38626027 lp perilaku kekerasan
DESCRIPTION
jTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisikbaik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini
dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang
tidak konstruktif. (Stuart dan Sudden, 1995)
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007; hal, 146).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. (Depkes,
RI, 2000 ; hal. 147 )
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
kepada diri sendiri maupun orang lain. (Yosep, 2007 : 146)
B. ETIOLOGI
Perilaku kekerasan bias disebabkan adanya gangguan harga diri
yaitu harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat igambarkan sebagai perasaan
negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal
mencapai keinginan.
C. PATOFISIOLOGI
Resiko Menciderai
Orang lain dan diri sendiri
Gangguan Menarik Diri Perilaku
Komunikasi Kekerasan
Verbal Harga diri rendah
Koping inefektif
D. TANDA DAN GEJALA
1. Menurut (Radjiman, 2003), tanda dan gejala yang mucul pada
perilaku kekerasan atau agresifitas dilihat dari tingkah laku klien
yaitu :
a) Menyatakan perilaku kekerasan
b) Mengatakan perasaan jengkel atau kesal
c) Sering memaksakan kehendak
d) Merampas atau memukul
e) Tekanan darah meningkat
f) Wajah merah. Pupil melebar
g) Mual
h) Kewaspadaan meningkat disertai ketegangan otot
2. Menurut Budiana Keliat : 1999, Tanda dan gejala diklasifikasikan
sebagai :
a) Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik / menyalahkan
diri sendiri)
b) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit
c) Gangguan hubungan social (menarik diri)
d) Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
e) Menciderai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai
harapan yang suram. Mungkin klien akan mengakhiri hidupnya)
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Somatik
Menurut (Depkes RI, 2000, hal 230) menerangkan bahwa
terapi Somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptife
menjadi perilaku adaktif dengan melakukan tindakan yang
ditujukan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah
perilaku klien .
2. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy
(ECT) adalah bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan
kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda
yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya untuk
menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya
dilaksanakan adalah tiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).
F. RENTANG RESPON
Respon Adaptif Respons Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
Gambar 8.1. Rentang Respons Perilaku Kekerasan
Sumber: Keliat (1999)
Keterangan:
1. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan ketenangan.
2. Frustasi :individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan
tidak dapat menemukan alternatif
3. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
4. Agresif : perilaku yang menyertai marah
5. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya control
Tabel 8.1. Perbandingan antara perilaku asertif, pasif dan agresif/kekerasan
Pasif Asertif Agresif
Isi
Pembicaraan
Negatif dan
merendahkan diri,
contohnya
perkataan:
“Dapatkah saya?”
“Dapatkah kamu?”
Positif dan
menawarkan diri,
contohnya
perkataan:
“Saya dapat…”
“Saya akan…”
Menyombongkan
diri, merendahkan
orang lain, contoh
perkataan:
“Kamu selalu…”
“Kamu tidak
pernah…”
Tekanan
suara
Cepat lambat,
mengeluh
Sedang Keras dan ngotot
Posisi badan Menundukkan
kepala
Tegap dan santai Kaku, condong ke
depan
Jarak Menjaga jarak
dengan sikap
acuh/mengabaikan
Mempertahankan
jarak yang aman
Siap dengan jarak
akan menyerang
orang lain
Penampilan Loyo, tidak dapat
tenang
Sikap tenang Mengancam, posisi
menyerang
Kontak mata Sedikit/sama sekali
tidak
Mempertahankan
kontak mata
sesuai dengan
hubungan
Mata melotot dan
dipertahankan
Sumber: Keliat (1999)
G. FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut Townsend (1996) terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan
tentang factor predisposisi perilaku kekerasan, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Teori biologik
Berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
seseorang melakukan perilaku kekerasan yaitu sebagai berikut:
a. Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system neurologis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. System limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku bermusuhan dan respons agresif.
b. Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin,
norepinefrin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan
dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Peningkatan
hormone androgen dan norepinefrin serta penurunan serotonin dan
GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor
predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif
pada seseorang.
c. Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang
umumnya dimiliki oleh penghuni penjara pelaku tindak criminal
(narapidana)
d. Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan berbagai
gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus
temporal), trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi (epilepsi lobus
temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan.
2. Teori psikologik
a. Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya
ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan
dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan
citra diri serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya
berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya
dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
b. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
diperlajari, individu yang memiliki pengaruh biologic terhadap
perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh
peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi
biologik
3. Teori sosiokultural
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku
kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat
merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.
4. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi factor internal dan
eksternal.
5. Internal adalah semua faktor yang dapat menimbulkan kelemahan,
menurunnya percaya diri, rasa takut sakit, hilang control, dan lain-lain
.
6. Eksternal adalah penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai,
krisis, dan lain-lain.
Menurut Shives (1998) hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku
kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut:
Kesulitan kondisi sosial ekonomi
Kesulitan dalam mengomunikasikan sesuatu
Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang yang
dewasa
Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisocial seperti penyalahgunaan
obat dan alcohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat
menghadapi rasa frustasi
Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga
H. MEKANISME KOPING
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga
dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping
yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti
displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial, dan reaksi formasi.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998, hal 83)
Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di
mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas
adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci
pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran
atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain
perang-perangan dengan temannya.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh orang yang dianggap
sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi,
maka dapat menyebabkan seseorang rendah diri (harga diri rendah),
sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan
bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan memunculkan halunasi
berupa suara-suara atau bayangan yang meminta klien untuk melakukan
tindak kekerasan. Hal tersebut dapat berdampak pada keselamatan dirinya
dan orang lain (resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan).
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan
keluarga yang kurang baik dalam menghadapi kondisi klien dapat
memengaruhi perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini
tentunya menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan
kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen
terapeutik inefektif).
I. POHON MASALAH
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan
PPS: Halusinasi
Regimen terapeutik
inefektif
Harga Diri Rendah Kronis Isolasi Sosial
Koping keluarga tidak
efektif
Berduka disfungsional
Gambar 8.2. Pohon Masalah Perilaku Kekerasan
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses dan merupakan
proses yang sistematis untuk mengumpulkan data, menganalisis
data dan menentukan diagnosa keperawatan ( Keliat, 1998).
Adapun data yang diperoleh pada klien dengan prilaku
kekerasan adalah sebagai berikut : menyatakan melakukan
prilaku kekerasan, mengatakan perasaan jengkel / kesal, sering
memaksakan kehendak, merampas atau memukul. Tekanan
darah meningkat. Wajah memerah, pupil melebar, mual,
kewasapadaan meningkat disertai ketegangan otot, pandangan
mata tajam, sering menyendiri, harga diri rendah merasa
keinginan tercapai. Dari data tersebut didapatkan beberapa
rumusan masalah :
Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain
Perilaku kekerasan
Resiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang
lain
Kerusakan interaksi sosial: menarik diri
Gangguan hubungan sosial: harga diri rendah
Ideal diri tidak tercapai.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk.
2) Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga
diri: harga diri rendah.
2. Rencana Tindakan
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk
Tujuan Umum :
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
Tujuan Khusus:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
5. Beri rasa aman dan sikap empati.
6. Lakukan kontak singkat tapi sering.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang
dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Tindakan:
1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai ?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon
terhadap kemarahan.
Tindakan :
1. Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru
yang sehat
2. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
• Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga,
memukul bantal / kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
• Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/
tersinggung.
• Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara – cara marah yang
sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
• Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku
kekerasan.
Tindakan:
1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel /
marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
perilaku kekerasan
Tindakan :
1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa
yang telah dilakukan keluarga selama ini.
2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3. Jelaskan cara – cara merawat klien :
• Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
• Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
• Membantu klien mengenal penyebab ia marah.
4.Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
5.Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan
demonstrasi
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
1. Jelaskan jenis – jenis obat yang diminum klien pada klien dan
keluarga.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum
obat tanpa seizin dokter.
3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis,
cara dan waktu).
4. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika
merasakan efek yang tidak menyenangkan.
6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
Diagnosa 2: Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan
konsep diri : harga diri rendah
1. Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
1. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya
Salam terapeutik
Perkenalan diri
- Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai.
Jelaskan tujuan pertemuan
Ciptakan lingkungan yang tenang
Buat kontrak yang jelas ( waktu, tempat dan topik pembicaraan ).
2. Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
4. Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
3. Utamakan memberi pujian yang realistis.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
1. Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat
digunakan selama sakit
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah.
4. Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai
kemampuan yang dimiliki.
Tindakan :
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan ( mandiri, bantuan sebagian, bantuan
total ).
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan
kemampuannya
Tindakan :
1. Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
TINJAUAN KASUS
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Sdr. “R”
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Tgl. Pengkajian : 28 Maret 2012
II. ALASAN MASUK
Pasien mengatakan masuk RSJ karena dirumah pasien sering marah –
marah tanpa sebab dan membanting barang – barang dirumahnya.
III. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pasien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu. Pasien
mengatakan sudah 2 kali keluar masuk RSJ.
2. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil
3. Pasien pernah melakukan kekerasan dalam keluarga dengan memukul
ayahnya yang berumur 70 tahun
Masalah Keperawatan: Perilaku Kekerasan
4. Tidak ada riwayat keluarga
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Pasien mengatakan pernah bunuh diri karena tidak dibelikan motor.
Masalah Keperawatan: resiko menciderai diri
IV. FISIK
Tidak ada keluhan fisik yang dirasakan pasien.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Pasien hidup berempat dengan ayah, ibu, dan adik laki – lakinya. Yang
diberi tanda panah itu pasien dan garis tebal itu menunjukkan bahwa
orang terdekat pasien adalah adik laki – lakinya. Pada genogram tidak
menjelaskan adanya riwayat keluarga.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
2. Konsep Diri
Citra Tubuh : Pasien mengatakan bagian tubuh
yang disukai adalah hidung dan yang tidak disukai
adalah pantatnya.
Identita : Laki- laki, 27 Tahun. Bersekolah
hanya sampai kelas 2 SMA. Pernah menjadi
peternal ayam dan montir bengkel.
Peran : Dirumah pasien sebagai anak
pertama. Di yayasan pasien sebagai penghuni
yang memiliki kewajiban menjaga kebersihan.
Ideal Diri : Pasien mengatakan kalau sembuh
ingin bekerja dan memiliki istri
Harga Diri : Pasien mengatakan bahwa dia
yakin kalau suatu hari nanti dia bisa sembuh dan
mencari pekerjaan untuk masa depannya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada konsep diri pasien baik
3. Hubungan Sosial
a. Orang terdekat : Adik
b. Peran dalam masyarakat :
Pasien pernah menjadi anggota karang taruna
c. Hambatan berhubungan :
Pasien mengatakan sering tiba – tiba marah apabila sedang di ajak
bergurau dengan temannya
Masalah Keperawan : Koping Inefektif
4. Spritual
a. Nilai dan keyakinan
Pasien merasa sakit yang diderita adalah cobaab dari Allah.
b. Kegiatan ibadah
Pasien mengatakan tetap melaksanakan sholat walaupun tidak 5
waktu.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Penampilan pasien terlihat rapi dengan kemeja batik, celana hitam, dan
kopyah.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
2. Pembicaraan
Inkoheren & Lambat
Pembicaraan pasien inkoheren dengan inyonasi yang lambat
Masaalah Keperawatan : Gangguan Komunikasi Verbal
3. Aktivitas Motorik
TIK
Pasien sering melakukan gerakan mengunyah dengan cepat yang
berulang – ulang dan tidak terkontrol
Masalah Keperawatan : Gangguan aktivitas motorik
4. Alam Perasaan
Pasien merasa senang karena dapat bertemu dengan teman – teman
baru
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
5. Afek
Labil.
Emosi pasien cepat berubah pada suasana atau situasi yang berbeda.
Masalah Keperawatan : koping inefektif
6. Interaksi selama wawancara
Pasien kooperatif dan menunjukkan sikap percaya saat wawancara
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
7. Persepsi
Halusinasi Pendengaran
Akhir – akhir ini setiap selesai sholat ashar sekitar jam 15. 30 pasien
merasa mendengar suara / bisikan – bisikan yang memanggil namanya,
suara itu sering terdengar dan hamper tiap hari setiap sholat.
Masalah keperawatan : Halusinasi pendengaran
8. Proses Pikir
Sirkumstansial
Pembicaraan pasien berbelit – belit tetapi pada akhirnya sampai pada
tujuan pembicaraan.
Masalah Keperawatan : Penurunan Proses Pikir
9. Isi Pikir
Ide yang terkait
Pasien menyakini tentang kejadian atau sakit yang diderita memang
terjadi. Dan pasien tidak memiliki waham apapun.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
10. Tingkat Kesadaran
Pasien mengetahui dengan sadart dimana dia berada, jam dan tanggal
saat dia wawancara dan orang – orang yang ada di sekitarnya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
11. Memori
Ketika ditanya kapan terakhir makan dan apa yang dimakan pasien
masih dapat mengingat dan menjawabnya. Dan ketika ditanya
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan pasien dapat
bercerita dengan baik walaupun agak berbelit – belit.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
12. Tingkat Kosentrasi dan berhitung
Ketika diberi soal 1 + 1 + 2 – 2 pasien dapat menjawab dengan benar
yakni 2.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
13. Kemampuan Penilaian
Gangguan ringan
Ketika ditanya pasien lebih memilih mandi sebelum makan atau mandi
sesudah makan pasien terlihat binggung dan sulit mengambil
keputusan. Pasien masih memerlukan penjelasan untuk mengambil
keputusan.
Masalah Keperawatan : Gangguan Penilaian ringan
14. Daya Tilik Diri
Pasien menyadari kalau dirinya sedang sakit dan membutuhkan
pertolongan. Serta mengangga sakitnya adalah cobaan yang diberikan
Allah.
Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah
VII. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
1. Resiko menciderai diri
2. Koping inefektif
3. Gangguan Komunikasa verbal
4. Halusinasi pendengaran
5. Penurunan proses pikir
6. Perilaku kekerasan