take home mma
DESCRIPTION
Take Home Manajemen Media AkuakulturTRANSCRIPT
TAKE HOME UJIAN AKHIR SEMESTER
MATA KULIAH MANAJEMEN MEDIA AKUAKULTUR
oleh :
Farida
C151110131
MAYOR ILMU AKUAKULTUR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
1. Jelaskan secara lengkap pertimbangan dari IPAL Bojongsoang sehingga :
a. Analisa kandungan logam difokuskan hanya pada kolam anaerob!
Pengolahan air yang ada di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Bojongsoang terjadi secara biologi dimana prosesny secara alami yaitu
memisahkan zat organic tertentu yang terkandung dalam air buangan
dengan memanfaatkan aktifitas mikroorganisme untuk melakukan
perombakan zat organik tersebut dibantu oleh alga dan fotosintesis secara
alami. Proses ini dapat terjadi secara anaerob ( tidak memerlukan oksigen)
dan aerob (memerlukan oksigen). Proses yang terjadi pada kolam anaerob
adalah penguraian zat organik oleh mikroorganisme secara anaerob (tidak
memerlukan oksigen dalam penguraiannya (Sohuturon, 2004).
Sifat biologi menunjukkan kandungan biologis dalam air yang terdiri dari
golongan-golongan mikroorganisme dalam air yaitu bakteri, fungi,
protozoa dan alga. Pengolahan secara biologi pada dasarnya adalah
pemanfaatan mikroorganisme aktif yang dapat menstabilkan air limbah.
Proses biologi ini dapat terjadi dalam empat keadaan yaitu anaerobik,
aerobik, fakultatif dan maturasi.
Analisa kandungan logam pada IPAL Bojongsoang hanya difokuskan pada
kolam anaerob karena pada kolam anaerob memiliki fungsi untuk
menurunkan bahan-bahan organik dengan bantuan mikroorganisme
anaerobic. Proses yang terjadi adalah penguraian oleh bakteri anaerob dan
adanya pengendapan. Proses tersebut menghasilkan penurunan kadar
BOD, COD, pembentukan gas H2S, CH4 dan lain-lain serta penurunan
kadar lumpur (Sohuturon, 2004).
Menurut Sudarno dan D. Ekawati (2006) kolam anaerob beroperasi tanpa
adanya oksigen terlarut (DO) karena bahan organik masih sangat tinggi
sehingga bakteri membutuhkan banyak oksigen untuk menguraikan limbah
organik. Kolam anaerob dibuat dengan kedalaman yang tinggi dengan
harapan kondisi anaerob benar-benar terjadi karena dengan kedalaman
kolam yang tinggi dan timbulnya scum (busa) di permukaan kolam
memungkinkan tumbuhan alga tidak dapat hidup di kola mini agar tidak
ada oksigen terlarut.
Menurut Mahajoeno, E, B. W. Lay, S. H. Sutjahjo dan Siswanto (2008),
fermentasi anaerobik adalah proses perombakan bahan organik yang
dilakukan oleh sekelompok mikrobia anaerobik fakultatif maupun obligat
dalam suatu reaktor tertutup pada suhu 35-55oC. perobakan bahan organik
terjadi dalam empat proses yaitu pertama bakteri fermentatif
menghidrolisis senyawa polimer menjadi senyawa sederhana yang bersifat
terlarut. Kedua, monomer dan oligomer dirombak menjadi asam asetat, H2,
CO2, asam lemak rantai pendek, dan alkohol. Ketiga disebut fase non
metanogenik yang menghasilkan asam asetat, , CO2 dan H2. Keempat,
pengubahan senyawa-senyawa tersebut menjadi gas metana oleh bakteri
metanogenik. Proses biokonversi oleh metanogenik merupakan proses
biologi yang sangat dipengaruhi oleh factor lingkungan terutama pH, suhu
dan senyawa toksik. Secara keseluruhan factor yang mempengaruhi proses
perombakan anaerob bahan organik pada pembentukan biogas mencakup
faktor abiotik dan faktor biotik. Faktor biotik berupa mikrobia dan jasad
aktif. Sedangkan faktor abiotik meliputi pengadukan, suhu, pH, kadar
substrat, kadar air, rasio C/N dan P dalam substrat dan kehadiran bahan
toksik. Dengan kedalaman 6 meter diharapkan kadar oksigen terlarut dan
sinar matahari tidak sampai ke dasar kolam sehingga bakteri anaerob dapat
berkembang dan dapat melakukan penguraian bahan organik yang terdapat
di dalam air limbah.
b. Mengapa hanya sampel ikan dan lumpur yang dianalisa kandungan
logamnya?
Ikan digunakan sebagai sampel untuk analisa kandungan logam bahan
tercemar karena ikan yang hidup pada suatu perairan melakukan tiga
proses yaitu proses biomagnifikasi peningkatan kandungan suatu bahan
pencemar di biota melalui rantai makanan. Selanjutnya adalah proses
bioakumulasi peningkatan kandungan suatu bahan pencemar di biota baik
melalui media air maupun melalui rantai makanan yang disebabkan laju
intake lebih besar dari pada laju depurisasi. Kemudian proses
biokonsentrasi peningkatan kandungan suatu bahan pencemar di biota
melalui media air. Berdasarkan proses tersebut, ikan yang hidup pada
suatu perairan secara alami terakumulasi bahan pencemar.
Gambar. Kehidupan Ikan Pada Perairan Secara Alami Terakomulasi
Bahan Pencemar
Sedangkan lumpur adalah bahan organik yang mengendap di dasar
perairan dikenal dengan istilah sedimentasi. Analisa kandungan logam
pada lumpur, karena bahan kimia berupa logam dapat mengendap ke dasar
perairan bersama-sama pertikel lumpur dan terakomulasi menjadi
sedimentasi.
c. Pengukuran lumpur hanya pada kolam anaerob?
Kolam anaerob digunakan untuk tempat mengendapkan bahan organik
(lumpur) dari limbah buangan domestik (ramah tangga) yang diproses
secara biologis. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa lumpur aktif
(activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi yang
pertama kali dilakukan di Ingris pada awal abad 19. Sejak itu proses ini
diadopsi seluruh dunia sebagai pengolah air limbah domestik sekunder
secara biologi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik
yang mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel
biomassa baru. Udara disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau
melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan
mengendap di tangki penjernihan (Gariel Bitton, 1994).
Anna dan Malte (1994) berpendapat keberhasilan pengolahan limbah
secara biologi dalam batas tertentu diatur oleh kemampuan bakteri untuk
membentuk flok, dengan demikian akan memudahkan pemisahan partikel
dan air limbah. Lumpur aktif adalah ekosistem yang komplek yang terdiri
dari bakteri, protozoa, virus, dan organisme-organisme lain. Lumpur aktif
dicirikan oleh beberapa parameter, antara lain, Indeks Volume Lumpur
(Sludge Volume Index = SVI) dan Stirrd Sludge Volume Index (SSVI).
Perbedaan antara dua indeks tersebut tergantung dari bentuk flok, yang
diwakili oleh faktor bentuk (Shape Factor = S).
Pada kesempatan lain Anna dan Malte (1997) menyatakan bahwa proses
lumpur aktif dalam pengolahan air limbah tergantung pada pembentukan
flok lumpur aktif yang terbentuk oleh mikroorganisme (terutama bakteri),
partikel inorganik, dan polimer exoselular. Selama pengendapan flok,
material yang terdispersi, seperti sel bakteri dan flok kecil, menempel pada
permukaan flok. Pembentukan flok lumpur aktif dan penjernihan dengan
pengendapan flok akibat agregasi bakteri dan mekanisme adesi.
Selanjutnya dinyatakan pula bahwa flokulasi dan sedimentasi flok
tergantung pada hypobisitas internal dan eksternal dari flok dan material
exopolimer dalam flok, dan tegangan permukaan larutan mempengaruhi
hydropobisitas lumpur granular dari reaktor lumpur anaerobik.
Frank et all, (1996) mencoba menggambarkan bahwa dalam sistem
pengolah lumpur aktif baik untuk domestik maupun industri mengandung
1-5% padatan total dan 95-99% bulk water (liqour ?). Pembuangan
kelebihan lumpur merupakan proses yang mahal, dilakukan dengan
mengurangi volume lumpur melalui proses pengepresan (dewatering).
Pada bagian lain dinyatakan pula bahwa konsentrasi besi yang tinggi
konsentrasi besi yang tinggi, 70-90% dalam bentuk Fe (III), ditemukan
dalam lumpur aktif.
Akumulasi besi dapat berasal dari influent air limbah atau melalui
penambahan FeSO4 yang digunakan untuk menghilangkan fosfor. Jumlah
besi dalam lumpur aktif akan berkurang setelah memasuki kondisi
anaerobik dan mungkin berasosiasi dengan adanya aktifitas bakteri
heterotrofik. Berkurangnya fosfor dalam lumpur aktif dapat menyebabkan
fosfor terlepas kedalam air. Jika ini terjadi merupakan potensi untuk
terjadinya eutrofikasi pada perairan.
Penumpukan lumpur yang terdapat pada kolam anaerob dilakukan
pengerukan 4–6 bulan sekali, apabila tidak dilakukan pengerukan dapat
menyebabkan terjadinya penyumbatan terhadap saringan air ke kolam
fakultatif. Hasil pengerukan lumpur di kolam anaerob digunakan untuk
pupuk organik dan media tanah tanaman hias.
d. Hasil pengukuran otomotik, kadar COD sekitar 240 g/L dan ketika kadar
COD > 400 mg/L penyedotan air dihentikan karena diduga terdapat
limbah industry pada air saluran tersebut. Apa alas an bertindak demikian?
Penyedotan air dihentikan ketika kadar Chemical Oxygen Demand (COD)
> 400 mg/L, karena COD tidak dapat mengoksidasi ammonia dan
pengolahan limbah pada IPAL Bojongsoang hanya mampu melakukan
pengolahan limbah rumah tangga saja, tidak termasuk limbah industry.
Limbah yang kadar CODnya lebih dari 400 mg/L secara teknis dapat
merusak system pengolahan limbah misalnya bakteri anaerob.
e. BOD awal sekitar 80 mg/L dan COD 210 mg/L dan ketika diukur dioutlet
IPAL tinggal 15 mg/L dan COD 50 mg/L. Jelaskan analisis saudara
tentang penurunan BOD dan COD di IPAL ini!
Penurunan BOD dan COD di IPAL ini sengaja dilakukan agar terjadi
penurunan bahan-bahan organik secara anaerob dan aerob dengan bakteri
anaerob dan mikroalga. Proses yang terjadi adalah penguraian bahan-
bahan organik pada zona anaerob dan oksidasi oleh bakteri aerob. Hasil
dari proses tersebut adalah penurunan kadar BOD dan COD serta
peningkatan kadar oksigen. Kadar pencemar sudah agak menurun
(kemungkinan zat racun masih ada), warna air hijau gelap, kadar oksigen
terlarut lebih dari 3 mg/L, gas-gas yang dihasilkan mulai menurun, jenis
ikan tertentu dapat hidup (Sohuturon, 2004).
Proses penurunan kadar BOD dan COD ini pada IPAL Bojongsoang
dilakukan pada kolam fakultatif. Proses pengolahan air limbah yang terjadi
pada kolam fakultatif terdiri dari dua bagian yaitu pada lapisan atas kolam
terjadi proses secara aerobik sedangkan pada dasar kolam terjadi proses
secara anaerobik. Kedalaman dari kolam fakultatif antara 1-2,5 meter,
oksigen yang tersedia karena adanya angin dan ganggang proses
fotosintesis) tidak mampu menembus lapisan air dibagian dasar kolam.
Efektifitas pada kolam tersebut antara lain tergantung dari lamanya waktu
tinggal air limbah di dalam kolam (biasanya antara 20-40 hari) penurunan
kadar BOD dapat mencapai 70-90% dari menurunkan koliform antara 60-
90%.
Selanjutnya pada kolam maturasi memiliki fungsi sabagai penyempurnaan
kualitas air yang telah diperoleh. Proses yang terjadi adalah oksidasi oleh
bakteri aerob dan fotosintesis mikroalga. Hasil dari proses tersebut adalah
peningkatan kadar oksigen terarut dan penurunan kadar BOD dan COD
serta penurunan bakteri pathogen (Sohuturon, 2004).
f. Mengapa nilai BOD < COD?
Nilai BOD kurang dari COD disebabkan karena COD (Chemical Oxygen
Deman) merupakan jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai
seluruh bahan organik yang terkandung di dalam air (Boyd, 1990). Hal ini
disebabkan bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan
menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan
panas dengan katalisator perak sulfat sehingga segala macam bahan
organik baik yang mudah terurai maupun yang kompleks dan sulit urai
akan teroksidasi.
Sedangkan BOD (Biochemical Oxygen Demand) merupakan suatu
karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan
oleh organisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi
bahan organik dalam kondisi aerobik. Boyd (1990), mengatakan bahwa
bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik
yang siap terdekomposisi (Readily decomposable organic metter).
Berdasarkan hal tersebut maka selisih nilai antara COD dan BOD
memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada di
perairan. Nilai BOD dan COD dapat saja sama tetapi nilai BOD tidak
dapat lebih besar dari COD karena COD menggambarkan total bahan
organik yang ada.
2. Salah satu perusahaan tambak udang windu di Lampung selatan menggunakan
kaporit dengan dosis 30 ppm untuk treatment air laut yang akan
digunakannya. Mereka juga menggunakan benur SPF. Namun udang yang
ditebar di tambak hampir semuanya mati terserang penyakit yang diduga
adalah White spot virus. Bagaimana analisis saudara tentang kasus demikian?
Kegiatan budidaya merupakan suatu kegiatan yang kompleks karena
dipengaruhi oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal. Keberhasilan
kegiatan budidaya akan tercapai jika didukung dengan penggunaan benih yang
berkualitas baik secara genetik dan bebas penyakit, pemberikan pakan yang
tepat baik dalam jumlah, waktu pemberian, dan kandungan nutrien yang
dibutuhkan, serta lingkungan yang baik. Saat ini yang menjadi isu pokok
dalam kegiatan budidaya yaitu penggunaan benih dan benur yang resisten
terhadap penyakit (specisfic pathogen resisten, SPR) atau benur yang bebas
dari penyakit tertentu (specific pathogen free,SPF). Selain masalah benih,
faktor lain yang membutuhkan perhatian ekstra yaitu menurunnya kualitas
lingkungan yang menyebabkan penurunan produktivitas perikanan budidaya.
Umumnya kegagalan kegiatan budidaya diakibatkan oleh serangan penyakit.
Menurut Snieszko (1974), penyakit muncul karena adanya interaksi antara
inang, patogen (parasit, jamur, virus, bakteri) dan lingkungan atau stressor
eksternal.
Industri udang windu mengalami kehancuran sejak mewabahnya virus WSV
pada awal tahun 2000-an. Berbagai upaya telah dilakukan diantaranya dengan
menjalankan strategi biosekuriti layaknya pada kegitan pembenihan. Air laut
disterilisasi dengan menggunakan kaporit 30 ppm dan benih yang ditebar
berasal dari perusahaan yang dapat memberikan jaminan kualitas. Pada kasus
di Lampung strategi tersebut belum dapat menyelesaikan permasalahan
karena udang yang ditebar mati oleh penyakit WSV.
Penggunaan kaporit 30 ppm telah mematikan organisme dalam air media
pemeliharaan. Bakteri patogen seperti Vibrio harveyi, ikan-ikan predator,
maupun organisme yang diduga sebagai carier WSV seperti udang jembret
(Mesopodopsis sp) dan kepiting akan terbunuh. Virus mempunyai sifat hanya
dapat hidup pada organisme hidup, sehingga air media yang dikaporit akan
bebas terhadap virus.
Penetralan kaporit secara alami hanya dengan pengaerasian tanpa
menggunakan thiosulfat membutuhkan waktu sekitar 1 minggu. Apabila air
telah netral maka air inipun akan rawan kembali terhadap masuknya virus dari
berbagai sumber. Misalnya virus yang dibawa kepiting dari tambak lain yang
terinfeksi virus ini, atau yang terbawa lewat alas kaki. Berdasarkan hal
tersebut ada yang menggunakan sistem pemagaran keliling tambak sehingga
tidak memungkinkan kepiting akan masuk ke dalam tambak dan
mendesinfeksi alas kaki dengan kalium permanganat (PK) ketika masuk
tambak. Namun demikian viruspun bisa ditularkan oleh burung saat mereka
membawa udang yang mati terinfeksi WSV.
Teknologi yang harus dijalankan dengan menggunakan air yang dikaporit
adalah sistem tandon dan tertutup serta harus menginokulasi phytoplankton
yang steril dari laboratorium. Agar kondisi steril dapat dijaga maka harus
dihindarkan sekali adanya kebocoran tambak dari saluran atau tambak-tambak
lain. Teknologi ini akan menjadi sia-sia jika dilakukan tidak secara kawasan
dan sinergi dengan tambak yang berada di sekitarnya.
Benih udang yang dihasilkan oleh perusahaan besar belum bisa memberikan
jaminan kualitas karena dari beberapa riset menunjukkan bahwa induk-induk
udang windu dari perairan Indonesia sudah terinfeksi virus WSV lebih dari
75%. Padahal panti benih menggunakan 100% induk alam hasil penangkapan.
Kasus di atas menunjukkan ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan
udang yang dibudidayakan mati oleh WSV, yaitu:
1. Melakukan strategi biosecurity secara parsial, artinya hanya air yang
disterilkan tetapi faktor kontaminan lain seperti binatang carrier, alat kerja
lapang, burung dan masih banyak yang lain tidak diperhatikan.
2. Tidak menebar benih yang sehat. Saat ini hatchery besar bukan lagi
sebagai jaminan kualitas benur sehat. Untuk mendapatkan benur yang
sehat, perlu pengecekan secara laboratorium dengan PCR dan melakukan
screening benur baik dengan stressing bahan kimia atau salinitas air.
3. Kegiatan dilakukan tidak secara kawasan, artinya hanya tambak itu saja
yang melakukan strategi biosecurity sementara tambak-tambak di
sekitarnya tidak peduli terhadap keberadaan penyakit.
4. Tidak memperhatikan daya dukung lingkungan tambaknya. Kematian
oleh WSV umumnya terjadi setelah udang berumur dua bulan dimana
tambak sudah tidak dapat memberikan daya dukung bagi kehidupan
udang. Untuk meningkatkan daya dukung lingkungan dapat dilakukan
dengan pemberian bakteri bioremediasi.
Penyelesaian kasus WSV harus dilakukan secara bersama-sama, simultan
namun bertahap mengingat WSV sudah mewabah, mempunyai carrier
yang cukup banyak dan kondisi lingkungan tambak sudah tidak
mendukung. Teknologi yang diterapkan harus disesuaikan dengan kondisi
lahan dan kemampuan finansial pemilik petambak. Pemerintah perlu
melakukan regulasi dan perbaikan infrastruktur tambak seperti saluran dan
jalur hijau (hutan mangrove).
3. Hatchery X berada di pantai utara pulau Bali. Untuk disinfeksi airnya
menggunakan teknologi RO jelaskan analisis saudara sebagai masukan untuk
manajemen perusahaan tentang pengelolaan air dengan menggunakan
teknologi RO ini!
Pengelolaan air dengan menggunakan teknologi RO merupakan suatu
teknologi yang mampu menghasilkan air hampir murni berupa peningkatan
mutu kualitas air hasil olahan yang dapat dimanfaatkan kemballi untuk
kegiatan di hatchery.
Metode pemurnian air dapat dilakukan dengan menggunakan membran secara
reverse osmosis, menggunakan mikroorganisme, destilasi, elektrolisis maupun
ion exchange. Metode lainnya yaitu dengan menggunakan metode kombinasi
reverse osmosis dengan ion exchange.
Reverse Osmosis (RO) adalah suatu proses pembalikan dari proses osmosis.
Osmosis adalah proses perpindahan larutan dari larutan dengan konsentrasi zat
terlarut rendah menuju larutan dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi
sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi. Osmosis merupakan suatu
fenomena alami, tetapi aliran larutan dapat diperlambat, dihentikan, dan
bahkan dapat dibalikkan (hal ini dikenal dengan istilah “Reverse Osmosis”).
Reverse osmosis dilakukan dengan cara memberikan tekanan pada bagian
larutan dengan konsentrasi tinggi menjadi melebihi tekanan pada bagian
larutan dengan konsentrasi rendah. Sehingga larutan akan mengalir dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Proses perpindahan larutan terjadi
melalui sebuah membran yang semi permeabel dan tekanan yang diberikan
adalah tekanan hidrostatik. Selama proses tersebut, kotoran dan bahan yang
berbahaya akan dibuang melalui sebuah saluran sebagai air tercemar.
Membran RO didesain untuk dapat melewatkan molekul-molekul air dan
menahan solid, seperti ion-ion garam. Membran RO dapat memisahkan dan
menyisihkan zat terlarut, zat organik, pirogen, koloid, virus, dan bakteri dari
air baku. Efisiensi penyisisihan membran RO untuk zat terlarut total (TDS)
dan bakteri masing-masing adalah 95-99%. Membran RO memiliki ukuran
pori < 1 nm. Karena ukuran porinya yang sangat kecil, membran RO disebut
juga membran tidak berpori.
Gambar 1. Posisi awal Gambar 2. Posisisi keseimbangan
Gambar 1 menunjukkan suatu bak berisi larutan dengan dua konsentrasi
berbeda yang dipisahkan dengan sebuah membran semi permeabel. Pada
kondisi awal pemukaan larutan tersebut berada pada posisi sama. Dengan
berjalannya waktu maka tinggi pemukaan larutan di bagian yang
berkonsentrasi lebih tinggi meningkat. Sedangkan hal sebaliknya terjadi pada
larutan berkonsentrasi lebih rendah (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian air dari larutan sebelah kiri bergerak menuju larutan sebalah kanan
melalui membran semi permeable. Peningkatan ini akan berhenti pada suatu
ketinggian tertentu. Perbedaan ketinggian ini dikenal sebagai tekanan
osmotik.
Dengan memberikan tekanan pada larutan berkonsentrasi tinggi lebih besar
dari tekanan osmotik, maka air akan terdorong keluar melalui membran semi
permeabel tersebut, sedangkan garam-garaman tetap tertinggal di bagian
larutan berkonsentrasi tinggi. Hal inilah yang kemudian diterapkan pada filter
reverse osmosis. Disebut sebagai reverse osmosis atau osmosis terbalik
karena mekanisme yang diterapkan adalah dengan cara membalikan fungsi
dari peristiwa osmosis.
Keterangan :
Gambar 3. Mekanisme kerja filter Riverse Osmosis
Gambar 3 menunjukkan diagaram suatu filter reverse osmosis. Dalam hal
ini, air yang mengadung garam-garaman (atau berkesadahan tinggi)
dimasukan dengan tekanan tertentu, sehingga melebihi tekanan
osmotiknya, kedalam ruangan di bagian kiri. Dengan demikian, maka air
(murni) akan berjalan melewati membran semi permeabel dan tertampung di
ruangan sebelah kanan. Tidak semua air bisa dilewatkan melalui membran
tersebut, hal ini tergantung pada tekanan yang diberikan dan karakter dari
membran.
Keuntungan dari penggunaan system reverse osmosis adalah :
(1) Memiliki kemampuan dan efisiensi tinggi dibandingkan dengan alat
sejenisnya yaitu:
a). Dapat menghasilkan 189,3 air murni setiap hari (50 galon)
b). Filter karbon aktif berkualitas tinggi mampu menyaring 9462,5 L
air (2500 galon)
c). Filter utama yang disempurnakan memiliki membran dengan 0,
0001
d). Saluran air (pipa dari air PAM dari alat RO) berkualitas tinggi,
mudah dipasang dan dapat menahan tekanan air sampai 125 psi
dan 100% tahan bocor
e). Pompa daya tinggi, bebas getaran dan tidak bersuara,
menyebabkan usia pemakaian lebih panjang
(2) Aman, sistem RO memiliki keamanan yang baik dan sangat praktis
penggunaannya, yaitu:
a). Beroperasi pada voltase rendah, yaitu 24 volt, sangat aman dan
tidak membahayakan, bahkan apabila terjadi hubungan pendek
listrik tetap aman
b). Adaptor listrik dilengkapi dengan pengindera panas, hal tersebut
untuk menghindari over heating component
c). Adaptor listrik langsung dipasang pada stop kontak untuk
menghindari hubungan arus pendek
d). Bak penyimpanan air terbuat dari plastik bermutu tinggi, hal
tersebut untuk menghindari kontaminasi unsur kimia dengan
menggunakan plastik untuk standar makanan ABS sehingga
menjamin keamanan dan higienis
(3) Sistem teknologi RO bekerja secara otomatis sehingga tidak mengganggu
aktivitas bagi penggunanya, yaitu:
a). Pembersih membran otomatis, yaitu melakukan pembersihan
secara berkala dan otomatis (setiap jam produksi), untuk menjamin
kemurnian air dan menghilangkan partikel yang tidak diinginkan
b). Memilki sensor elektronis otomatis yang berguna untuk memantau
volume air, mencegah kebocoran, menjamin ketersediaan air dan
menghemat air dan penggunaan listrik
c). Memiliki pemutus aliran listrik secara otomatis yaitu dengan
switch tekanan rendah sehingga mampu mematikan peralatan
dengan otomatis begitu tidak mendapatkan suplai air, hal tersebut
menghemat penggunaan listrik dan menjamin keamanan
d). Memiliki booster pumped otomatis, yaitu mampu mengatur
kekuatan pompa dengan menyesuaikan diri dengan perubahan
tekanan air
Secara umum keuntungan yang diperoleh dari sistem teknologi RO adalah
mampu menghasilkan air murni untuk kehidupan manusia dan terbebas dari
segala macam bahan pencemar Bio Ceramics yang terkandung di dalamnya
mampu mengaktifkan molekul-molekul air untuk menghasilkan air berenergi
yang bermanfaat untuk menghilangkan racun, meningkatkan penyerapan air
ke dalam tubuh manusia, serta dapat membuang air kotor dalam tubuh
manusia dengan pH-pH netral dan yang paling utama untuk meningkatkan
metabolisme tubuh.
Kerugian mengolah air dengan menggunakan teknologi RO adalah :
a. Alat yang digunakan berkualitas tinggi, sehingga harganya relatif tinggi
(mahal)
b. Sistem RO pemurnian air melalui membran semi permeable, dimana pori-
pori membran sangat kecil, sehingga bila air suplai tercemar limbah yang
mengandung unsur yang membahayakan cukup tinggi, maka air tidak
dapat melewati membran dan membran akan tersumbat. Proses
pembersihan membran harus dilakukan, hal ini mengakibatkan keefektifan
(akurasi) menurun tidak seperti pada awal penggunaannya.
c. Sulit mendapatkan membran yang berpori-pori kecil (0,0001 mikron) bila
terjadi kerusakan pada membran.
d. Jika terjadi kerusakan pada mesin pompa dan mesin pengatur otomatis
sukar dalam hal perbaikan dan penyaringan air terhenti dalam beberapa
waktu.
e. Kotoran dan bahan yang berbahaya akan dibuang sebagai air tercemar
dilakukan sistem menual setiap waktu.
Sedangkan untuk efektifitas penggunaan teknologi RO untuk treatment air
dapat dicapai melalui cara berikut:
a. Menggunakan deionizer untuk meningkatkan kemampuan sistem RO.
Sehingga volume air limbah yang dapat dirubah menjadi air murni lebih
banyak. Hal ini dikarenakan pada sistem RO umumnya hanya 1/3 yang
akan saja yang kemudian menjadi air murni, sedangkan sisanya akan
dirubah menjadi limbah.
b. Menggunakan filter karbon aktif untuk membantu penyaringan beberapa
ion pada sistem RO.
c. Menggunakan sistem RO tenaga angin. Karena alat ini sangat efektif
ubtuk menghilangkan nitrogen, selaintu sistem ini secara teknis mudah
digunakan dan ramah lingkungan. Hal yang paling unik dan penting dari
sistem ini adalah bahwa dapat mengolah dan mendaur ulang limbah
akuakultur menggunakan energi yang dapat diperbaharui, membuat alat
ini cocok digunakan pada daerah terpencil dimana energi listrik sulit
didapatkan.
d. Mengkombinasikan penggunaan sistem RO dengan kincir angin ganda
dan membran. Melalui kombinasi ini maka kapasitas produksi dari
sistem dapat ditingkatkan.
4. Pada tambak yang sedang bereproduksi, orang sering menduga bahwa kualitas
air tambak menjadi jelek karena kandungan H2S dan amoniak serta kadar O2
yang makin rendah. Jelaskan analisis saudara terkait dinamika ketiga
parameter air tersebut dan kaitannya dengan keragaan produksi udang!
Dinamika parameter kualitas air berupa H2S, amoniak dan O2 adalah dimana
H2S berdisosiasi kedalam suatu kesetimbangan campuran dari HS-
dan H+,
proporsinya ditentukan oleh; pH, temperature dan salinitas. Kadar ammoniak
(NH3) yang tinggi (dikeluarkan oleh ikan) yang bersifat toksik untuk ikan itu
sendiri, sementara bakteri pengurai NH3 belum tumbuh di wadah tersebut.
Jumlah maksimal O2 yang akan larut ke dalam air dipengaruhi oleh altitude,
temperatur air dan salinitas.
H2S, amomiak (NH3) dan kadar O2 saling keterkaitan satu sama lain dimana
H2S tergantung dengan kadar oksigen (O2). Apabila O2 turun hampir seluruh
asam belerang menjadi ion-ion S2-
dan H+ dan apabila H2S meningkat maka
amoniak juga ikut meningkat. Apabila O2 masuk dari udara ke perairan,
maka H2S dan NH3 terjadi reducing ke dasar perairan dan O2 di dasar perairan
terjadi oxidizing ke permukaan perairan bersamaan dengan Fe(OH)3 dan
MnO2. Akibat yang ditimbulkan H2S terhadap kesehatan udang adalah
memblok kemampuan sel insang mengambil O2, Hypoxia, laju ventilasi
meningkat, laju ventilasi berhenti dan kematian menyusul dalam hitungan
menit. Sedangkan akibat yang ditimbulkan oleh NH3 terhadap kesehatan
udang adalah ketidak-seimbangan osmoregulasi dapat menyebabkan
kegagalan fungsi ginjal, ekskresi ammonia darah terhambat sehingga
mengakibatkan kegagalan neurologis dan cytologist, meningkatkan konsumsi
O2 jaringan tubuh, kerusakan epithel insang dan menurunkan kemampuan
darah dalam transportasi O2 ke seluruh jaringan tubuh sehingga
mengakibatkan udang atau ikan mati kekurangan O2. Akibat yang ditimbulkan
O2 terhadap kesehatan udang adalah anorexia (gejala sakit berupa hilangnya
nafsu makan), hypoxia jaringan, stress respirasi (udang berenang di dekat
permukaan air, udang megap-megap, udang loncat ke pematang) dan pingsan,
rentan terhadap penyakit dan mati.
5. Hasil pengamatan di lapang, sering terjadi kematian masal ikan di karamba
jaring apung dan juga serangan penyakit ikan di pembenihan dan kolam ikan
pada peralihan musim. Jelaskan analisis lengkap saudara untuk kejadian
diatas!
Budidaya ikan sistem KJA memiliki prospek yang cerah untuk peningkatan
produksi ikan. Peningkatan produksi ikan sebesar 353% secara langsung akan
berdampak pada meningkatnya usaha budidaya ikan intensif dengan tingkat
kepadatan ikan yang tinggi dan pemberian pakan buatan. Pada saat jumlahnya
melampaui batas tertentu dapat mengakibatkan proses sedimentasi yang tinggi
berupa penumpukan sisa pakan di dasar perairan yang akan menyebabkan
penurunan kualitas perairan (pengurangan pasokan oksigen dan pencemaran
air danau atauwaduk).
Sisa pakan dan metabolisme dari aktifitas pemeliharaan ikan dalam KJA serta
limbah domestik yang berasal dari kegiatan pertanian maupun dari limbah
rumah tangga menjadi penyebab utama menurunnya fungsi ekosistem danau
yang berakhir pada terjadinya pencemaran danau, mulai dari eutrofikasi yang
menyebabkan ledakan (blooming) fitoplankton dan gulma air seperti enceng
gondok (Eichornia crassipes), upwelling dan lain-lain yang yang dapat
mengakibatkan organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya) serta
diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air danau.
Salah satu kondisi inilah yang mengakibatkan kematian massal ikan tiap tahun
terjadi di berbagai danau atau waduk di Indonesia. Selain self polution (sisa
pakan dan feses ikan budidaya), meningkatnya polusi di area ini diperparah
oleh adanya buangan limbah pabrik tekstil dan buangan limbah rumah tangga.
Melihat akibat yang ditimbulkan dari budidaya ikan sistem KJA di danau atau
waduk maka budidaya ikan sistem KJA perlu mengindahkan manajemen
budidaya yang berkelanjutan. Keuntungan merupakan target utama dalam
menjalankan bisnis industri budidaya perikanan khususnya budidaya sistem
KJA di danau/waduk. Pembudidaya ikan berpikir kearah bagaimana cara-cara
terbaik untuk memaksimalkan keuntungan sehingga memicu berbagai
permasalahan terkait dengan sistem budidaya yang berkelanjutan.
Adapapun permasalahan yang timbul yaitu penurunan fungsi ekosistem danau
atau waduk berupa pencemaran perairan budidaya yang secara langsung
mengakibatkan menurunnya produksi perikanan. Berdasarkan hal tersebut
maka kita harus mencari solusi dari masalah tersebut berupa manajemen
budidaya ikan sistem KJA yang berkelanjutan yang sesuai dengan konsep
dasar pemikiran pembangunan perikanan budidaya. Manajemen budidaya ikan
yang berkelanjutan adalah pengelolaan yang dapat berlanjut sepanjang waktu
sebagai hasil proses kebijakan sosio-politik, menghasilkan pertumbuhan
ekonomi dan secara ekologis harus dapat menjamin kelestarian sumberdaya
perairan. Secara umum budidaya ikan sistem KJA merupakan kegiatan
ekonomi yang menguntukan jika dikelola dengan baik.
Salah satu penyebab kematian massal ikan budidaya adalah penurunan tinggi
muka air. Apabila tinggi muka air menurun maka jarak karamba jaring apung
dengan dasar menjadi lebih dekat, akibatnya ikan budidaya semakin
mendekati lapisan hipolimnion yang reduktif. Sementara kedalaman perairan
dangkal, sehingga jarak KJA dan dasar menjadi semakin dekat. Akibatnya
kolom air yang reduktif semakin mendekati KJA. Kolom air menjadi anoksik
atau lapisan anoksik telah mencapai permukaan sehingga dapat disebutkan
bahwa penyebab kematian massal karena kekurangan oksigen dan tingginya
konsentrasi zat toksik (H2S) (Simarmata, 2007). Sebaiknya pada saat tinggi
muka air minimum, padat tebar ikan di KJA dikurangi atau ikan budidaya
diganti dengan jenis yang lebih toleran terhadap konsentrasi DO yang rendah.
Menurut Krismono (1999), kegiatan budaya ikan sistem KJA di danau atau
waduk, kedalaman air disyaratkan minimal 5 m pada jalur yang berarus
horizontal. Kedalaman tersebut dimaksudakan untuk menghindari pengaruh
langsung kualitas air yang jelek dari dasar perairan.
Menurut Soemarwoto (1991), bahwa luas areal perairan waduk yang aman
untuk kegiatan budidaya ikan di KJA adalah 1% dari luas seluruh perairan
waduk dengan pertimbangan bahwa angka 1% tersebut non significant untuk
luasan suatu waduk serbaguna sehingga dianggap tidak akan mengganggu
kepentingan fungsi utama waduk. Memperbaiki konstruksi KJA yang ramah
lingkungan dengan pelampung polystyrene foam. KJA yang terbuat dari
bambu dengan pelampung polystyrene foam merupakan KJA yang paling
ramah lingkungan dibandingkan dengan KJA lainnya (Prihadi dkk, 2008).
Untuk meningkatkan DO di perairan menggunakan: 1). kincir yang dapat
dipasang pada setiap unit KJA atau pada satu lokasi KJA (Enan dkk, 2009),
2). pompa air yang dipancarkan dari atas (Krismono, 1995), dengan
penambahan oksigen murni yang diberikan pada saat oksigen kritis (dini hari)
(Danakusumah, 1998).
Keramba jaring apung ganda atau berlapis dikembangkan dengan tujuan untuk
mengurangi beban dari sisa pakan, yang dapat mencemari perairan.
Kuantitas limbah pakan yang signifikan tinggi perlu diadakan restorasi waduk
melalui pengangkatan sedimen (dredging) agar kegiatan perikanan dapat aman
dari tingginya bahan toksik dan limbah pencemaran ini berpeluang dijadikan
pupuk pertain (Yap,2003).
Pemberian pakan dengan sistem pompa akan mengakibatkan banyak pakan
yang terbuang di dasar perairan danau/waduk. Untuk mengurangi pakan yang
terbuang ke dasar danau atau waduk, efisiensi pakan dapat dilakukan dengan
cara pemberian pakan berselang-seling dalam hal ini ikan tidak setiap hari
diberi makan namun diberikan berselang-seling yakni satu hari diberi makan,
hari berikutnya tidak diberi makan (dipuasakan) ternyata pertumbuhan tidak
terganggu dan efisiensi pakan 20–30% (Krismono, 1999). Efisiensi pakan juga
dapat dilakukan dengan menggunakan benih unggul yang efektif
memanfaatkan pakan sedangkan untuk kondisi kualitas air yang jelek
menggunakan benih ikan patin (Pangasius sp) yang tahan kualitas air jelek
(Prihadi, 2005). Selain itu, perlu melakukan upaya pemberian pakan dengan
kadar fosfor yang rendah atau pemberian enzim fitase terhadap ketersediaan
fosfor dari sumber bahan nabati pakan ikan. Penerapan pemberian pakan yang
efektif dengan rasio 3% dengan pakan yang rendah kandungan fosfornya
dengan pemberian tepung ikan seyogyanya dikurangi, sehingga dapat
mengurangi limbah (sisa pakan) yang masuk ke perairan danau. Oleh karena
itu, perlu alternatif lain sebagai substitusi tepung ikan yaitu antara lain protein
sel tunggal (PST), tepung rumput laut. Kualitas pakan, selain ditentukan oleh
nilai nutrisinya, dalam Suhenda et al. (2003) juga disebutkan bahwa pakan
yang baik untuk pembesaran ikan dalam KJA adalah berbentuk pelet yang
tidak mudah hancur, tidak cepat tenggelam serta mempunyai aroma yang
merangsang nafsu makan ikan.
Jenis ikan yang dibudidayakan di KJA harus memenuhi kriteria yaitu tidak
mengancam keanekaragaman hayati di perairan waduk, mempunyai nilai
ekonomis tinggi, dalam proses budidaya menghasilkan limbah organik yang
sedikit.
Pemilihan benih bertujuan untuk mendapatkan benih yang sehat dan bermutu.
Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah benih ditebar sesuai SNI yang
dijamin dengan sertifikat sistem mutu perbernihan dan padat penebaran sesuai
dengan SNI pembesaran di KJA, Sebelum ditebar benih harus dilakukan
penyesuaian dengan kondisi perairan.
Serangan penyakit ikan di pembenihan dan kolam ikan pada peralihan musim
yang sering terjadi di lapang disebabkan oleh peralihan musim dapat
mempengaruhi pH dan CO2, berakibat terhadap serangan penyakit ikan di
pembenihan dan kolam ikan. pH terjadi perubahan akibat air hujan
membawa melekul kimia berupa CO2, H2S dan Fe. Unsur tersebut akan
mempengaruhi pH, apabila kandungan pH pada kolam dan tempat
pembenihan tidak setabil (< 4) dapat menyebabkan serangan penyakit pada
ikan yang dipelihara. Sedangkan CO2 dalam perairan kolam dipengaruhi
oleh O2 dari hasil proses fotosintesis dan perombakan bahan organik
mikroorganisme, CO2 lebih dari 10 ppm dapat menyebabkan serangan
penyakit pada ikan peliharaan. Proses CO2 pada perairan akibat terjadi
fotosintesis adalah : 12 H2O + 6 CO2 + sinar matahari + klorofil C6H12O6
+ 6O2 + 6H2O (gula sederhana).
6. Daerah Karawang adalah daerah pertanian sawah semi intensif dengan
penggunaan pestisida yang kemungkinan besar juga intensif. Sementara di
hilirnya merupakan daerah pertambakan bandeng dan udang. Namun belum
pernah terdengar tuntutan petani tambak akibat kegagalan panen udang
mereka terhadap petani sawah terkait dengan pestisida. Sementara hal
sebaliknya terjadi dimana petani tambak di Indramayu sering menuntut ganti
rugi ke perusahaan minyak atas dugaan pencemaran minyak sehingga tambak
mereka gagal panen. Jelaskan secara lengkap analisis saudara untuk kedua
kejadian diatas!
Pencemaran air oleh pestisida selain distribusinya di air, pencemaran pestisida
juga terdistribusi ke sedimen. Bahkan distribusi pencemaran pestisida terbesar
berada di sedimen. Sehingga pestisida yang digunakan pada persawahan di
daerah Karawang tidak membahayakan pada pertambakan di daerah hilirnya,
karena pestisida tersebut mengendap menjadi sedimen pada aliran air menuju
hilir. Kondisi ini menyebabkan konsentrasi pestisida di daerah hilir sangat
kecil bahkan tidak ada lagi, sehingga aman untuk usaha pertambakan. Proses
terjadinya distribusi bahan tercemar di perairan sebagai berikut :
DISTRIBUSI PENCEMAR DI AIRDISTRIBUSI PENCEMAR DI AIR
PestisidaPestisida
SedimenSedimen
AirAir
PartisiPartisi
PlanktonPlankton
BO BO partkltpartklt..
Biota Biota bentikbentik
UdangUdang //
IkanIkan
BioakumulasiBioakumulasi
EliminasiEliminasi
Gambar. Proses Distribusi Bahan Tercemar Di Perairan
Sedangkan petani tambak Indramayu sering menuntut ganti rugi ke
perusahaan minyak atas dugaan pencemaran minyak sehingga tambak mereka
gagal panen, hal ini karena petani tambak Indramayu berada dibagian hulu
perusahan minyak, sehingga tambak petani tercemar minyak yang terbawa
bersama air ke hulu. Kita ketahui bahwa apabila minyak bercampur dengan
air, berat molekul air lebih besar dibandingkan dengan berat molekul minyak,
sehingga posisi minyak berada di atas air (air di bagian bawah). Minyak yang
berada di atas air tersebut terbawa ke hulu. Kondisi ini menyebabkan tambak
di daerah Indramayu tercemar oleh limbah minyak, sehingga menyebabkan
kematian pada udang yang dibudidayakan.
7. Hatchery A terletak dekat pantai Carita tempat wisata pantai. Untuk desinfeksi
airnya menggunakan sand filter dan UV. Jelaskan analisis saudara sebagai
masukan untuk manajemen perusahaan tentang manajemen air menggunakan
UV demikian!
O zo n a t i on dan u l t r av io l e t ( U V ) i r ad i a s i ad a l ah m et od e yan g
p a l in g sering digunakan untuk pengendalian virus pada akuakultur. Kedua
metodeini dapat digunakan untuk menghilangkan patogen pada air masuk, air
keluar dan dalam sirkulasi air. Desinfeksi ozon dan radiasi sinar UV juga
digunakanpada aplikasi akuakultur yang lain, misalnya dalam mengurangi
ataumenghilangkan patogen potensial yang hidup berasosiasi dengan
rotiferadalam sistem produksi larva dan desinfeksi permukaan telur ikan
(Theisen etal., 1998; Munro et al., 1999; Grotmol dan Totland,2000).
Biota yang dibudidayakan harus dipelihara di tempat yang mempunyai air
dengan kualitas baik. Kualitas air biasanya dapat dijaga dan ditingkatkan
dengan beberapa cara, tergantung pada biota yang dipelihara, kondisi fisik
sistem budidaya, dan kondisi air sebelum memasuki suatu sistem budidaya.
Air yang masuk ke suatu sistem akuakultur harus dijaga kejernihannya dan
bebas dari predator. Predator yang ikut masuk ke tempat budidaya akan
menurunkan produktifitas. Kotoran dan partikel yang larut dalam air harus
dicegah sekecil mungkin. Partikel yang larut di dalam air dapat menutupi
insang pada hewan yang dipelihara, dan dapat pula merusakan mesin.
Partikel-partikel berukuran besar dapat disaring secara mekanik,sedangkan
partikel-partikel yang berukuran kecil tetapi lebih berat dari massa air dapat
diendapkan dengan sistem grafitasi. Contoh filter mekanik yaitu saringan
yang dipasang pada pintu atau pipa pemasukan air dan filter pasir (sand
filter). Sedangkan contoh filter grafitasi yaitu bak atau kolam pengendapan
air, dan gaya sentrifugal oleh aliran air yang berputar. Nutrisi yang berlebihan
di dalam air akan berbahaya karena dapat menyebabkan pertumbuhan
mikroalge yang terlalu cepat (blooming). Pertumbuhan mikroalge yang tidak
terkontrol akan menurunkan kwalitas air dan meracuni biota yang dipelihara
(BARNABE 1990, LANDAU 1992, 1996). Nutrisi terlarut yang berlebihan
tersebut dapat dihilangkan dengan sistem filter biologi, menggunakan koloni
bakteri (Nitrosomonas dan Nitrobacter) yang dapat merubah amoniak (NH4)
menjadi nitrit(NO2 -) kemudian menjadi nitrat (NO3).
Nitrat bersifat kurang berbahaya daripada nitrit. Nitrat yang ada di dalam air
oleh bakteri Pseudomonas pada kondisi tanpa oksigen (anaerobic) dapat
dirubah menjadi gas nitrogen yang kemudian akan menguap keluar dari air.
Nutrisi dan zat-zat terlarut lainnya dapat dihilangkan dengan menggunakan
filter karbonaktif. Sistem filter ini akan mengganti ion-ion yang tidak
diinginkan (meracuni) dengan ionion lain yang kurang berbahaya bagi biota
yang dipelihara. Air juga perlu di „disinfeksi‟ untuk membunuh mikroba dan
larva binatang yang berukuran sangat kecil dengan menggunakan penyinaran
atau radiasi ultra-violet (UV), ozonisasi, dan penambahan cloor kedalam air.
Desinfektan, bertujuan untuk membunuh bakteri pathogen yang masih
terdapat dalam air yang sudah melalui tahap filter. Desinfektan yang
digunakan adalah substansi kimia yang merupakan oksidator kuat seperti
khlor dan kaporit.
UV (ultraviolet) adalah suatu cahaya yang memiliki panjang gelombang
antara 100 – 400 nm yang berfungsi dalam desinfektan suatu
mikroorganisme. Sinar UV membunuh patogen dengan cara mendenaturasi
DNA mikroorganisme. Dimana pada kisaran panjang gelombang antara 255-
265 nm, sinar UV akan diabsorpsi oleh DNA dari mikroorganisme dengan
sangat kuat. Hal ini mengakibatkan terjadinya kerusakan pada ikatan peptida,
protein dan enzim dalam tubuh mikroorganisme.
Terdenaturasinya DNA suatu miroorganisme akan menurunkan patogenitas
serta menyebabkan kematian suatu mikroorganisme. Keefektifan sinar UV
dalam membunuh patogen biasanya dicapai pada panjang gelombang 265 nm.
Pada sistem pengolahan air, biasanya lampu UV diletakkan dalam suatu
tabung yang terbuat dari kaca yang dapat mentrasmisi UV sehingga lampu
UV tidak langsung kontak dengan air, tetapi radiasi UV tetap masuk kedalam
air dan menginaktifkan organisme target.
Kelemahan penggunaan UV di sistem treatment air, antara lain :
1) Cahaya UV tidak mampu melewati lapisan gelas, air atau plastik karena
mereka mengabsorbsi UV.
2) untuk menginaktifkan mikroorganisme akuakultur, radiasi UV harus
menembus ke dalam air
3) keefektifan UV dipengaruhi turbiditas dan garam-garam mineral terlarut
yang ada di air budidaya.
4) mudah terjadi proses solarisasi, yaitu proses penghitaman secara lambat
dari kaca lampu
Volume camber efektif (ECV)
ECV = V(chamber) – V(tabung kecil)
= πr2hc - πr
2hk
= 3,14 . 0,252. 1 - 3,14 . 0,1
2. 1
= 0,16485 m3 = 164,85 L
Time expose (ET)
ET = tingkat dosis / intensitas lampu
= 360.000 µW.det/cm2 / 9000 µW.det/cm
2
= 40 detik
Water flow rate (WFR)
WFR = ECV / ET
= 164,85 L / 40 detik
= 4,12 L/detik
Jadi debit yang dianjurkan adalah 4,12 L/detik.
8. Dari hasil fieldtrip, diketahui hatchery Y di daerah pantai Jakaarta,
mendisinfeksi airnya menggunakan ozon. Jelaskan analisis saudara sebagai
masukan untuk manajemen tentang pengelolaan air menggunakan ozon
demikian!
Ozon diterapkan di sebagian besar hatchery. Selain menjadi suatu
disinfektan yang kuat, ozon dinilai memiliki kemampuan untuk meningkatkan
kualitas air jika digunakan dengan benar. Selain itu, tindakan
pengobatan pada penyakit ikan dapat langsung dikurangi dengan
meningkatkan kualitas air akibat kondisi stress pada lingkungan (Bullock et
al.,1997). Aplikasi ozon dengan konsentrasi rendah di kombinasi
dengan flotasi banyak digunakan dalam budidaya air laut untuk
menghilangkan partikel dan protein.
Manfaat ozonasi dalam proses pengelolaan air pada hatchery, yaitu:
1. Ozon memiliki efektifitas tinggi dalam membunuh pathogen (bakteri dan
mikroorganisme lainnya). Ozon merupakan oksidator yang kuat
menghasilkan oksida-oksida metal tidak larut dan dapat menjadi suatu
metode penghilangkan yang lebih efektif. Dimana oksida-oksida metal
tersebut dapat membunuh pathogen dengan cara merusak dinding sel
sekaligus menguraikan bakteri tersebut.
2. Ozon merupakan oksidator yang kuat untuk mengoksidasi ammonia (NH3),
menghilangkan warna dan bau, mengurangi turbiditas (TSS), dan
mendegradasi bahan organik lainnya dalam perairan
3. Ozon dapat digunakan untuk mengendapkan mineral, bahan logam, dan
bahan lainnya.
4. Ozon dapat digunakan untuk proses demineralisasi
5. Ozonasi akan menghasilkan oksida-oksida metal tidak larut dan dapat
menjadi suatu metode penghilangan yang lebih efektif
Kekurangan dari penggunaan ozonasi dalam proses pengelolaan air pada
hatchery, yaitu :
1. Penggunaan ozon di dalam hatchery air laut, berpotensi menyebabkan
terbentuknya asam bromat selama oksidasi alamiah. Asam bromat adalah
penyebab kanker pada manusia dan berhubungan dengan dampak yang
kronis pada kesehatan ikan. Pembentukan bromat ini sulit dihindari karena
bromat biasanya terdapat secara alami dalam air laut.
O3 +Br−
+ H+
→HOBr +O2
2. Ozonisasi dapat bersumber dari ozon lansung melalui udara bebas atau
dengan menggunakan feed gas/oksigen murni. Kedua sumber ozon ini
memiliki kelemahan, yaitu pada sumber ozon dari udara bebas,
dikhawatirkan terjadi pembentukan ozon yang tidak optimal karena udara
bebas yang dipakai sebagai sumber ozon bersifat heterogen (tidak hanya
mengandung gas oksigen sebagai sumber dari ozon). Sedangkan jika
menggunakan oksigen murni, oksigen murni ini cukup mahal dan tidak
tahan lama, sehingga tidak efisien digunakan pada hatchery.
3. Ozoninasi tidak akan berjalan efektif jika dalam perairan masih terdapat
partikel-partikel yang tidak tersaring oleh filter fisik. Partikel-partikel yang
tidak tersaring tersebut akan menghalangi ozonisasi pada pathogen.
4. Ozon bersifat sangat korosif sehingga dapat merusak generator.
5. Reaksi oksidasi antara ozon dengan kation-kation inorganik menyebabkan
kerugian pada sistim kultur shellfish marin tertutup, karena garam-garam
terlarut yang dibutuhkan untuk metabolisme mungkin juga dioksidasi
menjadi bentuk-bentuk yang tidak larut.
Efektifitas ozonisasi dapat ditingkatkan dengan cara sebagai berikut :
1. Menggunakan filter fisik untuk menyaring partikel-partikel fisik sebelum
dilakukan treatment ozon.
2. Setelah treatment ozon, harus diletakan bio filter berupa arang aktif atau
vaccum degasser atau CO2 stripper untuk menghilangkan residu ozon yang
cukup berbahaya bagi manusia dan ikan.
3. Harus dikenali bahwa bahan organik dan inorganik pada suplai air hatchery
akan menunjukkan suatu kebutuhan ozon dan meningkatkan konsentrasi O3
yang diperlukan untuk desinfeksi
9. Di Kalimantan Tengah banyak terdapat penambangan emas yang
menggunakan Hg sebagai katalisator memisahkan mineral emas dengan
tailing. Namun kajian di sungai-sungai disekitarnya, kadar Hg dalam air
sungai berada dalam jumlah yang rendah. Jelaskan analisis saudara terkait
kasus diatas!
Dari aspek ekologis, pencemaran logam berat dipengaruhi oleh faktor kadar
dan kesinambungan logam yang masuk ke badan perairan, terutama sifat
toksisitas, bioakumulasi dan persistensi baik terhadap faktoor fisik, kimia dan
biologi. Logam berat yang masuk ke perairan akan mengalami pengendapan,
pengenceran dan dapat disperse kemudian diserap oleh organisme yang hidup
di perairan tersebut.
Merkuri di perairan jarang sekali terdapat dalam bentuk bebas, umumnya
terkait dengan unsur-unsur lain terutama klorida (Cl) yang senyawanya
diperkirakan berbentuk (HgCl4)-2
, (HgCl3)-, (HgCl3Br)
- . kadar logam merkuri
dalam air laut sangat rendah berkisar antara 0,1-1,2 ppb. Rompas (1991)
menyatakan bahwa secara alamiah merkuri yang terdapat di dalam perairan
adalah kecil. Dengan peningkatan konsentrasi merkuri setelah masuk ke dalam
wilayah perairan maka merkuri akan mengalami berbagai proses yang disebut
dengan ekotoksikologi.
Selain itu, merkuri dan turunannya telah lama diketahui sangat beracun
sehingga kahadirannya di lingkungan perairan dapat mengakibatkan kerugian
pada manusia karena sifatnya yang mudah larut dan terikat dalam jaringan
tubuh organism air. Pencemaran merkuri juga mempunyai pengaruh terhadap
ekosistem setempat yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam sedimen,
kelarutannya yang rendah dalam air dan kemudahannya diserap dan
terakumulasi dalam jaringan tubuh organism air, baik melalui proses
bioakumulasi maupun biomagnefikasi yaitu melalui rantai makanan.
Persenyawaan merkuri pada sedimen dasar perairan diakibatkan oleh adanya
aktifitas kehidupan bakteri yang mengubah persenyawaan merkuri menjadi
Hg2+
dan Hg0. Logam merkuri yang dihasilkan dari aktifitas bakteri ini karena
dipengaruhi oleh faktor fisika dapat langsung menguap ke udara. Tetapi pada
akhirnya merkuri yang telah menguap dan berada dalam tatanan udara akan
masuk kembali ke badan perairan oleh hujan. Ion Hg2+
yang dihasilkan dari
perombakan persenyawaan merkuri pada endapan lumpur (sedimen) dengan
bantuan bakteri akan berubah menjadi dimetil merkuri (CH3)2Hg, dan ion
metal merkuri (CH3Hg+). Dimetil merkuri mudah menguap ke udara dan oleh
faktor fisika di udara, dimetil merkuri akan terurai kembali menjadi metana
CH4, etana C2H6 dan logam Hg0. Sementara itu ion metil merkuri mudah larut
dalam air dan dimakan oleh biota perairan seiring dengan rantai makanan
adalah manusia yang akan mengkontaminasi baik ikan maupun burung-burung
air yang telah terkontaminasi oleh senyawa merkuri.
Merkuri yang terdapat di perairan diubah menjadi metilmerkuri oleh bakteri
tertentu. Sumber merkuri yang berasal dari alam dan yang disebabkan oleh
aktifitas manusia ini akan masuk ke laut, danau dan sungai akan diubah
menjadi metilmerkuri oleh bakteri tertentu dan kemudian akan terakumulasi
pada ikan dan hewan-hewan laut lainnya.