tulus dan tak berpamrih, dan semua itu

dipikirkan untuk kemaslahatan umat.

Jadi profesi tidak dapat dijalankan dengan begitu saja, akan tetapi menuntut

tanggung jawab moral dalam penyelenggaraannya. Oleh karena itu ada tiga nilai

moral yang dituntut dari pengemban profesi, antara lain berani berbuat untuk

memenuhi tuntutan profesi, menyadari kewajiban yang harus dipenuhi selama

menjalankan profesi, serta idealisme sebagai perwujudan makna misi organisasi

profesi.35

Kode Etik Profesi Polri adalah aturan atau norma penuntun,

pembimbing dan pengendali setiap anggota Polri agar berperilaku baik sesuai

dengan nilai-nilai kebaikan (nilai-nilai etis) yang terkandung dalam profesi

kepolisian.36

Kode Etik Profesi Polri yang dirumuskan dalam Peraturan Kapolri

No. Pol.: 7 Tahun 2006 tanggal 1 Juli 2006 meliputi empat kelompok sikap

moral yakni :37

1) Etika Kepribadian, yang adalah sikap moral anggota Polri terhadap

profesinya didasarkan pada panggilan ibadah sebagai umat beragama;

35

Franz Magnis Suseno dalam Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Bandung, Citra

Aditya Bhakti, 2001. 36

Sadjijono, Etika Profesi Hukum : Suatu Telaah Filosofis terhadap Konsep dan Implementasi Kode

Etik Profesi Polri, Surabaya, Laksbang Mediatama, 2008, 37

Peraturan Kapolri No. Pol. : 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri, Jakarta, Mabes Polri.

Page 71: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

55

2) Etika Kenegaraan, yakni sikap moral anggota Polri yang menjunjung tinggi

landasan dan konstitusional Negara Republik Indonesia, yaitu Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

3) Etika Kelembagaan, ialah sikap moral anggota Polri terhadap institusi yang

menjadi wadah pengabdian dan patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir

batin dari semua insan Bhayangkara dengan segala martabat dan

kehormatannya; dan

4) Etika Kemasyarakatan, yaitu sikap moral anggota Polri yang senantiasa

memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

D. Teori Diskresi Kepolisian

Diskresi Kepolisian pada dasarnya merupakan kewenangan Kepolisian yang

bersumber pada asas Kewajiban umum Kepolisian ( Plichtmatigheids beginsel)

yaitu suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat kepolisian untuk

bertindak atau tidak bertindak menurut penilaiannya sendiri , dalam rangka

kewajiban umumnya menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan

umum. Diskresi Kepolisian di Indonesia secara yuridis diatur pada pasal 18 UU

No 2 2002 yaitu “ Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik

Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut

penilaiannya sendiri “ , hal tersebut mengandung maksud bahwa seorang anggota

Polri yang melaksanakan tugasnnya di tengah tengah masyarakat seorang diri,

harus mampu mengambil keputusaan berdasarkan penilaiannya sendiri apabila

terjadi gangguan terhadap ketertiban dan keamanan umum atau bila timbul bahaya

bagi ketertiban dan keamanan umum.

Page 72: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

56

Diskresi Polisi dapat pula diartikan sebagai wewenang Pejabat Polisi untuk

memilih bertindak atau tidak bertindak secara legal atau ilegal dalam menjalankan

tugasnya. Diskresi membolehkan seorang Polisi untuk memilih diantara berbagai

peran (memelihara ketertiban, menegakkan hukum atau melindungi masyarakat)

taktik (menegakkan Undang-Undang Lalu Lintas dengan berpatroli atau berjaga

pada suatu tempat) ataupun tujuan (menilang pelanggar atau menasehatinya)

dalam pelaksanaan tugasnya.

Seorang pejabat Polisi dapat menerapkan diskresi dalam berbagai kejadian yang

dihadapinya sehari-hari tetapi berbagai literatur tentang diskresi lebih difokuskan -

kepada penindakan selektif (Selective Enforcement) yaitu berkaitan dengan faktor-

faktor yang mempengaruhi apakah seorang pelanggar hukum akan ditindak atau

tidak. Diskresi pada umumnya dikaitkan kepada dua konsep yaitu penindakan

selektif dan patroli terarah (Directed Patrol). Diskresi adalah suatu kekuasaan

atau wewenang yang dilakukan berdasarkan hukum atas pertimbangan dan

keyakinan serta lebih menekankan pertimbangan-pertimbangan moral dari pada

pertimbangan hukum.38

Diskresi menyangkut pengambilan keputusan yang tidak

sangat terikat oleh hukum, di mana penilaian pribadi juga memegang peranan.

Diskresi kepolisian adalah suatu wewenang menyangkut pengambilan suatu

keputusan pada kondisi tertentu atas dasar pertimbangan dan keyakinan pribadi

seorang anggota kepolisian.39

38

M. Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian), Jakarta, Pradnya

Paramita, 1991, hlm. 23. 39

F. Anton Susanto, Kepolisan dalam Upaya Penegakan Hukum di Indonesia, Jakarta, Rineka

Cipta, 2004.hlm. 12.

Page 73: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

57

Kekuasaan diskresi yang dimiliki polisi menunjukkan polisi memiliki kekuasaan

yang besar karena polisi dapat mengambil keputusan di mana keputusannya bisa

di luar ketentuan perundang-undangan, akan tetapi dibenarkan atau diperbolehkan

oleh hukum. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Samuel Walker bahwa

satu hal yang dapat menjelaskan berkuasanya kepolisian atau lembaga lain dalam

melaksanakan tugas, yaitu adanya diskresi atau wewenang yang diberikan oleh

hukum untuk bertindak dalam situasi khusus sesuai dengan penilaian dan kata hati

instansi atau petugas sendiri. Pelaksanaan diskresi oleh polisi tampak terkesan

melawan hukum, namun hal itu merupakan jalan keluar yang memang diberikan

oleh hukum kepada polisi guna memberikan efisiensi dan efektifitas demi

kepentingan umum yang lebih besar, selanjutnya diskresi memang tidak

seharusnya dihilangkan. Diskresi tidak dapat dihilangkan dan tidak seharusnya

dihilangkan.

Diskresi merupakan bagian integral dari peran lembaga atau organisasi tersebut.

Namun, diskresi bisa dibatasi dan dikendalikan, misalnya dengan cara

diperketatnya perintah tertulis serta adanya keputusan terprogram yang paling

tidak mampu menyusun dan menuntut tindakan diskresi. Persoalannya,

keputusan-keputusan tidak terprogram sering muncul dan membuka pintu lebar-

lebar bagi pengambilan diskresi.40

Diskresi meskipun dapat dikatakan suatu

kebebasan dalam mengambil keputusan, akan tetapi hal itu bukan hal yang

sewenang-wenang dapat dilakukan oleh polisi. Diskresi itu disamakan begitu saja

dengan kesewenang-wenangan untuk bertindak atau berbuat sekehendak hati

40

Ibid. hlm. 17

Page 74: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

58

polisi. Menurut H.R. Abdussalam41

, tindakan yang diambil oleh polisi didasarkan

pada pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan pada prinsip moral dan prinsip

kelembagaan, sebagai berikut:

a) Prinsip moral, bahwa konsepsi moral akan memberikan kelonggaran kepada

seseorang, sekalipun ia sudah melakukan kejahatan;

b) Prinsip kelembagaan, bahwa tujuan institusional dari polisi akan lebih

terjamin apabila hukum itu tidak dijalankan dengan kaku sehingga

menimbulkan rasa tidak suka dikalangan warga negara biasa yang patuh pada

hukum.

Mengingat kekuasaan diskresi yang menjadi wewenang polisi itu sangat luas,

maka diperlukan persyaratan-persyaratan yang harus dimiliki oleh petugas,

terutama di dalam menilai suatu perkara. Hal ini diperlukan guna menghindari

penyalahgunaan kekuasaan mengingat diskresi oleh polisi didasarkan atas

kemampuan atau pertimbangan subyektif pada diri polisi sendiri. Sebagai contoh

di dalam melaksanakan KUHAP polisi sebelum mengadakan penyidikan

didahului dengan kegiatan penyelidikan. Sesungguhnya fungsi penyelidikan ini

merupakan alat penyaring atau filter terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi

apakah dapat dilakukan penyidikan atau tidak. Untuk mencegah tindakan

sewenang-wenang atau arogansi petugas yang didasarkan atas kemampuan atau

pertimbangan subyektif. Menurut Satjipto Raharjo , tindakan diskresi oleh polisi

dibatasi oleh:42

a) Asas keperluan, bahwa tindakan itu harus benar-benar diperlukan;

41

H.R. Abdussalam, Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum, Jakarta,

Restu Agung, 2009, hlm. 51. 42

Satjipto Raharjo. Polisi Pelaku dan Pemikir. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1991.hlm. 12-

13

Page 75: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

59

b) Tindakan yang diambil benar-benar untuk kepentingan tugas kepolisian;

c) Asas tujuan, bahwa tindakan yang paling tepat untuk meniadakan suatu

gangguan atau tidak terjadinya kekhawatiran terhadap akibat yang lebih besar;

d) Asas keseimbangan, bahwa dalam mengambil tindakan harus diperhitungkan

keseimbangan antara sifat tindakan atau sasaran yang digunakan dengan besar

kecilnya gangguan atau berat ringannya suatu obyek yang harus ditindak.

Langkah kebijaksanaan yang diambil polisi itu biasanya sudah banyak dimengerti

oleh komponen-komponen fungsi di dalam sistem peradilan pidana. terutama oleh

jaksa. Menurut M. Faal43

, langkah kebijaksanaan yang diambil oleh polisi itu.

Biasanya dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

a) Penggunaan hukum adat setempat dirasa lebih efektif dibanding dengan

hukum positif yang berlaku;

b) Hukum setempat lebih dapat dirasakan oleh para pihak antara pelaku, korban

dan masyarakat;

c) Kebijaksanaan yang ditempuh lebih banyak manfaat dari pada semata-mata

menggunakan hukum positif yang ada;

d) Atas kehendak mereka sendiri;

e) Tidak bertentangan dengan kepentingan umum Adanya diskresi kepolisian

akan mempermudah polisi di dalam menjalankan tugasnya, terutama pada saat

penyidikan di dalam menghadapi perkara pidana yang dinilai kurang efisien

jika dilanjutkan ke proses selanjutnya.

43

M. Faal. Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian).Pradnya Paramita.

Jakarta. 1991. hlm. 26-27

Page 76: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

60

Pasal 3 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, prinsip-prinsip

penggunaan kekuatan sebagai batas dalam tindakan kepolisian (diskresi) adalah:

a) Legalitas, yang berarti bahwa semua tindakan kepolisian harus sesuai dengan

hukum yang berlaku;

b) Nesesitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan dapat dilakukan bila

memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang

dihadapi;

c) Proporsionalitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan harus dilaksanakan

secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau

respon anggota polri, sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban/

penderitaan yang berlebihan;

d) Kewajiban umum, yang berarti bahwa anggota polri diberi kewenangan untuk

bertindak atau tidak bertindak menurut penilaian sendiri, untuk menjaga,

memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum;

e) Preventif, yang berarti bahwa tindakan kepolisian mengutamakan pencegahan;

f) Masuk akal (reasonable), yang berarti bahwa tindakan kepolisian diambil

dengan mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dari ancaman atau

perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahaya terhadap

masyarakat.

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan

dalam memeliahara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,

serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat

dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Dalam melaksanakan tugas

Page 77: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

61

di lapangan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sering dihadapkan

pada situasi, kondisi atau permasalahan yang mendesak, sehingga perlu

melaksanakan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian.

Pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian harus dilakukan

dengan cara yang tidak bertentangan denga aturan hukum, selaras dengan

kewajiban hukum dan tetap menghormati/menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

E. Penegakan Hukum Oleh Kepolisian

Penegakan hukum Pidana adalah upaya untuk menerjemahkan dan mewujudkan

keinginan-keinginan hukum pidana menjadi kenyataan, yaitu hukum pidana

menurut Van Hammel adalah keseluruhan dasar dan aturan yang dianut oleh

negara dalam kewajibannya untuk menegakkan hukum, yakni dengan melarang

apa yang bertentangan dengan hukum (On Recht) dan mengenakan nestapa

(penderitaan) kepada yang melanggar larangan tersebut.44

Menurut Satjipto Raharjo penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk

mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi

kenyataan. Proses perwujudan ketiga ide inilah yang merupakan hakekat dari

penegakan hukum. Penegakan hukum dapat diartikan pula penyelenggaraan

hukum oleh petugas penegakan hukum dan setiap orang yang mempunyai

kepentingan dan sesuai kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum

yang berlaku.45

Dengan demikian penegakan hukum merupakan suatu sistem

yang menyangkut suatu penyerasian antara nilai dan kaidah serta perilaku nyata

44

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 60 45

Satjipto Raharjo, Hukum dan Masyarakat, Cetakan Terakhir, Angkasa,. Bandung, 1980, hlm. 15

Page 78: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

62

manusia. Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi

perilaku atau tindakan yang dianggap pantas atau seharusnya, perilaku atau sikap

tindak itu bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan

kedamaian. Gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada

ketidakserasian antara nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola prilaku.

Gangguan tersebut timbul apabila terjadi ketidakserasian antara nilai-nilai yang

berpasangan, yang menjelma dalam kaidah-kaidah yang simpangsiur dan pola

perilaku yang tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup.

Menurut Soerjono Soekanto penegakan hukum bukan semata-mata berarti

pelaksanaan perundang-undangan. Walaupun dalam kenyataan di Indonesia

kecenderungannya adalah demikian. Sehingga pengertian Law Enforcement

begitu populer. Bahkan ada kecenderungan untuk mengartikan penegakan hukum

sebagai pelaksana keputusan-keputusan pengadilan. Pengertian yang sempit ini

jelas mengandung kelemahan, sebab pelaksanaan peundang-undangan atau

keputusan pengadilan, bisa terjadi malahan justru mengganggu kedamaian dalam

pergaulan hidup masyarakat.46

Membicarakan penegakan hukum pidana

sebenarnya tidak hanya bagaimana cara membuat hukum itu sendiri, melainkan

juga mengenai apa yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum dalam

mengantisipasi dan mengatasi masalah-masalah dalam penegakan hukum.

Roeslan Saleh mengartikan pidana sebagai reaksi atas delik, dan ini berwujud

suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan Negara pada pelaku delik itu.47

Oleh karena itu, dalam menangani masalah-masalah dalam penegakan hukum

46

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, hlm. 5 47

Mahrus Ali. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. 2012. hlm 186.

Page 79: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

63

pidana yang terjadi dalam masyarakat dapat dilakukan secara penal (hukum

pidana) dan non penal (tanpa menggunakan hukum pidana).

1. Upaya Non Penal (Preventif)

Upaya penanggulangan secara non penal ini lebih menitikberatkan pada

pencegahan sebelum terjadinya kejahatan dan secara tidak langsung dilakukan

tanpa menggunakan sarana pidana atau hukum pidana, misalnya:

a. Penanganan objek kriminalitas dengan sarana fisik atau konkrit guna

mencegah hubungan antara pelaku dengan objeknya dengan sarana

pengamanan, pemberian pengawasan pada objek kriminalitas;

b. Mengurangi atau menghilangkan kesempatan berbuat criminal dengan

perbaikan lingkungan;

c. Penyuluhan kesadaran mengenai tanggung jawab bersama dalam terjadinya

kriminalitas yang akan mempunyai pengaruh baik dalam penanggulangan

kejahatan

2. Upaya Penal (Represif)

Upaya penal merupakan salah satu upaya penegakan hukum atau segala tindakan

yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum yang lebih menitikberatkan pada

pemberantasan setelah terjadinya kejahatan yang dilakukan dengan hukum pidana

yaitu sanksi pidana yang merupakan ancaman bagi pelakunya. Penyidikan,

penyidikan lanjutan, penuntutan dan seterusnya merupakan bagian-bagian dari

politik kriminil. 48

48

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, 1987, Bandung, hlm. 113

Page 80: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

64

Fungsionalisasi hukum pidana adalah suatu usaha untuk menaggulangi kejahatan

melalui penegakan hukum pidana yang rasional untuk memenuhi rasa keadilan

dan daya guna.49

Menurut Muladi dan Barda Nawawi Arif menegakkan hukum

pidana harus melalui beberapa tahap yang dilihat sebagai usaha atau proses

rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu tertentu yang

merupakan suatu jalinan mata rantai aktifitas yang tidak termasuk bersumber dari

nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan. Tahap-tahap tersebut

adalah:50

a. Tahap Formulasi

Tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat undang-undang

yang melakukan kegiatan memilih yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa

kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan

perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan

daya guna. Tahap ini disebut dengan tahap kebijakan legislaif.

b. Tahap Aplikasi

Tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat

penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan. Dengan demikian

aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturanperaturan

perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang,

dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada

nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut sebagai tahap yudikatif.

49

Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum

Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 48 50

Ibid

Page 81: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

65

c. Tahap Eksekusi

Tahap penegakan pelaksanaan hukum serta secara konkret oleh aparat-aparat

pelaksana pidana. Pada tahap ini aparat-aparat pelaksana pidana bertugas

menegakkan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pembuat

undang-undang melalui penerapan pidana yang telah diterapkan dalam putusan

pengadilan. Dengan demikian proses pelaksanaan pemidanaan yang telah

ditetapkan dalam pengadilan, aparat-aparat pelaksana pidana itu dalam

pelaksanaan tugasnya harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan

pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang dan undang-undang daya

guna. Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut, dilihat sebagai suatu usaha

atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu tujuan

tertentu.

Page 82: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

103

IV. PENUTUP

A. Simpulan

Adapun simpulan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut

1. Upaya yang dilakukan oleh kepolisian dalam pengungkapan kasus yakni

bekerja sama dengan mantan jaringan, memaksimalkan sumber daya manusia

yang ada, dengan merazia, melakukan pemantauan, melakukan teknik

penyamaran/undercover, dan apabila dalam keadaan tertentu atau tersangka

merespon dengan tindakan aktif agresif, dapat menggunakan senjata api

sebagai upaya terakhir oleh polisi, dan agar tidak melanggar HAM

pelaksanaannya harus dipedomani asas legalitas, dan asas kewajiban, serta

kewenangan diskresi kepolisian untuk menilai situasi yang dihadapi saat itu.

2. Tindakan tembak di tempat oleh kepolisian terhadap pengedar narkotika dapat

dikatakan sebagai bentuk pelanggaran HAM apabila tindakan tersebut tidak

berpedoman pada prinsip hak asasi manusia. Akan tetapi tindakan tembak

ditempat diperlukan dalam usaha memberantas tindak pidana narkotika

khususnya terhadap peredaran narkotika karena termasuk ke dalam

ekstraordinary crime yang menimbulkan banyak kerugian bagi bangsa dan

negara. Tindakan tembak ditempatpun diperbolehkan oleh aturan hukum

sehingga dapat dijadikan pedoman bagi anggota kepolisian agar tidak terjadi

tindakan sewenang-wenang.

Page 83: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

104

B. Saran

Adapun saran dalam penelitian ini yakni sebagai berikut

1. Hendaknya Polri melakukan sosialisasi mengenai pentingnya tembak di

tempat baik terhadap tersangka pengedar narkotika, anggota kepolisian, dan

seluruh lapisan masyarakat.

2. Diharapkan Polri menambahkan sanksi pidana bagi anggota kepolisian yang

melanggar prosedur tembak di tempat dan terhadap perbuatan yang

sewenang-wenang dalam pelaksanaan tugas kepolisian .

Page 84: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

A.Y .Kanter dan S. R Sianturi. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia dan

penerapannya. Storia Grafika. Jakarta. 2002.

Abdussalam, H.R.. Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin

Hukum. Restu Agung. Jakarta. 2009.

Alfons, Maria. Implementasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-

produk Masyarakat Lokal Dalam Perspektif Hak Kekayaan Intelektual.

Ringkasan Disertasi Doktor : Universitas Brawijaya. Malang. 2010.

Ali, Mahrus. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. 2012.

Bertens, K. Etika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2005.

Chazawi, Adami. Pelajaran Hukum Pidana I. PT. Raja Grafindo. Jakarta . 2010.

Chryshnanda. Menjadi Polisi Yang Berhati Nurani. Yayasan Pengembangan

Kajian Ilmu Kepolisian. Jakarta. 2009.

Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom. Urgensi Perlindungan Korban

Kejahatan Antara Norma dan Realita. RajaGrafindo Persada. Jakarta, 2007.

Franz Magnis Suseno dalam Abdulkadir Muhammad. Etika Profesi Hukum. Citra

Aditya Bhakti. Bandung. 2001.

Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHAP:

Penyidikan dan Penuntutan. Sinar Grafika. Jakarta. 2000.

Kadri Husin dan Budi Rizki. Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia. Lembaga

Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 2012.

Kaligis, O.C. Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan

Terpidana. Alumni. Bandung. 2006.

Kelana, Momo. Memahami Undang-Undang Kepolisian. PTIK-Press. Jakarta.

2002.

Page 85: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

Kunarto. Ikhtisar Implementasi Hak Asasi Manusia Dalam Penegakan Hukum.

Cipta Manunggal. Jakarta. 2003.

_ _ _ _ . Etika Kepolisian. Cipta Manunggal. Jakarta. 1997.

Kusumohamidjojo, Budiono. Filsafat Hukum. Mandar Maju. Bandung. 2011.

M.Faal. Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian. Pradnya

Paramita. Jakarta. 1991.

Marpaung, Leden. Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta.

2009.

Makarao, Moh. Taufik. Tindak Pidana Narkotika. Ghalia Indonesia. Jakarta.

2003.

_ _ _ _ _ _. Pembaharuan Hukum Pidana. Kreasi Wacana. Yogyakarta. 2005.

M. Sholehuddin. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana. Grafindo Persada. Jakarta.

2003.

Mas, Marwan. Pengantar Ilmu Hukum. Ghalia Indonesia. Bogor. 2004.

Muladi dan Barda Nawawi. Bunga Rampai Hukum Pidana. Alumni. Bandung.

1992.

Nawawi Arief, Barda. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan

Pengembangan Hukum Pidana (Edisi Revisi). Citra Aditya Bakti.

Bandung. 2005.

Nurmalawaty. Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan

Penyalahgunaan Narkoba. Majalah Hukum USU Vol. 9 No. 2 Agustus

2004.

Priyanto, Dwidja. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia. PT. Rafika

Aditama. Bandung. 2009.

Radjab, Untung S. Kedudukan dan fungsi Polisi Republik Indonesia Dalam sistim

Ketatanegaraan. C.V. Utama. Bandung. 2003.

Raharjo, Satjipto. Hukum dan Masyarakat. Angkasa. Bandung. 1980.

_ _ _ _ _ _ _. Polisi Pelaku dan Pemikir. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1991.

_ _ _ _ _ _. Polisi Sipil Dalam Perubahan Sosial Di Indonesia. Buku Kompas.

Jakarta. 2002.

Page 86: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

Reksadiputro, Mardjono. Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana.

Lembaga Kriminologi UI. Jakarta. 1994.

Rosidah, Nikmah. Asas-Asas Hukum Pidana. Pustaka Magister. Semarang. 2011.

Rukmini, Mien. Perlindungan HAM melalui Asas Praduga Tak Bersalah dan

Asas Persamaan Kedudukan dalam Hukum pada Sistem Peradilan Pidana

Indonesia. Alumni. Bandung. 2007.

Sadjijono. Etika Profesi Hukum : Suatu Telaah Filosofis terhadap Konsep dan

Implementasi Kode Etik Profesi Polri. Laksbang Mediatama. Surabaya.2008.

_ _ _ _ _. Mengenal Hukum Kepolisian. Laksabang Mediatama. Surabaya. 2008.

Salim HS. dan Erlies Septiana Nurbani. Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian

Disertasi dan Tesis. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2016.

Sasangka, Hari. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana. Mandar

Maju, Bandung. 2003.

Sitompul, DPM.. Hukum Kepolisian di Indonesia (Suatu Bunga Rampai). Tarsito.

Bandung. 1985.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia. Press

Jakarta. 1993.

Sudarto. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung. 1981.

_ _ _ _ _, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986

_ _ _ _ _. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni. Bandung. 1987.

Susanto, F. Anton. Kepolisan dalam Upaya Penegakan Hukum di Indonesia.

Rineka Cipta. Jakarta. 2004.

Sutanto. Manajemen Investigasi. Pensil. Jakarta. 2008.

_ _ _ _ . Buku Panduan Tentang Hak Asasi Manusia Untuk Anggota Polri.

Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jakarta. 2006.

Tabah, Anton. Menatap Dengan Mata Hati Polisi Indonesia. Gramedia Pustaka.

Jakarta. 1990.

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah. Politik Hukum Pidana (Kajian

Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi). Pustaka Pelajar. Jakarta.

2005.

Page 87: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

W. Bloom, Samuel. TheDoctor and His Patient a sociological Interpretation.

Collin Max Milamd Publisher. London. 1985.

Wibowo, Ari. Kebijakan Formulatif Hukum Pidana dalam Penanggulangan

Tindak Pidana Terorisme di Indonesia. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2012.

Wignyosoebroto, Soetandyo. Hukum: Paradigma, Metode dan Dinamika

Masalahnya. Elsam dan Huma. Jakarta. 2003.

Yesmil Anwar dan Adang. Pembaharuan Hukum Pidana. Grasindo. Jakarta.

2013.

B. UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN LAINNYA

Buku Panduan tentang Hak Asasi Manusia untuk Anggota POLRI (2006).

Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politik Tahun 1996.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana;

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI;

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM;

Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang pelaksanaan KUHAP;

Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan

Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara

Republik Indonesia

Peraturan Kapolri 1 Tahun 2009 Penggunaan Kekuatan Dalam tindakan

Kepolisian

Peraturan Kapolri No. Pol. : 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri, Jakarta,

Mabes Polri.

Surat Keputusan Kapolri No.Pol. : SKEP/180/III/2006 tentang Buku Pedoman

Pelaksanaan Tugas Bintara Polri Di Lapangan.

Page 88: TINDAKAN TEMBAK DITEMPAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN …digilib.unila.ac.id/54345/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Adik-adikku Gede Dian A.P & Ni Made Ita Dwijayani yang selalu memberikan

C. SUMBER LAINNYA

https://www.kupastuntas.co/2017/05/10/keluarga-terduga-bandar-narkoba-yang-

ditembak-mati-akan-gugat-polda-lampung/. diakses pada Tanggal 03 April

2018.

https://regional.kompas.com/read/2018/04/13/19181051/bnn-lampung-tembak-

mati-dua-pengedar-6-kilogram-sabu, diakses pada Tanggal 18 April 2018.

http://www.tribunnews.com/regional/2015/02/26/polda-lampung-dalami-

kepemilikan-harta-toni-sapujagat-yang-tewas-diterjang-peluru. Tanggal 16

April 2018.

Quo Vadis" Profesionalisme Hukum? Artikel Kompas, 12 Agustus 2005, oleh

Andre Ata Ujan, Pusat Pengembangan Etika Atma Jaya Jakarta.