take home farmasi klinik istar febrianti

21
UJIAN TENGAH SEMESTER SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2015 / 2016 FARMASI KLINIK OLEH : NAMA : ISTAR FEBRRIANTI NIM : F1F1 12 036 KELAS : A FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

Upload: istar-febrianti

Post on 27-Jan-2016

33 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

farmasi klinik mid test

TRANSCRIPT

Page 1: Take Home Farmasi Klinik ISTAR FEBRIANTI

UJIAN TENGAH SEMESTER

SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2015 / 2016

FARMASI KLINIK

OLEH :

NAMA : ISTAR FEBRRIANTI

NIM : F1F1 12 036

KELAS : A

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2015

Page 2: Take Home Farmasi Klinik ISTAR FEBRIANTI

SOAL

1. Bapak Ahmad telah menjalani terapi TBC menggunakan paket intensif terapi

Obat Antituberkulosis Komposisi Dosis Tetap (OAT KDT) selama 2 bulan,

tetapi setelah diperiksa sputumnya ternyata masih BTA positif. Dokter meminta

anda sebagai apoteker untuk memberi konseling kepada bapak Ahmad agar

tercapainya tujuan terapi.

Buatlah narasi konseling sesuai kondisi bapak Ahmad, saran terapi selanjutnya

ke dokter dan buatlah juga langkah-langkah yang akan Anda lakukan agar

tercapainya target terapi.

2. dr. Budiyanto spesialis anak dating ke ruang Pelayanan Informasi Obat

menanyakan 2 hal

a. apakah untuk bayi yang baru lahir boleh tidak diimunisasi hepatitis B? berikan

evidencenya.

b. Apakah paracetamol bisa menyebabkan Steven Johnson Syndrom? Berikan

evidencenya

3. Anak, MA (9 tahun) berat badan 20 kg.

Didiagnosa mengidap Burkitt’s Lymphoma.

Akan menjalani kemoterapi siklus pertama.

Terapi : Cyclophosphamide (CPA), Metroteksat (MTX), Vincristin dan Codein.

Lakukan analisis terapi farmakologi yang didapat anak MA menggunakan

metode SOAP.

Page 3: Take Home Farmasi Klinik ISTAR FEBRIANTI

JAWABAN

1. Narasi konseling pasien TBC, saran terapi, dan langkah-langkah agar tujuan

terapi tercapai

1.1 Narasi

Konseling dilakukan dengan mengajukan Three Prime Question.

Apoteker : Selamat siang, Pak Ahmad. Bagaimana kabarnya?

Pak Ahmad : Belum cukup baik. Tadi saya sudah check up dan kata dokter BTA

saya masih positif. Apa TB saya semakin parah ya, Bu?

Apoteker : Kalau BTA nya masih positif, artinya Bapak masih positif TB.

Selama ini bagaimana bapak mengonsumsi obatnya?

Pak ahmad : Saya cukup rutin minum obat, hanya terlambat beberapa kali.

Apoteker : Bagaimana penjelasan Dokter tentang obat Anda?

Pak Ahmad : Dokter hanya bilang setiap obatnya diminum 2 x sehari selama 2

bulan.

Apoteker : Bagaimana penjelasan dokter tentang harapan setelah minum

obat?

Pak Ahmad : Dokter tidak bilang apa-apa.

Apoteker : Kemudian bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat

ini?

Pak Ahmad : Dokter hanya bilang kalau obatnya tidak boleh terlambat

diminum.

Apoteker : Jadi begini, Pak. Obat TB yang bapak konsumsi adalah obat TB

kategori I, obat ini memang dalam bentuk kombinasi, sehingga

dalam 1 paket terdiri dari beberapa obat. Obat dalam paket ini

seharusnya bapak konsumsi hingga habis dalam waktu 6 bulan,

dimana selama 2 bulan pertama minum obat INH, rifampisin,

pirazinamid, dan etambutol setiap hari sebagai tahap intensif, dan 4

bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam

seminggu sebagai tahap tahap lanjutan. Kalau bapak patuh minum

Page 4: Take Home Farmasi Klinik ISTAR FEBRIANTI

obatnya, dalam waktu 2-4 minggu seharusnya Bapak sudah merasa

nyaman, tapi obatnya harus tetap dilanjutkan. Tapi disini bapak

tidak minum obat secara teratur, makanya BTA bapak masih positif.

Ini menunjukkan bahwa pengobatan yang telah bapak lakukan

selama 2 bulan sebelumnya tidak berhasil.

Pak Ahmad : Terus pengobatan TB saya bagaimana?

Apoteker : Karena pengobatan tahap intensif bapak masih menunjukkan hasil

BTA positif, Bapak bisa menerima terapi dengan OAT sisipan.

Nanti dokter akan berikan paket obat untuk OAT sisipan, karena

pengobatan kategori 1 untuk tahap intensif bapak sudah gagal.

Bapak tidak usah takut tentang kegagalan pengobatannya, tapi

keberhasilan terapi TB memang sangat bergantung pada kepatuhan,

jadi bapak harus meminum obatnya dengan teratur jika bapak ingin

sembuh. Untuk pengobatan OAT sisipan, obatnya masih sama,

yaitu Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid dan etambutol, hanya

waktunya saja yang berbeda, yaitu 1 bulan untuk mengganti atau

mengulang pengobatan tahap intensif yang gagal. Setelah satu bulan

pengobatan fase intensif baru bisa dilanjutkan ke fase lanjutan.

Selama menggunakan OAT sisipan, bapak harus minum obat

4KDT, yaitu 1 tablet Isoniazid 300 mg, 1 kaplet Rifampisin 450

mg, 3 tablet Pirazinamid 500 mg, 3 tablet Etambutol 250 mg,

rifampisin dan isoniazid diminum 1 jam sebelum atau 2 jam

sesudah makan jika pencernaan terganggu, sedangkan etambutol

dan pirazinamid bisa diminum tepat setelah makan. Setelah OAT

sisipan selesai, kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang

terdiri dari Rifampisin dan Isoniazid diminum tiga kali dalam

seminggu selama 4 bulan.

Pak Ahmad : Kalau saya lupa minum satu jadwal kira-kira bagaiamana?

Page 5: Take Home Farmasi Klinik ISTAR FEBRIANTI

Apoteker : Bila lupa minum obat, minum sesegera mungkin, tetapi bila dekat

waktu dosis berikutnya, kembali ke jadwal semula jangan didobel

dosisnya. Bila bapak memerlukan antasida, beri selang antara

beberapa jam setelah bapak minum obat TB. Jangan makan keju,

ikan tuna dan sardine karena mungkin menimbulkan reaksi. Setelah

bapak minum obat ini (isoniazid) kemungkinan akan timbul anemia,

Bapak bisa minum vitamin B6 untuk mengurangi efek samping

tersebut. Kemudian, jangan kaget jika nanti kencing, air ludah,

dahak, dan air mata berwarna coklat merah, ini hanya efek warna

dari rifampisin, obatnya tetap dilanjutkan. Obatnya sebaiknya

disimpan jauh dari jangkauan anak-anak dan di tempat yang

terhindar dari panas dan cahaya langsung Sampai disini ada yang

ingin ditanyakan Pak?

Pak Ahmad : Tidak. Saya mengerti dengan penjelasan Ibu tadi.

Apoteker : Sekali lagi, jangan sekali-kali menghentikan pengobatan sebelum

disuruh dokter ya, Pak. Walapun keluhan sudah hilang semuanya,

tidak berarti penyakit sudah sembuh.

Pak Ahmad : Baik, Bu. Terimakasih atas penjelasannya.

1.2 Saran Terapi

Karena pada akhir tahap intensif pengobatan dengan kategori 1 penderita

baru BTA positif, berdasarkan pedoman terapi tuberculosis Indonesia maka

sebagai saran terapi, sebaiknya dilakukan pemberian OAT sisipan, yaitu

pemberian obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan. Berdasarkan

panduan, OAT sisipan untuk penderita dengan berat badan antara 33-50 kg maka

diberikan 1 tablet Isoniazid 300 mg, 1 kaplet Rifampisin 450 mg, 3 tablet

Pirazinamid 500 mg, 3 tablet Etambutol 250 mg. Satu paket obat sisipan berisi

30 blister HRZE yang dikemas dalam 1 dos kecil. Jika setelah sisipan tetap

positif, tahap lanjutan tetap dimulai. Jika sebelum akhir pengobatan tahap

Page 6: Take Home Farmasi Klinik ISTAR FEBRIANTI

lanjutan hasil pemeriksaan negatif, maka pengobatan bisa dilanjutkan. Namun,

jika masih positif, diganti OAT kategori II mulai dari awal.

1.3 Langkah-langkah Pencapaian Tujuan Terapi

Tujuan terapi TB dapat berhasil jika pasien meminum obat tepat pada

waktunya. Memastikan pasien meminum obat tepat waktu merupakan salah satu

tanggung jawab apoteker. Sebagai apoteker, langkah-langkah yang dilakukan

agar pasien mencapai tujuan terapi antara lain :

1) Memberikan konseling dengan mengajukan “Three Prime Question”, yaitu

Bagaimana penjelasan Dokter tentang obat Anda? Bagaimana penjelasan

Dokter tentang harapan setelah minum obat ini? Bagaimana penjelasan

dokter tentang cara minum obat ini?

2) Memberikan edukasi baik langsung kapada pasien maupun kepada PMO.

Pemberian informasi sesuai kebutuhan penderita sehingga penderita

memahami kondisi dan risiko kesehatannya, memahami risiko kalau tidak

adherence (resistensi dan sebagainya), memahami efektifitas pengobatan,

yakin bahwa dia (penderita) dapat melibatkan diri dalam penyembuhan

3) Meningkatkan adherence penderita. Salah satu kunci keberhasilan

pengobatan TB adalah adherence penderita terhadap farmakoterapi. Agar

pasien memiliki tingkat adherence yang baik selain pasien mendapat

konseling obat, dapat digunakan strategi DOTS (Directly Observed

Treatment Short Course) dengan prinsip menjamin seluruh dosis obat yang

teelah direncanakan dimakan oleh penderita yang idealnya obat dimakan di

depan petugas PMO (Pengawas Minum Obat) jika penderita tinggal dekat

dari puskesmas. Namun, jika penderita yang tinggal jauh dari Puskesmas

PMO-nya bisa anggota keluarga yang disegani, lurah/ketua RT, atau kader

yang dipercaya.

Page 7: Take Home Farmasi Klinik ISTAR FEBRIANTI

2. Evidence Pelayanan Informasi Obat

a. Evidence imunisasi hepatitis B

Menurut Immunization guidelines in the United States: New vaccines

andnew recommendations for children, adolescents, and adults

Jurnal ini menjelaskan mengenai jadwal berbagai imunisasi yang

direkomendasikan untuk orang berusia 0-18 tahun. Salah satunya adalah

jadwal imunisasi hepatitis B.

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa imunisasi hepatitis B dilakukan

pada bayi dengan pemberian 3 dosis dimulai sejak lahir hingga usia 18

bulan. Disebutkan bahwa pemberian vaksin Hepatitis B wajib diberikan

pada semua kelahiran sebelum keluar dari rumah sakit. Untuk bayi

dengan ibu positif HBsAg, vaksin Hepatitis B dan 0,5 ml HBIG

Page 8: Take Home Farmasi Klinik ISTAR FEBRIANTI

(hepatitis B immune globulin) diberikan sebelum bayi berusia 12 jam,

sedangkan bayi dengan status HBsAg ibu yang belum diketahui

diberikan vaksin hepatitis B sebelum 12 jam pada bayi dengan berat

badan <2 kg dan tidak lebih dari 1 minggu pada bayi dengan berat badan

≥2 kg. Untuk bayi baru lahir yang belum menerima vaksin hepatitis B,

harus diberikan secepat mungkin.

Menurut The risk factors of transmission after the implementation of the

routine immunization among children exposed to HBV infected mothers

in a developing area in northwest China

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi transmisi

perinatal dari ibu ke bayi setelah implementasi imunisasi rutin pada

anak–anak dengan ibu hepatitis B positif. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa bayi yang menerima vaksin dalam waktu 24 jam kelahiran sangat

efektif untuk pencegahan penularan hepatitis B yang lahir dengan ibu

HBsAg positif. Oleh karena itu, ini ditetapkan sebagai standar, dan

program vaksinasi hepatitis B harus diberikan sesegera mungkin, dalam

waktu 24 jam jika memungkinkan.

Menurut Evaluasi Cakupan Imunisasi Hepatitis B Pada Bayi Usia 12 –

24 Bulan Di Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara

Disebutkan dalam jurnal tersebut bahwa untuk mencegah

kemungkinan penularan penyakit hepatitis B dari ibu ke bayi, maka

sebaiknya vaksin hepatitis B diberikan sedini mungkin pada bayi dalam

24 jam setelah lahir, namun biasanya dapat diberikan sebelum berumur

7 hari. Bayi yang mendapatkan 3 dosis imunisasi hepatitis B maka

perlindungan terhadap infeksi hepatitis B mencapai lebih dari 95%.

Berdasarkan evidence di atas, dapat disimpulkan bahwa bayi baru

lahir harus diberikan imunisasi hepatitis B, terutama bagi bayi dengan ibu

positif HBsAg, harus diberikan sebelum usia 24 jam kelahiran. Hal ini

Page 9: Take Home Farmasi Klinik ISTAR FEBRIANTI

dilakukan untuk mencegah penularan virus hepatitis dari Ibu ke bayi, karena

tingkat penularan tertinggi terjadi pada saat melahirkan. Pada bayi dengan

ibu yang belum diketahui status HBsAg nya, sebaiknya tetap diberikan untuk

meminimalisir penularan sekaligus membentuk sistem imun pada bayi

terhadap virus hepatitis.

b. Evidence paracetamol dapat menyebabkan Steven Johnson Syndrom

Menurut Steven Johnson syndrome: Retrospective study

Studi dalam jurnal ini dilakukan untuk membangun profil

epidemiologi dari Steven Johnson Syndrome melalui kasus yang

dikumpulkan oleh Maroko Pusat Anti Racun dan Pharmacovigilance

(CAPM). Dari kasus yang telah dikumpulkan, diperoleh hasil sebagai

berikut.

Dari hasil tersebut, dapat dilihat Paracetamol berpotensi menyebabkan

Steven Johnson Syndrom dengan presentasi jumlah kasus kejadian

sebesar 5%.

Page 10: Take Home Farmasi Klinik ISTAR FEBRIANTI

Menurut Clinical Management of Nonsteroidal Anti-inflammatory Drug

Hypersensitivity

Jurnal ini bertujuan untuk menganalisis hipersensitivitas yang

timbul pada pasien dengan terapi NSAID. Dari hasil penelitian, obat

golongan NSAID yang paling berpotensi menyebabkan SJS adalah

oxicams, phenylbutazone, and oxyphenbutazone.

Menurut Sindrom Stevens-Johnson dan Nekrolisis Epidermal Tolisis di

RSUP MH Palembang Periode 2006 – 2008

Jurnal ini dilakukan dengan tujuan untuk meneliti berbagai jenis

obat yang paling dominan dari kejadian SJS/NE di RSUP MH periode

2006-2008. Dari hasil penelitian diperoleh hasil sebagai berikut.

Dari tabel tersebut obat yang paling banyak menyebabkan NE pada

pasien NE di RSUP MH periode 2006-2008 ialah parasetamol,

amoksisilin dan tetrasiklin.

Berdasarkan evidence dapat disimpulkan bahwa Paracetamol dapat

menyebabkan Steven Johnson Syndrom (SJS). Hal ini dibuktikan dari angka

kejadian / kasus yang telah terjadi. Meskipun dalam ruang lingkup dunia

angka kejadian SJS akibat parasetamol tidak begitu signifikan dibanding

obat-obat lain, misalnya NSAID yang menghambat COX secara selektif,

namun dibeberapa kasus di Indonesia parasetamol memiliki angka kejadian

Page 11: Take Home Farmasi Klinik ISTAR FEBRIANTI

SJS yang besar. SJS merupakan kelainan dengan patofisilogi yang belum

jelas. Penyebab pada umumnya tidak diketahui dan sulit diprediksikan

sebelumnya, namun umumnya merupakan respons imun tubuh yang

berlebihan terhadap zat asing tertentu. Sehingga, untuk mengetahui

hipersensitivitas seseorang terhadap Paracetamol atau obat lainnya,

sebaiknya dilakukan pemeriksaan sebelum pengobatan.

3. Analisis farmakologi menggunakan metode SOAP

Subjektif

Nama : MA

Umur : 9 tahun

Berat badan : 20 kg

Objektif

Tidak ada hasil pemeriksaan fisik ataupun laboratorium.

Assessment dan Plan

Assessments Plan

CPA dan MTX dapat menyebabkan

mual dan muntah

Kemungkinan terjadi myelosupresi

Pemberian antiemetik sebelum

kemoterapi CPA dan MTX.

Antiemetic bisa digunakan

Ondansetron

Cek darah lengkap sebelum dan

sesudah terapi, monitor tanda tanda

perdarahan, monitor vital sign untuk

melihat tanda-tanda myelosupresi

Vincristin dan Codein menyebabkan

konstipasi

Vincristin dan CPA mengakibatkan

alopecia

Kontrol BAB, disarankan minum air

putih dan susu hangat saat bangun

pagi, bila perlu beri laksatif.

KIE pada keluarga pasien mengenai

efek samping ini.

Page 12: Take Home Farmasi Klinik ISTAR FEBRIANTI

Vincristin menyebabkan neuropati

perifer

MTX menyebabkan hepatotoksik

KIE pada keluarga pasien, segera

lapor ke dokter jika terdapat tanda-

tanda ES (kesemutan, kaku, lemah

tungkai)

Disarankan pemeriksaan SGOT,

SGPT sebelum dan sesudah

kemoterapi MTX, memantau kondisi

klinis jika sakit pada perut sebelah

kanan, mual, muntah, ascites, dan

lain-lain.

CPA menyebabkan urotoksik Diberikan bersama-sama Mesna untuk

mencegah urothelial toxicity atau

dilakukan hidrasi setelah pemberian

CPA, perlu pengaturan dosis Mesna

Dosis Mesna = (60% - 180%) X Dosis CPA

Page 13: Take Home Farmasi Klinik ISTAR FEBRIANTI

DAFTAR PUSTAKA

Belamalem, S., R.Benkirane, A.Tebaa, R.Ouled Errkhis, A.Khadmaoui, A.Mokhtari, A.Soulaymani, K.Senouci, R.Soulaymani Bencheik, 2014, Steven Johnson syndrome: Retrospective study, Research & Reviews in BioSciences Regular Paper Vol.9 (7).

Borges, M.S., 2008, Clinical Management of Nonsteroidal Anti-inflammatory Drug Hypersensitivity, Jurnal World Allergy Organization (WAO) Vol. 1 (2).

Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis, Depkes RI.

Editorial, 2013, Immunization guidelines in the United States: New Vaccines Andnew Recommendations For Children, Adolescents, And Adults, Jurnal Vaccine Elsevier.

Harahap, J., 2008, Evaluasi Cakupan Imunisasi Hepatitis B Pada Bayi Usia 12 – 24 Bulan Di Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara, Jurnal Penelitian Rekayasa Volume 1 (2).

Li, F., Qixia W., Lei Z., Haixia S., Jingxia Z., Tingcai W., Dahong H., Jun W.,

Yongping Y., Daiming F., 2012, The Risk Factors of Transmission After the Implementation of the Routine Immunization among Children Exposed to HBV Infected Mothers in a Developing Area in Northwest China, Jurnal Vaccine Elsevier.

Thaha, M.A., 2009, Sindrom Stevens-Johnson dan Nekrolisis Epidermal Tolisis di RSUP MH Palembang Periode 2006 – 2008, Jurnal Media Medika Indonesiana Vol. 43 (5).