makalah jantung reumatik
TRANSCRIPT
MAKALAH KASUS SGD 2
PENYAKIT JANTUNG REUMATIK
(Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Cardiovascular System)
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Asri Aqidah (220110100013)
Danita Suci Lestari (220110100123)
Elga Kristi Ginting (220110100050)
Erwinda R. Silaban (220110100086)
Evi Noviyani (220110100051)
Devi Puspasari (220110100087)
Fuji Lestari (220110100124)
Kamila Aziza Rabiula (220110100088)
Ria Octaviany (220110100052)
Rosi Akbar Budiman (220110100014)
Syifa Khoerunnisa (220110100015)
Yuli Annisa (220110100122)
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini membahas tentang kelainan jantung kongenital pada bayi dan
anak.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menemui beberapa kendala, tetapi dapat
teratasi berkat bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Cecep Eli Kosasih selaku dosen koordinator mata kuliah
Cardiovascular System.
2. Ibu Aat Sriati selaku dosen tutorial kelompok 5.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan
belum mencapai kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun demi penyempurnaan makalah
ini di waktu yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Semoga Allah
SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita. Amin.
Jatinangor, Mei 2011
KASUS SGD PENYAKIT JANTUNG REUMATIK
Adhiesti, 10 tahun dibawa ke poliklinik anak dengan keluhan demam dan
nyeri sendi dan nyerinya bertambah saat anak sendi digerakkan. Sendi yang terkena
adalah sendi pergelangan tangan, pergelangan kaki, lutut, sikut yang muncul
bergantian. Nyeri yang dirasakan sangat hebat sehingga anak menolak untuk
disentuh. Sendi yang terkena memperlihatkan tanda-tanda inflamasi. Anak juga
mengeluh nyeri pada daerah umbilikal sampai ke area diafragma. Tampak lesu, tidak
bergairah, pucat dan menurut ibunya anak juga anoreksia, mudah tersinggung dan
jadi kurus. Berdasarkan riwayat kesehatan dari ibunya, anak mengalami nyeri
tenggorokan sekitar sebulan yang lalu dan sembuh sendiri sehingga pemeriksaan
diarahkan pada kemungkinan demam reumatik.
Pada pemeriksaan fisik yang didapatkan: berat badan 23 kg dan tinggi badan
127 cm, bunyi jantung melemah, terdengar murmur mid diastolic pada daerah apeks,
friction rub (+), pada EKG terdapat P-R interval 0,24 mm, pada pemeriksaan
diarahkan pada kemungkinan demam reumatik, pada pemeriksaan darah didapatkan
LED 20/35, CRP (+), asto: 350 todd unit, leukosit 27.000. berdasarkan data
kecurigaan bahwa Adhiesti mengalami demam reumatik yang menimbulkan
inflamasi pada jantung makin jelas. Anak mendapatkan terapi anti biotika, penicillin
600.000 IU. Predmison 2 mg/kg BB, istirahat, dan diet rendah natrium.
I. DEFINISI JANTUNG REUMATIK
Penyakit jantung reumatik merupakan gejala sisa dari Remam reumatik
(DR) akut yang juga merupakan penyakit radang akut yang dapat
menyertai faringitis yang disebabkan oleh streptococcus beta-hemolyticus
grup A.
Penyakit jantung rematik adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan
pada katup jantung yang bias berupa penyempitan dan kebocoran,
terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala
sisa Demam Reumatik (DR).
Penyakit jantung reumatik (PJR) adalah salah satu komplikasi yang
membahayakan dari demam reumatik. Penyakit jantung reumatik adalah
sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katup
jantung yang disebabkan oleh demam reumatik. Katup-katup jantung
tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan
infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β
hemoliticus tipe A (contoh: Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa
menyebabkan demam reumatik.
Sebanyak kurang lebih 39 % pasien dengan demam reumatik akut bisa
terjadi kelainan pada jantung mulai dari gangguan katup, gagal jantung,
perikarditis (radang selaput jantung), bahkan kematian. Dengan penyakit
jantung reumatik yang kronik, pada pasien bisa terjadi stenosis katup
(gangguan katup), pembesaran atrium (ruang jantung), aritmia (gangguan
irama jantung) dan gangguan fungsi ventrikel (ruang jantung). Penyakit
jantug reumatik masih menjadi penyebab stenosis katup mitral dan
penggantian katup pada orang dewasa di Amerika Serikat.
Demam reumatik adalah suatu penyakit peradangan autoimun yang
mengenai jarinmgan konektif jantung, tulang, jaringan sub kutan dan
pembuluh darah pada system persyarafan sebagai akibat dari infeksi
Sreptococus-beta hemoliticus grup A.
Penyakit jantung reumatik merupakan gejala sisa dari demam reumatik
akut yang juga merupakan penyakit peradangan akut yang dapat
menyertai faringitis yang disebabkan oleh Sreptococus-beta hemoliticus
grup A. penyakit ini cenderung berulang dan dipandang sebagai penyakit
jantung didapat pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia.
Penyakit jantung reumatik adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan
permanen dari katup-katup jantung yang disebabkan oleh demam
reumatik. Penyakit jantung reumatik merupakan komplikasi yang
membahayakan dari demam reumatik katup-katup jantung tersebut rusak
karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi
tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Sreptococus-beta hemoliticus
grup A yang bisa menyebabkan demam reumatik.
II. KLASIFIKASI
Stadium akut
Pada stadium akut, katup membengkak dan kemerahan akibat adanya
reaksi peradangan. Dapat terbentuk lesi-lesi dari daun katup. Setelah
peradangan akut mereda, terbentuk jaringan parot. Hal ini dapat
menyebabkan deformitas katup dan pada sebagian kasus, menyebabkan
daun-daun katup berfungsi sehingga orofisium menyempit.
Stadium kronik
Pada stadium kronik, yang ditandai peradangan berulang dan
pembentukan jaringan parut yang terus berlanjut.
III. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah
reaksi autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam
reumatik. Infeksi streptococcus β hemolitikus grup A pada tenggorok
selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik demam reumatik
serangan pertama maupun demam reumatik serangan ulang.
http://jantung.klikdokter.com/subpage.php?id=2&sub=71
Demam reumatik seperti halnya dengan penyakit lain, merupakan
akibat dari interaksi individu, dan factor lingkungan. Penyakit ini
berhubungan sangat erat dengan infeksi saluran napas bagian atas oleh
Sreptococus-beta hemoliticus grup A. berbeda dengan glomerulonefritis
yang berhubungan dengan infeksi streptokok di kulit maupun di saluran
napas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi
streptokok di kulit.
Hubungan etiologic antara kuman streptococ dengan demam reumatik
ternyata dengan data berikut ini:
1. Pada sebagian besar kasus demam reumatik terdapat peningkatkan anti
bodi terhadap streptococ dan atau dapat diisolasi kuman Sreptococus-
beta hemoliticus grup A;
2. Insiden demam reumatik yang tinggi berhubungan dengan insiden
infeksi saluran napas bagian atas oleh Sreptococus-beta hemoliticus
grup A yang tinggi pula. Dalam masyarakat tertutup seperti asrama
tentara insiden demam reumatik adalah 3 % dari seluruh infeksi
Sreptococus-beta hemoliticus grup A, namun dalam masyarakat yang
hanya 0,3 %. Sebaliknya, insiden dalam reumatik rendah dalam
masyarakat dengan pelayanan kesehatan masyarakat yang baik;
3. Serangan ulang demam reumatik sangat menurun dengan pemberian
profilaksis sekunder yang adekuat.
Faktor Predisposisis yang berpengaruh pada timbulnya demam
reumatik dan penyakit jantung reumatik, dapat dibagi menjadi factor pada
pejamu dan pada lingkungan. Factor pada pejamu mencakup:
1. Factor genetik, banyak demam reumatik terdapat pada satu keluarga
atau pada saudara kembar. Jenis HLA tertentu juga rentan terhadap
demam reumatik.
2. Jenis kelamin. Dahulu disangka anak perempuan lebih sering terkena
demam reumatik dari pada anak lelaki, namun ternyata hal itu tidak
benar. Jenis kelamin memang berpengaruh pada kelainan katup,
stenosis mitral lebih sering pada kasus pasien perempuan, sedangkan
insufisiensi aorta lebih sering pada lelaki.
3. Golongan etnik dan ras. Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa
serangan pertama maupun serangan ulang demam reumatik lebih
sering didapatkan pada orang yang berkulit hitam dari pada orang
yang berkulit putih. Tetapi data ini harus dinilai dengan hati-hati,
sebab mungkin berbagai factor lingkungan yang berbeda pada dua
golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang
sebenarnya yang telah dicatat dengan jelas adalah terjadinya stenosis
mitral. Di Negara batat umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-
tahun setelah serangan penyakit jantung reumatik. Tetapi data dari
India menunjukkan waktu yang relative singkat hanya 6 bulan. Dua
tahun setelah serangan pertama keadaan serupa juga terlihat di
Indonesia. Di bagian I Kesehatan Anak RSCM, tidak jarang
didapatkan anak usia 10 tahun atau kurang yang datang untuk pertama
kali dengan stenosis mitral berat, dengan atau tanpa riwayat demam
reumatik akut sebelumnya.
4. Umur. Umur merupakan factor terpenting dari timbulnya demam
reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak berumur 5-15
tahun, dengan puncak sekitar umur 8 tahun, tidak biasa ditemukan
pada anak berumur 3-5 tahun, dan sangat jarang ditemukan sebelum
anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini
dikatakan sesuai dengan angka kejadian infeksi streptococ pada anak
usia sekolah. tetapi Markowitz menemukan bahwa 40 % pasien infeksi
streptococ adalah mereka yang berumur antara 2-6 tahun. Mereka ini
justru jarang menderita demam reumatik, mungkin akibat
diperlukannya infeksi berulang-ulang sebelum dapat timbul
komplikasi demam reumatik.
5. Status gizi. Keadaan gizi anak serta adanya penyakit lain sebelum
dapat ditentukan apakah merupakan factor predisposisi untuk
timbulnya demam reumatik. Hanya sudah diketahui bahwa pasien
anemia sel sabit jarang yang menderita demam reumatik.
Faktor lingkungan termasuk:
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk. Mungkin ini merupakan factor
lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya
demam reumatik. Insiden demam reumatik di Negara yang sudah maju
sudah jelas menurun sebelum era anti biotic. Termasuk dalam keadaan
sosial ekonomi yang buruk adalah sanitasi lingkungan yang buruk,
rumah dengan penghuni yang padat, rendahnya pendidikan sehingga
pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat
kurang, pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan
kesehatan kurang dll. Semua merupakan factor yang memudahkan
timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi. Demam reumatik adalah penyakit kosmopolit.
Penyakit ini dahulu dianggap terbanyak didapatkan di daerah beriklim
sedang, tetapi ternyata daerah tropis pun mempunyai angka kejadian
yang tinggi. Di dataran tinggi angka kejadian demam reumatik lebih
rendah dari pada di dataran rendah.
3. Cuaca. Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan angka
kejadian infeksi saluran napas bagian atas meningkat, sehingga angka
kejadian demam reumatik juga
meningkat.
IV. MANIFESTASI KLINIS
Dihubungkan dengan diagnosis, manifestasi klinik pada DR akut
dibedakan atas manifestasi mayor dan minor.
a. Manifestasi Mayor
Karditis. Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang
mengenai endokardium, miokardium, dan pericardium. Gejala awal adalah
rasa lelah, pucat, dan anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi,
disritmia, bising patologis, adanya kardiomegali secara radiology yang
makin lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda
perikarditis.
Artritis. Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik,
berupa gerakan tidak disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi
muskuler, biasanya pada otot wajah dan ektremitas.
Eritema marginatum. Eritema marginatum ditemukan pada lebih kurang
5% pasien. Tidak gatal, macular, dengan tepi eritema yang menjalar
mengelilingi kulit yang tampak normal.tersering pada batang tubuh dan
tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah.
Nodulus subkutan. Ditemukan pada sekitar 5-10% pasien. Nodul
berukuran antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan.
Umumnya terdapat di permukaan ekstendor sendi, terutama siku, ruas jari,
lutut, dan persendian kaki.
b. Manifestasi Minor
Manifestasi minor pada demam reumatik akut dapat berupa demam
bersifat remiten, antralgia, nyeri abdomen, anoreksia, nausea, dan muntah.
V. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR)
diantaranya adalah :
a. gagal jantung
b. pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh bagian jantung)
c. pneumonitis reumatik (infeksi paru)
d. emboli atau sumbatan pada paru
e. kelainan katup jantung
f. infark (kematian sel jantung)
g. dekompensasi cordis (kelainan ini timbul karena kerja otot jantung yang
berlebihan
h. pericarditis
VI. PENCEGAHAN
Dalam tindakan pencegahan terhadap demam reumatik dikenal 2 hal
adalah profilaksi primer dan profilaksi sekunder.
Yang dimaksud dengan profilaksi primer pada demam reumatik adalah
pengobatan yang adekuat terhadap semua pasien infeksi saluran nafas bagian
atas akibat streptococcus beta hemolyticus grup A. untuk ini diperlukan
kemampuan pengenalan terhadap infeksi streptokok oleh para dokter. Jenis
obat, pemberian dan dosisnya sama dengan untuk eridasi kuman pada
pengobatan demam reumatik otot.
Dengan profilaksis sekunder dimaksudkan upaya untuk mencegah
terjadinya infeksi streptokok pada pasien demam reumatik stadium IV
(tenang, inaktif), termasuk mereka yang hanya pernah menunjukan gejala
korea minor saja. Tindakan profilaksis ini lama, karena perlu kesadaran para
dokter dan petugas kesehatan lainnya di satu pihak dan pasien/orang tua di
lain pihak agar program profilaksis dapat dijalankan sebagaimana mestinya.
Dokter harus member penerangan sejelas-jelasnya menyangkut semua hal
tentang penyakit serta kegunaan profilaksis, tentu saja caranya sesuai dengan
pendidikan pasien atau orang tuanya. Obat yang biasa digunakan untuk
profilaksis sekunder adalah :
1. Penisilin benzatin-G. ini merupakan obat terpilih untuk profilaksis
sekunder karena sangat efektif, absorbsinya lebih baik dengan cara oral,
serta kontrolnya mudah (dengan buku catatan pemberian suntikan). Pasien
hanya perlu datang sebulan sekali. Harganya pun relatif murah. Dosis
yang biasa digunakan di bagian I. kesehatan anak FKUI/RSCM adalah 1,2
juta satuan sekali sebulan, diberikan intramuskulus. Pada pasien dengan
lesi katup yang berat, lebih-lebih dengan gagal jantung kronik, dianjurkan
pemberian suntikan setiap 3 minggu.
2. Penisilin oral. Obat ini lebih baik dari pada sulfa. Dosis oral adalah 2 kali
sehari 1 tablet a 200.000 satuan. Seperti semua obat oral lainnya, perlu
perhatikan ketaatan pasien untuk minum obat dengan teratur selama
bertahun-tahun.
3. Sulfadiazin. Sulfadiazine 2x250 mg dapat diberikan untuk pasien yang
alergi terhadap penisilin.
Penisilin sekunder harus segera dimulai setelah diagnosis ditegakkan. Di
bagian I . kesehatan anak FKUI/RSCM. Profilaksis mulai diberikan pada
hari kedua perawatan, yaitu setelah program eradikasi terhadap kuman
sreptokokus selama 10 hari selesai. Pada umumnya para dokter
berpendapat bahwa profilaksis mulai diberikan sekurang-kurangnya 5
tahun setelah serangan pertama, karena pada periode inilah kemungkinan
terjadinya reaktivitas paling besar. Setelah itu, berapa lama profilaksis
diberikan, masih belum ada keseragaman pendapat. Sebagian ahli
berpendapat, meskipun kemungkinannya makin lama makin kecil, infeksi
streptokok dapat terjadi pada semua umur, karenanya profilaksis sekunder
harus diberikan seumur hidup. Ahli lain secara arbitrer menganjurkan
pemberian profilaksis untuk demam reumatik tanpa kelainan jantung
sampai umur 18 tahun, dan bila terdapat kelainan jantung sampai umur 18
tahun, dan bila terdapat kelainan jantung sampai umur 25 tahun. Namun
kepada mereka yang termasuk kelompok yang mudah kontak dengan
pasien infeksi streptokok, seperti perawat, dokter, guru sekolah, ibu yang
mempunyai anak kecil, profilaksis dianjurkan diberikan lebih lama,
bahkan seumur hidup.
VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Penatalaksanaan demam reumatik aktif atau reaktivasi kembali
diantaranya adalah :
1. Tirah baring dan mobilisasi (kembali ke aktivitas normal) secara bertahap
2. Pemberantasan terhadap kuman streptokokkus dengan pemberian
antibiotic penisilin atau eritromisin. Untuk profilaksis atau pencegahan
dapat diberikan antibiotic penisilin benzatin atau sulfadiazine
3. Antiinflamasi (antiperadangan). Antiperadangan seperti salisilat dapat
dipakai pada demam reumatik tanpa karditis (peradangan pada jantung)
a. Pemeriksaan darah
LED tinggi sekali
Lekositosis
Nilai hemoglobin dapat rendah
b. Pemeriksaan bakteriologi
Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus.
Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti
hyaluronidase.
c. Pemeriksaan radiologi : menilai kelainan jantung
Elektrokardoigrafi dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan
jantung.
d. Tes CRP
e. Kateterisasi jantung
f. Enzim jantung
Pemerikasaan diagnostic lainnya
Riwayat adanya infeksi saluran nafas atas dan gejala-gejalanya
Positif antitreptolysin titer O
Positif streptozyme; positif anti uji DNA – ase B
Meningkatnya antihyaluronidase, meningkatnya sedimen sel darah
merah
Foto rontgen menunjukan pembesaran jantung
Elektrokardiogram menunjukan arrhtythmia E
Echocardiogram menunjukan lesi dan pembesaran jantung
Diagnosis banding
Telah disebutkan bahwa tidak ada satupun gejala klinis maupun
kelainan laboratorium yang khas untuk demam reumatik atau PJR. Banyak
penyakit lain yang mungkin member gejala yang sama atau hampir sama
dengan demam reumatik atau PJR. Yang perlu diperhatikan adalah infeksi
piogen pada sendi yang sering disertai demam serta reaksi fase akut. Bila
terdapat kenaikan yang bermakna pada titer ASTO sebagai akibat dari infeksi
streptokokus sebelumnya (yang sebenarnya tidak menyebabkan demam
reumatik), maka seolah olah criteria Jones sudah terpenuhi. Evaluasi terhadap
riwayat infeksi streptokokus serta pemeriksaan yang teliti terhadap kelainan
sendinya haru dilakukan dengan cermat agar tidak terjadi diagnosa yang
berlebihan.
VIII. PENATALAKSANAAN
Seperti diketahui, demam reumatik berhubungan dengan infeksi
streptokok, sehingga pemberantasan dengan pencegahannya berhubungan
dengan masalah infeksi streptokok.
a). Eradikasi kuman streptococcus beta hemolyticus grup A.
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada demam rematik dan
dilanjutkan dengan pencegahan. Erythromycin diberikan pada mereka
yang alergi terhadap penisilin. Dianjurkan menggunakan penisilin dosis
biasa selama 10 hari; pada pasien yang peka dapat diganti dengan
eritromisin. Pengobatan terhadap streptokok ini harus tetap diberikan
meskipun biakan usap tenggorok negative, karena kuman masih dapat
ada dalam jumlah sedikit didalam jaringan faring dan tonsil. Penisilin
tidak berpengarub terhadap demam, gejala sendi, dan laju endap darah,
tetapi angka kejadian penyakit jantung reumatik menjadi lebih rendah
dalam 1 tahun follow up.
b). Obat anti reumatik
baik costicosteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat berguna
untuk mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala radang akut pada
DR.
c). Obat-obatan lain
diberikan sesuai kebutuhan. Pada kasus dengan kompensasi kodis
diberikan digitalis, deuritika dan sedative bila ada chorea diberikan
largachil dll.
d). Diet
bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan pasien. makanan yang
cukup kalori, protein dan vitamin. Suplemen vitamin dapat diberikan.
Bila terdapat gagal jantung diet disesuaikan dengan diet untuk gagal
jantung.
e). Istirahat
istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung
mengecil pada kasus mediamegali, biasanya 7-14 hari pada kasus DR minus
carditis.pada kasus plus carditis lama istirahat rata-rata 3minggu-3bulan
tergantung pada berat ringannya kelainan yang ada kemajuan perjalanan
penyakit.
JENIS OBAT CARA
PEMBERIAN
DOSIS FREKUENSI/LAMA
PEMBERIAN
Penisilin
Benzatin
IM 600.000 –
1,2 juta
Satu kali
satuan
Penisilin
prokain
IM 600.000
satuan
1-2 kali sehari . selama 10
hari
Penisilin V Oral 250.000
satuan
3 kali sehari . selama 10
hari
Eritromisin Oral 125-250
mg
4 kali sehari. Selama 10
hari
IX. PATOFISIOLOGI
X. ASUHAN KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA
http:/www.keparawatankita.wordpress.com/2009/12/06/askep-jantung-rematik-pjr-
pada-anak/
markum dkk.1999.buku ajar kesehatan anak jilid 1.jakarta: FKUI
http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/24/askep-penyakit-jantung-rematik-pada-
anak/
http://erfansyah.blogspot.com/2011/01/kep-anak-askep-pada-anak-dengan-
demam.html
Abraham, m Rudolph.2006.Buku Ajar Pedriatri Rudolph vol 3.EGC
A.H.Markum.1991.buku ajar kesehatan anak.FKUI:Jakarta
http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/24/askep-penyakit-jantung-reumatik/