teori dasar mrp sistem manufaktur

68
A. Manajemen Persediaan 1. Konsep Persediaan Dalam melaksanakan aktivitas produksinya, setiap perusahaan baik jasa maupun manufaktur pasti akan memerlukan persediaan. Tanpa persediaan, perusahaan akan dihadapkan pada resiko besar yaitu tidak terpenuhinya permintaan produk pada waktu yang diinginkan, tetapi sebaliknya jika perusahaan memiliki persediaan yang berlebih maka akan menimbulkan biaya penyimpanan. Persediaan merupakan stock yang dibutuhkan perusahaan untuk mengatasi adanya fluktuasi permintaan. Persediaan dalam proses produksi dapat diartikan sebagai sumber daya menganggur, hal ini dikarenakan sumber daya tersebut masih menunggu dan belum digunakan pada proses berikutnya. Proses berikutnya yang dimaksud dapat berupa kegiatan produksi pada sistem menufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi dan juga kegiatan konsumsi pada sistem kebutuhan rumah tangga. Persediaan dalam suatu sistem mempunyai suatu tujuan tertentu, hal ini dikarenakan adanya sumber daya tertentu yang tidak dapat didatangkan ketika sumber daya tersebut dibutuhkan. Oleh karena itu, untuk menjamin tersedianya sumber daya maka perlu direncanakan adanya persediaan. Berdasarkan hal tersebut maka defenisi persediaan adalah sejumlah sumber daya baik berbentuk bahan mentah ataupun barang jadi yang disediakan perusahaan untuk memenuhi permintaan dari konsumen.

Upload: wilvi-febrianti

Post on 03-Dec-2015

82 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Laboratorium PTI 3 UNHAS

TRANSCRIPT

Page 1: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

A. Manajemen Persediaan

1. Konsep Persediaan

Dalam melaksanakan aktivitas produksinya, setiap perusahaan baik jasa

maupun manufaktur pasti akan memerlukan persediaan. Tanpa persediaan,

perusahaan akan dihadapkan pada resiko besar yaitu tidak terpenuhinya

permintaan produk pada waktu yang diinginkan, tetapi sebaliknya jika

perusahaan memiliki persediaan yang berlebih maka akan menimbulkan biaya

penyimpanan.

Persediaan merupakan stock yang dibutuhkan perusahaan untuk mengatasi

adanya fluktuasi permintaan. Persediaan dalam proses produksi dapat diartikan

sebagai sumber daya menganggur, hal ini dikarenakan sumber daya tersebut

masih menunggu dan belum digunakan pada proses berikutnya. Proses

berikutnya yang dimaksud dapat berupa kegiatan produksi pada sistem

menufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi dan juga kegiatan

konsumsi pada sistem kebutuhan rumah tangga. Persediaan dalam suatu sistem

mempunyai suatu tujuan tertentu, hal ini dikarenakan adanya sumber daya

tertentu yang tidak dapat didatangkan ketika sumber daya tersebut dibutuhkan.

Oleh karena itu, untuk menjamin tersedianya sumber daya maka perlu

direncanakan adanya persediaan. Berdasarkan hal tersebut maka defenisi

persediaan adalah sejumlah sumber daya baik berbentuk bahan mentah ataupun

barang jadi yang disediakan perusahaan untuk memenuhi permintaan dari

konsumen.

Page 2: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Berdasarkan bentuk fisiknya. Persediaan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,

yakni:

a. Persediaan bahan mentah (raw material) yaitu persediaan barang berwujud,

seperti besi, kayu, serta komponen-komponen lain yang digunakan dalam

proses produksi;

b. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/ componen), yaitu

persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang

diperoleh dari perusahaan lain secara langsung dapat dirakit menjadi suatu

produk;

c. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan

barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi bukan

merupakan bagian atau komponen barang jadi;

d. Persediaan dalam proses (work in process), yaitu persediaan barang-barang

yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau

telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut

menjadi barang jadi;

e. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang

telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap dijual atau dikirim

kepada pelanggan.

(Sumber: Fuad Ath Hary, Perencanaa Persediaan Bahan Baku Kayu Gelondongan

dengan Metode Silver Meal. 2011)

Page 3: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

2. Penyebab dan Fungsi Persediaan

Penyebab persediaan adalah sebagai berikut:

a. Mekanisme pemenuhan atas permintaan (transaction motive). Permintaan

akan suatu barang tidak akan dapat dipenuhi dengan segera apabila barang

tersebut tidak tersedia sebelumnya, karena untuk mengadakan barang tersebut

diperlukan waktu untuk pembuatannya maupun untuk mendatangkannya. Hal

ini berarti bahwa adanya persediaan merupakan hal yang sulit dihindari

b. Adanya keinginan untuk meredam ketidakpastian (precautionary motive).

Ketidakpastian yang dimaksud adalah:

1) Adanya permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun

waktu kedatangan.

2) Waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk dengan

produk yang lain.

3) Waktu ancang-ancang (lead time) yang cenderung tidak pasti karena

berbagai faktor yang tidak dapat dikendalikan sepeenuhnya

4) Ketidakpastian ini akan diredam oleh jenis persediaan yang disebut

persediaan pengaman (safety stock). Persediaan pengaman ini digunakan

jika permintaan melebihi peramalan produksi lebih rendah dari rencana

atau waktu ancang-ancang (lead time) lebih panjang dari yang diperkirakan

semula.

c. Keinginan melakukan spekulasi (speculative motive) yang bertujuan

mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga baran di masa mendatang.

Page 4: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Sedangkan fungsi persediaan adalah sebagai berikut (Rangkuti (2004 : 15))

a. Fungsi Decoupling

Adalah persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi

permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier. Persediaan barang

mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada

pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan barang

dalam proses diadakan agar departemen-departemen dan proses-proses

individual perusahaan terjaga “kebebasannya”. Persediaan barang jadi

diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para

pelanggan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan

konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuation

stock.

b. Fungsi Economic Lot Sizing

Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan atau potongan

pembelian, biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah dan sebagainya.

Hal ini disebabkan perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang

lebih besar dibandingkan biayabiaya yang timbul karena besarnya persediaan

(biaya sewa gudang, investasi, risiko, dan sebagainya).

Page 5: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

c. Fungsi Antisipasi

Apabila perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat

diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa lalu,

yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan

persediaan musiman (seasional inventories). Di samping itu perusahaan juga

sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan

barang-barang selama periode tertentu. Dalam hal ini perusahaan memerlukan

persediaan ekstra yang disebut persediaan pengaman (safety stock /

inventories).

Dengan uraian di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa fungsi utama

persediaan adalah menjamin kelancaran mekanisme pemenuhan permintaan

barang sesuai dengan kebutuhan konsumen sehingga sistem yang dikelola dapat

mencapai kinerja (performance) yang optimal. Adapun tujuan adanya persediaan

yaitu:

a. Menghilanglan risiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan yang

dibutuhkan perusahaan

b. Menghilangkan risiko kegagalan/kerusakan material yang dipesan sehingga

harus dikembalikan.

c. Untuk menyimpan bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga

dapat digunakan bila bahan tersebut tidak ada di pasar.

d. Menjamin kelancaran proses produksi perusahaan

e. Menjamin penggunaan mesin secara optimal

Page 6: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

f. Memberikan jaminan akan ketersediaan produk jadi kepada konsumen

g. Dapat melaksanakan produksi sesuai keinginan tanpa menunggu adanya

dampak/risiko penjualan.

(Sumber: Diana Khairani Sofyan, Perencanaan dan Pengendalian Produksi. 2013)

3. Sistem Persediaan

Dalam melakukan persediaan harus diketahui bagaimana sistem

perrsediaan yang seharusnya digunakan perusahaan. Sistem persediaan

digolongkan pada dua sistem yaitu:

a. Sistem sederhana yaitu sistem persediaan yang dilihat berdasarkan masukan

(input) dan keluaran (output) produksi sesuai Gambar 2.1 berikut:

PERSEDIAANMasukan(input)

Keluaran(output)

Permintaan

Gambar 3.1 Sistem persediaan berdasarkan input dan output

Berdasarkan gambar 2.1 dapat diketahui bahwa persediaan dipengaruhi

oleh input dan output serta permintaan konsumen akan produk yang

diinginkan. Input merupakan masukan pada sistem produksi perusahaan yang

berupa material atau bahan yang masuk ke dalam sistem persediaan sepeerti

bahan baku, peralatan, bahan tambahan dan sebagainya. Apabila persediaan

Page 7: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

mengalami kekurangan maka kondisi ini disebut dengan out of stock atau

stockout.

Sedangkan output merupakan suatu keluaran material dari sistem

persediaan yang dipengaruhi oleh kebutuhan akan material atau bahan yang

berasal dari input. Contoh keluaran (output) adalah produk jadi atau produk

setengah jadi. Input dan output pada sistem persediaan tidak terlepas dari

permintaan dari permintaan konsumen, makin besar permintaan maka makin

besar input dan output yang dikeluarkan perusahaan. Apabila hal ini tidak

terpenuhi maka hasilnya menunjukkan kegagalan perusahaan dalam

memenuhi kenginan konsumen akan permintaan produk tersebut.

b. Sistem berjenjang (multi echelon inventory system)

Pada sistem persediaan berjenjang meenggambarkan sistem persediaan

yang saling berkait dengan beberapa fasilitas yang mempengaruhi sistem

produksi perusahaan. Fasilitas yang dimaksud contohnya adalah gudang,

mulai dari persediaan bahan baku di gudang pusat, kemudian di salurkan ke

gudang wilayah dan terakhir ke gudang perusahaan seperti terlihat pada

Gambar 3.2

Page 8: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Repaired

Gudang

Komponen

Turn Out

Pembelian

Perusahaan

Gambar 3.2 Mekanisme sistem persediaan di perusahaan

(Sumber: Diana Khairani Sofyan, Perencanaan dan Pengendalian Produksi. 2013)

4. Safety Stock

Dalam mengatasi variasi acak, khususnya dalam permintaan dan lead time,

maka diperlukaan suatu sistem persediaan pengaman (safety stock = SS) yang

akan mengurangi risiko kehabisan persediaan. Semakin besar tingkat safety

stock-nya maka kemungkinan kehabisan persediaan semakin kecil, tetapi

akibatnya adalah biaya holding safety stock-nya semakin besar sehingga tujuan

yang ingin dicapai adalah mmencari keseimbangan antara holding cost tambahan

karena adanya safety stock dan perkiraan biaya kehabisan persediaan. Tingkat

optimal dari safety stock adalah bila biaya total persediaannya minimum.

Dalam perhitungan ROP dibutuhkan safety stock yaitu persediaan

pengaman untuk mengetahui berapa besar persediaan yang dibutuhkan selama

Page 9: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

masa tenggang dalam memenuhi besarnya permintaan. Ada tiga komponen yang

menjadi pertimbangan dalam menentukan safety stock, yaitu:

a. Variasi permintaan. Sangat jarang sekali kita menemukan kasus dimana

permintaan itu stabil apalagi sama setiap bulannya, selalu ada variasi

permintaan. Logikanya semakin tinggi variasi permintaan dari waktu ke

waktu, maka peluang untuk menjadi stock out (kekurangan persediaan saat

ada permintaan) akan semakin besar. Oleh karena itu, faktor variasi

permintaan ini pun harus berbanding lurus dengan safety stock yang kita

butuhkan.

b. Lead Time. Ada berbagai macam lead time mulai dari lead time produksi, lead

time transportasi, dan lead time yang lain tergantung termnologi tiap-tiap

perusahaan. Yang jelas, sejak suatu produk dipesan hingga diantar kepada

yang memesan, waktu yang dibutuhkannya juga bervariasi. Seperti halnya

variasi permintaan, maka semakin besar lead time-nya maka harus semakin

besar safety stock yang kita butuhkan.

c. Service level. Karena sulitnya memperkirakan biaya kehabisan persediaan

secara tepat, maka biasanya manajemen menentukan ukuran safety stock

berdasarkan tingkat ppelayanan (service level) yang harus diberikan kepada

konsumen. Setiap perusahaan perlu menetapkan berapa service level yang

diberikan kepada pelanggannya. Secara sederhana, kalau ada 100 permintaan,

berapa banyak yang dapat ditolerir untuk tidak terpenuhi? Jika hanya 5, maka

service level adalah 95%, idealnya adalah 100%, tetapi itu berarti perusahaan

Page 10: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

harus menyediakan safety stock yang sangat besar. Karena safety stock adalah

inventory, maka uang yang tertanampun harus diperhatikan.

Untuk menentukan besarnya safety stock, dapat dipakai cara yang relatif lebih

teliti yaitu dengan metode sebagai berikut (Rangkuty, 2007):

SS = 𝑧√𝐿𝑇(σd)

Keterangan:

SS = Safety Stock

Z = Service Level

σd = Standar Deviasi dari tingkat kebutuhan

𝐿𝑇 = Lead Time

(Sumber: Diana Khairani Sofyan, Perencanaan dan Pengendalian Produksi. 2013)

5. Reorder Point

Reorder Point adalah saat atau titik dimana harus diadakan lagi pemesanan

sedemikian rupa sehingga penerimaan atau kedatangan material tapat pada waktu

dimana persediaan sama dengan nol. Faktor-faktor yang harus diperhatikan

dalam penetuan reorder point adalah:

a. Penggunaan material selama tenggang waktu mendapatkan barang yaitu

waktu dimana meliputi usaha-usaha untuk memesan barang atau material

hingga diterima dan ditempatkan di dalam gudang.

b. Besarnya safety stock yaitu jumlah persediaan pengaman yang harus ada

untuk menjamin kelangsungan proses produksi

Page 11: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Dari kedua faktor di atas, maka reorder point dapat dicari dengan rumus berikut

ini :

Reorder Point = (LD x AU) + SS

Keterangan:

LD = Lead Time

AU = Average Usage = Pemakaian rata-rata

SS = Safety Stock

(Sumber: Diana Khairani Sofyan, Perencanaan dan Pengendalian Produksi. 2013)

6. Istilah-istilah Biaya dalam Persedian

Ada beberapa biaya dalam sistem persediaan yang harus diketahui oleh

perusahaan, diantaranya adalah:

a. Biaya pembelian (purchasing cost) yaitu biaya yang digunakan untuk membeli

barang. Jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang tersebut akan

sangat berpengaruh pada biaya pembelian. Dalam hal ini biaya pembelian

lebih bersifat variabel karena tergantung pada jumlah barang yang dipesan.

Sehingga biasa disebut unit variabel cost atau purchasing cost. Biaya

pembelian merupakan faktor penting ketika harga barang yang dibeli

tergantung pada ukuran atau jumlah pembelian. Situasi ini diistilahkan dengan

quantity discount di mana harga barang per unit akan turun bila jumlah barang

Page 12: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

yang dibeli dalam jumlah besar. Dalam banyak teori persediaan, seringkali

komponen biaya pembelian ini tidak dimasukkan ke dalam biaya persediaan

karena diasumsikan komponen biaya pembelian untuk suatu periode tertentu

(misalnya satu tahun) dianggap konstan dan hal ini tidak akan mempengaruhi

jawaban optimal tentang berapa banyaknya barang yang harus dipesan.

b. Biaya pengadaan barang (procurement cost), yaitu biaya pengadaan

kebutuhan akan barang yang dibedakan atas dua jenis biaya sesuai dengan asal

barang, yaitu biaya pemesanan (ordering cost) bila barang yang dibutuhkan

didapatkan dari pihak luar dan biaya pembuatan (setup cost) bila barang yang

dibutuhkan dengan cara membuat sendiri.

1) Biaya pemesanan (ordering cost) merupakan seluruh pengeluaran yang

timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya

untuk menentukan supplier, pembuatan pesanan, penggiriman pesanan,

biaya pengangkutan, biaya penerimaan dan sebagainya. Biaya ini

diasumsikan konstan setiap kali pesan.

2) Biaya pembuatan (setup cost) merupakan keseluruhan pengeluaran yang

timbul dalam mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di

dalam perusahaan yang meliputi biaya penyusunan peralatan produksi,

menyetel mesin, penyusunan barang di gudang dan sebagainya.

Karena kedua biaya tersebut mempunyai peranan yang sama yaitu sebagai

pengadaan maka di dalam sistem persediaan biaya tersebut sering disebut

biaya pengadaan (procurement cost)

Page 13: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

c. Biaya penyimpanan (holding cost/carrying cost) yaitu semua pengeluaran

yang timbul akibat penyimpanan barang. Biaya penyimpanan terdiri atas

biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan.

Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas barang

yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-

biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan antara lain:

1) Biaya modal yaitu biaya yang timbul karena adanya penumpukan barang

di gudang yang berarti penumpukan modal kerja, dimana modal

perusahaan mempunyai ongkos yang dapat diukur dengan suku bunga

bank. Sehingga biaya yang timbul karena memiliki persediaan harus

diperhitungkan dalam biaya sistem persediaan. Biaya ini sering diukur

sebagai persentase nilai persediaan untuk periode waktu tertentu.

2) Biaya kerusakan dan penyusutan yaitu biaya yang ditimbulkan akibat

adanya kerusakan atau penyusutan barang karena beratnya atau jumlahnya

berkurang sehingga akan mengakibatkan adanya biaya tambahan dalam

sistem persediaan. Biaya kerusakan atau penyusutan biasanya diukur dari

pengalaman sesuai dengan persentasenya.

3) Biaya guudang yaitu biaya yang ditimbulkan akibat adanya persediaan di

gudang. Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga

timbul biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya

gudang merupakan biaya sewa, sedangkan bila perusahaan mempunyai

Page 14: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

gudang sendiri, maka biaya gudang merupakan biaya penyusutan maupun

biaya perawatan barang.

4) Biaya admisnistrasi dan pemindahan yaitu biaya yang dikeluarkan untuk

administrasi persediaan barang yang ada, baik pada saat pemasaran,

penerimaan barang, penyimpanan dan biaya untuk memindahkan barang

termasuk didalamnya adalah upah buruh dan biaya pengendalian peralatan.

5) Biaya asuransi yaitu biaya yang ditimbulkan untuk menjamin kodisi

barang. Barang yang disimpan seringkali diasuransikan oleh perusahaan

untuk menjaga hal-hal yang tidak diingikan seperti kebakaran. Besarnya

biaya asuransi ini tergantung dari jenis barang yang diasuransikan dan

perjanjiannya dengan perusahaan asuransi.

6) Biaya kadaluarsa (obsolence) yaitu biaya yang ditimbulkan akibat

kerusakan/penurunan nilai barang. Perubahan teknologi dan model seperti

barang-barang elektronik sangat cepat berkembang dan dapat

mempengaruhi penurunan nilai jual barang tersebut.

d. Biaya kekurangan persediaan (shortage cost) yaitu biaya yang timbul apabila

ada permintaan terhadap barang yang kebetulan tidak tersedia di gudang

(stock out). Untuk barang-barang tertentu, pelanggan dapat diminta menunda

pembeliannya atau dengan kata lain pelanggan diminta untuk menunggu.

Dalam hal ini shortage cost yang timbul adalah biaya ekstra untuk membuat

lagi barang yang dipesan. Dalam hal ini prooses produksi akan terganggu dan

akan menimbulkan kerugian karena perusahaan kehilangan kesempatan untuk

Page 15: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

mendapatkan keuntungan atau akan kehilangan pelanggan karena konsumen

akan beralih pada para pesaing. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya

kekurangan persediaan diantaranya adalah:

1) Biaya kehilangan penjualan, dimana ketika perusahaan tidak mampu

memenuhi suatu pesanan, maka ada nilai penjualan yang hilang bagi

perusahaan.

2) Biaya kehilangan konsumen, pelanggan yang merasa kebutuhannya tidak

dapat dipenuhi perusahaan maka akan beralih ke perusahaan lain yang

mampu memenuhi kebutuhan mereka.

3) Biaya pemesanan khusus, agar perusahaan mampu memenuhi kebutuhan

akan suatu item/part produk, perusahaan melakukan pemesanan khusus

agar item/part produk yang diinginkan tersebut diterima tepat waktu

sehingga dalam hal ini dibutuhkan pemesanan khusus tentunya dengan

adanya penambahan biaya dan harga item/part produk yang dibeli.

4) Biaya akibat terganggunya proses produksi, jika kekurangan persediaan

maka akan mengakibatkan gangguan pada proses produksi. Gangguan

tersebut membutuhkan beberapa biaya terkait diantaranya biaya tenaga

kerja, biaya bahan baku dan biaya peralatan mesin.

Biaya kekurangan persediaan dapat timbul akibat beberapa persoalan, yaitu

dapat diketahui dari adanya kuantitas yang tidak dapat dipenuhi dalam

produksi, adanya waktu pemenuhan gudang akibat kekosongan gudang, dan

Page 16: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

yang terakhir adalah adanya biaya pengadaan darurat yang biasanya

menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal.

e. Biaya Sistemik yaitu biaya yang meliputi biaya perancangan dan perencanaan

sistem persediaan serta ongkos-ongkos untuk mengadakan peralatan serta

melatih tenaga kerja yang digunakan untuk mengoperasikan sistem. Biaya

sistemik ini dapat dianggap sebagai biaya investasi bagi pengadaan suatu

sistem pengadaan.

(Sumber: Diana Khairani Sofyan, Perencanaan dan Pengendalian Produksi. 2013)

B. Sistem Produksi

1. Pengertian Sistem Produksi

Menurut Suhardi Sigit (2007:74) menyatakan “Produksi adalah salah satu

fungsi-fungsi yang ada pada perusahaan, yang mana fungsi-fungsi itu antara lain:

pembelian, pemasaran, transportasi, keuangan, pembukuan, penggudangan, dan

kegiatan-kegiatan lainnya yang dilakukan perusahaan untuk mendapatkan laba”.

Menurut Arman Hakim Nasution (2003:6) “Produksi adalah semua

kegiatan mulai dari pengangkutan bahan galian dari cadangan sumber daya alam

terbukti kepermukaan bumi sampai dipasarkan, dan dimanfaatkan atau diolah

lebih lanjut”.

Page 17: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Menurut Pendapat Murdifin Haming dan Mahfud Nurnajamuddin

(2007:24) “Produksi adalah Suatu kegiatan mengolah masukan dalam proses

dengan memakai metode metode untuk menghasilkan keluaran yang ditetukan

sebelumnya, baik berupa barang maupun jasa”.

Menurut Agus Ahyari (2002:3) bahwa “Proses Poduksi adalah Sebagai

suatu cara atau metode maupun tehnik bagaimana menambah manfaat atau

penciptaan faedah baru yang dilaksanakan perusahaan.”

Sedangkan menurut Umumtha Ginting dan S.M Sibarani (2005:1)

menjelaskan proses produksi adalah sebagai berikut: “Suatu cara, metode

maupun menciptakan faedah baru atau menambah faedah baik barang maupun

jasa dengan menggunakan sumber daya yang ada.”

Sistem produksi merupakan sistem integral yang mempunyai komponen

struktural dan fungsional. Komponen atau elemen struktural yang membentuk

sistem produksi terdiri dari : bahan (meterial), mesin dan peralatan, tenaga kerja

modal, energi, informasi, tanah dan lain-lain. Sedangkan komponen atau

elemen fungsional terdiri dari supervisi, perencanaan, pengendalian, koordinasi

dan kepemimpinan, yang kesemuanya berkaitan dengan manajemen dan

organisasi.

Suatu sistem produksi selalu berada dalam lingkungan, sehingga aspek-

aspek lingkungan seperti perkembangan tekhnologi, sosial dan ekonomi, serta

kebijakan pemerintah aan sangat mempengaruhi keberadaan sistem produksi

itu. Secara skematis, sistem produksi dapat digambarkan dalam Gambar berikut:

Page 18: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Gambar 2.3 Skema Sistem Produksi Sumber : Vincent Gaspersz,”Production Planning and Inventory Control”(2004)

2. Definisi Manufaktur dan Sistem Manufaktur

Manufaktur, dalam arti yang paling luas, adalah proses merubah bahan

baku menjadi produk. Proses ini meliputi: perancangan produk, pemilihan

material dan tahap‐tahap proses dimana produk tersebut dibuat. Definisi

manufaktur secara umum adalah suatu aktifitas yang kompleks yang melibatkan

berbagai variasi sumberdaya dan aktifitas perancangan produk, pembelian,

pemasaran, mesin dan perkakas, manufacturing, penjualan, perancangan proses,

production control, pengiriman material, support service, dan customer service.

Manufaktur adalah suatu cabang industri yang mengaplikasikan mesin,

peralatan dan tenaga kerja dan suatu medium proses untuk mengubah bahan

mentah menjadi barang jadi untuk dijual.

Istilah ini bisa digunakan untuk aktivitas manusia, dari kerajinan tangan

sampai ke produksi dengan teknologi tinggi, namun demikian istilah ini lebih

- Tenaga Kerja

- Modal

- Material

- Energi

- Tanah

- Informasi

- Manajerial

PROSES

TRANSFORMASI

NILAI TAMBAH

PRODUK

(Barang dan/

Jasa)

Umpan Balik Untuk

Pengendalian

Input, Proses,

dan Teknologi

INPUT PROSES OUTPUT

LINGKUNGAN

Page 19: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

sering digunakan untuk dunia industri, dimana bahan baku diubah menjadi

barang jadi dalam skala yang besar.

Manufaktur ada dalam segala bidang sistim ekonomi. Dalam ekonomi

pasar bebas, manufakturing biasanya selalu berarti produksi secara masal untuk

dijual ke pelanggan untuk mendapatkan keuntungan. Beberapa industri seperti

semikonduktor dan baja lebih sering menggunakan istilah fabrikasi dibandingkan

manufaktur. Sektor manufaktur sangat erat terkait dengan rekayasa atau teknik.

(Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Manufaktur; diakses pada tanggal 15 Oktober

2015 Pukul 10.21)

Sedangkan sistem manufaktur adalah sebuah sistem yang memanfaatkan

pendekatan teknik industri untuk peningkatan kualitas, produktivitas, dan

efisiensi sistem integral yang terdiri dari manusia, mesin, material, energi, dan

informasi melalui proses perancangan, perencanaan, pengoperasian,

pengendalian, pemeliharaan, dan perbaikan dengan menjaga keselarasan aspek

manusia dan lingkungan kerjanya. Jenis bidang keilmuan yang dipelajari dalam

sistem manufaktur sini antara lain adalah sistem produksi, perencanaan dan

pengendalian produksi, pemodelan sistem, perancangan tata letak pabrik, dan

ergonomi.

(Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Manufaktur; diakses pada tanggal 15 Oktober

2015 Pukul 10.21)

Page 20: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

3. Bagan Manajemen Produksi

(Sumber: Arman Hakim Nasution & Yudha Prasetyawan, Perencanaan dan

Pengendalian Produksi, 2008)

4. Jenis-Jenis Manufaktur

a. Sistem Produksi Menurut Proses Menghasilkan Output

Proses produksi merupakan cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau

menambah kegunaan suatu produk dengan mengoptimalkan sumber daya

produksi (tenaga kerja, mesin, bahan baku, dana) yang ada. Sistem produksi

menurut proses menghasilkan output secara ekstrem dapat dibedakan menjadi

dua jenis, yaitu:

1) Proses Produksi Kontinyu (Continous Process) contohnya pada pabrik

pembuatan biskuit.

Mesin

Proses

Transformasi

Material

Tenaga Kerja

Dana

Informasi

Dana Masuk

Informasi

Limbah

Produk

Politis Sosial budaya

Teknologi Ekonomi

Proses Manajemen

Dana Keluar

Page 21: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

2) Proses Produksi Terputus (Intermittent process/Discrate System)

contohnya pada pabrik pembuatan pena.

Perbedaan pokok antara kedua proses terletak pada lamanya waktu set-up

peralatan produksi. Proses kontinyu tidak memerlukan waktu set-up yang

lama karena proses ini memproduksi secara terus menerus untuk jenis produk

yang sama, misalnya pada pabrik susu instant. Sedangkan proses terputus

memerlukan total waktu setup yang lebih lama karena proses ini memproduksi

berbagai jenis spesifikasi barang sesuai pesanan, dimana dengan adanya

pergantian jenis barang yang diproduksi akan membutuhkan kegiatan set-up

yang berbeda. Contoh dari proses terputus antara lain adalah usaha

perbengkelan.

b. Sistem Produksi Menurut Tujuan Operasinya

1) Engineering To Order (ETO), yaitu bila pemesan meminta produsen untuk

membuat produk yang dimulai dari proses perancangannya (rekayasa).

Contoh ETO yaitu perusahaan yang membuat kebutuhan khusus, seperti

produksi pesawat maupun pembangunan gedung.

2) Assembly To Order (ATO), yaitu bila produsen membuat desain standar,

modul-modul opsional standar yang sebelumnya dan merakit suatu

kombinasi tertentu dari modul-modul tersebut sesuai dengan pesanan

konsumen. Contoh ATO yaitu perusahaan perakitan motor maupun mobil.

Page 22: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

3) Make To Order (MTO), yaitu bila produsen menyelesaikan item akhirnya

jika dan hanya jika telah menerima pesanan konsumen untuk item tersebut.

Contoh MTO yaitu perusahaan makanan cepat saji seperti KFC.

4) Make To Stock (MTS), yaitu bila produsen membuat item-item yang

diselesaikan dan ditempatkan sebagai persediaan sebelum pesanan

konsumen diterima. Contohnya yaitu produksi mie, sabun dan sebaggainya

untuk kebutuhan massal.

c. Sistem Produksi Menurut Aliran Operasi dan Variasi Produk

1) Flow Shop, yaitu proses konversi dimana unit-unit output secara berturut-

turut melalui urutan operasi yang sama pada mesin-mesin khusus, biasanya

ditempatkan sepanjang suatu lintasan produksi. Contohnya pabrik

pembuatan biskuit

2) Continious, proses ini merupakan bentuk ekstrem dari flow shop dimana

terjadi aliran material yang konstan.

3) Job Shop, merupakan bentuk proses konversi dimana unit-unit untuk

pesanan yang berbeda akan mengikuti urutan yang berbeda pula dengan

melalui pusat-pusat kerja yang dikelompokkan berdasarkan fungsinya.

Contohnya pabrik pembuatan pena.

4) Batch, Merupakan bentuk satu langkah ke depan dibandingkan job shop

dalam hal standarisasi produk, tetapi tidak terlalu terstandarisasi sepeti

Page 23: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

produk yang dihasilkan pada aliran lintasan perakitan flow shop. Contoh

pabrik pembuuatan tea gelas.

5) Proyek, merupakan proses penciptaan satu jenis produk yang agak rumit

dengan suatu pendefinisian urutan tugas yang teratur dengan kebutuhan

sumber daya dan penyelesaiannya dibatasi oleh waktu.

(Sumber: Arman Hakim Nasution, Perencanaan dan Pengendalian Produksi. 2008)

C. KONSEP MRP (MATERIAL REQUIREMENT PLANNING)

1. Defenisi MRP

MRP adalah prosedur logis, aturan keputusan dan teknik pencatatan

terkomputerisasi yang dirancang untuk menterjemahkan “Jadwal Induk

Produksi” atau MPS (Master Production Schedulling) menjadi “kebutuhan

Page 24: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

bersih” atau NR (Net Requirement) untuk semua item. System MRP

dikembangkan untuk membantu perusahaan manufaktur mengatasi kebutuhan

akan item-item dependent secara lebih baik dan efisien. Selain itu, system MRP

didesain untuk melepaskan pesanan-pesanan dalam prosuksi dan pembelian

untuk mengatur aliran bahan baku dan persediaan dalam proses sehingga sesuai

dengan jadwal prosuksi utnuk produk akhir. Hal ini memungkinkan perusahaan

memelihara tingkat minimum dari item-item yang kebutuhannya dependent,

tetapi tetap dapat menjamin terpenuhinya jadwal prosuksi untuk produk

akhirnya. System MRP juga dikenal sebagai perencanaan kebutuhan berdasarkan

tahapan waktu (“time-phases requirement planning”).

(Sumber: Diana Khairani Sofyan, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, 2013)

2. Tujuan MRP (Material Requirement Planning)

Teknik MRP mencakup semua kebutuhan yaitu kebutuhan material,

dimana terdapat fungsi utama sebagai pengendalian persediaan dan sebagai

penjadwalan produksi. Adapun tujuan dari MRP itu sendiri adalah untuk

menentukan kebutuhan sekaligus mendukung jadwal produksi induk,

mengendalikan persediaan, menjadwalkan produksi, menjeda jadwal valid dan

tepat waktu, serta secara khusus dapat berguna dalam lingkungan manufaktur

pada perusahaan.

Ada empat tujuan yang menjadi ciri utama MRP yaitu:

a. Mampu menetukan kebutuhan pada saat yang tepat.

Page 25: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus selesai (atau material

harus tersedia) untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah

direncanakan dalam Jadwal Induk Produksi.

b. Pembentukan kebutuhan minimal setiap item.

Dengan diketahuinya kebutuhan akan produk akhir, MRP dapat menentukan

secara tepat system penjadwalan (prioritas) untuk memenuhi semua

kebutuhan minimal setiap item.

c. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan.

Memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus

dilakukan. Pemesanan perlu dilakukan lewat pembelian atau dibuat di pabrik

sendiri.

d. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang

sudah direncanakan.

Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang

dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan

indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan

menentukan prioritas pesanan yang realistik. Jika penjadwalan ulang ini

masaih tidak memungkinkan untuk memenuhi pesanan, maka pembatalan

atas suatu pesanan harus dilakukan.

(Sumber: Arman Hakim Nasution & Yudha Prasetyawan, Perencanaan dan

Pengendalian Produksi, 2008)

Page 26: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

3. Manfaat dari MRP (Material Requirement Planning)

System MRP dikembangkan untuk membantu perusahaan manufaktur

mengatasi kebutuhan akan item-item yang saling terkait secara lebih baik dan

efisien. Selain itu MRP di rancang untuk melepaskan pesanan-pesanan dalam

produksi dan pembelian dalam mengatur aliran bahan baku dan persediaan pada

proses sehingga sesuai dengan jadwal produksi untuk produk akhir. Adapun

manfaat-manfaat lain yang dapat diperoleh perusahaan, antara lain:

a. Perusahaan dapat menghindari kehabisan persediaan barang

b. Perusahaan dapat mengelola materialnya secara efisien

c. Perusahaan mengetahui kebutuhan material di masa depan

d. Perusahaan dapat meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan

e. Perusahaan dapat menigkatkan utilitas dari fasilitas dan tenaga kerja

f. Perusahaan dapat mengetahui secara cepat perubahan pasar

g. Perusahaan dapat mengurangi level persediaan tanpa mengurangi pelayanan

bagi pelanggan

h. Perusahaan dapat menjamin mutu produk

(Sumber: Diana Khairani Sofyan, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, 2013)

4. Persyaratan MRP (Material Requirement Planning)

Page 27: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

a. Tersedianya jadwal induk produksi, yaitu suatu rencana produksi yang

menetapkan jumlah serta waktu suatu produk akhir harus tersedia sesuai

dengan jadwal yang harus di produksi. MPS ini biasanya diperoleh dari hasil

peramalan kebutuhan melalui tahapan perhitungan perencanaan produksi

yang baik, serta jadwal pemesanan produk dari pihak konsumen.

b. Setiap item persediaan harus mempunyai identifikasi yang khusus. Hal ini

disebabkan kerena biasanya MRP secara komputerisasi dimana jumlah

komponen yang harus ditangani sangat banyak, maka pengklasifikasian

bahan, bagian komponen, perakitan setengah jadi dan produk akhir haruslah

terdapat perbedaan yang jelas antara satu dengan yang lainnya.

c. Tersedianya struktur produk pada saat perencanaan. Dalam hal ini tidak

diperlukan struktur produk yang memuat semua item yang terlibat dalam

pembuatan suatu produk apabila itemnya sangat banyak dan proses

pembuatannya sangat kompleks. Walaupun demikian, yang penting struktur

produk harus mampu menggambarkan secara jelas langkah-langkah suatu

produk untuk dibuat, sejak dari bahan baku sampai menjadi produk jadi.

d. Tersedianya catatan tentang persediaan untuk semua item yang menyatakan

status persediaan sekarang dan yang akan datang.

(Sumber: Diana Khairani Sofyan, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, 2013)

5. Teknik Lotting/ Penentuan Ukuran Lot

Page 28: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Penentuan ukuran lot bertujuan menentukan besarnya ukuran jumlah

pesanan yang optimal untuk sebuah item dilakukan berdasarkan kebutuhan

bersih yang dihasilkan dari setiap periode horison perencanaan.

Terdapat beberapa item yang perlu diperhatikan pada saat penentuan teknik

ukuran lot yaitu :

a. Menyeimbangkan ongkos pemesanan (order cost) dengan ongkos

penyimpanan (carrying cost).

1) Ongkos pemesanan merupakan ongkos yang berkaitan dengan usaha untuk

mendapatkan bahan baku dari luar perusahaan. Ongkos pemesanan dapat

berupa ongkos penulisan pemesanan, ongkos proses pemesanan,ongkos

materai/perangko, ongkos faktur, dan ongkos transportasi.

2) Ongkos penyimpanan, komponen utama dari ongkos simpan terdiri dari :

a) Modal, meliputi : biaya yang diinvestasikan dalam persediaan, gedung,

dan peralatan untuk mengadakan dan memelihara persediaan.

b) Ongkos simpan, meliputi : biaya sewa gudang, perawatan dan perbaikan

bangunan, listrik, gaji, personel keamanan, dll.

b. Menggunakan konsep jumlah pesanan tetap dengan jumlah periode

pemesanan tetap.

Terdapat 10 Alternatif teknik yang digunakan dalam menentukan ukuran

Lot.Kesepuluh teknik adalah sebagai berikut :

Contoh :

Page 29: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Data kebutuhan bersih

Tabel 1. Contoh data kebutuhan bersih.

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kebutuhan bersih ( Rt ) 20 40 30 10 40 0 55 220 40

Data Ongkos

Harga perunit (C) = Rp. 50,-

Ongkos Pengadaan (S) = Rp. 100,-

Ongkos Simpan )( tI = Rp. 0.24/tahun

Ongkos Simpan )( tI = Rp. 0.02/periode

Ongkos Simpan )( upI = Rp. 1,- /unit/periode

Waktu ancang-ancang (lead time)

Waktu ancang-ancang = 0

a. Fixed Order Quantity (FOQ)

Teknik FOQ menggunakan kuantitas pemesanan yang tetap untuk

suatu persediaan item tertentu dapat ditentukan secara sembarang atau

berdasarkan pada faktor-faktor intuitif. Dalam menggunakan teknik ini

jika perlu, jumlah pesanan diperbesar untuk menyamai jumlah kebutuhan

bersih yang tinggi pada suatu perioda tertentu yang harus dipenuhi, yang

berarti ukuran kuantitas pemesanannya (lot sizing) adalah sama untuk

seluruh periode selanjutnya dalam perencanaan. Metode ini dapat

digunakan untuk item-item yang biaya pemesanannya (ordering cost)

sangat besar. Tabel dibawah ini merupakan contoh pemakaian teknik

EOQ dengan ukuran lot sebesar 100.

Page 30: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Tabel 2 Contoh Pemakaian Teknik FOQ.

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total

Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255

Kuantitas Pemesanan Xt 100 100 100 300

Persediaan 80 40 10 0 60 60 105 85 45 485

Dari tabel tersebut didapat :

Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- maka :

Ongkos simpan = (80+40+10+60+60+105+85+45) = 485

= 485 x Rp. 1,- = Rp. 485,-

Total ongkos = 300 + 485 = Rp. 785

b. Economic Order Quantity (EOQ)

Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Ford Harris dari

Westinghouse pada tahun 1915. Metode ini merupakan inspirasi bagi para

pakar persediaan untuk mengembangkan metode-metode pengendaliaan

persediaan lainnya. Metode ini dikembangkan atas fakta adanya biaya

variabel dan biaya tetap dari proses produksi atau pemesanan barang.

Teknik EOQ ini besarnya ukuran lot adalah tetap, melibatkan ongkos

pesan dan ongkos simpan. Pemesanan dilakukan apabila jumlah

persediaan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Teknik ini

biasa dipakai untuk horison perencanaan selama satu tahun (12 bulan),

sedangkan keefektifannya akan bagus jika pola kebutuhan bersifat

kontinu dan tingkat kebutuhan konstan. Ukuran kuantitas pemesanan (lot

sizing) ditentukan dengan :

i

2A.λEOQ (2.1)

dimana :

EOQ = kuantitas pemesanan

Page 31: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

A = ongkos Pesan (set up Cost)

= rata-rata demand per horison

i = ongkos Simpan

Jika kita mengasumsikan bahwa periode yang ada pada contoh

sebelumnya sama, maka ukuran lot dengan menggunakan teknik EOQ ini

adalah :

1

3,281002 xxEOQ

= 75 unit

Maka ukuran lot sebesar 75 unit ini dipakai untuk memenuhi

kebutuhan bersih yang ada sepanjang horizon perencanaan dengan cara

sebagai berikut :

Tabel 3. Contoh pemakaian teknik EOQ.

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total

Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255

Kuantitas Pemesanan Xt 75 75 75 75 300

Persediaan 55 15 60 50 10 10 30 10 45 285

Dari tabel tersebut didapat :

Ongkos pengadaan = 4 x Rp. 100,- = Rp. 400

Ongkos simpan = (55+15+60+50+10+10+30+10+45) = 285

= 285 x Rp. 1,-

= Rp. 285,-

Total ongkos = 400 + 285 = Rp. 685

c. Lot for Lot (LFL)

Teknik ini merupakan lot sizing yang mudah dan paling sederhana.

Teknik ini selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis)

Page 32: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

terutama apabila terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan

teknik ini bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga

dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol. Oleh karena itu, sering

sekali digunakan untuk item-item yang mempunyai biaya simpan sangat

mahal. Apabila dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai sifat

diskontinu atau tidak teratur, maka teknik Lot for Lot ini memiliki

kemampuan yang baik. Di samping itu teknik ini sering digunakan pada

sistem produksi manufaktur yang mempunyai sifat setup permanen pada

proses produksinya.

Pemesanan dilakukan dengan mempertimbangkan ongkos

penyimpanan. Pada teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih dilaksanakan

disetiap periode yang membutuhkannya, sedangkan besar ukuran

kuantitas pemesanan (lot sizing) adalah sama dengan jumlah kebutuhan

bersih yang harus dipenuhi pada periode yang bersangkutan. Sebagai

contoh berikut ini merupakan ilustrasi dari penerapan teknik LFL dengan

data kebutuhan bersih yang telah digunakan contoh-contoh berikutnya.

Tabel 4. Contoh pemakaian teknik Lot for Lot.

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total

Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255

Kuantitas Pemesanan Xt 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255

Persediaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Dari tabel tersebut didapat :

Ongkos pengadaan = 8 x Rp. 100,- = Rp. 800

Ongkos simpan = 0

Total ongkos = 800 + 0 = Rp. 800

d. Fixed Period Requirements (FPR)

Page 33: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Teknik FPR ini menggunakan konsep interval pemesanan yang

konstan, sedangkan ukuran kuantitas pemesanan (lot size) bervariasi. Bila

dalam metode FOQ besarnya jumlah ukuran lot adalah tetap sementara

selang waktu antar pemesanan tidak tetap, sedangkan dalam metode FPR

ini selang waktu antar pemesanan dibuat tetap dengan ukuran lot sesuai

pada kebutuhan bersih.

Ukuran kuantitas pemesanan tersebut merupakan penjumlahan

kebutuhan bersih )( tR dari setiap periode yang tercakup dalam interval

pemesanan yang telah ditetapkan. Penetapan interval penetapan

dilakukan secara sembarang. Pada teknik FPR ini, jika saat pemesanan

jatuh pada periode yang kebutuhan bersihnya sama dengan nol, maka

pemesanannya dilaksanakan pada periode berikutnya. Sebagai contoh,

berikut ini merupakan pemakaian teknik FPR dengan interval pemesanan

tiga periode.

Tabel 5. Contoh pemakaian teknik FPR.

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total

Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255

Kuantitas

Pemesanan Xt 90 50 115 255

Persediaan 70 30 0 40 0 0 60 40 0 240

Dari tabel tersebut, diperoleh :

Ongkos pengadaan = 3 x Rp 100 = Rp. 300

Ongkos simpan = (70+30+40+60+40) = 240

= 240 x Rp. 1,-

= Rp. 240,-

Total ongkos = 300 + 240 = Rp. 540

Page 34: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

e. Period Order Quantity (POQ)

Teknik POQ ini pada prinsipnya sama dengan FPR. Bedanya adalah

pada teknik POQ interval pemesanan ditentukan dengan suatu

perhitungan yang didasarkan pada logika EOQ klasik yang telah

dimodifikasi, sehingga dapat digunakan pada permintaan yang

berperiode diskrit.

Tentunya dapat diperoleh hasil mengenai besarnya jumlah pesanan

yang harus dilakukan dan interval periode pemesanan. Dibandingkan

dengan teknik jumlah pesanan ekonomis ini akan memberikan ongkos

persediaan yang lebih kecil dan dengan ongkos pesan yang sama.

Kesulitan yang dihadapi dalam teknik ini adalah bagaimana menentukan

besarnya interval perioda pemesanan apabila sifat kebutuhan adalah

diskontinu. Jika ini terjadi, penentuan interval periode yang bernilai nol

dilewati. Interval pemesanan ditentukan sebagai berikut :

RPh

2C

R

EOQEOI

(2.2)

dimana :

EOI = interval pemesanan ekonomis dalam satu periode

C = biaya pemesanan setiap kali pesan

h = persentase biaya simpan setiap periode

P = harga atau biaya pembelian perunit

R = rata-rata permintaan per periode

Sebagai contoh, berikut ini merupakan penerapan teknik POQ dengan

data pada contoh sebelumnya.

Jumlah periode dalam 1 tahun = 12

Pemesanan per tahun = 255

Rata-rata permintaan (R) = 28,3

Q (dari teknik EOQ) = 75

Page 35: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Biaya pesan (C) = 100

Ongkos simpan (i) = 1

Harga perunit (P) = 50

Penyelesaian :

6,23,28

75

R

EOQEOI

Interval pemesanan yang diperbolehkan adalah 2,6 yang berarti

interval pemesanan yangn digunakan boleh 2 atau 3 periode dan

frekuensi pemesanan boleh 4 atau 5 kali pemesanan dalam satu tahun.

Tabel 6. Contoh pemakaian teknik POQ.

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total

Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255

Kuantitas Pemesanan Xt 60 40 40 75 40 255

Persediaan 40 0 10 0 0 0 20 0 0 70

Dari tabel tersebut didapat :

Ongkos pengadaan = 5 x Rp. 100,- = Rp. 500

Ongkos simpan = (40+10+20) = 70 x Rp. 1,- = Rp. 70,-

Total ongkos = 500 + 70 = Rp. 570

f. Least Unit Cost (LUC)

Teknik LUC ini dan ketiga teknik berikutnya mempunyai kesamaan

tertentu, yaitu ukuran kuantitas pemesanan dan interval pemesanannya

bervariasi. Pada teknik LUC ini ukuran kuantitas pemesanan ditentukan

dengan cara coba-coba, yaitu dengan jalan mempertanyakan apakah

ukuran lot disuatu periode sebaiknya sama dengan ukuran bersihnya atau

bagaimana kalau ditambah dengan periode-periode berikutnya.

Keputusan ditentukan berdasarkan ongkos per unit (ongkos pengadaan

per unit ditambah ongkos simpan per unit) terkecil dari setiap bakal

ukuran lot yang akan dipilih.

Page 36: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Dari hasil perhitungan tabel tersebut, terlihat bahwa pada kelompok

pertama, bakal lot sebesar 90 terpilih sebagai lot yang pertama sebab

menimbulkan ongkos per unit terkecil yaitu sebesar Rp 2,22. Lot sebesar

90 ini akan mencakup kebutuhan bersih periode ke1, 2, dan 3, sedangkan

periode ke-4 dimasukkan kedalam kelompok ke-2. Pada kelompok ke 2

ongkos perunit terkecil adalah Rp 2,8 sehingga bakal lot sebesar 40

terpilih sebagai lot ke 2. Lot sebesar 50 ini akan mencakup kebutuhan

bersih periode ke 4, 5, dan 6. Sedangkan periode ke 7 dimasukkan

kedalam kelompok ketiga. Pada kelompok ketiga ini ongkos per unit

terkecil adalah Rp 1,6 sehingga bakal lot size sebesar 75 terpilih sebagai

lot yang ke tiga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersih

periode ke 7, dan 8, pada kelompok keempat sebesar 40.

Diketahui :

Ongkos pengadaan : Rp. 100

Ongkos simpan : Rp. 1,-/unit periode

Tabel 7 Contoh pemakaian teknik LUC.

Periode Kumulatif

Demand

Ongkos

Setup

Lama

Digudang

Ongkos

Simpan

Ongkos

Total

Ongkos

Perunit

Ket

1 20 100 0 0 100 5

1-2 60 100 1 40 140 2,3

1-3 90 100 2 100 200 2,2 Terpilih

1-4 100 100 3 130 230 2,3

4 10 100 0 0 100 10

4-5 50 100 1 40 140 2,8

Page 37: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

4-6 50 100 2 40 140 2,8 Terpilih

4-7 105 100 3 205 305 2,9

7 55 100 0 0 100 1,8

7-8 75 100 1 20 120 1,6 Terpilih

7-9 115 100 2 100 200 1,7

9 40 100 0 0 100 2,5 Terpilih

Keterangan :

Periode penyimpanan adalah periode yang dicakup oleh bakal lot

size.

Bakal LS adalah ukuran kuantitas pemesanan (lot size) yang akan dipilih

yang besarnya merupakan kumulatif kebutuhan bersih dari periode yang

dicakup.

Ongkos simpan untuk lot adalah Kebutuhan bersih dikali ongkos

simpan/unit dikali lama digudang.

Ongkos total adalah ongkos setup ditambah ongkos simpan.

Ongkos per unit adalah ongkos total dibagi banyak kumulatif

demand. Secara lengkap hasil perhitungan yang ada di tabel 8 dapat

ditulis atau dirangkum dalam tabel dibawah ini :

Tabel 8. Contoh pemakaian teknik LUC.

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total

Kebutuhan bersih

(Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255

Kuantitas Pemesanan

Xt 90 50 75 40 255

Persediaan 70 30 0 40 0 0 20 0 0 160

Page 38: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Dari tabel tersebut didapat :

Ongkos pengadaan = 4 x Rp. 100,- = Rp. 400

Ongkos simpan = (70+30+40+20) = 160

= 160 x Rp. 1, - = Rp. 160,-

Total ongkos = 400 + 160 = Rp. 560

g. Least Total Cost (LTC)

Teknik ini didasarkan pada pemikiran bahwa jumlah ongkos

pengadan dan ongkos simpan (ongkos total) setiap ukuran kuantitas

pemesanan yang ada pada suatu horizon perencanaan dapat diminimasi

jika besar ongkos-ongkos tersebut sama atau hampir sama. Sarana untuk

mencapai tujuan tersebut adalah suatu faktor tang disebut Economic Part

Periode (EPP). Pemilihan ukuran lot ditentukan dengan jalan

membandingkan ongkos part period yang ditimbulkan oleh setiap ukuran

lot tersebut dengan EPP, yang paling dekat atau sama dengan EPP dipilih

sebagai ukuran lot yang akan dilaksanakan. Part period adalah satu unit

yang disimpan dalam persediaan dalam satu periode. EPP dapat

didefinisikan sebagai kuantitas suatu item persediaan yang bila disimpan

didalam persediaan selama satu periode, akan menghasilkan ongkos

pengadaan yang sama dengan ongkos simpan.

EPP dapat dihitung secara sederhana dengan memberi ongkos setiap

kali pesan (S) dengan ongkos simpan perunit (h). Sebagai contoh, tabel

10. di bawah ini adalah contoh pemakaian teknik LTC dengan

menggunakan data yang digunakan pada contoh sebelumnya. Dengan

nilai EPP adalah sebagai berikut :

1001

100

h

SEPP

Page 39: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Tabel 9. Contoh pemakaian teknik LTC.

Periode Demand Lama

Digudang

Ongkos Simpan

Digudang

Kumulatif

Ongkos

Simpan

Total

Unit

1 20 0 0 0

2 40 1 40 40

3 30 2 60 100 90

4 10 0 0 0

5 40 1 40 40

6 0 2 0 40 50

7 55 3 165 205

7 55 0 0 0

8 20 1 20 20

9 40 2 80 100 115

Dari tabel tersebut di atas, terlihat bahwa kelompok yang pertama

bakal lot sebesar 90 unit terpilih sebagai ukuran lot pertama sebab

menimbulkan ongkos yang sama dengan EPP yaitu sebesar 100 part

period. Dengan demikian alasan yang sama diperoleh lot yang kedua

sebesar 50 unit dan 115 unit ukuran lot ketiga.

Tabel 10. Contoh perhitungan teknik LTC.

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total

Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255

Kuantitas Pemesanan Xt 90 50 115 255

Persediaan 70 30 0 40 0 0 60 40 0 240

Dari tabel tersebut, didapat :

Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300

Page 40: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Ongkos simpan = Rp 1 (70+30+40+60+40) = Rp 240

Total ongkos = 300 + 240 = Rp. 540

h. Part Period Balancing (PPB)

Metode PPB sering juga disebut Metode Part Period Algorithm

adalah pendekatan jumlah lot untuk menentukan jumlah pemesanan

berdasarkan keseimbangan antara biaya pesan dan biaya simpan. Oleh

karena itu metode ini disebut juga Part Period Balancing (PPB) atau total

biaya terkecil. Metode ini menseleksi jumlah periode untuk mencukupi

pesanan tambahan berdasarkan akumulasi biaya simpan dan biaya pesan.

Tujuannya adalah menentukan jumlah lot untuk memenuhi periode

kebutuhan.

Penentuan jumlah pesanan (lot) dilaksanakan dengan

mengakumulasikan permintaan dari periode-periode yang berdampingan

kedalam suatu lot tunggal sampai carrying cost kumulatifnya melampaui

atau sama dengan setup cost. Teknik PPB ini menggunakan dasar logika

yang sama dengan teknik LTC, perhitungan kuantitas pemesanan juga

sama. Pertama mengkonversikan ongkos pesan menjadi Equivalent Part

Period (EPP), dengan rumus :

h

SEPP

(2.4)

dimana :

S = ongkos Pesan /ongkos Setup

h = ongkos Simpan per unit per periode

Sebagai contoh tabel 12 di bawah ini adalah contoh pemakaian teknik

PPB dengan menggunakan data yang digunakan pada contoh

sebelumnya. Dengan nilai EPP adalah sebagai berikut :

Page 41: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

1001

100

h

SEPP

Tabel 11. Contoh pemakaian teknik PPB.

Periode Demand Periode

Digudang

Periode

Part Kumulatif

Total

Unit

1 20 0 0 0

2 40 1 40 40

3 30 2 60 100 90

4 10 0 0 0

5 40 1 40 40

6 0 2 0 40 50

7 55 3 165 205

7 55 0 0 0

8 20 1 20 20

9 40 2 80 100 115

Untuk menentukan period part, yaitu dengan mengkalikan kebutuhan

atau demand dengan periode digudang. Di bawah ini penerapan teknik

PPB.

Tabel 13. Contoh perhitungan teknik PPB.

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total

Kebutuhan bersih

(Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255

Kuantitas Pemesanan

Xt 90 50

115 255

Persediaan 70 30 0 40 0 0 60 40 0 240

Page 42: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Dari tabel tersebut didapat :

Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300

Ongkos simpan = (70+30+40+60+40) = 240

= 240 x Rp. 1,- = Rp. 240,-

Total ongkos = 300 + 240 = Rp. 540

i. Metode Silver Meal Algoritm

Metode Silver-Meal atau sering pula disebut metode SM yang

dikembangkan oleh Edward Silver dan Harlan Meal berdasarkan pada

periode biaya. Penentuan rata-rata biaya per periode adalah jumlah

periode dalam penambahan pesanan yang meningkat. Penambahan

pesanan dilakukan ketika rata-rata biaya periode pertama meningkat. Jika

pesanan datang pada awal periode pertama dan dapat mencukupi

kebutuhan hingga akhir periode T.

Teknik Silver Meal menggunakan pendekatan yang agak sama

dengan PPB. Kriteria dari teknik Silver Meal adalah bahwa lot size yang

dipilih harus dapat meminimasi ongkos total per perioda. Permintaan

dengan perioda-perioda yang berurutan diakumulasikan ke dalam suatu

bakal ukuran lot (tentative lot size) sampai jumlah carrying cost dan setup

cost dari lot tersebut dibagi dengan jumlah perioda yang terlibat

meningkat. Total biaya relevan per periode adalah sebagai berikut :

T

C

T

TTRC T periodaakhir hinggasimpan biaya Total)(

T

1)R(kPhCT

1k

k

Page 43: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

dimana :

C = biaya pemesanan per periode

h = persentase biaya simpan per periode

P = biaya pembelian per unit

Ph = biaya Simpan per periode

TRC(T) = total biaya relevan pada periode T

T = waktu penambahan dalam periode

Rk = rata-rata permintaan dalam periode k

Tujuannya adalah menentukan T untuk meminimumkan total biaya

relevan per periode. Berikut ini langkah-langkah dari Metode Silver-

Meal.

1. Tentukan ukuran lot tentatif dimulai dari periode T. Ukuran lot

tentatif = dt, net req pada periode T. Hitung ongkos total per

periodenya.

2. Tambahan kebutuhan pada periode berikutnya pada lot tersebut.

Kemudian hitung ongkos total per periodenya.

3. Bandingkan ongkos total per periode sekarang dengan yang

sebelumnya, jika TRC(L) ≤ TRC(L-1) kembali ke langkah 2 dan

TRC(L) > TRC(L-1) lanjutkan ke langkah 4.

4. Ukuran lot pada periode

tL

Tt

dtT

5. Sekarang T = L, jika akhir dari horizon perencanaan telah dicapai,

hentikan algoritma, jika belum, kembali ke langkah 1.

Tabel 13. Contoh pemakaian teknik Metode Silver-Meal.

Period

e T

Dema

nd

Tambahan Biaya

Simpan

(Ph(T-1)Rt

Biaya

Simpan

Kumulatif

TRC (T)

(C+Kol

5)

TRC(T)

/T

Page 44: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

(Kol 6

/T)

1 1 20 50(1)(0)(20) = 0 0 100 100

2 2 40 50(1)(1)(40) = 2000 2000 2100 1050

2 1 40 50(1)(0)(40) = 0 0 100 100

3 2 30 50(1)(1)(30) = 1500 1500 1600 800

3 1 30 50(1)(0)(30) = 0 0 100 100

4 2 10 50(1)(1)(10) = 500 500 600 300

4 1 10 50(1)(0)(10) = 0 0 100 100

5 2 40 50(1)(1)(40) = 2000 2000 2100 1050

5 1 40 50(1)(0)(40) = 0 0 100 100

6 2 0 50(1)(1)(0) = 0 0 100 50

7 3 55 50(1)(2)(55) = 5500 5500 5600 1867

7 1 55 50(1)(0)(55) = 0 0 100 100

8 2 40 50(1)(1)(40) = 2000 2000 2100 1050

Tabel 14. Contoh perhitungan Metode Silver-Meal.

Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total

Kebutuhan bersih

(Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255

Kuantitas Pemesanan

Xt 20 40 30 10

40 55 20 40 255

Persediaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Dari tabel tersebut didapat :

Ongkos pengadaan = 8 x Rp. 100,- = Rp. 800,-

Ongkos simpan = 0

Total ongkos = 800 + 0 = Rp. 800,-

Page 45: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

j. Algoritm Wagner Whittin (AWW)

Teknik ini menggunakan prosedur optimasi yang didasari model

programa dinamis. Tujuannya adalah untuk mendapatkan strategi

pemesanan yang optimum untuk seluruh jadwal kebutuhan bersih dengan

jalan meminimasi total ongkos pengadaan dan ongkos simpan, pada

dasarnya teknik ini menguji semua cara pemesanan yang mungkin dalam

memenuhi kebutuhan bersih setiap periode yang ada pada horizon

perencanaan sehingga senantiasa memberikan jawaban yang optimal.

Wagner-Whittin Algorithm memperoleh suatu jumlah maksimum

solusi kepada data yang meminimum masalah ukuran pesanan dinamis di

atas suatu perencanaan yang terbatas. itu memerlukan bahwa semua

periode permintaan dicukupi, yang periode waktu di dalam perencanaan

b dari suatu panjangnya pemesanan ditetapkan, dan pesanan itu

ditempatkan untuk meyakinkan hasil 0 pesanan produk pada awal suatu

periode waktu. Algorithim Wagner-Whittin suatu pendekatan

programming dinamis yang mana dapat digunakan untuk menentukan

biaya yang dapat diawali yang minimum.

Metode ini menggunakan beberapa keterangan untuk

menyederhanakan perhitungan sebagai diterangkan oleh three-step

prosedur berikut :

1. Memperhitungkan adalah total biaya variabel acuan untuk semua

alternatif pemesanan yang mungkin untuk sementara waktu terdiri

dari N periode. Total biaya variabel meliputi memesan dan

memegang biaya-biaya. artinya cαzuntuk total biaya variabel di

dalam periode c sampai e dalam penempataan adalah suatu pesanan

di dalam periode c yang mana membuat puas kebutuhan di dalam

periode sampai

e

ci)

ciQce(QhPCceZ

for 1 ≤ c ≤ e ≤ N

Page 46: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

dimana :

C= biaya pesan per pesan.

i = biaya simpan.

P = biaya pembelian per unit.

kR= rata-rata permintaan perperiode.

e

ckkce 9RQ

2. Arti fe untuk biaya yang mungkin yang minimum i periode 1 sampai

e, memberi bahwa tingkat persediaan pada ujung periode e adalah

nol. Algoritma mulai dengan f = 0 dan mengkalkulasi f1, f2, ......... fn

di dalam pesanan itu, kemudian f e dihitung dalam urutan menaik

menggunakan rumusan

)fmin(Zf 1cce

for c = 1, 2, 3……….., e (2.9)

Dengan kata lain, untuk masing-masing periode semua kombinasi

alternatif pemesanan dan fe perencanaan pengganti dibandingkan,

yang yang terbaik biaya paling rendah kombinasi adalah perekam

sebagai fe strategi untuk mencukupi kebutuhan untuk periode 1

sampai e. nilai fn adalah biaya adalah jadwal pesanan yang optimal.

Untuk menterjemahkan jumlah maksimum solusi (fn) yang diperoleh

oleh algoritma untuk memesan jumlah, menerapkan berikut :

a. 1ww fNZfn urutan terakhir terjadi pada periode w dan

adalah cukup untuk mencukupi permintaan di dalam periode w

sampai N.

b. 1v1vw1w fZf pesanan sebelum urutan terakhir terjadi di

dalam periode v dan adalah cukup untuk mencukupi permintaan

di dalam periode v sampai w-1.

Page 47: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

c. 011w1w fZf pesanan yang pertama terjadi di dalam periode

1 dan adalah cukup untuk mencukupi permintaan di dalam

periode 1 sampai u-1.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas relatif dari masing-

masing teknik ukuran lot diantaranya adalah :

1. Variabilitas permintaan, berkaitan dengan diskontinuitas dari variasi

nilai “demand-period”.

2. Ratio setup cost dan unit-cost, mempengaruhi frekuensi pemesanan.

3. Kurun perencanaan, mempengaruhi teknik ukuran dalam

menyeimbangkan setup dan carrying cost.

P

dtTth.C

TRC(L) periodeper totalOngkos

L

Tt

dimana :

C = biaya pemesanan per periode

h = persentase biaya simpan per periode

dt= kebutuhan pada periode t

T = periode awal dimana lot tentatif mulai dihitung

t = periode ke - t

L = periode terakhir yang ner req nya termasuk dalam lot tentatif

P = jumlah periode yang net req nya termasuk dalam lot tentatif

TRC= total biaya relevan pada periode P.

(Sumber: Hendra Poerwanto G)

https://sites.google.com/site/operasiproduksi/perencanaan-kebutuhan-bahan

diakses tgl 17 oktober 2015 pukul 00.40

Page 48: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

6. Input dan Output MRP (Material Requirement Planning)

a. Input untuk sistem MRP

1) Jadwal Induk Produksi

Jadwal induk produksi didasarkan pada peramalan atas permintaan

independen (independent demand) dari setip produk akhir yang akan

dibuat. Hasil peramalan (sebagai perencanaan jangka panjang) dipakai

untuk membuat rencana produksi agregat (sebagai perencanaan jangka

sedang), yang pada akhirnya dibuat rencana detail (jangka pendek) yang

menentukan jumlah produksi yang dibutuhkan untuk setiap produk akhir

beserta periode waktunya untuk suatu jangka perencanaan. Jadwal induk

produksi merupakan proses alokasi untuk membuat sejumlah produk yang

diinginkan dengan memperhatikan “Kapasitas” yang dipunyai (pekerja,

mesin, dan bahan).

Perencanaan atas suatu Jadwal Induk Produksi dilakukan dalam dua

tahap. Tahap pertama, menentukan besarnya kapasitas atau “Kecepatan”

operasi yang diinginkan. Perencanaan ini biasanya dilakukan pada tingkat

agregate (dengan mengoptimasikan keuntungan untuk bermacam-macam

produk dengan berbagai sifat, sesuai dengan kapasitas yang dipunyai).

Rencana kapasitas secara aggregate ini teruata diarahkan pada semua “Titik

Kritis” atau “Potensial Bottle Neck”.

Tahap kedua, dari perencanaan ini adalah menentukan jumlah dari

tenaga kerja yan dibutuhkan, dan jumlah mesin serta shift yang diperlukan

Page 49: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

untuk penjadwalan. Pada tahap ini juga dilakukan perencanaan atas

sejumlah persediaan secara agregat. Beberapa ahli ada yang sependapat

bahwa pada tingkat agregat ini juga harus disertakan perencanaan

kebutuhan akan persediaan pengaman untuk memelihara service kepada

konsumen.

Hal yang penting dalam perencanaan jadwal induk produksi adalah

penentuan panjangnya horizon perencanaan (planning horizon) yaitu,

jumlahperiode yang dibutuhkan untuk penjadwalan. Horizon perencanaan

minimal merupakan jumlah periode produksi (termasuk perakitan)

ditambah waktu ancang-ancang pembelian atas bahan untuk setiap produk

akhir yang akan dibuat.

2) Catatan Keadaan Persediaan

Catatan keadaan persediaan menggambarkan status semua item ynag

ada dalam persediaan. Setiap item persediaan harus didefinisikan untuk

menjaga kekeliruan perencanaan. Pencatatan-pencatatan itu harus dijaga

agar tetap “Up to date”, dengan selalu melakukan pencatatan tentang

transaksi-transaksi yang terjadi, seperti: penerimaan, pengeluaran, produk

gagal, dan lain sebagainya. Catatan persediaan juga harus berisi data

tentang waktu ancang-ancang, teknik ukuran lot yang digunakan,

persediaan cadangan, dan catatan-catatan penting lainnya dari semua item.

3) Struktur Produk

Page 50: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Struktur produk berisi informasi tentang hubungan antara komponen-

komponen dalam suatu perakitan. Informasi ini sangat penting dalam

penentuan kebutuhan kotor dan kebutuhan bersih. Lebih jauh lagi, struktur

produk memberikan informasi tentang semua item, seperti: nomor item,

jumlah yang dibutuhkan pada setiap perakitan jumlah produk akhir yang

harus dibuat. Selain itu ada input tambahan untuk system MRP, yaitu :

a) Pesanan komponen dari perusahaan lain yang membutuhkan

b) Peramalan atas item yang bersifat independen.

Pesanan komponen dari perusahaan lain termasuk juga pesanan untuk

komponen purna jual, pesanan antar perusahaan, ataupun kepentingan-

kepentingan lain yang tidak berhubungan dengan prosuksi, misalnya:

untuk eksperimen, testing destruktif (pengujuan), promosi, pemeliharaan

serta untuk kepentingan lainnya.

System MRP menambahkan hal-hal tersebut ke dalam kebutuhan kotor untuk

item yang dibutuhkan. Sehingga kini MRP dapat lebih umum penerapannya.

Peramalan atas item yang bersifat independen, dimana mencakup komponen-

komponen yang dibutuhkan namun berada diluar system MRP dapat dibuat

program khusus yang akan melengkapi system MRP, misalnya denan

kombinasi, teknik peramalan statistic. Jumlah dari hasil ramalan ditambahkan

pada kebutuhan kotor pada system MRP. Peramalan disini termasuk

Page 51: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

peramalan atas pesanan komponen perusahaan lain dan peramalan atas item

yang independen.

b. Output untuk system MRP

Rencana pemesanan merupakan output dari MRP yang dibuat atas dasar

waktu ancang-ancang dari setiap komponen.waktu ancang-ancangdari suatu

item yang dibeli merupakan periode antara pesanan dilakukan sampai barang

diterima (on-hand), sedangkan untuk produk yang dibuat di pabrik sendiri,

merupakan periode antara perintah item harus dibuat sampai dengan selesai

diproses. Secara umum, output MRP adalah:

1) Memberikan catatan tentang pesanan penjadwalan yang harus

dilakukan/direncanakan baik dari pabrik sendiri maupun dari supplier.

2) Memberikan indikasi untuk penjadwalan ulang

3) Memberikan indikasi untuk pembatalan atas pesanan

4) Memberikan indikasi untuk keadaan persediaan.

Output dari MRP dapat pula disebut sebagai suatu aksi yang merupakan

tindakan atas pengendalian persediaan dan penjadwalan produksi.

7. Prosedur Pengolahan MRP (Material Requirement Planning)

Cara kerja system MRP sangat berkaitan dengan daftar kebutuhan material

(Bill Of Material), dimana keseluruhan komponen telah dijadwalkan pada

Page 52: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

perencanaan kebutuhan material tersebut. Prosedur awalnya bermula dari jadwal

produksi induk sebagai masukan guna menghasilkan jadwal kebutuhan bagi

setiap komponen berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Adapun prosedur

pangolahan MRP, sebagai berikut:

a. Menghitung kebutuhan kotor dari persediaan yang diproyeksikan dan

menjadwalkan penerimaan dari setiap material.

b. Mengkonversikan kebutuhan bersih menjadi kebutuhan yang direncanakan

dengan kebutuhan ukuran lot.

c. Menempatkan rencana pemesanan pada periode yang tepat dengan

menggunakan penjadwalan sebelumnya dari tanggu dibutuhkan dikurangi

waktu siklus.

d. Menentukan tindakan-tindakan yang diperlukan bagi konsumen.

e. Ekstrasi kebutuhan produk utama (parent) menjadi kebutuhan kotor setiap

komponen yang berhubungan dengan BOM (Bill Of Material).

(Sumber: Diana Khairani Sofyan, Perencanaan dan Pengendalian Produksi. 2013)

8. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam proses MRP

a. Struktur Produk

Struktur produk yang rumit serta banyak tingkatnya akan membuat

perhitungan semekin kompleks, terutama dalam proses explosion.

Sebagaimana telah diketahui bahwa proses eksplosion merupakan suatu

Page 53: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

prosedur untuk menghitung jumlah kebutuhan kotor pada tingkat yang lebih

bawah setelah dilakukan proses offsetting pada item induknya.

Struktur produk yang kompleks kearah vertical akan membuat proses

MRP (proses netting, lotting, offsetting, explotion) yang berulang-ulang

dilakukan satu per satu dari atas ke bawah serta tingkat demi tingkat dan

periode demi periode. Khususnya untuk proses “lotting”, penentuan ukuran

lot pada tingkat yang lebih bawah, membutuhkan teknik-teknik yan sangat

sulit (multi level lot size technique). Sehingga dengan semakin kompleksnya

struktur produk akan membuat perhitungan MRP semakin kompleks pula.

b. Ukuran lot

Perkembangan terknik-teknik ukuran lot sebagai salah satu proses terpenting

dalam MRP dapat dikategorikan sebagai berikut:

1) Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tek terbatas.

2) Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas terbatas.

3) Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas.

4) Teknik ukuran lot untuk banyak tingkat dengan kapasitas terbatas.

Page 54: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Ada beberapa teknik penerapan ukuran lot untuk satu tingkat dengan

asusmsi kapasitas tak tebatas yang banyak dipakai secara meluas pada

industry mekanis dan elektronis secara berturut-turut, adalah:

1) Fixed period requirement (FPR)

Teknik penetapan ukuran lot dengan kebutuhan periode tetap ini membuat

pesanan bersadsarkan periode waktu tertentu saja. Besarnya jumlah

kebutuhan tidak berdasarkan ramalan, tetapi dengan cara menjumlahkan

kebutuhan bersih pada peiode yang akan datang.

Pada teknik FOQ besarnya jumlah ukuran lot adalah tetap, meskipun selang

waktu antar pemesanan tidak tetap. Sedangkan dalam teknik ini

kebutuhann periode tetap (FPR) ini, sehingga waktu antar pemesanan tetap

dengan ukuran lot sesuai pada kebutuhan bersih.

2) Lot-for-Lot (L-4-L)

Teknik penetapan ukuran lot dengan ini dilakukan atas dasar pesanan

diskrit, di samping itu teknik ini merupakan cara paling sederhana dari

semua teknik ukuran lot yang ada.

Teknik ini hampir selalu melakukan perhitungan kembali terutama sekali

apabila terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini

bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik

ini ongkos simpan menjadi nol. Oleh karena itu sering sekali digunakan

untuk item-iem yang mempunyai harga/unit sangat mahal. Juga apabila

dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai sifat dikontinyu atau tidak

Page 55: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

teratur. Maka teknik L-4-L ini memiliki kemampuan yang baik. Disamping

itu teknik ini sering digunakan pada sisem produksi manufaktur yang

mempunyai sifat “set-up” permanen pada proses produksinya.

3) Fixed Order Quantity (FOQ)

Jumlah pesanan tetap ini sangat spesifik untuk menentukan

persediaan item. Penentuan besarnya lot dapat semau kita, atau dapat pula

memakai intuisi atau melalui factor-faktor empiric atau juga sesuai denan

pengamalan pemakai. Kebijakan ini dapat juga sesuai dengan pengalaman

pemakai. Kebijakan ini ditempuh untuk item-item yang biaya pemesanan

(ordering cost) tinggi, dengan memenuhi kebutuhan bersih dari periode ke

periode.

Besarnya jumlah mencerminkan pertimbangan factor-faktor luar,

seperti peristiwa atau kejadian yang tidak dapat dihitung dengan teknik-

teknik algoritma untuk ukuran lot. Beberapa keterbatasan kapasitas atau

proses yang harus dipertimbangkan antara lain bats waktu aus/rusak (die

file), penepakan, penyimpanan dan lain sebagainya.

Apabila teknik ini akan diterapkan dalam system MRPm maka

akibatnya besar jumlah pesanan dapat menjadi sama atau lebih besar dari

kebutuhan bersih, yang kadang-kadang diperlukan bila ada lonjakan

permintaan.

Page 56: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

4) Economic Order Quantity (EOQ)

Penetapan ukuran lot dengan teknik ini hampir tidak pernah

dilupakan dalam lingkungan MRP karena teknik ini sangat popular sekali

dalam system persediaan tradisional.

Dalam teknik inipun besarnya ukuran lot adalah tetap. Namun

perhitungannya sudah mencakup biaya-biaya pesan serta biaya-biaya

simpan. Metode ini biasanya dipakai untuk horizon perencanaan selama

satu tahun atau sebesar 12 bulan. Sedangkan keefektifan dari metode EOQ

ini sangat akan apabila pola permintaan kebutuhan bersifat kontinyu dan

tingkat kebutuhan bersifat konstan.

Teknik ukuran lot FOQ dan EOQ berorientasi pada tingkat kebutuhan

(demand rate), sedangakan teknik ukuran lot FPR dan L-4-L merupakan

teknik ukuran lot distrik karena hanya memnuhi permintaan sesuai dengan

yang telah direncanakan dalam periode tertentu. Ukuran lot distrik tidak akan

menghasilkan sisa jumlah komponenkarena teknik tersebut hanya memenuhi

permintaan dengan jumlah yang sama seperti telah direncanakan. Kelemahan

dari teknik ukuran lot distrik ini adalah bila dimasa yang akan datang (periode

mendatang) terjadi lonjakan permintaan, maka harus dilakukan perhitungan

nilai kembali.

Page 57: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

Teknik penentuan ukuran lot mana yang paling baik dan tepat bagi suatu

perusahaan adalah persoalan yang sangat sulit, karena sangat tergantung pada

hal-hal sebagai berikut:

1) Variasi dari kebutuhan, baik dari segi jumlah maupun periodenya

2) Lamanya horoson perencanaan

3) Ukuran periodenya (mingguan, bulanan dan sebagainya)

4) Perbandingan biaya pesan dari biaya unit

Kesulitan lain dalam penentuan ukuran lot adalah untuk struktur produk

yang bertingkat banyak (multilevel case) karena masih dalam tahap

pengembangan. Sehingga bisa disimpulkan, ada dua pendekatan dalam

menentukan ukuran lot, yaitu period-by-period untuk kasus one-level dan

level-by-level untuk kasus multilevel. Dimana keduanya akna mempengaruhi

tngkat kesulitan MRP.

c. Lead Time berubah-ubah

Salah satu data yang erat kaitannya dengan waktu adalah lead time,

dimana lead time akan mempengaruhi proses offsetting. Suatu perakitan tidak

dapat dilakukan apabila komponen-komponen pembentuknya belum siap

tersedia. Persoalannya menjadi seperti jaringan dimana kita diharapkan pada

masalah penentuan lintasan kritis, saat paling awal, atau saat paling lambat

suatu komponen harus selesai. Kompleksnya masalah akan dirasa pada tahap

penentuan ukuran lot di seti tingkatproduksi, karna persoalannya bukan hanya

Page 58: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

menenkan besarnya lot teapi juga memperhatikan persoalan jaringan

(network) di atas.

d. Kebutuhan yang berubah

Perubahan-perubahan terhadap produk akhir dalam suatu horizon

perencanaan sangat peka teradap perubahan dari luar baik prmintan maupun

dari kapasitas. Perubahan kebutuhan akan produk akhir tidak hanya

berpengaruh dari luar baik permintaan maupun dari kapasits. Perubahan

kebutuhan akan produk akhir tidk hanya brpengaruh padapenentuan rencana

pemesanan namun mempengaruhi pula penentuan jumlah kebutuhan yang

diinginkan.

e. Komponen umum

Komponen komponen yang bersifat umum merupakan komponen yang

dibutuhkan untuk lebihdari satuinduk item. Komponen ini biasanya akan

menimbulkan kesulita pada proses netting dan lotting. Proses lotting untuk

komponen ini diperoleh dari semua induknya dengan terlebih dahulu

menentukan rencana kebutuhan (waktu dan jumlah). Kesulitan pada

komponen ini akan bertambah apabila komponen-komponen tersebut ada

pada tingkat yang berbeda, baik dalam satu struktur produk yang sama

maupun struktur produk yang berbeda.

(Sumber: Arman Hakim Nasution, Perencanaan dan Pengendalian Produksi. 2008)

Page 59: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

D. KONSEP CRP

1. Pengertian CRP

Perencanaan kebutuhan kapasitas (CRP) adalah suatu perincian

membandingkan kapasitas yang diperlukan oleh rencana kebutuhan material

(MRP) oleh pemesanan sekarang dengan proses verifikasi yang mendasari dalam

membuat suatu akhir penerimaan terhadap pengendali jadwal produksi (MPS)

(Forgarty dkk, 1991).

MRP mengasumsikan bahwa apa yang dijadwalkan dapat diterapkan, tanpa

memperhatikan keterbatasan kapasitas. Kadang-kadang asumsi ini valid, tetapi

kadang-kadang tidak dapat dipenuhi. Perencanaan kebutuhan kapasitas (CRP)

menguji asumsi tersebut dan mengidentifikasi area yang melebihi kapasitas

(overload) dan yang berada di bawah kapasitas (underload), sehingga perencana

dapat mengambil tindakan yang tepat. CRP membandingkan beban (load) yang

ditetapkan pada setiap pusat kerja (work center) melalui open and planned orders

yang diciptakan oleh MRP, dengan kapasitas yang tersedia pada setiap pusat

kerja dalam setiap periode waktu dari horizon perencanaan. Tidak seperti sistem

MRP yang menciptakan new planned orders untuk menghindari kekurangan

material atau item di masa mendatang, sistem CRP tidak menciptakan,

menjadwalkan ulang, atau menghapus pesanan apapun (Gaspersz, 2005).

CRP merupakan fungsi untuk menentukan, mengukur, dan menyesuaikan

tingkat kapasitas atau proses untuk menentukan jumlah tenaga kerja dan sumber

daya mesin yang diperlukan untuk melaksanakan produksi. CRP merupakan

Page 60: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

teknik perhitungan kapasitas rinci yang dibutuhkan oleh MRP. CRP

memverifikasi ketersediaan kecukupan kapasitas selama rentang perencanaan.

Berikut ini data-data yang diperlukan untuk melakukan perhitungan CRP:

a. BOM

b. Data induk produk setiap komponen

c. MPS untuk setiap komponen

d. Routing setiap komponen

e. Work Center Master File

Berdasarkan CRP, proses selanjutnya yaitu menghitung MRP kemudian

direkapitulasi menjadi rencana pelaksanaan pesanan (Planned Order Release)

(Sumber: Diana Khairani, Perencanaan dan Pengendalian Produksi. 2013)

2. Tujuan CRP

Tujuan utama CRP adalah menunjukkan perbandingan antara beban yang

ditetapkan pada pusat-pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan kapasitas

dari setiap pusat kerja selama periode waktu tertentu. Melalui identifikasi

overloads atau underloads, jika ada, tindakan perencanaan kembali (replanning)

dapat dilakukan untuk menghilangkan situasi itu guna mencapai suatu

keseimbangan antara beban dan kapasitas (balanced load). Jika arus kedatangan

Page 61: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

pesanan melebihi kapasitas, beban akan meningkat, yang ditandai oleh inventory

yang berada dalam antrian kerja yang tidak diproses di depan pusat kerja.

Sebaliknya jika arus kedatangan pesanan lebih sedikit daripada kapasitas yang

ada, beban (pesanan yang menunggu untuk diproses) akan berkurang (Gaspersz,

2005).

Tujuan dari perencanaan kapasitas pada level ketiga dari hierarki

perencanaan kapasitas adalah berusaha mengatur secara bersama-sama pesanan

kerja yang datang dan/atau kapasitas dari pusat kerja untuk mencapai suatu aliran

yang mantap atau seimbang. Apabila beban bertambah, yang ditandai oleh

banyaknya antrian, maka waktu tunggu pusat kerja (work center lead time) akan

lebih panjang. Penanganan hubungan antara kapasitas dan beban didasarkan pada

kemampuan sistem perencanaan dan pelaksanaan untuk menyesuaikan tingkat

kedatangan pesanan dan kapasitas. Unit pengukuran dari beban dan kapasitas

terbanyak menggunakan jam kerja selam interval waktu tertentu

3. Komponen CRP

Komponen CRP dibagi menjadi dua yaitu :

a. Input

1) Schedule of planned factory order release, merupakan salah satu output

MRP. CRP memiliki dua sumber utama dari load data, yaitu schedule

receipts, yang berisi order due date, order quantity, operations completed,

operations remaining dan planned order releases yang berisi data planned

Page 62: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

order releases date, planned order receipt date, planned order quantity.

Sumber-sumber lain seperti : product rework, quality recalls, engineering

prototypes, excess scrap, dan lain-lain, harus diterjemahkan ke dalam satu

dari dua jenis pesanan yang digunakan oleh CRP.

2) Work Order Status yaiutu informasi status ini diberikan untuk semua open

orders yang ada dengan operasi yang masih harus diselesaikan, work center

yang terlibat dan perkiraan waktu.

3) Routing data yaitu memberikan jalur yang direncanakan untuk factory

melalui proses produksi dengan perkiraan waktu produksi

4) Work center data yaitu berkaitan dengan setiap production center, termasuk

sumber-sumber daya, standar-standar utilisasi dan efisiensi, serta kapasitas.

Elemen-elemen data pusat kerja adalah: identifikasi dan deskripsi,

banyaknya mesin atau stasiun kerja, banyaknya hari kerja per

periode,banyaknya shifts yang dijadwalkan per hari kerja, banyaknya jam

kerja per shift, faktor utilisasi dan efisiensi.

b. Proses CRP

1) Menghitung kapasitas pusat kerja (work center). Kapasitas pusat kerja

ditentukan berdasarkan sumber-sumber daya mesin dan manusia,

faktorfaktor jam operasi, efisiensi, dan utilisasi. Kapasitas pusat kerja

biasanya ditentukan secara manual. Termasuk dalam penentuan kapasitas

pusat kerja adalah: identifikasi dan definisi pusat kerja, serta perhitungan

kapasitas pusat kerja.

Page 63: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

2) Menentukan beban (load). Perhitungan load pada setiap pusat kerja dalam

setiap periode waktu dilakukan dengan menggunakan backward

scheduling, menggunakan infinite loading, menggandakan load untuk

setiap item melalui kuantitas dari item yang dijadwalkan dalam suatu

periode waktu. Dengan demikian load ditetapkan pada setiap pusat kerja

untuk periode waktu mendatang yang diakumulasikan berdasarkan pada

open orders (scheduled receipts) dan planned factory orders released.

Proses ini biasanya menggunakan komputer.

3) Menyeimbangkan kapasitas dan beban. Apabila tampak

ketidakseimbangan antara kapasitas dan beban, salah satu dari kapasitas

atau beban harus disesuaikan kembali untuk memperoleh jadwal yang

seimbang. Apabila penyesuaian-penyesuaian rutin tidak cukup memadai,

penjadwalan ulang dari output MRP atau MPS perlu dilakukan. Hal ini

biasanya merupakan suatu human judgement dan dilakukan secara iteratif

(berulang/berkali-kali) bersama dengan output laporan beban pusat kerja

(work center load report) dari CRP. Dengan kata lain proses akan diulang

sampai memperoleh beban yang dapat diterima (acceptable load)

c. Output

1) Laporan beban pusat kerja (work center load report), laporan ini

menujjukkan hubungan antara kapasitas dan beban. Apabila dalam

laporan ini tampak ketidakseimbangan antara kapasitas dan beban, proses

CRP secara keseluruhan mungkin perlu diulang.

Page 64: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

2) Perbaikan schedule of planned factory order releases. Perbaikan jadwal ini

menggambar bahwa output dari MRP disesuaikan terhadap Specific

releases date untuk factory orders berdasarkan perhitungan keterbatasan

kapasitas. Perbaikan schedule of planned factory order releases merupakan

output tidak langsung (indirect output) dari proses CRP sebab mereka

adalah hasil dari human judgements yang berdasarkan pada analisis dari

output laporan beban pusat kerja (work center load reports). Salah satu

pilihan penyesuaian yang mungkin, disamping perubahan kapasitas, adalah

mengubah plannned start dates yang dibuat melalui rencana MRP. Hal ini

mempunyai pengaruh terhadap pergeseran beban di antara periode waktu

untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik. Gambar 2.8. Sistem

Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP) (Sumber: Vincent Gasperz,

2005)

4. Tindakan dalam menyeimbangkan kapasitas dan beban

CRP memungkinkan untuk menyeimbangkan beban (load) terhadap kapasitas

(capacity). Berikut ini adalah lima tindakan dasar menurut Gaspersz yang

mungkin diambil apabila terjadi perbedaan (ketidakseimbangan) antara kapasitas

yang ada dengan beban yang dibutuhkan. Tindakan-tindakan ini dapat dilakukan

secara sendiri atau dalam berbagai bentuk kombinasi yang disesuaikan dengan

situasi dan kondisi aktual dari perusahaan industri manufaktur tersebut(Gaspersz,

2005).

Page 65: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

a. Meningkatkan Kapasitas (Increasing Capacity)

1) Menambah extra shifts.

2) Menjadwalkan lembur (overtime) atau bekerja di akhir pekan (work

wekeends).

3) Menambah peralatan dan/atau personel.

4) Subkontrak satu atau lebih shop orders.

b. Mengurangi Kapasitas (Reducing Capacity)

1) Menghilangkan shifts atau mengurangi panjang dari shifts.

2) Reassign personnel temporarily (JIT menyarankan penggunaan waktu ini

untuk investasi dalam pendidikan tenaga kerja, atau melakukan perawatan

terhadap peralatan dan fasilitas).

c. Meningkatkan Beban (Increasing Load) Mengeluarkan pesanan lebih awal

(release orders early) dari yang dijadwalkan.

1) Meningkatkan ukuran lot (lot size).

2) Meningkatkan MPS.

3) Membuat item yang dalam keadaan normal item itu dibeli atau

disubkontrakkan.

d. Mengurangi Beban (Reducing Load)

1) Subkontrakkan pekerjaan ke pemasok luar (membeli beberapa item yang

dalam keadaan normal item itu dibuat).

2) Mengurangi ukuran lot (lot size).

3) Mengurangi MPS.

Page 66: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

4) Menahan pekerjaan dalam pengendalian produksi (mengeluarkan pesanan

lebih lambat).

5) Meningkatkan waktu tunggu penyerahan (delivery lead times).

e. Mendistribusikan Kembali Beban (Redistributing Load)

1) Menggunakan alternate work centers.

2) Menggunakan alternate routings.

3) Menyesuaikan tanggal mulai operasi ke depan atau ke belakang (lebih awal

atau lebih lambat).

4) Menahan beberapa pekerjaan dalam pengendalian produksi untuk

memperlambat pengeluaran pesanan manufaktur.

5) Memperbaiki MPS.

5. Keuntungan dan kelemahan CRP

Terdapat beberapa keuntungan dan kelemahan dari CRP menurut Gaspersz,

yaitu:

a. Keuntungan dari CRP:

1) Memberikan time-phased visibility dari ketidakseimbangan kapasitas dan

beban.

2) Mengkonfirmasi bahwa kapasitas cukup, ada pada basis kumulatif

sepanjang horizon perencanaan.

3) Mempertimbangkan ukuran lot spesifik dan routings.

4) Menggunakan perkiraan lead time yang lebih cepat daripada MRP.

Page 67: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

5) Menghilangkan erratic lead times dengan cara memberikan data untuk

memuluskan beban sepanjang pusat-pusat kerja.

b. Kelemahan atau Keterbatasan dari CRP:

1) Hanya dapat diterapkan terutama dalam lingkungan job shop

manufacturing.

2) Membutuhkan perhitungan yang banyak sekali, sehingga harus

menggunakan komputer.

3) Biasanya hanya menggunakan teknik penjadwalan backward scheduling

sehingga tidak menunjukkan letak slack times mungkin dapat digunakan

untuk keseimbangan yang lebih baik.

4) Membutuhkan data input yang banyak.

5) Sering menghasilkan perhitungan terperinci yang menyesatkan

(misleading), khususnya planned queue times.

6) Tidak mampu memberikan informasi terperinci yang tepat dalam periode

harian (day-to-day) sehingga keputusan jangka pendek menjadi sulit

diambil secara tepat. II-39 7. Tidak menunjukkan secara jelas pengaruh

dari perbaikan MPS terhadap keseimbangan yang dicapai, sehingga

mungkin membuat situasi tetap jelek.

Bagaimanapun, apabila tidak dilakukan analisis terhadap CRP, konsekuensi-

konsekuensi berikut dapat timbul: muncul hambatan (bottlenecks), work in

process inventory menjadi tinggi, waktu tunggu menjadi lebih panjang,

Page 68: Teori Dasar MRP Sistem Manufaktur

keterlambatan penyerahan dan kekurangan produk, penggunaan sumber-

sumber daya tidak efisien, produktivitas turun dan lain-lain (Gaspersz, 2005).

(Sumber: Pratama, Anda Mulya Pratama (2015) USULAN PERENCANAAN

PRODUKSI DENGAN METODE CAPACITY REQUIREMENT

PLANNING (CRP) (Studi Kasus : CV. RIAU PALLET). Skripsi thesis,

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.)