tbr anna

34
1 TEXT BOOK READING MYELITIS Dosen Pembimbing : dr. Muttaqien Pramudigdo, Sp.S Disusun oleh : Anna Rumaisyah Abidin G4A014015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: anna-rumaisyah

Post on 15-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

dfvrvfv

TRANSCRIPT

Page 1: TBR Anna

1

TEXT BOOK READING

MYELITIS

Dosen Pembimbing :

dr. Muttaqien Pramudigdo, Sp.S

Disusun oleh :

Anna Rumaisyah Abidin G4A014015

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

SMF. ILMU PENYAKIT SARAF

RSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

PURWOKERTO

2015

Page 2: TBR Anna

2

LEMBAR PERSETUJUAN

TEXT BOOK READING

MYELITIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

ujian kepaniteraan klinik SMF. Ilmu Penyakit Saraf

RSUD. Prof. dr. Margono Soekardjo

Purwokerto

Disusun oleh

Anna Rumaisyah Abidin G4A014015

Disetujui dan disahkan

Tanggal :..........................

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Muttaqien Pramudigdo, Sp.S

Page 3: TBR Anna

3

BAB I

PENDAHULUAN

Myelitis adalah suatu kelainan neurologi pada medulla spinalis yang disebabkan

karena proses inflamasi (NINDS, 2012). Serangan inflamasi pada medulla spinalis dapat

merusak atau menghancurkan myelin yang merupakan selubung serabut sel saraf. Kerusakan

ini menyebabkan jaringan parut pada sistem saraf yang mengganggu hubungan antara saraf

pada medulla spinalis dan tubuh (Timothy, 2013).

Insidensi myelitis dari seluruh usia anak hingga dewasa dilaporkan sebanyak 1 – 8

juta orang di Amerika Serikat, sekitar 1400 kasus baru per tahun yang didiagnosis di

Amerika Serikat. Sebanyak 34000 orang dewasa dan anak – anak menderita gejala sisa

myelitis berupa cacat sekunder. Sekitar 20% dari myelitis transversal akut terjadi pada anak –

anak. Sedangkan insiden myelitis transversa idiopatik sekitar 1,3 – 4,6 juta per tahun

( Varina et al., 2012).

Selama terjadi inflamasi pada saraf tulang belakang, akson yang bermyelin

mengalami kerusakan yang dapat menyebabkan gejala motorik seperti kelumpuhan, disfungsi

sensoi seperti rasa nyeri dan rasa kebas, dan disfungsi otonom seperti retensi urin. Sedangkan

prognosis dai myelitis adalah buruk. Prognosis setelah serangan myelitis sangat bervariasi

antara dewasa dan anak (Elliot et al., 2010).

Myelitis dapat disebabkan berbagai etiologi seperti infeksi bakteri dan virus, penyakit

autoimun sistemik, beberapa sklerosis, SLE, pasca trauma, neoplasma, iskemik, atau

perdarahan saraf tulang belakang. Pada kasus dimana penyebab dari myelitis tidak dapat

diidentifikasi maka disebut sebagai idiopatik ( Muzaffer et al., 2013). Adapun beberapa jenis

myelitis : 1. Poliomyelitis, yang disebabkan oleh infeksi virus ke substansia grisea dengan

gejala kelemahan atau kelumpuhan otot, 2. Leukomyelitis, lesi di bagian substansia alba

medulla spinalis, 3. Transverse myelitis, prosoes inflamasi pada saraf tulang belakang

disebabkan oleh demyelinasi aksonal meliputi kedua sisi tulang belakang, 4. Meningococcall

myelitis, inflamasi pada daerah meningens dan medulla spinalis ( Douglas, 2013).

Page 4: TBR Anna

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Myelitis

1. Definisi

Myelitis adalah suatu keadaan neurologi dimana timbulnya proses infalmasi

pada medulla spinalis yaitu pada myelin yang menyebabkan terjadinya

gangguan terhadap jalur ascenden dan descenden sehingga menimbulkan

defisit fungsional secara parsial maupun komplit. Jika proses inflamasi terjadi

terletak membujur pada medulla spinalis dinamakan myelitis transversa ( Kerr,

2006).

2. Klasifikasi Myelitis

a. Menurut Sema et al (2007), perjalanan klinis antara onset hingga munculnya

gejal aklinis myelitis dibedakan atas :

i. Akut : gejala berkembang dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam

waktu beberapa hari saja.

ii. Sub Akut : perjalanan klinisnya penyakit berkembang dalam waktu lebih

dari 2 minggu

iii. Kronik : perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu lebih dari 2

minggu.

b. Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS)

2012 :

Myelitis yang disebabkan oleh virus :

- Poliomyelitis, Grup A dan B Coxsackie virus, Echovirus

- Herpes Zooster

- Rabies

Myelitis yang merupakan akibat sekunder dari penyakit pada meningens dan

medula spinalis :

- Myelitis sifilitika

- Meningoradikulitis kronik

- Meningomyelitis kronik

Page 5: TBR Anna

5

- Myelitis piogenik atau supurativa

- Meningomyelitis subakut

- Myelitis tuberkulosa

- Meningomyelitis tuberkulosa

Myelitis (mielopati) yang penyebabnya tidak diketahui :

- Pasca infeksi dan pasca vaksinasi

- Kekambuhan sklerosis multipleks akut dan kronik

- Degeneratif atau mekrotik

Menurut Lokasi dan Distribusi Myelitis

- Myelitis Transversa apabila mengenai seluruh potongan melintang medulla

spinalis

- Poliomyelitis apabila mengenai substansia grisea

- Leukomyelitis apabila mengenai substansia alba

B. Anatomi dan Fisiologi Medulla Spinalis

Medulla spinalis merupaka perpanjangan medula oblongata ke arah kaudal di

dalam kanalis vertebralis mulai setinggi cornu vertebralis cervicalis I memanjang

hingga setinggi cornu vertebralis lumbalis I-II. Terdiri dari 31 segmen yang setiap

segmennya terdiri dari satu pasang saraf spinal. Saraf spinal dinamakan sesuai dengan

regio columna vertebralis tempat saraf ini berhubungan : 8 nervus cervicalis, 12

nervus thoracici, 5 nervus lumbales, 5 nervus sacral, dan 1 buha coccygeus. Seperti

halnya otak, medulla spinalis pun terbungkus oleh selaput meningens yang berfungsi

melindungi saraf spinal dari benturan atau cedera (Snell, 2006).

Page 6: TBR Anna

6

Gambar 2.1 Medulla Spinalis

Gambaran penampang medulla spinlais memperlihatkan bagian-bagian substansia

grissea dan substansia alba. Substansia grissea ini mengelilingi canalis centralis

sehingga membentuk columna dorsalis, columna lateralis dan columna ventralis.

Substansia alba berisi berkas saraf yang membawa impuls sensorik dari susunan saraf

tepi menuju susunan saraf pusat dan impuls motorik dari SSP menuju SST. Substansia

grissea berfungsi sebagai kordinasi refleks yang berpusat di medulla spinalis..

Masing – masing saraf spinal dihubungkan dengan medulla spinalis oleh dua radix

yaitu radix anterior dan radix posterior. Radix anterior terdiri atas berkas serabut saraf

yang membawa impuls saraf menjauhi susunan saraf pusat. Serabut saraf seperti ini

dinamakan serabut efferen. Serabut efferen yang menuju otot skelet dan menyebabkan

otot ini berkontraksi dinamakan serabut motorik. Sel asanya terletak pada cornu

anterior medulla spinalis.

Radix posterior terdiri atas berkas serabut saraf yang membawa impuls ke susunan

saraf pusat dan dinamakan serabut afferen. Karena serabut ini berkaitan dengan

penghantaran informasi mengenai sensasi raba, nyeri, suhu, dan vibrasi, serabut ini

serabut sensorik.

Pada setiap foramen intervertebrale, radix anterior dan posterior bersaru menjadi

saraf spinalis. Serabut motorik dan serabut sensorik bergabung menjadi satu sehingga

saraf spinali dibentuk dari gabungan serabut motorik dan serabut saraf sensorik.

Page 7: TBR Anna

7

Waktu keluar dari foramen intervertebrale, saraf spinal terbagi menjadi ramus anterior

yang besar dan ramus posterior yang lebih kecil. Ramus posterior berjalan kebekalang

disekitar columna vertebralis dan menyarafi otot- otot dan kulit punggung. Ramus

anterior berjalan terus ke depan untuk menyarafi otot-otot dan kulit di anterolateral

dinding tubuh dan semua otot dan kulit ekstremitas.

Selain rami anterior dan rami posteriores, saraf spinal juga memberikan cabang

ramus mengingeus yang kecil yang menyarafi vertebrae dan pembungkus medulla

spinalis (meningens). Saraf spinal thorakalis juga mempunyai cabang rami

komunikantes yang berhubungan dengan bagian simpatis susunan saraf otonom.

Fungsi dari medulla spinalis yaitu sebagai pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu di

cornu anterior dan cirnu posterior, mengurus kegiatan ferleks spinalis dan refleks

tungkai, menghantarkan rangsangan kordinasi oto dan sendi menuju cerebellum, dan

mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh.

C. Acute Transverse Myelitis (ATM)

1. Definisi

Menurut NINDS 2012, Acute Transverse Myelitis (ATM) atau biasa disebut

myelitis transversa adalah kelainan neurologis yang disebabkan karena

inflamasi dari sepanjang medulla spinalis baik melibatkan satu tingkat atau

segmen dari medulla spinalis. Istilah myelitis menunjukkan peradangan pada

medulla spinalis, transversa menunjukkan posisi peradangan sepanjang medulla

spinalis.

2. Etiologi

Para peneliti juga tidak mengetahui secara pasti penyebab dari myelitis

transversa. Peradangan yang muncul dapat disebabkan dari kelainan dari

serabut saraf pada medulla spinalis terhadap infeksi virus atau reaksi abnormal

dari imun. Myelitis transversa dapat terjadi dari komplikasi penyakit sifilis,

campak, dan beberapa vaksinasi termasuk cacar air, pertusis dan rabies. Dimana

penyebabnya tidak diketahui atau biasa disebut idiopatik.

Page 8: TBR Anna

8

Agem infeksi dari virus yang menyebabkan myelitis tansversa yaitu varicella

zooster, herpeks simpleks, Cytomegalovirus, Epstein-Barr, influenza, dan HIV,

hepatitis A, dan rubella.

3. Tanda dan gejala klinis myelitis transversa

Medulla spinalis adalah struktur yang relatif sempit dimana traktus motorik,

sensorik dan otonom berada saling berdekatan. Oleh karena itu, lesi di medulla

spinalis dapat memiliki efek dalam semua modalitas ini (Varina et al., 2012)

Myelitis transversa terjadi secara akut (terjadi dalam beberapa jam sampai

beberapa hari) atau subakut (terjadi dalam satu atau dua minggu). Gejala umum

yang muncul melibatkan gejala motorik, sensorik, dan otonom. Dari beberapa

gejala, muncul empat gejala klasik myelitis transversa yaitu kelemahan otot

atau paralisis kedua lengan atau kaki nyeri, kehilangan rasa pada kaki dan jari -

jari kaki, disfungsi kandung kemih dan buang air besar (NINDS, 2012).

Gejala sensorik pada myelitis transversa ( Varina et al., 2012 : Eliot and Dean,

2010) :

- Nyeri adalah gejala utama pada kira –kira sepertiga hingga setengah dari

semua penderita myelitis transversa. Nyeri terlokalisir di pinggang atau

perasaan yang menetap seperti tertusuk atau tertembak yang menyebar ke

kaki, lengan atau badan.

- Gejala lainnya berupa parastesia yang mendadak ( perasaaan yang

abnormal seperti terbakar, gatal, tertusuk, atau perasaan geli) di kaki,

hilangnya sensorik.

Gejala motorik pada myelitis transversa yaitu beberapa penderita mengalami

tingkatan kelemahan yang bervariasi pada kaki dan lengan. Pada awalnya

penderita dengan myelitis transversa terlihat bahwa mereka terasa berat atau

menyeret salah satu kakinya atau lengan mereka karena terasa lebih berat dari

normal. Kekuatan otot dapat mengalami penurunan. Beberapa minggu

penyakit tersebut secara progresif berkembang menjadi kelemahan kaki secara

menyeluruh. Terjadi paraparesis (kelemahan pada sebagian kaki). Paraparesis

sering menjadi paraplegi (kelemahan pada kedua kaki dan punggung bagian

bawah) (Elliot and Dean, 2010 : NINDS, 2012).

Page 9: TBR Anna

9

Gejala otonom yang terjadi berupa gangguan fungsi kandung kemih seperti

retensi urin dan buang air besar hingga gangguan pasase usus dan disfungsi

seksual sering terjadi. Tergantung medulla spinalis yang terlibat, beberapa

penderita mengalami masalah dengan sistem respiratori (Elliot and Dean, 2010

: NINDS, 2012)

Pada beberapa kasus, gejala progres dari gejala terlihat dalam beberapa jam

dan dapat muncul sampai beberapa hari. Fungsi neurologis cenderung menurun

selama 4-21 hari fase akut, sementara delapan puluh persen kasus mencapai

defisit maksimal mereka dalam 10 hari dari onset gejala. Pada titik terburuk,

50% dari individu telah kehilangan semua gerakan dari kaki mereka, 80-94%

pengalaman mati rasa, parestesia atau banding atau girdling, dan hampir semua

memiliki beberapa tingkat disfungsi kandung kemih.

4. Diagnosis

Riwayat kelemahan motorik, gangguan sensoris dari medulla spinalis, dan

gangguan fungsi kandung kemih adalah poin diagnosis dalam myelopati. Tanda

dan gejala dari myelitis transversa berkembang mulai dari beberapa jam sampai

beberapa hari dan biasanya menyerang bilateral. Kelainan fungsi sensoris

berupa rasa nyeri terutama daerah pinggang, lalu perasaan kebas atau seperti

terbakar yang terjadi secara mendadak pada tangan maupun kaki. Lalu kelainan

fungsi otonom seperti retensi urin, maupun konstipasi. Kelainan neurologis

berupa defisit motorik, sensorik dan otonom adalah suatu titik terang untuk

diagnosis myelopati. Gejala dan tanda myelitis dapat menyerang unilateral atau

dapat terjadi asimetris. Onset terjadinya myelitis transversa adalah cepat,

paraparesis yang berat atau quadriparesis dengan arefleksia dapat mengarahkan

gejala ini pada kasus lain seperti Sindrom Guallian Barre, sebaliknya

hiperrefleksi dan tanda Babinski dapat muncul, yang menunjukkan

penyebabnya kelemahan otot tersebut dari daerah sentral dibandingkan bagian

perifer (Elliot and Dean, 2010). Nyeri neuropati dapat terjadi pada midline atau

pada daerah sesuai dermatom (radikular atau sensasi seperti terbakar atau

gatal). Demyelinasi dapat ditunjukkan dengan tanda Lhermitte (parastesi yang

Page 10: TBR Anna

10

menjalar ke bawah tulang belakang atau lengan dengan fleksi leher) dan spasme

tonus paroksismal (kontraksi distonik involunter dari otot lengan).

Inkontinensia atau retensi urin, inkontinesia alvi atau konstipasi, dan disfungsi

seksual dapat terjadi pada beberapa pasien yang parah (Jacob dan Wheinsnker,

2008).

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Myelitis Transversa (Elliot dan Dean, 2010).

Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis myelitis transvesa berupa MRI dan

pungsi lumbal. MRI direkomedasikan untuk menyingkirkan adanya lesi

struktural. Seluruh saraf tulang belakang harus dicitrakan sehingga hasil negatif

dapat dihindari (Timothy, 2013).

Langkah pertama dalam evaluasi diagnostik myelitis transversa untuk

menyingkirkan lesi akibat penekanan. Jika dicurigai mielopati, MRI medulla

spinalis harus diperoleh segera mungkin dengan pemakaian kontras godalinium.

Jika tidak ada lesi struktural seperti massa tulang belakang atau

spondylolisthesis, maka langkah kedua adalah untuk mengidentifikasi ada atau

tidaknya peradangan saraf tulang belakang dengan pungsi lumbal. Pungsi

lumbal dengan pengambilan sampe cairan cerebrospinal (CFS) untuk

menentukan adanya peradangan. Analisis isi seluler CFS akan menentukan

jumlah sel darah putih yang dapat terakumulalsi dalam cairan, yang nantinya

dapat berfungsi sebagai indikator dari besarnya peradangan (Timothy, 2013)

Page 11: TBR Anna

11

Gambar 2.2 Algoritma Daignosis Myelitis Transversa (Elliot adn Dean, 2010)

Page 12: TBR Anna

12

Gambar 2.3 Gambaran MRI Sindrom Myelitis (Elliot and Dean, 2010)

5. Patofisiologi

Saat ini para peneliti tidak dapat menentukan pasti penyebab myelitis

transversa. Satu teori utama yang menyebabkan myelitis transversa adalah imun

memediasi inflamasi sebagai hasil akibat terpapar dengan antigen viral (Varina

et al., 2012).

Pada kasus myelitis trasnversa post infeksi, mekanisme sistem imun baik pada

viral atau infeksi bakteri tampaknya berperan penting dalam menyebabkan

kerusakan saraf spinal. Walaupun peneliti belum mengetahui secara tepat

mekanisme kerusakan saraf spinal. Rancangan sistem imun sebagai respon

terhadap infeksi menunjukan bahwa suatu reaksi autoimun yang bertanggung

jawab. Melekuler mimikri dari viral dapat menstimulasi generasi antibodi yang

dapat memberikan reaksi silang dengan antigennya sendiri, menghasilkan

formasi imun kompleks dan aktivasi dari complement mediated atau cell

mediated yang dapat menimbulkan injury terhadap jaringannya sendiri. Infeksi

juga dapat menyebabkan kerusakan langsung jaringan saraf tulang belakang

( Amer dan Stuve, 2001).

Page 13: TBR Anna

13

Pada penyakit autoimun, sistem imun yang secara normal melindungi tubuh

terhadap organisme, melakukan kesalahan dengan menyerang jaringan tubuh

sendiri yang menyebabkan inflamasi dan pada beberapa kasus merusak myelin

medulla spinalis. Myelitis transversa juga terdapat pada beberapa penyakit

autoimun seperti systemic lupus eritematus, Sindrom Sjogren dan sarcoidosis.

Beberapa kasus myelitis transversa disebabkan oleh malformasi arteri-vena

spinalis atau penyakit vaskuler seperti atherosklerosis yang menyebabkan

iskemik. Sehingga menurunkan kadar oksigen pada jaringan medulla spinalis.

Iskemik dapat disebabkan perdarahan dalam medulla spinlais, pembuluh darah

yang menyumbat atau sempit atau faktor lainnya. Pembuluh darah membawa

oksigen dan nutrisi ke jaringan medulla spinalis dan membuang hasil

metabolisme. Saat pembuluh darah tersumbat atau menyempit dan tidak dapat

membawa sejumlah oksigen ke jaringan medulla spinalis. Saat area medulla

spinalis menjadi kekurangan oksigen atau iskemik. Sel serabut saraf mulai

mengalami perburukan secara cepat. Kerusakan ini menyebabkan inflamasi

yang luas dan kadang menyebabkan myelitis trasnversa.

Ketika myelitis transversa timbul tanpa penyakit penyerta yang tampak, hal ini

diasumsikan untuk menjadi idiopatik. Myelitis transversa idiopatik diasumsikan

sebagai hasil dari aktivasi abnormal sistem imun melawan medulla spinalis.

Makroskopis pada medulla spinalis yang mengalami peradangan akan tampak

edema, hiperemi dan pada kasus berat terjadi perlunakkan.

Mikroskopis akan tapak pada leptomening tampak edema, pembuluh-pembuluh

darah yang melebar dengan infiltrasi perivaskuler di substansia grisea dan alba.

6. Penatalaksanaan

Pengobatan pada pasien myelitis transversa beberapa diantaranya adalah

(NINDS, 2012) :

- Pasien dengan myelitis transversa diberikan metilprednisolon atau

dexametason intravena selama 5 hari. Pada beebrapa kasus oral

prednisolon diberikan setelahnya. Pada kasus yang berat, bila tidak ada

Page 14: TBR Anna

14

respon dengan pengobatan kortikosteroid dapat diberikan terapi seperti

plasma exchange atau oabat yang dapat menyelamatkan fungsi neurologis

- Bagi pasien yang tidak berespon baik dengan steroid atau plasma exchange

dan terus menunjukkan peradangan aktif di saraf tulang belakang, bentuk

lain dari intervensi berbasis kekebalan mungkin diperlukan. Penggunaan

imunosupresan atau agen immunomudolator mungkin diperlukan. Salah

satunya peggunaan siklofosfamid intravena (obat kemoterapi sering

digunakan untuk limfoma atau leukimia).

- Terapi rehabilitasi seperti : physical therapy, occupational therapy,

vocational therapy

Menurut The New England Journal of Medicine (Elliot and Dean, 2010) :

- Imunoterapi awal

Hasil terapi pemberian imunoterapi selama fase akut myelitis adlah

menghambat progresif dan permulaan resolusi kesi inflamasi sumsum

tulang dan mempercepat pemulihan klinis. Kortikosteroid merupakan

pengobatan standard lini pertama. Sekitar 50-70% mengalami pemulihan

sebagian atau lengkap

- Plasma exchange

Terapi plasma pengganti mungkin menguntungkan bagi pasien yang tidak

berespon pada pemberian kortikosteroid. Hati – hati terhadap pemberian

plasma exchange karena dapat menyebabkan hipotensi, koagulopati,

trombositopenia, elektrolit tidak seimbang.

Penanganan gejala dan komplikasi myelitis transversa

- Bantuan pernapasan dan oropharingeal

Myelitis dapat menyebabkan kegagalan pernafasan dnegan melibatkan

sumsum tulang belakang bagian atas dan batang otak stem, sehingga

penilaian ulang secara regular fungsi pernapasan dan oropharingeal

diperlukan selama proses perubahan myelitis. Intubasi untuk ventilasi

mekanik diperlukan untuk beberapa pasien.

- Kelemahan motorik dan komplikasi imobilisasi

Page 15: TBR Anna

15

Pemberian heparin berat molekul rendah untuk profilaksis terhadap

trombosis vena disarankan untuk semua pasien dengan imobilitas.

Kolaborasi dengan tim kedokteran rehabilitasi harus dipertimbangkan

sehingga multidisiplin neurorehabilitasi dapat dimulai sejak dini.

- Kelainan tonus otot

Myelitis yang parah dapat berhubungan dengan hipotonia pada fase akut

(selama syok spinal), tapi ini biasanya diikuti oleh munculnya peningkatan

resistensi terhadap gerakan (tonik spastisitas), bersama dengan kejang otot

tak sadar (spastik phasic).

- Nyeri

Nyeri adalah umum selama dan setelah serangan myelitis dan dapat

disebabkan oleh cedera saraf langsung (nyeri neuropatik), faktor ortopedi.

Nyeri neuropati dapat berespon dengan pengobatan agen antikonvulsan,

obat antidepresan.

- Disfungsi kandung kemih dan usus

Penempatan kateter uretra biasanya diperlukan selama fase akut myelitis

karena retensi urin di kandung kemih. Setelah fase akut, otot detrusor

vesica urinaria mengalami hyperefleksia yang biasanya berkembang dan

ditandai oleh frekuensi berkemih, urgensi, urge inkontinensia. Gejala ini

biasanya berkurang dengan pemberian antikolinergik.

Sedangkan menurut American Academy of Neurology (Scott et al., 2011) :

- Dosis tinggi metilprednisolon ( 1 gr IV setiap hari selama 3 – 7 hari)

biasanya lini pertama penanganan pada awal serangan myelitis transversa.

Keputusan untuk memperpanjang steroid atau memberikan modalitas

pengobatan tambahan didasarkan pada perjalanan klinis dan gambaran

MRI setelah pemberian steroid.

- Plasma exchange sering ditambahkan ke rejimen jika pasien menunjukkan

sedikit perubahan klinis setelah pemberian steroid standar. Plasma

exchange dapat dianggap sebagai pengobatan awal jika pasien memiliki

gejala myelitis transversa yang sedang sampai parah.

Page 16: TBR Anna

16

- Pilihan terapi lainnya adalah imunomodulator dan obat sitotoksik seperti

rituxima, azathioprine, dan siklofosfamid, meskipun tidak ada bukti

literatur yang cukup untuk mendukung penggunannya secara rutin.

- Pada pasien dewasa dengan myelitis trasnversa yang sudah parah disertai

kecacatan dan mereka memiliki riwayat penyakit autoimun menunjukakn

beberapa manfaat penggunaan siklofosfamid IV setelah kortikosteroid.

- Pasien yang menerima kortikosteroid IV diikuti pemberian plasma

exchange bernasib lebih baik daripada mereka yang menerima IV

kortikosteroid saja. Selanjutnya lebih mendukung penggunaan steroid

diikuti oleh plasma exchange sebagai standar terapi yang diterima secara

luas.

D. Poliomyelitis

1. Definisi

Poliomielitis merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus

dengan predileksinya merusak sel anterior masa sumsum tulang belakang dan

batang otak, dengan akibat kelumpuhan otot-otot dengan distribusi dan tingkat

yang bervariasi serta bersifat permanen (Pasaribu, 2005)

2. Etiologi

Poliomielitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeki virus. Virus ini

merupakan kelompok genus enterovirus termasuk famili Picornaviridae dan

memiliki 3 serotipe yaitu PV1, PV2 dan PV3 (Atkinson et al., 2009 ; Heymann,

2008).

Penularan virus dapat terjadi melalui :

- Secara langsung dari orang ke orang

- Melalui tinja penderita

- Melalui percikan ludah penderita

Risiko terjadinya polio ( Atkinson et al., 2009) :

- Defisiensi imun

- Malnutrisi

- Berpergian ke daerah yang masih sering ditemukan polio

Page 17: TBR Anna

17

- Stres atau kelelahan fisik yang luar biasa.

3. Klasifikasi poliomielitis

Poliomielitis terbagi menajdi 4 bagian yaitu (Atkinson et al., 2009) :

- Poliomielitis asimtomatis, setelah masa inkubasi 6 – 20 hari tidak terdapat

gejala karena daya tahan cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik

sama sekali.

- Poliomielitis abortif, timbul mendadak langsung beberapa jam sampai

beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia,

nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, kontsipasi dan nyeri

abdomen.

- Pliomielitis non paralitik , gejala klinik hampir sama dengan poliomileitis

absortif, hanya nyeri kepala, nausea, dan muntah lebi hebat. Gajla ini

timbul 1 -2 hari, kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk

kemudian remisi demam atau masuk ke dalam fase ke-2 dengan nyri otot.

Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi

pada batang otak, ganglion spinal, dan kolumna posterior.

- Poliomielitis paralitik dibagi menjadi 2 yaitu paralisis spinal dan paralisis

bulbar.

Polio paralisis spinal

Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel

tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot

tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen,

kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan.

Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah virus polio

menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembulu darah kapiler pada

dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio menyerang saraf tulang

belakang dan syaraf motorik -- yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode

inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki

kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh

bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan

Page 18: TBR Anna

18

memengaruhi sistem saraf pusat -- menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring

dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan

menghancurkan syaraf motorik. Syaraf motorik tidak memiliki kemampuan

regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi

terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki

menyebabkan tungkai menjadi lemas, kondisi ini disebut acute flaccid

paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan

kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen

(perut), disebut quadriplegia.

Polio Bulbar

Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang

otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang mengatur

pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf yang

mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang

berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf

auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu

proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan

rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf

tambahan yang mengatur pergerakan leher.

Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian.

Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan

meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian

biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas

mengirim 'perintah bernapas' ke paru-paru. Yang terkena bagian atas nervus

cranial (N.III – N.VII) dan biasanya dapat sembuh. Lalu bagian bawah (N.IX

– N.XIII ) sehingga terjadi pasase ludah di faring terganggu sehingga terjadi

pengumpulan air liur,mucus dan dapat menyebabkan penyumbatan saluran

nafas sehingga penderita memerlukan ventilator.

Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 2-5% pada anak dan 15-30 %

pada dewasa (tergantung usia penderita).

Page 19: TBR Anna

19

4. Tanda dan gejala

Gejala klinis poliomielitis terdiri dari (Pasaribu, 2005) :

a) Poliomyelitis asimtomatis

Gejala klinis : setelah masa inkubasi 9-12 hari, tidak terdapat gejala. Kejadian ini

sulit untuk dideteksi tapi biasanya cukup tinggi terutama di daerah-daerah yang

standar higienenya jelek. Penyakit ini hanya diketahui dengan menemukan virus

di tinja atau meningginya titer antibodi.

b) Poliomyelitis abortif

Kejadiannya diperkirakan 4-8 % dari jumlah penduduk pada suatu epidemi.

Timbul mendadak dan berlangsung 1-3 hari dan gejala klinisnya berupa panas dan

jarang melebihi 39,5 oC, sakit tenggorokkan, sakit kepala, mual, muntah, malaise,

dan nyeri perut. Diagnosis pasti hanya dengan menemukan virus pada biakan

jaringan.

c) Poliomyelitis non paralitik

Penyakit ini terjadi 1 % dari seluruh infeksi. Gejala klinis hampir sama dengan

poliomyelitis abortif yang berlangsung 1-2 hari. Setelah itu suhu menjadi normal,

tetapi lalu naik kembali (dromedary chart) disertai dengan gejala nyeri kepala,

mual dan muntah lebih berat, dan ditemukan kekakuan pada otot belakang leher,

punggung dan tungkai, dengan tanda Kernig dan Brudzinsky yang positif. Tanda-

tanda lain adalah Tripod yaitu bila anak berusaha duduk dari sikap tidur, maka ia

akan menekuk kedua lututnya ke atas, sedangkan kedua lengan menunjang ke

belakang pada tempat tidur.

d) Poliomyelitis paralitik

Gejala klinisnya sama seperti poliomyelitis non paralitik disertai dengan

kelemahan satu atau beberapa kelumpuhan otot skelet atau kranial. Gejala ini

dapat menghilang selama beberapa hari dan kemudian timbul kembali disertai

dengan kelumpuhan (paralitik) yaitu berupa paralisis flaksid yang biasanya

unilateral dan simetris.

Page 20: TBR Anna

20

Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain (14) :

- Bentuk spinal : Gejala kelemahan / paralisis atau paresis otot leher, abdomen,

tubuh, diafragma, thoraks dan terbanyak ekstremitas bawah.

- Bentuk bulbar : Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa

gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.

- Bentuk bulbospinal : Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan

bentuk bulbar. Kadang ensepalitik dapat disertai gejala delirium, kesadaran

menurun, tremor dan kadang kejang.

5. Patofisiologi

Virus polio masuk melalui mulut dan hidung, berkembang biak di dalam

tenggorokkan dan saluran pencernaan, diserap dan disebarkan melalui sistem

pembuluh darah dan getah bening. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan dan

mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang

kelumpuhan (paralisis) (Roberts et al., 2008).

Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua

neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat

terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah

yang biasanya terkena poliomyelitis ialah medula spinalis terutama kornu anterior,

batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf kranial serta formasio

retikularis yang mengandung pusat vital, serebelum terutama inti-inti vermis, otak

tengah “midbrain” terutama gray matter substansi nigra dan kadang-kadang nukleus

rubra (Heymann, 2008 ; Roberts et al., 2008).

Page 21: TBR Anna

21

Gambar 2.4 Patogenesis poliomyelitis ( Heymann, 2008)

6. Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan spesifik terhadap poliomyelitis. Penatalalaksaan bersifat

simptomatis dan suportif (Atkinson et al., 2009):

- Infeksi abortif : Istirahat sampai beberapa hari setelah temperatur normal. Kalau

perlu dapat diberikan analgetik, sedatif. Jangan melakukan aktifitas selama 2 minggu.

2 bulan kemudian dilakukan pemeriksaan neuro-muskulosketal untuk mengetahui

adanya kelainan.

- Non paralitik

Sama dengan tipe abortif. Pemberian analgetik 15-30 menit setiap 2-4 jam.

Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah demam hilang. Fisioterapi bukan mencegah

atrofi otot yang timbul tapi dapat mengurangi deformitas yang ada.

- Paralitik

Harus dirawat di rumah sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi paralisis

pernapasan, dan untuk ini harus diberikan pernapasan mekanis. Bila rasa sakit telah

hilang dapat dilakukan fisioterapi pasif dengan menggerakkan kaki/tangan.

Page 22: TBR Anna

22

BAB III

KESIMPULAN

1. Myelitis adalah suatu keadaan neurologis dimana timbulnya proses inflamasi pada

medulla spinalis yaitu pada myelin yang menyebabkan terjadinya gangguan

terhadap jalur ascenden dan descenden sehingga menimbulkan defisit fungsional

secara parsial maupun komplit.

2. Tanda dan gejala myelitis transversa terdiri dari :

gejala sensorik yaitu nyeri yang terlokalisir di pinggang atu seperti tertusuk dan

tertembak yang menyebar ke kaki, gejala parastesia yang mendadak, dan gejala

motorik mengalami kelemahan pada kaki dan lengan serta gejala otonom yang berupa

gangguan fungsi kandung kemih.

Poliomyelitis, gejala klinisnya terdiri dari poliomyelitis asimtomatis poliomyelitis

abortif, poliomyelitis non paralitik , dan poliomyelitis paralitik

3. Penatalaksanaan dari myelitis transversa adalah lini pertama dengan kortikosteroid ,

serta plasma exchange apabila dengan kortikosteroid tidak adekuat. Sedangkan

poliomyelitis adalah bersifat simptomatis dan suportif.

Page 23: TBR Anna

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Amer A, and Stuve O. 2001. Idiopathic Transverse myelitis And Neuromyelitis Optica : Clinical Profiles, Pathofisiology and Therapeutic choices. Curret Neuropharmacology. Page 417-428.

2. Atkinson W, Wolfe C, Hamborsky J, McIntyre L. 2009. Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Disease. Washington DC : Public Health Foundation, page 231-243

3. Douglas,K. 2013. The History of Transverse Myelitis : The Origin Of The Name And The Identification Of The Disease. The Transverse Myelitis Association

4. Elliot M, Frohman and Dean M. 2010. Transverse Myelitis. N English Journal Medicine Ed 363 ; page 6

5. Heymann DL. 2008. Pliomielitis Acute. Wahington DC : American Public Health Association page 484-491

6. Jacob A, Weinshenker BG. 2008. An Approach To The Diagnosis Of Acute Transverse Myelitis. Semin Neuro;28; 205-120.

7. Kerr D. 2006. The history of transverse myelitis: The origin of the name and theidentification of disease. The Transverse Myelitis Association.

8. Muzaffer,K., Leylagul K, Afra Y, et al. 2013. An Acute Transverse Myelitis Attack after Total Body Irradiation : A Rare Case. Case Report in Hematology

9. NINDS, 2012. Transverse Myelitis. National Institute of Health Departement of Health and Human Services Bethesda. Maryland, no 12 4841.

10. Pasaribu, S. 2005. Aspek Diagnostik Poliomielitis. Sumatera Utara : USU

11. Roberts JA, Grant KA, Ibrahim A, Thorley BR. 2008. Annual report of the Australian National Poliovirus Reference Laboratory. Communicable Diseases Intelligence;32:308-315.

Page 24: TBR Anna

24

12. Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal 26.

13. Timothy, W.E, 2013. Transverse Myelitis – A Review Of The Presentation Diagnosis And Initial Management.

14. Varina, L, Pamela J, Lupo and Timothy E, Lotze. 2012. Pediatric Acute Transverse Myelitis Overview and Differential Diagnosis. J Child Neuro. 27 : 1426