tentang perilaku dengan menuntut kekerasan

22
LAPORAN PENDAHULUAN 1.1. Diagnosa Perilaku kekerasan 1.2. Tinjauan Teori 1.2.1. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik terhadap diri sendiri maupun orang lain. (Towsend, 1998). Perilaku kekerasan adalah reaksi yang ditampakandi indi!idu dalammenghadapi masalah dengan melakukan tindakan penyerangan terhadap stessor, dapat "uga merusak dirinya maupun lingkungan dan setiap bermusuhan (#asmun, $%%1, ha &arah merupakan perasaan "engkel yang timbul s terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. ('tuar 1998). ari ketiga teori tersebut dapat diambil kesimpulan b kekerasan adalah seseorang melakukan tindakan yang beraki pada dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungan. 1.2.2. Rentang Respon Marah #espon adaptif #espon &aladaptif sertif *rustasi Pasif gresif muk +ambar 1 #entang #espon &arah ('tuart dan 'undeen 1.2.3.Perilau !ang "erhu#ungan Dengan Diagnosis 1.$.-.1. #espon daptif. 1) sertif adalah mengemukakan pendapat atau mengekspresikan rasa tidak senang atau tidak setu"u tanpa menyakiti lawan bicara. $) *rustasi dalah suatu proses yang menyebabkan terhambatnya sese mencapai keinginannya. ndi!idu tersebut tidak dapat m 1

Upload: okyfredy-anam

Post on 03-Nov-2015

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tentang perilaku dengan menuntut kekerasan

TRANSCRIPT

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN1.1. Diagnosa

Perilaku kekerasan

1.2. Tinjauan Teori1.2.1. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik terhadap diri sendiri maupun orang lain. (Towsend, 1998).

Perilaku kekerasan adalah reaksi yang ditampakan/ditampilkan oleh individu dalam menghadapi masalah dengan melakukan tindakan penyerangan terhadap stessor, dapat juga merusak dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungan dan setiap bermusuhan (Rasmun, 2001, hal. 18).

Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. (Stuart dan Sundeen, 1998).

Dari ketiga teori tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku kekerasan adalah seseorang melakukan tindakan yang berakibat tidak baik pada dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungan.

1.2.2. Rentang Respon Marah

Respon adaptif

Respon Maladaptif

AsertifFrustasiPasifAgresifAmuk

Gambar 1 : Rentang Respon Marah (Stuart dan Sundeen, 1998)

1.2.3. Perilaku Yang Berhubungan Dengan Diagnosis

1.2.3.1. Respon Adaptif.

1) Asertif

adalah mengemukakan pendapat atau mengekspresikan rasa tidak senang atau tidak setuju tanpa menyakiti lawan bicara.

2) Frustasi

Adalah suatu proses yang menyebabkan terhambatnya seseorang dalam mencapai keinginannya. Individu tersebut tidak dapat menerima atau menunda sementara sambil menunggu kesempatan yang memungkinkan. Selanjutnya individu merasa tidak mampu dalam mengungkapkan perannya dan terlihat pasif.

1.2.3.2. Respon transisi

Pasif adalah suatu perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu untuk mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-haknya. Klien tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena merasa kurang mampu, rendah diri atau kurang menghargai dirinya.

1.2.3.3. Respon maladaptif

1) Agresif

Adalah suatu perilaku yang mengerti rasa marah, merupakan dorongan mental untuk bertindak (dapat secara konstruksi/destruksi) dan masih terkontrol. Perilaku agresif dapat dibedakan dalam 2 kelompok, yaitu pasif agresif dan aktif agresif.

a. Pasif agresif

Adalah perilaku yang tampak dapat berupa pendendam, bermuka asam, keras kepala, suka menghambat dan bermalas-malasan.

b. Aktif agresif

Adalah sikap menentang, suka membantah, bicara keras, cenderung menu0ntut secara terus menerus, bertingkah laku kasar disertai kekerasan.

2) Amuk

Adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat dan disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain atau lingkungan. (Stuart and Sudeen, 1998).

1.2.4. Faktor predisposisi dan faktor prespitasi

1) Faktor Predisposisi

Menurut Kelliat (1999), faktor predisposisi didapat dari berbagai pengalaman yang dialami tiap orang artinya mungkin terjadi (mungkin tidak terjadi) perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:

1.1 Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau saksi penganiayaan.

1.2 Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.

1.3 Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisif).

1.4 Neurobiologis, banyak pendapat bahwa kekerasan system limbic, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.

2) Stressor Presipitasi

Menurut Stuart dan Sundeen (1998), menyatakan bahwa factor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain,

2.1 Kondisi klien

Seperti kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri kurang, dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.

2.2 Situasi lingkungan

Lingkungan yang ribut, padat kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan dapat pula memicu perilaku kekerasan.

1.3. PatofisiologiRisiko Menciderai Diri, Orang Lain dan Lingkungan : Akibat

Perilaku Kekerasan : Core problem

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah : Penyebab

1.4. Data Yang Perlu Di Kaji1.4.1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan1). Data Subyektif :

Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.

Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.2). Data Objektif :

Mata merah, wajah agak merah. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam. Merusak dan melempar barangbarang.

1.4.2. Perilaku kekerasan / amuk

1). Data Subyektif :

Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.

Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

2). Data Obyektif

Mata merah, wajah agak merah. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam. Merusak dan melempar barangbarang.

1.4.3. Gangguan harga diri : harga diri rendah

1). Data subyektif:

Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.2). Data obyektif:

Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

1.5. Penentuan Diagnosis Keperawatan1.5.1. Batasan karakteristik1. Aspek fisik, antara lain tekanan darah meningkat kulit muka merah, pandangan mata tajam, otot tegang, denyut nadi meningkat, pupil dilatasi, frekuensi BAK meningkat.

2. Aspek emosi, antara lain emosi labil, tak sabar, ekspresi muka tampak tegang, bicara dengan nada suara tinggi, suka berdebat, klien memaksanakan kehendak.

3. Aspek perubahan perilaku, antara lain agresif menarik diri, bermusuhan sinis, curiga, psikomotor meningkat, nada bicara keras dan kasar .

1.5.2. Tanda mayor

1. Penggunaan senjata2. Kekejaman pada binatang3. Membakar4. Riwayat perilaku kekerasan pada anak5. Riwayat ancaman kekerasan (secara verbal mengancam melawan kepemilikan, melawan orang, melawan sosial, mengutuk, mengancam melalui tulisan, melalui sikap tubuh, melalui seksual)6. Riwayat saksi mata kekerasan pada keluarga7. Riwayat kekerasan terhadap orang lain (memukul, menendang, meludahi, melempar benda, menggigit, mencuri, perilaku seksual, membuang urin/feses ke orang lain)8. Riwayat perilaku kekerasan antisosial (merampok, ,meminjam dengan paksa, memaksa untuk bebas, menghentikan pertemuan, menolak makan, pengobatan, tidak mau menerima instruksi)9. Impulsive10. Mengebut (kekerasan di jalan raya, mengendarai motor untuk mengurangi marah)11. Kerusakan neurologist (EEG, CAT, MRI, temuan neurologist positif, trauma kepala, kejang)12. Intoksikasi patologis13. Komplikasi/abnormalitas pre/perinatal14. Perilaku bunuh diri1.5.3. Tanda minor

1. Simptomatologi psikotik (halusinasi : auditori, visual, perintah, paranoid, delusi, kehilangan, rambling atau proses pikir tak logis)

2. Riwayat penyalahgunaan obat/alcohol3. Bahasa tubuh (postur kaku, mengatupkan rahang dan mengepalkan tinju, hiperaktif, mengatur, napas pelan, sikap mengancam)

4. Kerusakan kognisi (tidak mampu belajar, gangguan penurunan perhatian, penurunan fungsi intelektual)

5. Riwayat kekerasan tak langsung (menyobek baju, mencoret tembok, menulis di tembok, berkemih dan BAB di lantai, menghentakkan kaki, temper tantrum, berlari di ruangan, berteriak, melempar benda, memecah jendela, membanting pintu, peningkatan seksual)1.6. Rencana Tindakan Keperawatan

1.6.1. Tujuan dan tindakan keperawatan pada klienMenurut Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) yang di susun oleh Tim Pengembangan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) RSJ Marzuki Mahdi Bogor(1997), meliputi :

a. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen kekerasanb. Tujuan Khusus:

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.Tindakan:

1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.

1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.

1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

Tindakan:

2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.

2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.3. Klien dapat mengidentifikasi tandatanda perilaku kekerasan.

Tindakan :

3.1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.

3.2. Observasi tanda perilaku kekerasan.3.3. Simpulkan bersama klien tandatanda jengkel/kesal yang dialami klien.4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Tindakan:

4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

4.2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

4.3. Tanyakan "Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

Tindakan:

5.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.

5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.

5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon thd kemarahan.

Tindakan :

6.1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.

6.2. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal/kasur.

6.3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/tersinggung.

6.4. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.

7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.

Tindakan:

7.1. Bantu memilih cara yang paling tepat.

7.2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.

7.3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.

7.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.

7.5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel/marah.

8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.

Tindakan :

8.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melaluit pertemuan keluarga.

8.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).

Tindakan:

9.1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping).

9.2. Bantu klien mengpnakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).

9.3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

1.6.2. Tujuan dan tindakan keperawatan pada keluarga

TUK : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan. Kriteria Evaluasi : Keluarga dapat menyebutkan cara merawat klien yang berperilaku kekerasan, mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien. Intervensi yang ditetapkan : Buat kontrak dengan klien pada saat membawa klien untuk dirawat di rumah sakit, pertemuan rutin dengan perawat, bantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki, pertemuan keluarga-keluarga, siapa yang dapat merawat klien, fasilitas yang dimiliki keluarga di rumah, jelaskan cara merawat klien pada keluarga, latihan keluarga cara-cara merawat klien di rumah.

1.6.3. Terapi aktivitas kelompok (TAK)TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK (TAK)

STIMULASI PERSEPSI: PRILAKU KEKERASAN

A. TOPIK

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi:

Sesi I : Mengenal prilaku kekerasan

B. TUJUAN

1. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahan2. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda dan gejala)3. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (prilaku kekerasan)4. Klien dapat menyebutkan akibat prilaku kekerasan5. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klienC. LANDASAN TEORI

1. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) adalah terapi yang dirancang untuk meningkatkan kesehatan psikologis dan emosional pasien dengan masalah keperawatan jiwa dan bertujuan membantu anggota dalam meningkatkan koping dalam mengatasi stressor dalam kehidupan. TAK memiliki tujuan terapeutik dan tujuan rehabilitatif.

Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi. Pada kesempatan ini perawat akan berfokus pada TAK stimulasi persepsi.

Terapi aktivitas kelompok berdasarkan masalah keperawatan jiwayangpaling banyak ditemukan dikelompokkan sebagai berikut :

TAK sosialisasi (untuk klien dengan menarik diri yang sudah sampai pada tahap mampu berinteraksi dalam kelompok kecil dan sehatsecara fisik

TAK stimusi sensori (untuk klien yang mengalami gangguan sensori)

TAK orientasi realita (untuk klien halusinasi yang telah dapat mengontrol halusinasinya, klien paham yang telahdapat berorientasi kepada realita dan sehat secara fisik)

TAK stimulasi persepsi: halusinasi (untuk klien dengan halusinasi)

TAK stimulasi persepsi adalah TAK yang menstimulasi pasien untuk mengolah pikiran sesuai dengan stimulasi yang diberikan (berpersepsi). TAK jenis ini diindikasikan untuk pasien yang mengalami koping yang tidak efektif dalam bentuk terjadinya harga diri rendah, halusinasi, perilaku kekerasan,ansietas, defisit perawatan diri dan sebaginya. Bentuk kegiatannya adalah diskusi dan latihan bersama keterampilan koping untuk mengatasi masalah masing-masing.

TAK peningkatan harga diri (untuk klien dengan harga diri rendah)

TAK penyaluran energy ( untuk klien perilaku kekerasan yang telah dapat mengekspresikan marahnya secara konstruktif, klien menarikdiri yang telah dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap dan sehatsecara fisik).

2. Prilaku Kekerasan

A. Pengertian

Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak keras tetapi ada kelompok tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pria berusia 15-25 tahun, orang kota, kulit hitam, atau subgroup dengan budaya kekerasan, peminum alkohol (Tomb, 2003 dalam Purba, dkk, 2008).

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007; hal, 146). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000).

Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan.

B. Etiologi

Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.

Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.

C. Faktor-Faktor yang Menyebabkan PK

1) Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:

1. Teori Biologik

Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:

a. Neurobiologik

Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.

b. Biokimia

Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.

c. Genetik

Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.

d. Gangguan Otak

Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

2. Teori Psikologik

a. Teori Psikoanalitik

Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.

b. Teori Pembelajaran

Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.

3. Teori Sosiokultural

Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

2) Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan (Yosep, 2009):

1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.

2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.

3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.

5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.

6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

D. Tanda dan Gejala

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:

1. Fisik

a. Muka merah dan tegang

b. Mata melotot/ pandangan tajam

c. Tangan mengepal

d. Rahang mengatup

e. Postur tubuh kaku

f. Jalan mondar-mandir

2. Verbal

a. Bicara kasar

b. Suara tinggi, membentak atau berteriak

c. Mengancam secara verbal atau fisik

d. Mengumpat dengan kata-kata kotor

e. Suara keras

f. Ketus

3. Perilaku

a. Melempar atau memukul benda/orang lain

b. Menyerang orang lain

c. Melukai diri sendiri/orang lain

d. Merusak lingkungan

e. Amuk/agresif

4. Emosi

a. Tidak adekuat

b. Tidak aman dan nyaman

c. Rasa terganggu, dendam dan jengkel

d. Tidak berdaya

e. Bermusuhan

f. Mengamuk, ingin berkelahi

g. Menyalahkan dan menuntut

5. Intelektual :Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

6. Spiritual: Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.

7. Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

8. Perhatian: Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

Sesi-sesi TAK stimulasi persepsi: Prilaku kekerasanDalam Terapi Aktifitas Kelompok Perilaku Kekerasan dibagi dalam 5 sesi, yaitu:1. Sesi 1 : Mengenal Perilaku Kekerasan yang Biasa Dilakukan

2. Sesi 2: Mencegah Perilaku Kekerasan Fisik

3. Sesi 3: Mencegah Perilaku Kekerasan Sosial

4. Sesi 4: Mencegah Perilaku Kekerasan Spiritual

5. Sesi 5: Mencegah Perilaku Kekerasan dengan Patuh Mengkonsumsi Obat KlienD.KLIEN

Kriteria kliena.Klien perilaku kekerasan yang sudah mulai mampu bekerja sama dengan

perawat.b.Klien perilaku kekerasan yang dapat berkomunikasi dengan perawat. Proses seleksia. Mengobservasi klien yang masuk kriteria.b. Mengidentifikasi klien yang masuk kriteria.c.Mengumpulkan klien yng masuk kriteria.d. Membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK PK, meliputi: menjelaskan tujuan TAK PK pada klien, rencana kegiatan kelompok, dan aturan main dalam kelompok.

Jumlah peserta TAKa Perawat yang terdiri dari :Leader

:

Co leader

: Fasilitator

: Observer

: b Klien terdiri dari :E. PENGORGANISASIAN

1. Waktu

Hari/tanggal:

Waktu: 10.00 s.d 10.40 WIB (40 menit)

Tempat: 2. Tim terapis

Setting: peserta dan terapis duduk di kursi melingkar

Ruangan nyaman dan tenang

Keterangan:

K: Klien

L: LeaderCL: Co Leader

F: Fasilitator O : Observer

Tim terapis dan uraian tugas

Leader:

Uraian tugas:

a. Menyusun proposal kegiatan TAK

b. Menjelaskan tujuan pelaksanaan TAK

c. Menjelaskan peraturan kegiatan TAK sebelum kegiatan dimulai

d. Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok

e. Mampu memimpin TAK dengan baik

Co Leader:

Uraian tugas:

a. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktifitas klien

b. Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang

c. Mengingatkan leader tentang waktu

Fasilitator:

a. Memfasilitasi klien yang kurang aktif

b. Berperan sebagai role model bagi klien selama kegiatan berlangsung

c. Mempertahankan kehadiran peserta

d. Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok

e. Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan.

f. Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan kegiatan.

g. Membimbing kelompok selama permainan diskusi

h. Membantu leader dalam melaksanankan kegiatan

i. Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah.

Observer:

Uraian tugas:

a. Mengobservasi jalannya/proses kegiatan

b. Mencatat perilaku verbal dan nonverbal klien selama kegiatan

Berlangsung

3. Metode dan media

a. Metode yang digunakan, antara lain:

Dinamika kelompok

Diskusi dan tanya jawab

Bermain peran/simulasi

b. Media dan alat

Nametag (Papan nama)

Spidol (alat tulis)

Botol berisi manik-manik

Speaker

laptop

F. PROSES PELAKSANAAN

1. Persiapan

a. Memilih klien prilaku kekerasan yang sudah kooperatif

b. Membuat kontrak dengan klien

c. Mempersiapkan media, alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi

Dilaksanakan selama 5 menit, terdiri dari:

a. Salam terapeutik

1) Salam dari terapis

2) Perkenalkan nama dan panggilan

3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)

b. Evaluasi/validasi: Menanyakan perasaan klien saat ini

c. Kontrak

Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal prilaku kekerasan.

Menjelaskan aturan main

Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta ijin kepada terapis

Lama kegiatan 40 menit

Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir

Setiap klien yang telah memberikan penjelasan atau pendapat akan diberikan pujian dan tepuk tangan.

2. Tahap kerja

Tahap kerja dilaksanakan selama 40 menit, terdiri dari:

a. Hidupkan lagu pada laptop dan edarkan botol berlawanan dengan arah jarum jam.

b. Pada saat lagu dimatikan, anggota kelompok yang memegang botol mendapat giliran untuk:

Mendiskusikan penyebab marah (Tanyakan tiap klien)

Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar oleh penyebab marah sebelum prilaku kekerasan terjadi

Mendiskusikan prilaku kekerasan yang pernah dilakukan klien

Mendiskusikan dampak/akibat prilaku kekerasan

Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien

c.Ulang a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.

d.Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.3. Tahap terminasi

Tahap terminasi dilaksanakan selama 5 menit, terdiri dari:

a. Evaluasi

Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK

Terapis memberikan reinforcement positif (pujian) atas keberhasilan klien

b. Rencana tindak lanjut

Menganjurkan klien menggunakan cara yang biasa dilakukan jika stimulus prilaku kekerasan

Menganjurkan klien melatih secara teratur cara yang telah dipelajari

Memasukkan pada jadwal kegiatan harian klien

c. Kontrak yang akan datang

Menyepakati kegiatan berikutnya ,yaitu mengontrol marah dengan latihan fisik 1 dan 2 (tarik nafas dalam dan tepuk bantal) Menyepakati waktu dan tempat.

3. EVALUASI

1. 100% klien mengikuti TAK dari awal sampai akhir

2. 80% kegiatan dilakukan sesuai dengan jadual kegiatan yang telah dibuat3. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahan4. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda dan gejala)5. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (prilaku kekerasan)6. Klien dapat menyebutkan akibat prilaku kekerasan7. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien4. FORMAT EVALUASIStimulasi Persepsi : Prilaku kekerasan Sesi I

Mengenal Prilaku dan Kemampuan Mencegah Prilaku Kekerasan

NoAspek yang dinilaiNama Klien

1Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahan

2Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda dan gejala)

3Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (prilaku kekerasan)

4Klien dapat menyebutkan akibat prilaku kekerasan

5Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien

6Klien mengikuti kegiatan TAK dari awal sampai akhir

Jumlah

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien

2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien mengikuti, peran klien (aktif), mengekspresikan perasaannya dan mampu mendemonstrasikan cara mencegah prilaku kekerasan fisik . Beri tanda ( jika klien mampu dan tanda ( jika klien tidak mampu.

Keterangan:

= Bisa

X = Tidak bisa

Penilaian:Rekomendasi

Klien dikatakan mampu

: 6-8 Lanjutkan

Klien dikatakan cukup mampu : 4-5 Lanjutkan

Klien dikatakan kurang mampu: 2-3 Ulangi

Klien dikatakan gagal

: 0-1 Mundur

DAFTAR PUSTAKA

Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000Carpenito, L.J.2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta : EGC

Keliat, B.A.1998. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Rasmun.2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri terintegrasi dengan Keluarga. Jakarta : Fajar Inter Pratama

Stuart dan Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3 (diterjemahkan oleh Yuni A). Jakarta : EGC

Tim Pengembangan Model Praktek Keperawatan RS Jiwa Marzuki Mahdi, Bogor. 1997. SOP dengan II Masalah Keperawatan. Bogor ; tidak dipublikasikan

Townsend, MC. 1998. Buku saku diagnosa keperawatan psikiatri Edisi 3. Jakarta : EGC.CL

L

K

K

K

K

F

F/O

K

K

K

1