tatalaksana demam reumatik

7
PENATALAKSANAAN DEMAM REUMATIK Terapi demam reumatik akut dapat dibagi menjadi lima pendekatan : 8 2.1 Pengobatan Kausal Pengobatan kausal dilakukan dengan cara eradikasi kuman Streptokokus pada saat serangan akut dan pencegahan sekunder demam rematik. Cara pemusnahan Streptokokus dari tonsil dan faring sama dengan pengobatan faringitis Streptokokus, yakni pemberian penisilin benzatin intramuskuler dengan dosis 1,2 juta unit untuk pasien dengan berat badan > 30 kg atau 600.000 samapi 900.000 unit untuk pasien dengan berat badan < 30 kg. Penisilin oral 400.000 unit (250 mg) diberikan 4 kali sehari selama 10 hari dapat digunakan sebagai alternatif. Eritromisin 50 mg/kgBB sehari dibagi 4 dosis yang sama, dengan maksimum 250 mg 4 kali sehari selama 10 hari dianjurkan untuk pasien yang alergi penisiin. Obat lain seperti sefalosforin yang diberikan dua kali sehari selama 10 hari juga efektif untuk pengobatan faringitis streptokokus, seperti pada tabel di bawah ini : 5,8 Tabel 2.1 Pengobatan eradikasi kuman Streptokokus Pemberian Jenis antibiotik Dosis Frekuensi Intramusk uler Penisilin Benzatin BB > 30 kg 1,2 juta BB< 30 kg 600.000 Satu kali Oral -Penisilin V -Eritromisin -Yang lain seperti Sefalosporin , Klindamisin, Nafsilin, Amoksisilin 400.000/250 mg 50 mg/kgBB/hari Dosis bervariasi 4 x/hari selama 10 hari 4x/hari selama 10 hari Cara pencegahan sekunder yang diajukan The American Heart Association dan WHO yaitu dengan pemberian suntikan penisilin berdaya lama setiap bulan. Pada keadaan-keadaan khusus, atau pada pasien resiko tinggi, suntikan diberikan setiap 3 minggu. Meskipun nyeri suntikan dapat berlangsung lama, tetapi pasien lebih suka dengan cara ini karena dapat dengan mudah dan teratur melakukannya satu kali setiap 3 atau 4 minggu, dibandingkan dengan tablet penisilin oral setiap hari. Preparat sulfa yang tidak efektif untuk pencegahan primer terbukti lebih efektif dari pada penisilin oral untuk pencegahan sekunder. Dapat juga digunakan sulfadiazin yang harganya lebih murah daripada eritromisisn, seerti tertera pada tabel dibawah ini. 5,8 Tabel 2.2 Pencegahan sekunder demam reumatik Pemberian Jenis Dosis Frekuensi

Upload: zahidahrahman

Post on 27-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

demam reumatik

TRANSCRIPT

Page 1: Tatalaksana Demam Reumatik

PENATALAKSANAAN DEMAM REUMATIK—Terapi demam reumatik akut dapat dibagi menjadi lima pendekatan :8

2.1  Pengobatan Kausal—Pengobatan kausal dilakukan dengan cara eradikasi kuman Streptokokus pada saat serangan akut dan pencegahan sekunder demam rematik.—Cara pemusnahan Streptokokus dari tonsil dan faring sama dengan pengobatan faringitis Streptokokus, yakni pemberian penisilin benzatin intramuskuler dengan dosis 1,2 juta unit untuk pasien dengan berat badan > 30 kg atau 600.000 samapi 900.000 unit untuk pasien dengan berat badan < 30 kg. Penisilin oral 400.000 unit (250 mg) diberikan 4 kali sehari selama 10 hari dapat digunakan sebagai alternatif. Eritromisin 50 mg/kgBB sehari dibagi 4 dosis yang sama, dengan maksimum 250 mg 4 kali sehari selama 10 hari dianjurkan untuk pasien yang alergi penisiin. Obat lain seperti sefalosforin yang diberikan dua kali sehari selama 10 hari juga efektif untuk pengobatan faringitis streptokokus, seperti pada tabel di bawah ini : 5,8

Tabel 2.1 Pengobatan eradikasi kuman StreptokokusPemberian Jenis antibiotik Dosis FrekuensiIntramuskuler Penisilin Benzatin BB > 30 kg 1,2 juta

BB< 30 kg 600.000Satu kali

Oral -Penisilin V

-Eritromisin

-Yang lain seperti Sefalosporin, Klindamisin, Nafsilin, Amoksisilin

400.000/250 mg

50 mg/kgBB/hari

Dosis bervariasi

4 x/hari selama 10 hari

4x/hari selama 10 hari

—Cara pencegahan sekunder yang diajukan The American Heart Association dan WHO yaitu dengan pemberian suntikan penisilin berdaya lama setiap bulan. Pada keadaan-keadaan khusus, atau pada pasien resiko tinggi, suntikan diberikan setiap 3 minggu. Meskipun nyeri suntikan dapat berlangsung lama, tetapi pasien lebih suka dengan cara ini karena dapat dengan mudah dan teratur melakukannya satu kali setiap 3 atau 4 minggu, dibandingkan dengan tablet penisilin oral setiap hari. Preparat sulfa yang tidak efektif untuk pencegahan primer terbukti lebih efektif dari pada penisilin oral untuk pencegahan sekunder. Dapat juga digunakan sulfadiazin yang harganya lebih murah daripada eritromisisn, seerti tertera pada tabel dibawah ini.5,8

Tabel 2.2 Pencegahan sekunder demam reumatik

Pemberian Jenis Antibiotik Dosis Frekuensi

Intramuskuler Penisilin Benzatin BB>30 kg 1,2 juta

BB<30 kg 600.000Setiap 3-4 minggu

Oral Penisilin V

Eritromisin

Sulfadiazin

250 mg

250 mg

BB > 30 kg 1gr

2 kali sehari

2 kali sehari

Sekali sehari

Page 2: Tatalaksana Demam Reumatik

BB< 30 kg 0,5 gr Sekali sehari

—Lama pemberian pencegahan sekunder sangat bervariasi, bergantung pada berbagai faktor, termasuk waktu serangan dan serangan ulang, umur pasien dan keadaan lingkungan. Makin muda saat serangan, makin besar kemungkinan untuk kumat, setelah pubertas kemungkinan kumat cenderung menurun. Sebagian besar kumat terjadi dalam 5 tahun pertama sesudah serangan terakhir. Dengan mengingat faktor-faktor tersebut, maka lama pencegahan sekunder disesuaikan secara individual. Pasien tanpa karditis pada serangan sebelumnya diberikan profilaksis minimum lima tahun sesudah serangan terakhir, sekurangnya sampai berumur 18 tahun.—Pencegahan sekunder harus dilanjutkan selama pasien hamil, akan tetapi sebaiknya tidak dipakai sulfadiazin karena mendatangkan risiko terhadap janin. Remaja biasanya mempunyai masalah khusus terutama dalam ketaan minum obat, sehingga perlu upaya khusus terutama dalam ketaatannya minum obat, sehingga perlu upaya khusus mengingat risiko terjadinya kumat cukup besar. Untuk pasien penyakit jantung reumatik kronik, pencegahan sekunder untuk masa yang lama, bahkan seumur hidup dapat diperlukan, terutama pada kasus yang berat. Beberapa prinsip umum dapat dikemukakan pada tabel berikut. 8

Tabel 2.3 Durasi pencegahan sekunder demam reumatik

Kategori Durasi

Demam rematik dengan karditis dan kelainan menetap

Demam rematik dengan karditis tanpa kelainan katub yang menetap

Demam rematik tanpa karditis

10 th sejak episode terakhir sampai usia 40 th. Kadang seumur hidup

10 th atau sampai berusia 25 th

5 th atau sampai berusia 18 th

-2.2. Pengobatan suportif

2.2.1 Tirah Baring—Semua pasien demam reumatik akut harus tirah baring, jika mungkin di rumah sakit. Tirah baring di rumah sakit untuk pasien demam reumatik derajat 1 , 2, 3 dan 4 berturut-turut 2, 4, 6,12 minggu. Serta lama rawat jalan untuk pasien demam reumatik derajat 1,2,3 dan 4 berturut-turut 2, 4, 6, 12 minggu. Karditis hampir selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak dari awal serangan, hingga pengamatan yang ketat harus dilakukan selama masa tersebut. Sesudah itu lama dan tingkat tirah baring bervariasi. Tabel berikut merupakan pedoman umum untuk mendukung rekomendasi tersebut. 7,8

Tabel 2.4 Pedoman umum tirah baring dan rawat jalan pada pasien demam reumatikStatus karditis PenatalaksanaanDerajat 1

(tanpa karditis)

Derajat 2

(Karditis tanpa kardiomegali)

Derajat 3

(Karditis dengan kardiomegali)

Tirah baring selama 2 minggu dan sedikit demi sedikit rawat jalan selama 2 minggu dengan salisilat

Tirah baring selama 4 minggu dan sedikit demi sedikit rawat jalan selama 4 minggu

Tirah baring selama 6 minggu dan sedikit demi sedikit rawat jalan selama 6 minggu

Page 3: Tatalaksana Demam Reumatik

Derajat 4

( Karditis dengan gagal jantung)

Tirah baring ketat selama masih ada gejala gagal jantung dan sedikit demi sedikit rawat jalan selama 12 minggu

-2.2.2. Diet—Tujuan diet pada penyakit jantung adalah memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung, mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air.—Syarat-syarat diet penyakit jantung antara lain: energi yang cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal, protein yang cukup yaitu 0,8 gram/kgBB, lemak sedang yaitu 25-30% dari kebutuhan energi total (10% berasal dari lemak jenuh dan 15%  lemak tidak jenuh), Vitamin dan mineral cukup, diet rendah garam 2-3 gram perhari, makanan mudah cerna dan tidakmenimbulkan gas, serat cukup untuk menghindari konstipasi, cairan cukup 2 liter perhari. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan dapat diberikan tambahan berupa makanan enteral, parenteral atau sulemen gizi.-2.3. Pengobatan simptomatis—Pengobatan anti radang amat efektif dalam menekan manifestasi radang akut demam reumatik, sedemikian baiknya sehingga respon yang cepat dari artritis terhadap salisilat dapat membantu diagnosis. Pengobatan anti radang yang lebih kuat seperti steroid amat bermanfaat untuk mengendalikan perikarditis dan gagal jantung pada karditis akut, tetapi tidak berpengaruh terhadap sekuelejangka lama demam reumatik aktif, yaitu insiden penyakit jantung reumatik. Respon yang baik terhadap steroid tidak berarti memperkuat diagnosis demam reumatik karena kebanyakan artritis, termasuk artritis septik, berespon baik terhadap steroid, setidaknya pada stadium awal.5,8

—Obat anti radang seperti salisilat dan steroid harus ditangguhkan bila atralgia atau artritis yang meragukan merupakan satu-satunya manifestasi, terutama apabila diagnosis belum pasti. Analgesik murni, seperti asetaminofen dapat digunakan karena dapat mengendalikan demam dan membuat pasien merasa enak namun tidak sepenuhnya mengganggua perkembangan poliartritis migrans. Munculnya poliartritis migrans yang khas dapat menyelesaikan masalah diagnosis. Pasien dengan artritis yang pasti harus diobati dengan aspirin dalam dosis terbagi 2 minggu, dan 75 mg/kgBB/hari selama 2 samapi 6 minggu berikutnya. Kadang diperlukan dosis yang lebih besar.—Pada pasien karditis, terutama jika ada kardiomegali atau gagal jantung, aspirin seringkali tidak cukup mengendalikan demam, rasa tidak enak serta takikardi. Pasien ini harus ditangani dengan steroid, prednison adalah steroid terpilih, mulai dengan dosis 2 mg/kgBB/hari dengan dosis terbagi, maksimum 80 mg/hari. Pada kasus yang sangat akut dan parah, tetapi harus dimulai dengan metil prednisolon intravena (10 sampai 40 mg), diikuti dengan prednison oral. Sesudah 2 sampai 3 minggu prednison dapat dikurangi bertahap dengan pengurangan dosis harian sebanyak 5 mg setiap 2 samapi 3 hari. Bila penurunan ini dimulai, aspirin dengan dosis 75 mg/kgBB/hari harus ditambahkan dan dilanjutkan selama 6 minggu setelah prednison dihentikan. Terapi tumpang tindih ini dapat mengurangi insiden rebound klinis pasca terapi, yaitu munculnya kembali manifestasi klinis segera setelah terapi dihentikan.Berikut merupakan terapi anti radang yang dianjurkan untuk mengendalikan manifestasi demam rematik.8

Tabel 2.5 Obat anti radang yang dianjurkan pada demam reumatik8,9

Manifestasi Klinis

Pengobatan

Artralgia Hanya analgesik (mis: asetaminofen)

Artritis Salisilat 100 mg/kgBB/hari selama 2 minggu dan25 mg/kgBB/hari selama 4-6 minggu

Karditis Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, tapering off 2 minggu, salisilat 75 mg/kg/BB/hari pada minggu kedua, dianjurkan selama 6 minggu

                                                                                         

Page 4: Tatalaksana Demam Reumatik

—Penatalaksanaan demam reumatik dan reaktivasi penyakit jantung reumatik seperti pada tabel di bawah ini :6

Tabel 2.6 Tatalaksana demam reumatik dengan reaktivasi penyakit jantung reumatikManifestasi Klinis Tirah baring Obat anti

inflamasiKegiatan

Artritis

Tanpa Karditis

Total : 2 MingguMobilisasi bertahap 2 Minggu

Asetosal100 mg/kgBBselama 2 minggu75mg/kgBBselama 4minggu berikutnya

Masuk sekolah setelah 4 minggu, bebas berolah raga

Artritis + Karditis tanpa Kardiomegali

Total 4 MingguMobilisasi bertahap 4 minggu

Asetosal100 mg/kgBBselama 2 minggu75mg/kgBB4mgg berikutnya

Masuk sekolah setelah 2 minggu, bebas berolah raga.

Artritis+kardiomegali Total 6 mingguMobilisasi bertahap 6 minggu

Prednison2mg/kgBB selama 2 minggu, tap off selama 2 minggu

Asetosal75 mg/kgBBMulai awal minggu ke 3 selama 6 minggu.

Masuk sekolah setelah 12 Minggu, jangan olah raga berat atau kompetitif

Artritis+Kardiomegali+

Dekomp. Kordis

Total selama dekomp. Kordis mobilisasi bertahap

Prednison2mg/kgBB selama 2 minggu, tap off selama 2 minggu

Asetosal75 mg/kgBBMulai awal minggu ke 3 selama 6 minggu.5 tahun

Masuk sekolah setelah 12 Minggu, dekom teratasi selama 17 minggu dilarang olah raga.

Pengobatan Karditis—Pengobatan karditis masih kontroversial, terutama untuk pemilihan pengobatan pasien dengan aspirin atau harus steroid. Digitalis diberikan pada pasien dengan karditis yang berat dan gagal jantung. Dosis digitalisasi total adalah 0,04-0,06 mg/kg dengan dosis maksimum 1,5 mg. Dosis rumatnya adalah antara sepertiga sampai seperlima dosis digitalisasi total, diberikan dua kali sehari. Pengobatan obat jantung alternatif dipertimbangkan bila pasien tidak berespon terhadap digitalis.8

Pengobatan Korea—Pada kasus korea yang ringan pada umumnya hanya memerlukan tirah baring. Pada kasus berat, obat antikonvulsan mungkin dapat mengendalikan korea. Obat yang sering dipergunakan adalah fenobarbital dan haloperidol. Keberhasilan obat ini bervariasi. Fenobarbital diberikan dalam dosis 15 sampai 30 mg tiap 6 sampai 8 jam, bergantung pada respon klinis. Pada kasus berat, kadang diperlukan 0,5 mg setiap 8 jam. Obat antiradang tidak diperlukan pada korea, kecuali pada kasus yang sangat berat, dapat diberikan steroi-2.4. Pengobatan Rehabilitatif

Page 5: Tatalaksana Demam Reumatik

—Pengobatan rehabilitatif untuk pasien demam reumatik sesuai dengan derajat penyakitnya. Untuk pasien demam reumatik derajat 1, kegiatan olahraga dapat dilakukan setelah 4 minggu pulang perawatan di rumah sakit. Untuk derajat 2, kegiatan olahraga bukan kompetisi dapat dilakukan setelah 8 minggu pulang perawatan di rumah sakit. Untuk derajat 3, kegiatan olahraga bukan kompetisi dapat dilakukan setelah 12 minggu pulang dari rumah sakit. Sedangkan untuk derajat 4 tidak boleh melakukan kegiatan olahraga.-2.5. Pengobatan operatif

a. Mitral stenosis—Prinsip dasar pengelolaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang menyempit, tetapi indikasi intervensi ini hanya untuk penderita kelas fungsional III ke atas. Intervensi dapat bersifat bedah (valvulotomi, rekonstruksi aparat sub valvular, kommisurotomi atau penggantian katup.b.  Insufisiensi Mitral—Penentuan waktu yang tepat untuk melakukan pembedahan katup pada penderita insufisiensi mitral masih banyak diperdebatkan. Namun kebanyakan ahli sepakat bahwa tindakan bedah hendaknya dilakukan sebelum timbul disfungsi ventrikel kiri. Jika mobilitas katup masih baik, mungkin bisa dilakukan perbaikan katup (valvuloplasti, anuloplasti). Bila daun katup kaku dan terdapat kalsifikasi mungkin diperlukan penggantian katup (mitral valve replacement). Katup biologik (bioprotese) digunakan terutama digunakan untuk anak dibawah umur 20 tahun, wanita muda yang masih menginginkan kehamilan dan penderita dengan kontra indiksi pemakaian obat-obat antikoagulan. Katup mekanik misalnya Byork Shiley, St.Judge dan lain-lain, digunakan untuk penderita lainnya dan diperlukan antikoagula untuk selamanya.

c.  Stenosis Aorta—Pasien dengan gejala-gejala akibat stenosis aorta membutuhkan tindakan operatif. Pasien tanpa gejala membutuhkan penanganan yang sangat hati-hati serta follow up untuk menentukan kapan tindakan bedah dilakukan. Penanganan stenosis dengan pelebaran katup aorta memakai balon mai diteliti. Pasien-pasien yang dipilih adalah pasien yang tidak memungkinkan dilakukan penggantian katup karena usia, adanya penyakit lain yang berat, atau menunjukkan gejala yang berat. Pasien-pasien dengan gradien sistolik 75 mmHg harus dioperasi walaupun tanpa gejala. Pasien tanpa gejala tetapi perbedaan tekanan sistolik kurang dari 75 mmhg harus dikontrol setiap 6 bulan. Tindakan operatif harus dilaksanakan bila pasien menunjukkan gejala terjadi pembesaran jantung, peningkatan tekanan sistolik aorta yang diukur denagn teknik doppler. Pada pasien muda bisa dilakukan valvulotomi aorta sedangkan pada pasien tua membutuhkan penggantian katup. Risiko operasi valvulotomi sangat kecil, 2% pada penggantian atup dan risiko meningkat menjadi 4% bila disertai bedah pintas koroner. Pada pembesaran jantung dengan gaga jantung, risiko naik jadi 4 sampai 8%. Pada pasien muda yang tidak bisa dilakukan valvulotomi penggantian katup perlu dilakukan memakai katup sintetis. Ahli bedah bisa menggunakan katup jaringan (Porsin/pericardial) untuk pasien-pasien lebih tua. Keuntungan katup jaringan ini adalah kemungkinan tromboemboli jarang, tidak diperlukan antikoagulan, dan perburukan biasanya lebih lambat bila dibandingkan dengan memakai katup sintetis.

d. Insufisiensi Aorta—Pilihan utuk katup buatan ditentukan berdasarkan umur, kebutuhan, kontra indikasi untuk koagulan, serta lamanya umur katup. Penderita dengan katup jaringan, baik porsin atau miokardial mungkin tidak membutuhkan penggunaan antikoagulan jangka panjang. Risiko operasi kurang lebih 2% pada penderita insufisiensi kronik sedang dengan arteri koroner normal. Sedangkan risiko operasi pada penderita insufisiensi berta dengan gagal jantung, dan pada penderita penyakit arteri, bervariasi antara 4  sampai 10%. Penderita dengan katup buatan mekanis harus mendapat terapi antikoagulan jangka panjang.-