tbc pada keluarga
DESCRIPTION
blok 26TRANSCRIPT
Program dan Penanggulangan Tuberkulosis pada Puskesmas dengan
Pendekatan Dokter Keluarga
Ega Farhatu Jannah
(102012277)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 06 Jakarta Barat
Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi oleh
seluruh negara didunia saat ini. Penyakit tuberkulosis dapat menyerang pada siapa saja tidak
terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Tuberkulosis adalah
suatu infeksi menular dan menahun dan bisa berakibat fatal, yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium boivs dan Mycobacterium africanum.
Tuberkulosis paru kini bukan penyakit yang menakutkan sampai penderita harus dikucilkan ,
tetapi penyakit kronik ini dapat menyebabkan cacat fisik atau kematian. Penularan TB paru
hanya terjadi dari penderita tuberculosis terbuka. Tuberculosis paling seirng mengenai paru-
paru, tetapi dapat juga mengenai organ-organ lainnya seperti selaput otak,tulang, kelenjar
superfisisalis dan lain lain. Seseorang yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis tidak
selalu menjadi sakit tuberculosis aktif.Beberapa minggu (2-12 minggu) setelah infeksi ,
terjadi respons imunitas selular yang dapat ditunjukkan dengan uji tuberkulin. Dengan
meningkatnya kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun, diperkirakan kasus TBC menjadi
bertambah. 1
Sebagian besar Negara-negara di dunia tidak berhasil mengendalikan penyakit TBC.
Hal ini disebabkan oleh rendahnya angka kesembuhan penderita yang berdampak pada
tingginya penularan. Penyakit tuberculosis paru merupakan penyakit ineksi yang dapat
menyerang berbagai orang atau jaringan tubuh. Tuberculosis paru merupaka bentuk yang
paling banyak dan paling penting.2
1
Tinjauan Pustaka
Epidemiologi
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat, penyebab, pengendalian,
dan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakitm kecacatanm dan
kematian dalam populasi manusia. Epidemiologi juga meliputi pemberian ciri pada distribusi
status kesehatan, penyakit, atau masalah kesehatan masyarakat lainnya berdasarkan usia,
jenis kelamin, ras, geografi, agama, pendidikan, pekerjaan , perilaku, waktu, tempat, dan
orang. Karakterisasi ini dilakukan guna menjelaskan distribusi suatu penyakit atau masalah
yang terkait dengan kesehatan jiga dihubungkan dengan faktor penyebab. Epidemiologi
berguna untuk mengkaji dan menjelaskan dampak dari tinakan pengendalian kesehatan
masyarakat, program pencegahan, intervensi klinis, dan pelayanan kesehatan terhadap
penyakit atau mengkaji dan menjelaskan faktor lain yang berdampak pada status kesehatan
penduduk. Epidemiologi dapat dikatagorikan sebagai berikut: dilihat dari agen nya, host,
faktor lingkungan, dan cara penularannya.1
Pertama adalah agentnya. TB disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, bakteri
gram positif, berbentuk batang halus, mempunyai sifat tahan asam dan aerobic. Karakteristik
alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau antibiotika dan
mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama. Kedua adalah
host nya. Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak
kejadian dan kematian: pealing rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita;
paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan
fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita; dan puncak sedang pada usia lanjut.
Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak
berlaku pada golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini
atau tidak terlindung dari risiko infeksi. Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa
muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi.
Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak
lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi
secara familial sulit terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi
keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan
sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya
ketidakpedulian dan kelalaian Status gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-
mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar.
Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi primer memberikan beberapa resistensi, namun
sulit untuk dievaluasi.2,3
2
Ketiga adalah lingkungan. Biasanya untuk kasus TBC, lingkungannya dapat
dilihat dari lingkungan tempat tinggal terutama rumahnya. Apa rumah pasien tersebut sesuai
standard atau tidak, apakah rumah tersebut dapat menjadi sarang perkembangannya kuman
TB. Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah. Lingkungan
rumah terdiri dari lingkungan fisik yaitu ventilasi, suhu, kelembaban, lantai, dinding serta
lingkungan sosial yaitu kepadatan penghuni.
Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang
menggunakannya untuk tempat berlindung. Lingkungan dari struktur tersebut juga semua
fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani
dan rohani serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu.
Lingkungan rumah yang sehat dapat diartikan sebagai lingkungan yang dapat
memberikan tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk bersitirahat serta dapat
menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, psikologis maupun sosial Menurut
APHA (American Public Health Assosiation), lingkungan rumah yang sehat harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis
Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar
kontruksinya sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak
dan agar kelembaban udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinggi dan
terlalu rendah. Untuk ini harus diusahakan agar perbedaan suhu antara
dinding, lantai, atap dan permukaan jendela tidak terlalu banyak.
Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu
ruangan mendapat penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu jika luas
ventilasi minimal 10 % dari jumlah luas lantai.
Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang
cukup untuk proses pergantian udara.
Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu
oleh suara-suara yang berasal dari dalam maupun dari luar rumah.
Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain, ruang
makan, ruang tidur, dll.
Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan jenis
kelaminnya.
2. Perlindungan terhadap penularan penyakit
3
Harus ada sumber air yang memenuhi syarat, baik secara kualitas maupun
kuantitas, sehingga selain kebutuhan untuk makan dan minum terpenuhi, juga
cukup tersedia air untuk memelihara kebersihan rumah, pakaian dan
penghuninya.
Harus ada tempat menyimpan sampah dan WC yang baik dan memenuhi
syarat, juga air pembuangan harus bisa dialirkan dengan baik.
Pembuangan kotoran manusia dan limbah harus memenuhi syarat kesehatan,
yaitu harus dapat mencegah agar limbah tidak meresap dan mengkontaminasi
permukaan sumber air bersih.
Tempat memasak dan tempat makan hendaknya bebas dari pencemaran dan
gangguan binatang serangga dan debu.
Harus ada pencegahan agar vektor penyakit tidak bisa hidup dan berkembang
biak di dalam rumah, jadi rumah dalam kontruksinya harus rat proof, fly fight,
mosquito fight.
Harus ada ruangan udara (air space) yang cukup.
Luas kamar tidur minimal 8,5 m³ per orang dan tinggi langit-langit minimal 2.75
meter.2,3
Cara Penularan
Dewasa ini wawasan mengenai diagnosis, gejala, pengobatan dan pencegahan TBC
sebagai suatu penyakit infeksi menular terus berkembang. Sejalan dengan itu, maka perlu
dipelajari faktor-faktor penentu yang saling berinteraksi sesuai dengan tahapan perjalanan
alamiah.
1. Periode Prepatogenesis
a. Faktor Agent (Mycobacterium tuberculosis)
Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan
kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk
jangka waktu yang lama. Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal
sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah
dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat
resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan
kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat
baru. Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang
terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung,
serta transmisi kongenital yang jarang terjadi.
4
b. Faktor Lingkungan
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian
yang besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun
berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis. Keadaan sosial-
ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis
menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang
mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan
tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi
dan urbanisasi komunitas perdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga
fisik, penggangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC
dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan epidemi penyakit ini.
Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang
dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.
c. Faktor Host
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak
kejadian dan kematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua
penderita, (2) paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan
pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita, (3)
puncak sedang pada usia lanjut. Dalam perkembangannya, infeksi pertama
semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku pada golongan dewasa, terutama pria
dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko
infeksi. Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang
diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi.
Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal
TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosioekonomi. Aspek
keturunan dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalam TBC, tetapi
mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang
pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut
memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan
kelalaian. Status gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan
tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar.
Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi primer memberikan beberapa
resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.
2. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent)
5
Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi
dan pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian
berdormansi sepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis.
Infeksi berikut seluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan
Lingkungan. Penderita TB BTA positif merupakan sumber terjadinya penularan.
Ketika batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman boleh bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa jam. Jika droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernafasan, maka orang tersebut akan terinfeksi. Selama kuman tersebut masuk dalam
tubuh melalui saluran pernafasan, ia dapat menyebar dari paru ke bahagian tubuh
lainnya.4,5
Daya penuluran seorang penderita ditentukan oleh banyakknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Semakin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
semakin tinggi penularan penderita tersebut. Jika hasil pemeriksaan dahak negatif
(tidak terlihat kuman), maka penderita dianggap tidak menular. Kemungkinan
seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.4,5
Pedoman Nasional Pemberantasan TB Paru
Dalam perkembangannya dalam upaya ekspansi penanggulangan TB, kemitraan
global dalam penanggulangan TB mengembangkan strategi sebagai berikut: 6
1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintahmaupun swasta
5. Memberdayakan pasien dan masyarakat
6. Melaksanakan dan mengembangkan riset
Adapun kegiatan P2TB dilaksanakan dengan cara penemuan dan pengobatan pasien,
perencanaan, pemantauan dan evaluasi, peningkatan SDM (pelatihan, supervisi), penelitian,
promosi kesehatan, dan kemitraan dengan lintas sector.
a. Tujuan dan Target
6
Tujuan P2TB adalah menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB,
memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya multidrug resistance
(MDR),sehingga TB tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat.
b. Kebijakan
1. Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi
dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program yang meliputi:
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan
sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana)
2. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS
3. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program
penanggulangan TB
4. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan
mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga
mampu memutuskan rantai penularan dan mencegahterjadinya MDR-TB
5. Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB dilaksanakan oleh
seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputi Puskesmas, Rumah Sakit
Pemerintah dan swasta, Rumah Sakit Paru(RSP), Balai Pengobatan Penyakit
Paru Paru (BP4), Klinik Pengobatanlain serta Dokter Praktek Swasta (DPS)
6. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerjasama dan
kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non pemerintah dan swasta
dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas TB)
7. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan ditujukan
untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejarin
8. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB diberikankepada
pasien secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya
9. Ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dalam jumlah yangmemadai
untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program
10. Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dankelompok
rentan terhadap TB
11. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya
12. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam Millennium
Development Goals (MDGs)
c. Strategi
7
1. Peningkatan komitmen politis yang berkesinambungan untuk menjamin
ketersediaan sumberdaya dan menjadikan penanggulangan TB suatu prioritas
2. Pelaksanaan dan pengembangan strategi DOTS yang bermutu dilaksanakan secara
bertahap dan sistematis
3. Peningkatan kerjasama dan kemitraan dengan pihak terkait melaluikegiatan
advokasi, komunikasi dan mobilisasi social
4. Kerjasama dengan mitra internasional untuk mendapatkan komitmen dan bantuan
sumber daya.
5. Peningkatan kinerja program melalui kegiatan pelatihan dan supervisi, pemantauan
dan evaluasi yang berkesinambungan
Pendekatan Kedokteran Keluarga
Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan
primer yang komprehensif, kontinu, integrative, holistic, koordinatif, dengan mengutamakan
pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungan serta pekerjaannya. Pelayanan
diberikan kepada semua pasien tanpa memandang jenis kelamin, usia ataupun jenis
penyakitnya.5
Sistem pelayanan dokter keluarga sesungguhnya merupakan bagian dari Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) yang perlu diatur dalam Undang-undang. Disinilah sesungguhnya
tumbuh kembangnya "the five stars doctors", sebagai "the agent of change", yang
berkemampuan dan berfungsi sebagai "care provider" (sebagai bagian dari kelurga, sebagai
pelaksana pealyanan kedokteran komprehensif, terpadu, berkesinambungan, pada pelayanan
dokter tingkat pertama; sebagai pelapis menuju ke pelayanan kedokteran tingkat kedua),
sebagai "decicion maker" (sebagai penentu pada setiap tindakan kedokteran, dengan
memperhatikan semua kondisi yang ikut mempengaruhinya), sebagai "communicator"
(sebagai pendidik, penyuluh, teman, mediator dan sebagai penasehat keluarga dalam banyak
hal dan masalah: gizi, narkoba, keluarga berencana, seks, HIV, AIDS, sters, kebersihan, pola
hidup sehat, olah raga, olah jiwa, kesehatan lingkungan), sebagai "community leader"
(membantu mengambil keputusan dalan ikhwal kemasyarakatan, utamanya kesehatan dan
kedokteran keluarga, sebagai pemantau, penelaah ikhwal kesehatan dan kedokteran
keluarga), dan sebagai "manager" (berkemampuan untuk berkolaborasi dalam kemitraan,
dalam ikhwal penanganan kesehatan dan kedokteran keluarga).
Five star doctor merupakan profil dokter ideal yang memiliki kemampuan untuk
melakukan serangkaian pelayanan kesehatan untuk memenuhi kualitas, kebutuhan, efektifitas
8
biaya, dan persamaan dalam dunia kesehatan. WHO menerapkan batasan bahwa dokter masa
depan wajib memenuhi kriteria lima kualitas seorang dokter, yaitu:
1. Care provider
Dalam memberikan pelayanan medis, seorang dokter hendaknya:
a. Memperlakukan pasien secara holistic
b. Memandang Individu sebagai bagian integral dari keluarga dan komunitas.
c. Memberikan pelayanan yang bermutu, menyeluruh, berkelanjutan dan manusiawi.
d. Dilandasi hubungan jangka panjang dan saling percaya.
2. Decision maker
Seorang dokter diharapkan memiliki:
a. Kemampuan memilih teknologi
b. Penerapan teknologi penunjang secara etik
c. Cost Effectiveness
3. Communicator
Seorang dokter, dimanapun ia berada dan bertugas, hendaknya:
a. Mampu mempromosikan gaya hidup sehat.
b. Mampu memberikan penjelasan dan edukasi yang efektif.
c. Mampu memberdayakan individu dan kelompok untuk dapat tetap sehat.
4. Community leader
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, seorang dokter hendaknya:
a. Dapat menempatkan dirinya sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat.
b. Mampu menemukan kebutuhan kesehatan bersama individu serta masyarakat.
c. Mampu melaksanakan program sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
5. Manager
Dalam hal manajerial, seorang dokter hendaknya:
a. Mampu bekerja sama secara harmonis dengan individu dan organisasi di luar dan
di dalam lingkup pelayanan kesehatan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasien
dan komunitas.
b. Mampu memanfaatkan data-data kesehatan secara tepat dan berhasil guna.
Karakteristik Dokter keluarga menurut IDI (1982) adalah :
a. Memandang pasien sebagai individu, bagian dari keluarga dan masyarakat.
b. Pelayanan menyeluruh dan maksimal
c. Mengutamakan pencegahan, tingkatan taraf kesehatan
d. Menyesuaikan dengan kebutuhan pasien dan memenuhinya
9
e. Menyelenggarakan pelayanan primer dan bertanggung jawab atas kelanjutannya.
Tugas Dokter Keluarga, meliputi :
a. Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu
guna penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan.
b. Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat.
c. Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan
sakit.
d. Memberikan pelayanan kedokteran kepada nidividu dan keluarganya.
e. Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi.
f. Menangani penyakit akut dan kronik.
g. Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke rumah sakit.
h. Tetap bertanggung jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau
dirawat di RS.
i. Memantau pasien yang telah dirujuk atau dikonsultasikan
j. Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya.
k. Mengkoordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien.
l. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standar
m.Melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran secara umum dan
ilmu kedokteran keluarga secara khusus.
Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan tempat tinggal penduduk merupakan salah satu dari faktor
risiko terjadinya TBC, meliputi :
1. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,
artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping
menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena
penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.7
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam
m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan
fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk
kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan
10
penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya
minimum 90cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk
suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di
syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m.6
2. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca
minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka
dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-
bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang
diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 luks, kecuali untuk kamar tidur diperlukan
cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari
segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila
dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang
lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama. Penularan kuman TB Paru relatif tidak
tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi
udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.6
3. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar
aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen
yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi
akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya
kuman TB.
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang
terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya
adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam
kelembaban (humidity) yang optimum.
Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari
luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi
insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk
11
menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar
22° – 30°C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.6
4. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC.
Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman. Lantai dan
dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan
dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium
tuberculosis.6
5. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana
kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C. Kuman
TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.6
Case Finding
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan
klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam
kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular,
secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di
masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif
di masyarakat. Strategi penemuan pasien TB yang diberlakukan DEPKES RI dilakukan
secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan
kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun
masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB.6
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas
dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis,
asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi,
maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai
seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.6
12
Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua
hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):6
• S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada
hari kedua.
• P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur.
Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
• S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB khususnya
untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang
digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila
dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi:6
1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
2. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.
3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.
Pemeriksaan Tes Resistensi
Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu
melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar internasional, dan
telah mendapatkan pemantapan mutu (Quality Assurance) oleh laboratorium supranasional
TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan simpulan yang benar
sehinggga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR dapat di cegah.6
Uji Tuberkulin
Pada anak, sulit untuk mendapatkan BTA, sehingga diagnosis TB pada anak didapat
dari gambaran klinik, radiologi dan uji tuberkulin.6
Untuk itu, seorang anak dapat dicurigai menderita TB, bila terdapat gejala seperti:
1. Mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB dengan BTA positif.
2. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG dalam waktu 3-7 hari.
3. Terdapat gejala umum TB.
Gejala umum TB pada anak sebagai berikut:
13
6. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut, tanpa sebab yang jelas dan
tidak naik dalam 1 bulan meski sudah mendapat penanganan gizi yang baik.
7. Nafsu makan tidak ada, dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik
dengan memadai.
8. Demam lama dan atau berulang tanpa sebab yang jelas, disertai keringat
malam, tanpa sebab-sebab lain yang jelas. Misalnya infeksi saluran napas
bagian atas yang akut, malaria, tipus, dan lain-lain.
9. Pembesaran kelenjar limpa superfisialis yang tidak sakit. Pembesaran ini
biasanya multiple, paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha.
10. Batuk lama lebih dari 30 hari, disertai tanda adanya cairan di dada.
11. Gejala dari saluran pencernaan, misalnya adanya diare berulang yang tidak
sembuh dengan pengobatan diare, adanya benjolan massa di daerah dan
adanya tanda-tanda cairan abdomen.
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan secara intrakutan (yakni di dalam
kulit), dengan tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU ( Tuberculin Unit ). Pembacaan
dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan, dan diukur diameter dari peradangan atau indurasi
yang dinyatakan dalam milimeter. Dinyatakan positif bila indurasi sebesa r > 10 mm pada
anak dengan gizi baik, dan pada anak-anak dengan gizi buruk.6
Pengobatan
Pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat
untuk menjamin kepatuhan penderita minum obat. Pengobatan TB diberikan dalam dua
tahap, yaitu:
1. Tahap intensif. Pada tahap awal penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampicin. Bila pada saat
tahap intensif tesebut diberikan secara tepat, maka penderita menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu dua minggu.
2. Tahap lanjutan. Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat dalam jangka waktu yang
lebih lama dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah kekambuhan.
Panduan OAT di Indonesia4
WHO dan IUALTD merekomendasikan OAT standar, yaitu:
14
Obat tersebut diberikan tiap hari selama dua bulan (2HRZE).Kemudian
diteruskan dengan tahap lanjutan, diberikan tiga kali seminggu selama empat bulan
(4H3R3).Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA positif dan penderita TB paru
BTA negative dengan rontgen positif yang sakit berat.
Tabel 1. OAT Kategori 1
Tahap Pengobatan Lama
pengobatan
Dosis per hari/kali Jumlah
hari/kali
menelan
obat
H
300mg
R
450m
g
Z
500mg
E
250mg
Tahap intensif 2 bulan 1 1 3 3 60
Tahap lanjutan 4 bulan 2 1 - 54
Tabel 2. OAT Kategori 2
Tahap
pengobatan
Lama
pengob
atan
DOSIS PER HARI/KALI STREPTOMI
SIN INJEKSI
MENEL
AN
OBAT
H
300
mg
R
450
mg
Z
500
mg
ETAMBUT
OL
250
mg
500
mg
Tahap
intensif
2 bulan
1 bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
-
-
0.75gr
-
60
30
Tahap
Lanjutan
5 bulan 2 1 - 1 2 - 66
Setelah tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
tablet HRZE dan suntikan streptomisin. Dilanjutkan satu bulan dengan tablet HRZE setiap
hari. Setelah itu diturunkan dengan tahap lanjutan selama lima bulan dengan HRE yang
diberikan tiga kali seminggu. Suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai
menelan obat.Obat ini diberikan untuk penderita yang kambuh, penderita gagal berobat, atau
penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).
Tabel 3. OAT Kategori 3
Tahap pengobatan Lama
pengobatan
H 300mg R
450mg
Z
500mg
Jumlah hari
menelan obat
15
Tahap intensif 2 bulan 1 1 3 60
Tahap lanjutan 4 bulan 2 1 - 54
Obat ini diberikan untuk penderita baru BTA negative dan rontgen positif sakit ringan
atau penderita ekstra paru ringan yaitu TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa, TB kulit, TB
tulang, sendi, dan kelenjar adrenal.
Tabel 4. Obat sisipan
Tahap
pengobatan
Lama pengobatan H
300
mg
R
450
mg
Z
500
mg
E
250
mg
Jumlah
hari/kali
menelan obat
Tahap intensif 1 bulan 1 1 3 3 30
Bila pada akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori 1 atau kategori 2, hasil
pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan setiap hari selama 1 bulan.
Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis 7,8
Table 5
Nama Obat Efek Samping
1. Isoniazid (INH) Neuritis perifer, ikterus, hipersensitivitas, mulut kering,
nyeri epigastrik, tinitus, retensio urine dan
methemoglobinemia
2. Rifampisin Ikterus, flu-like syndrome, syndrome Redman, nyeri
epigastrik, reaksi hipersensitivitas, dan supremi imunitas
3. Etambutol Neuritis optik, gout, artralgia, anoreksia, mual muntah,
disuria, malaise dan demam
4. Pirazinamid Gangguan hati, gout, artralgia, anoreksia, mual muntah,
disuria, malaise dan demam
5. Streptomisin Hipersensitivitas, vertigo, tuli, gangguan fungsi ginjal
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.
Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Oleh karena itu pemantauan
kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Pemantauan efek samping obat dapat dilakukan dengan cara :
Menjelaskan kepada penderita tanda-tanda efek samping
16
Menanyakan adanya gejala efek samping pada waktu penderita mengambil OAT.
Efek samping OAT dapat dibedakan menjadi efek samping berat dan efek samping ringan.
Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit serius. Dalam kasus
ini maka pemberian OAT harus dihentikan dan penderita harus segera dirujuk ke UPK
spesialistik.
Efek samping ringan yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak enak.
Gejala-gejala ini sering dapat ditanggulangi dengan obat-obatan simptomatik atau
obat sederhana, tetapi kadang-kadang menetap untuk beberapa waktu selama
pengobatan. Dalam hal ini pengobatan OAT dapat diteruskan.
Tabel 6 Efek Samping Berat OAT dan Penatalaksanaannya6
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih
baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan.
Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena
tidak spesifik untuk TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan
spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke
17
2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil
pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.6
Pengawasan Menelan Obat (PMO)
Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang
PMO.9
Persyaratan PMO:
Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui baik oleh petugas kesehatan
maupun penderita. Selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita,
seseorang yang tinggal dekat dengan penderita.
Bersedia membantu penderita dengan sukarela.
Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan
penderita.9
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya
Sanitarian, juru imunisasai, dll. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO
dapat berasal dari kader Kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK atau tokoh masyarakat lainnya
atau anggota keluarga.9
Tugas seorang PMO
Mengawasi penderita TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur.
Mengingatkan penderita untuk pemeriksaan ulang sputum pada waktu yang
telah ditentukan.
Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB yang memiliki
gejala-gejala tersangka TB untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan
kesehatan.9
Informasi penting yang perlu disampaikan PMO untuk disampaikan adalah TB
bukanlah penyakit keturunan atau kutukan, TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
dengan mengikuti tahap intensif dan lanjutan. Penderita juga perlu mengetahui pentingnya
berobat secara teratur karena itu pengobatan perlu diawasi, serta mengenali efek samping
obat dan tindakan yang harus dilakukan bila terjadi efek samping tersebut.9
Pencegahan
18
Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Lingkungan dari
TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :10
1. Pencegahan Primer
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif,
walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar
kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.10
Promosi kesehatan menghindari kemunculan dari/ adanya factor resiko (masa
Pra-Kesakitan). Dimana upaya promosi kesehatan diantaranya adalah:
Penyuluhan penduduk
Untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan lingkungan. Penyuluhan
kesehatan yang merupakan bagian dari promosi kesehatan adalah rangkaian kegiatan
yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana
individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan
cara memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan TB perlu
dilakukan karena masalah TB banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan
perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, peran serta masyarakat dalam penanggulangan TB. Penyuluhan TB dapat
dilaksanakan dengan menyampaikan pesan penting secara langsung ataupun
menggunakan media.10
Penyuluhan langsung bisa dilakukan perorangan maupun kelompok. Dalam
program penanggulangan TB, penyuluhan langsung perorangan sangat penting artinya
untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita. Penyuluhan ini ditujukan
kepada suspek, penderita dan keluarganya, supaya penderita menjalani pengobatan
secara teratur sampai sembuh. Bagi anggota keluarga yang sehat dapat menjaga,
melindungi dan meningkatkan kesehatannya, sehingga terhindar dari penularan TB.
Penyuluhan dengan menggunakan bahan cetak dan media massa dilakukan untuk
dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas, untuk mengubah persepsi masyarakat
tentang TB-dari “suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan memalukan”,
menjadi “suatu penyakit yang berbahaya, tetapi dapat disembuhkan”. Bila penyuluhan
ini berhasil, akan meningkatkan penemuan penderita secara pasif.10
Penyuluhan langsung dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, para kader dan
PMO, sedangkan penyuluhan kelompok dan penyuluhan dengan media massa selain
dilakukan oleh tenaga kesehatan, juga oleh para mitra dari berbagai sektor, termasuk
kalangan media massa.10
19
a. Penyuluhan Langsung Perorangan
Cara penyuluhan langsung perorangan lebih besar kemungkinan untuk
berhasil dibanding dengan cara penyuluhan melalui media. Dalam penyuluhan
langsung perorangan, unsur yang terpenting yang harus diperhatikan adalah
membina hubungan yang baik antara petugas kesehatan (dokter, perawat,dll)
dengan penderita. Penyuluhan ini dapat dilakukan di rumah, puskesmas,
posyandu, dan lain-lain sesuai kesepakatan yang ada. Supaya komunikasi
dengan penderita bisa berhasil, petugas harus menggunakan bahasa yang
sederhana yang dapat dimengerti oleh penderita. Gunakan istilah-istilah
setempat yang sering dipakai masyarakat untuk penyakit TB dan gejala-
gejalanya. Supaya komunikasi berjalan lancar, petugas kesehatan harus
melayani penderita secara ramah dan bersahabat, penuh hormat dan simpati,
mendengar keluhan-keluhan mereka, serta tunjukkan perhatian terhadap
kesejahteraan dan kesembuhan mereka. Dengan demikian, penderita mau
bertanya tentang hal-hal yang masih belum dimengerti.10
Hal-hal penting yang disampaikan pada kunjungan pertama :
Dalam kontak pertama dengan penderita, terlebih dahulu dijelaskan tentang
penyakit apa yang dideritanya, kemudian Petugas Kesehatan berusaha
memahami perasaan penderita tentang penyakit yang diderita serta
pengobatannya.
Petugas Kesehatan seyogyanya berusaha mengatasi beberapa faktor manusia
yang dapat menghambat terciptanya komunikasi yang baik.10
b. Penyuluhan Kelompok
Penyuluhan kelompok adalah penyuluhan TB yang ditujukan kepada
sekelompok orang (sekitar 15 orang), bisa terdiri dari penderita TB dan
keluarganya. Penggunaan flip chart (lembar balik) dan alat bantu penyuluhan
lainnya sangat berguna untuk memudahkan penderita dan keluarganya
menangkap isi pesan yang disampaikan oleh petugas. Dengan alat peraga
(gambar atau symbol) maka isi pesan akan lebih mudah dan lebih cepat
dimengerti gunakan alat bantu penyuluhan dengan tulisan dan atau gambar
yang singkat dan jelas.10
c. Penyuluhan Massa
Penyakit menular termasuk TB bukan hanya merupakan masalah bagi
penderita, tetapi juga masalah bagi masyarakat, oleh karena itu keberhasilan
20
penanggulangan TB sangat tergantung tingkat kesadaran dan partisipasi
masyarakat. Pesan-pesan penyuluhan TB melalui media massa (surat kabar,
radio, dan TV) akan menjangkau masyarakat umum. Bahan cetak berupa
leaflet, poster, billboard hanya menjangkau masyarakat terbatas, terutama
pengunjung sarana kesehatan. Penyampaian pesan TB perlu memperhitungkan
kesiapan unit pelayanan, misalnya tenaga sudah dilatih, obat tersedia dan
sarana laboratorium berfungsi. Hal ini perlu dipertimbangkan agar tidak
mengecewakan masyarakat yang datang untuk mendapatkan pelayanan.
Penyuluhan massa yang tidak dibarengi kesiapan UPK akan menjadi
“bumerang” (counter productive).10
Penyuluhan Penderita Tuberkulosis
Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya secara
berkala memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas melalui tatap muka,
ceramah dan mass media yang tersedia diwilayahnya, tentang cara pencegahan
TB-paru.
Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu
kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat, sebagai
upaya mengurangi penyebaran penyakit.
Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita agar
penderita mau berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran penyakit
kepada orang lain.
Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan cara-cara
pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini.
Menganjurkan perubahan sikap hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan
demi tercapainya masyarakat yang sehat.
Menganjurkan masyarakat untuk melapor apabila diantara warganya ada yang
mempunyai gejala-gejala penyakit TB paru.
Berusaha menghilangkan rasa malu pada penderita oleh karena penyakit TB
paru bukan bagi penyakit yang memalukan, dapat dicegah dan disembuhkan
seperti halnya penyakit lain.
Petugas harus mencatat dan melaporkan hasil kegiatannya kepada
koordinatornya sesuai formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader.10
21
Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.
Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan membuang
dahak tidak disembarangan tempat.
Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi harus harus
diberikan vaksinasi BCG. Vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan
perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun
ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.
Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang antara
lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
Desinfeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu perhatian
khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, handuk, tempat tidur, pakaian), ventilasi
rumah dan sinar matahari yang cukup.
Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti kepadatan
hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau suspect gambas,
sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak, suspect,
perawatan.
Memberantas penyakti TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi, dan
pasteurisasi air susu sapi.10
2. Pencegahan Sekunder
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC
yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan.10
a. Diagnosis TB
Mengacu pada program nasional penanggulangan TB, diagnosis dilakukan
dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Adapun diagnosis
pastinya adalah melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak. Namun, pemeriksaan
kultur memerlukan waktu yang lama, hanya akan dilakukan bila diperlukan atas
indikasi tertentu, dan tidak semua unit pelayanan kesehatan memilikinya.
Pemerintah melalui gerakan terpadu nasional, memiliki upaya untuk meningkatkan
kemampuan Puskesmas untuk melakukan diagnosis TB berdasarkan pemeriksaan
BTA. Pemeriksaan dahak dilakukan sedikitnya 3 kali, yaitu pengambilan dahak
sewaktu penderita datang berobat dan dicurigai menderita TB, kemudian
pemeriksaan kedua dilakukan keesokan harinya, yang diambil adalah dahak pagi.
Sedangkan pemeriksaan ketiga adalah dahak ketika penderita memeriksakan dirinya
22
sambil membawa dahak pagi. Oleh sebab itu, disebut pemeriksaan SPS (Sewaktu-
Pagi-Sewaktu).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya
BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan
positif apabila sedikit 2 dari 3 pemeriksaan spesimen SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu)
BTA hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut,
yaitu rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Kalau dalam pemeriksaan
radiologi, dada menunjukkan adanya tanda-tanda yang mengarah kepada TB maka
yang bersangkutan dianggap positif menderita TB. Kalau hasil radiologi tidak
menunjukkan adanya tanda-tanda TB, maka pemeriksaan dahak SPS harus diulang.
Sedangkan pemeriksaan biakan basil atau kuman TB, hanya dilakukan apabila
sarana mendukung untuk itu.
Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, maka diberikan antibiotik
berspektrum luas selama 1 hingga 2 minggu, amoksilin atau kotrimoksasol. Bila
tidak berhasil, dan penderita yang bersangkutan masih menunjukkan adanya tanda-
tanda TB, maka ulangi pemeriksaan dahak SPS. Selanjutnya prosedur terdahulu
dilakukan, yakni kalau dalam pemeriksaan ulang ternyata dahak SPS positif, maka
yang bersangkutan adakah positif menderita TB. Namun, apabila dahak negatif,
maka ulangi pemeriksaan radiologi. Apabila hasil radiologi mendukung TB
dianggap sebagai penderita TB dengan BTA negatif, radiologi positif. Apabila baik
radiologi tidak mendukung TB, spesimen dahak negatif, maka yang bersangkutan
bukan TB.4-7
Karena tingginya prevalensi TB di Indonesia, maka tes tuberkulin pada orang
dewasa, tidak memiliki makna lagi. Pada anak, sulit untuk mendapatkan BTA,
sehingga diagnosis TB pada anak didapat dari gambaran klinik, radiologi dan uji
tuberkulin.
Untuk itu, seorang anak dapat dicurigai menderita TB, kalau terdapat gejala
seperti:
3. Mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB dengan BTA
positif.
4. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG dalam waktu 3-7
hari.
5. Terdapat gejala umum TB. Gejala umum TB pada anak sebagai berikut:
23
i. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut, tanpa sebab yang jelas
dan tidak naik dalam 1 bulan meski sudah mendapat penanganan gizi
yang baik.
ii. Nafsu makan tidak ada, dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik
dengan memadai.
iii. Demam lama dan atau berulang tanpa sebab yang jelas, disertai keringat
malam, tanpa sebab-sebab lain yang jelas. Misalnya infeksi saluran napas
bagian atas yang akut, malaria, tipus, dan lain-lain.
iv. Pembesaran kelenjar limpa superfisialis yang tidak sakit. Pembesaran ini
biasanya multiple, paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha.
v. Batuk lama lebih dari 30 hari, disertai tanda adanya cairan di dada.
vi. Gejala dari saluran pencernaan, misalnya adanya diare berulang yang
tidak sembuh dengan pengobatan diare, adanya benjolan massa di daerah
dan adanya tanda-tanda cairan abdomen.
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan secara intrakutan, dengan
tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU ( Tuberculin Unit ). Pembacaan dilakukan
48-72 jam setelah penyuntikan, dan diukur diameter dari peradangan atau indurasi
yang dinyatakan dalam milimeter. Dinyatakan positif bila indurasi sebesa r > 10
mm.
Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern
kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun
tenaga.Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang
terinfeksi TBC sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan.Selain itu,
pengetahuan tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi
dari petunjuk yang paling efektif.
b. Penatalaksanaan TB
Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat.
Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun
dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya resistensi
terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.7
Pemberian INH sebagai pengobatan preventif memberikan hasil yang cukup
efektif untuk mencegah progresivitas infeksi TB laten menjadi TB klinis.
24
Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap orang dewasa yang menderita
infeksi HIV terbukti bahwa pemberian rejimen alternatif seperti pemberian
rifampin dan pyrazinamide jangka pendek ternyata cukup efektif. Pemberian
terapi preventif merupakan prosedur rutin yang harus dilakukan terhadap
penderita HIV/AIDS usia dibawah 35 tahun. Apabila mau melakukan terapi
preventif, pertama kali harus diketahui terlebih dahulu bahwa yang
bersangkutan tidak menderita TB aktif, terutama pada orang-orang dengan
imunokompromais seperti pada penderita HIV/AIDS. Oleh karena ada risiko
terjadinya hepatitis dengan bertambahnya usia pada pemberian isoniazid, maka
isoniazid tidak diberikan secara rutin pada penderita TB usia diatas 35 tahun
kecuali ada hal-hal sebagai berikut: infeksi baru terjadi (dibuktikan dengan baru
terjadinya konversi tes tuberkulin); adanya penularan dalam lingkungan rumah
tangga atau dalam satu institusi; abnormalitas foto thorax konsisten dengan
proses penyembuhan TB lama, diabetes, silikosis, pengobatan jangka panjang
dengan kortikosteroid atau pengobatan lain yang menekan kekebalan tubuh,
menderita penyakit yang menekan sistem kekebalan tubuh seperti HIV/AIDS.
Mereka yang akan diberi pengobatan preventif harus diberitahu kemungkinan
terjadi reaksi samping yang berat seperti terjadinya hepatitis, demam dan ruam
yang luas, jika hal ini terjadi dianjurkan untuk menghentikan pengobatan dan
hubungi dokter yang merawat. Sebagian besar fasilitas kesehatan yang akan
memberikan pengobatan TB akan melakukan tes fungsi hati terlebih dahulu
terhadap semua penderita, terutama terhadap yang berusia 35 tahun atau lebih
dan terhadap pecandu alkohol sebelum memulai pengobatan.
Terapi spesifik: Pengawasan Minum obat secara langsung terbukti sangat efektif
dalam pengobatan TBC di AS dan telah direkomendasikan untuk diberlakukan
di AS. Pengawasan minum obat ini di AS disebut dengan sistem DOPT,
sedangkan Indonesia sebagai negara anggota WHO telah mengadopsi dan
mengadaptasi sistem yang sama yang disebut DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse). Penderita TBC hendaknya diberikan OAT kombinasi
yang tepat dengan pemeriksaan sputum yang teratur. Untuk penderita yang
belum resisten terhadap OAT diberikan regimen selama 6 bulan yang terdiri dari
isoniazid (INH), Rifampin (RIF) dan pyrazinamide (PZA) selama 2 bulan
kemudia diikuti dengan INH dan PZA selama 4 bulan. Pengobatan inisial
dengan 4 macam obat termasuk etambutol (EMB) dan streptomisin diberikan
25
jika infeksi TB terjadi didaerah dengan peningkatan prevalensi resistensi
terhadap INH. Namun bila telah dilakukan tes sensititvitas maka harus diberikan
obat yang sesuai. Jika tidak ada konversi sputum setelah 2-3 bulan pengobatan
atau menjadi positif setelah beberapa kali negatif atau respons klinis terhadap
pengobatan tidak baik, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kepatuhan
minum obat dan tes resistensi. Kegagalan pengobatan umumnya karena tidak
teraturnya minum obat dan tidak perlu merubah regimen pengobatan. Perubahan
Supervisi dilakukan bila tidak ada perubahan respons klinis penderita. Minimal
2 macam obat dimana bekteri tidak resisten harus ada dalam regiemen
pengobatan. Jangan sampai menambahkan satu jenis obat baru pada kasus yang
gagal. Jika INH atau rifampisin tidak dapat dimasukkan kedalam regimen maka
lamanya pengobatan minimal selama 18 bulan setelah biakan menjadi negatif.
551 Untuk penderita baru TBC paru dengan BTA (+) di negara berkembang,
WHO merekomendasikan pemberian 4 macam obat setiap harinya selama 2
bulan yang teridiri atas RIF, INH, EMB, PZA diikuti dengan pemberian INH
dan RIF 3 kali seminggu selama 4 bulan. Semua pengobatan harus diawasi
secara langsung, jika pada pengobatan fase kedua tidak dapat dilakukan
pengawasan langsung maka diberikan pengobatan substitusi dengan INH dan
EMB selama 6 bulan. Walaupun pengobatan jangka pendek dengan 4 macam
obat lebih mahal daripada pengobatan dengan jumlah obat yang lebih sedikit
dengan jangka waktu pengobatan 12- 18 bulan namun pengobatan jangka
pendek lebih efektif dengan komplians yang lebih baik. Penderita TBC pada
anak-anak diobati dengan regimen yang sama dengan dewasa dengan sedikit
modifikasi. Kasus resistensi pada anak umumnya karena tertular dari penderita
dewasa yang sudah resisten terlebih dahulu.Anak dengan limfadenopati hilus
hanya diberikan INH dan RIF selama 6 bulan. Pengobatan anak-anak dengan
TBC milier, meningitis, TBC tulang/sendi minimal selama 9-12 bulan, beberapa
ahli menganjurkan pengobatan cukup selama 9 bulan. Etambutol tidak
direkomendasikan untuk diberikan pada anak sampai anak cukup besar sehingga
dapat dilakukan pemeriksaan buta warna (biasanya usia> 5 tahun). Penderita
TBC pada anak dengan keadaan yang mengancam jiwa harus diberikan
pengobatan inisial dengan regimen dengan 4 macam obat. Streptomisin tidak
boleh diberikan selama hamil. Semua obat kadang-kadang dapat menimbulkan
26
reaksi efek samping yang berat. Operasi toraks kadang diperlukan biasanya pada
kasus MDR.8
Sediakan fasilitas perawatan penderita dan fasilitas pelayanan diluar institusi
untuk penderita yang mendapatkan pengobatan dengan sistem (DOPT/DOTS)
dan sediakan juga fasilitas pemeriksaan dan pengobatan preventif untuk kontak.
Isolasi: Untuk penderita TB paru untuk mencegah penularan dapat dilakukan
dengan pemberian pengobatan spesifik sesegera mungkin. Konversi sputum
biasanya terjadi dalam 4 – 8 minggu. Pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit
hanya dilakukan terhadap penderita berat dan bagi penderita yang secara medis
dan secara sosial tidak bisa dirawat di rumah. Penderita TB paru dewasa dengan
BTA positif pada sputumnya harus ditempatkan dalam ruangan khusus dengan
ventilasi bertekanan negatif. Penderita diberitahu agar menutup mulut dan
hidung setiap saat batuk dan bersin. Orang yang memasuki ruang perawatan
penderita hendaknya mengenakan pelindung pernafasan yang dapat menyaring
partikel yang berukuran submikron. Isolasi tidak perlu dilakukan bagi penderita
yang hasil pemeriksaan sputumnya negatif, bagi penderita yang tidak batuk dan
bagi penderita yang mendapatkan pengobatan yang adekuat (didasarkan juga
pada pemeriksaan sensitivitas/resistensi obat dan adanya respons yang baik
terhadap pengobatan).Penderita remaja harus diperlakukan seperti penderita
dewasa. Penilaian terus menerus harus dilakukan terhadap rejimen pengobatan
yang diberikan kepada penderita.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
a. Obat primer/Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol,
Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi
dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar dapat
dipisahkan dengan obat-obatan ini.
b. Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin,
Amikasin, Kapreomisin, Kanamisin.
3. Pencegahan Tersier
Rehabilitasi merupakan suatu usaha mengurangi komplikasi penyakit. Rehabilitasi
merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus
berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi
penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi
pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali
27
dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta
penegasan perlunya rehabilitasi.10
Imunisasi
Vaksin BCG sebaiknya digunakan pada infant dan anak-anak yang hasil uji
tuberculinnya negatif dan yang berada dalam lingkungan orang dewasa dengan kondisi
terinfeksi TBC dan tidak menerima terapi atau menerima terapi tetapi resisten terhadap
isoniazid atau rifampin. Sebelum dilakukan pemberian vaksin BCG (selain bayi sampai
dengan usia 3 bulan) setiap pasien harus terlebih dahulu menjalani skin test. Vaksin BCG
tidak diindikasikan untuk pasien yang hasil uji tuberculinnya posistif atau telah menderita
tuberculosis aktif, karena pemberian vaksin BCG tidak memiliki efek untuk pasien yang telah
terinfeksi TBC. Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi
intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan) pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan
sebagai alternatif bagi bayi usia muda yang mungkin sulit menerima injeksi intradermal.
Dosis normal adalah 0,005 ml untuk neonates dan bayi di bawah 1 tahun dan 0,1 ml untuk
anak yang lebih besar dan orang dewasa. Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG
dapat bertahan untuk 10 – 15 tahun. Sehingga re-vaksinasi pada anak-anak umumnya
dilakukan pada usia 12 -15 tahun. Vaksin BCG dikontra-indikasikan untuk pasien yang
mengalami gangguan pada kulit seperti dermatitis atopik, serta baru saja menerima vaksinasi
lain (perlu ada interval waktu setidaknya 3 minggu). Vaksin BCG juga tidak diberikan
untuk:11
Pasien dengan gangguan imunitas (immunosuppressed) seperti pasien HIV, pasien
yang mengkonsumsi obat-obat kortikosteroid (immunosuppressan), atau baru saja
menerima transplantasi organ.
Wanita hamil dan menyusui, walaupun belum ada data yang menunjukkan efek
bahaya dari pemberian vaksin BCG terhadap wanita hamil dan menyusui.15
Beberapa adverse reaction yang mungkin terjadi setelah pemberian vaksin BCG antara
lain: nyeri pada tempat injeksi, terjadi ulcer atau keloid karena kesalahan pada saat injeksi.
Kelebihan dosis dan pemberian vaksin pada pasien dengan tuberculin positif. Dan sakit
kepala, demam, dan timbul reaksi alergi.11
Kesimpulan
TBC adalah suatu infeksi bakteri menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang utama menyerang organ paru manusia. TBC merupakan salah satu problem
28
utama epidemiologi kesehatan didunia. Agent, Host dan Lingkungan merupakan faktor
penentu yang saling berinteraksi, terutama dalam perjalanan alamiah epidemi TBC baik
periode Prepatogenesis maupun Patogenesis. Interaksi tersebut dapat digambarkan dalam
Bagan “Segitiga Epidemiologi TBC”.
Meningkatnya angka penderita TBC disebabkan berbagai faktor diantaranya
karakteristik demografi keluarga, social ekonomi, sikap keluarga itu sendiri, seperti
ketidaktahuan akan akibat, komplikasi dan cara merawat anggota keluarganya yang
menderita TBC di rumah dan sikap penderita TBC. Selain itu penularan dalam keluarga juga
disebabkan kebiasaan sehari-hari keluarga yang kurang memenuhi kesehatan seperti
kebiasaan membuka jendela, kebiasaan membuang dahak penderita. Faktor lain yang
berpengaruh adalah pengetahuan keluarga yang kurang tentang penyakit TBC seperti
penyebab, akibat dan komplikasinya, sehingga menyebabkan keluarga dan penderita TBC
kurang termotivasi untuk berobat yang berakibat terjadinya penularan dalam keluarga. Akibat
lebih jauh dari hal tersebut adalah terjadinya penularan penderita TBC dalam keluarga dan
masyarakat yang kemudian akan berdampak pada masalah pembangunan kesehatan
kesehatan di Indonesia karena meningkatnya angka penderita TBC.
Pencegahan terhadap infeksi TBC sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yang terdiri dari
pencegahan primer, sekunder dan tersier (rehabilitasi).
Daftar Pustaka
1. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2010.h.67.105.
2. Achmadi, Umar Fahmi. Manajemen penyakit berbasis wilayah. Penerbit Buku
Kompas. 2005.h.45-90.
3. Chin J (Ed), Kandun IN (Editor Penterjemah). Manual Pemberantasan Penyakit
Menular. Jakarta: Infomedika. 2006.h.78-105.
4. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Edisi IV. Jakarta:FKUI. 2006.h.45-67.
5. Soetono, Sadikin, & Zanilda. Membangun Praktek Dokter Keluarga Mandiri.
Jakarta : Pengurus Besar IDI. 2006.h23-98.
6. Amin Z, Bahar A. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Jakarta: Interna
Publishing; 2010.
29
7. Pickett G, Hanlon JJ. Kesehatan masyarakat administrasi dan praktik. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.
8. Cahyono JBSB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius; 2010.h.246-88.
9. Balai Pelatihan Kesehatan Salaman- Magelang. Pedoman praktis pelaksanaan kerja di
puskesmas; 2000.h.234-78/
10. Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan fisis umum buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid
I. Jakarta: Interna Publishing; 2010.h.96-108.
11. Mandal, Wilkins, Dunbar, White M. Lecture notes: penyakit infeksi. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2008.h.56-89.
30