tembak pustaka

39
A. Anatomi Gambar 1. Abdominal contents, undisturbed, and layers of anterolateral abdominal Wall Dinding abdomen dari luar ke dalam terdiri dari kulit, jaringan subkutis, fascia superfisialis, otot-otot perut dan punggung, serta di sebelah dalam dibatasi oleh fascia transversalis. Fascia superfisialis meliputi bagian depan otot dan ke arah bawah dapat dibedakan dalam dua lapisan, yaitu fascia camperi dibagian luar dan fascia scarpei dibagian dalam.

Upload: setyo-winantoro

Post on 31-Oct-2014

98 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: TEMBAK PUSTAKA

A. Anatomi

Gambar 1. Abdominal contents, undisturbed, and layers of anterolateral abdominal Wall

Dinding abdomen dari luar ke dalam terdiri dari kulit, jaringan subkutis, fascia

superfisialis, otot-otot perut dan punggung, serta di sebelah dalam dibatasi oleh fascia

transversalis. Fascia superfisialis meliputi bagian depan otot dan ke arah bawah dapat

dibedakan dalam dua lapisan, yaitu fascia camperi dibagian luar dan fascia scarpei dibagian

dalam.

Otot perut dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok anterolateralis yang terdiri

dari musculi rectus abdominis, pyramidalis, obliqus externus et internus abdominis, dan

transversus abdominis, dan kelompok posterior yaitu musculi iliacus, quadratus lumborum,

dan psoas major et minor.[7]

Page 2: TEMBAK PUSTAKA

Gambar .2. Anterior abdominal wall

Vaskularisasi Dinding Abdomen

Pembuluh Nadi (Arteri)

Dinding abdomen diperdarahi oleh :

1. Aa. Intercostales VII – XII

2. Aa. Lumbales

3. A. Epigastrica superior

4. A. Epigastrica inferior

5. Aa. Inguinales superficiales

6. A. Circumflexa ilium profunda

Page 3: TEMBAK PUSTAKA

Aa. Intercostales dipercabangkan dari aorta thoracalis, lalu berjalan di dalam sulcus

costae. Setelah keluar dari sulcus costae maka ke-6 Aa. Intercostales terletak diantara m.

Transversus abdominis dan m. Obliqus internus abdominis. Aa. Intercostales

mempercabangkan :

a) Rr. Posterior aa. Intercostales untuk otot punggung

b) Rr. Laterales aa. Intercostales

c) Rr. Anterior aa. Intercostales, mengurus dan memasuki vagina m. Rectus abdominis

Pembuluh Balik Dinding Abdomen (Vena)

1. Vv. Superfcialies (pembuluh balik dangkal).

Membentuk anyaman pembuluh balik yang luas di jaringan subkutis lalu bermuara ke

dalam :

V. epigastrica superficialis, yang selanjutnya bermuara ke V. Femoralis

V. thoraco-epigastrica, bermuara ke dalam V. Axillaris

Vv. Profundi, biasanya mengikuti pembuluh nadinya

B. Definisi

Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Di artikan juga sebagai

gangguan sel yang disebabkan oleh pertukaran dengan energi lingkungan yang melampaui

ketahanan tubuh. Definisi ini memberikan gambaran superfisial dari respon fisik terhadap

cedera.[1,2]

Pada keadaan pasien datang dengan riwayat trauma maka kita harus melakukan penilaian

primary survey dengan menggunakan konsep ATLS (Advance Trauma Life Support) yaitu A

(Airways), B (Breathing), C (Circulation), dan D (Disability) sehingga kita dapat mengetahi

apa yang menjadi masalah dan apa yang harus ditanggulangi terlebih dahulu. Setelah itu

baru melakukan secondary survey dari kepala hingga kaki (head to toe), termasuk di

dalamnya penilaian kesadaran melalui skoring GCS (Glasgow Coma Scale).

Trauma abdomen adalah kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma

dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk atau kerusakan pada organ

abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan

metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ. Trauma abdomen akan

Page 4: TEMBAK PUSTAKA

ditemukan pada 25% penderita multi trauma sering kali terjadi bahwa diagnostik akan

adanya cedera intraabdomen terlambat karena :

a. Gejala dan tanda yang ditimbulkannya kadang-kadang terlambat

b. Adanya penurunan kesadaran karena ada cedera kepala yang bersamaan, sehingga

gejala nyeri abdomen tidak ada

c. Adanya cedera spinal, sehingga tidak adanya rasa nyeri

d. Pemakaian obat-obatan atau minuman keras.

Secara umum trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu trauma tumpul

dan trauma tajam atau penetrasi. Organ di dalam abdomen juga secara umum dibagi menjadi

organ padat atau solid dan organ berrongga.

Organ padat, seperti lien dan hati adalah yang sering terkena pada trauma tumpul

abdomen. Terdapat lima mekanisme cedera pada trauma tumpul abdomen:[3]

1. Benturan langsung yang menghancurkan organ antara dinding perut anterior dan

posterior.

2. Cedera avulsi akibat deselerasi (perlambatan), seperti dalam kecelakaan lalu lintas

dengan kecepatan tinggi atau jatuh dari suatu ketinggian.

3. Pembentukan sementara dari lingkaran usus yang tertutup dengan tekanan intraluminal

yang tinggi dan ruptur dari rongga viskus.

4. Laserasi oleh fragmen tulang (misalnya, panggul, tulang iga bagian bawah).

5. Peningkatan tekanan intraabdomen secara tiba-tiba dan besar (biasanya sabuk

pengaman terlibat dalam kecelakaan dengan kecepatan tinggi) dapat menyebabkan

ruptur diafragma atau bahkan jantung.

Untuk tujuan deskriptif rongga abdomen biasanya dibagi menjadi empat kuadran. Dua

buah garis khayal bersilangan di pusar dan membagi abdomen menjadi kuadran kanan atas,

kuadran kanan bawah, kuadran kiri atas dan kuadran kiri bawah. Cara deskriptif lainnya

adalah dengan membagi abdomen menjadi sembilan daerah, yaitu epigastrium, umbilikus,

suprapubik, hipokondrium kanan dan kiri, lumbal kanan dan kiri, dan iiliaca kanan dan kiri.

Dua garis khayalan ditarik dengan memperpanjang garis midclavicula hingga pertengahan

ligamen inguinal. Dua garis sejajar ditarik tegak lurus dengan garis-garis ini: satu dari margo

kosta dan lainnya dari spina iliaca anterior superior.[4]

Page 5: TEMBAK PUSTAKA

Gambar 3. Pembagian area abdomen

Abdomen sebagian tertutup oleh rongga dada bagian bawah; abdomen anterior

didefinisikan sebagai daerah antara garis transnipple superior, ligamentum inguinalis dan

simfisis pubis inferior, dan garis aksilaris anterior lateral.

Bagian sisi adalah daerah antara garis aksilaris anterior dan posterior dari ruang

interkostal ke-6 ke krista iliaka. Otot-otot dinding perut yang tebal di lokasi ini, lebih dari

aponeurotic sheaths yang lebih tipis dari abdomen anterior, bertindak sebagai penghalang

parsial untuk luka tembus, terutama luka tusuk.

Bagian belakang adalah kawasan yang terletak posterior ke garis aksilaris posterior dari

ujung skapula ke puncak iliaka. mirip dengan otot-otot dinding perut di panggul, punggung

tebal dan otot paraspinal bertindak sebagai penghalang parsial untuk luka tembus.

Rongga abdomen terdiri dari tiga area yang berbeda yaitu rongga peritoneum,

retroperitoneal, dan rongga panggul. Untuk lebih memudahkan, rongga peritoneal terbagi

menjadi dua, peritoneal atas dan bawah. Rongga peritoneal atas, yang tertutup oleh tulang

costa bagian bawah, termasuk diafragma, hepar, lien, lambung, dan kolon transversum. Area

ini disebut juga sebagai bagian thoracoabdominal. Fraktur pada kosta bagian bawah atau

luka penetrasi dibawah garis puting susu dapat mencederai organ dalam abdomen. Rongga

peritoneal bawah terdiri dari usus halus, kolon ascenden dan descenden, kolon sigmoid, dan

pada wanita organ reproduksi.[5]

Page 6: TEMBAK PUSTAKA

Gambar 4. Rongga peritoneal, retroperitoneal dan rongga pelvis

Luka tembus pada dinding abdomen harus dieksplorasi untuk mendapat kepastian apakah

luka tersebut menembus ruang peritoneum. Hal ini biasa dilakukan pada luka tikam atau

tusuk, karena pada luka tembakan, jalur luka dapat diketahui dengan mudah. Apabila

eksplorasi luka lokal memperlihatkan adanya luka tembus mengenai peritoneum anterior

atau peritoneum pinggul didekatnya, tetapi pasien tidak mengalami hipotensi atau

peritonitis, maka teknik diagnosis dengan bilas peritoneum, dilakukan untuk memperkirakan

adanya perdarahan intraperitoneum. Sebaliknya, untuk luka tembak yang pada pemeriksaan

fisik atau foto rontgen memperlihatkan jejas melintang peritoneum yang jelas, maka

diwajibkan untuk selalu melakukan laparotomi, karena semua luka tembak yang menembus

masuk ruang peritoneum menyebabkan cedera viscera atau vaskular yang berat.

Pasien dengan trauma tumpul abdomen, secara berturut-turut, paling sering mengenai

lien, ginjal, hati dan usus. Informasi tentang diri pasien dan terjadinya kecelakaan dapat

diperoleh dari pasien sendiri (bila sadar), saksi mata dan keluarga. Bila ditemukan nyeri

abdomen dan nyeri tekan, maka merupakan tanda yang dapat dipercaya. Kekakuan

Page 7: TEMBAK PUSTAKA

abdomen, defans muskular, dan nyeri lepas (rebound tenderness) sangat mendukung adanya

cedera intraperitoneal.[6]

Tanda penting dari perdarahan intra abdomen yang terus-menerus adalah peningkatan

tekanan darah yang menjadi seperti tekanan darah normal selama beberapa menit, lalu

diikuti hipotensi walaupun dengan pemberian cairan perinfus 500-1000 mL larutan RL

(ringer laktat) yang tepat.

Respon metabolik pada trauma

Respon metabolik pada trauma dapat dibagi dalam tiga fase.[1]

Fase pertama berlangsung beberapa jam setelah terjadinya trauma. Pada fase ini akan

terjadi kembalinya volume sirkulasi, perfusi jaringan, dan hiperglikemia. Fase kedua

berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa minggu, dimana bergantung pada beratnya

trauma, keadaan kesehatan sebelum trauma, dan tindakan pertolongan medisnya. Pada fase

ini terjadi katabolisme menyeluruh, dengan imbang nitrogen yang negatif, hiperglikemia,

dan produksi panas. Fase ketiga terjadi anabolisme, penumpukan kembali protein dan lemak

badan yang terjadi setelah kekurangan cairan dan infeksi teratasi. Rasa nyeri hilang dan

oksigenasi jaringan secara keseluruhan sudah teratasi.

Akibat trauma, aktivitas hipotalamus dipacu sehingga terjadi rangsangan neuroendokrin.

Sekresi neurohumoral yang meningkat menyebabkan lipolisis perifer yang menyebabkan

naiknya glukosa, asam amino, dan limbah metabolisme berupa asam laktat dalam plasma.

Hati bereaksi dengan menigkatkan produksi glukosa melalui glikogenolisis dan

glukoneogenesis yang dirangsang oleh kortisol dan glukagon. Produksi glukosa meningkat,

sementara itu penggunaannya oleh jaringan perifer menurun sehingga terjadi intoleransi

glukosa akibat trauma.

C. Epidemiologi

Trauma abdomen bisa disebabkan karena trauma tajam dan trauma tumpul. Trauma tajam

di Indonesia cukup sering terjadi umumnya disebabkan oleh luka tikam, luka bacok atau

luka tembak. Penderita umumnya pria dari kelompok usia produktif. Pada luka bacok

biasanya penderita mengalami luka-luka di tempat lain, misalnya dikepala, dileher, dada,

extremitas dan kadang-kadang menimbulkan syok hipovolemik.[ 2,7]

Page 8: TEMBAK PUSTAKA

D. Penyebab

Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul, atau peluru. Luka tusuk dan

luka tembak pada suatu rongga dapat dikelompokkan dalam kategori luka tembus. Cedera

pada trauma dapat terjadi akibat tenaga dari luar berupa benturan, perlambatan (deselerasi),

dan kompresi, baik oleh benda tajam, benda tumpul, peluru, ledakan, panas, maupun zat

kimia. Akibat dari luka ini dapat berupa memar, luka jaringan lunak, cedera

muskuloskeletal, dan kerusakan organ.

D. Patofisiologi

Dalam suatu kecelakaan lalu lintas, bila sabuk pengaman dipakai longgar dan jauh di atas

pelvis, maka besar kemungkinan cedera intraperitoneal yang serius. Bila epigastrium

pengemudi terpukul oleh gagang kemudi, maka dapat terjadi ruptur retroperitoneal atas

duodenum atau pankreatitis traumatika.

Pada korban pejalan kaki, maka urutan perangkat frekuensi cedera intraabdomen adalah

hati, limpa, usus halus dan usus besar.

Pada penyiksaan anak dan korban pemukulan, maka insiden cedera intraabdominal tinggi.

Dua perlukaan yang tersering pada kasus ini adalah ruptura duodenum dan robekan

mesentrium usus halus.

Bila terjatuh lazim terjadi cedera hati dan limpa, robekan usus halus ditempat perlekatan

mesentrium (ligamentum treitz dan hubungan ileosekalis) dan robekan mesentrium usus

halus.

Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada

trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan

kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan

kerusakan orgsn multipel, seperti organ padat (hepar, lien, ginjal) dari pada organ-organ

berongga.

Trauma proyektil memiliki tipe kecepatan yaitu kecepatan rendah dan kecepatan tinggi.

Luka akibat peluru dengan kecepatan rendah terbatas pada jalan peluru, namun tidak

tertutup kemungkinan arahnya akan melenceng di dalam abdomen. Luka peluru dengan

kecepatan tinggi mempunyai lubang masuk yang kecil dan lubang keluar yang besar.

Page 9: TEMBAK PUSTAKA

Kerusakan jaringan tergantung jarak tembak. Jarak tembak yang dekat menyebabkan

kerusakan jaringan yang luas, sedangkan jarak tembak yang jauh menyebabkan kerusakan

ringan kecuali langsung mengenai organ atau pembuluh darah.[13]

Yang mungkin terjadi pada trauma abdomen adalah:

Perforasi

Gejala perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat kimia atau

mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya lambung, maka terjadi

perangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma dan timbul gejala peritonitis hebat.

Bila perforasi terjadi di bagian bawah seperti kolon, mula-mula timbul gejala karena

mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak. Baru setelah 24 jam timbul

gejala-gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.

Mengingat kolon tempat bakteri dan hasil akhirnya adalah faeces, maka jika kolon terluka

dan mengalami perforasi perlu segera dilakukan pembedahan. Jika tidak segera dilakukan

pembedahan, peritoneum akan terkontaminasi oleh bakteri dan faeces. Hal ini dapat

menimbulkan peritonitis yang berakibat lebih berat.

Perdarahan

Setiap trauma abdomen (trauma tumpul, trauma tajam, dan tembak) dapat menimbulkan

perdarahan. Yang paling banyak terkena robekan pada trauma adalah alat-alat paenkim,

mesentrium dan ligamenta; sedangkan alat-alat traktus digestivus pada trauma tumpul

biasanya terhindar. Diagnostik perdarahan pada trauma tumpul lebih sulit dibandingkan

dengan trauma tajam, lebih-lebih pada taraf permulaan. Penting sekali untuk menentukan

secepatnya, apakah ada perdarahan dan tindakan segera harus dilakukan untuk

menghentikan perdarahan tersebut.

Sebagai contoh adalah trauma yang emnimbulkan perdarahan limpa. Dalam taraf pertama

darah akan berkumpul dalam sakus lienalis, sehingga tanda-tanda umum perangsangan

peritoneal belum ada sama sekali. Dalam hal ini sebagai pedoman untuk menentukan limpa

robek (ruptur lienalis) adalah :

Adanya bekas (jejas) trauma pada daerah limpa.

Gerakan pernapasan di daerah epigastrium kiri berkurang

Nyeri tekan yang hebat di ruang interkostalis 9-10 garis aksiler depan kiri.

Page 10: TEMBAK PUSTAKA

E. Gejala dan Tanda Trauma Abdomen

Pada Trauma tajam abdomen seharusnya kita mampu mendeteksi cedera yang potensial

pada organ-organ intraabdomen. Pemeriksaan colok dubur sangat penting pada trauma tajam

abdomen dan bila ditemukannya darah pada sarung tangan berarti cedera pada usus. Bila

pemeriksaan tidak ditemukan tanda dan gejala klinis positif kita harus hati-hati dan tetap

waspada atau harus melakukan resusitasi dan stabilisasi secepat mungkin.

Ada beberapa indikasi untuk melakukan pemeriksaan secara teliti pada kasus yang kita

curigai adanya trauma tumpul abdomen antara lain :

a. Perdarahan yang tidak diketahui

b. Riwayat syok

c. Adanya trauma pada dada mayor

d. Adanya trauma pelvis

e. Penderita dengan penurunan kesadaran

f. Adanya hematuri

g. Pada pemeriksaan fisik ditemukan jejas di abdomen ( luka lecet, kontusio dan perut

distensi)

h. Mekanisme trauma yang besar.

F. Diagnosa

Pemeriksaan Pada korban trauma harus cepat dan sistemik sehinggan tidak ada cedera

yang tidak terdeteksi sebelum dilakukan penanggulangan yang efisien dan terencana.

Diagnosa dapat ditegakkan dengan menganalisa data yang didapat dari riwayat trauma

dalam menanggulangi trauma harus diketahui riwayat terjadinya trauma karena dari riwayat

dapat diketahui atau diduga bagian tubuh yang cedera dan jenis kelainannya. Pada luka

tusuk dapat diperkirakan organ mana yang terkena dengan mengetahui arah tusukan, bentuk

pisau atau golok, dan cara memegang alat penusuk tadi. Seseorang yang jatuh kepala lebih

dulu, selain cedera kepala, besar kemungkinan juga menderita patah tulang leher, sedangkan

jatuh terduduk dapat mengakibatkan patah tulang punggung atau lumbal, begitu juga jatuh

berdiri dari ektinggian, tetapi cedera ini dapat patah tulang kompresi tulang kalkaneus.

Korban kecelakaan lalu lintas dapat diduga jenis cederanya dengan mengetahui apakah ia

Page 11: TEMBAK PUSTAKA

pengemudi, penumpang disamping pengemudi, penumpang di belakang penemudi,

pengendara sepeda motor, pembonce, ata pejalan kaki. Sering penderita datang dalam

keadaan tidak sadar, dan tidak diperoleh keterangan mengenai riwayat trauma, lamgsung

lakukan pemeriksaan sistemik.

Pemeriksaan fisik diarahkan unruk mencari bagian tubuh yang terkena trauma, keudian

menetapkan derajat cedera berdasrkan hasil analisis riwayat trauma.

Prioritas yang selalu diingat ialah : apakah jalan napas bebas? Apakah penderita bernapas

dengan leluasa? Apakah nadi dapat diraba? Apakah jantung berdenyut? Apakah ada

perdarahan masif? Pada keadan yang langsung mengancan jiwa seperti luka tembus jantung,

luka diding dada yang mengisap udara, dan perdaraha berlebihan, segeralah bertindak

setelah pemeriksaan fisik yang sederhana.

Dalam menilai sirkulasi, sifat, dan kualitas nadi lebih peka dibandingkan dengan tekanan

darah karena tekanan darah sifatnya relatif. Tekanan darah yang rendah pada orang yang

biasa bertekanan darah rendah dapat dikira syok, sedangkan tekanan darah yang dikira

normal pada orang yang biasa hipertensi sebenarnya sudah menunjukan syok.

Manifestasi klinis dari gangguan stabilitas kardiovaskular adalah rasa haus dan

lemas.Rasa ini diikuti oleh tanda semacam hipotensi, takikardi, pucat, gelisah, dingin daerah

akral, menurunnya pengisian kapiler, sianosis dan menurunnya produksi urin.

Tindakan berikutnya adalah melakukan pemeriksaan fisik yaitu :

Inspeksi

Semua pakaian harus dilepas. Abdomen bagian depan dan belakang diteliti apakah

mengalami ekskoriasi atau memar, adakah laserasi, tusukan dan sebagainya.

Auskultasi

Lakukan untuk mendengar bising usus terdengar atau tidak

Perkusi

Dengan perkusi bisa kita ketahui adanya nada timpani karena dilatasi lambung akut

kuadran kiri atas ataupun adanya perkusi redup bila ada hemoperitoneum. Perkusi

mengakibatkan pergerakan peritoneum dan mencetuskan tanda peritonitis. Shifting dullnes

(adanya darah dalam abdomen) terjadi kalau pasien dimiringkan.

Palpasi

Page 12: TEMBAK PUSTAKA

Tujuan palpasi adalah untuk mendapatka adanya nyeri lepas yang kadang-kadang dalam.

Dicari tanda rangsangan peritoneum seperti nyeri tekan, nyeri lepas, nyeri ketok, dan defans

musculer dan diperhatikan ada masa atau cairan bebas.

Pemeriksaan laboratorium pada trauma, selain golongan darah, pemeriksaan kadar

hemoglobin dan hemotokrit serta pemeriksaan sedimen urin dapat membantu menentukan

adanya perdarahan atau cedera di saluran kemih.

Pencitraan rontgen berguna dalam menentukan adanya patah tulang , sedangkan

sonografi berguna, terutama untuk pemeriksaan jaringan padat, seperti hati, pankreas, limpa,

dan ginjal. CT-scan bila perlu, juga dilakukan karena penting untuk pemeriksaan otak dan

tengkorak, terutama trauma kepala. Perlu diingat bahwa semua pemeriksaan ini jangan

sampai menghambat tindakan resusitasi.

Pada penderita dengan hematuria yang keadaannya stabil harus dilakukan IVP. Pada

trauma pelvis dan abdomen bagian bawah dengan hematuria, dilakukan sistografi dan

uretrogram bila ada kecurigaan cedera uretra, terutama bila ada riwayat cedera pelana seperti

jatuh diatas setang sepeda. Bila terjadi perforasi usus, pada foto polos perut mungkin dilihat

udara bebas di bawah diafragma.

Cedera kepala, toraks, dan tulang belakang sering menyebabkan sukarnya pengenalan

kelainan di abdomen. Dalam keadaan ini sonografi berperan untuk melihat kerusakan di

daerah hati, limpa, dan pankreas, juga melihat adanaya cairan bebas di perut. Para sentesis

yaitu pungsi rongga perut untuk mengeluarka cairan, atau lavase peritom]neum dilakukan

bila terdapat kecurigaan akan adanya cedera organ intraabdomen dan terdapat gangguan

neurologik tau keadaa lain yang menghambat pemeriksaan fisik perut. Lavase peritoneum

dilakukan dengan mengosongkan dahulu buli-buli dan membuat insisi dengan anestesia

lokal dibawah pusar sampai fasia. Fasia ditembus trokar dan kateter ini dimasukkan 1000-

2000 ml cairan NaCl atau ringer laktat dan dikeluarkan lagi. Bila cairan yang keluar

tercampur darah atau mengandung sel darah merah lebih dari 500/mm2, dianggap ada organ

intraabdomen yang cedera. Laparoskopi dapat berguna untuk menegakkan diagnosis.

G. Cedera Organ Abdomen

Page 13: TEMBAK PUSTAKA

Bentuk luka dapat bermacam-macam tergantung dari penyebabnya. Luka sayat atau

vulnus scissum disebabkan oleh benda tajam, luka robek atau laserasi atau vulnus laceratum

merupakan luka yang tepinya tidak rata disebabkan oleh benda yang permukaannya tidak

rata, dan luka lecet atau vulnus excoriatio akibat gesekan.

Luka tembak mempunyai ciri yang khas. Berat cedera tidak hanya tergantung dari organ

atau jaringan yang terkena, tetapi juga dari jenis senjata atau peluru yang dipakai.

Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh

tetapi dapat mengakibatkan kontusio atau laserasi jaringan atau organ dibawahnya.

Pada cedera dapat terjadi penyulit berupa gangguan sirkulasi akibat perdarahan,

gangguan koagulasi, sepsis akibat infeksi, dan gagal organ.

Hemoperitoneum sendiri sering tidak memberikan tanda perangsangan peritoneal.

Dengan demikian, diagnosis klinis, terutama pada multitrauma, bisa sulit. USG trauma

(FAST/ Focused Abdominal Sonography in Trauma), dilakukan di departemen gawat

darurat dengan dokter bagian gawat darurat atau ahli bedah, cepat, dan biasanya handal, dan

merupakan metode yang non-invasif untuk mendeteksi perdarahan intraperitoneal. Ruang

hepatorenal, splenorenal, dan suprapubik adalah diperiksa untuk dicari adakah cairan bebas

selama pemeriksaan USG trauma. Bagaimanapun, USG tidak mengidentifikasi sumber

pendarahan dan tidak bisa mengevaluasi retroperitoneum, organ berongga, atau diafragma.

Sekarang ini DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage) sebagian besar telah digantikan oleh

penggunaan USG. Namun, DPA (Diagnostic Peritoneal Aspirate) memiliki peran definitif

dalam mengevaluasi pasien yang tidak stabil ketika USG tidak dapat mendiagnostik atau

tidak tersedia. Hal ini dapat dilakukan dengan teknik terbuka atau teknik kawat pemandu

tertutup. Metode pemeriksaan dengan DPL ini invasif, cepat, murah, dan aman untuk

menilai cedera intraperitoneal trauma tumpul maupun trauma tembus abdomen. Namun

pemeriksaan ini memiliki kelemahan dalam menilai trauma diaphragma dan retroperitoneal.

[3,8]

Indikasi DPL yaitu pada pasien yang telah menderita trauma tumpul dan tidak memiliki

tanda-tanda yang jelas dari cedera perut akut atau perdarahan tetapi memerlukan evaluasi

untuk menyingkirkan perdarahan intraabdominal atau cedera viskus berongga.

Tindakan DPL memiliki kontraindikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi absolut

dilakukannnya tindakan DPL adalah kondisi klinis pasien yang memerlukan laparotomi

Page 14: TEMBAK PUSTAKA

segera, sedangkan kontraindikasi relatif yaitu keadaan yang secara teknik sulit dilakukan

DPL, seperti pada pasien dengan obesitas atau kegemukan, tindakan pembedahan abdomen

sebelumnya, kehamilan, dan koagulopati.[9,11]

CT scan dapat dipertimbangkan pada pasien dengan keadaan hemodinamik yang stabil.

Dalam keadaan ini, merupakan pemeriksaan yang paling berharga. Karena dapat

mengidentifikasi sumber perdarahan dan memperlihatkan ruang peritoneum.

Gambar 5. Open diagnostic peritoneal lavage/ aspration technique. Sudah jarang dilakukan

Tabel . Indikasi dan Kontraindikasi DPLINDIKASI KONTRAINDIKASI

Pemeriksaan fisik yang meragukan Indikasi untuk laparotomi eksplorasi sudah jelasSyok atau hipotensi yang tidak dapat dijelaskan

Relatif Riwayat laparotomi eksplorasi

sebelumnya Kehamilan Obesitas

Penurunan kesadaran (cedera kepala tertutup, obat-obatan)Penderita dalam narkose umum untuk prosedur ekstra-abdominalCedera medulla spinalis

Page 15: TEMBAK PUSTAKA

Lambung

Cedera tembus pada lambung sering terjadi, sementara ruptur tumpul jarang terjadi

kecuali terjadinya segera setelah pasien makan.

Diagnosis cedera lambung umumnya dibuat dari observasi adanya luka tembus atau

keluarnya cairan yang bercampur darah dari selang nasogastrik. Dalam ruang operasi,

kebanyakan perforasi lambung karena trauma tumpul, besar dan disertai dengan kontaminasi

luas dari abdomen bagian atas.

Usus Halus

Kerusakan pada organ ini dapat berupa robekan usus, perforasi, kontusio dengan atau

tanpa perforasi, terlepasnya usus dari mesenterium, atau cedera mesenterium.

Gejala yang menunjukkan adanya gangguan viseral adalah nyeri, defans muskular, ileus

paralitik, dan leukositosis. Untuk mengetahui adanya perforasi usus, dapat dibuat foto polos

abdomen dalam posisi tubuh tegak yang mungkin akan menunjukkan adanya udara bebas

dibawah diafragma.

Tatalaksana

Secara tradisional dilakukan eksplorasi perut pada setiap penderita dengan luka perut

yang menembus dinding. Sekarang dianjurkan observasi pada trauma tajam maupun tumpul,

jika ada keluhan dan tanda yang mengarah pada perdarahan atau perforasi, dengan atau

tanpa peritonitis. Observasi harus dilakukan terus menerus siang malam dengan teliti.

Pemeriksaan endoskopi diagnostik dapat berguna sekali.

Tindak bedah dikerjakan segera bila tanda perdarahan atau peritonitis menjadi jelas. Pada

tindak bedah usus digunakan berbagai jenis anastomosis yang mungkin berupa ujung ke

ujung, sisi ke sisi, ujung ke sisi, dan sisi ke ujung yang dapat disambung secara isoperistalsis

atau antiperistalsis.

Hepatobilier

Trauma saluran empedu ekstrahepatik sangat jarang ditemukan karena terlindung oleh

jaringan hati dan tulang iga. Namun, trauma jaringan hati akibat trauma tumpul atau tajam

sangat sering terjadi. Hati merupakan organ intraabdomen yang paling sering terkena trauma

Page 16: TEMBAK PUSTAKA

setelah limpa. Perlukaan pada hati dapat bersifat superfisial dan ringan, tetapi dapat pula

bersifat laserasi dalam yang berat, yang menimbulkan kerusakan pada sistem saluran

empedu intrahepatik.

Berat ringan kerusakan akibat trauma pada sistem hepatobilier bergantung pada jenis

trauma, penyebab, kekuatan, dan arah datangnya trauma. Lebih dari 50% trauma berat

hepatobilier disertai organ intraabdomen lain. Mortalitas berbanding lurus dengan jumlah

organ lain yang terkena. Yang paling sering cedera bersama dengan hati adalah organ

intratoraks, yaitu jantung, paru, atau diafragma. Kemudian disusul berurutan oleh lambung,

usus halus, ginjal, usus besar, limpa, pankreas, dan pembuluh darah besar. Komplikasi yang

dapat terjadi akibat trauma hepatobilier adalah perdarahan, infeksi, kebocoran empedu, dan

hemobilia (perdarahan ke dalam saluran empedu).[1]

Gambaran klinis dan diagnosis

Meskipun dapat diduga sebelum operasi, trauma hepatobilier lebih sering baru diketahui

sewaktu laparotomi eksplorasi. Dapat juga diketahui melalui pemeriksaan CT scan.

Kecurigaan dibuat berdasarkan lokasi trauma dan terdapatnya fraktur iga kanan bawah,

pneumotoraks, kontusio paru, syok haemoragik, serta ditemukannya darah dan empedu pada

lavase peritoneal positif untuk darah dan empedu.

Cara diagnostik terbaik adalah berdasarkan penilaian klinis yang ditunjang dengan

pemeriksaan berulang. Apabila terjadi hemobilia, terdapat trias, yaitu tanda perdarahan

saluran cerna bagian atas, ikterus, dan nyeri perut kanan atas, yang ditemukan setelah

riwayat trauma abdomen atau setelah operasi. Tanda perdarahan berupa hematemesis atau

melena sering didahului nyeri.[1]

American Association for the Surgery of Trauma (AAST) membagi trauma hepar menjadi

lima, seperti yang terlihat pada Tabel 1.[10]

Page 17: TEMBAK PUSTAKA

Derajat Trauma Hepar

Gambar 6 Trauma Hepar

Tatalaksana

Page 18: TEMBAK PUSTAKA

Tatalaksananya meliputi tiga upaya dasar, yaitu mengatasi perdarahan, mencegah infeksi

dengan debrideman jaringan hati yang avaskuler dan penyaliran, serta rekonstruksi saluran

empedu.

Penghentian untuk sementara waktu dilakukan dengan cara penekanan manual langsung

daerah yang berdarah dengan tampon, atau dengan klem vaskuler atraumatik di daerah

foramen winslow. Penutupan ligamentum hepatoduodenale di dinding foramen winslow

dengan jari atau klem vaskuler, yang disebut perasat Pringle menyebabkan a. hepatika dan v.

porta tertutup sama sekali. Jaringan hati dapat menahan keadaan iskemia sampai 60 menit

apabila dilakukan oklusi itu.

Upaya kedua adalah mencegah atau mengatasi infeksi dengan memasang penyalir ekterna

karena penyebab infeksi adalah kebocoran empedu dan jaringan nekrotik. Kadang di pasang

penyalir T ke dalam duktus koledokus dengan tujuan dekompresi dan mencegah

pembuntuan akibat edema.

Upaya ketiga adalah rekonstruksi saluran empedu. Karena kerusakan empedu yang besar

tidak mungkin sembuh spontan maka tempat kebocoran harus dicari dan dilakukan

rekonstruksi.

Pankreas

Trauma tumpul pankreas terjadi akibat pankreas yang letaknya terfiksasi sehingga mudah

terjepit antara tulang vertebra di bagian belakang sebagai landasannya, dengan benturan

yang datang dari arah anterior. Cedera tumpul pankreas biasanya disertai dengan trauma

pada organ lain, seperti duodenum, limpa, dan saluran empedu.

Gambaran klinis

Gejala utamanya adalah nyeri, baik berupa nyeri yang menembus pinggang atau nyeri

tekan pada pemeriksaan fisik abdomen. Bila disertai dengan perdarahan intraabdomen, hal

ini merupakan indikasi laparotomi. Dengan ekplorasi, kerusakan pankreas lebih mudah

dipastikan.

Keluhan nyeri yang kontinu dengan rangsangan peritoneum, demam, serta ileus paralitik

merupakan petunjuk yang lebih tegas tentang kemungkinan trauma pankreas. Pemeriksaan

Page 19: TEMBAK PUSTAKA

USG dan CT Scan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis kelainan pankreas. Akan

terlihat edema atau cairan di sekitar pankreas dan rusaknya kesinambungan jaringan

pankreas. Pemeriksaan lavase peritoneal diagnostik dapat membantu menegakkan diagnosis

bila ditemukan cairan atau sel darah merah berjumlah 100.000 sel/mm3 dengan kadar

amilase yang tinggi. Kadar amilase yang tinggi tidak spesifik untuk diagnosis trauma

pankreas, namun kadar tinggi yang berlangsung lama dapat membantu diagnosis pankreatitis

pascatrauma.[1]

Tatalaksana

Biasanya laparotomi eksplorasi dini dianjurkan, baik pada trauma tumpul maupun trauma

tajam. Cara eksplorasi adalah dengan membuka kavum omentale melalui ligamentum

gastrokolikum sehingga dapat dilihat keseluruhan jaringan korpus dan ekor pankreas.

Prinsip penanggulangan trauma pankreas bergantung pada dua faktor, yaitu ada atau

tidaknya trauma pada saluran pankreas mayor, dan lokasi anatomi pankreas yang mengalami

trauma. Seluruh pembuluh darah kecil yang terluka harus di ligasi dan di pasang penyalir.

Jaringan pankreas yang terluka dibersihkan dan dijahit. Bila bagian ekor pankreas rusak,

dilakukan pankreatektomi distal.

Lien

Pecahnya lien dapat terjadi akibat trauma tajam atau tumpul, sewaktu operasi, dan yang

jarang terjadi, ruptur spontan. Pada trauma tajam biasanya organ lain ikut terluka,

bergantung pada arah trauma. Yang sering cedera yaitu paru, lambung, yang lebih jarang

pankreas, ginjal kiri dan pembuluh darah mesenterium. Pada trauma tumpul penyebab

utamanya adalah cedera langsung atau tak langsung, seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh

dari tempat tinggi, dan pada olahraga kontak, seperti yudo, karate, dan silat. Ruptur lien

sewaktu operasi dapat terjadi pada operasi abdomen bagian atas, umpamanya karena alat

penarik (retraktor) yang dapat menyebabkan lien terdorong atau ditarik terlalu jauh sehingga

hilus pembuluh darah sekitar hilus robek. Cedera iatrogen juga dapat terjadi akibat pungsi

lien (splenoportografi).[1]

Page 20: TEMBAK PUSTAKA

Gambar 7 CT-Scan Trauma lien

American Association for the Surgery of Trauma (AAST) membagi trauma lien menjadi

lima, seperti yang terlihat pada Tabel 2.[10]

Derajat trauma lien

Page 21: TEMBAK PUSTAKA

Tanda lokal

Penderita mengeluhkan nyeri perut bagian atas, tetapi sepertiga kasus mengeluh nyeri

perut kuadran kiri atas atau punggung kiri. Nyeri daerah puncak bahu disebut tanda Kehr,

terdapat kurang dari separuh kasus. Mungkin nyeri bahu kiri baru timbul pada posisi

Trendelenberg (kepala lebih rendah dari pelvis). Pada pemeriksaan fisik ditemukan massa di

kiri atas dan pada perkusi terdapat bunyi pekak akibat adanya hematom subkapsuler atau

omentum yang membungkus suatu hematoma ekstrakapsuler disebut tanda Balance. [1]

Pada pemeriksaan laboratorium biasanya didapatkan leukositosis. Pada foto abdomen

mungkin tampak patah tulang iga sebelah kiri, peninggian diafragma kiri, bayangan lien

yang membesar, dan adanya desakan terhadap lambung ke arah garis tengah. Pemeriksaan

dengan CT scan atau angiografi jarang berguna pada keadaan darurat.

Tatalaksana

Sekitar 70% cedera lien (Grade I-III) dapat diterapi tanpa operasi. Kriteria terapi non-

operatif yaitu hemodinamik stabil dan tidak ada indikasi lain untuk dilakukan laparotomi.

Pada cedera derajat IV dan V sering gagal dengan terapi non-operatif. Disarankan untuk

melakukan pemeriksaan CT scan secara periodik pada terapi non-operatif untuk melihat

apakah terdapat perbaikan pada cedera lien.[3]

Splenorafi adalah operasi yang bertujuan mempertahankan lien yang fungsional dengan

teknik bedah. Tindakan ini dapat dilakukan pada trauma tumpul maupun tajam. Tindakan ini

terdiri atas membuang jaringan nonvital, mengikat pembuluh darah yang terbuka, dan

menjahit kapsul yang terluka. Jika penjahitan kurang memadai, dapat juga ditambahkan

dengan pemasangan kantong khusus dengan atau tanpa penjahitan omentum.

Indikasi dalam melakukan splenektomi harus dipertimbangkan dengan baik, mengingat

fungsi filtrasinya. Splenektomi parsial yang bisa terdiri atas eksisi satu segmen dilakukan

jika ruptur lien tidak mengenai hilus dan bagian yang tidak cedera masih vital. Pengikatan a.

lienalis sebagai tindakan pertama sewaktu operasi sangat berguna. Pembuluh ini dapat

ditemukan dengan menelusuri bursa omentalis pada pinggir kranial pankreas. Bila lien

besar, sering dianjurkan pendekatan laparo-torakotomi yang sekaligus menyayat diafragma

sehingga daerah eksposisi menjadi luas. Hal ini dilakukan karena pada splenomegali

biasanya disertai dengan perlekatan pada diafragma.

Page 22: TEMBAK PUSTAKA

Pada splenektomi total harus selalu diikuti dengan reimplantasi lien yang merupakan

suatu autotransplantasi. Caranya ialah dengan membungkus pecahan parenkim lien dengan

omentum dan meletakkannya di bekas tempat lien atau menanamnya di pinggang belakang

peritoneum dengan harapan lien dapat tumbuh dan berfungsi kembali.[1]

Splenektomi memiliki indikasi absolut dan relatif.

Indikasi mutlak:

Tumor primer

Kelainan hematologik dengan hiperslenisme jelas yang tak dapat diatasi dengan

pengobatan lain (anemia hemolitik kongenital)

Indikasi relatif:

Kelainan hematologik tanpa hipersplenisme jelas, tetapi splenektomi dapat

memulihkan kelainan hematologik

Ruptur lien

Hipersplenisme pada sirosis hati dengan varises esofagus

Splenomegali yang mengganggu karena besarnya lien

Disarankan untuk memberikan vaksin terhadap bakteri Neisseria meningitidis,

Haemophilus influenzae, dan Streptococcus pneumoniae terhadap pasien. Hal ini bertujuan

untuk mencegah terjadinya sepsis postsplenektomi. Vaksin ini lebih efektif bila diberikan

beberapa hari sebelum tindakan splenektomi. Hal ini juga disarankan pada pasien yang

diterapi non-operative, namun hal ini jarang dilakukan.[3]

Ginjal

Trauma tumpul merupakan penyebab utama cedera saluran kemih. Trauma tumpul pada

ginjal dapat bersifat langsung dan tak langsung. Trauma tumpul langsung disebabkan oleh

kecelakaan lalu lintas, olahraga, kecelakaan kerja, atau perkelahian. Umumnya cedera ginjal

menyertai trauma berat yang terjadi bersamaan dengan cedera organ lain, tetapi tidak jarang

trauma ringan atau terjatuh menyebabkan cedera ginjal serius. Trauma tak langsung,

misalnya jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan pergerakan

ginjal secara tiba-tiba didalam rongga peritoneum. Keadaan ini dapat menyebabkan avulsi

pedikel ginjal atau robekan tunika intima arteri renalis yang menimbulkan trombosis.[1]

Page 23: TEMBAK PUSTAKA

Kerusakan ginjal secara spontan jarang terjadi, terjadi ginjal yang abnormal, seperti

hidronefrosis, tumor, atau ginjal polikistik, lebih rentan terhadap trauma.

Trauma tajam seperti tikaman atau tembakan, merupakan 10-20% penyebab trauma pada

ginjal. Baik luka tikam atau tusuk pada perut bagian atas atau pinggang maupun luka tembak

pada abdomen yang disertai hematuria merupakan tanda pasti cedera pada ginjal.[1]

Secara patologis, trauma pada ginjal dibagi atas kontusio, laserasi dan cedera pedikel.

Kontusio ginjal terdapat pada sekitar 80% trauma tumpul ginjal. Terdapat adanya

perdarahan di parenkim ginjal tanpa adanya kerusakan kapsul, kematian jaringan maupun

kerusakan kaliks. Laserasi ginjal terjadi karena adanya robekan parenkim, mulai dari kapsul

ginjal berlanjut sampai pelviokaliks. Cedera pedikel ginjal dapat berupa cedera pada arteri

maupun vena utama ginjal ataupun cebang segmentalnya.

Pada trauma tumpul dapat ditemukan jejas di daerah lumbal, sedangkan pada trauma

tajam dapat ditemukan luka.

Gejala klinis dan diagnosis

Riwayat trauma daerah kostovetebra dan disertai nyeri serta jejas daerah kostovetebra

merupakan gejala tersering yang membuat kita harus waspada. Pada palpasi didapat nyeri

tekan dan ketegangan otot pinggang, sedangkan massa jarang teraba. Massa yang cepat

meluas disertai tanda kehilangan darah yang banyak merupakan tanda cedera vaskuler.

Nyeri abdomen umumnya ditemukan pada pinggang atau perut bagian atas, dengan

intensitas nyeri yang bervariasi. Bila disertai cedera hepar atau limpa dapat ditemukan tanda

perdarahan didalam perut. Imbibisi darah ke intraperitoneal dapat menimbulkan gejala

rangsangan peritoneum.

Fraktur tulang iga terbawah sering menyertai cedera ginjal. Bila hal ini ditemukan

sebaiknya diperhatikan juga keadaan paru apakah terdapat hematotoraks atau pneumotoraks

dan kemungkinan ruptur limpa.

Pemeriksaan IVP (dengan dosis tinggi dan tomografi) merupakan pilihan pertama saat ini

karena ketersediaan yang relatif luas. Adanya trauma ginjal akan terlihat pada IVP berupa

ekskresi kontras yang berkurang, garis psoas atau kontur ginjal yang menghilang karena

tertutup oleh ekstravasasi urin atau hematoma, skoliosis yang menjauhi sisi yang terkena

trauma karena kontraksi otot psoas serta gambaran ekstravasasi kontras. Adanya bagian

Page 24: TEMBAK PUSTAKA

ginjal yang sulit atau tidak terlihat menandakan adanya laserasi dalam, avulsi ataupun oklusi

pembuluh darah. Penentuan beratnya kerusakan ginjal yang lebih akurat memerlukan

pemeriksaan penunjang lain (CT scan atau arteriografi). Tidak adanya ekskresi kontras pada

IVP (nonvisualised) dapat disebabkan oleh avulsi pembuluh darah, robekan intima yang

disertai dengan trombosis dan kadang-kadang dapat pula karena spasme. Setengah dari

kasus nonvisualised ginjal disebabkan oleh cedera pada pedikel ginjal.

Grade Trauma ginjal

Tatalaksana

Hampir 90% trauma tumpul ginjal berupa cedera minor, seperti kontusio ginjal dan

laserasi parenkim ginjal superfisial yang tidak memerlukan tindakan bedah. Tindakan

konservatif berupa istirahat di tempat tidur, analgesik untuk menghilangkan nyeri, serta

observasi status ginjal dengan pemeriksaan kondisi lokal, kadar hemoglobin, hematokrit

serta endapan urin. Indikasi eksplorasi ginjal yaitu syok yang tidak teratasi atau berulang.

Pada laparotomi ditemukan hematoma yang meluas atau berdenyut, dan berdasarkan

penemuan pada IVP, CT scan, dan arteriografi. Pada IVP ditemukan ekstravasasi kontras

dan adanya bagian ginjal yang tidak tervisualisasi. Idealnya dilakukan CT scan. Bila kedua

fasilitas tidak tersedia, pada trauma tajam kecenderungannya lebih agresif, sedangkan pada

trauma tumpul lebih konservatif.[1]

Page 25: TEMBAK PUSTAKA

BAB III

KESIMPULAN

Trauma abdomen adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera pada

abdomen sehingga terjadi gangguan sel yang disebabkan oleh pertukaran dengan energi

lingkungan yang melampaui ketahanan tubuh. Abdomen dapat dibagi menjadi empat

kuadran (kuadran kanan atas dan bawah, dan kuadran kiri atas dan bawah) atau sembilan

regio (epigastrium, umbilikus, suprapubik, hipokondrium kanan dan kiri, lumbal kanan dan

Page 26: TEMBAK PUSTAKA

kiri, dan illiaca kanan dan kiri). Pembagian ini membantu memudahkan kita dalam

menganalisa kemungkinan organ yang terkena pada suatu kejadian trauma.

Trauma abdomen dapat berupa trauma tajam atau penetrasi dan trauma tumpul. Penyebab

trauma dapat bermacam-macam, seperti benda tajam, benda tumpul, ataupun peluru. Dapat

juga terjadi akibat tenaga dari luar berupa benturan atau pukulan, perlambatan (deselerasi),

dan kompresi.

Pada trauma tumpul cedera yang terjadi dapat berupa memar, luka jaringan lunak, cedera

muskuloskeletal, dan kerusakan organ abdomen. Kadang pada trauma tumpul bahkan tidak

memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusio

atau laserasi jaringan atau organ dibawahnya. Organ padat seperti lien dan hati adalah yang

paling sering terkena pada trauma tumpul abdomen.

Informasi mengenai keluhan pasien, bagaimana dan kapan terjadinya, dan pemeriksaan

fisik serta penunjang yang tepat akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosa.

Sehingga dapat diberikan terapi ataupun tindakan yang sesuai dengan keadaan klinis pasien.

Pada cedera trauma tembus atau penetrasi maka harus dilakukan eksplorasi terhadap luka

untuk mengetahui kedalaman cedera.