perilaku kekerasan

37
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Umumnya klien dengan Perilaku Kekerasan dibawa dengan paksa ke Rumah sakit Jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan oleh keluarga belum memadai, keluarga seharusnya mendapatkan pendidikan kesehatan tentang merawat klien (manajemen perilaku kekerasan). Dalam makalah ini kami akan mencoba untuk memberikan penjelasan dan penatalaksanaan yang efektif dan aman terhadap pasien dengan perilaku kekerasan demi kesembuhan pasien dan keluarga pasien. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Megetahui asuhan keperawatan yang efektif dan aman bagi penderita perilaku kekerasan. 2. Tujuan Khusus a. Dapat mengetahui definisi perilaku kekerasan. b. Dapat mengetahui etiologi, patofisiologi dan manifestasi klinis pada perilaku kekerasan. c. Mengetahui cara mengkaji status kesehatan klien berhubungan dengan gangguan fungsi sistem syaraf meliputi pengkajian bio-psiko-kultural d. Dapat mengidentifikasi tanda dan gejala pada kasus perilaku kekerasan. e. Dapat melakukan diagnosa pada perilaku kekerasan. f. Dapat memberikan intervensi pada perilaku kekerasan

Upload: elia-bolly

Post on 10-Aug-2015

205 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERILAKU KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Umumnya klien dengan Perilaku Kekerasan dibawa dengan paksa ke Rumah sakit Jiwa.

Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan oleh

sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku kekerasan seperti memukul anggota

keluarga/orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama

yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan oleh keluarga belum memadai,

keluarga seharusnya mendapatkan pendidikan kesehatan tentang merawat klien

(manajemen perilaku kekerasan).

Dalam makalah ini kami akan mencoba untuk memberikan penjelasan dan penatalaksanaan

yang efektif dan aman terhadap pasien dengan perilaku kekerasan demi kesembuhan pasien

dan keluarga pasien.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Megetahui asuhan keperawatan yang efektif dan aman bagi penderita perilaku

kekerasan.

2. Tujuan Khusus

a. Dapat mengetahui definisi perilaku kekerasan.

b. Dapat mengetahui etiologi, patofisiologi dan manifestasi klinis pada perilaku

kekerasan.

c. Mengetahui cara mengkaji status kesehatan klien berhubungan dengan gangguan

fungsi sistem syaraf meliputi pengkajian bio-psiko-kultural

d. Dapat mengidentifikasi tanda dan gejala pada kasus perilaku kekerasan.

e. Dapat melakukan diagnosa pada perilaku kekerasan.

f. Dapat memberikan intervensi pada perilaku kekerasan

C. Sistematika

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan

C. Sistematika

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Page 2: PERILAKU KEKERASAN

BAB II

TINJAUAN TEORI

I. DEFINISI

1. Pengertian

Marah

Kemarahan adalah suatu perasaaan atau emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap

kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman. Perasaan marah yang

konstruktif dapat membuat perasaan lega.

Kemarahan adalah emosi yang normal pada manusia yakni respon emosional yang

kuat dan tidak menyenangkan terhadap suatu provokasi baik nyata maupun yang

dipersepsikan individu (Thomas, 1998). Kemarahan memberikan energi kepada

tubuh secara fisik untuk melakukan pertahanan diri, ketika dibutuhkan melalui

pengaktifan mekanisme respons “fight or flight” pada sistem saraf simpatis.

Walaupun kemarahan merupakan emosi yang normal pada manusia, kemarahan

seringkali dipersepsikan sebagai perasaan negatif. Banyak orang merasa tidak

nyaman mengungkapkan perasaan marahnya secara langsung. Akan tetapi,

kemarahan merupakan reaksi sehat dan normal yang dapat terjadi dalam merespon

situasi atau keadaan yang tidak adil, ketika hak seseorang tidak dihormati atau

ketika harapan individu tidak terpenuhi. Apabila individu dapat mengungkapkan

kemarahannya dengan asertif, penyelesaian masalah atau resolusi konflik dapat

terjadi.

Kemarahan menjadi konsep negatif ketika individu menyangkal atau menekan

perasaan marah atau ketika ia mengungkapkan secara tidak tepat. Menyangkal atau

menekan perasaan marah dapat terjadi jika individu merasa tidak nyaman

mengungkapkan perasaan marahnya. Hal ini dapat menimbulkan masalah fisik

seperti migrein, sakit kepala, ulkus atau penyakit arteri koroner atau masalah

emosional seperti depresi dan harga diri rendah.

Rentang respon marah

Respon adaptif respon maladaptif

Asertif frustasi pasif agresif perilaku kekerasan

Skema 1.1 Rentang respon marah

Page 3: PERILAKU KEKERASAN

Perilaku asertif

Merupakan perilaku individu yang mampu atau mengungkapkan rasa marah atau

tidak setuju tanpa menyakiti atau menyalahkan orang lain. Dengan perilaku ini dapat

melegakan perasaan pada individu.

Frustasi

Merupakan respom perilaku individu akibat gagal mencapai tujuan.

Perilaku pasif

Merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk mengungkapkan perasaan

marah yang sedang dialami, dilakukan dengan tujuan menghindari suatu tuntutan

nyata.

Agresif

Merupakan suatu perilaku yang menyertai marah, merupakan dorongan mental

untuk bertindak dan masih terkontrol. Individu yang agresif bertindak dengan tidak

memperdulikan hak orang lain. Bagi individu ini, hidup adalah mean peperangan.

Biasanya individu kurang oercaya diri. Harga dirinya ditingkatkan dengan cara

menguasai orang lain untuk membuktikan kemampuan yang dimilikinya.

Violent (amuk)

Adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat dan disertai kehilangan kontrol yang

dapat merusak diri dan lingkungan.

Stres, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan kemarahan

yang dapat mengarah kepada perilaku kekerasan. Respon terhadap marah dapat

diekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat berupa

perilaku kekerasan, sedangkan secara internal dapat berupa depresi dan penyakit

fisik.

Permusuhan

Merupakan emosi yang diungkapkan melalui kata – kata yang melecehkan, tidak

adanya kerjasama, pelanggaran aturan atau norma atau perilaku mengancam yang

juga disebut agresi verbal (Schultz & Videbeck,1998). Permusuhan dapat

diperlihatkan oleh individu yang merasa terancam atau tidak beradaya. Perilaku

Page 4: PERILAKU KEKERASAN

permusuhan dilakukan untuk mengintimidasi atau menyakiti orang lain secara

emosional dan dapat menimbulkan agresi fisik.

Agresi fisik

Ialah perilaku menyerang atau melukai orang lain atau mencakup perusakan

properti. Perilaku agresif ditujukan untuk menyakiti atau menghukum orang lain

atau memaksa seseorang untuk patuh.

Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata –

kata yang mudah dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain akan

memberikan perasaan puas, menurunkan ketegangan sehingga perasaan marah

dapat teratasi. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan,

biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tentunya tidak

akan menyelesaikan masalah, bahkan dapat menimbulkan tingkah laku destruktif,

seperti tindakan kekerasan yang ditujukan kepada orang lain maupun lingkungan.

Perilaku yang tidak asertif seperti menekan perasaan marah dilakukan individu

karena merasa tidak kuat. Individu akan berpura pura tidak marah atau melarikan

diri dari rasa marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian

akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapat

menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan kepada diri sendiri.

Perasaan kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan

untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.

a. Kekerasan adalah kekuatan fisik yang digunakan untuk menyerang atau

merusak orang lain. Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak adil dan sering

mengakibatkan cedera fisik

b. Penganiayaan adalah tindakan sengaja yang menyebabkan cedera fisik,

penderitaan jiwa atau keduanya

c. Kekerasan domestik (kekerasan dalam keluarga) adalah pola perilaku

mengancam atau memaksakan dari satu anggota keluarga (atau orang dekat)

pada anggota keluarga yang lain. Perilaku tersebut meliputi penganiayaan fisik,

pengabaian, penganiayaan psikologis, penganiayaan ekonomi dan penganiayaan

seksual

Page 5: PERILAKU KEKERASAN

d. Penyiksa atau pelaku penyiksa adalah orang yang menciptakan kekerasan atau

menyiksa orang lain dan korban adalah orang yang menjadi kambing hitam,

target atau penerima penganiayaan atau kekerasan

2. Perilaku kekerasan dan penganiayaan

Jenis penganiayaan

a. Penganiayaan fisik meliputi pemukulan, penusukan, penembakan, pembakaran

dan pemerkosaan.

b. Pengabaian dicirikan dengan penghentian atau kegagalan memberikan asuhan

pribadi, kebutuhan pribadi (mis., makanan, air, rumah), kebersihan, perawatan

kesehatan, kontak sosial dan pendidikan serta pengawasan anak – anak.

c. Penganiayaan psikologi meliputi :

1) Serangan verbal dan ancaman bahaya fisik, biasanya untuk mengintimidasi

atau memanipulasi.

2) Sarkasme, penghinaan, merendahkan dan kritik.

3) Pola komunikasi yang tidak konsisten, termasuk menarik diri dan diam.

4) Isolasi korban (mis., mencegah korban berinteraksi dan berkomunikasi

dengan keluarga dan temen – temennya)

5) Pelanggaran hak – hak pribadi, seperti tidak mengijinkan korban

menghubungi keluarga, teman dan orang lain.

d. Penganiayaan ekonomi (ekspoitasi finansial) meliputi :

1) Mencuri uang atau harta korban

2) Menghalangi akses korban atas keuangan pribadinya

3) Penggunaan uang atau harta milik korban secara tidak tepat

e. Penganiayaan seksual adalah aktivitas seksual yang dipaksakan atau dibawah

tekanan, termasuk percakapan atau tindakan yang distimulasi secara seksual,

perabaan atau hubungan seksual yang tidak tepat, perkosaan dan inses (perilaku

seksual antar saudara kandung)

3. Statistik yang relevan

a. Penganiayaan anak

Penganiayaan anak atau perlakuan semena – mena terhadap anak umumnya

didefinisikan sebagai cedera yang sengaja dilakukan terhadap anak dan dapat

mencakup penganiayaan atau cedera fisik, pengabaian atau kegagalan

mencegah bahaya, kegagalanmemberi pengawasan atau perawatan emosional

Page 6: PERILAKU KEKERASAN

atau fisik yang adekuat, penelantaran, penyerangan atau intrusi seksual dan

menyiksa secara terbuka atau mencederai (Binnet, 2000)

1) Dalam 3 dari 5 keluarga, seseorang anak dianiaya secara fisik oleh orang

dewasa.

2) Kira – kira 3 juta kasus penganiayaan anak dilaporkan setiap tahunnya dan

diperkirakan terdapat 10 sampai 20 kasus yang tidak dilaporkan untuk setiap

kasus yang dilaporkan.

3) Penganiayaan seksual terhadap anak – anak dialami oleh 33% wanita dan

20% pria yang berusia kurang dari 18 tahun.

4) Beberapa ahli mengatakan bahwa penganiayaan antar saudara kandung

merupakan bentuk kekerasan domestik yang paling banyak terjadi dan tidak

dikenal.

5) Penganiayaan dan pengabaian anak mengakibatkan 2000 sampai 4000

kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat (Townsend, 1999)

b. Penganiayaan wanita

1) Sepertiga dari pasangan wanitanya dianiaya oleh pasangan prianya selama

beberapa waktu hubungan mereka.

2) Kekerasan domestik merupakan penyebab 22% sampai 35% wanita

mengunjungi UGD di rumah sakit

3) 23% dari semua wanita hamil yang mencari pelayanan pranatal merupakan

korban penganiayaan

4) Cedera yang terjadi pada wanita lebih banyak terjadi akibat pemukulan

dibandingkan pemerkosaan, penyerangan dan kecelakaan mobil bila

digabungkan (Townsend, 1999)

5) Satu diantara tujuh wanita menikah melaporkan telah diperkosa oleh

suaminya.

Penganiayaan pasangan ialah perlakuan semena – mena atau

penyalahgunaan seseorang oleh orang lain dalam konteks hubungan intim.

Penganiayaan dapat berupa penganiayaan emosional, psikologis, fisik,

seksual atau kombinasi semua tipe tersebut yang umum terjadi (Singer et

al.,1995). Penganiayaan psikologis antara lain, mengejek, meremehkan,

berteriak dan memekik, merusak barang dan mengancam serta bentuk

penganiayaan yang tidak kentara misalnya menolak berbicara dengan

korban atau berpura – pura tidak melihat korban.

Page 7: PERILAKU KEKERASAN

Penganiayaan fisik dapat terlihat seperti mendorong korban.

c. Penganiayaan lansia

Adalah perlakuan semena – mena terhadap lansia oelh anggota keluarga atau

orang – orang yang merawat mereka. Penganiayaan tersebut meliputi

penganiayaan fisik dan seksual, penganiayaan psikologis, pengabaian, eksploitasi

finansial, menolak terapi medis yang adekuat. Individu yang menganiaya lansia

hampir selalu merupakan orang yang merawat lansia tersebut atau lansia

bergantung pada mereka dalam beberapa hal. Kebanyakan penganiayaan lansia

terjadi ketika salah satu lansia merawat pasangannya. Tipe penganiayaan

pasangan ini biasanya terjadi selama bertahun – tahun setelah disabilitas

membuat pasangan yang dianiaya tidak mampu merawat dirinya sendiri.

1) 1,5 juta lansia di Amerika mengalami penganiayaan atau pengabaian (Dept.

Of Health & Human Service, 1996)

2) Pasangan suami istri dan anak – anak yang sudah dewasa merupakan pelaku

penganiayaan lansia di rumah. Menurut penelitian, 37% dari kasus

penganiayaan yang dilaporkan dilakukan oleh anak – anak yang sudah

dewasa (wolfe, 1998).

4. Penganiayaan seksual terhadap anak – anak

Meliputi tindakan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa pada anak berusia

kurang dari 18 tahun. Tindakan ini dapat mencakup inses, pemerkosaan dan sodomi

yang dilakukan oleh seseorang atau dengan suatu benda, kontak oral- genital dan

tindakan pencabulan

a. Penganiayaan seksual terhadap anak – anak sangat mempengaruhi

perkembangan, menyebabkan harga diri rendah, membenci diri sendiri, sulit

mempercayai orang lain dan kontrol yang buruk terhadap impuls atau dorongan

agresif.

b. Terdapat korelasi yang tinggi antara penganiayaan seksual di masa kanak –

kanak dan gangguan psikiatrik di masa dewasa (mis., gangguan disosiatif,

gangguan penyalahgunaan zat) (Walker & Scott, 1998)

c. Anak – anak korban penganiayaan seksual sering mengalami gangguan stres

pascatrauma (post – traumatic stress disorder /PTSD).

5. Penyerangan seksual

Dicirikan dengan penggunaan paksa dalam aktifitas seksual apapun yang dilakukan

secara paksa berlawanan dengan kemauan orang tersebut.

Page 8: PERILAKU KEKERASAN

a. Ciri – ciri pelaku penyerangan seksual

1) Pelaku penyerangan seksual biasanya adalah laki – laki, berusia antara 25

dan 44 tahun dan menikah atau tinggal bersama sebagai suami isteri pada

waktu melakukan pelanggaran ini.

2) Bila pelaku penyerangan seksual mempunyai riwayat perilaku kriminal pada

umumnya kejahatannya lebih terhadap harta benda dibanding orang lain.

3) Mayoritas pelaku penyerangan seksual tidak memilki riwayat penyakit jiwa

(Townsend, 1999)

b. Korban penyerangan seksual mengalami kekerasan dan ketidakberdayaan yang

sangat mendalam setelah kejadian

1) Efek langsung dapat berupa pola respon yang diekspresikan, yaitu korban

mengekspresikan perasaan takut, marah dan ansietas atau pole respon

terkendali, yaitu mekanisme defensif penyangkalan yang memungkinkan

yang memungkinkan korban menjadi tenang dan sabar.

2) Efek jangka panjang dapat meliputi gejala PTSD, sulit menjalani hubungan

dekat, gangguan depresi dan bahkan bunuh diri

6. Karakteristik kekerasan dalam rumah tangga

Dalam kekerasan keluarga, keluarga yang normalnya merupakan tempat yang aman

dan anggotanya merasa dicintai dan terlindungi dapat menjadi tempat yang paling

berbahaya bagi korban.

Tindak kekerasan dalam keluarga tidak terjadi secara acak, tetapi merupakan siklus

tiga fase yang dapat diprediksi :

a. Pembentukan ketegangan.

Pelaku menyalahkan korban atas masalah kehidupan yang dihadapi

b. Insiden penganiayaan serius

Ketegangan yang dirasakan pelaku bisa diredakan dengan tindakan atau insiden

penganiayaan.

c. Bulan madu

Penyiksa menjadi sangat menyesal dan berjanji bahwa insiden penganiayaan itu

tidak terjadi lagi.

Page 9: PERILAKU KEKERASAN

Skema 2.6.1 siklus kekerasan

7. Karakteristik sistem keluarga tempat terjadinya kekerasan

a. Satu anggota atau lebih dalam keluarga sering menjadi titik fokus ansietas

keluarga dan sering disalahkan atas masalah – masalah yang terjadi

b. Peran keluarga bersifat stereotip dengan peran seksual tradisional yang kaku

dan perbedaan kekuasaan yang besar antara kedua orang tua (mis., salah satu

orang tua biasanya laki – laki, merupakan satu – satunya orang yang paling

berkuasa di dalam keluarga, sementara orang tua yang satunya diperlakukan

sebagai anak – anak bukan sebagai mitra yang setara)

c. Hubungan keluarga menekankan kontrol terhadap yang lain.

Anggota keluarga yang melakukan penganiayaan hampir selalu berada dalam

posisi berkuasa dan memiliki kendali terhadap korban, baik korban adalah anak,

pasangan atau lansia. Penganiayaan bukan hanya menggunakan kekuatan fisik

terhadap korban, tetapi juga kontrol ekonomi dan sosial.

Penganiaya seringkali adalah satu –satunya anggota keluarga yang membuat

keputusan, mengeluarkan uang atau diijinkan meluangkan waktu diluar rumah

bersama orang lain. Setiap indikasi ketidakpatuhan atau kemandirian anggota

keluarga baik yang nyata ataupun dibayangkan biasanya menyebabkan

peningkatan perilaku kekerasan (singer et al.,1995).

d. Keluarga tersebut menutup diri dari orang – orang di luar keluarga.

Anggota keluarga ini merahasiakan kekerasan dan sering kali tidak mengundang

orang lain datang ke rumah mereka atau tidak mengatakan kepada orang lain

apa yang terjadi.

Perilaku kekerasan

(ditunjukkan melalui tindakan kekerasan/serangan penganiayaan)

Munculnya ketegangan

(tuduhan, pertengkaran, keluhan, periode penyesalan

Sikap diam) periode bulan madu (penganiaya menyesal dan berjanji bahwa hal itu

tidak akan terjadi lagi,

memberi bunga atau hadiah)

Page 10: PERILAKU KEKERASAN

e. Pola komunikasi mengalami disfungsional. Penyangkalan, penghindaran konflik,

pola keterikatan ganda, kasih sayang kondisional dan rasionalisasi penganiayaan

merupakan hal biasa.

8. Wanita sering memilih tetap berada dalam hubungan yang penuh penganiayaan

Sebagian dari alasan mereka, sebagai berikut (Chez, 1994):

a. Merasa tidak ada alternatif lain

b. Takut akan apa yang terjadi jika mereka pergi

c. Ketidakmampuan membiayai diri mereka sendiri dan anak – anak

d. Takut ditolak keluarga dan teman – teman

e. Terikat (mis., secara emosional, finansial) kepada penyiksanya atau karena

kepercayaan agama atau budaya

9. Tanda – tanda fisik penganiayaan

Korban anak – anak Wanita yang dianiaya Korban lansia

Penganiayaan fisik :

Perkembangan

terhambat

Memar

Bilur

Terkilir, dislokasi,

fraktur

Luka bakar akibat

rokok

Luka bakar akibat

cairan panas / api,

terutama yang

berbentuk seperti

kaos kaki atau sarung

tangan akibat dicelup

ke dalam cairan panas

Cedera internal

Cedera dalam

berbagai tahap

penyembuhan

Shaken baby syndrom

Cedera kepala,

bahu dan leher

Mata memar

Cedera selama

kehamilan

Terkilir,

dislokasi, fraktur

Memar, bilur

Bekas luka

berbentuk

benda yang

digunakan untuk

mencederai

Berulang kali

berkunjung ke

fasilitas

pelayanan

kesehatan,

terutama UGD

Keluhan nyeri

Kurang gisi atau

dehidrasi

Bau feses atau

urine

Kotoran, kutu

hewan atau

kutu rambut

pada orang

tersebut

Dikubitus, luka,

ruam kulit

Memar, lecet,

fraktur

Hematoma,

bekas

cengkraman

pada lengan

Berbagai cedera

dalam berbagai

tahap

Page 11: PERILAKU KEKERASAN

(misal, perdarahan

intrakranial dan

intraokuler tanpa

trauma kepala yang

jelas)

Kotoran, kutu hewan,

kutu rambut pada

anak

tanpa cedera

jaringan

Berbagai cedera

dalam berbagai

tahap

penyembuhan

penyebuhan

Penganiayaan seksual

Enurisis

Labia dan rectum merah dan bengkak

Vagina sobek

Penyakit menular seksual

Infeksi urinaria kronis

Refleks gag hiperaktif

II. ETIOLOGI

Tidak ada faktor tunggal yang bertanggung jawab atas kekerasan domestik, melainkan

melibatkan berbagai faktor

1. Teori genetik

Genetik kariotip XYX juga terlibat dalam perilaku agresif dan menyimpang.

2. Teori psikobiologi

a. Penelitian menunjukkan bahwa stimulasi sistem limbik dapat menimbulkan

respons agresif dan kekerasan pada manusia.

b. Neurotransmiter, terutama noreprinefrin, dopamin dan serotonin berperean

penting dalam memperlancar dan menghambat agresi. Disregulasi zat – zat

tersebut dianggap berkaitan dnegan kekerasan.

c. Gangguan otak, terutama tumor dalam sistem limbik dan jobus temporalis dapat

menyebabkan seseorang melakukan kekerasan (Johnson, 1997)

3. Teori psikososial dan lingkungan

a. Teori keluarga.

Kekerasan terjadi pada keluarga yang mengalami disfungsional dengan berbagai

permasalahan seperti batasan yang tidak jelas, terperangkapnya individu dan

Page 12: PERILAKU KEKERASAN

peran, koping yang buruk terhadap stres dan riwayat penganiayaan

multigenerasi.

b. Teori perilaku – kognitif.

Kekerasan dipelajari dari orang tua yang menggunakan penganiayaan sebagai

metode pendisiplinan. Pelaku penyiksaan mendapat pengetahuan bahwa

kekerasan dan agresi merupakan respon yang dapat diterima dan efektif

terhadap ancaman nyata atau khayalan.

c. Teori sosial budaya.

Perilaku agresif merupakan hasil dari budaya dan struktur sosial seseorang.

4. Beberapa pasien menunjukkan peningkatan terhadap risiko timbulnya perilaku

kekerasan (David A. Tomb,2003) :

a. Sindrom otak organik

Khususnya dengan kebingungan atau berkurangnya pengendalian impuls (misal

demensia, penggunaan obat – obatan pada usia lanjut, hipoglikaemi, infeksi SSP,

anoksia, asidosis metabolik)

b. Penyalahgunaan alkohol dan obat – obatan terutama dengan intoksikasi.

c. Skizoprenia, tipe paranoid dan katatonik.

d. Keadaan psikotik

e. Retardasi mental tertentu

f. Gangguan pemusatan perhatian yang berat dan hyperaktivitas pada usia

dewasa.

III. PENATALAKSANAAN

Pengobatan korban penganiayaan bergantung pada faktor – faktor yang mempengaruhi

klien, seperti jenis penganiayaan yang diderita, adanya cedera fisik, usia dan kondisi fisik

korban, serta keunikan lingkungan keluarga korban itu sendiri.

Petunjuk yang bermanfaat untuk menangani klien yang mengalami penganiayaan atau

trauma :

1. Klien memiliki banyak kekuatan yang mungkin tidak mereka sadarai. Perawat dapat

membantu mereka berubah dari sebagai korban menjadi individu yang bertahan

(survivor)

2. Perawat harus bertanya pada semua wanita tentang penganiayaan. Beberapa

wanita akan tidak senang dan marah, tetapi yang lebih penting adalah tidak

melewatkan kesempatan untuk membantu wanita yang menjawab, “ Ya, dapatkah

anda menolong saya?”

Page 13: PERILAKU KEKERASAN

3. Perawat harus meminta klien fokus pada keadaan saat ini, bukan terus memikirkan

hal – hal menakutkan yang terjadi di masa lalu.

4. Biasanya perawat paling baik menangani individu yang bertahan dari penganiayaan

atau penganiaya itu sendiri. Kebanyakan perawat merasa terlalu sulit secara

emosional untuk menangani kedua kelompok tersebut.

IV. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Faktor Predisposisi

a. Biologis

Dalam otak system limbik berfungsi sebagai regulator/pengtur perilaku. Adanya lesi

pada hipotalamus dan amigdala dapat mengurang atau meningkatkan perilaku

agresif. Perangsangan pada system neurofisilogis dapat menimbulkan respon-respon

emosional dan ledakan agresif. Penurunan norepinefrin dapat menstimulasi perilku

agresif misalnya pada peningkatan kadar hormon testoteron atau progesteron.

Pengaturan perilaku agresif adalah dengan mengatur jumlah metabolisme biogenik

amino-norepinetrin.

b. Pisikologis

Menurut Lorenz, agresif adalah pembawaan individu sejak lahir sebagai respon

terhadap stimulus yang diterima. Respon tersebut berupa pertengkaran atau

permusuhan. Gangguan ekspresi marah disebabkan karena ketidakmampuan

menyelesaikan agresif yang menyebabkan individu berperilaku destruktif.

Sedangkan Freud menyatakan bahwa sejak dilahirkan individu akan mengalami

ancaman yang perlu diekpresikan. Perilku destruktif terjadi apabila ancaman

tersebut menguasai individu. Menurut Freud, agresi berasal dari rasa frustasi akibat

ketidakmampuan individu mencapai tujuan. Bila individu tidak mampu

mengekpresikan perasaannya individu akan marah pada dirinya. Frustasi dirasakan

sebagai ancaman yang menimbulkan kecemasan sehingga individu merasa harga

dirinya terganggu. Konflik juga merupakan ancaman bagi individu yang dapat

mencetuskan perilaku agresif. Persepsi yang salah terhadap konflik yang terjadi

dapat membuat individu menjadi agresif. Teori eksistensi yang dikemukakan oleh

Fromm menyatakan bahwa tingkah laku individu didasarkan pada kebutuhan hidup.

Bila tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara konstruktif individu

akan berperilaku agresif. Perilaku destruktif juga dapat disebabkan oleh kegagalan

Page 14: PERILAKU KEKERASAN

mendapatkan eksistensi akibat kondisi sosial yang tidak sejalan dengan niat alasan

individu.

c. Sosialkultural

Norma-norma kulturul dapat digunakan untuk membantu memahami ekspresi

agresif individu. Teori lingkungan sosial mengemukakan bahwa norma yang

memperkuat perilakunya disebabkan oleh ekspresi marah yang pernah dialami

sebelumnya. Menurut Madden, orang-orang yang pernah memiliki riwayat ditipu

cendrung mudah marah; yang disebut “Acting Out” terhadap marah. Bila

privacy/pribadi terganggu oleh kondisi sosial maka responnya berupa agresif/amuk.

Teori belajar sosial menurut Robert; yang disempurnakan oleh Miller dan Dollar,

mengemukakan bahwa tingkah laku agresif dipelajari sebagai bagian dari proses

sosial. Agresif dipelajari dengan cara imitasi terhadap pengalaman langsung. Pola

subkultural cendrung menyebabkan imitasi tingkah laku agresi yang mengarah pada

amuk. Ahli teori sosial berpendapat bahwa komponen biologi tingkah laku agresif

berhubungan dengan aspek-aspek psikososial.

2. Stressor Presipitasi

a. Ancaman terhadap fisik: pemukulan, penyakit fisik.

b. Ancaman terhadap konsep diri: frustasi, harga diri rendah.

c. Ancaman eksternal: serangan fisik,kehilangan orang/benda berarti.

d. Ancaman internal: kegagalan, kehilangan perhatian.

3. Mekanisme Koping

Denial, mekanisme pertahanaan ini cendrung meningkatkan marah seseorang

karena sering digunakan untuk mempertahankan harga diri akibat

ketidakmampuannya.

Sublimasi, adalah dengan mengalihkaan rasa marah pada aktifitas lainnya.

Proyeksi, juga cendrung meningkatkan ekspresi marah karena individu berusaha

mengekpresikan marahnya terhadap orang/benda tanpa dihalangi.

Formasi, adalah perilaku pasif-agresif karena perasaannya tidak dikeluarkan

akibat ketidakmampuannya mengekspresikan kemarahannya atau memodifikasi

perilakunya. Pada saat-saat tertentu individu dapat menjadi agresif secara tiba-

tiba.

Page 15: PERILAKU KEKERASAN

Represi, merupakan mekanisme pertahanan yang dapat menimbulkan

permusuhan yang tidak disadari sehingga individu bersifat eksploaitatif,

manipulatif, dan ekspresi lainnya yang mudah berubah.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko perilaku kekerasan : terhadap diri sendiri atau terhadap orang lain

2. Ketidak efektifan koping individu

C. Tujuan tindakan keperawatan

Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilakunya dan adpat mengungkapkan

kemarahannya secara kontruktif

Tujuan khusus :

1. Klien dapat mengidentifikasi penyebab dan tanda-tanda perilaku kekerasan

2. Klien mampu memilih cara yang konstruktif dalam berespon

3. Klien mampu mendemonstrasikan perilaku yang terkontrol

4. Klien memperoleh dukungan keluarga daam mengontrol perilaku dan menggunakan

obat yang benar

D. Intervensi dan implementasi

Diagnosis : Resiko perilaku kekerasan : terhadap diri sendiri atau terhadap

orang lain.

Faktor resiko :

1. Acting out perilaku kekerasan fisik yang aktual atau potensial

2. Perusakan barang-barang

3. Gagasan membunuh atau bunuh diri

4. Bahaya fisik terhadap diri sendiri atau orang lain

5. Riwayat perilaku menyerang atau ditangkap

6. Gangguan pikiran

7. Agitasi atau gelisah

8. Tidak memiliki kontrol impuls

9. Waham halusinasi atau gejala psikotik lain

10. Penggunaan zat.

Kriteria hasil : klien akan :

1. Tidak membahayakan orang lain atau merusak barang

Page 16: PERILAKU KEKERASAN

2. Mengurangi perilaku acting out

3. Mengalami penurunan agitasi atau gelisah

4. Mengalami penurunan rasa takut, cemas atau bermusuhan yang berkurang

5. Memperlihatkan kemampuan untuk melatih pengendalian internal terhadap perilakunya

6. Mengidentifikasi cara untuk mengatasi ketegangan dan perasaan yang agresif dengan

cara yang dekstruktif

7. Mengungkapkan perasaan cemas, takut dan marah atau bermusuhan secara verbal atau

dengan cara yang tidak dekstruktif.

Intervensi :

1. Bina hubungan saling percaya segera mungkin, idealnya sebelum perilaku agresif terlihat

R : dengan mengenal dan percaya pada anggota dan staff dapat mengurangi rasa takut

klien dan memfasilitasi komunikasi

2. Sadari faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya perilaku kekerasan atau

menandakan peningkatan agitasi. Gunakan komunikasi verbal atau obat PRN untuk

mengintervensi sebelum perilaku klien menjadi dekstruktif atau menjadi perilaku

kekerasan sehingga restrei fisik diperlukan

R : periode munculnya ketegangan seringkali mendahului perilaku kekerasan atau acting

out tetapi klien yang mabuk atau psikotik dapat melakukan perilaku kekerasan tanpa

peringatan

3. Kurangi stimulasi lingkungan seperti mematikan radio atau televisi atau mengurangi

voumenya

R : apabila klien merasa terancam ia dapat mengganggap stimulus sebagai suatu

ancaman. Klien tidak dapat menghadapi stimulus yang berlebih ketika mengalami agitasi

4. Yakinkan klien dengan tenang dan menghormati bahwa akan mengendalikan klien jika

ia tidapat mengendalikan dirinya, tetapi tidak mengancam klien

R : klien mungkin takut kehilangan kendali dan perlu diyakinkan bahwa jika hal itu terjadi

perawat akan mengendalikan klien.

5. Jangan menggunakan restrain fisik atau teknik fisik tanpa alasan yang cukup

R : klien memiliki hak untuk sesedikit mungkin restriksi dalam batas keamanan dan

pencegahan perilaku destruktif

6. Tetap menjaga jarak terhadap tubuh klien atau teritorial klien.

R : individu yang berpotensi melakukakn kekerasan memiliki zona jarak tubuh yang jauh

lebih besar daripada zona orang lain.

7. Bicara dengan klien dengan suara yang tenang dan pelan

Page 17: PERILAKU KEKERASAN

R : menggunakan suara pelan dapat membantu menenangkan klien atau mencegah

peningkatan agitasi

8. Jangan memukul klien

R : keamanan fisik klien merupakan prioritas

9. Tetap sadari perasaan klien, martabat serta hak-haknya

R : klien adalah individu yang berharga tanpa memperhatikan perilakunya yang tidak

dapat diterima

10. Observasi klien dengan cermat, lengkapi catatan dan laporan dengan cepat sesuai

kebijakan rumah sakit atau unit

R : pencatatan informasi yang akurat adalah sangat penting.

Diagnosa : ketidak efektifan koping individu

Faktor resiko :

1. Tidak mampu melakukan koping

2. Tidak mampu menyelesaikan masalah

3. Kesulitan dalam hubungan interpersonal

4. Tidak memiliki rasa percaya

5. Perilaku deksrtuktif, merasa bersalah

6. Takut, cemas, menarik diri atau perilaku menarik diri

7. Perilaku manipulatif, isolasi sosial

Kriteria hasil : klien akan :

1. Mengkspresikan perasaan tidk berdaya, takut, marah, perasaan bersalah, cemas dan

sebagainya

2. Memperlihatkan berkurangnya perilaku menarik diri, depresi atau cemas

3. Memperlihatkan penurunan gejala terkait stress

4. Mengidentifikasi sistem pendukung di luar rumah sakit.

Intervensi :

1. Luangkan waktu dengan klien dan dorong klien mengekspresikan perasaannya.

R : situasi yang abusive menimbulkan berbagai perasaan yang perlu klien ekspresikan.

2. Beri pilihan kepada klien sebanyak mungkin, susun beberapa aktiviatas sesuai tingkat

pencapaian klien saat ini untuk memberi pengalaman yang berhasil

R : memberikan pilihan kepada klien menunjukkan bahwa klien memiliki hak untuk

membuat pilihan dan mampu melakukannya

Page 18: PERILAKU KEKERASAN

3. Gunakan teknik bermain peran dan terapi kelompok untuk menggali dan menguatkan

perilaku yang efektif

R : klien dapat mencoba perilaku baru atau perilaku yang tidak biasanya dalam

lingkungan yang tidak mengancam ddan suportif.

4. Ajarkan ketrampilan koping dan ketrampilan menyelesaikan masalah kepada klien.

R : klien perlu mempelajari ketrampilan yang efektif dan membuat keputusannya

sendiri.

5. Dorong klien untuk berinteraksi dengan klien lain, dan anggota staff serta membina

hubungan dengan orang lain di luar rumah sakit

R : klien dalam hubunga abusive sering kali dikucilkan oleh masyarakat dan tidak

memiliki ketrampilan sosial atau rasa percaya diri

6. Bantu klien mengidentifikasi dan menghubungi sistem pendukung. Berikan informasi

tertulis kepada klien terutama jika ia memilih untuk kembali ke situasi abusive

R : klien dalam hubungan abusive seringkali dikucilkan dan tidak menyadari dukungan

atau sumber-sumber yang tersedia.

Prinsip yang perlu di perhatikan pada pengelolaan klien perilaku kekerasan adalah sebagai

berikut :

1. Seluruh staf sebaiknya diberi latihan khusus mengenai pencegahan dan pengelolaan

klien perilaku kekerasan termasuk bermain peran untuk memberikan intervensi

keperawatan

2. Pada pasien dengan kehilangan kendali secara akut, tangani segera dengan

pengekangan fisik. Untuk memberikan tindakan pengamanan staf sebaiknya dilakukan

secara kompak, tidak dibenarkan menghadapi klien perilaku kekerasan seorang diri

3. Berikan informasi atas tindakan yang akan di lakukan dan pemberian obat

4. Staf sebaiknya harus dapat melindungi bagian tubuh yang vital dari upaya perlukaan

5. Setelah situasi dapat ditangani, segera mungkin staf mendiskusikan insiden yang terjadi.

6. Setelah klien tenang dan dapat mengontrol perilakunya, berikan kesempatan untuk

mengekspresikan perasaanya

7. Berikan penguatan positif apabila klien dapat mengekspresikan perasaannya.

E. Evaluasi

Pada Klien:

Page 19: PERILAKU KEKERASAN

1. Klien mampu menggunakan cara yang sehat jika kesal/jengkel (fisik, verbal, sosial,

spiritual)

2. Klien tidak melakukan perilaku kekerasan .

3. Klien menggunakan obat dengan benar.

4. Klien mampu melakukan kegiatan sehari-hari

Pada keluarga:

1. Keluarga mampu merawat klien.

2. Keluarga mengetahui kegiataan yang perlu klien lakukan dirumah (boleh diluar

jadwal).

3. Keluarga mengetahui cara pemberian obat dengan benar dan waktu follow-up.

Page 20: PERILAKU KEKERASAN

Asuhan Keperawatan pada pasien dnegan perilaku kekerasan (RSJ Cimahi, Provinsi Jawa

Barat)

DK Perencanaan

Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi

Perilaku

kekerasa

n

Pasien mampu :

- Mengidentifikasi

penyebab dan

tanda perilaku

kekerasan

- Menyebutkan

jenis perilkau

kekerasan yang

pernah dilakukan

- Menyebutkan

akibat dari

perilaku

kekerasan yang

dilakukan

- Menyebutkan

cara mengontrol

perilaku

kekerasan

- Mengontrol

perilaku

kekerasannya

secara fisik :

1. Fisik

2. Sosial/verbal

3. Spiritual

4. Therapi

psikofarmaka

(patah obat)

Setelah...pertemuan

pasien mampu :

- Menyebutkan

penyebab, tanda,

gejala dan akibat

perilaku

kekerasan

- Memperagakan

cara fisik 1 untuk

mengontrol

perilaku

kekerasan

SP.1 (tgl......)

- Identifikasi

penyebab, tanda

dan gejala serta

akibat perilaku

kekerasan

- Latihan cara fisik

1

- Tarik napas

dalam

- Masukkan dalam

jadwal harian

pasien

Page 21: PERILAKU KEKERASAN

Setelah pertemuan

pasien mampu :

- Menyebutkan

kegiatan yang

sudah dilakukan

- Memperagakan

cara fisik untuk

mengontrol

perilaku

kekerasan

SP.2 (tgl.....)

- Evaluasi kegiatan

yang lalu (SP.1)

- Latih cara fisik 2 :

- Pukul

kasur/bantal

- Masukkan dalam

jadual harian

pasien

Setelah... pertemuan

pasien mampu :

- Menyebutkan

kegiatan yang

sudah dilakukan

- Mempergunakan

cara sosial /

verbal untuk

mengontrol

perilaku

kekerasan

SP.3 ( tgl.....)

- Evaluasi kegiatan

yang lalu (SP1

dan SP 2)

- Latih secara

sosial/verbal

- Menolak dengan

baik

- Meminta dengan

baik

- Mengungkapkan

dengan baik

- Masukkan dalam

jadual harian

pasien

Setelah...pertemuan

pasien mampu :

- Menyebutkan

kegiatan yang

sudah dilakukan

- Memperagakan

cara spiritual

SP.4 (tgl....)

- Evaluasi kegiatan

yang lalu (SP1, 2

dan SP 3)

- Latih secara

spiritual :

- Berdoa

- Sholat

Page 22: PERILAKU KEKERASAN

- Masukkan dalam

jadual harian

pasien

Setelah....pertemuan

pasien mampu :

- Menyebutkan

kegiatan yang

sudah dilakukan

- Memperagakan

cara patuh obat

SP. 5 (tgl....)

- Evaluasi kegiatan

yang lalu

(SP.1,2,3 dan

SP4)

- Latih patuh obat

- Meminum obat

secara teratur

dengan prinsip

5B

- Susun jadual

minum obat

secara teratur

- Masukkan jadual

harian pasien

Keluarga mampu

merawat pasien dirumah

Setelah .....petemuan

keluarga mampu :

- Menjelasakan

penyebab,

tanda / gejala,

akibat serta

mampu

memperagakan

cara merawat

SP.1 (tgl....)

- Identifikasi

masalah yang

dirasakan

keluarga dalam

merawat pasien

- Jelaskan tentang

P-K dari :

- - penyebab

- Akibat

- Cara merawat

- Latih 2 cara

merawat

- RTL keluarga /

jadual untuk

Page 23: PERILAKU KEKERASAN

merawat pasien

Setelah ...pertemuan

keluarga mampu :

- Menyebutkan

kegiatan yang

sudah dilakukan

dan mampu

merawat serta

dapat membuat

RTL

SP.2 (tgl....)

- Evaluasi SP.1

- Latih (simulasi) 2

cara lain untuk

merawat pasien

- Latih langsung ke

pasien

- RTL kelg/jadual

keluarga untuk

merawat pasien

Setelah...pertemuan,

keluarga mampu :

- Menyebutkan

kegiatan yang

sudah dilakukan

dan mampu

merawat serta

dapat membuat

RTL

SP.3 (tgl....)

- Evaluasi SP1 dan

2

- Latih langsung ke

pasien

- RTL keluarga /

jadual keluarga

untuk merawat

pasien

Setelah... pertemuan,

keluarga mampu :

- Melaksanakan

follow up dan

rujukan serta

mampu

menyebutkan

kegiatan yang

sudah dilakukan

SP.4 (tgl.....)

- Evaluasi SP.1, 2

dan 3

- Latih langsung ke

pasien :

- - RTL keluarga :

- Follow Up

- Rujukan

Page 24: PERILAKU KEKERASAN

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kemarahan adalah suatu perasaaan atau emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap

kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman. Perasaan marah yang

konstruktif dapat membuat perasaan lega.

Kemarahan adalah emosi yang normal pada manusia yakni respon emosional yang

kuat dan tidak menyenangkan terhadap suatu provokasi baik nyata maupun yang

dipersepsikan individu (Thomas, 1998). Kemarahan memberikan energi kepada

tubuh secara fisik untuk melakukan pertahanan diri, ketika dibutuhkan melalui

pengaktifan mekanisme respons “fight or flight” pada sistem saraf simpatis.

Walaupun kemarahan merupakan emosi yang normal pada manusia, kemarahan

seringkali dipersepsikan sebagai perasaan negatif. Banyak orang merasa tidak

nyaman mengungkapkan perasaan marahnya secara langsung. Kemarahan menjadi

konsep negatif ketika individu menyangkal atau menekan perasaan marah atau

ketika ia mengungkapkan secara tidak tepat. Menyangkal atau menekan perasaan

marah dapat terjadi jika individu merasa tidak nyaman mengungkapkan perasaan

marahnya. Hal ini dapat menimbulkan masalah fisik seperti migrein, sakit kepala,

Page 25: PERILAKU KEKERASAN

ulkus atau penyakit arteri koroner atau masalah emosional seperti depresi dan harga

diri rendah. Menurut Lorenz, agresif adalah pembawaan individu sejak lahir sebagai

respon terhadap stimulus yang diterima. Respon tersebut berupa pertengkaran atau

permusuhan. Gangguan ekspresi marah disebabkan karena ketidakmampuan

menyelesaikan agresif yang menyebabkan individu berperilaku destruktif. Bila

individu tidak mampu mengekpresikan perasaannya individu akan marah pada

dirinya. Frustasi dirasakan sebagai ancaman yang menimbulkan kecemasan sehingga

individu merasa harga dirinya terganggu. Konflik juga merupakan ancaman bagi

individu yang dapat mencetuskan perilaku agresif. Persepsi yang salah terhadap

konflik yang terjadi dapat membuat individu menjadi agresif.

Prinsip yang perlu di perhatikan pada pengelolaan klien perilaku kekerasan adalah

sebagai berikut :

8. Seluruh staf sebaiknya diberi latihan khusus mengenai pencegahan dan pengelolaan

klien perilaku kekerasan termasuk bermain peran untuk memberikan intervensi

keperawatan

9. Pada pasien dengan kehilangan kendali secara akut, tangani segera dengan

pengekangan fisik. Untuk memberikan tindakan pengamanan staf sebaiknya dilakukan

secara kompak, tidak dibenarkan menghadapi klien perilaku kekerasan seorang diri

10. Berikan informasi atas tindakan yang akan di lakukan dan pemberian obat

11. Staf sebaiknya harus dapat melindungi bagian tubuh yang vital dari upaya perlukaan

12. Setelah situasi dapat ditangani, segera mungkin staf mendiskusikan insiden yang terjadi.

13. Setelah klien tenang dan dapat mengontrol perilakunya, berikan kesempatan untuk

mengekspresikan perasaanya

14. Berikan penguatan positif apabila klien dapat mengekspresikan perasaannya.

Page 26: PERILAKU KEKERASAN

Referensi

Issacs, Ann, 2005, Keperawatan Kesehatan Jiwa & psikiatrik, edisi 3, Jakarta : EGC

Riyadi S, Teguh Purwanto, 2009, Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta : Graha Ilmu

L. Videbeck, Sheila, 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC